` BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Manusia sejak pertama kali memutuskan membentuk koloni, menjadikan perang sebagai sebuah kegiatan rutin yang sulit dihindari. Perang menjadi bukti kehadiran manusia sepanjang kehidupan. Hingga saat ini masih sering terdengar dari media sosial, televisi, koran dan majalah mengenai problematika perang. Kenyataan bahwa perang selalu meninggalkan kerugian baik menciptakan ketidakstabilan ekonomi, keamanan, kehormatan bahkan nyawa. Perang telah berkembang menjadi masalah bagi masyarakat dunia, hal ini disebabkan karena kesadaran sosial tidak sejalan dengan kecepatan perkembangan pengetahuan dan teknologi. Sebagai akibat kurangnya kesadaran, manusia justru berlomba menciptakan senjata untuk mengintimidasi kekuatan lain dengan kehendak menguasai. Teknologi yang ada seharusnya mempermudah manusia justru berbalik menyengsarakan. Kehendak manusia berperang telah ada sejak ribuan tahun lalu, sebelum terciptanya sistem negara, manusia sudah memulai berperang untuk memperebutkan makanan, sumber daya, dan wilayah. Perkembangan kehidupan manusia yang dimulai dari kehidupan sangat sederhana mengalami banyak perubahan. Manusia berkembang 1 2 dari manusia pencari dan pengumpul makanan, menjadi pemburu, menjadi petani (bercocok tanam) dan seterusnya berkembang tidak seperti yang dikenal saat ini (Lubis, 1988: vii). Manusia dengan akalnya mampu mengatasi semua permasalahan, kehidupan manusia bersifat dinamis selalu bergerak, dan berkembang. Sejalan dengan perkembangan kehidupan manusia tidak hanya dihadapkan pada masalah mengisi perut saja. Permasalahan manusia berjalan seiring dengan perkembangan kehidupan itu sendiri, peradaban dan kebudayaan berkembang, cara hidup lama ditinggalkan, digantikan dengan cara hidup yang baru. Namun ada satu hal yang tetap hadir dalam kehidupan manusia yaitu perang. Perang sudah melekat menjadi kebudayaan bagi manusia. Oswald Spengler dalam bukunya Zamkovai (1987: 42) mengatakan, selama ada perkembangan masyarakat selalu ada keinginan berperang. Kompleksitas kehidupan manusia dalam moralitas bertambah rumit, perang hadir sepanjang peradaban, perang tidak terlepas dari kehidupan manusia. Knudson (1956: 18) dalam bukunya The Philosophy of War and Peace mengungkapkan, “halaman-halaman sejarah penuh dengan pencapaian dari pahlawan-pahlawan militer, tiada bidang dalam aktivitas manusia yang begitu menentang orang-orang berani dan kuat”. Peperangan dan pertikaian sama tuanya dengan peradaban manusia itu sendiri. Toynbee (1951: viii) mengatakan bahwa, perang adalah anak-anak peradaban. Perang 3 dipandang sebagai suatu urusan kewajiban suci, kehormatan, dan pembalasan. Upaya untuk mengejar kekuasaan material baik dalam hubungan dengan budaya yang sudah maju sekalipun. Perang biasanya dilihat dalam bentuk kekuasaan, tetapi sering dihubungkan dengan motif-motif kebanggaan, kemasyuran, kehormatan dan perasaan unggul tak terkalahkan dalam istilah kejayaan (Huizinga, 1990: 127). Perang pada dasarnya terbagi dalam dua bentuk kelompok. Pertama sering disebut dengan kaum realis atau konservatif. Kelompok ini beranggapan perang sebagai suatu hal yang tidak dapat dihindarkan dan harus terjadi demi kepentingan kehidupan. Secara historis pandangan kaum konservatif diawali oleh pemikiran Yunani Kuno, yang mana pemikiran masyarakat Yunani pada saat itu menerima perang sebagai suatu kenyataan dari bagian kehidupan. Pada masa tersebut perang merupakan masalah umum yang tidak mengundang perdebatan. Perang satu cara lazim dalam menyelesaikan suatu masalah, baik perang di antara negara kota mereka sendiri maupun perang dengan bangsa luar atau bangsa barbarian sebagai bagian dari hukum alam (Northege, 1967: 63). Kedua sering disebut kaum idealis atau kaum pasifis, yang di dalamnya terdapat orang-orang pecinta damai. Kelompok ini beranggapan bahwa perang adalah