1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jumlah tindakan pembedahan di dunia sangat besar, hasil penelitian di 56
negara pada tahun 2004 diperkirakan jumlah tindakan pembedahan sekitar 234
juta per tahun, hampir dua kali lipat melebihi angka kelahiran per tahun. Studi
pada negara-negara industri, angka komplikasi tindakan pembedahan diperkirakan
3-16% dengan kematian 0,4-0,8%. Tingginya angka komplikasi dan kematian
akibat pembedahan menyebabkan tindakan pembedahan seharusnya menjadi
perhatian kesehatan global. Dengan asumsi angka komplikasi 3% dan angka
kematian 0,5%, hampir tujuh juta pasien mengalami komplikasi mayor termasuk
satu juta orang yang meninggal selama atau setelah tindakan pembedahan per
tahun (Weiser et al. 2008). Delapan studi retrospektif tentang kejadian tidak
diharapkan (KTD) di rumah sakit, insidens yang terjadi di rumah sakit sebesar
9,2% dan hampir separuhnya dapat dicegah (43,5%). Lebih dari separuh pasien
KTD (56,3%) mengalami kecacatan minor, 7% kecacatan permanen dan 7,4%
menyebabkan kematian pasien. Sebagian besar KTD terjadi saat pasien di rumah
sakit (80,8%) dan pada tindakan pembedahan 58,4% dari semua KTD yang ada
di rumah sakit. Dari KTD di rumah sakit tersebut, mayoritas (41%) terjadi di
kamar bedah (Vries et al. 2008). Sehingga pencegahan terhadap KTD di kamar
bedah
merupakan bagian penting dalam peningkatan mutu dalam tindakan
pembedahan (Levy et al. 2012).
Studi di Inggris mencatat dari 5940 kasus dalam tindakan pembedahan, 2217
adalah kasus salah sisi pada pembedahan dan 3723 kasus salah perawatan atau
prosedur pembedahan dalam 13 tahun. Data Research and Learning Servis
(RLS) di Inggris pada periode Agustus 2007 sampai Agustus 2008, terdapat 26
kasus (3,6%) salah pasien, 353 kasus (48,6%) terjadi salah memberi tanda pada
tindakan pembedahan (Panesar et al. 2009). Infeksi luka operasi (ILO) merupakan
salah satu komplikasi pembedahan terbanyak. Hasil studi di Inggris menunjukkan
bahwa ILO memperpanjang rata-rata lama rawat inap menjadi 6,5 hari dengan
1
2
biaya 3246 £ (setara dengan 45 juta rupiah) per pasien. Sehingga ILO menjadi
pengukuran penting pada tindakan pembedahan (Scottish Intercollegiate
Guidelines Network, 2008).
Dalam standar Joint Comission International (JCI) edisi ke-4 yang berlaku
sejak 1 Januari 2011, terdapat sasaran internasional keselamatan pasien
(International Patient Safety Goals) serta perawatan anestesi dan bedah
(Anaesthesia and Surgical Care) untuk semua rumah sakit yang terakreditasi JCI.
Salah satu standar dalam sasaran internasional keselamatan pasien (SIKP) adalah
mengidentifikasi pasien dengan benar, memastikan sisi pembedahan benar dan
prosedur yang benar (JCI, 2011).
The World Health Organization World Alliance for Patient Safety pada
Januari 2007, memulai dengan konsultasi dengan para pakar untuk menyusun
standar untuk meningkatkan keselamatan pasien dalam tindakan pembedahan
(WHO, 2008a). World Health Organization (WHO) telah mengenalkan Patient
Safety Safe Surgery Saves Lives untuk meningkatkan keselamatan pasien pada
pembedahan di dunia dengan menyusun suatu standar yang dapat diaplikasikan
pada semua keadaan di semua negara. Pada bulan Juni 2008, WHO berinisiatif
membuat Surgical Safety Checklist (SSC). Tujuan checklist ini untuk
meningkatkan keselamatan pasien pada tindakan pembedahan serta menurunkan
komplikasi dan kematian karena tindakan pembedahan (WHO, 2009). Sejak
diluncurkannya SSC WHO sampai saat ini, checklist ini sudah diadopsi oleh
lebih dari 4000 rumah sakit di dunia dari 122 negara (WHO, 2012a; WHO,
2012b), sedangkan pada level nasional,
checklist ini sudah diadopsi oleh 25
negara (Conley et al. 2011).
