9 BAB I I TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang gaya kepemimpinan, motivasi kerja dan kinerja pegawai seperti penelitian yang dilakukan oleh Ali Murzaeni (2003) tentang “Pengaruh persepsi guru mengenai kriteria kepemimpinan kepala sekolah dan iklim kerja terhadap kinerja guru SMU swasta di Kota Tegal”, disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan antara pengaruh persepsi guru mengenai criteria kepemimpinan kepala sekolah dan iklim kerja secara bersama-sama terhadap kinerja guru SMU swasta di Kota Tegal. Variabel kinerja guru yang dijelaskan oleh perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan iklim kerja adalah 46,6%, sedangkan sisanya dijelaskan oleh predictor lain. Penelitian yang dilakukan oleh Budi Cahyono (2005) dengan judul penelitian “Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan dan Motivasi kerja terhadap Kinerja sumber daya manusia di Secretariat DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta” dengan teknik sampling proporsional sampling, dengan hasil penelitian terdapat pengaruh positif dan signifikan budaya organisasi, kepemimpinan dan motivasi kerja secara individu mampu bersama-sama terhadap kinerja pegawai. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Regina Aditya (2010) dengan judul penelitian : “Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan Disiplin Kerja 10 terhadap Kinerja Pegawai PT Sinar Santosa Perkasa Semarang”. Hasil pengujian hipotesis telah membuktikan terdapat pengaruh antara motivasi dengan kinerja pegawai. Pengujian membuktikan bahwa motivasi memiliki pengaruh positif terhadap kinerja pegawai. Dilihat dari perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai koefisien sebesar 0,343 dan nilai t hitung sebesar 3,628 dengan taraf signifikansi hasil sebesar 0,000 tersebut lebih kecil dari 0,05, yang berarti bahwa hipotesis dalam penelitian ini menerima Ha dan menolak Ho. Hasil pengujian hipotesis telah membuktikan terdapat pengaruh antara gaya kepemimpinan dengan kinerja pegawai. Pengujian membuktikan bahwa gaya Kepemimpinan memiliki pengaruh positif terhadap kinerja pegawai. Dilihat dari perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai koefisien sebesar 0,316 dan nilai t hitung sebesar 3,784 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 tersebut lebih kecil dari 0,05 dengan demikian Ha diterima dan Ho ditolak. Hasil pengujian hipotesis telah membuktikan terdapat pengaruh antara disiplin kerja dengan kinerja pegawai. Pengujian membuktikan bahwa disiplin kerja memiliki pengaruh positif terhadap kinerja pegawai. Dilihat dari perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai koefisien sebesar 0,222 dan nilai t hitung 2,665 dengan taraf signifikansi hitung sebesar 0,009 tersebut lebih kecil dari 0,05, yang berarti bahwa hipotesis dalam penelitian ini menolak Ho dan menerima Ha. Berdasar beberapa penelitian di atas, maka dalam penelitian ini peneliti akan meneliti tentang pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap kinerja pegawai di lingkungan Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Lamongan. 11 Gambar 2.1 Persamaan dan Perbedaan No Judul 1 Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan dan Motivasi kerja terhadap Kinerja sumber daya manusia di Secretariat DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta 2 Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Pegawai PT Sinar Santosa Perkasa Semarang 3 Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Pegawai Terhadap Kinerja Pelayanan Organisasi di Dinas pemuda dan Olahraga di Kabupaten Lamongan Persamaan Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Perbedaan Sekretariat Dewan Daerah Istimewa Yogyakarta. Motivasi Kerja Secara Individu mampu Bersamasama Kepemimpinan dan Motivasi memiliki Motivasi Kerja Pengaruh Positif Terhadap Kinerja Pegawai pada Sinar Sentosa Perkasa Semarang Kepemimpinan dan Di Harapkan Motivasi Kerja Motivasi Pimpinan Terhadap Pelaksanaan Tugas di Dinas Pemuda dan Olahraga 2.2. Landasan Teori 2.2.1. Gaya Kepemimpinan 2.2.1.1. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen organisasi. Kepemimpinan dibutuhkan manusia karena adanya keterbatasanketerbatasan tertentu pada diri manusia. Dari sinilah timbul kebutuhan untuk memimpin dan dipimpin. Kepemimpinan didefinisikan ke dalam ciri-ciri individual, kebiasan, cara mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam oragnisasi dan persepsi mengenai pengaruh yang sah. 12 Seiring perkembangan zaman, kepemimpinan secara ilmiah mulai berkembang bersamaan dengan pertumbuhan manajemen ilmiah yang lebih dikenal dengan ilmu tentang memimpin. Hal ini terlihat dari banyaknya literatur yang mengkaji tentang leadership dengan berbagai sudut pandang atau perspektifnya. Leadership tidak hanya dilihat dari bak saja, akan tetapi dapat dilihat dari penyiapan sesuatu secara berencana dan dapat melatih calon-calon pemimpin. Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia (Moejiono, 2002). Ada banyak pengertian yang dikemukakan oleh para pakar menurut sudut pandang masing-masing, definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya beberapa kesamaan. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan dengan antusias (David, Keith, 1985). Menurut Veitzhal Rivai (2004), kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikut-pengikutnya lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Menurut Achmad Suyuti (2001) yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah proses mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi pikiran, perasaan, tindakan dan tingkah laku orang lain untuk digerakkan ke arah tujuan tertentu. Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) pengertian Kepemimpinan yaitu : “kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk 13 membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok”. Sementara pengertian kepemimpinan menurut Young (1992) yaitu : Bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus. (Kartono, 2003). Berdasar pada beberapa penegrtian tentang kepemimpinan dari beberapa teori dan pendapat, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan yaitu kemampuan seseorang dalam mengarahkan, mempengaruhi, mendorong dan mengendalikan orang lain atau bawahan untuk bisa melakukan sesuatu pekerjaan atas kesadarannya dan sukarela dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam upaya melaksanakan kepemimpinan yang efektif, selain memiliki kemampuan dan keterampilan dalam kepemimpinan, seorang pemimpin sebaiknya menentukan gaya kepemimpinan yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi anggota kelompok. 2.2.1.2. Pengertian Gaya Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit mencapai tujuan organisasi. Jika seorang pemimpin berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka orang tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari 14 seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Gaya kepemimpinan adalah bagaimana seorang pemimpin melaksanakan fungsi kepemimpinannya dan bagaimana ia dilihat oleh mereka yang berusaha dipimpinnya atau mereka yang mungkin sedang mengamati dari luar (Robert, 1992). James et. al. (1996) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah : “berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja”. Gaya kepemimpinan adalah : “perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, ketrampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya” (Tampubolon, 2007). Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995) yang menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan. Gaya kepemimpinan mewakili filsafat, ketrampilan, dan sikap pemimpin dalam politik. Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu (Heidjrachman dan Husnan, 2002:224). 15 Sedangkan menurut Tjiptono (2001:161), gaya kepemimpinan adalah : “suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya. Pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku (kata-kata dan tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain” (Hersey, 2004:29). Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku yang berbeda dalam memimpin para pengikutnya, perilaku para pemimpin itu disebut dengan gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan merupakan suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya yang dinyatakan dalam bentuk pola tingkah laku atau kepribadian. Terdapat lima gaya kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi menurut Siagian (2002), yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. Tipe pemimpin yang otokratik Tipe pemimpin yang militeristik Tipe pemimpin yang paternalistic Tipe pemimpin yang kharismatik Tipe pemimpin yang demokratik Secara jelas beberapa tipe pemimpin di atas dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Tipe pemimpin yang otokratik Seorang pemimpin yang otokratik ialah seorang pemimpin yang: a. Menganggap organisasi sebagai milik pribadi b. Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi c. Menganggap bahwa sebagai alat semata-mata 16 d. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat e. Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya f. Dalam tindaknya penggeraknya sering mempergunakan approach yang mengandung unsur paksaan dan puntif (bersifat menghukum) 2. Tipe pemimpin yang militeristik Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud seorang pemimpin tipe militeristik berbeda dengan seorang pemimpin modern. Seorang pemimpin yang bertipe militeristik ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat : a. Dalam menggerakan bawahannya sistem perintah yang sering dipergunakan b. Dalam menggerakan bawahannya senang bergantung pada pangkat dan jabatan 3. c. Senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan d. Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya Tipe pemimpin yang paternalistik a. Menganggap bahwa sebagai manusia yang tidak dewasa b. Bersikap terlalu melindungi c. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan 17 d. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil inisiatif e. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasi f. 4. Sering bersikap mau tahu Tipe pemimpin yang kharismatik Harus diakui bahwa untuk keadaan tentang seorang pemimpin yang demikian sangat diperlukan, akn tetapi sifatnya yang negatif mengalahkan sifatnya yang positif. 5. Tipe pemimpin yang demokratik Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern karena: a. Ia senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritikan dari bawahan b. Selalu berusaha mengutamakan kerjasama teamwork dalam usaha mencapai tujuan c. Selalu berusaha menjadikan lebih sukses dari padanya d. Selalu berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin 18 Kepemimpinan memegang peran yang signifikan terhadap kesuksesan dan kegagalan sebuah organisasi. Sedangkan Robinss (2006) mengidentifikasi empat jenis gaya kepemimpinan antara lain: 1. 2. 3. 4. Gaya kepemimpinan kharismatik Gaya kepemimpinan transaksional Gaya kepemimpinan transformasional Gaya kepemimpinan visioner Secara jelas bahwa jenis gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh Robinss (2006) di atas adalah sebagai berikut : 1. Gaya kepemimpinan kharismatik Para pengikut terpacu kemampuan kepemimpinan yang heroik atau yang luar biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka. Terdapat lima karakteristik pokok pemimpin kharismatik: a. Visi dan artikulasi. Dia memiliki visi ditujukan dengan sasaran ideal yang berharap masa depan lebih baik daripada status quo, dan mampu mengklarifikasi pentingnya visi yang dapat dipahami orang lain. b. Rasio personal. Pemimpin kharismatik bersedia menempuh risiko personal tinggi, menanggung biaya besar, dan terlibat ke dalam pengorbanan diri untuk meraih visi. c. Peka terhadap lingkungan. Mereka mampu menilai secara realistis kendala lingkungan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat perubahan. 