bab ii tinjauan pustaka

advertisement
9
BAB I I
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang gaya
kepemimpinan, motivasi kerja dan kinerja pegawai seperti penelitian yang
dilakukan oleh Ali Murzaeni (2003) tentang “Pengaruh persepsi guru mengenai
kriteria kepemimpinan kepala sekolah dan iklim kerja terhadap kinerja guru SMU
swasta di Kota Tegal”, disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan
antara pengaruh persepsi guru mengenai criteria kepemimpinan kepala sekolah
dan iklim kerja secara bersama-sama terhadap kinerja guru SMU swasta di Kota
Tegal. Variabel kinerja guru yang dijelaskan oleh perilaku kepemimpinan kepala
sekolah dan iklim kerja adalah 46,6%, sedangkan sisanya dijelaskan oleh
predictor lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Budi Cahyono (2005) dengan judul
penelitian “Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan dan Motivasi kerja
terhadap Kinerja sumber daya manusia di Secretariat DPRD Daerah Istimewa
Yogyakarta” dengan teknik sampling proporsional sampling, dengan hasil
penelitian
terdapat
pengaruh
positif
dan
signifikan
budaya
organisasi,
kepemimpinan dan motivasi kerja secara individu mampu bersama-sama terhadap
kinerja pegawai.
Sementara penelitian yang dilakukan oleh Regina Aditya (2010) dengan
judul penelitian : “Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan Disiplin Kerja
10
terhadap Kinerja Pegawai PT Sinar Santosa Perkasa Semarang”. Hasil pengujian
hipotesis telah membuktikan terdapat pengaruh antara motivasi dengan kinerja
pegawai. Pengujian membuktikan bahwa motivasi memiliki pengaruh positif
terhadap kinerja pegawai. Dilihat dari perhitungan yang telah dilakukan diperoleh
nilai koefisien sebesar 0,343 dan nilai t hitung sebesar 3,628 dengan taraf
signifikansi hasil sebesar 0,000 tersebut lebih kecil dari 0,05, yang berarti bahwa
hipotesis dalam penelitian ini menerima Ha dan menolak Ho. Hasil pengujian
hipotesis telah membuktikan terdapat pengaruh antara gaya kepemimpinan
dengan kinerja pegawai. Pengujian membuktikan bahwa gaya Kepemimpinan
memiliki pengaruh positif terhadap kinerja pegawai. Dilihat dari perhitungan yang
telah dilakukan diperoleh nilai koefisien sebesar 0,316 dan nilai t hitung sebesar
3,784 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 tersebut lebih kecil dari 0,05 dengan
demikian Ha diterima dan Ho ditolak.
Hasil pengujian hipotesis telah
membuktikan terdapat pengaruh antara disiplin kerja dengan kinerja pegawai.
Pengujian membuktikan bahwa disiplin kerja memiliki pengaruh positif terhadap
kinerja pegawai. Dilihat dari perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai
koefisien sebesar 0,222 dan nilai t hitung 2,665 dengan taraf signifikansi hitung
sebesar 0,009 tersebut lebih kecil dari 0,05, yang berarti bahwa hipotesis dalam
penelitian ini menolak Ho dan menerima Ha.
Berdasar beberapa penelitian di atas, maka dalam penelitian ini peneliti
akan meneliti tentang pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap
kinerja pegawai di lingkungan Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Lamongan.
11
Gambar 2.1
Persamaan dan Perbedaan
No
Judul
1 Pengaruh
Budaya
Organisasi,
Kepemimpinan
dan
Motivasi kerja terhadap
Kinerja sumber daya
manusia di Secretariat
DPRD Daerah Istimewa
Yogyakarta
2 Pengaruh
Gaya
Kepemimpinan, Motivasi
dan
Disiplin
Kerja
terhadap Kinerja Pegawai
PT Sinar Santosa Perkasa
Semarang
3 Pengaruh Kepemimpinan
dan Motivasi Kerja
Pegawai Terhadap
Kinerja Pelayanan
Organisasi di Dinas
pemuda dan Olahraga di
Kabupaten Lamongan
Persamaan
Kepemimpinan
dan Motivasi Kerja
Perbedaan
Sekretariat Dewan
Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Motivasi Kerja
Secara Individu
mampu Bersamasama
Kepemimpinan dan Motivasi memiliki
Motivasi Kerja
Pengaruh
Positif
Terhadap
Kinerja
Pegawai pada Sinar
Sentosa
Perkasa
Semarang
Kepemimpinan dan Di
Harapkan
Motivasi Kerja
Motivasi Pimpinan
Terhadap
Pelaksanaan Tugas
di Dinas Pemuda dan
Olahraga
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Gaya Kepemimpinan
2.2.1.1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen
organisasi. Kepemimpinan dibutuhkan manusia karena adanya keterbatasanketerbatasan tertentu pada diri manusia. Dari sinilah timbul kebutuhan untuk
memimpin dan dipimpin. Kepemimpinan didefinisikan ke dalam ciri-ciri
individual, kebiasan, cara mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam
oragnisasi dan persepsi mengenai pengaruh yang sah.
12
Seiring perkembangan zaman, kepemimpinan secara ilmiah mulai
berkembang bersamaan dengan pertumbuhan manajemen ilmiah yang lebih
dikenal dengan ilmu tentang memimpin. Hal ini terlihat dari banyaknya literatur
yang mengkaji tentang leadership dengan berbagai sudut pandang atau
perspektifnya. Leadership tidak hanya dilihat dari bak saja, akan tetapi dapat
dilihat dari penyiapan sesuatu secara berencana dan dapat melatih calon-calon
pemimpin.
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu
social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan
manfaat bagi kesejahteraan manusia (Moejiono, 2002). Ada banyak pengertian
yang dikemukakan oleh para pakar menurut sudut pandang masing-masing,
definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya beberapa kesamaan.
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk
mencapai tujuan dengan antusias (David, Keith, 1985). Menurut Veitzhal Rivai
(2004), kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada
pengikut-pengikutnya lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan
organisasi.
Menurut
Achmad
Suyuti
(2001)
yang
dimaksud
dengan
kepemimpinan adalah proses mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi
pikiran, perasaan, tindakan dan tingkah laku orang lain untuk digerakkan
ke arah tujuan tertentu.