kejahatan dan dapat digantikan dengan perdamaian abadi dengan dasar kehendak yang baik atau kesepakatan sosial (Northege, 1967: 63). Sejarah sejak dari masyarakat tradisional menunjukkan bahwa perang merupakan hal yang biasa. Peperangan di masa Yunani dengan cerita perang Troya, bangsa Romawi yang tidak henti-hentinya memperluas wilayah kekuasaan. Bangsa 4 Tartar yang menyerang wilayah barat Mongolia, memperlihatkan perang yang amat dahsyat (Lubis, 1988: viii). Sumber utama perang adalah konflik, pertentangan, permusuhan, sebagaimana yang diungkapkan Agustinus, pihak-pihak yang bertikai tidak mungkin dapat diperdamaikan satu sama lain. Pandangan agustinus bertolak belakang dengan realitas sejarah. Banyak orang mendambakan perdamaian, namun perang menjadi kenyataan berlangsung terus-menerus. Menurut Agustinus peperangan bukan hal asing lagi bagi negara duniawi, oleh sebab itu peperangan bukanlah suatu masalah yang harus diatasi, melainkan sesuatu yang harus ada demi kelanggengan negara itu sendiri, karena peperangan merupakan alat yang amat penting untuk mencapai sesuatu yang didamba-dambakan. Nafsu untuk berkuasa yang begitu besar itulah yang menyebabkan seseorang terpaksa harus menyingkirkan yang lainnya, demi meraih kemuliaan bagi dirinya sendiri (Rapar, 1989: 14). Melihat perkembangan perang yang terjadi dalam masyarakat, peneliti mencoba mengkaji ruang lingkup perang lewat persoalan mendasar mengapa manusia ingin berperang yang kemudian menggunakan teori Agresi Erich Fromm sebagai pisau analisis dalam mengkaji persoalan tersebut. Fromm menguraikan agresi dengan pendekatan psikoanalisis. Bagi Fromm (2008: 227) keagresifan bukan merupakan satu ciri, melainkan bagian dari sindroma, dengan arti lain agresi selalu dibarengi dengan ciri lain dalam sistem hirarki yang ketat, dalam kekuasaan, dan dalam pembagian kelas. Agresi harus dipahami sebagai bagian dari karakter sosial. 5 Agresi secara umum memiliki dua sisi, yakni positif dan negatif, dimana keduanya dimaksudkan untuk memperkuat kesadaran diri. Sisi positifnya kerap disebut “pernyataan diri” (assertiveness), yakni memperkuat kesadaran diri tanpa merugikan atau melukai diri orang lain. Sisi negatif sering disebut kekerasan (violence), yang lebih berpusat pada perampasan hak-hak atau kesadaran diri orang lain (Boeree, 2008: 167). Fromm (2008: xix) membedakan dua jenis agresi yang ada pada diri manusia. Pertama, agresi lunak (defensive), yang juga ada pada binatang, sebagai bentuk desakan untuk melawan atau melarikan diri sudah terprogram secara insting (filogenetik) sewaktu kepentingannya terancam. Agresi ini dimaksudkan untuk mempertahankan hidup individu atau spesies bersifat biologis yang hanya muncul bila ada ancaman. Kedua, agresi jahat (destructive), yakni kekejaman yang merupakan ciri khas spesies manusia dan tidak ditemukan pada sebagian binatang. Agresi ini tidak terprogram secara filogenetik maupun secara biologis. Agresi ini muncul bukan karena ada ancaman tetapi, karena hasrat yang berakar pada kondisi eksistensial dalam berbagai macam kondisi sosial. Agresi menjadi penting untuk diangkat melihat realita yang ada, berdasarkan uraian persoalan di atas tentang sifat-sifat kekerasan manusia. Kekerasan dilihat sebagai gagalnya manusia memaksimalkan kondisi eksistensialnya, sehingga terjebak pada watak destruktif. 6 Pemaparan di atas mengenai perang sangat tepat ketika dihubungkan dengan teori Agresi Erich Fromm, yang menyatakan bahwa dengan insting dan hasrat manusia tidak semata-mata menjadi alat timbulnya kekerasan tetapi dipengaruhi struktur sosial dan sistemnya. Semua merupakan “kebutuhan eksistensial manusia” yang berakar dari karakter (Fromm, 2008: 94). 