PENGARUH FEED ADDITIF MIKROB Bacillus sp. DAN Carnobacterium sp. PADA KADAR GLUKOSA DARAH DAN LAJU METABOLISME SERTA NERACA ENERGI IKAN GURAME (Osphronemus gouramy Lac.) FASE OMNIVORA EFFECT OF MICROBE Bacillus sp. AND Carnobacterium sp. AS FEED ADDITIVE ON GLUCOSE CONTENT IN BLOOD AND METABOLIC RATE AND ENERGY BALANCE IN THE OMNIVORES PHASE GIANT GOURAMY, Osphronemus gouramy Lac. Siti Aslamyah Department of Fisheries, Faculty of Marine Science and Fisheries, Hasanuddin University Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10, Makassar 90245 e-mail: [email protected] ABSTRACT Bacillus sp. and Carnobacterium sp. is the microbial strains isolated from the giant gouramy digestive tract, each having proteolytic activity and amylolytic. The role as a feed additive is expected to increase the metabolism rate and of blood glucose influx, and improving energy balance on the enlargement of giant gouramy. Using completely randomized design method, nine treatment with combination of microbe species (Bacillus sp.; Carnobacterium sp.; and mix of Bacillus sp. and Carnobacterium sp.) and inoculums level (108, 1010, and 1012 cfu/mL/100 g feed) were conducted in 50x40x35 cm3 recirculation aquarium. Five organism/aquarium with 100 ± 2,0 g of wet weight were used in this experiment. The feed frequency was three times a day at satiation. The results showed that the mix of Bacillus sp. and Carnobacteria sp. with inoculums of 1010 cfu/mL/100 g feed was significantly increased of routine metabolic rate, satiety metabolic rate, and specific dynamic action and improve their energy balance of giant gouramy, which lowers energy consumption and increase the metabolic energy and energy retention. The result achieved is closely associated with an increased of glucose influx from the blood into cells. The culmination and beginning of decline in peak of blood glucose levels achieved at the 4th postprandial compared with the control achieved at the 6th postprandial Key words : Bacillus sp., Carnobacterium sp., feed additive, giant gouramy, glucose content in blood, metabolism rate, energy balance PENDAHULUAN Pertumbuhan yang lambat dan tingkat kelangsungan hudup yang rendah (Mokoginta, 1996), yaitu hanya mencapai 50% (Arlia, 1994) merupakan permasalahan yang dihadapi dalam budidaya Ikan gurame. Hasil penelitian nutrisi ikan gurame (Mubin, 1994; Cahyoko, 1995; Mokoginta et al., 1997; Mokoginta et al., 1999; Jusadi et al., 2000; Suprayudi et al., 2000) membuktikan bahwa ikan gurame memiliki potensi tumbuh yang tinggi apabila dilakukan perbaikan nutrisinya pada setiap tahapan pemeliharaannya, yaitu pemeliharaan larva dan benih deder yang tergolong karnivora, serta tahapan pembesaran sampai ukuran konsumsi yang tergolong omnivora. Namun demikian, masih perlu dilakukan upaya-upaya selain melalui pendekatan nutrisi untuk meningkatkan pertumbuhan ikan gurame, agar penggunaan pakan buatan lebih efisien, serta tingkat kelangsungan hidup dapat ditingkatkan. Pertumbuhan berasal dari dua proses yang berlawanan, yaitu proses pertama cenderung untuk menurunkan energi tubuh (katabolisme) dan proses yang lain cenderung untuk Dipersentasikan pada : Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan “Bringing the Better Science for the Better Fisheries and the Better Future” 26-27 Oktober 2011, Pekanbaru, Riau Email: [email protected] 2 menaikkan energi tubuh (anabolisme). Priede (1985) mengemukakan sebagian besar atau bahkan seluruh energi yang dapat dimetabolisasi akan digunakan untuk proses metabolisme. Kebutuhan energi untuk metabolisme harus dipenuhi terlebih dahulu dan apabila berlebih dapat digunakan untuk pertumbuhan. Neraca energi memberikan gambaran mengenai tingkat pemasukan energi, serta ketersediaan energi untuk metabolisme dan pertumbuhan (Aslamyah, 2006). Ketersedian energi dapat terpenuhi dari nutrien pakan yang mengandung energi, terutama karbohidrat. Disamping itu juga dapat dipenuhi dari lemak dan protein (Stryer 2000). Ketersediaan glukosa dalam sel terutama merupakan produk hidrolisis karbohidrat. Aslamyah (2006) menyatakan kadar glukosa darah yang terus meningkat mengindikasikan adanya aliran glukosa ke dalam darah yang lebih besar dibandingkan pemasukan glukosa darah ke dalam sel. Glukosa yang telah masuk ke dalam sel akan segera dimetabolisme untuk mencukupi kebutuhan energi. Agar kebutuhan energi terpenuhi perlu dilakukan peningkatan pemasukkan (influx) glukosa darah, sehingga laju metabolisme juga meningkat. Upaya yang dapat dilakukan adalah menggunakan probiotik sebagai feed additive dalam pakan ikan gurame. Penggunaan probiotik Bacillus sp. sebagai feed additive untuk meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan gurame telah dilaporkan oleh Irawan (2000) dan Murni (2004); Carnobacterium sp. pada ikan bandeng (Aslamyah, 2006). Bacillus sp. adalah mikrob proteolitik dan Carnobacterium sp. adalah mikrob amilolitik yang diisolasi dari saluran pencernaan ikan gurame dan potensial sebagai kandidat probiotik (Aslamyah et al., 2009). Bacillus sp. adalah bakteri gram positif yang bersifat fakultatif, memiliki kemampuan menghidrolisis polisakarida, protein, lemak, dan asam nukleat serta mengubahnya menjadi produk hidrolisis (Fardiaz, 1992). Jenis Carnobacterium sp. diperkenalkan oleh Collins et al. pada tahun 1987 dalam klasifikasi Lactobacillus carnis, L. divergens, dan L. piscicola yang merupakan stok Lactobacillus dari isolasi bakteri pada daging hewan ternak yang dilakukan