BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Efektivitas Kerja 2.1.1 Pengertian efektivitas kerja Efektivitas kerja merupakan suatu keadaan tercapainya tujuan yang diharapkan atau dikehendaki melalui penyelesaian pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Adapun pengertian efektivitas menurut para ahli diantaranya sebagai berikut. menurut Siagian (2007:24) efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankan. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran berarti makin tinggi efektivitasnya. Apabila dicermati bahwa efektivitas kerja pada suatu organisasi baik swasta maupun pemerintah maka sasarannya tertuju pada proses pelaksanaan dan tingkat keberhasilan kegiatan yang dilakukan oleh para pegawai itu sendiri. kegiatan yang dimaksud adalah usaha yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi organisasi tersebut. Istilah efektif (effektive) dan (efficien) merupakan istilah yang saling berkaitan dan patut dihayati dalam upaya untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Pada prinsipnya efektivitas individu para anggotanya didalam melaksanakan tugas sesuai dengan kedudukan dan peran mereka masing-masing dalam organisasi tersebut. 7 8 Sehubungan dengan hal tersebut para ahli mengemukakan definisi tentang efektivitas sebagai berikut, menurut Umar (2003:121) efektivitas merupakan harapan yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai. Sedangkan menurut Hadyaningrat (1989:38) efektivitas adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang yang sedang melaksanakan aktivitas untuk mendapatkan atau melahirkan hasil dari kegiatan itu. Disamping itu Schermerhon (1998:5), mengatakan bahwa efektivitas kerja merupakan suatu ukuran tentang pencapaian suatu tugas dan tujuan. Dari pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan dapat dilaksanakan secara tepat, efektif, dan efisien apabila pekerjaan tersebut dilaksanakan dengan tepat sesuai dengan yang telah direncanakan, maka jelas bahwa sesungguhnya efektivitas kerja tidak lain adalah seorang atau beberapa orang khususnya pegawai dalam satu unit organisasi atau perusahaan untuk dapat melaksanakan tujuan yang dicapai dalam suatu sistem yang ditentukan dengan suatu pandangan untuk memenuhi kebutuhan sistem itu sendiri. Berdasarkan pendapat-pendapat diatas juga, dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah kemampuan seseorang atau beberapa orang yang terdapat dalam suatu kelompok ataupun organisasi untuk dapat melahirkan suatu kegunaan atau manfaat dari apa yang dikerjakan. Jika dikaitkan dengan penelitian ini, maka efektivitas yang dimaksud adalah kemampuan pemimpin dan pegawai pada kantor Camat Telaga Biru Kabupaten Gorontalo dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan dengan menggunakan manfaat sumber daya dan potensi yang tersedia di kantor. 9 Dalam literatur budaya organisasi dapat juga disebut basic assumption tentang sesuatu, dalam hal ini kerja. Kata kerja dapat diidentifikasi berbagai pernyataan sebagai berikut: 1. Kerja adalah kewajiban. Dalam sistem birokrasi atau system kontraktual, kerja adalah kewajiban, guna memenuhi perintah atau membayar hutang; 2. Kerja adalah sumber penghasilan. Hal ini jelas. Kerja sebagai sumber nafkah merupakan anggapan dasar masyarakat umumnya; 3. Kerja adalah kesenangan. Kerja sebagai kesenangan seakan hobi atau sport. Hal ini ada kaitannya dengan leisure, sampai pada SDM yang workaholic; 4. Kerja adalah gengsi, prestise. Kerja sebagai gengsi berkaitan dengan status sosial dan jabatan. Jabatan seseorang struktural misalnya, jauh lebih diidamkan ketimbang jabatan fungsional; 5. Kerja adalah aktualisasi diri. Kerja di sini dikaitkan dengan peran, cita-cita atau ambisi. Bagi seseorang yang menganut anggapan dasar ini, lebih baik jadi kepala ayam ketimbang ekor sapi; 6. Kerja adalah panggilan jiwa. Kerja di sini berkaitan dengan bakat. Dan sini tumbuh profesionalisme dan pengabdian kepada kerja; 7. Kerja adalah pengabdian kepada sesama. Kerja dengan tulus, tanpa pamrih; 8. Kerja adalah hidup. Hidup diabdikan dan diisi untuk dan dengan kerja; 9. Kerja adalah ibadah. Kerja merupakan pernyataan syukur atas kehidupan di dunia ini. Kerja dilakukan seakan-akan kepada dan bagi kemuliaan 10 nama Tuhan dan bukan kepada manusia. Oleh karena itu orang bekerja penuh antusias; 10. Kerja