2. Rumusan masalah Berangkat dari latar belakang penelitian ini tentang Ruang Lingkup Perang dalam perspektif teori Agresi Erich Fromm dirumuskan sebagai berikut: a. Apa persoalan mendasar dalam ruang lingkup perang pada kehendak manusia? b. Apa esensi Agresi dalam teori Erich Fromm? c. Apa analisis konsep Agresi Erich Fromm mengenai Ruang Lingkup Perang dalam Kehendak Manusia? 3. Keaslian penelitian Dari penelusuran yang telah dilakukan oleh peneliti, terdapat beberapa tulisan yang membahas mengenai perang. Peneliti mencoba melihat perang secara lebih mendalam dalam artian mengapa manusia selalu ingin berperang dalam hakikat sebagai manusia. Sejauh pengamatan peneliti terkait objek material ada beberapa penelitian dalam bentuk skripsi: 7 a. Mashudi. 1982. Tinjauan Filosofi Tentang Nilai-Nilai Etik terkandung dalam Perang. Skripsi. Fakultas Filsafat. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Skripsi ini membahas Nilai Etik dalam Perang. b. Sri Rahayu Wilujeng. 1992. Makna Perang dalam Filsafat Moral Friedrich Wilhelm Nietzshe. Skripsi. Fakultas Filsafat. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Skripsi ini Meneliti Makna Moral lewat telaah Moral Nietzshe, dalam artian teori kehendaknya. c. Yahya Kurniawan. T. 1996. Perang dalam Perspektif pemikiran Carl Von Clausewitz (Suatu Tinjauan Filsafat Sosial). Skripsi. Fakultas Filsafat. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Skripsi secara jelas menjabarkan perang dalam pemikiran Clausewitz melalui aspek sosialnya. Sejauh pengamatan dan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti mengenai karya-karya ilmiah di lingkungan Fakultas Filsafat atau diluar Fakultas Filsafat, memang sudah ada beberapa penelitian mengenai perang sebatas pembahasan mengenai dimensi moral perang. Peneliti saat ini belum menemukan penelitian yang mengkaji serta menganalisis kehendak berperang manusia lewat pemahaman mengenai kondisi yang melatarbelakangi manusia berperang dengan menggunakan teori Agresi Erich Fromm. 4. Manfaat penelitian Penelitian yang peneliti angkat diharapkan dapat memberikan beberapa faedah yaitu: 8 a. Bagi Ilmu dan Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bagian untuk menambah wawasan serta melengkapi berbagai pandangan yang sudah ada dalam Kajian perang dan tentunya kajian ini diharapkan dapat memberikan perspektif berbeda dalam pemikiran Erich Fromm b. Perkembangan Ilmu Filsafat Penelitian ini diharapkan memberi sumbangsih terhadap aspek pengembangan kajian mengenai Teori Agresi Erich Fromm dan filsafat manusia. Terutama dapat dijadikan sumber referensi bagi kalangan mahasiswa filsafat yang akan menyelesaikan karya ilmiah di perguruan tinggi dengan objek material atau formal yang sama. c. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan baru bagi peneliti mengenai cara pandang terhadap fenomena kekerasan, bahwa berdasarkan sudut pandang Agresi Erich Fromm peneliti mengetahui bahwa hubungan kekerasan tidak hanya dijelaskan dalam sudut pandang psikis saja namun juga dalam sudut pandang karakter manusia yang diwujudkan lewat eksistensinya sebagai manusia. 9 B. Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan konsepsi filsafat terutama teori Agresi Erich Fromm tentang eksistensi manusia. 2. Mendeskripsikan tentang persoalan mendasar mengapa manusia berhasrat untuk berperang. 3. Analisis kritis konsep agresi Erich Fromm atas kehendak manusia berperang. C. Tinjauan Pustaka Manusia memiliki sejarah kehidupan yang sangat panjang di muka bumi. Kitab samawi mengungkapkan bahwa sejarah manusia dimulai dari Nabi Adam. Nabi Adam oleh banyak orang dipercaya sebagai manusia pertama, yang kemudian beranak-pinak menghasilkan beberapa keturunan. Keturunan tersebut lambat laun menyebar ke berbagai daerah serta penduduk-penduduk pada sebuah bangsa. Manusia memiliki ciri warna, bentuk, dan kesukaanya masing-masing (Cahyo, 2012: 11). Manusia dalam perkembangannya dari jaman dulu hingga saat ini, sudah tidak terbayangkan lagi bagaimana proses kehidupan berlangsung. Manusia selalu berinteraksi