oleh Thornley 1957. Pada tahun 1993, jenis Carnobacterium berkembang pesat dengan dua jenis spesies yang tidak memiliki keterkaitan biologis dengan Lactobaccilus (C. alterfunditum dan C. funditum). Berdasarkan rangkaian dasar RNAr dan karakter fenotip, Joborn et al. pada tahun 1999 mengajukan nomenklatur C. inhibens untuk sebuah stok yang diisolasi dari saluran pencernaan ikan salmon Atlantik (salmo salar). Jenis Carnobacterium tersebut menunjukkan suatu hubungan dengan Carnobacterium sp. (Collins et al., 1999). Selanjutnya dijelaskan bahwa jenis Carnobacterium sp. sangat sulit dibedakan dari jenis Lactobacillus. Salah satu yang dapat diketahui bahwa Carnobacterium sp. tidak dapat dibiakkan pada medium rogosa, dan dapat berkembang pada pH tinggi (kemungkinan dapat tumbuh sampai pada pH 9,1) dibandingkan dengan Lactobacillus sp. Jenis dan jumlah inokulum mikrob Bacillus sp. dan Carnobacterium sp. yang tepat sebagai feed additive pada usaha pembesaran ikan gurame berdasarkan kebiasaan makanannya tergolong fase omnivora, diharapkan meningkatkan influx glukosa darah dan laju metabolisme, sehingga memperbaiki neraca energi pembesaran ikan gurame. Pada akhirnya pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan gurame untuk pembesaran dapat ditingkatkan. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah benih ikan gurame untuk pembesaran dengan bobot rata-rata ± 100 g ditebar dengan kepadatan 5 ekor per wadah (satu unit percobaan). Sebelum ditebar, ikan uji telah diaklimatisasikan dengan media budidaya dan pakan diberikan secara at satiation selama 2 minggu. Setelah masa aklimatisasi selesai, ikan uji dipuasakan selama 24 jam dengan tujuan menghilangkan sisa pakan dalam tubuh. Wadah dan Media Pemeliharaan Wadah percobaan ini adalah akuarium kaca dengan sistem resirkulasi berukuran panjang, lebar, dan tinggi masing-masing 50 x 40 x 35 cm. Bagian sisi- sisi wadah ditutup dengan plastik hitam dan bagian atas wadah ditutup dengan penutup dari kawat nyamuk yang sisi-sisinya dijepit dengan bambu. Sebelum digunakan, wadah dan semua peralatan terlebih dahulu didesinfektan dengan klorida (kaporit) dan dinetralkan dengan thiosulfat. Wadah percobaan diisi air sebanyak 55 L air tawar. Air yang digunakan telah disterilkan dengan 150 ppm klorida selama 24 jam dan selanjutnya dinetralkan dengan 75 ppm thiosulfat. Pakan Pakan yang digunakan pada percobaan ini diformulasi sesuai dengan kebutuhan benih ikan gurame untuk pembesaran. Bahan pakan dan pakan yang telah diformulasi dianalisis proksimat. Hasil analisis proksimat bahan pakan dan komposisi pakan yang digunakan pada percobaan ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi pakan benih ikan gurame untuk pembesaran dan hasil analisis proksimat bahan pakan Hasil analisis proksimat (% bk) Bahan Pakan Komposisi (%) Tepung ikan Tepung kedelai Tepung Terigu Lemak*) Vitamin mix**) Mineral mix***) Kolin klorida CMC 23,36 28,36 31,75 3,20 4,52 5,87 0,50 2,50 Kadar protein (%)1) DE (kkal/kg) 2) C/P (kkal/g protein) 33,92 2689,70 7,92 Protein 71,07 49,82 10,18 BETN 3,13 37,00 87,55 Lemak 8,67 3,08 1,27 1) Hasil perhitungan kadar protein seluruh bahan pakan; 2) Hasil perhitungan berdasarkan persamaan energi (NRC, 1988), yaitu 1 g karbohidrat = 2.5 kkal DE, 1 g protein = 3.5 kkal DE, dan1 g lemak = 8.1 kkal DE; *) Perbandingan lemak, yaitu minyak ikan dan minyak jagung 1 : 1; **) Komposisi vitamin mix (mg/100 g pakan), yaitu Vitamin B1 6; Vitamin B2 10; Vitamin B6 4; Vitamin B12 0.01; Vitamin C 500; Niacin 40; Ca-pantothenat 10; Inositol 200; Biotin 0.6; Vitamin K3. 5; Vitamin AD3 4000 IU Sumber : Watanabe (1988); ***) Komposisi mineral mix (g/kg pakan), yaitu MgSo4.7H2O 7.5; Fe Citrat 1.25; KCl 8.76; Trace elemen mix 0.5; Ca-laktat 11.27; Sellulosa 2.72; Komposisi trace elemen mix (mg/kg pakan);ZnSO4.7H2O 176.5; MnSO4.4H2O 81.0; CuSO4.5H2O 15.5; KIO3 1.5; CoSO4 0.3; Sellulosa 225.0; NaH2PO4.6H2O (g/100 g pakan) 2.671% Sumber : Watanabe (1988) Mikrob Mikrob yang diuji adalah Bacillus sp., yaitu mikrob proteolitik dan Carnobacterium sp., yaitu mikrob amilolitik yang diisolasi dari saluran pencernaan ikan gurame. Sebelum ditambahkan ke pakan, sedian mikrob terlebih dahulu diencerkan dengan Buffer Peptone Water (Murni, 2004) dan minyak ikan (Robertson et al., 2000) dengan perbandingan 1 mL 4 mikrob : 3 mL Buffer Peptone Water : 1 mL minyak ikan. Campuran ini kemudian disemprotkan pada pakan secara merata dengan menggunakan spuit. Rancangan Percobaan Percobaan ini didesain menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) masing-masing 3 ulangan. Perlakuan terdiri atas kontrol dan 9 perlakuan kombinasi jenis mikrob dan jumlah inokulum. Perlakuan tersebut adalah : B.108 (Bacillus sp. x 108 cfu/mL/100 g pakan); C.108 (Carnobacterium sp. x 108 cfu/mL/100 g pakan); BC.108 (Bacillus sp. + Carnobacterium sp. x 108 cfu/mL/100 g pakan); B.1010 (Bacillus sp. x 1010cfu/mL/100 g pakan); C.1010 (Carnobacterium sp. x 1010 cfu/mL/100 g pakan); BC.1010 (Bacillus sp.