Menurut
Tead;
Terry;
Hoyt
(dalam
Kartono,
2003) pengertian
Kepemimpinan yaitu : “kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau
bekerjasama
yang
didasarkan
pada
kemampuan
orang
tersebut
untuk
13
membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan
kelompok”.
Sementara pengertian kepemimpinan menurut Young (1992) yaitu :
Bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup
mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang
berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus
yang tepat bagi situasi yang khusus. (Kartono, 2003).
Berdasar pada beberapa penegrtian tentang kepemimpinan dari beberapa
teori dan pendapat, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan yaitu
kemampuan seseorang dalam mengarahkan, mempengaruhi, mendorong dan
mengendalikan orang lain atau bawahan untuk bisa melakukan sesuatu pekerjaan
atas kesadarannya dan sukarela dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam
upaya melaksanakan kepemimpinan yang efektif, selain memiliki kemampuan dan
keterampilan dalam kepemimpinan, seorang pemimpin sebaiknya menentukan
gaya kepemimpinan yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi anggota
kelompok.
2.2.1.2. Pengertian Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi
karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit mencapai tujuan organisasi. Jika
seorang pemimpin berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka orang
tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan pada
dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari
14
seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin.
Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu.
Gaya kepemimpinan adalah bagaimana seorang pemimpin melaksanakan
fungsi kepemimpinannya dan bagaimana ia dilihat oleh mereka yang berusaha
dipimpinnya atau mereka yang mungkin sedang mengamati dari luar (Robert,
1992). James et. al. (1996) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah :
“berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam proses
mengarahkan dan mempengaruhi pekerja”.
Gaya kepemimpinan adalah : “perilaku dan strategi, sebagai hasil
kombinasi dari falsafah, ketrampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang
pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya” (Tampubolon,
2007).
Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu
perwujudan
tingkah
laku
dari
seorang
pemimpin
yang
menyangkut
kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk
suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini
sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995) yang
menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang
dipersepsikan atau diacu oleh bawahan. Gaya kepemimpinan mewakili filsafat,
ketrampilan, dan sikap pemimpin dalam politik. Gaya kepemimpinan adalah pola
tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan
tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu (Heidjrachman dan Husnan,
2002:224).
15
Sedangkan menurut Tjiptono (2001:161), gaya kepemimpinan adalah :
“suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya.
Pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku
(kata-kata dan tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh
orang lain” (Hersey, 2004:29).
Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku yang berbeda dalam
memimpin para pengikutnya, perilaku para pemimpin itu disebut dengan gaya
kepemimpinan. Gaya kepemimpinan merupakan suatu cara pemimpin untuk
mempengaruhi bawahannya yang dinyatakan dalam bentuk pola tingkah laku atau
kepribadian.
Terdapat lima gaya kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi
menurut Siagian (2002), yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
Tipe pemimpin yang otokratik
Tipe pemimpin yang militeristik
Tipe pemimpin yang paternalistic
Tipe pemimpin yang kharismatik
Tipe pemimpin yang demokratik
Secara jelas beberapa tipe pemimpin di atas dapat dijabarkan sebagai
berikut :
1.
Tipe pemimpin yang otokratik
Seorang pemimpin yang otokratik ialah seorang pemimpin yang:
a.
Menganggap organisasi sebagai milik pribadi
b.
Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
c.
Menganggap bahwa sebagai alat semata-mata
16
d.
Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat
e.
Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya
f.
Dalam tindaknya penggeraknya sering mempergunakan approach yang
mengandung unsur paksaan dan puntif (bersifat menghukum)
2.
Tipe pemimpin yang militeristik
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud seorang
pemimpin tipe militeristik berbeda dengan seorang pemimpin modern.
Seorang pemimpin yang bertipe militeristik ialah seorang pemimpin yang
memiliki sifat-sifat :
a.
Dalam
menggerakan
bawahannya
sistem
perintah
yang
sering
dipergunakan
b.
Dalam menggerakan bawahannya senang bergantung pada pangkat dan
jabatan
3.
c.
Senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan
d.
Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya
Tipe pemimpin yang paternalistik
a.
Menganggap bahwa sebagai manusia yang tidak dewasa
b.
Bersikap terlalu melindungi
c.
Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
keputusan
17
d.
Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil
inisiatif
e.
Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan
daya kreasi dan fantasi
f.
4.
Sering bersikap mau tahu
Tipe pemimpin yang kharismatik
Harus diakui bahwa untuk keadaan tentang seorang pemimpin yang demikian
sangat diperlukan, akn tetapi sifatnya yang negatif mengalahkan sifatnya
yang positif.
5.
Tipe pemimpin yang demokratik
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe
pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern
karena:
a.
Ia senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritikan dari bawahan
b.
Selalu berusaha mengutamakan kerjasama teamwork dalam usaha
mencapai tujuan
c.
Selalu berusaha menjadikan lebih sukses dari padanya
d.
Selalu berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai
pemimpin
18
Kepemimpinan memegang peran yang signifikan terhadap kesuksesan dan
kegagalan sebuah organisasi. Sedangkan Robinss (2006) mengidentifikasi empat
jenis gaya kepemimpinan antara lain:
1.
2.
3.
4.
Gaya kepemimpinan kharismatik
Gaya kepemimpinan transaksional
Gaya kepemimpinan transformasional
Gaya kepemimpinan visioner
Secara jelas bahwa jenis gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh
Robinss (2006) di atas adalah sebagai berikut :
1.
Gaya kepemimpinan kharismatik
Para pengikut terpacu kemampuan kepemimpinan yang heroik atau
yang luar biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu
pemimpin mereka. Terdapat lima karakteristik pokok pemimpin kharismatik:
a.
Visi dan artikulasi. Dia memiliki visi ditujukan dengan sasaran ideal
yang berharap masa depan lebih baik daripada status quo, dan mampu
mengklarifikasi pentingnya visi yang dapat dipahami orang lain.
b.
Rasio personal. Pemimpin kharismatik bersedia menempuh risiko
personal tinggi, menanggung biaya besar, dan terlibat ke dalam
pengorbanan diri untuk meraih visi.
c.
Peka terhadap lingkungan. Mereka mampu menilai secara realistis
kendala lingkungan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat
perubahan.
19
e.
Kepekaan terhadap kebutuhan pengikut. Pemimpin kharismatik perseptif
(sangat pengertian) terhadap kemampuan orang lain dan responsive
terhadap kebutuhan dan perasaan mereka.
f.