19 e. Kepekaan terhadap kebutuhan pengikut. Pemimpin kharismatik perseptif (sangat pengertian) terhadap kemampuan orang lain dan responsive terhadap kebutuhan dan perasaan mereka. f. Perilaku tidak konvensional. Pemimpin kharismatik terlibat dalam perilaku yang dianggap baru dan berlawanan dengan norma. 2. Gaya kepemimpinan transaksional Pemimpin transaksional merupakan pemimpin yang memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. Gaya kepemimpinan transaksional lebih berfokus pada hubungan pemimpin-bawahan tanpa adanya usaha untuk menciptakan perubahan bagi bawahannya. Terdapat empat karakteristik pemimpin transaksional: a. Imbalan kontingen: kontrak pertukaran imbalan atas upaya yang dilakukan, menjanjikan imbalan atas kinerja baik, mengakui pencapaian. b. Manajemen berdasar pengecualian (aktif): melihat dean mencari penyimpangan dari aturan dan standar, menempuh tindakan perbaikan. c. Manajemen berdasar pengecualian (pasif): mengintervensi hanya jika standar tidak dipenuhi. d. Laissez-Faire: melepas tanggung jawab, menghindari pembuatan keputusan. 20 3. Gaya kepemimpinan transformasional Pemimpin transformasional mencurahkan perhatian pada hal-hal dan kebutuhan pengembangan dari masing-masing pengikut, Pemimpin transformasional mengubah kesadaran para pengikut akan persoalanpersoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan caracara baru, dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan, dan mengilhami para pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai sasaran kelompok. Terdapat empat karakteristik pemimpin transformasional: a. Kharisma: memberikan visi dan rasa atas misi, menanamkan kebanggaan, meraih penghormatan dan kepercayaan. b. Inspirasi: mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan symbol untuk memfokuskan pada usaha, menggambarkan maksud penting secara sederhana. c. Stimulasi intelektual: mendorong intelegensia, rasionalitas, dan pemecahan masalah secara hati-hati. d. Pertimbangan individual: memberikan perhatian pribadi, melayani pegawai secara pribadi, melatih dan menasehati. 4. Gaya kepemimpinan visioner Kemamuan menciptakan dan mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel, dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi yang tengah tumbuh dan membaik dibanding saat ini. Visi ini jika diseleksi dan diimplementasikan secara tepat, mempunyai kekuatan besar sehingga 21 bias mengakibatkan terjadinya lompatan awal ke masa depan dengan membangkitkan keterampilan, bakat, dan sumber daya untuk mewujudkannya. Ishak Arep, Hendri Tanjung, (2003) mengemukakan empat (4) gaya kepemimpinan yang lazim digunakan, antara lain : 1. 2. 3. 4. Democratic leadership, yakni suatu gaya kepemimpinan yang menitikberatkan pada kemampuan untuk menciptakan moral dan kemampuan untuk menciptakan kepercayaan. Directorial / Authocratic Leadership, yakni suatu gaya kepemimpinan yang menitikberatkan kepada kesanggupan untuk memaksakan keinginannya yang mampu mengumpulkan pengikut untuk kepentingan pribadi dan golongannya dengan kesediaan menerima segala resiko apapun. Paternalitic Ledership, yakni bentuk gaya kepemimpinan pertama (democratic) dan kedua (dictorial) diatas, yang dapat diibaratkan dengan sistem diktator yang berselimutkan demokratis. Free Rein Ledership, yakni gaya kempimimpinan yang 100% menyerahkan sepenuhnya kebijaksanaan pengoprasian manajemen sumber daya manusia kepada bawahannya dengan hanya berpegang kepada ketentuan-ketentuan pokok yang ditentukan oleh atasan mereka. Menurut Heidjrachman dan Husnan (2002:173) seorang pemimpin harus memiliki sifat perceptive artinya mampu mengamati dan menemukan kenyataan dari suatu lingkungan. Untuk itu ia harus mampu melihat, mengamati, dan memahami keadaan atau situasi tempat kerjanya, dalam artian bagaimana para bawahannya, bagaimana keadaan organisasinya, bagaimana situasi penugasannya, dan juga tentang kemampuan dirinya sendiri. la harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Maka dari itu dalam memilih gaya kepemimpinan yang akan digunakan, perlu dipertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhinya. 22 2.2.2. Motivasi Berprestasi Pegawai 2.2.2.1. Pengertian Motivasi Motivasi memiliki peranan sangat penting dalam pengembangan mental seseorang yang mendorong kinerjanya. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Motivasi Positif dan Motivasi Negatif. 1. Motivasi positif adalah proses untuk mempengaruhi orang lain agar mereka menjalankan sesuatu yang kita inginkan dengan cara memberikan kemungkinan mendapatkan hadiah atau insentif. 2. Sedangkan motivasi negative adalah proses untuk mempengaruhi orang lain agar mereka menjalankan sesuatu yang kita inginkan, tetapi teknik dasar yang digunakan adalah melalui kekuatan-kekuatan yang bisa berupa ancaman. Teror dan hukuman. Menurut Sarwoto (1977 : 133) : “Motivasi adalah sebagai proses pemberian motif (penggerak) kerja kepada para bawahan sedemikian rupa agar mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan oerganisasi”. Menurut Malthis (2001) motivasi merupakan hasrat didalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan. Sedangkan Rivai (2004) berpendapat bahwa motivasi adalah : “serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu”. Motivasi adalah : “kesediaan melakukan usaha tingkat tinggi guna mencapai sasaran organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan usaha tersebut memuaskan kebutuhan sejumlah individu” (Robins dan Mary, 2005). 