+ Carnobacterium sp. x 1010 cfu/mL/100 g pakan); B.1012 (Bacillus sp. x 1012 cfu/mL/100 g pakan); C.1012 (Carnobacterium sp. x 1012 cfu/mL/100 g pakan); BC.1012 (Bacillus sp. + Carnobacterium sp. x 1012 cfu/mL/100 g pakan). Pemeliharaan Ikan dipelihara selama 60 hari dan diberi pakan secara at satiation sebanyak 3 kali sehari, yaitu pada pukul 07.00, 12.00, dan 17.00. Selama percobaan, kualitas media budi daya dijaga dalam kisaran yang layak untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan gurame untuk pembesaran. Kualitas air dijaga dengan cara melakukan penyiponan terhadap sisa pakan dan feses didasar wadah, serta melakukan pergantian air sebanyak 25% setiap hari. Pengukuran suhu media dilakukan 2 kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari, sedangkan pengukuran pH, oksigen terlarut, karbondioksida bebas, dan amoniak dilakukan pada setiap pengambilan sampel. Suhu air berkisar antara 29 dan 30oC; pH berkisar antara 7,3 dan 7,6; oksigen terlarut berkisar antara 6,2 dan 6,7 ppm, karbondioksida bebas berkisar antara 11,86 dan 12,03 ppm; dan amoniak berkisar antara 0,006 dan 0,008 ppm. Pengumpulan Peubah Peubah yang dianalisis meliputi kadar glukosa darah dan laju metabolisme, serta neraca energi. Kadar Glukosa Darah Kadar glukosa darah diamati pada akhir penelitian. Ikan dipuasakan selama 48 jam, pengambilan darah dimulai pada jam ke 0 (sebelum pemberian pakan) dan jam ke 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, dan 18 setelah ikan diberi pakan satu kali sampai kenyang. Sampel darah diambil dari vena caudal, jantung atau insang dengan menggunakan spoit bervolume 1 mL yang telah dibasahi dengan larutan antikoagulan natrium sitrat 3,8%, selanjutnya di masukkan ke dalam microtube bervolume 1,5 mL dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Kadar glukosa darah (Wedemeyer dan Yasutake, 1977) diukur menggunakan 3,5 mL pereaksi warna ortho-toluidine (6 mL ortho-toluidine/94 mL asan asetat glasial) ditambah 0,05 mL (50 μL) sampel. Blanko adalah 3,5 mL pereaksi warna ortho-toluidine ditambah 0,05 mL akuades. Standar adalah 3,5 mL pereaksi warna ortho-toluidine ditambah 0,05 mL larutan glukosa (100 mg pereaksi glukosa/100 mL akuades). Campuran dipanaskan dalam water bath yang sedang mendidih selama 10 menit, kemudian dinginkan pada suhu kamar. Wama tersebut stabil selama lebih dari 1 jam. Baca absorbansi pada panjang gelombang 635 nm. Laju Metabolisme Laju metabolisme diprediksi dengan mengukur tingkat konsumsi oksigen, mengikuti metode Becker dan Fishelson (1986). Wadah percobaan adalah stoples plastik bervolume 3 L dengan sistem resirkulasi dan aliran air diatur dengan kecepatan 30 L/jam. Ikan uji dengan ukuran ±100 g diaklimatisasi selama 48 jam dan diberi pakan pada level pemeliharaan kemudian dipuasakan selama 48 jam untuk menghilangkan semua sisa pakan dalam saluran pencernaan. Pengukuran oksigen terlarut dilakukan dengan menggunakan dissolved oxygen meter (model 5509 lutron skala 0 sampai 20 ppm) dengan selang waktu pencatatan 15 menit. Pengukuran dimulai setelah 48 jam ikan uji dipuasakan sampai diperoleh tingkat konsumsi oksigen yang relatif stabil pada nilai terendah selama ± 90 menit. Selanjutnya ikan uji diberi pakan sampai kenyang dan pengukuran dilanjutkan selama 24 jam. Selama pengamatan, ikan diberi pakan secara at satiation sebanyak 3 kali sehari, yaitu pada pukul 07.00, 12.00 dan 17.00. Selama pengukuran konsumsi oksigen kisaran suhu media budi daya adalah 29 sampai 30ºC. Laju metabolik (mg/kg0,8/jam) dihitung dengan menggunakan rumus :[(O2tn – O2t0 )/BBM] x V, dimana O2tn = konsentrasi O2 pada saat stabil, O2t0 = konsentrasi O2 pada air masuk, BBM = bobot badan metabolik [bobot badan (kg)0,8], V = kecepatan aliran air (L/jam). Laju metabolisme dihitung dengan mengkalikan nilai konsumsi oksigen dengan nilai setara kalor 13,78 kJ/g untuk laju metabolisme basal dan 14,85 kJ/g untuk laju metabolisme kenyang dan laju metabolisme rutin. Specific dynamic action (SDA) ditentukan dari selisih antara laju metabolisme kenyang dan laju metabolisme basal. Neraca Energi Peubah neraca energi meliputi konsumsi energi (kJ/kg), retensi energi per konsumsi energi, dan energi metabolik per konsumsi energi (%) ikan uji. Konsumsi energi dianalisis pada akhir pemeliharaan, yaitu dengan menjumlah energi pakan yang dimanfaatkan oleh ikan uji. Energi pada tubuh ikan di awal dan akhir percobaan dideterminasi dengan bomb calorimeter, selanjutnya digunakan untuk menganalisis retensi energi dengan rumus {(Et – Eo) / (Ee)} x 100 dimana Eo = kadar energi dalam tubuh ikan pada waktu 0, Et = kadar energi dalam tubuh ikan pada waktu t, dan Ee = kadar energi yang dikonsumsi oleh ikan. Energi metabolik adalah energi yang siap digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan, yang merupakan penjumlahan antara penggunaan energi pada metabolisme rutin dan retensi energi Analisis Data Data yang diperoleh pada percobaan ini dianalisis ragam dan dilanjutkan dengan uji kontras ortogonal menggunakan program SPSS 12,0. Kecuali data kadar glukosa darah dianalisis secara deskriptif. HASIL Kadar Glukosa Darah Kadar glukosa darah ikan uji segera meningkat setelah ikan mengkonsumsi sejumlah pakan dan menurun kembali setelah mencapai puncak. Titik puncak dan permulaan turunnya puncak kadar glukosa darah ikan uji dicapai pada periode waktu yang berbeda (Gambar 1). Titik puncak kadar glukosa darah tercepat dicapai ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi mikrob, yaitu ikan uji yang mendapat kombinasi perlakuan BC.1012 (Bacillus sp. + Carnobacterium sp. x jumlah inokulum 1012 cfu/mL/100 g pakan) dan BC.1010 (Bacillus sp. + Carnobacterium sp. x jumlah inokulum 1010 cfu/mL/100 g pakan) pada jam ke-4 post prandial. Ikan uji dengan kombinasi perlakuan lainnya dan kontrol mencapai puncak kadar glukosa darah pada jam ke-4 sampai jam ke-6 post prandial. Ikan uji dengan perlakuan kontrol menunjukkan puncak kadar glukosa darah yang lebih