Perilaku tidak konvensional. Pemimpin kharismatik terlibat dalam
perilaku yang dianggap baru dan berlawanan dengan norma.
2.
Gaya kepemimpinan transaksional
Pemimpin transaksional merupakan pemimpin yang memandu atau
memotivasi para pengikut mereka menuju sasaran yang ditetapkan dengan
memperjelas persyaratan peran dan tugas. Gaya kepemimpinan transaksional
lebih berfokus pada hubungan pemimpin-bawahan tanpa adanya usaha untuk
menciptakan perubahan bagi bawahannya. Terdapat empat karakteristik
pemimpin transaksional:
a.
Imbalan kontingen: kontrak pertukaran imbalan atas upaya yang
dilakukan, menjanjikan imbalan atas kinerja baik, mengakui pencapaian.
b.
Manajemen berdasar pengecualian (aktif): melihat dean mencari
penyimpangan dari aturan dan standar, menempuh tindakan perbaikan.
c.
Manajemen berdasar pengecualian (pasif): mengintervensi hanya jika
standar tidak dipenuhi.
d.
Laissez-Faire: melepas tanggung jawab, menghindari pembuatan
keputusan.
20
3.
Gaya kepemimpinan transformasional
Pemimpin transformasional mencurahkan perhatian pada hal-hal dan
kebutuhan
pengembangan
dari
masing-masing
pengikut,
Pemimpin
transformasional mengubah kesadaran para pengikut akan persoalanpersoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan caracara baru, dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan, dan
mengilhami para pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai
sasaran kelompok. Terdapat empat karakteristik pemimpin transformasional:
a.
Kharisma:
memberikan
visi
dan
rasa
atas
misi,
menanamkan
kebanggaan, meraih penghormatan dan kepercayaan.
b.
Inspirasi: mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan symbol
untuk memfokuskan pada usaha, menggambarkan maksud penting secara
sederhana.
c.
Stimulasi
intelektual:
mendorong
intelegensia,
rasionalitas,
dan
pemecahan masalah secara hati-hati.
d.
Pertimbangan individual: memberikan perhatian pribadi, melayani
pegawai secara pribadi, melatih dan menasehati.
4.
Gaya kepemimpinan visioner
Kemamuan menciptakan dan mengartikulasikan visi yang realistis,
kredibel, dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi
yang tengah tumbuh dan membaik dibanding saat ini. Visi ini jika diseleksi
dan diimplementasikan secara tepat, mempunyai kekuatan besar sehingga
21
bias mengakibatkan terjadinya lompatan awal ke masa depan dengan
membangkitkan
keterampilan,
bakat,
dan
sumber
daya
untuk
mewujudkannya.
Ishak Arep, Hendri Tanjung, (2003) mengemukakan empat (4) gaya
kepemimpinan yang lazim digunakan, antara lain :
1.
2.
3.
4.
Democratic leadership, yakni suatu gaya kepemimpinan yang
menitikberatkan pada kemampuan untuk menciptakan moral dan
kemampuan untuk menciptakan kepercayaan.
Directorial / Authocratic Leadership, yakni suatu gaya kepemimpinan
yang menitikberatkan kepada kesanggupan untuk memaksakan
keinginannya yang mampu mengumpulkan pengikut untuk
kepentingan pribadi dan golongannya dengan kesediaan menerima
segala resiko apapun.
Paternalitic Ledership, yakni bentuk gaya kepemimpinan pertama
(democratic) dan kedua (dictorial) diatas, yang dapat diibaratkan
dengan sistem diktator yang berselimutkan demokratis.
Free Rein Ledership, yakni gaya kempimimpinan yang 100%
menyerahkan sepenuhnya kebijaksanaan pengoprasian manajemen
sumber daya manusia kepada bawahannya dengan hanya berpegang
kepada ketentuan-ketentuan pokok yang ditentukan oleh atasan
mereka.
Menurut Heidjrachman dan Husnan (2002:173) seorang pemimpin harus
memiliki sifat perceptive artinya mampu mengamati dan menemukan kenyataan
dari suatu lingkungan. Untuk itu ia harus mampu melihat, mengamati, dan
memahami keadaan atau situasi tempat kerjanya, dalam artian bagaimana para
bawahannya, bagaimana keadaan organisasinya, bagaimana situasi penugasannya,
dan juga tentang kemampuan dirinya sendiri. la harus mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Maka dari itu dalam memilih gaya kepemimpinan yang
akan digunakan, perlu dipertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhinya.
22
2.2.2. Motivasi Berprestasi Pegawai
2.2.2.1. Pengertian Motivasi
Motivasi memiliki peranan sangat penting dalam pengembangan mental
seseorang yang mendorong kinerjanya. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu Motivasi Positif dan Motivasi Negatif.
1.
Motivasi positif adalah proses untuk mempengaruhi orang lain agar mereka
menjalankan sesuatu yang kita inginkan dengan cara memberikan
kemungkinan mendapatkan hadiah atau insentif.
2.
Sedangkan motivasi negative adalah proses untuk mempengaruhi orang lain
agar mereka menjalankan sesuatu yang kita inginkan, tetapi teknik dasar yang
digunakan adalah melalui kekuatan-kekuatan yang bisa berupa ancaman.
Teror dan hukuman.
Menurut Sarwoto (1977 : 133) : “Motivasi adalah sebagai proses
pemberian motif (penggerak) kerja kepada para bawahan sedemikian rupa agar
mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan oerganisasi”.
Menurut Malthis (2001) motivasi merupakan hasrat didalam diri seseorang
yang menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan. Sedangkan Rivai (2004)
berpendapat bahwa motivasi adalah : “serangkaian sikap dan nilai-nilai yang
mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan
individu”. Motivasi adalah : “kesediaan melakukan usaha tingkat tinggi guna
mencapai sasaran organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan usaha tersebut
memuaskan kebutuhan sejumlah individu” (Robins dan Mary, 2005).
23
Motivasi merupakan faktor psikologis yang menunjukan minat individu
terhadap pekerjaan, rasa puas dan ikut bertanggung jawab terhadap aktivitas atau
pekerjaan yang dilakukan (Masrukhin dan Waridin, 2004). Sedangkan Hasibuan
(2004) berpendapat bahwa motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan
dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai
hasil yang optimal. Motivasi merupakan sesuatu yang membuat bertindak atau
berperilaku dalam cara-cara tertentu (Armstrong, 1994).