satu sama lain, dari satu generasi ke generasi lain. Perkembangan sejarah hidup manusia di bumi ini bukan seperti sebuah pohon yang besar dan tinggi di mana akan terus tumbuh dan besar. Perkembangan sejarah manusia selalu dikepung dengan berbagai tantangan, perlawanan, bahkan bencana yang mengerikan. Kepungan tersebut berupa 10 perpindahan, perselisihan, peperangan, dan bencana. Sebagian bencana bahkan sampai memusnahkan suatu kaum dalam satu daerah (Cahyo, 2012:12). Diamond (2015: 152) dikatakan, bahwa perang dimulai oleh suatu negara dengan membuka dan menyatakan konflik bersenjata antar unit-unit politik, misalnya negara atau bangsa atau antara faksi-faksi politik yang bersaing dalam negara atau bangsa yang sama. Perang dicirikan dengan kekejaman yang disengaja oleh kumpulan banyak individu yang dengan sengaja diorganisasi untuk ambil bagian dalam kekejaman semacam itu. Perang umumnya dipahami hanya sebagai perang dalam skala besar, namun perang juga dapat dilakukan oleh masyarakat dengan skala kecil. Cahyo (2012: 15) menambahkan, bahwa, sejarah perkembangan kehidupan manusia yang panjang, membawa kepada suatu konsepsi yang selalu beriringan. Peperangan dan kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan, sebab setiap bangsa yang mempunyai peradaban yang tinggi selalu mempunyai kekuatan, kemajuan, dan keinginan untuk memperluas kekuasaan. Hal ini berarti menggunakan kekuatan untuk perang dan mempertahankan kekuasaan. Dari sudut pandang Lemhannas (1984: 12), perang adalah konflik disertai kekerasan senjata sebagai usaha memenuhi kehendak atau tujuan dengan tidak memperhatikan pihak lain. Perang menjadi masalah bagi umat manusia disebabkan empat hal: pertama, perubahan dalam sistem nilai dan sosial. Kedua, perkembangan teknologi perang dengan adanya senjata-senjata modern. Ketiga, timbulnya kesadaran 11 nasional dan demokrasi. Keempat, perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin mempererat hubungan antar bangsa. Menurut Russell (1988: 59-60) sifat manusia tidak mungkin berubah, hal ini menjadi dokrin dogmatis yang menandakan bahwa dunia akan selalu ditandai dengan peperangan, sebab manusia memang diciptakan sedemikian rupa sehingga mereka akan selalu membutuhkan peperangan. Seseorang yang diberikan makanan dan pendidikan akan selalu menginginkan pertempuran jika merasa memiliki kemungkinan untuk menang. Tinjauan pustaka ini juga memaparkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang tentunya memiliki hubungan dengan objek material penelitian. Pertama penelitian yang dilakukan oleh Mashudi (1982: 80) yang berjudul “Tinjauan Filosofis tentang Nilai-Nilai Etik yang Terkandung dalam Perang”. Skripsi ini secara spesifik membahas permasalahan perang lewat pemahaman filosofis terkandung dalam nilai etik, penelitian ini menyoroti perbuatan manusia yang bersifat susila atau kualitas dari perbuatan. Nilai etik menjawab permasalahan moral sebagai pedoman yang mengatur manusia. Kajian yang dilakukan oleh Mashudi dalam skripsinya membatasi pada persoalan nilai etik sebagai faktor perang. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Sri Rahayu Wilujang (1992: 100), yang berjudul “Makna Perang dalam Filsafat Moral Friedrich Wilhelm Nietzsche”. Penelitian ini secara spesifik melihat permasalahan perang dengan pisau analis 12 Nietzsche, perang hadir karena kehendak manusia untuk berkuasa atas individu lainnya, hal ini didukung oleh teori Nietzsche tentang kehendak, perang bagi Nietzsche baik secara moral, manusia harus berperang sehingga mencapai tahap manusia agung. Kajian yang dilakukan oleh Sri Rahayu dalam skripsinya membatasi diri pada dimensi moralitas atas kehendak berkuasa manusia. Kemudian penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Yahya Kurniawan Tandiombo (1996: 111), yang berjudul “Perang dalam Perspektif pemikiran Carl Von Clausewwitz (Suatu Tinjauan