rendah dibandingkan dengan ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi mikrob. Laju Metabolisme Laju metabolisme rutin, laju metabolisme kenyang, dan specific dynamic action ikan uji (Gambar 2) yang diberi pakan dengan inokulasi mikrob nyata lebih tinggi dibandingkan 6 Kadar glukosa darah (mg/100 mL) kontrol, sedangkan laju metabolisme basal sama pada semua perlakuan yang diberikan. Laju metabolisme rutin, laju metabolisme kenyang, dan specific dynamic action ikan uji pada semua pelakuan jenis mikrob meningkat dengan peningkatan jumlah inokulum mikrob, yaitu sampai jumlah inokulum 1010 cfu/mL/100 g pakan. Peningkatan jumlah inokulum 1012 cfu/mL/100 g pakan menunjukkan laju metabolisme rutin, laju metabolisme kenyang, dan specific dynamic action yang sama dibandingkan dengan jumlah inokulum 1010 cfu/mL/100 g pakan. Laju metabolisme rutin, laju metabolisme kenyang, dan specific dynamic action ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi jenis mikrob Bacillus sp. sama dengan ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi jenis mikrob Carnobacterium sp., akan tetapi nyata lebih rendah dibandingkan ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi jenis mikrob Bacillus sp. + Carnobacterium sp., pada berbagai perlakuan jumlah inokulum mikrob. 160.00 140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 7.00 9.00 K 11.00 C8 B8 13.00 15.00 BC8 B10 17.00 C10 BC10 19.00 B12 21.00 C12 23.00 1.00 BC12 Periode pengamatan (setiap 2 jam selama 18 jam post prandial ) Gambar 1. Kadar glukosa darah (mg/100 mL darah) ikan uji pada berbagai kombinasi perlakuan jenis dan jumlah inokulum mikrob setiap 2 jam selama 18 jam post prandial Laju metabolisme rutin (kJ/kg 0,8/hari) 140 120 (kJ/kg0,8 /hari) Laju metabolisme basal 140 100 80 60 40 20 0 K 108 1010 120 100 80 60 40 20 0 1012 108 K 1010 1012 Jumlah inokulum 140 140 Specific dinamic action (kJ/kg 0,8/hari) Laju metabolisme kenyang (kJ/kg 0,8/hari) Jumlah inokulum 120 100 80 60 40 20 0 K 108 1010 120 100 80 60 40 20 0 1012 Jenis mikrob Jumlah inokulum TM B C 108 K 1010 1012 Jumlah inokulum BC Gambar 2. Laju metabolisme basal, laju metabolisme rutin, laju metabolisme kenyang, dan specific dynamic action (kJ/kg0,8/hari) ikan uji pada berbagai kombinasi perlakuan jenis dan jumlah inokulum mikrob selama 60 hari periode pengamatan Neraca Energi Inokulasi mikrob dalam pakan mampu meningkatkan persentase retensi energi per konsumsi energi ikan uji nyata lebih tinggi dari kontrol (Gambar 3). Namun demikian, dapat menurunkan tingkat konsumsi energi. Persentase retensi energi per konsumsi energi dan energi metabolik per konsumsi energi tertinggi serta tingkat konsumsi energi terendah ditunjukkan oleh ikan uji yang mendapat kombinasi perlakuan BC.1012 (Bacillus sp. + Carnobacterium sp. x jumlah inokulum 1012 cfu/mL/100 g pakan) dan BC.1010 (Bacillus sp. + Carnobacterium sp. x jumlah inokulum 1010 cfu/mL/100 g pakan). Neraca energi ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi jenis mikrob Bacillus sp. sama dengan ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi jenis mikrob Carnobacterium sp., dan berbeda dibandingkan ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi jenis mikrob Bacillus sp.+ Carnobacterium sp., pada berbagai perlakuan jumlah inokulum mikrob. Jumlah inokulum yang berbeda pada berbagai jenis mikrob menunjukkan pengaruh yang berbeda pada neraca energi ikan uji, jumlah inokulum 108 cfu/mL/100 g pakan lebih rendah dibandingkan dengan jumlah inokulum 1010 dan 1012 cfu/mL/100 g pakan. Walaupun demikian, neraca energi ikan uji yang mendapat pakan dengan jumlah inokulum 1010 cfu/mL/100 g pakan tidak berbeda dengan jumlah inokulum 1012 cfu/mL/100 g pakan pada semua perlakuan jenis mikrob. Konsumsi energi (kJ/kg) 700 680 660 640 620 600 580 560 540 520 500 K 10 8 10 10 10 12 70 50 45 40 35 30 60 50 EM/KE (%) RE/KE (%) Jumlah inokulum 25 20 15 10 5 0 40 30 20 10 0 K 108 1010 1012 Jumlah inokulum TM 108 K Jenis mikrob B C 1010 1012 Jumlah inokulum BC Gambar 3. Konsumsi energi (kJ/kg), retensi energi per konsumsi energi, dan energi metabolik per konsumsi energi (%) ikan uji pada berbagai kombinasi perlakuan jenis dan jumlah inokulum mikrob selama 60 hari periode pengamatan PEMBAHASAN Indikasi adanya respon glikolisis karbohidrat untuk menghasilkan energi terlihat pada titik puncak kadar glukosa darah tercepat dicapai ikan gurame yang diberi pakan dengan inokulasi kombinasi mikrob Bacillus sp. dan Carnobacterium sp. yaitu jam ke-4 post prandial. Hasil yang sama dilaporkan Aslamyah (2006), yaitu titik puncak kadar glukosa darah tercepat dicapai ikan bandeng yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. baik pada jumlah inokulum 1010 maupun 1012 cfu/mL/100 g pakan, yaitu pada jam ke-4 post prandial. Matthews et al. (2003) mengemukakan bahwa peningkatan kadar glukosa darah 8 yang berlangsung cepat dapat memicu bioaktivitas insulin pada tingkat tertinggi, sehingga pemasukan glukosa darah ke dalam sel berlangsung dengan cepat dan kadar glukosa dalam darah segera menurun. Ketersediaan glukosa dalam sel, digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh dan kebutuhan energi, setelah terpenuhi pemasukan glukosa yang tinggi akan merangsang terjadinya proses glikogenesis dan lipogenesis (Stryer, 2000). Glukosa adalah produk hidrolisis enzimatik karbohidrat pakan, diserap di usus halus masuk ke aliran darah. Kadar glukosa dalam darah merupakan resultan atau hasil perimbangan sesaat