adalah suci. Kerja harus dihormati dan jangan dicemarkan dengan perbuatan dosa, kesalahan, pelanggaran dan kejahatan. (Gering supriadi,dkk., 2006: 6) Pengertian atau definisi dari kerja adalah semua aktivitas yang secara sengaja dan berguna dilakukan manusia untuk menjamin kelangsungan hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai umat keseluruhan. Studi ergonomi berkaitan dengan kerja manusia dalam hal ini ditujukan untuk mengevaluasi dan merancang kembali tata cara kerja yang harus diaplikasikan agar dapat memberikan peningkatan efektifitas dan efesiensi. Selain juga kenyamanan ataupun keamanan bagi pekerjanya dalam melakukan suatu pekerjaan. 2.1.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas kerja Sutarto dalam Tangkilisan (2002:60), mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas adalah faktor internal dan eksternal dapat digambarkan pada skema teori berikut: Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas Faktor Internal Faktor Ekternal (Gambar 2.1, Sutarto dalam Tangkilisan, 2002:60) 11 1. Faktor internal. Faktor internal ini meliputi sebagai keseluruhan faktor yang ada dan berkaitan dengan organisasi itu sendiri terdapat sekelompok orang yang melakukan aktivitas kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu, faktor-faktor itu saling mempengaruhi lebih jauh diuraikan pula bahwa terdapat azas-azas penting dalam faktor internal sebagai berikut: (a) Departemenisasi, kegiatan menyusun satuan-satuan organisasi, (b) Fleksibilitas, keadaan dimana struktur organisasi mudah diubah untuk disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan yang datangnya dari lingkungan organisasi, (c) Rentangan kontrol, terbanyak satuan bawahan langsung yang dapat dipimpin dengan baik oleh atasan, (d) Berkelangsungan, kondisi organisasi untuk memberikan dukungan dengan berbagai sumber daya yang dimilki agar aktivitas organisasi berjalan terus, (e) kepemimpinan, (leading) yaitu proses pemerintah dan mempengaruhi agar kegiatan atau pekerjaan yang saling terkait dapat diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi, (f) keseimbangan, satuan-satuan organisasi ditempatkan pada struktur organisasi sesuai dengan perannya. 2. Faktor eksternal. Faktor eksternal mencakup suatu jaringan hubungan-hubungan pertukaran dengan sejumlah organisasi dan melibatkan diri dengan transaksi-transaksi dengan tujuan untuk memperoleh dukungan, mengatasi hambatan, melakukan pertukaran sumber daya, menata lingkungan organisasi yang konduktif dan proses transformasi nilai inovasi maupun norma sosial yang ada. 12 Jones (dalam Tangkilisan, 2002:64), mengemukakan tiga faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi maupun norma-norma sosial yang ada yaitu: (a) lingkungan organisasi, dimana organisasi beroperasi selalu berhadapan dengan sistem yang tidak menentu bagi yang meliputi dukungan pelanggan, pemasok bahan-bahan maupun tantangan dari pelaku yang lain, (b) lingkungan teknologi, dimana organisasi dapat bertahan jika mampu memberikan pelayanan dan produk yang sebaik-baiknya dan untuk mencapai hal itu maka dibutuhkan penyesuaian yang tepat guna, (c) proses organisasi, dimana organisasi akan mampu berkembang bila menerapkan strategi yang tepat untuk keluar dari suatu krisis yang dialaminya. Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa faktor internal yang terdiri dari indikator kepemimpinan (Leader) berpengaruh terhadap efektivitas kerja. Adapun empat faktor yang mempengaruhi efektivitas kerja, seperti yang dikemukakan oleh Steers (1985:8), sebagai berikut: 1. Karakteristik Organisasi, adalah hubungan yang sifatnya relatif tetap seperti susunan sumber daya manusia yang terdapat dalam organisasi. Struktur merupakan cara yang unik menempatkan manusia dalam rangka menciptakan sebuah organisasi. Dalam struktur, manusia ditempatkan sebagai bagian dari suatu hubungan yang relatif tetap yang akan menentukan pola interaksi dan tingkah laku yang berorientasi pada tugas. 2. Karakteristik Lingkungan, mencakup dua aspek. Aspek pertama adalah lingkungan eksteren yaitu lingkungan yang berada diluar batas organisasi dan sangat berpengaruh terhadap organisasi, terutama dalam pembuatan keputusan 13 dan pengambilan tindakan. Aspek kedua adalah lingkungan interen yaitu yang dikenal sebagai iklim organisasi yaitu lingkungan yang secara keseluruhan dalam organisasi. 