Fils afat Sosial). Hasil dari penelitian ini secara spesifik membahas pemikiran Clausewwitz yang memang membahas perang secara rinci. Kajian yang dilakukan oleh Yahya memiliki tujuan memperkenalkan pemikiran Clausewwitz mengenai perang. Perang seperti yang dipahami Clausewwitz, mempunyai makna yang kaya dan khas. Clausewwitz mengartikan perang sebagai pergulatan. Pergulatan dipahami sebagai hal yang esensial yaitu pergulatan antara dua pihak yang bermasalah. Clausewwitz membedakan perang ke dalam perang total dan perang terbatas. Secara garis besar penelitian mengenai perang sudah banyak dibahas terutama di Fakultas Filsafat, mengenai dimensi moral perang, perang dalam pemikiran filsuf. Namun, penelitian – penelitian sebelumnya yang sudah ada belum ada yang membahas tentang kehendak manusia untuk berperang. Dengan demikian, dalam penelitian ini peneliti akan berfokus pada hal-hal yang melatarbelakangi perang, bagaimana masyarakat tradisional dan modern memandang perang, serta pandangan manusia 13 terhadap perang. Penelitian ini mencoba melihat realitas kekerasan lewat satu kajian filsafat dengan menggunakan teori Agresi Erich Fromm. Peneliti merasa teori Agresi Erich Fromm dapat menjawab persoalan kekerasan. D. Landasan Teori Kerangka atau landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Agresi Erich Fromm. Fromm merupakan seorang filsuf yang dikenal lewat pemikirannya yang dipengaruhi oleh Karl Marx, Sigmund Freud, Konrad Lorenz dan ajaran Zen Buddhisme. Buku Fromm berjudul The Anatomy of Human Destructiveness menjadi Opus magnum dari pemikiran mengenai kekerasan. Permasalahan kekerasan telah menjadi bahasan Fromm dengan meningkatnya kekejaman dan kedestruktifan manusia pada skala lebih luas (2008: xv). Rasa bangga akan nasionalisme mewabah dalam perang, bagi Fromm menjadi bukti dari hilangnya rasionalitas dalam diri manusia, khususnya para penguasa. Perilaku tersebut dipandang Fromm sebagai puncak perilaku irasional. Irasionalitas tingkah laku massa dan peperangan telah memutarbalikan realitas yang biasanya sopan, tenang, dan bijak menjadi realitas yang kejam, dan kacau balau serta tanpa pertimbangan (Sihotang, 2009: 177). Perang telah menjadi sifat dasar manusia untuk berkuasa dan menanamkan pengaruhnya. Hal ini juga ditegaskan oleh teori “Naluri Agresi” dalam perang. Teori agresi dalam akar perperangan terletak pada naluri berperang atau sifat haus perang 14 yang bersumber dari sifat binatang manusia. Dorongan agresif manusia ini dapat dilacak dari perilaku manusia. Sebagaimana diketahui dalam diri manusia terdapat perilaku baik dan buruk. Perilaku baik selalu mengajak pada kedamaian dan keselarasan dalam hidup. Sementara, sifat buruk membawa pada kehancuran (Cahyo, 2012: 14). Peta pemikiran Fromm mengenai agresi dibagi tiga kondisi yang menyebabkan terjadinya kekerasan. Pertama, mengenai kondisi sosial politik dunia saat itu, yakni peperangan ganas yang menyebabkan banyak nyawa melayang. Fromm kaget melihat banyak mayat bergelimpangan akibat dari kekerasan yang dilakukan oleh pemimpin dunia. Kedua, penelitian kaum behavioristik yang memisahkan perilaku agresi dari subjek. Teori kaum behavioristik menyatakan bahwa tindakan seseorang tidak terkait dengan eksistensi manusia sebagai makhluk rasional dan bebas, melainkan karena rangsangan-rangsangan eksternal. Tindakan itu muncul dari luar diri manusia itu sendiri. Ketiga, pemikiran Konrad Lorenz dan kaum instingtif bahwa agresi adalah suatu ekspresi daya insting bawaan yang sepanjang proses evolusi diwarisi manusia dari leluhurnya binatang (Fromm, 2008: 8). Fromm sejatinya menolak anggapan kaum Behavioristik dan Instingtif yang menempatkan akar kekerasan pada insting, Fromm ingin menyatakan bahwa aksi kekerasan yang dilakukan manusia harus dilihat pada kondisi eksistensialnya. Kekerasan dapat terjadi ketika individu tidak dapat berkembang