BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Hijau Kacang

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kacang Hijau
Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan tanaman yang sangat
penting di Asia Tenggara (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Kacang hijau berasal
dari India atau daerah Indo-Burma yang sampai saat ini tersebar di Indonesia.
Kacang hijau merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan
yang banyak diushakan masyarakat Indonesia, yang di olah menjadi bubur kacang
hijau, bahan industri makanan, dan kecambahnya dikenal sebagai tauge. Tanaman
ini mengandung zat gizi seperti Amylum, protein, mangan, vitamin B1, vitamin
A, dan vitamin E. Manfaat lain dari tanaman ini adalah dapat melancarkan buang
air besar dan menambah stamina (Direktorat Gizi Depkes RI, 1981).
Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
: Tracheobionta (Tumbuhan Berpembuluh)
Super Divisi
: Spermatophyta (Menghasilkan Biji)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan Berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (Berkeping Dua / Dikotil)
Sub Kelas
: Rosidae
Ordo
: Fabales
Famili
: Fabaceae (Suku Polong-Polongan)
Genus
: Phaseolus
Spesies
: Phaseolus Radiatus L.
Suhu yang dikehendaki tanaman kacang hijau antara 21-34
o
C, akan
o
tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kacang hijau 23-30 C. Tanaman
kacang hijau biasanya digunakan sebagai tanaman utama ataupun tanaman sela.
Digunakan sebagai tanaman sela karena dapat menambah pendapatan sebelum
tanaman utama dipanen. Tanaman ini mempunyai ciri khas dapat bersimbiosis
dengan mikroba yang disebut dengan bakteri Rhizobium dengan cara membentuk
bintil akar yang mampu menyerap (fiksasi ) nitrogen dari udara (Anwari dan
Iswanto, 2004).
Selain itu juga tanaman kacang hijau dapat digunakan untuk pengobatan
hepatitis, beri-beri, kepala pusing/vertigo, memulihkan kesehatan, kencing kurang
lancar, kurang darah, dan kepala pusing (Achyad dan Rasyidah, 2006). Meskipun
tanaman kacang hijau memiliki banyak manfaat, namun tanaman ini masih kurang
mendapatkan perhatian petani untuk dibudidayakan. Di provinsi Gorontalo, luas
tanam kacang hijau menduduki posisi terakhir dibanding tanaman pangan lainnya,
seperti padi, jagung, kacang tanah dan kedelai, padahal tanaman kacang hijau
memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan (BPS, 2006).
Dibanding dengan tanaman kacang lainnya, kacang hijau memiliki
kelebihan ditinjau dari segi agronomi dan ekonomis, yaitu lebih tahan kekeringan,
dan tahan terhadap penyakit, berumur genjah yaitu dapat dipanen pada umur 5560 hari setelah tanam, dapat ditanam pada tanah yang kurang subur, dan cara
budidayanya mudah (Sunantara, 2000).
Ditinjau dari ketersediaan lahan, Provinsi Gorontalo berpotensi untuk
mengembangkan tanaman kacang hijau. Keseluruhan lahan sawah sangat
berpotensi untuk pengembangan tanaman kacang hijau setelah panen padi sawah.
Pemanfaatan lahan sawah untuk budidaya kacang hijau dapat meningkatkan
indeks pertanaman dengan pola pergiliran tanaman padi - kacang hijau - padi.
Untuk itu lahan yang akan dipergunakan harus dipersiapkan sebaik-baiknya.
Untuk lahan sawah setelah panen padi, tidak perlu dilakukan pengolahan tanah
kembali yaitu dengan menerapkan sistem tanpa olah tanah (TOT) (LPTP, 2000).
Kacang hijau tumbuh seperti kedelai, namun kelebihan kacang hijau
adalah lebih tahan terhadap kekeringan. Pada lahan dimana kedelai terancam
kekeringan, tetapi untuk tanaman kacang hijau masih dapat tumbuh dengan subur.
Tanaman kacang hijau dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan
sekitar 100-400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman
kacang hijau membutuhkan curah hujan antara 70-200 mm/bulan (Anwari dan
Iswanto, 2004).
2.2 Hama Aphis
Kutu Aphis merupakan salah satu hama yang menyerang daun muda dan
pucuk tanaman terutama pada saat musim kemarau. Serangga ini bersifat polifag
dan kosmopolitan, menyerang dengan cara menusuk dan mengisap cairan sel-sel
epidermis dan mesofil daun dengan menggunakan stiletnya. Serangan pada
tanaman mengakibatkan warna daun menjadi pucat dan tampak keriting, pada
serangan berat daun seperti terbakar (Soebandrijo, 1989).
Nimfa berukuran kecil berwarna hijau kekuning-kuningan, stadium nimfa
berlangsung selama 6 - 7 hari, dan berkembangbiak secara parthenogenesis yaitu
melahirkan anak yang telah berkembang di tubuh induknya sebelum dilahirkan.