Haynes et al. 2009 melaporkan hasil penelitian sebelum dan setelah
implementasi dari SSC WHO. Pilot Study yang dikuti 8 Rumah Sakit di dunia
dengan keadaan sosial ekonomi rendah, menengah dan tinggi, hasilnya 3733
pasien sebelum implementasi dan 3955 setelah implementasi checklist tersebut.
Hasil penelitian angka komplikasi menurun dari 11% menjadi 7% (p<0,001).
Angka kematian juga menurun dari 1,5% menjadi 0,8% (p=0,003). Komplikasi
infeksi luka operasi (ILO) menurun dari 6,2% menjadi 3,4% (p<0,001),
3
pembedahan ulang tanpa terencana menurun dari 2,4% menjadi 1,8% (p=0,047)
(Haynes et al. 2009).
Hasil penelitian serupa juga ditemukan oleh Vries, et al tahun 2010 pada 6
Rumah Sakit di Belanda, sebelum dan setelah implementasi SSC. Hasil studi ini
angka komplikasi menurun dari 27,3% menjadi 16,7% (p<0,001). Kematian
pasien menurun dari 1,5% menjadi 0,8% (p=0,003). Komplikasi respirasi menurun
dari 3,3% menjadi 2,1% (p=0,004), komplikasi abdominal menurun dari 3,5%
menjadi 2,4%, infeksi turun dari 3,8% menjadi 2,7% (p=0,006), wound
complication menurun dari 1,5% menjadi 0,8% (p=0,008), perdarahan menurun
dari 2,0% menjadi 0,9% (p=0,001), kecacatan sementara yang membutuhkan
pembedahan ulang menurun dari 3,7% menjadi 2,5% (p=0,005). Berdasarkan
penelitian tersebut menunjukkan bahwa implementasi checklist akan menurunkan
angka kematian dan komplikasi pada pembedahan (Vries et al. 2011).
Studi prospektif sebelum dan setelah intervensi SSC pada pada pasien
dewasa dengan pembedahan emergency non kardiak, pada 8 rumah sakit di
dunia, dengan 842 pasien sebelum intervensi dan 908 pasien setelah intervensi.
Angka komplikasi menurun dari 18,4% menjadi 11,7% (p=0,0001) setelah
intervensi checklist. Angka kematian menurun
(p=0,0067).
dari 3,7% menjadi 1,4%
Angka infeksi luka operasi menurun dari 11,2% menjadi 6,6%
(p=0,0008). Estimasi kehilangan darah lebih dari 500 ml menurun dari 20,2%
menjadi 13,2% (p<0,0001). Hasil intervensi dengan checklist ini angka komplikasi
pada pembedahan emergency turun 36% dan angka kematian turun 62% (Weiser
et al. 2010).