antara laju penyerapan glukosa dari saluran pencernaan ke dalam aliran darah dan laju pemasukkan glukosa darah ke dalam sel pada proses metabolisme karbohidrat. Kadar glukosa darah yang terus meningkat mengindikasikan adanya aliran glukosa ke dalam darah yang lebih besar dibandingkan pemasukan glukosa darah ke dalam sel. Sebaliknya, kadar glukosa akan menurun apabila aliran glukosa ke dalam darah lebih rendah dibandingkan pemasukkan glukosa darah ke dalam sel. Dengan demikian, puncak kadar glukosa darah terjadi saat aliran glukosa ke dalam darah dan pemasukan glukosa darah ke dalam sel mencapai titik keseimbangan (Aslamyah, 2006). Glukosa yang telah masuk ke dalam sel akan segera dimetabolisme untuk mencukupi kebutuhan energi sehingga menghindari penggunaan sejumlah asam amino sebagai sumber energi metabolik Suarez et al. (2002). Keadaan ini pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan dan deposisi materi pertumbuhan seperti protein dan lemak. Pola kadar glukosa pada beberapa spesies ikan bervariasi, yang dipengaruhi beberapa faktor diantaranya jenis dan ukuran, kekomplekkan dan kadar karbohidrat. Umumnya puncak dan penurunan puncak kadar glukosa darah ikan yang mendapat pakan dengan sumber karbohidrat pati sekitar 5 sampai 6 jam post prandial (Deng et al. 2001; Stone et al. 2003; dan Subandiyono 2004). Fenomena peningkatan influx glukosa ini merupakan respons ikan uji pada perubahan fisiologis saluran pencernaan akibat inokulasi kombinasi mikrob Bacillus sp. dan Carnobacterium sp. sebagai feed additive. Fuller (1992) mengemukakan bahwa probiotik dapat digunakan sebagai feed additive karena dapat berperan dalam beberapa mekanisme, yaitu menghambat reaksi-reaksi yang menghasilkan toksin, merangsang reaksireaksi enzimatis yang terlibat dalam proses detoksifikasi bahan-bahan yang potensial sebagai toksin baik yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh, merangsang enzim inang yang terlibat dalam proses pencernaan atau menggantikan enzim yang tidak ada, dan sintesis vitamin atau zat makanan essensial yang kurang tersedia dalam pakan Gambaran terjadinya peningkatan aktivitas yang terjadi dalam saluran pencernaan ikan gurame yang mendapat pakan dengan inokulasi mikrob dapat dilihat juga pada pola konsumsi oksigen yang dikonversikan dengan nilai setara kalor, yaitu laju metabolisme rutin, laju metabolisme kenyang, dan specific dynamic action (kJ/kg0,8/hari). Aktivitas mengkonsumsi oksigen segera meningkat setelah ikan gurame mengkonsumsi pakan. Pola konsumsi oksigen yang diperlihatkan ikan uji merupakan gambaran pola penggunaan energi untuk aktivitas pencernaan. Konsumsi oksigen merupakan bagian penting dari keseimbangan bioenergetik sebab menggambarkan penggunaan energi langsung pada kerja metabolik termasuk metabolisme untuk hidup pokok, makan, dan aktif (Schmidt-Nielsen, 1990; Lemos dan Phan, 2001; Rosas et al., 2001). Inokulasi mikrob Bacillus sp. dan Carnobacterium sp. dalam pakan meningkatkan laju metabolisme rutin, laju metabolisme kenyang, dan specific dynamic action (kJ/kg0,8/hari) ikan uji. Metabolisme basal atau standar didefinisikan sebagai tingkat pembelanjaan energi minimal untuk mempertahankan struktur dan fungsi jaringan agar organisme tetap hidup. Pengukuran dilakukan pada kondisi setelah organisme dipuasakan (post absorptive), kondisi lingkungan yang netral dan organisme dalam keadaan istirahat dan tidak banyak bergerak (Affandi et al. 2005; Wuenschel et al. 2005). Laju metabolisme kenyang dianalisis dengan tujuan untuk memperoleh informasi tentang penggunaan energi saat puncak proses metabolisme dan pencernaan. Nilai laju metabolisme kenyang pada ikan berkisar antara 1,5 dan 5,8 kali laju metabolisme basal (Brett dan Goves 1979). Laju metabolisme rutin atau disebut juga dengan produksi panas harian atau energi yang hilang menjadi panas, merupakan akumulasi penggunaan energi pada berbagai aktivitas. Specific dynamic action ditentukan dengan mengurang nilai antara laju metabolisme kenyang dan basal. Specific dynamic action merupakan tingkat penggunaan energi untuk menghancur, mengubah dan menyimpan produk pencernaan melalui proses metabolisme nutrien (Becker dan Fishelson 1986; Becker et al. 1992). Nilai laju metabolisme basal yang diperoleh pada percobaan ini adalah berkisar antara 49,71–51,44 kJ/kg0,8/hari. Laju metabolisme basal pada organisme terestrial adalah sebesar 70 kkal/BBM yang setara dengan 292 kJ/BBM 0,75 (Brody, 1974). Kebutuhan energi organisme akuatik adalah 10 sampai 30 kali lebih rendah dari homioterm yang harus mempertahankan suhu tubuh 35ºC. Meningkatnya laju metabolisme kenyang dan rutin pada ikan gurame yang mendapat pakan dengan inokulasi mikrob disebabkan adanya peningkatan proses-proses fisiologis akibat peningkatan proses hidrolisis nutrien pakan di dalam saluran pencernaan. Peningkatan aktivitas metabolisme termasuk pengambilan, mencerna, dan absorbsi nutrien pakan mengakibatkan peningkatan penggunaan energi untuk aktivitas tersebut, seperti yang ditunjukkan pada nilai specific dynamic action. Aslamyah et al. (2010) melaporkan terjadi peningkatan yang signifikan aktivitas enzim pencernaan ikan gurame yang diberi pakan dengan inokulasi mikrob Bacillus sp. dan Carnobacterium sp. baik pada jumlah inokulum 1010 maupun 1012 cfu/mL/100 g pakan. Peningkatan ini berdampak pada peningkatan kecernaan karbohidrat dan protein pakan pada ikan gurame yang dibudidaya dan pada akhirnya terjadi peningkatan metabolisme dan