Berdasarkan pengertian diatas disimpulkan bahwa motivasi merupakan
kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, memelihara dan mendorong perilaku
manusia. Pemimpin perlu memahami orang-orang berperilaku tertentu agar dapat
mempengaruhinya dalam bekerja sesuai dengan keinginan organisasi.
Siagian (2002) mengemukakan bahwa dalam kehidupan berorganisasi,
termasuk kehidupan berkarya dalam organisasi bisnis, aspek motivasi kerja
mutlak mendapat perhatian serius dari para manajer. Karena 4 (empat)
pertimbangan utama yaitu:
1.
2.
3.
4.
Filsafat hidup manusia berkisar pada prinsip “quit pro quo”, yang
dalam bahasa awam dicerminkan oleh pepatah yang mengatakan “ada
ubi ada talas, ada budi ada balas”.
Dinamika kebutuhan manusia sangat kompleks dan tidak hanya
bersifat materi, akan tetapi juga bersifat psikologis.
Tidak ada titik jenuh dalam pemuasan kebutuhan manusia.
Perbedaan karakteristik individu dalam organisasi atau organisasi,
mengakibatkan tidak adanya satupun teknik motivasi yang sama
efektifnya untuk semua orang dalam organisasi juga untuk seseorang
pada waktu dan kondisi yang berbeda-beda.
Menurut Siagian (2002) ada enam teknik aplikasi teori motivasi, yaitu:
1.
Manajemen berdasarkan sasaran atau management by objectives
(MBO).
24
2.
3.
4.
5.
6.
Program penghargaan pegawai.
Program ketertiban pegawai.
Program imbalan bervariasi.
Rencana pemberian imbalan berdasarkan keterampilan.
Manfaat yang fleksibel.
Menurut Rivai (2004) terdapat beberapa perilaku yang dapat memotivasi
pegawai :
1.
2.
3.
4.
5.
Cara berinteraksi.
Menjadi pendengar aktif.
Penyusunan tujuan yang menantang.
Pendekatan penyelesaian masalah dan tujuan yang berfokus pada
perilaku bukan pada pribadi.
Informasi yang menggunakan teknik penguatan.
Salah satu cara untuk memotivasi pegawai atau individu adalah dengan
pengakuan secara formal terhadap suatu hasil kerja yang baik. Cara lain adalah
dengan memberikan bonus kepada pegawai yang dapat mengajukan saran terbaik
untuk memajukan organisasi / organisasi. Umpan balik motivasi dapat bertingkat
dari bentuk sederhana ucapan “terima kasih” hingga sehebat hadiah perjalanan
tamasya (Dharma A, 1986 : 117-119).
Motivasi dapat dilakukan baik secara langsung maupun secara tidak
langsung.
1.
Pengertian motivasi secara langsung yaitu kemauan bekerja yang secara
langsung dan sengaja diarahkan kepada internal motif yang menonjol kepada
masing-masing individu dan berbeda satu sama lain, insentifnyapun beragam
dan bentuknya berbeda antara satu dengan yang lain sesuai dengan keutuhan
masing-masing individu.
25
2.
Sedangkan motivasi secara tidak langsung yaitu merupakan kegiatan dalam
menajemen yang secara implisit untuk pemuasan kebutuhan individu dalam
organisasi itu sendiri.
Terlepas
dari kepentingannya
yang
nyata,
motivasi
sulit
untuk
didefinisikan dan dianalisis, namun dapat dikemukakan bahwa motivasi berkaitan
dengan : arah dari perilaku, kekuatan tanggapan (upapaya seorang pekerja
memilih suatu arah tindakan) dan ketanggugan perilaku (berapa lama seseorang
terus menerus berperilaku tertentu).
Motivasi merupakan konsep yang kita gunakan untuk menggambarkan
dorongan-dorongan yang timbul pada atau didalam diri seorang individu yang
menggerakkan dan mengarahkan perilaku. Jadi bisa dikatakan motivasi adalah
suatu konsep yang bersifat penjelasan untuk memahami perilaku seseorang,
dengan kata lain motivasi adalah dugaan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa motif
merupakan suatu dorongan kebuluhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi
agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya,
sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu
mencapai tujuan dari motifnya. Sedangkan motivasi dikatakan sebagai energi
untuk membangkitkan dorongan dalam diri (drive arousal). Dalam hubungannya
dengan lingkungan kerja, Ernest L. Mc Cormick (dalam Mangkunegara, 2002:94)
mengemukakan bahwa motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang
berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang
berhubungan dengan lingkungan kerja.
26
Insetive
Drive
Unsatifiest
need
Goal
Satifiest
need
*) Sumber : Mangkunegara (2002:94)
Gambar 2.1.
Motivasi Sebagai Pembangkit Dorongan
Seorang pemimpin haruslah peka terhadap kenyataan adanya hubungan
dan pengelompokan dengan pegawai secara informil berdasarkan identifikasi,
kualifikasi masing-masing yang tidak dapat dicega. Selama tujuan daripada
kelompok informil itu hanya untuk menyalurkan kebutuhan sosial, hal ini tidak
perlu dikhawatirkan bahkan perlu dibina dan dapat diharapkan dan adanya kerja
sama serta kekompakan dalam berprestasi kerja sehingga produktifitas kerja dapat
diharapkan meningkat. disamping itu pula hal-hal yang bersifat formil seperti
struktur organisasi, birokrasi kerja, peraturan-peraturan dibidang kepegawaian
jelas mempengaruhi terhadap masing-masing individu yang berbeda dalam
kepribadiannya.
Pemimpin hendaknya mengetahui sifat universal manusia biasanya tidak
senang diperintah. Pegawai pada dasanya bersedia dengan senang hati jika
perintah itu dilakukan dengan cara persuasif dan didasarkan atas kecakapan dan
kebanggaan atas keahlian pekerjaan. Pegawai setelah menyelesaikan tugas
pekerjaan tentunya menginginkan pemberitahuan atas hasil kerja mereka apa
sudah benar atau masih perlu diadakan perbaikan. Penyederhanaan dalam
27
birokrasi misalnya dengan memperpendek arus pekerjaan juga merupakan usaha
untuk perbaikan struktrur organisasi yang tentunya akan meningkatkan efisiensi
dan motivasi kerja bagi para pegawai..
Adalah penting untuk disadari bahwa faktor manusia berperan penting
dalam meningkatkan peran dan motivasi kerja para pegawaiannya, dimana orang
itu tentu saja adalah sang pemimpin.