secara positif. Fromm membantah bahwa kekerasan bukan sesuatu yang melekat dalam diri manusia, sebagai 15 sebuah watak buruk yang per se ada dalam diri seseorang secara otomatis terealisasi, tanpa faktor lain. Kekerasan bersumber dari situasi dimana seseorang mengalami perlambatan dalam berkembang. Keterlambatan ini justru membalikkan pertumbuhan positif ke tindakan kehancuran atau kematian (Sihotang, 2009:186). Fromm dalam kajian ilmiahnya membedakan dua sumber munculnya tindakan kekerasan dalam diri seseorang pertama, Agresi defensif. Agresi ini merupakan fitrah manusia sekalipun bukan insting bawaan, muncul karena desakan untuk melawan yang telah terprogram secara filogenetik sewaktu kepentingannya terancam. Agresi ini dimaksudkan untuk mempertahankan hidup individu, bersifat biologis dan hanya muncul jika memang ada ancaman. Kedua, Agresi destruktif, sungguh-sungguh jahat, menyengsarakan dan menyiksa secara kejam, dan nafsu membunuh serta menghancurkan demi kesenangan. Agresi ini merupakan ciri khas spesies manusia dan tidak ditemukan pada sebagian besar binatang, agresi ini juga tidak terprogram secara filogenetik dan tidak secara biologis. Fromm mengatakan bahwa agresi ini muncul hanya karena dorongan nafsu belaka (Fromm, 2008: xix). Kekejaman dan kedestruktifan bukanlah dorongan insting melainkan hasrat yang bersumber dari eksistensi total manusia. Singkatnya insting merupakan jawaban bagi kebutuhan fisiologis manusia, sedangkan hasrat merupakan jawaban akan eksistensialnya (Fromm, 2008: xxi). 16 E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan kajian sistematis reflektif dengan pengambilan dan analisis data melalui studi pustaka. Penelitian ini tidak terbatas pada studi antropologis, sosiologis atau historis, melainkan diteliti secara filosofis yang berhubungan dengan hakikat manusia menurut pemahaman dan keyakinan pribadi. Objek penelitian yang digunakan mencakup kehidupan manusia yang menjadi tema sentral seperti bahasa, kebebasan, komunikasi antarpribadi, kebaikan, keadilan, hubungan agama dan negara, dsb. (Bakker dkk, 1990: 99). Objek material penelitian ini adalah kehendak manusia untuk berperang, sedangkan formalnya teori Agresi Erich Fromm. 2. Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan materi yang diperoleh melalui penelusuran pustaka yang membahas tema terkait objek formal dan objek material. Materi tersebut dibagi menjadi dua kategori utama yakni sumber pustaka primer dan sumber pustaka sekunder pada masing-masing objek. Selanjutnya masing-masing kategori tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Sumber Pustaka Primer: Fromm, Erich. 1961. Escape From Freedom. New York: Holt. Rinehart & Winston. 17 Fromm, Erich. 1973. The Anatomy of Human Destructiveness. New York: Fawett Crest Books. ____________. 1987. Memiliki dan Menjadi Dua Modus Eksistensi, Jakarta: LP3ES. ____________. 2001. Konsep manusia menurut Marx, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ____________. 2004. Masyarakat bebas Agretivitas, Maumere: Ledelero. ____________. 2008. Akar Kekerasan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suwarno, Harjo. 1994. Perang, Militerisme dan Tantangan Perdamaian, Jakarta: Gramedia. Knudson, A.C. 1956. The Philosophy of war and peace. New York: Abington – Cokesbury Press. Huizinga, Johan. 1990. Homo Ludens: penerjemah Hasan Basari, Jakarta: LP3ES. Lubis, Mochtar. 1988. Menggapai Dunia Damai, Jakarta: Yayasan Obor. Toynbee, Arnold J.. 1951. War and Civilization, London: Oxford University Press. Zhamkovai, Vladimir. 1987. The Philosophy of Agression, Moscow: Navosti Press Agency Publishing House. 18 b. Sumber Pustaka Sekunder Sumber data sekunder penelitian ini adalah berbagai buku-buku pendukung lain, jurnal, dan tulisan maupun artikel lain di internet sebagai pelengkap yang terkait dengan objek material maupun objek formal penelitian. 