pertumbuhan. Menurut Priedi (1985) jumlah energi yang diperlukan bagi pertumbuhan dan pemeliharaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain spesies ikan, umur, komposisi ransum, tingkat reproduksi, dan laju metabolisme standar. Besarnya specific dynamic action pada ikan untuk mengolah karbohidrat adalah sebesar 5% sedangkan untuk mengolah protein adalah sebesar 30% (Zonneveld et al., 1991). Neraca energi memberikan gambaran mengenai tingkat pemasukan energi, serta ketersediaan energi untuk metabolisme dan pertumbuhan, tingkat retensi energi, serta persentase energi yang diretensi per energi yang dikonsumsi dan energi metabolik per konsumsi energi. Inokulasi mikrob Bacillus sp. dan Carnobacterium sp. dalam pakan mampu meningkatkan energi yang diretensi dalam tubuh, energi metabolik dalam kJ per kg ikan, serta persentase retensi energi per konsumsi energi dan energi metabolik per konsumsi energi ikan uji, serta mengefisienkan energi yang dikonsumsi. Energi metabolik adalah energi yang siap digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan. Kebutuhan energi untuk hidup pokok harus dipenuhi terlebih dahulu, apabila terdapat kelebihan akan digunakan untuk pertumbuhan. Besarnya energi metabolik ditentukan dari penjumlahan antara penggunaan energi pada metabolisme rutin dan retensi energi (Affandi et al., 2005). Kebutuhan energi untuk hidup pokok dan pertumbuhan sangat bergantung pada kualitas makanan (terutama kadar protein) dan kuantitas makanan yang dikonsumsi (rasio) ikan. Proses pencernaan, penyerapan, dan metabolisme merupakan proses yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Energi metabolik yang tinggi pada ikan gurame yang diberi pakan dengan inokulasi mikrob disebabkan oleh tingkat pencernaan dan penyerapan karbohidrat pada saluran pencernaan ikan uji berlangsung optimum (Aslamyah, 2006; Aslamyah et al. 2007). Hal ini menyebabkan ketersediaan energi untuk metabolisme terpenuhi dari proses glikolisis dan lipolisis, sedangkan energi yang diretensi lebih banyak berasal dari deposisi protein. Persentase energi metabolik yang dihasilkan berada dalam kisaran persentase energi metabolik hewan air lain, yaitu 53-58% dari energi yang dikonsumsi. Energi metabolik pada larva Farfantepenaeus paulensis berkisar antara 29,84 dan 66,11% dari energi yang dikonsumsi (Lemos dan Phan, 2001). Energi metabolik pada Litopenaeus setiferus stadia 10 postlarva (PL 1–10) berkisar 36,13 sampai 56% dari energi yang dikonsumsi. Pada L. vannamei PL 1–10 energi metabolik yang diperoleh berkisar antara 39,21 dan 57,85% dari energi yang dikonsumsi (Brito et al., 2004). Energi metabolik kepiting bakau sekitar 51,01% dari energi yang dikonsumsi pada salinitas 25 ppt (Karim, 2005). Energi metabolik ikan bandeng berkisar dari 43-77%. Energi metabolik meningkat dengan adanya penambahan mikrob Carnobacterium sp. dalam pakan dan bertambahnya kadar karbohidrat pakan (Aslamyah, 2006). Energi yang teretensi adalah energi yang terdeposisi dalam tubuh dan digunakan untuk pertumbuhan. Retensi energi ikan gurame meningkat dengan inokulasi kombinasi mikrob Bacillus sp. dan Carnobacterium sp. dengan jumlah inokulum 1012 dan 1010 cfu/mL/100 g pakan, yaitu 44% dari energi yang dikonsumsi dibanding ikan gurame tanpa inokulasi mikrob hanya sekitar 36% dari energi yang dikonsumsi. Peningkatan kemampuan ikan uji memanfaatkan karbohidrat sebagai sumber energi berdampak positif pada deposisi materi pertumbuhan, dan tentunya pada akhirnya terhadap pertumbuhan bobot. Persentase retensi energi yang dihasilkan berada dalam kisaran persentase retensi energi hewan air lain. Retensi energi pada Labeo rohita berkisar antara 17,2 dan 33,8% (Satphaty et al., 2001). Retensi energi yang dihasilkan pada ikan mas yang mendapat pakan 40% protein adalah sebesar 30,1% (Focken et al., 1997). Retensi energi yang dihasilkan pada Melanogrammus aeglefinus berkisar antara 39,3 dan 42,0% (Kim dan Lall, 2001). Energi yang teretensi pada kepiting bakau sekitar 38,62% pada salinitas 25% (Karim, 2005). Energi yang diretensi pada ikan halibut atlantik berkisar antara 38,0 dan 46,7%. Retensi energi meningkat dengan bertambahnya ukuran ikan (Hartlen et al., 2005). Berdasarkan uraian di atas, diperoleh gambaran tentang alokasi energi ikan gurame pada fase omnivora yang dipelihara dengan pemberian pakan yang diinokulasi dengan mikrob Bacillus sp dan Carnobacterium sp. Pada total energi yang dikonsumsi sekitar 58 sampai 71% merupakan persentase energi metabolik, yaitu energi yang siap digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan. Energi yang teretensi berkisar mulai dari 36 sampai 44%, energi yang dihasilkan sebagai panas berkisar mulai dari 22 sampai 27%. Dari total energi yang termetabolisme sebesar 62 sampai 64% adalah energi yang teretensi. Respons ikan uji terhadap perbedaan jumlah inokulum mikrob 1010 dan 1012 cfu/mL/100 g pakan tidak signifikan. Hal ini terjadi karena pertumbuhan dan perkembangan mikrob dalam saluran pencernaan tidak berbeda (Aslamyah et al., 2007). Mikrob merupakan makhluk hidup yang akan tumbuh dan berkembang apabila tersedia nutrien dan kondisi lingkungannya sesuai (Pelczar dan Chan, 1988). Oleh karena itu, pada percobaan ini mikrob dalam saluran pencernaan tumbuh dan berkembang dalam keseimbangan sampai suatu batas pertumbuhan optimum. Hasil yang sama dilaporkan oleh Rengpipat et al. (1998, 2000); Irawan (2000); Ali (2002); dan Tae (2003). KESIMPULAN Kombinasi mikrob Bacillus sp. dan Carnobacterium sp. dalam pakan dengan jumlah inokulum 1010 cfu/mL/100 g pakan mampu mempercepat influx glukosa dalam darah dan penyerapan glukosa dari darah ke dalam sel, sehingga laju metabolisme meningkat. Dengan demikian, terjadi perbaikan dalam neraca energi dimana alokasi energi metabolik dan retensi energi meningkat masing-masing 13% dan 8% dibandingkan dengan tanpa inokulasi mikrob. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi yang telah membiayai penelitian ini melalui Proyek Hibah Bersaing Tahun Anggaran 2007. DAFTAR PUSTAKA Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Raharjo & Sulistiono. 2005. Fisiologi Ikan, Pencernaan dan Penyerapan Makanan. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ali, A. 2000. Probiotics in fish farming-evaluation of a candidate bacterial mixture.Vattenbruksinstitutionen Raport 19 UmeÇ». http—www.Vabr. Slu. Se Publikationer-Pdf-Rapport 19. Arlia, L. 1994. Pengaruh kadar protein pakan buatan terhadap pertumbuhan benih ikan gurame (Osphronemus gouramy Lacepede) (tesis). Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Aslamyah, S. 2006. Peningkatan Peran Mikroba Saluran Pencernaan Untuk Memacu Pertumbuhan Ikan Bandeng (desertasi). Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Aslamyah, S., H.Y. Azis, Sriwulan & K.G. Wiryawan. 2007. Penggunaan Mikroflora dari Saluran Pencernaan sebagai Probiotik untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lacepede). Laporan Penelitian Hibah Bersaing DIKTI Tahun III. Aslamyah, S., H.Y. Azis, Sriwulan & K.G. Wiryawan. 2007. Mikroflora saluran pencernaan ikan gurame (Osphronemus gouramy Lacepede). Torani 19 (1): 61-67. Aslamyah, S., H.Y. Azis & Sriwulan. 2010. Effectivity of microbe Bacillus sp. and Carnobacterium sp. on rearing of juvenile Giant Gouramy, Osphronemus Gouramy Lacepede. In Enhancing Indonesian Fish Production and Competitiveness in International Market . Prosiding International Seminar Indonesian Fisheries Development. Kerjasama antara Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBRSEKP), Indonesian Marine and Fisheries Socio-Economics Research Network (IMFISERN), serta Universtias Hassanuddin (UNHAS). Makassar, 22 November 2010. Becker, K. & L. Fishelson. 1986. Standard and routine metabolic rate, critical oxygen tension and spontaneous scope for activity of tilapian. Di dalam Maclean JL, Dizon LB, Hosillos LV, editor. The First Fisheries Forum. Asian Fisheries Society, Manila, Philippines. Hlm 623-628. Becker, K., K. Meyer-Burgdorff & U. Focken. 1992. Temperature induced metabolic costs in carp, Cyprinus carpio L. during warm and cold acclimatication. Applied Ichtyology 8:10–20. Brett, J.R. & T.D.D. Groves. 1979. Physiological Energetics. Di dalam: Hoar WS, Randall DJ, Brett JR, editor. Volume VIII. Fish Physiology. Academic Press Inc. New York. Hlm 25-78 Brito, R., M.E. Chimal, R. Gelabert, G. Gaxiola & C. Rosas. 2004. Effect of artificial and natural diet on energy allocation in Litopenaeus setiferus (Linnaeus 1767) and Litopenaeus vannamai (Boone 1931) early postlarvae. Aquaculture 27:517–531. Brody, S. 1974. Bioenergetics and Growth with Special Reference to Efficiency Complex in Domestic Animals. London: Collier-McMillan Publ.Deng DF, Refstie S, Hung SSO. 2001. Glycemic and glycosuric responses in white sturgeon (Acipenser transmontanus) after oral administration of simple and complex carbohydrates. Aquaculture 199:107-117. 12 Cahyoko, Y. 1995. Pengaruh beberapa jenis karbohidrat dalam pakan terhadap pertumbuhan benih ikan gurame (Osphronemus gouramy Lacepede) (tesis). Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor Collins, M.D., J.A.E. Farrow & B.A. Philips. 1999. Lactobacillus divergens, Lactobacillus piscicola and some catalase-negative, asporogenous, rod-shoped bacteria from poultry an new genus Carnobactrium. Int. J. Syst. Bacteriol. 37:310–316. http//www. Bacterio Cict. Fr/Bacdico/CC/Carnobacterium. Html. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Kerjasama PAU Pangan dan Gizi IPB dengan Penerbit Gramedia Utama, Jakarta. Focken, U., M. Schiller & K. Becker. 1997. A computer controlled system for the continuous determination of metabolic rates of fish. Aquaculture 89:112-121. Fuller, R. 1992. Probiotics, The Scientific Basic. Chapman and Hall, London, New York, Tokyo, Melbourne, Madras. Hatlen, B., B.G. Helland & S.J. Helland. 2005. Growth feed utilization and body composition in two size groups of Atlantic halibut (Hippoglossus hippoglossus) fed diets differing in protein and carbohydrate content. Aquaculture 249:401-408. Irawan, B. 2000. Pengaruh penambahan bakteri probiotik Bacillus spp. dalam pakan buatan terhadap pertumbuhan benih gurame (Osphronemus goramy Lac.) (Skripsi). Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Jusadi, D., A. Muis & I. Mokoginta. 2000. Kebutuhan vitamin C benih ikan gurame Osphronemus gouramy. Journal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 7 (1): 17-26. Karim, M.Y. 2005. Kinerja pertumbuhan kepiting bakau betina (Scylla serrata Forsskal) pada berbagai salinitas media dan evaluasinya pada salinitas optimum dengan kadar protein berbeda (disertasi). Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kim, J.D. & S.P. Lall. 2001. Effect of dietary protein level on growth and utilization of protein and energy by juvenile haddock (Melanogrammus aeglefinus). Aquaculture 195:311–319. Lemos, D. & V.N. Phan. 2001. Energi partitioning into growth, respiration, excretion and exuvia during larval development of the shrimp Farfantepenaeus paulensis. Aquaculture 199:131-143. Matthews, J.O., A.D. Higbie, L.L. Southern, D.F. Coombs, T.D. Bidner & R.L. Odgaard. 