3. Karakteristik Pekerja, merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap efektivitas. Didalam diri setiap individu akan ditemukan banyak perbedaan, akan tetapi kesadaran individu akan perbedaan itu sangat penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Jadi apabila suatu organisasi menginginkan keberhasilan, organisasi tersebut harus dapat mengintegrasikan tujuan individu dan tujuan organisasi. Pekerja merupakan modal utama di dalam organisasi yang akan berpengaruh besar terhadap efektivitas, karena walaupun tehnologi yang digunakan merupakan teknologi yang canggih dan didukung oleh adanya struktur yang baik, namun tanpa adanya pekerja maka semua itu tidak ada gunanya. 4. Karakteristik Manajemen, adalah strategi dan mekanisme kerja yang dirancang untuk mengkondisikan semua hal yang didalam organisasi sehingga efektivitas tercapai. Kebijakan dan praktek manajemen harus memperhatikan manusia, tidak hanya mementingkan strategi dan mekanisme kerja saja. Mekanisme ini meliputi penyusunan tujuan strategi, pencarian dan pemanfaatan atas sumber daya, penciptaan lingkungan prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan keputusan, serta adaptasi terhadap perubahan lingkungan inovasi organisasi. Dengan makin rumitnya proses teknologi dan perkembangannya lingkungan maka peranan manajemen dalam hal ini kepemimpinan dalam 14 mengkoordinasi orang sangatlah perlu guna meningkatkan efektivitas kerja organisasi. 2.2 Kepemimpinan 2.2.1 Pengertian Kepemimpinan. Konsep pemimpin berasal dari kata asing “leader” dan kepemimpinan “leadership”. Hasibuan (2006:43) mengatakan bahwa pemimpin adalah seorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuannya. Sedangkan menurut davis and Filley (dalam Hasibuan 2006:43) pemimpin adalah seseoarang yang menduduki suatu posisi manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan memimpin. Menurut Hasibuan (2006:43) “Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi”. Secara sempit pengertian kepemimpinan menurut Kartono (2005:5) mengandung arti pemerintah, memegang kekuasaan, seorang pemimpin yang dapat mengatur atau mengatur segala sesuatu yang berhubungan organisasi atau instansi yang dipimpinnya demi tercapainya suatu tujuan tertentu. Kemudian Freeman dan Taylor (dalam Sutarto 1998:13) memberikan pengertian kepemimpinan yakni “leadership is the ability to create group action toward and organizational objective with maximum effectiveness and cooperation from each individual” (kepemimpinan adalah kemampuan untuk menciptakan kegiatan kelompok mencapai tujuan organisasi dengan efektivitas maksimum dan kerja sama dari tiap-tiap individu). 15 Berdasarkan beberapa defenisi di atas menurut Rivai (2010:7), maka ada empat teori pendekatan yang tercakup di dalam kepemimpinan (Leadership) : 1. Pendekatan berdasarkan sifat-sifat kepribadian, sosial, fisik atau intelektual yang membedakan pemimpin atau bukan pemimpin. Kepemimpinan itu dibawa sejak lahir atau merupakan bakat bawaan. Misalnya ditemukan enam macam sifat yang membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin yaitu ambisi dan energi, keinginan untuk memimpin, kejujuran dan integritas, rasa percaya diri, intelegensi, dan pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan. 2. Kepemimpinan berdasarkan pendekatan tingkah laku yaitu tertentu yang membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin. Maka yang melahirkan pemimpin bisa dengan mendesain sebuah program khusus. 3. Kepemimpinan berdasarkan pendekatan kemungkinan atau situasional bukan berdasarkan pada sifat atau tingkah laku seorang pemimpin akan tetapi efektivitas kepemimpinan dipengaruhi oleh situasi tertentu, demikian pula pada situasi yang lain memerlukan gaya kepemimpinan yang lain pula, 4. Kepemimpinan pendekatan kembali kepada sifat atau ciri dari suatu perspektif yang berbeda yaitu melainkan didasarkan pada kemampuan seorang pemimpin dibandingkan dengan orang lain. Selanjutnya, menurut Kartono (2005:7) agar terjadi ketertiban dalam kegiatan organisasi, maka perlu ada pengaturan mengenai pembagian tugas, cara kerja dan hubungan antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang lain, serta pribadi satu dengan yang lain. Maka kegiatan pengaturan dalam organisasi itulah 16 yang disebut administrasi, yang perlu