3. Jalan penelitian Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap secara berurutan dan sistematis, adapun sebagai berikut: a. Inventarisasi data: sebelumnya yang dipersiapkan adalah alat, bahan, dan materi penelitian seperti buku, video, jurnal, ataupun karya tulis lain yang mengulas tentang Perang dan Pemikiran Erich Fromm, sehingga nantinya dapat dikumpulkan dan dipisahkan berdasar kesesuaian dengan objek material dan formal b. Pengolahan data: langkah selanjutnya yang dilakukan adalah pemilahan data primer dan sekunder berdasarkan bahan materi yang telah didapat dari hasil membaca. Data primer digunakan sebagai data analisis utama, sedangkan data sekunder digunakan sebagai data analisis pendukung penelitian. Seluruh data yang telah diklasifikasi kemudian dianalisis secara utuh untuk meminimalisir kekurangan dan kesalahan penulisan baik secara teknis maupun substansial. 19 c. Penyusunan penelitian: langkah berikutnya adalah penyusunan penulisan secara sistematis terhadap data yang telah diklasifikasi, disertai dengan analisis kritis, kemudian disimpulkan dan seluruh bagian penelitian disusun sesuai format penulisan skripsi S1 Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada. 4. Analisis data Adapun data kepustakaan tersebut akan dianalisis dengan menggunakan unsur metodis sebagai berikut (Bakker dkk, 1990: 110-113): a. Deskripsi Mendeskripsikan konsep perang selain itu, juga deskripsi terhadap konsep Agresi Erich Fromm sebagai pisau analisis terhadap objek material. b. Kesinambungan Historis Peneliti mencoba menjelaskan sejarah perang dan persoalan mendasar mengapa manusia memiliki keinginan untuk berperang. c. Interpretasi Peneliti mencoba memahami kehendak manusia untuk berperang kemudian menafsirkannya dengan perspektif teori Agresi Erich Fromm. 20 d. Refleksi Argumentasi kritis yang mencakup analisis-analisis sebelumnya. Refleksi dalam peneletian ini merupakan aplikasi tinjauan filsafat, yakni tinjauan kritis mengenai persoalan mendasar manusia untuk berperang dengan analisis kritis menggunakan teori Agresi Fromm. Berdasarkan dengan keyakinan peneliti pada data yang telah diperoleh secara lengkap dan kemudian disampaikan dengan perspektif yang khas. F. Hasil yang telah dicapai Hasil yang telah dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memperoleh dan mendeskripsikan lebih lanjut mengenai ruang lingkup perang dengan melihat pada kehendak manusia berperang dalam masyarakat tradisional dan modern. 2. Memperoleh kerangka teori kunci daripada Filsafat Erich Fromm dalam pemahaman mengenai teori Agresi sebagai wujud kehendak manusia. 3. Memperoleh pandangan reflektif dan kritis terkait kehendak manusia berperang yang dianalisis dengan teori Agresi Erich Fromm. G. Sistematika Penulisan BAB I: berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, keasilian penelitian, manfaat penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, hasil yang telah dicapai, dan sistematika penulisan. 21 BAB II: berisi pembahasan objek formal penelitian mengenai teori agresi secara umum, riwayat hidup Erich Fromm, para filsuf yang memengaruhi pemikirannya, dan konsep pemikiran Erich Fromm mengenai Teori Agresi. BAB III: berisi pembahasan objek material penelitian yakni sejarah perang, sebabsebab manusia berperang, bentuk perang, tujuan perang, pandangan masyarakat tradisional dan modern dalam memandang perang, manusia sebagai individu memandang perang, manusia sebagai makhluk sosial memandang perang, konsep politik dalam perang, konsep manusia dalam perang dan konsep sosial manusia dalam perang. BAB IV: berisi analisis filosofis mengenai persoalan mendasar kenapa manusia memiliki kehendak berperang, dengan menggunakan kerangka teori agresi Erich Fromm. BAB V: berisi penutup yaitu kesimpulan sebagai jawaban terkait rumusan masalah dan saran sebagai rekomendasi penelitian selanjutnya