23 Motivasi merupakan faktor psikologis yang menunjukan minat individu terhadap pekerjaan, rasa puas dan ikut bertanggung jawab terhadap aktivitas atau pekerjaan yang dilakukan (Masrukhin dan Waridin, 2004). Sedangkan Hasibuan (2004) berpendapat bahwa motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Motivasi merupakan sesuatu yang membuat bertindak atau berperilaku dalam cara-cara tertentu (Armstrong, 1994). Berdasarkan pengertian diatas disimpulkan bahwa motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, memelihara dan mendorong perilaku manusia. Pemimpin perlu memahami orang-orang berperilaku tertentu agar dapat mempengaruhinya dalam bekerja sesuai dengan keinginan organisasi. Siagian (2002) mengemukakan bahwa dalam kehidupan berorganisasi, termasuk kehidupan berkarya dalam organisasi bisnis, aspek motivasi kerja mutlak mendapat perhatian serius dari para manajer. Karena 4 (empat) pertimbangan utama yaitu: 1. 2. 3. 4. Filsafat hidup manusia berkisar pada prinsip “quit pro quo”, yang dalam bahasa awam dicerminkan oleh pepatah yang mengatakan “ada ubi ada talas, ada budi ada balas”. Dinamika kebutuhan manusia sangat kompleks dan tidak hanya bersifat materi, akan tetapi juga bersifat psikologis. Tidak ada titik jenuh dalam pemuasan kebutuhan manusia. Perbedaan karakteristik individu dalam organisasi atau organisasi, mengakibatkan tidak adanya satupun teknik motivasi yang sama efektifnya untuk semua orang dalam organisasi juga untuk seseorang pada waktu dan kondisi yang berbeda-beda. Menurut Siagian (2002) ada enam teknik aplikasi teori motivasi, yaitu: 1. Manajemen berdasarkan sasaran atau management by objectives (MBO). 24 2. 3. 4. 5. 6. Program penghargaan pegawai. Program ketertiban pegawai. Program imbalan bervariasi. Rencana pemberian imbalan berdasarkan keterampilan. Manfaat yang fleksibel. Menurut Rivai (2004) terdapat beberapa perilaku yang dapat memotivasi pegawai : 1. 2. 3. 4. 5. Cara berinteraksi. Menjadi pendengar aktif. Penyusunan tujuan yang menantang. Pendekatan penyelesaian masalah dan tujuan yang berfokus pada perilaku bukan pada pribadi. Informasi yang menggunakan teknik penguatan. Salah satu cara untuk memotivasi pegawai atau individu adalah dengan pengakuan secara formal terhadap suatu hasil kerja yang baik. Cara lain adalah dengan memberikan bonus kepada pegawai yang dapat mengajukan saran terbaik untuk memajukan organisasi / organisasi. Umpan balik motivasi dapat bertingkat dari bentuk sederhana ucapan “terima kasih” hingga sehebat hadiah perjalanan tamasya (Dharma A, 1986 : 117-119). Motivasi dapat dilakukan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. 1. Pengertian motivasi secara langsung yaitu kemauan bekerja yang secara langsung dan sengaja diarahkan kepada internal motif yang menonjol kepada masing-masing individu dan berbeda satu sama lain, insentifnyapun beragam dan bentuknya berbeda antara satu dengan yang lain sesuai dengan keutuhan masing-masing individu. 25 2. Sedangkan motivasi secara tidak langsung yaitu merupakan kegiatan dalam menajemen yang secara implisit untuk pemuasan kebutuhan individu dalam organisasi itu sendiri. Terlepas dari kepentingannya yang nyata, motivasi sulit untuk didefinisikan dan dianalisis, namun dapat dikemukakan bahwa motivasi berkaitan dengan : arah dari perilaku, kekuatan tanggapan (upapaya seorang pekerja memilih suatu arah tindakan) dan ketanggugan perilaku (berapa lama seseorang terus menerus berperilaku tertentu). Motivasi merupakan konsep yang kita gunakan untuk menggambarkan dorongan-dorongan yang timbul pada atau didalam diri seorang individu yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku. Jadi bisa dikatakan motivasi adalah suatu konsep yang bersifat penjelasan untuk memahami perilaku seseorang, dengan kata lain motivasi adalah dugaan. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu dorongan kebuluhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya. Sedangkan motivasi dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri (drive arousal). Dalam hubungannya dengan lingkungan kerja, Ernest L. Mc Cormick (dalam Mangkunegara, 2002:94) mengemukakan bahwa motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. 26 Insetive Drive Unsatifiest need Goal Satifiest need *) Sumber : Mangkunegara (2002:94) Gambar 2.1. Motivasi Sebagai Pembangkit Dorongan Seorang pemimpin haruslah peka terhadap kenyataan adanya hubungan dan pengelompokan dengan pegawai secara informil berdasarkan identifikasi, kualifikasi masing-masing yang tidak dapat dicega. Selama tujuan daripada kelompok informil itu hanya untuk menyalurkan kebutuhan sosial, hal ini tidak perlu dikhawatirkan bahkan perlu dibina dan dapat diharapkan dan adanya kerja sama serta kekompakan dalam berprestasi kerja sehingga produktifitas kerja dapat diharapkan meningkat. disamping itu pula hal-hal yang bersifat formil seperti struktur organisasi, birokrasi kerja, peraturan-peraturan dibidang kepegawaian jelas mempengaruhi terhadap masing-masing individu yang berbeda dalam kepribadiannya. Pemimpin hendaknya mengetahui sifat universal manusia biasanya tidak senang diperintah. Pegawai pada dasanya bersedia dengan senang hati jika perintah itu dilakukan dengan cara persuasif dan didasarkan atas kecakapan dan kebanggaan atas keahlian pekerjaan. Pegawai setelah menyelesaikan tugas pekerjaan tentunya menginginkan pemberitahuan atas hasil kerja mereka apa sudah benar atau masih perlu diadakan perbaikan. Penyederhanaan dalam 27 birokrasi misalnya dengan memperpendek arus pekerjaan juga merupakan usaha untuk perbaikan struktrur organisasi yang tentunya akan meningkatkan efisiensi dan motivasi kerja bagi para pegawai.. Adalah penting untuk disadari bahwa faktor manusia berperan penting dalam meningkatkan peran dan motivasi kerja para pegawaiannya, dimana orang itu tentu saja adalah sang pemimpin. Juga perlu ditumbuhkan dedikasi, loyalitas dan semangat memiliki suatu kantor atau organisasi juga adalah upaya-upaya terkait dengan hal ini. Dengan era persaingan sekarang, peran manajer atau pemimpin untuk meningkatkan motivasi kerja para pegawainya adalah sesuatu yang sangat esensial dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. 