dikendalikan atau dipimpin oleh seorang administrator atau pemimpin. Dari berbagai defenisi tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara pemimpin dan pimpinan. Adapun perbedaan keduanya adalah pemimpin adalah orang yang mempunyai kemampuan mempengaruhi orang lain dalam rangka pencapaian tujuan tertentu. Sedangkan pimpinan adalah orang yang menduduki jabatan dalam suatu organisasi atau birokrasi. Kemudian peneliti dapat menyimpulkan bahwa pada intinya kepemimpinan ialah suatu proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu. 2.2.2 Fungsi Kepemimpinan. Fungsi seorang pemimpin tidak hanya terbatas pada koordinasi tetapi mencakup segala bidang atau aspek yang ada didalam satu wadah. Apabila pemimpin ini dapat menjalankan tanggung jawab yang besar dan motivasi para bawahan, maka pemimpin dapat dikatakan sebagai pemimpin yang berhasil dalam menghimpun suatu wadah. Adapun peran pemimpin tersebut yaitu seorang pemimpin bisa menjadi komunikator, mediator, dan integrator dalam organisasi yang dipimpinnya. Gambaran umum yang dihubungkan dengan fungsi pemimpin sebagai komunikator yakni suatu proses pemeliharaan hubungan yang baik kedalam maupun keluar oleh seorang pemimpin melalui komunikasi baik lisan maupun tulisan. Dikemukakan oleh Rivai (2010:34), fungsi kepemimpinan selalu berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok atau organisasi dengan interaksi antar individu didalam aktifitasnya masing-masing oleh seorang pimpinan. 17 Siagian (2007:47) mengemukakan lima fungsi kepemimpinan yaitu : 1. Pemimpin sebagai penentu arah, yaitu sebagai penentu arah yang hendak ditempuh oleh organisasi menuju tujuannya sedemikian rupa sehingga mengoptimalkan pemanfaatan segala sarana dan prasarana yang tersedia. 2. Pemimpin sebagai wakil atau juru bicara, yaitu pemimpin merupakan puncak organisasi menjadi wakil dan juru bicara resmi organisasi dalam hubungan dengan berbagai pihak di luar organisasi. 3. Pemimpin sebagai komunikator yang efektif, yaitu suatu proses pemeliharaan hubungan yang baik ke dalam maupun keluar oleh seorang pimpinan melalui komunikasi baik lisan maupun tertulis. 4. Pemimpin sebagai mediator yang handal, yaitu seorang pimpinan yang berfungsi sebagai mediator dalam menyelesaikan situasi konflik yang mungkin timbul dalam satu organisasi, tanpa mengurangi pentingnya situasi konflik dalam hubungan keluar yang dihadapi dan diatasi. 5. Pemimpin sebagai integrator yang aktif, yaitu kepemimpinan berfungsi sebagai penyatu dari berbagai individu dan kelompok yang berbeda pola pikir dan cara bertindak yang berkotak-kotak menuju pada tujuan bersama. Kepemimpinan yang efektif akan terwujud apabila dijalankan sesuai dengan fungsinya, adapun fungsi kepemimpinan menurut Nawawi (2006:75) ini adalah : 1. Fungsi Instruktif adalah fungsi yang bersifat komunikasi satu arah. Dengan fungsi ini seorang pemimpin berperan sebagai pengambil keputusan dan memberikan perintah kepada bawahannya. 18 2. Fungsi konsultatif, dalam fungsi seorang pimpinan diharapkan mampu mengarahkan dan memberikan kesempatan kepada pegawai untuk menyampaikan saran dan pendapat agar apa yang diperintahkan dapat dijalankan dengan baik. 3. Fungsi Partisipasi, dalam fungsi seorang pimpinan dapat memberikan motivasi atau semangat kerja bagi para bawahannya. 4. Fungsi Delegasi adalah seorang pemimpin hendaknya dapat memberikan pelimpahan wewenang/memberikan kepercayaan kepada bawahannya yang dianggap mampu untuk menyelesaikan tugas yang diberikan, agar dapat berjalan secara efektif dan efisien. 5. Fungsi Pengendalian adalah seorang pemimpin yang mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif. Sedangkan Rivai (2010:96), memberikan beberapa contoh tentang fungsi kepemimpinan, yaitu: 1. Menciptakan visi dan rasa komunitas 2. Membantu mengembangkan komitmen dari pada sekedar memenuhinya 3. Menginspirasi kepercayaan, mengintegrasikan pandangan berlainan 4. Membantu pembicaraan yang cakap melalui dialog 5. Membantu menggunakan pengaruh mereka 6. Memfasilitasi 7. Memberi semangat pada yang lain 8. Menopang tim dan, 9. Bertindak sebagai model 19 Pada hakekatnya seorang pemimpin harus terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan karena pada dasarnya sikap pegawai mempunyai pendapat yang berbeda-beda dan karakter yang berbeda pula. Pembuatan keputusan ini