2003. Effect of chromium propionate and metabolizable energy on growth, carcass trait and pork quality of growing-finishing pigs. Animal Science 81:191–196. Mokoginta, I., M.A. Suprayudi & M Setiawati. 1996. Kebutuhan optimum protein dan energi pakan benih ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.). Journal Penelitian Perikanan Indonesia I(3): 82 - 94. Mokoginta, I., M.A. Suprayudi & M Setiawati. 1997. Kebutuhan nutrisi ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) untuk pertumbuhan dan reproduksi (Laporan Penelitian HB. II/1-4). Bogor: Depdikbud, Dikti, Dirbinlitabmas. Mokoginta, I., T. Takeuchi, M.A. Suprayudi, Y. Wiramiharja & M. Setiawati. 1999. Pengaruh sumber karbohidrat yang berbeda terhadap kecernaan pakan, efisiensi pakan dan pertumbuhan benih ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.). Journal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia VI(2): 13 - 19. Mubin, S.B. 1994. Pengaruh tingkat pemberian pakan terhadap pertumbuhan ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) berukuran 2.5 g pada suhu media 29oC (skripsi). Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.: Murni. 2004. Pengaruh penambahan bakteri probiotik Bacillus sp. Dalam pakan buatan terhadap pencernaan, efisiensi pemanfaatan pakan dan pertumbuhan ikan gurame (Osphronemus gouramy Lacepede) (tesis). Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. National Research Council. 1988. Nutrient requirements of warm water fisher. National Academy of Sciences, Washington D. C Pelczar, M.J.Jr. & E.C.S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Volume ke-1,2. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL. Penerjemah. UI Press. Terjemahan dari: Elements of Microbiology. Jakarta. Priede, I,G. 1985. Metabolic scope in fishes. Di dalam: Tytler L, Calow P, editor. Fish Bioenergetics New Perspectives. Croom Helm, London, Sydney. Rosas, C., G. Cuzon, G. Taboada, C. Pascual, G. Gaxiola & A.V. Wormhoudt. 2001. Effect of dietary protein and energy levels on growth, oxygen consumption, hemolymph and digestive gland carbohydrates, nitrogen excretion and osmotic pressure of Litopenaeus vannamei (Boone) and L. setiferus (Linne) juveniles (Crustacea, Decapoda, Penaeidae). Aquaculture Research 32:531-547. Rengpipat, S., W. Phianphak, S. Piyatiratitivorakul & P. Menasveta. 1998. Effects of a probiotic bacterium on black tiger shrimp Penaeus monodon survival and growth. Aquaculture 167:301-313. Rengpipat, S., S. Rukpratanporn, S. Piyatiratitivorakul & P. Menasveta. 2000. Immunity enchacement in black tiger shirimp (Penaeus monodon) by a probiont bacterium (Bacillus S11). Aquaculture 191: 271-288.Satpathy B, Mukherjee BD, Ray AK. 2003. Effect of dietary protein and lipid levels on growth, feed conversion and body composition in rohu, Labeo rohita (Hamilton) fingerlings. Aqua Nutrition 9:17–24. Robertson, P.A.W., C.O. Dowd, C. Burrells, P. Williams & B. Austin. 2000. Use of Carnobacterium sp. as a probiotic for Atlantic salmon (Salmo salar L.) and rainbow trout (Oncorhynchus mykiss, Walbaum). Aquaculture 185:235-243. Schmidt-Nielsen, K. 1990. Animal Physiology: Adaptation and Environment. Third edition. 4th ed. Cambridge University Press, New York. Stryer, L. 2000. Biokimia. Tim penerjemah bagian biokimia FKUI. Penterjemah; Soebianto SZ, Setiadi E., Editor. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Biochemistry. Jakarta. Stone, D.A.J., G.L. Allan & A.J. Anderson. 2003. Carbohydrate utilization by juvenile silver perch, Bidyanus bidyanus (Mitchell). IV. Can dietary enzymes increase digestible energy from wheat starch, wheat and dehulled lupin? Aquaculture Research. 34:135147. Suarez, M.D., A. Sanz, J. Bazoco & M.G. Gallego. 2002. Metabolic effects of changes in the dietary protein: carbohydrate ratio in eel (Angilla anguilla) and trout (Oncorhynchus mykiss). Aquaculture International 00:1-14. Subandiyono. 2003. Pengaruh kromium dalam pakan terhadap kadar glukosa darah, kuosien respiratori, ekskresi NH3-N dan pertumbuhan ikan gurami. Hayati 10(1):25–29. Suprayudi, M.A., T. Takeuchi, I. Mokoginta & T. Kartikasari. 2000. The effect of additional arginine in the high defatted soybean meal diet on the growth of giant gouramy Osphronemus gouramy Lac. Fish Sci 13 :178 - 187. Tae Kwang Oh. 2003. Probiotik effect of Weissella hellenica DS-12 in flounder (Paralichthys olivaceus). Korea Research Institute of Bioscience and Biotechnology, PO Box 115, Yusung, Taejon, 305–600, Korea. Htm Microsoft HTML Document 5,0. 14 Watanabe, T. 1988. Fish Nutrition and Mariculture. JICA textbook the general aquaculture course. Departement of Aquatic Biosciences, Tokyo University of Fisheries. Tokyo. Wedemeyer, G.A. & W.T. Yasutake. 1977. Clinical Methods for the Assesment of the Effects of Environmental Stress on Fish Health. Technical Paper of the US Fish and Wildlife Service. Volume 89. US Departement of the Interior Fish and Wildlife Service, USA Washington DC. Wuenschel, M.J., A.R. Jugovivich & J.A. Hare. 2005. Metabolic response of juvenile gray snapper (Lutjanus griseus) to temperature and salinity: Physiological cost of different environment. Exp Mar Biol Ecol 321:145–154. Zonneveld, N., A.E. Huisman & J.H. Boon. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. PT. Gramedia, Jakarta.