Nimfa yang telah menjadi imago akan siap beranak setelah berumur 4 - 5 hari
(Kalshoven, 1981). Dalam keadaan iklim dingin, sebagian besar serangga aphids
berkembang biak secara tidak kawin (dengan menghasilkan nimfa). Nimfa
tersebut akan berubah secara bertahap menjadi serangga dewasa dalam waktu
kurang lebih 8 – 10 minggu (Bentvelzen, 1983).
Kondisi alam dengan suhu yang dingin dan kelembaban tinggi
menyebabkan perubahan nimfa menjadi aphis dewasa membutuhkan waktu lebih
lama. Mulai dari nimfa tahap pertama hingga keempat, bentuknya nyaris sama.
Dan setelah memasuki bentuk nimfa tahap empat itulah nimfa pradewasa akan
berubah menjadi serangga dewasa yang bersayap maupun tanpa sayap. Serangga
dewasa ini akan berkembang biak dalam waktu kurang lebih 2 – 3 hari. Selama
hidupnya aphis betina mampu menghasilkan ribuan aphis baru dalam waktu 4 – 6
minggu. Seiring dengan perkembangannya, maka aphis akan mudah sekali
berpindah dari tempat satu ke tempat lain. Pada serangan hebat akan
menyebabkan pertumbuhan tanaman mengerdil, hama ini juga merupakan vektor
(pembawa) penyakit virus. Aphis dapat mengeluarkan kotoran embun madu,
sehingga kadang pada tanaman yang terdapat banyak kutu ini akan ditemui semutsemut yang akan memamfaatkan kotorannya. Embun madu yang dapat menjadi
media tumbuhnya jamur jelaga yang dapat menutupi daun dalam proses
fotosintesa (Bentvelzen, 1983).
2.3 Mahoni
Mahoni merupakan jenis tanaman yang tumbuh pada zona lembab,
menyebar luas secara alami atau dibudidayakan. Jenis asli Meksiko (Yucatan),
bagian tengah dan utara Amerika selatan (Wilayah Amazona). Penanaman secara
luas terutama di Asia bagian selatan dan Pasifik, juga diintroduksi di Afrika Barat
(Welly, 2009).
Klasifikasi ilmiah tanaman mahoni ialah:
Kerajaan : Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Sapindales
Famili
: Meliaceae
Genus
: Swietenia
Spesies
: Swietenia machrophylla King
Gambar 1. Pohon mahoni dan
Gambar 2. Biji mahoni
buah
Habitus Pohon mahoni selalu hijau dengan tinggi antara 30 – 35 cm. Kulit
berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi coklat tua,
menggelembung dan mengelupas setelah tua. Daun bertandan dan menyirip yang
panjangnya berkisar 35 – 50 cm, tersusun bergantian, halus berpasangan, 4 – 6
pasang tiap-daun, panjangnya berkisar 9 – 18 cm. Bunga kecil berwarna
putih,panjang 10 – 20 cm, malai bercabang. Buah mahoni terlihat kering merekah,
umumnya berbentuk kapsul bercuping 5, keras, panjang 12-15 (-22) cm, abu-abu
coklat, dan halus. Bagian luar buah mengeras, ketebalan 5-7 mm bagian dalam
lebih tipis. Dibagian tengah mengeras seperti kayu, berbentuk kolom dengan 5
sudut yang memanjang menuju ujung. Buah akan pecah mulai dari ujung atau
pangkal pada saat masak dan kering. Biji menempel pada kolumela melalui
sayapnya, meninggalkan bekas yang nyata setelah benih terlepas. Umumnya
setiap buah terdapat 35 – 45 biji (Welly, 2009).
2.4 Pestisida Nabati
Pestisida nabati merupakan pestisida yang bahan aktifnya berasal dari
tumbuh-tumbuhandan berhasiat mengendalikan atau menurunkan serangan hama
pada tanaman. Pestisida nabati tidak menimbulkan residu pada tanaman maupun
lingkungan serta dapat dibuat dengan mudah, menggunakan bahan yang murah
dan peralatan yang sederhana (Martono, 1996).
Keunggulan dari pestisida nabati adalah biaya yang murah karena mudah
didapat, relatif aman bagi lingkungan, tidak menyebabkan keracunan pada
tanaman, tidak menimbulkan resistensi pada hama, kompatible bila digabungkan
dengan cara pengendalian lain, dan yang tidak kalah pentingnya adalah hasil
pertanian yang sehat dan bebas residu pestisida kimia. Sedangkan kelemahannya
adalah daya kerja relatif lambat, tidak membunuh langsung ke jasad sasaran, tidak
tahan terhadap sinar matahari, kurang praktis, tidak tahan disimpan dan
penyemprotan dilakukan secara berluang-ulang. Keuntungan lain dari penggunaan
pestisida nabati seperti meminimalisir penggunaan insektisida sintetik yang dapat
menyebabkan resistensi dan resurgensi hama, tidak mengganggu musuh alami
dari hama utama, serta tidaak menyebabkan keracunan pada ternak ataupun hewan
peliharaaan lainnya, tidak adanya residu pada hasil panen, dan bebas pencemaran
terhadap tanah dan air.(Susanto, 2002).
Download