menjadikan keputusan-keputusan organisasi yang dibuat secara signifikan dan berhubungan yang dipergunakan secara penuh untuk memikirkan sistem pembuatan strategi organisasinya. Seorang pemimpin sebagai pengelola dapat mengarahkan, membina, mempengaruhi, dan dapat bekerja sama, antar sesama agar tujuan organisasi dapat terwujud. Suatu organisasi tentunya memiliki seorang pemimpin dan pegawai yang bertugas mengelola pekerjaan dalam organisasi tersebut secara bersama untuk mencapai hasil yang maksimal sesuai dengan tujuan yang ditetapkan bersama. Menurut Ghijeli dan Stokdil (Dalam Sutarto 1998:39) dapat dikatakan berprestasi kepemimpinannya apabila memiliki sifat-sifat Intelegence (kecerdasan), Supervisory ability (Kemampuan mengawasi), Inisiative (inisiatif), Self assurance (Perlindungan diri atau ketegangan) dan individuality (Kepribadian). Salah satu faktor penentu keberhasilan pemimpin tergantung pada faktor pendekatan terhadap karyawan yang dipimpinnya. Dalam hal ini, Klekamp dan Geding (dalam Sutarto 1998:26) berpendapat bahwa pendekatan kepemimpinan dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu: 1. Teori kepemimpinan awal yang mencakup teori pendekatan turun-temurun, pendekatan sifat fisik dan pendekatan latihan. 2. Teori kepemimpinan sifat. 3. Teori kepemimpinan situasional. 20 4. Teori kepemimpinan kontingensi, dan 5. Teori kepemimpinan Path-Goal. Sedangkan Bernard (dalam Siswanto 2006:154) berpendapat bahwa kepemimpinan memiliki dua aspek yang penting yaitu: (pertama) adalah kelebihan individual tehnik kepemimpinan. Seseorang yang memiliki kondisi fisik yang baik, memiliki keterampilan yang tinggi, menguasai teknologi, memiliki ikatan yang baik serta imajinasi yang baik, serta imajinasi yang meyakinkan akan mampu memimpin bawahan. (kedua) adalah keunggulan pribadi dalam hal ketegasan, keuletan, kesadaran, dan keberhasilan. Dari beberapa pendapat di atas, peneliti dapat memberikan kesimpulan bahwa fungsi kepemimpinan merupakan proses atau rangkaian mengikuti secara sistematis dengan tingkah laku bawahan dengan pimpinannya yaitu kegiatan penggerakan, membimbing secara perorangan maupun bersama-sama. Seluruh kegiatan tersebut dapat dikatakan sebagai usaha mempengaruhi perasaan, pikiran dan tingkah laku orang lain kearah pencapaian suatu tujuan. Oleh karena itu, fungsi kepemimpinan juga merupakan proses interaksi komunikasi dengan petunjuk yang jelas antar seorang (pemimpin) dengan kelompok orang lain yang menyebabkan seseorang itu dapat berbuat sesuatu dengan kehendak pemimpin. 2.2.3 Tipe-tipe Kepemimpinan Kepemimpinan yang efektif dan efesien akan terwujud apabila dijalankan berdasarkan fungsi dan tujuan yang telah ditetapkan. Seorang pemimpin harus berusaha menjadi bagian dari situasi kelompok atau organisasi yang dipimpinnya. Dalam mewujudkan tujuan dan fungsi kepemimpinan secara internal maka akan 21 berlangsung suatu aktifitas kepemimpinan dan aktifitas tersebut akan dipilah-pilah maka akan terlihat secara jelas kepemimpinan dengan pola masing-masing. Pemimpin sebagai mahluk Tuhan yang mempunyai karakter yang berbeda-beda dapat menentukan jalannya sendiri. Organisasi yang dipimpinnya dapat digolongkan dalam berbagai tipe atau bentuk yang dikemukakan oleh beberapa pendapat dari para ahli sebagai berikut : a. Tipe Otoritas (Autocrat) Menurut Siagian (2007:159) otokrat berasal dari perkataan 0utus (sendiri) dan kratos (kekuasaan) jadi otokrat berarti penguasaan obsolut. Kepemimpinan otoritas berdasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak yang harus dipatuhi. Dimana setiap perintah dan kebijakan yang ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan bawahannya harus dilakukan. Seorang pemimpin yang autokratik adalah seorang yang sangat egois, egoisme yang sangat besar akan mendorongnya memutarbalikan kenyataan yang sebenarnya sehingga sesuai dengan keinginannya apa yang secara subjektif diinterprestasikan sebagai kenyataan. Seorang pemimpin yang autikritis akan menerjemahkan disiplin yang tinggi yang di tunjukan oleh para bawahannya sebagai perwujudan kesetiaan para bawahannya. Egoisnya yang sangat besar dapat menimbulkan persepsi bahwa tujuan organisasi identik dengan tujuan pribadinya, dan oleh karena itu, organisasi diperlukannya sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadinya. Menurut Terry (dalam Siswanto 2006:158) pemimpin yang bertipe otoriter biasanya bekerja secara sungguh-sungguh, teliti dan cermat. Dimana pemimpin 22 bekerja menurut peraturan kebijakan yang berlaku, meskipun sedikit kaku dan segala intrusinya harus dipatuhi oleh para bawahan. Para bawahan tidak berhak untuk mengomentari apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin karena pemimpin menganggap bahwa dialah yang bertindak sebagai pengemudi yang akan bertanggung jawab atas segala kompleksitas organisasi. Berdasarkan nilai-nilai demikian, seorang pemimpin yang otoriter akan menujukan berbagai sikap yang menonjolkan “kekuasaan” antara lain: 1. Kencenderungan dalam memperlakukan para bawahan sama dengan alat-alat lain dalam organisasi atau instansi lain. 2. Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksana tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahan. 3. Pengabaian peran bawahan dalam proses pengambilan keputusan. Efektivitas kepemimpinan yang otokritis dengan kekuasaan untuk mengambil tindakan yang funitif. Biasanya, kekuasaan mengambil tindakan yang funitif tidak lagi dimiliki oleh pemimpin yang otokratis, maka ketaatan para bawahan segera mengendor dan kerja disiplin kerjapun segera merosot. b. Tipe Peternalistik Persepsi seorang pemimpin yang peternalistik tentang peranannya dalam kehidupan organisasi dapat diwarnai oleh harapan para pengikutnya. Harapan itu pada umumnya terwujud keinginan agar pemimpin mereka mampu berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan layaknya dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk. 23 Ditinjau dari segi nilai organisasi yang dianut biasanya seorang pemimpin yang peternalistik mengutamakan nilai kebersamaan, dalam organisasi yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang peternalistik kepentingan bersama dan perlakuan terlihat sangat menonjol. Artinya seorang pemimpin yang bersangkutan berusaha untuk memperlakukan semua orang yang terdapat dalam organisasi seadil dan serata mungkin. c. Tipe Kharismatik Menurut Kartono (2005:155) tipe pemimpin kharismatik ini memiliki kekuatan energi daya tarik yang bisa untuk mempengaruhi orang lain. Sehingga ia mempunyai pengikut yang besar jumlahnya. Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seorang pemimpin yang di kagumi oleh orang banyak pengikut tersebut tidak selalu menjelaskan secara kongkrit mengapa tipe pemimpin yang kharismatik sangat dikagumi. Orang cenderung mengatakan bahwa orang-orang tertentu yang memiliki “kekuatan ajaib” dan menjadikan orang-orang tertentu di pandang sebagai pemimpin kharismatik. Dalam anggota organisasi atau instansi yang di pimpin oleh orang kharismatik, tidak mempersoalkan nilai-nilai yang dianut, sikap perilaku dan gaya yang digunakan oleh pemimpin yang kharismatik mengunakan otokratik para bawahan tetap mengikuti dan tetap setia pada seorang pemimpin yang kharismatik. d. Tipe Kepemimpinan Demokratis Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Kepemimpinan demokratis 24 menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasihat dan sugesti bawahan. Seorang pemimpin yang berdemokratis dihormati dan disegani bukan ditakuti karena perilaku pemimpin demokratis dalam kehidupan organisasional mendorong pada bawahannya menumbuh kembangkan daya inovasi dan kreativitasnya. Dengan sungguh-sungguh pemimpin demokratis mendengarkan pendapat, saran bahkan kritik dari orang lain, terutama dari bawahannya. Tipe kepemimpinan demokratis merupakan faktor manusia sebagai faktor utama yang terpenting dalam setiap kelompok atau organisasi. Tipe demokrasi ini lebih menunjukan dominasi perilaku sebagai pelindung dan penyelamat serta perilaku menunjukan dan mengembangkan organisasi atau kelompok. Seorang pemimpin mengikut sertakan seluruh anggota kelompok dalam mengambil keputusan. Pemimpin perusahaan yang bersifat demikian akan selalu menghargai pendapat atau kreasi bawahannya. Pemimpin memberikan sebagian para bawahannya turut bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program yang akan dicapai. e. Tipe Militeristis Dalam Kartono (2005:155) banyak mengunakan sistem perintah, sistem komando dari atasan ke bawahan yang sifatnya keras, sangat otoriter dan menghendaki bawahan agar selalu patuh. Tipe ini sifatnya kemiliteran, hanya gaya warnanya yang mencontoh gaya kemiliteran tetapi dilihat lebih seksama tipe ini mirip dengan tipe otoriter. 