Angka komplikasi tindakan pembedahan di negara berkembang diperkirakan
jauh lebih tinggi. Studi di negara berkembang,
pembedahan
angka kematian
5-10% dan angka komplikasi pembedahan sekitar
akibat
3-16%
(Weiser et al. 2008). Belum ada data yang lengkap tentang angka kematian dan
komplikasi pembedahan di Indonesia. Demikian pula belum ada data lengkap
tentang praktek keselamatan pasien (patient safety) pada tindakan pembedahan di
Indonesia. Pelaksanaan keselamatan pasien dengan SSC WHO di Indonesia juga
belum banyak dilaporkan. Penelitian dengan instrumen SSC diantaranya dilakukan
4
oleh Siagian, 2011 pada kasus bedah digestif di Instalasi Bedah Sentral Rumah
Sakit Umum Pendidikan dr Sardjito di Yogyakarta, menemukan pelaksanaan SSC
belum secara konsisten dilaksanakan, dengan masih ditemukannya kejadian tidak
diharapkan. Infeksi Luka Operasi terjadi 9,1%, koma > 24 jam sebanyak 2,3%,
penggunaan ventilator > 48 jam 4,5%, operasi ulang pasien tanpa terencana
2,3%, perdarahan yang memerlukan transfusi dalam 72 jam 4,5% dan kematian
4,5%. Dari hasil tersebut maka rumah sakit perlu melakukan surgical patient
safety secara rutin dan berkelanjutan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
mutu pelayanan pasien (Siagian, 2011). Penelitian oleh Merina (2011) tentang
penggunaan SSC WHO pada pembedahan tumor dan abdomen di RSUD Meuraxa
Banda Aceh, pemberian antibiotik profilaksis dan waktu pemberian antibiotik
profilaksis pada pembedahan signifikan dengan kejadian infeksi luka operasi
(p<0,05). Infeksi luka operasi terjadi pada 12 kasus dari 60 pembedahan (20%)
(Merina, 2011). Hasil studi Hasri, 2012 tentang Praktek Keselamatan Pasien di
RSUD Sumbawa dengan instrumen SSC, menemukan bahwa tidak pernah
dilakukan konfirmasi prosedur pembedahan pasca tindakan pembedahan dan
penghitungan jumlah peralatan, kassa dan jarum pada fase sign out (Hasri, 2012).
RSUD Muntilan Kabupaten Magelang adalah Rumah Sakit Umum Daerah
kelas C dengan kapasitas
203 tempat tidur. Saat ini RSUD Muntilan telah
melakukan program perbaikan mutu melalui akreditasi Rumah Sakit dan sudah
mendapatkan akreditasi untuk 12 pelayanan. Sudah terbentuk Tim Mutu dan Tim
Patient Safety. Tetapi evaluasi progam mutu dan keselamatan pasien pada
tindakan pembedahan di Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUD Muntilan belum
pernah dilakukan. Praktek keselamatan pasien dengan SSC WHO juga belum
dilaksanakan. Instalasi Bedah Sentral RSUD Muntilan memiliki 4 kamar bedah
yaitu 2 kamar bedah umum, 1 kamar bedah kandungan dan kebidanan, 1 kamar
bedah untuk bedah THT, mata dan gigi . Tenaga medis di kamar bedah terdiri dari
2 dokter spesialis bedah, 2 dokter spesialis kandungan dan kebidanan, 1 dokter
spesialis THT, 1 dokter
spesialis mata, 2 dokter spesialis anestesi. Tenaga
paramedis di IBS seluruhnya 18 orang, termasuk diantaranya 4 perawat khusus
anestesi dan 1 perawat mata.
5
Jumlah tindakan pembedahan pada tahun 2010 sejumlah 1824 meningkat
menjadi 2777. Jenis tindakan pembedahan terbanyak adalah bedah umum
sejumlah 1822 pembedahan (rata-rata 152 pembedahan per bulan), kebidanan dan
kandungan 624 pembedahan (rata-rata 52 pembedahan per bulan). Jumlah
tindakan pembedahan umum di RSUD Muntilan tahun 2010 sejumlah 1085,
meningkat menjadi 1822 pada tahun 2011. Rata-rata tindakan pembedahan per
hari 8 meningkat menjadi 12 pembedahan tahun 2011. Tabel 1 menunjukkan
tindakan pembedahan di RSUD Muntilan tahun 2008 sampai tahun 2011 menurut
jenis pembedahan yaitu bedah umum, kebidanan dan kandungan, THT, mata dan
gigi per tahun sedangkan tabel 2 menunjukkan jenis tindakan pembedahan tahun
2011.