Juga perlu ditumbuhkan dedikasi, loyalitas dan semangat memiliki suatu
kantor atau organisasi juga adalah upaya-upaya terkait dengan hal ini.
Dengan era persaingan sekarang, peran manajer atau pemimpin untuk
meningkatkan motivasi kerja para pegawainya adalah sesuatu yang sangat esensial
dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.
2.2.2.2. Teori Motivasi kerja
1.
Teori Kebutuhan (Maslow’s model)
Model Maslow ini sering disebut dengan model hierarki kebutuhan
karena Menyangkut kebutuhanmanusia, maka teori ini sering digunakan
untuk menunjukkan kebutuhan seseorang yang harus dipenuhi agar individu
tersebut termotivasi untuk kerja. Menurut Maslow, pada umumnya terdapat
hierarki kebutuhan manusia yang patut dilihat pada gambar 2.2 :
28
Kebutuhan aktualisasi
Kebutuhan harga diri
Kebutuhan sosial
Kebutuhan keamanan
Kebutuhan fisik
Sumber : Arep Ishak & Tanjung Hendri ( 2003 : 26)
Gambar 2.2
Hirarki Kebutuhan dari Maslow
a.
Kebututuhan fisiologik (physiological needs), misalnya makanan,
minuman, istirahat atau tidur , seks. Kebutuhan inilah yang merupakan
kebutuhan utama dan pertama yang wajib dipenuhi oleh setiap manusia
atau individu. Karena dengan terpenuhinya kebutuhan ini, orang dapat
mempertahankan hidupnya. Kebutuhan utama inilah yang mendorong
setiap individu untuk melakukan pekerjaan apa saja.
b.
Kebutuhan aktualisasi diri, yakni senantiasa percaya kepada diri sendiri.
pada puncak hirarki, terdapat kebutuhan untuk realisasi diri atau
aktualisasi
diri.
merealisasipotensi
Kebutuhan
–
yang
pada
ada
kebutuhan
dirinya,
individu
untuk
untuk
mencapai
pengembangan diri secara berkelanjutan,untuk menjadi kreatif.
2.
Teori Penguatan (Reinforeement Theory) teori ini dapat dirumuskan
sebagai berikut : M = (R&C)
29
M
= Motivasi
R
= Reward (penghargaan) – primer/sekunder
C
= Consequens (akibat) – positive / negative
Motivasi seseorang bekerja tergantung pada reward yang diterimanya
dan punishment yang akan dialaminya nanti (Arep Ishak & Tanjung Hendri)
2003:3537).
Penguatan adalah segala sesuatu yang digunakan seorang pimpinan
untuk meningkatkan atau mempertahankan tanggapan khusus individu. Jadi
menurut teori ini, motivasi seseorang bekerja tergantung pada penghargaan
yang diterimanya dan akibat dari yang akan dialaminya nanti. Teori ini
menyebutkan bahwa perilaku seorang dimasa yang akan datang dibentuk oleh
akibat dari perilaku yang sekarang.
Teori ini menyatakan bahwa motovasi kerja dideterminasi oleh
keyakinan– keyakinan individual sehubungan dengan upaya kinerja, dan
didambakanya berbagai macam hasil kerja, yang berkaitan dengan tingkat
kinerja yang berbeda. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa teori in
berdasarkan logika : Orang– orang akan melakukan apa yang dapat mereka
lakukan, apabila mereka berkeinginan untuk melakukannya.
Vroom (dalam Winardi, 2002:109-110) berpendapat bahwa :
motivasi terhadap kerja merupakan hasil dari ekspetansi kali
instrumentalitas kali valensi. Hubungan multikatif tersebut berarti
bahwa daya tarik motivasional jalur pekerjaan tertentu , sangat kurang
apabila salah satu dianta hal berikut : ekspektansi, instrumentalitas,
atau valensi mendekati nol. Sebaliknya agar imbalan tertentu
memeliki sebuah dampak motivasional tinggi serta positif sebagai
hasil kerja maka ekpektensi, instrumentalitas dan valensi yang
berkaitan dengan imbalan tersebut harus tinggi serta positif
30
2.2.2.3. Manfaat dan Faktor–faktor yang Mempengaruhi Motivasi kerja
Manfaat motifasi kerja yang utama adalah menciptakan gairah kerja,
sehingga produktifitas kerja meningkat. Sementara itu manfaat yang diperoleh
karena bekerja dengan orang yang mempunyai motivasi adalah pekerjaan dapat
diselesaikan dengan cepat serta tepat waktu. Artinya pekerjaan dapat diselesaikan
sesuai standar yang benar dalam skala waktu yang ditentukan.
Menurut Freerick Herzberg (dalam Masithoh, 1998:20) mengembangkan
teori hirarki dua faktor tentang motivasi. Dua faktor itu dinamakan faktor pemuas
(motivation factor) yang disebut juga dengan satiesfier atau intrinsic motivation
dan faktor pemelihara (maintenanee factor).
Menurut Simamora (2006) terdapat faktor–faktor sebagai pendorong
seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam seseorang tersebut
(kondisi intrisik) antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Prestasi yang diraih (achievement)
Pengakuan orang lain (recognition)
Tanggung jawab (responsibillity)
Peluang untuk maju (adveenement)
Kepuasan kerja itu sendiri (the work it selfi)
Kemungkinan pengembangan karier (the possibility growth)
Sedangkan Mangkunegoro (2006) menyampaikan bahwa motivasi kerja
seorang pegawai mempunyai beberapa aspek yang dimiliki oleh seorang pegawai
itu sendiri yaitu :
1.
2.
3.
4.
Rasa Percaya diri
Orentasi keberhasilan
Orentasi masa depan
Berani resiko
31
5.
6.
7.
Menghargai waktu
Pekerja keras
Jaringan Kerja
Sedangkan faktor pemelihara disebut juga dengan hygine factor yaitu
merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan akan keberadaan
pegawai sebagi manusia, pemeliharaan ketentraman dan kesehatan. Hai ini sering
disebut dissatisfier (sumber ketidak puasan ) yang merupakan tempat pemenuhan
akan kebutuhan tingkat rendah yaitu :
1.
Kompensasi
2.
Keamanan dan keselamatan kerja
3.
Kondisi kerja
4.
Status
5.
Prosedur
6.