2.2.2.2. Teori Motivasi kerja 1. Teori Kebutuhan (Maslow’s model) Model Maslow ini sering disebut dengan model hierarki kebutuhan karena Menyangkut kebutuhanmanusia, maka teori ini sering digunakan untuk menunjukkan kebutuhan seseorang yang harus dipenuhi agar individu tersebut termotivasi untuk kerja. Menurut Maslow, pada umumnya terdapat hierarki kebutuhan manusia yang patut dilihat pada gambar 2.2 : 28 Kebutuhan aktualisasi Kebutuhan harga diri Kebutuhan sosial Kebutuhan keamanan Kebutuhan fisik Sumber : Arep Ishak & Tanjung Hendri ( 2003 : 26) Gambar 2.2 Hirarki Kebutuhan dari Maslow a. Kebututuhan fisiologik (physiological needs), misalnya makanan, minuman, istirahat atau tidur , seks. Kebutuhan inilah yang merupakan kebutuhan utama dan pertama yang wajib dipenuhi oleh setiap manusia atau individu. Karena dengan terpenuhinya kebutuhan ini, orang dapat mempertahankan hidupnya. Kebutuhan utama inilah yang mendorong setiap individu untuk melakukan pekerjaan apa saja. b. Kebutuhan aktualisasi diri, yakni senantiasa percaya kepada diri sendiri. pada puncak hirarki, terdapat kebutuhan untuk realisasi diri atau aktualisasi diri. merealisasipotensi Kebutuhan – yang pada ada kebutuhan dirinya, individu untuk untuk mencapai pengembangan diri secara berkelanjutan,untuk menjadi kreatif. 2. Teori Penguatan (Reinforeement Theory) teori ini dapat dirumuskan sebagai berikut : M = (R&C) 29 M = Motivasi R = Reward (penghargaan) – primer/sekunder C = Consequens (akibat) – positive / negative Motivasi seseorang bekerja tergantung pada reward yang diterimanya dan punishment yang akan dialaminya nanti (Arep Ishak & Tanjung Hendri) 2003:3537). Penguatan adalah segala sesuatu yang digunakan seorang pimpinan untuk meningkatkan atau mempertahankan tanggapan khusus individu. Jadi menurut teori ini, motivasi seseorang bekerja tergantung pada penghargaan yang diterimanya dan akibat dari yang akan dialaminya nanti. Teori ini menyebutkan bahwa perilaku seorang dimasa yang akan datang dibentuk oleh akibat dari perilaku yang sekarang. Teori ini menyatakan bahwa motovasi kerja dideterminasi oleh keyakinan– keyakinan individual sehubungan dengan upaya kinerja, dan didambakanya berbagai macam hasil kerja, yang berkaitan dengan tingkat kinerja yang berbeda. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa teori in berdasarkan logika : Orang– orang akan melakukan apa yang dapat mereka lakukan, apabila mereka berkeinginan untuk melakukannya. Vroom (dalam Winardi, 2002:109-110) berpendapat bahwa : motivasi terhadap kerja merupakan hasil dari ekspetansi kali instrumentalitas kali valensi. Hubungan multikatif tersebut berarti bahwa daya tarik motivasional jalur pekerjaan tertentu , sangat kurang apabila salah satu dianta hal berikut : ekspektansi, instrumentalitas, atau valensi mendekati nol. Sebaliknya agar imbalan tertentu memeliki sebuah dampak motivasional tinggi serta positif sebagai hasil kerja maka ekpektensi, instrumentalitas dan valensi yang berkaitan dengan imbalan tersebut harus tinggi serta positif 30 2.2.2.3. Manfaat dan Faktor–faktor yang Mempengaruhi Motivasi kerja Manfaat motifasi kerja yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktifitas kerja meningkat. Sementara itu manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang yang mempunyai motivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat serta tepat waktu. Artinya pekerjaan dapat diselesaikan sesuai standar yang benar dalam skala waktu yang ditentukan. Menurut Freerick Herzberg (dalam Masithoh, 1998:20) mengembangkan teori hirarki dua faktor tentang motivasi. Dua faktor itu dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satiesfier atau intrinsic motivation dan faktor pemelihara (maintenanee factor). Menurut Simamora (2006) terdapat faktor–faktor sebagai pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam seseorang tersebut (kondisi intrisik) antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Prestasi yang diraih (achievement) Pengakuan orang lain (recognition) Tanggung jawab (responsibillity) Peluang untuk maju (adveenement) Kepuasan kerja itu sendiri (the work it selfi) Kemungkinan pengembangan karier (the possibility growth) Sedangkan Mangkunegoro (2006) menyampaikan bahwa motivasi kerja seorang pegawai mempunyai beberapa aspek yang dimiliki oleh seorang pegawai itu sendiri yaitu : 1. 2. 3. 4. Rasa Percaya diri Orentasi keberhasilan Orentasi masa depan Berani resiko 31 5. 6. 7. Menghargai waktu Pekerja keras Jaringan Kerja Sedangkan faktor pemelihara disebut juga dengan hygine factor yaitu merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan akan keberadaan pegawai sebagi manusia, pemeliharaan ketentraman dan kesehatan. Hai ini sering disebut dissatisfier (sumber ketidak puasan ) yang merupakan tempat pemenuhan akan kebutuhan tingkat rendah yaitu : 1. Kompensasi 2. Keamanan dan keselamatan kerja 3. Kondisi kerja 4. Status 5. Prosedur 6. Mutu dari supervisi teknis dari hubungan interpesonal diantara teman sejawat dengan atasan serta dengan bawahan. 