25 2.3 Perilaku Pemimpin Dalam hubungannya perilaku pemimpin ini hal yang biasanya dilakukan olehnya terhadap bawahannya atau pengikutnya yakni perilaku mengarahkan dan perilaku mendukung. Perilaku mengarahkan dapat dirumuskan sebagai sejauh mana seoarang pemimpin melibatkan komunikasi satu arah. Bentuk pengarahan dalam satu komunikasi satu ini antara lain menetapkan peranan yang seharusnya dilakukan pengikut memberitahukan pengikut tentang apa yang seharusnya dikerjakan dimana melakukan hal tersebut. Perilaku mendukung adalah sejauh mana seoarang pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi dua arah misalnya mendengar, menyediakan dukungan dan dorongan memudahkan interaksi, dan melibatkan para pengikut dalam pengambilan keputusan. Kedua norma perilaku tersebut ditempatkan pada dua proses yang terpisah dan berbeda. Adapun perilaku pemimpin menurut Nawawi (2006:103) ialah: 1. Pengambilan keputusan (Decision making) Perilaku kepemimpinan ini menunjukan ciri sebagai berikut: a. Merencanakan, memecakan masalah b. Berkonsultasi dan mendelegasikan 2. Mempengaruhi orang lain a. Memberi imbalan b. Memotivasi dan memberikan inspirasi 3. Membangun hubungan a. Membentuk jaringan, membangun tim 26 b. Membangun dan membimbing 4. Memberi dan mencari informasi a. Menginformasikan b. Menjelaskan memonitor Kemudian Hersey dan Blanchard (dalam Thoha, 2005:66-68) mengemukakan perilaku gaya dasar kepemimpinan dalam pengambilan keputusan, antara lain: 1. Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan rendah dukungan dirujuk sebagai instruksi karena gaya ini dicirikan dengan komunikasi satu arah. Pemimpin memberikan batasan peranan pengikutnya dan memberitahu mereka tentang apa, bagaimana, bilamana, dan dimana melaksanakan berbagai tugas. Inisiatif pemecahan masalah dan pembuatan keputusan semata-mata dilakukan oleh pemimpin. Pemecahan masalah dan keputusan diumumkan, dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh pemimpin. 2. Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan dirujuk sebagai konsultasi, karena dalam menggunakan gaya ini, pemimpin masih banyak memberikan pengarahan dan masih membuat hampir sama dengan keputusan, tetapi hal ini diikuti dengan meningkatkan komunikasi dua arah dan perilaku mendukung, dengan berusaha mendengar perasaan pengikut tentang keputusan yang dibuat, serta ide-ide dan saran-saran mereka. Meskipun dukungan ditingkatkan, pengendalian atas pengambilan keputusan tetap pada pemimpin. 27 3. Perilaku pemimpin yang tinggi dukungan dan rendah pengarahan dirujuk sebagai partisipasi, karena posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan keputusan dipegang secara bergantian. Dengan ini, pemimpin dan pengikut saling tukar-menukar ide dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan. Komunikasi dua arah ditingkatkan, dan peranan pemimpin adalah secara aktif mendengar. Tanggung jawab pemecahan masalah dan pembuatan keputusan sebagian besar berada pada pihak pengikut. Hal ini sudah sewajarnya karena pengikut memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas. 4. Perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan dirujuk sebagai delegasi, karena pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah yang kemudian proses pembuatan keputusan didelegasikan secara keseluruhan kepada bawahan. Sekarang bawahanlah yang memiliki kontrol untuk memutuskan tentang bagaimana cara pelaksanaan tugas. Pemimpin memberikan kesempatan yang luas bagi bawahan melaksanakan pertunjukan mereka sendiri karena mereka memiliki kemampuan dan keyakinan untuk memikul tanggung jawab dalam pengarahan perilaku mereka sendiri. 2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepemimpinan Dalam melaksanakan aktivitasnya bahwa pemimpin dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan menurut Stoner dalam (Djatmiko, 2002:54) sebagai berikut: 28 1. Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup nilai-nilai, latar belakang dan pengalamannya akan mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan. 2. Harapan dan perilaku atasan. 3. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya kepemimpinan. 4. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin. 5. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan. 6. Harapan dan perilaku rekan. Faktor–faktor yang mempengaruhi kepemimpinan camat yaitu : 1. Kemampuan adalah kemampuan pribadi dari pemimpin serta mampu melakukan terobosan yang bersifat kreatif dan inovatif 2. Motivasi dalam bekerja adalah dorongan atau daya perangsang untuk melakukan sesuatu atau tindakan dalam bekerja untuk mencapai tujuan dalam hubungan pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada pemimpin. 3. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar organisasi yang mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya. 4. Pengalaman kerja adalah keterampilan yang diperoleh melalui kegiatan kerja yang diukur dari lamanya seseorang bekerja pada suatu bidang tertentu. (Repository.unhas. “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi”.Html). Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka jelaslah bahwa kesuksesan pemimpin dalam aktivitasnya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat 29 menunjang untuk berhasilnya suatu kepemimpinan. oleh sebab itu, suatu tujuan akan tercapai apabila terjadinya keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik antara atasan dengan bawahan, di samping dipengaruhi oleh latar belakang yang dimiliki pemimpin, seperti motivasi diri untuk berprestasi, kedewasaan dan keleluasaan dalam hubungan social dengan sikap-sikap hubungan manusiawi. 2.5 Alat Ukur Efektifitas Kerja Menurut Yazid (2009:49), dalam melihat efektivitas kerja seseorang pimpinan perlu memperhatikan: 1. Kualitas kerja yang meliputi ketelitian, ketepatan, keterampilan dan kebersihan. 2. Kuantitas kerja yang meliputi jumlah output, baik output rutin maupun output ekstra. 3. Ketepatan waktu, apakah dalam pekerjaan itu telah sesuai dengan waktu standart yang telah ditentukan lebih cepat atau malah lebih lambat. 4. Sasaran, bahwa apa yang telah dikerjakan telah sesuai dengan sasaran. Teori yang dikemukan oleh yazid tersebut dapat dibuatkan kerangka piker dalam bentuk skema berikut: Efektivitas Kerja Kualitas kerja Kuantitas kerja Ketepatan waktu (Gambar, 2.2 Alat Ukur Efektifitas Kerja, Yazid 2009:49) Sasaran 30 Adapun menurut Steers (1985:192) meliputi unsur kemampuan menyesuaikan diri prestasi kerja dan kepuasan kerja : 1. Kemampuan menyesuaikan diri Kemampuan manusia terbatas dalam sagala hal, sehingga dengan keterbatasannya itu menyebabkan manusia tidak dapat mencapai pemenuhan kebutuhannya tanpa melalui kerjasama dengan orang lain. Hal ini sesuai pendapat Ricard M. Steers yang menyatakan bahwa kunci keberhasilan organisasi adalah kerjasama dalam pencapaian tujuan. Setiap organisasi yang masuk dalam organisasi dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang yang bekerja didalamnya maupun dengan pekerjaan dalam organisasi tersebut. Jika kemampuan menyesuaikan diri tersebut dapat berjalan maka tujuan organisasi dapat tercapai. 2. Prestasi kerja Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu (Hasibuan, 2006:94). Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan kecakapan, pengalaman, kesungguhan waktu yang dimiliki oleh pegawai maka tugas yang diberikan dapat dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. 3. Kepuasan kerja. Tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranan atau pekerjaannya dalam organisasi. Tingkat rasa puas individu bahwa mereka 31 mendapat imbalan yang setimpal, dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dan organisasi tempat mereka berada. Keragaman pendapat di atas dikemukakan berdasarkan cara pandang dan latarbelakang penelitian masing-masing ahli. Namun pada prinsipnya menunjukkan bahwa dalam melakukan aktifitasnya, manusia sebenarnya digerakkan atau didorong oleh sesuatu motif atau kepentingan yang bersumber dari adanya kebutuhan dan keinginan yang harus dipenuhi. Dengan adanya kebutuhan itu, menimbulkan niat untuk memenuhinya, sehingga mendorong seseorang untuk beraktifitas yang pada gilirannya menimbulkan keinginan serta semangat yang kuat untuk bekerja dan berusaha dalam proses pemenuhannya. Jika aktifitasnya dapat memenuhi kebutuhannya, maka ia akan berperilaku atau bersikap mendukung secara ikhlas dan berupaya untuk merealisasikannya. Sebaliknya, jika sesuatu keinginan tersebut berlawanan atau dipandang tidak menyentuh keinginan seseorang, maka akan berperilaku acuh atau masa bodoh, meninggalkan bahkan berupaya menghalanginya.