Mutu dari supervisi teknis dari hubungan interpesonal diantara teman sejawat
dengan atasan serta dengan bawahan.
2.2.2.4 Motivasi Berprestasi
Koentjoroningrat (2006) mendefiniskan kepemimpinan sebagai proses
membujuk (inducing) orang-orang lain untuk mengambil langkah menuju suatu
sasaran bersama, karena itu para pemimpin tidak mencapai visi mereka sendirian
sehingga harus memotivasi orang-orang lain untuk mewujudkan visinya. Yukl
(1998:185) menyatakan bahwa tugas memotivasi sebagai membangkitkan
32
“antusiame untuk bekerja, komitmen terhadap sasaran-sasaran dan tunduk
terhadap tatanan dan tuntutan”
Davis & Newstrone (1995 : 88) menyatakan bahwa motivasi berprestasi
(iachievement motivation) adalah dorongan dalam diri orang-orang untuk
mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan.
Heckhausen
(1976)
sebagaimana
dikutip
Simamora
(2006)
mengemukakan beberapa ciri orang yang memiliki motivasi kerja yang tinggi
yakni :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Berorientasi pada keberhasilan, dan lebih percaya pada diri sendiri
dalam menghadapi tugas yang harus diselesaikan.
Bersikap mengarah pada tujuan, berorientasi pada masa mendatang.
Menyukai tugas yang tingkat kesulitannya di atas sedang.
Tidak suka membuang-buang waktu.
Tahan bekerja keras, dan.
Lebih suka bekerjasama dengan orang lebih cakap meskipun orang
tersebut tidak menyenangkan daripada bekerjasama dengan orang
yang menyenangkan tetapi tidak cakap.
Sedangkan Davis & Newstrom (1985) yang dikutip oleh Mulyasa (2004)
memberikan karakteristik pegawai yang berorientasi yakni :
Mereka bekerja keras apabila mereka memandang bahwa mereka akan
memperoleh kebanggan pribadi atas upaya upaya mereka, apabila terdapat
hanya sedikit resiko, dan apabila mereka mendapat balikan spesifik
tentang prestasi diwaktu itu.
Jadi motivasi berprestasi (achiecement motives) adalah salah satu motivasi
intrinsik yaitu daya penggerak dalam diri seseorang untuk mencapai prestasi
setinggi mungkin demi penghargaan kepada dirinya sendiri harapan untuk
33
memperoleh kepuasan dalam menguasai tantangan dan performance yang sulit
dalam upaya mengejar keunggulan.
Bentuk lain pengakuan adalah dengan mendengarkan apa yang dikatakan
pegawai. Seorang manajer yang baik harus dapat memperlihatkan bahwa dia
adalah seorang pendengar yang baik. Dengan memuaskan kebutuhan terhadap
pengakuan yang mendasar dari pembicara, seorang manajer telah menciptakan
hubungan pribadi yang lebih kekal.
Sebagain besar manajer menemukan bahwa pujian pendek untuk sesuatu
pekerjaan yang telah dilakukan dengan baik, dapat lebih efektif daripada
mengkritik kekurangan pegawai. Salah satu faktor motivasi dengan peringkat
tinggi adalah kebiasaan mengambil keputusan manajer. Keputusan tepat waktu
untuk memotivasi pegawai adalah menumbuhkan kepercayaan pada manajemen.
Karena tekanan masalah dari hari ke hari, manajer cenderung kehilangan
pandangan mengenai pentingnya komunikasi dua arah pada semua tingkatan
organisasi.
2.2.3. Kinerja Pegawai
2.2.3.1. Pengertian Kinerja
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan
pegawai. Kinerja pegawai adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka
memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu
maupun kelompok
menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan
kinerja organisasi. Sedarmayanti (2007) menyatakan bahwa :
34
Kinerja merupakan sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui
apakah seorang pegawai telah melaksanakan pekerjaannya secara
keseluruhan, atau merupakan perpaduan dari hasil kerja (apa yang harus
dicapai seseorang) dan kompetensi (bagaimana seseorang mencapainya)
Selanjutnya Mangkunegara (2006) menyatakan bahwa kinerja Sumber
Daya Manusia merupakan istilah dari kata Job Performance atau Actual
Performance (Prestasi Kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang pegawai/pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Kustriyanto dalam Mangkunegara (2006) juga menyatakan bahwa kinerja
adalah perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan
waktu. Selanjutnya Handoko (2001) menyatakan bahwa kinerja (perfomance
appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau
menilai prestasi kerja pegawai dimana dalam kegiatan ini dapat memperbaiki
keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para
pegawai tentang pelaksanaan kerja mereka.
Sedangkan menurut Simanjuntak (2005) kinerja adalah : “tingkat
pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu dalam hal ini mencakup kinerja
individu, kinerja kelompok, kinerja organisasi yang dipengaruhi faktor intern dan
ekstern”. Menurut Furtwengler (2002) kinerja dilihat dari hal kecepatan, kualitas,
layanan dan nilai maksudnya kecepatan dalam proses kerja yang memiliki kualitas
yang terandalkan dan layanan yang baik dan memiliki nilai merupakan hal yang
dilihat dari tercapainya kinerja atau tidak.
Selanjutnya Dharma (2005) menyatakan bahwa :
35
Penilaian kinerja didasarkan pada pemahaman, pengetahuan, keahlian,
kepiawaian dan prilaku yang diperlukan untuk melaksanakan suatu
pekerjaan dengan baik dan analisis tentang atribut perilaku seseorang
sesuai kriteria yang ditentukan untuk masing-masing pekerjaan.
Menurut Mahsun (2006) bahwa kinerja adalah : “gambaran mengenai
tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program, kebijakan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam
strategic planning suatu organisasi”.
Sedangkan menurut Robertson dalam Mahsun (2006) juga menyatakan
bahwa pengukuran kinerja adalah :
Suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran
yang telah ditentukan sebelumnya termasuk informasi atas efisiensi
penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang/jasa, kualitas
barang/jasa, hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) , kinerja (prestasi kerja)
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Gomes (2002) menyatakan kinerja sebagai catatan atas hasil
produksi dan sebuah pekerjaan tertentu dalam periode tertentu. Dari dimensi
kinerja menurut Gomes (1995: 142) dalam Eko Numiarto dan Nurhadi Siswanto
(2006), maka kinerja dapat diukur melalui indikator-indikator sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
Kuantitas kerja dalam suatu periode yang ditentukan (quantity of
work)
Kualitas kerja berdasarkan syarat kesesuaian dan kesiapannya (quality
of work)
Pengetahuan tentang pekerjaan (job knowledge)
Keaslian gagasan yang muncul dan tindakan untuk menyelesaikan
permasalahan (creativeness)
Kesetiaan bekerja sama dengan orang lain (cooperation)
36
6.