2.2.2.4 Motivasi Berprestasi Koentjoroningrat (2006) mendefiniskan kepemimpinan sebagai proses membujuk (inducing) orang-orang lain untuk mengambil langkah menuju suatu sasaran bersama, karena itu para pemimpin tidak mencapai visi mereka sendirian sehingga harus memotivasi orang-orang lain untuk mewujudkan visinya. Yukl (1998:185) menyatakan bahwa tugas memotivasi sebagai membangkitkan 32 “antusiame untuk bekerja, komitmen terhadap sasaran-sasaran dan tunduk terhadap tatanan dan tuntutan” Davis & Newstrone (1995 : 88) menyatakan bahwa motivasi berprestasi (iachievement motivation) adalah dorongan dalam diri orang-orang untuk mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan. Heckhausen (1976) sebagaimana dikutip Simamora (2006) mengemukakan beberapa ciri orang yang memiliki motivasi kerja yang tinggi yakni : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Berorientasi pada keberhasilan, dan lebih percaya pada diri sendiri dalam menghadapi tugas yang harus diselesaikan. Bersikap mengarah pada tujuan, berorientasi pada masa mendatang. Menyukai tugas yang tingkat kesulitannya di atas sedang. Tidak suka membuang-buang waktu. Tahan bekerja keras, dan. Lebih suka bekerjasama dengan orang lebih cakap meskipun orang tersebut tidak menyenangkan daripada bekerjasama dengan orang yang menyenangkan tetapi tidak cakap. Sedangkan Davis & Newstrom (1985) yang dikutip oleh Mulyasa (2004) memberikan karakteristik pegawai yang berorientasi yakni : Mereka bekerja keras apabila mereka memandang bahwa mereka akan memperoleh kebanggan pribadi atas upaya upaya mereka, apabila terdapat hanya sedikit resiko, dan apabila mereka mendapat balikan spesifik tentang prestasi diwaktu itu. Jadi motivasi berprestasi (achiecement motives) adalah salah satu motivasi intrinsik yaitu daya penggerak dalam diri seseorang untuk mencapai prestasi setinggi mungkin demi penghargaan kepada dirinya sendiri harapan untuk 33 memperoleh kepuasan dalam menguasai tantangan dan performance yang sulit dalam upaya mengejar keunggulan. Bentuk lain pengakuan adalah dengan mendengarkan apa yang dikatakan pegawai. Seorang manajer yang baik harus dapat memperlihatkan bahwa dia adalah seorang pendengar yang baik. Dengan memuaskan kebutuhan terhadap pengakuan yang mendasar dari pembicara, seorang manajer telah menciptakan hubungan pribadi yang lebih kekal. Sebagain besar manajer menemukan bahwa pujian pendek untuk sesuatu pekerjaan yang telah dilakukan dengan baik, dapat lebih efektif daripada mengkritik kekurangan pegawai. Salah satu faktor motivasi dengan peringkat tinggi adalah kebiasaan mengambil keputusan manajer. Keputusan tepat waktu untuk memotivasi pegawai adalah menumbuhkan kepercayaan pada manajemen. Karena tekanan masalah dari hari ke hari, manajer cenderung kehilangan pandangan mengenai pentingnya komunikasi dua arah pada semua tingkatan organisasi. 2.2.3. Kinerja Pegawai 2.2.3.1. Pengertian Kinerja Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Kinerja pegawai adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi. Sedarmayanti (2007) menyatakan bahwa : 34 Kinerja merupakan sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang pegawai telah melaksanakan pekerjaannya secara keseluruhan, atau merupakan perpaduan dari hasil kerja (apa yang harus dicapai seseorang) dan kompetensi (bagaimana seseorang mencapainya) Selanjutnya Mangkunegara (2006) menyatakan bahwa kinerja Sumber Daya Manusia merupakan istilah dari kata Job Performance atau Actual Performance (Prestasi Kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai/pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kustriyanto dalam Mangkunegara (2006) juga menyatakan bahwa kinerja adalah perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu. Selanjutnya Handoko (2001) menyatakan bahwa kinerja (perfomance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja pegawai dimana dalam kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para pegawai tentang pelaksanaan kerja mereka. Sedangkan menurut Simanjuntak (2005) kinerja adalah : “tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu dalam hal ini mencakup kinerja individu, kinerja kelompok, kinerja organisasi yang dipengaruhi faktor intern dan ekstern”. Menurut Furtwengler (2002) kinerja dilihat dari hal kecepatan, kualitas, layanan dan nilai maksudnya kecepatan dalam proses kerja yang memiliki kualitas yang terandalkan dan layanan yang baik dan memiliki nilai merupakan hal yang dilihat dari tercapainya kinerja atau tidak. Selanjutnya Dharma (2005) menyatakan bahwa : 35 Penilaian kinerja didasarkan pada pemahaman, pengetahuan, keahlian, kepiawaian dan prilaku yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik dan analisis tentang atribut perilaku seseorang sesuai kriteria yang ditentukan untuk masing-masing pekerjaan. Menurut Mahsun (2006) bahwa kinerja adalah : “gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi”. Sedangkan menurut Robertson dalam Mahsun (2006) juga menyatakan bahwa pengukuran kinerja adalah : Suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang/jasa, kualitas barang/jasa, hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan. Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) , kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Gomes (2002) menyatakan kinerja sebagai catatan atas hasil produksi dan sebuah pekerjaan tertentu dalam periode tertentu. Dari dimensi kinerja menurut Gomes (1995: 142) dalam Eko Numiarto dan Nurhadi Siswanto (2006), maka kinerja dapat diukur melalui indikator-indikator sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. Kuantitas kerja dalam suatu periode yang ditentukan (quantity of work) Kualitas kerja berdasarkan syarat kesesuaian dan kesiapannya (quality of work) Pengetahuan tentang pekerjaan (job knowledge) Keaslian gagasan yang muncul dan tindakan untuk menyelesaikan permasalahan (creativeness) Kesetiaan bekerja sama dengan orang lain (cooperation) 36 6. Kesadaran dan kepercayaan dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja (dependability) 7. Semangat dalam melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memeperbesar tanggung jawab (initiative) 8. Kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan dan integritas pribadi (personal qualities) Menurut Thoyib (1998:21-22) ada enam metode penilaian kinerja pegawai : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Rating Scale, evaluasi hanya didasarkan pada pendapat penilai, yang membandingkan hasil pekerjaan pegawai dengan kriteria yang dianggap penting bagi pelaksanaan kerja. Checklist, yang dimaksudkan dengan metode ini adalah untuk mengurangi beban penilai. Penilai tinggal memilih kalimat-kalimat atau kata-kata yang menggambarkan kinerja pegawai. Penilai biasanya atasan langsung. Pemberian bobot sehingga dapat di skor. Metode ini biasanya memberikan suatu gambaran prestasi kerja secara akurat, bila daftar penilaian berisi item-item yang memadai. Metode peristiwa kritis (critical incident method), penilaian yang berdasarkan catatan-catatan penilai yang menggambarkan perilaku pegawai sangat baik atau jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja. Catatan-catatan ini disebut peristiwa kritis. Metode ini sangat berguna dalam memberikan umpan balik kepada pegawai, dan mengurangi kesalahan kesan terakhir. Metode peninjauan lapangan (field review method), seseorang ahli departemen main lapangan dan membantu para penyelia dalam penilaian mereka. Spesialis personalia mendapatkan informasi khusus dari atasan langsung tentang kinerja pegawai. Kemudian ahli itu mempersiapkan evaluasi atas dasar informasi tersebut. Evaluasi dikirim kepada penyelia untuk di review, perubahan, persetujuan dan perubahan dengan pegawai yang dinilai. Spesialis personalia bisa mencatat penilaian pada tipe formulir penilaian apapun yang digunakan organisasi. Tes dan observasi prestasi kerja, bila jumlah pekerja terbatas, penilaian irestasi kerja bisa didasarkan pada tes pengetahuan dan ketrampilan. Tes mungkin tertulis atau peragaan ketrampilan. Agar berguna tes harus reliable dan valid. Metode evaluasi kelompok ada tiga: ranking, grading, point allocation method. Method ranking, penilai membandingkan satu dengan pegawai lain siapa yang paling baik dan menempatkan setiap pegawai dalam urutan terbaik sampai terjelek. Kelemahan metode ini adalah kesulitan untuk menentukan faktor-faktor pembanding, subyek kesalahan kesan terakhir dan halo effect, kebaikannya menyangkut kemudahan administrasi dan penjelasannya. Grading, metode penilaian ini memisah-misahkan atau menyortir para pegawai dalam berbagai 37 klasifikasi yang berbeda, biasanya suatu proposi tertentu harus diletakkan pada setiap kategori. Point location, merupakan bentuk lain dari grading penilai dibenkan sejumlah nifai total dialokasikan di antara para pegawai dalam kelompok. Para pegawai diberi nilai lebih besar dan pada para pegawai dengan kinerja lebih jelek. Kebaikan dari rnetode ini, penilai dapat mengevaluasi perbedaan rclatif di antara para pegawai, meskipun kelemahan-kelemahan efek halo (halo effect) dan bias kesan terakhir masih ada. 2.2.3.2. Penggunaan Penilaian Kerja bagi para pegawai Penilaian kerja (performance appraisal) adalah proses evaluasi seberapa baik pekerja dalam mengerjakan pekerjaan mereka ketimbang dengan set standar serta kemudian mengakomodasikannya dengan para pegawai. Penilaian demikian ini juga disebut penilaian pegawai, evaluasi pegawai, tinjauan kerja. Dari hasil riset tujuan dari penggunaan penilaian pegawai adalah untuk memberikan umpan balik akan kinerja, honor atau gaji serta untuk mengidentifikasikan kekuatan dan kelemahan pegawai. Penilaian kinerja kadang–kadang merupakan kegiatan pimpinan yang paling tidak disukai, dan mungkin ada beberapa alasan untuk perasaan demikian. Tidak semua penilaian kinerja bersifat positif, dan mendiskusikan nilai dengan pegawai yang nilainya buruk bisa menjadi tidak menyenangkan. Penilaian kinerja pegawai memiliki dua penggunaan yang umum didalam organisasi, dan keduanya bisa merupakan konflik yang potensial. Salah satu manfaat adalah mengukur kinerja dalam tujuan memberikan penghargaan atau dengan kata lain untuk membuat keputusan administratif mengenai sipegawai. Promosi pegawai bisa tergantung dari pada hasil penilaian pegawai serta untuk pengembangan potensi diri individu ( Robert. L Mathis & John. H Jakson, 2002:81-83). 38 2.2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kinerja pegawai dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain : menurut Sutermeister (1999) terdiri dari motivasi, kemampuan, pengetahuan, keahlian, pendidikan, pengalaman, pelatihan, minat, sikap kepribadian kondisi-kondisi fisik dan kebutuhan fisiologis, kebutuhan sosial dan kebutuhan egoistik. Sedangkan menurut Mahsun (2006) ada beberapa elemen pokok yaitu : 1. 2. 3. 4. Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi. Merumuskan indikator dan ukuran kinerja. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi. Evaluasi kinerja/feed back, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Dalam konteks pemerintahan sebagai sektor publik menurut Mahsun (2006) bahwa ada beberapa aspek yang dapat dinilai kinerjanya : 1. 2. 3. 4. Kelompok Masukan (input). Kelompok Proses (Proccess). Kelompok Keluaran (Output). Kelompok Hasil (Outcome). 5. 6. Kelompok Manfaat (Benefit). Kelompok Dampak (Impact). Fokus pengukuran kinerja sektor publik justru terletak pada outcome dan bukan input dan proses outcome yang dimaksudkan adalah outcome yang dihasilkan oleh individu ataupun organisasi secara keseluruhan, outcome harus mampu memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat menjadi tolok ukur keberhasilan organisasi sektor publik. 