Kesadaran dan kepercayaan dalam hal kehadiran dan penyelesaian
kerja (dependability)
7. Semangat dalam melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam
memeperbesar tanggung jawab (initiative)
8. Kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan dan integritas pribadi
(personal qualities)
Menurut Thoyib (1998:21-22) ada enam metode penilaian kinerja
pegawai :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Rating Scale, evaluasi hanya didasarkan pada pendapat penilai, yang
membandingkan hasil pekerjaan pegawai dengan kriteria yang
dianggap penting bagi pelaksanaan kerja.
Checklist, yang dimaksudkan dengan metode ini adalah untuk
mengurangi beban penilai. Penilai tinggal memilih kalimat-kalimat
atau kata-kata yang menggambarkan kinerja pegawai. Penilai
biasanya atasan langsung. Pemberian bobot sehingga dapat di skor.
Metode ini biasanya memberikan suatu gambaran prestasi kerja secara
akurat, bila daftar penilaian berisi item-item yang memadai.
Metode peristiwa kritis (critical incident method), penilaian
yang berdasarkan catatan-catatan penilai yang menggambarkan
perilaku pegawai sangat baik atau jelek dalam kaitannya dengan
pelaksanaan kerja. Catatan-catatan ini disebut peristiwa kritis.
Metode ini sangat berguna dalam memberikan umpan balik kepada
pegawai, dan mengurangi kesalahan kesan terakhir.
Metode peninjauan lapangan (field review method), seseorang
ahli departemen main lapangan dan membantu para penyelia dalam
penilaian mereka. Spesialis personalia mendapatkan informasi khusus
dari atasan langsung tentang kinerja pegawai. Kemudian ahli itu
mempersiapkan evaluasi atas dasar informasi tersebut. Evaluasi
dikirim kepada penyelia untuk di review, perubahan, persetujuan dan
perubahan dengan pegawai yang dinilai. Spesialis personalia bisa
mencatat penilaian pada tipe formulir penilaian apapun yang
digunakan organisasi.
Tes dan observasi prestasi kerja, bila jumlah pekerja terbatas,
penilaian irestasi kerja bisa didasarkan pada tes pengetahuan dan
ketrampilan. Tes mungkin tertulis atau peragaan ketrampilan. Agar
berguna tes harus reliable dan valid. Metode evaluasi kelompok
ada tiga: ranking, grading, point allocation method.
Method ranking, penilai membandingkan satu dengan pegawai lain
siapa yang paling baik dan menempatkan setiap pegawai dalam urutan
terbaik sampai terjelek. Kelemahan metode ini adalah kesulitan untuk
menentukan faktor-faktor pembanding, subyek kesalahan kesan
terakhir dan halo effect, kebaikannya menyangkut
kemudahan
administrasi dan penjelasannya. Grading, metode penilaian ini
memisah-misahkan atau menyortir para pegawai dalam berbagai
37
klasifikasi yang berbeda, biasanya suatu proposi tertentu harus
diletakkan pada setiap kategori. Point location, merupakan bentuk
lain dari grading penilai dibenkan sejumlah nifai total
dialokasikan di antara para pegawai dalam kelompok. Para
pegawai diberi nilai lebih besar dan pada para pegawai dengan kinerja
lebih jelek. Kebaikan dari rnetode ini, penilai dapat
mengevaluasi perbedaan rclatif di antara para pegawai, meskipun
kelemahan-kelemahan efek halo (halo effect) dan bias kesan terakhir
masih ada.
2.2.3.2. Penggunaan Penilaian Kerja bagi para pegawai
Penilaian kerja (performance appraisal) adalah proses evaluasi seberapa
baik pekerja dalam mengerjakan pekerjaan mereka ketimbang dengan set standar
serta kemudian mengakomodasikannya dengan para pegawai. Penilaian demikian
ini juga disebut penilaian pegawai, evaluasi pegawai, tinjauan kerja. Dari hasil riset
tujuan dari penggunaan penilaian pegawai adalah untuk memberikan umpan balik
akan kinerja, honor atau gaji serta untuk mengidentifikasikan kekuatan dan
kelemahan pegawai.
Penilaian kinerja kadang–kadang merupakan kegiatan pimpinan yang paling
tidak disukai, dan mungkin ada beberapa alasan untuk perasaan demikian. Tidak
semua penilaian kinerja bersifat positif, dan mendiskusikan nilai dengan pegawai
yang nilainya buruk bisa menjadi tidak menyenangkan. Penilaian kinerja pegawai
memiliki dua penggunaan yang umum didalam organisasi, dan keduanya bisa
merupakan konflik yang potensial. Salah satu manfaat adalah mengukur kinerja
dalam tujuan memberikan penghargaan atau dengan kata lain untuk membuat
keputusan administratif mengenai sipegawai. Promosi pegawai bisa tergantung dari
pada hasil penilaian pegawai serta untuk pengembangan potensi diri individu (
Robert. L Mathis & John. H Jakson, 2002:81-83).
38
2.2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja pegawai dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain : menurut
Sutermeister (1999) terdiri dari motivasi, kemampuan, pengetahuan, keahlian,
pendidikan, pengalaman, pelatihan, minat, sikap kepribadian kondisi-kondisi fisik
dan kebutuhan fisiologis, kebutuhan sosial dan kebutuhan egoistik.
Sedangkan menurut Mahsun (2006) ada beberapa elemen pokok yaitu :
1.
2.
3.
4.
Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi.
Merumuskan indikator dan ukuran kinerja.
Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi.
Evaluasi kinerja/feed back, penilaian kemajuan organisasi,
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.
Dalam konteks pemerintahan sebagai sektor publik menurut Mahsun
(2006) bahwa ada beberapa aspek yang dapat dinilai kinerjanya :
1.
2.
3.
4.
Kelompok Masukan (input).
Kelompok Proses (Proccess).
Kelompok Keluaran (Output).
Kelompok Hasil (Outcome).
5.
6.
Kelompok Manfaat (Benefit).
Kelompok Dampak (Impact).