39 Menurut Mangkunegara (2006) terdapat aspek-aspek standar pekerjaan yang terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif meliputi : 1. 2. Aspek kuantitatif yaitu : a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan, b. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan, c. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan d. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja Aspek kualitatif yaitu : a. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan, b. Tingkat kemampuan dalam bekerj, c. Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan menggunakan mesin/peralatan, dan d. Kemampuan mengevaluasi (keluhan / keberatan konsumen / masyarakat). 2.2.3.4. Metode Penilaian Kinerja Menurut Muljadi (2006) bahwa seluruh aktivitas organisasi harus diukur agar dapat diketahui tingkat keberhasilan pelaksanaan tugas organisasi, pengukuran dapat dilakukan terhadap masukan (input) dari program organisasi yang lebih ditekankan pada keluaran (output), proses, hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impact) dari program organisasi tersebut bagi kesejahteraan masyarakat. Pengukuran kinerja adalah untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan yang meliputi : 1. Penetapan indikator kinerja 2. Penentuan hasil capaian indikator kinerja Menurut Palmer dalam Mahsun (2006) terdapat beberapa jenis indikator kinerja organisasi publik antara lain : 1. Indikator biaya (misalnya biaya total, biaya unit) 40 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Indikator produktivitas (misalnya jumlah pekerjaan yang mampu dikerjakan pegawai dalam jangka waktu tertentu) Tingkat penggunaan (misalnya sejauhmana layanan yang tersedia digunakan) Target waktu (misalnya waktu rata-rata rata yang digunakan untuk menyelesaikan satu unit pekerjaan) Volume pelayanan (misalnya perkiraan atas tingkat volume pekerjaan yang harus diselesaikan pegawai) Kebutuhan pelanggan (jumlah perkiraan atas tingkat volume pekerjaan yang harus diselesaikan pegawai) Indikator kualitas pelayanan Indikator kepuasan pelanggan Indikator pencapaian tujuan. Menurut Mahsun (2006) bahwa indikator kinerja terdiri dari : 1. Pelayanan yang tepat waktu dan berkualitas, 2. Tingkat keterampilan pendidikan yang sesuai dengan bidang kerja, 3. Kehadiran/keterlambatan Cara pengukuran kinerja menurut Muljadi (2006) terdiri dari : 2.3 1. Membandingkan kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan. 2. Membandingkan kinerja nyata dengan hasil yang diharapkan. 3. Membandingkan kinerja nyata dan standar kinerja. Hubungan Variabel Penelitian Gaya kepemimpinan pada dasarnya menekankan untuk menghargai tujuan individu sehingga nantinya para individu akan memiliki keyakinan bahwa kinerja aktual akan melampaui harapan kinerja mereka. Seorang pemimpin harus menerapkan gaya kepemimpinan untuk mengelola bawahannya, karena seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya (Waridin dan Bambang Guritno, 2005). Suranta (2002) dan 41 Tampubolon (2007) menyatakan bahwa faktor kepemimpinan juga berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang erat dan pengaruh antara faktor kepemimpinan dan faktor kinerja pegawai. Motivasi merupakan sebuah keahlian dalam mengarahkan pegawai pada tujuan organisasi agar mau bekerja dan berusaha sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi dapat tercapai. Motivasi seseorang melakukan suatu pekerjaan karena adanya suatu kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan ekonomis yaitu untuk memperoleh uang, sedangkan kebutuhan non-ekonomis dapat diartikan sebagai kebutuhan untuk memperoleh penghargaan dan keinginan lebih maju. Dengan segala kebutuhan tersebut, seseorang dituntut untuk lebih giat dan aktif dalam bekerja, untuk mencapai hal ini diperlukan adanya motivasi dalam melakukan pekerjaan, karena dapat mendorong seseorang bekerja dan selalu berkeinginan untuk melanjutkan usahanya. Oleh karena itu jika pegawai yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi biasanya mempunyai kinerja yang tinggi pula. Suharto dan Cahyono (2005) dan Hakim (2006) menyebutkan ada salah satu factor yang mempengaruhi kinerja yaitu faktor motivasi, dimana motivasi merupakan kondisi yang menggerakan seseorang berusaha untuk mencapai tujuan atau mencapai hasil yang diinginkan. Rivai (2004) menunjukan bahwa semakin kuat motivasi kerja, kinerja pegawai akan semakin tinggi. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan motivasi kerja pegawai akan memberikan peningkatan yang 42 sangat berarti bagi peningkatan kinerja pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya. 2.4 Kerangka Konseptual Dari uraian pemikiran tersebut diatas dapat diperjelas melalui variabel pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja pegawai, secara skematis model kerangka piker dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti berikut ini : Gaya Kepemimpinan (X1) Kinerja Pegawai (Y) Motivasi Berprestasi (X2) Gambar 2.3 Model Kerangka Pikir Penelitian 2.5 Hipotesis Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah penelitian maka hipotesis yang di ajukan adalah : 1. Terdapat pengaruh secara simultan gaya kepemimpinan dan motivasi berprestasi terhadap kinerja pegawai dilingkungan Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Lamongan. 43 2. Terdapat pengaruh secara parsial gaya kepemimpinan dan motivasi berprestasi terhadap pegawai dilingkungan Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Lamongan. 3. Bahwa variabel yang berpengaruh dominan terhadap kinerja pegawai di lingkungan Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Lamongan adalah variabel motivasi berprestasi.