Fokus pengukuran kinerja sektor publik justru terletak pada outcome dan
bukan input dan proses outcome yang dimaksudkan adalah outcome yang
dihasilkan oleh individu ataupun organisasi secara keseluruhan, outcome harus
mampu memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat menjadi tolok ukur
keberhasilan organisasi sektor publik.
39
Menurut Mangkunegara (2006) terdapat aspek-aspek standar pekerjaan
yang terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif meliputi :
1.
2.
Aspek kuantitatif yaitu :
a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan,
b. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan,
c. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan
d. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja
Aspek kualitatif yaitu :
a. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan,
b. Tingkat kemampuan dalam bekerj,
c. Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan
menggunakan mesin/peralatan, dan
d. Kemampuan mengevaluasi (keluhan / keberatan konsumen /
masyarakat).
2.2.3.4. Metode Penilaian Kinerja
Menurut Muljadi (2006) bahwa seluruh aktivitas organisasi harus diukur
agar dapat diketahui tingkat keberhasilan pelaksanaan tugas organisasi,
pengukuran dapat dilakukan terhadap masukan (input) dari program organisasi
yang lebih ditekankan pada keluaran (output), proses, hasil (outcome), manfaat
(benefit) dan dampak (impact) dari program organisasi tersebut bagi kesejahteraan
masyarakat.
Pengukuran kinerja adalah untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan
yang meliputi :
1.
Penetapan indikator kinerja
2.
Penentuan hasil capaian indikator kinerja
Menurut Palmer dalam Mahsun (2006) terdapat beberapa jenis indikator
kinerja organisasi publik antara lain :
1.
Indikator biaya (misalnya biaya total, biaya unit)
40
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Indikator produktivitas (misalnya jumlah pekerjaan yang mampu
dikerjakan pegawai dalam jangka waktu tertentu)
Tingkat penggunaan (misalnya sejauhmana layanan yang tersedia
digunakan)
Target waktu (misalnya waktu rata-rata rata yang digunakan untuk
menyelesaikan satu unit pekerjaan)
Volume pelayanan (misalnya perkiraan atas tingkat volume pekerjaan
yang harus diselesaikan pegawai)
Kebutuhan pelanggan (jumlah perkiraan atas tingkat volume
pekerjaan yang harus diselesaikan pegawai)
Indikator kualitas pelayanan
Indikator kepuasan pelanggan
Indikator pencapaian tujuan.
Menurut Mahsun (2006) bahwa indikator kinerja terdiri dari :
1.
Pelayanan yang tepat waktu dan berkualitas,
2.
Tingkat keterampilan pendidikan yang sesuai dengan bidang kerja,
3.
Kehadiran/keterlambatan
Cara pengukuran kinerja menurut Muljadi (2006) terdiri dari :
2.3
1.
Membandingkan kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan.
2.
Membandingkan kinerja nyata dengan hasil yang diharapkan.
3.
Membandingkan kinerja nyata dan standar kinerja.
Hubungan Variabel Penelitian
Gaya kepemimpinan pada dasarnya menekankan untuk menghargai tujuan
individu sehingga nantinya para individu akan memiliki keyakinan bahwa kinerja
aktual akan melampaui harapan kinerja mereka. Seorang pemimpin harus
menerapkan gaya kepemimpinan untuk mengelola bawahannya, karena seorang
pemimpin akan sangat mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam mencapai
tujuannya (Waridin dan Bambang Guritno, 2005). Suranta (2002) dan
41
Tampubolon (2007) menyatakan bahwa faktor kepemimpinan juga berpengaruh
terhadap kinerja pegawai. Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang erat dan pengaruh antara faktor kepemimpinan
dan faktor kinerja pegawai.
Motivasi merupakan sebuah keahlian dalam mengarahkan pegawai pada
tujuan organisasi agar mau bekerja dan berusaha sehingga keinginan para pegawai
dan tujuan organisasi dapat tercapai. Motivasi seseorang melakukan suatu
pekerjaan karena adanya suatu kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Kebutuhan
ini dapat berupa kebutuhan ekonomis yaitu untuk memperoleh uang, sedangkan
kebutuhan non-ekonomis dapat diartikan sebagai kebutuhan untuk memperoleh
penghargaan dan keinginan lebih maju. Dengan segala kebutuhan tersebut,
seseorang dituntut untuk lebih giat dan aktif dalam bekerja, untuk mencapai hal
ini diperlukan adanya motivasi dalam melakukan pekerjaan, karena dapat
mendorong seseorang bekerja dan selalu berkeinginan untuk melanjutkan
usahanya. Oleh karena itu jika pegawai yang mempunyai motivasi kerja yang
tinggi biasanya mempunyai kinerja yang tinggi pula.
Suharto dan Cahyono (2005) dan Hakim (2006) menyebutkan ada salah
satu factor yang mempengaruhi kinerja yaitu faktor motivasi, dimana motivasi
merupakan kondisi yang menggerakan seseorang berusaha untuk mencapai tujuan
atau mencapai hasil yang diinginkan. Rivai (2004) menunjukan bahwa semakin
kuat motivasi kerja, kinerja pegawai akan semakin tinggi. Hal ini berarti bahwa
setiap peningkatan motivasi kerja pegawai akan memberikan peningkatan yang
42
sangat
berarti
bagi
peningkatan
kinerja
pegawai
dalam
melaksanakan
pekerjaannya.
2.4 Kerangka Konseptual
Dari uraian pemikiran tersebut diatas dapat diperjelas melalui variabel
pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja pegawai, secara
skematis model kerangka piker dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti
berikut ini :
Gaya Kepemimpinan (X1)
Kinerja Pegawai (Y)
Motivasi Berprestasi (X2)
Gambar 2.3
Model Kerangka Pikir Penelitian
2.5
Hipotesis Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah penelitian maka hipotesis yang di ajukan
adalah :
1.
Terdapat pengaruh secara simultan gaya kepemimpinan dan motivasi
berprestasi terhadap kinerja pegawai dilingkungan Dinas Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Lamongan.
43
2.
Terdapat pengaruh secara parsial gaya kepemimpinan dan motivasi
berprestasi terhadap pegawai dilingkungan Dinas Pemuda dan Olahraga
Kabupaten Lamongan.
3.
Bahwa variabel yang berpengaruh dominan terhadap kinerja pegawai di
lingkungan Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Lamongan adalah
variabel motivasi berprestasi.
Download