Tabel 1. Jenis Pembedahan di RSUD Muntilan tahun 2008 – 2011
Jenis Pembedahan
Bedah Umum
Kebidanan dan Kandungan
THT
Mata
Gigi Mulut
Jumlah
Sumber: Profil RSUD Muntilan
Tahun
2009
1255
438
78
84
0
1855
2008
1090
424
84
76
0
1674
2010
1085
565
91
82
1
1824
2011
1822
624
259
64
8
2777
Data infeksi nosokomial di RSUD Muntilan pada infeksi luka operasi tahun
2010 sejumlah 20 kasus (1,1%) menjadi 20 kasus (0,7%) pada tahun 2011, kasus
ILO didapatkan selama pasien dirawat dan saat kontrol di poliklinik. Angka
kematian pasca operasi 6 kasus (0,32%) tahun 2010 meningkat menjadi 10 kasus
(0,35%) tahun 2011 (Tabel 2).
Tabel 2. Luaran Klinis ILO dan Kematian pada pembedahan di RSUD
Muntilan Tahun 2008 – 2011
Tahun
2008
n (%)
1 (0,06)
ILO
5(0,29)
Kematian
Sumber: Profil RSUD Muntilan
2009
n (%)
16 (0,86)
5(0,26)
2010
n (%)
20 (1,10)
6(0,32)
2011
n (%)
20 (0,72)
10(0,36)
6
Tabel 3. Jenis Tindakan Pembedahan di RSUD Muntilan Tahun 2011
n
%
Tindakan pembedahan
Tindakan pembedahan elektif
Bedah Umum
Herniotomi
279
15.31
Eksisi tumor jinak
259
14.22
Appendiktomi
210
11.53
Open reduction and internal fixation (ORIF)
73
4.01
Hemoroidektomi
71
3.90
Laparatomi
59
3.24
Ekstirpasi
54
2.96
Prostatektomi
51
2.80
Mastektomi
42
2.31
Insisi dan drainage
38
2.09
Lain-lain*
686
37.65
Jumlah
1822 100.00
Obsteri dan ginekologi
Sectio caesaria (SC)
285
45.67
Kistektomi
50
8.01
Curettage
48
7.69
Histerektomi
35
5.61
Miomektomi
32
5.13
Metode Operasi Wanita (MOW)
30
4.81
Re-sectio caesaria
23
3.69
Laparatomi
16
2.56
Re-hecting
13
2.08
Lain-lain*
92
14.74
Jumlah
624 100.00
Mata
Ekstraksi katarak ekstra kapsuler (EKEK)
58
90.63
Amocio corpal
4
6.25
Drainage Chalazion
2
3.13
Jumlah
64 100.00
THT
Tonsilektomi
191
73.75
Concotomi
39
15.06
Ekstirpasi fistul auricular
2
0.77
Tonsil adenoidectomy
1
0.39
Reposisi nasal
1
0.39
Tindakan emergency
Sectio caesaria emergency
Debridement emergency
Laparatomi emergency (KET)
Appendiktomi emergency
Laparatomi emergency (Peritonitis)
Total pembedahan emergency
Sumber : register pembedahan RSUD Muntilan 2011
keterangan* data lengkap di lampiran
50
48
16
8
8
130
38.46
36.92
12.31
6.15
6.15
100.00
Jenis tindakan pembedahan terbanyak di RSUD Muntilan tahun 2011 pada
bedah umum adalah herniotomi, diikuti oleh eksisi tumor jinak dan appendiktomi,
7
pada pembedahan obstetri dan ginekologi, yang terbanyak adalah sectio caesaria
(SC), diikuti oleh cystektomi dan curettage (Tabel 3).
Dari laporan IBS tahun 2012 di RSUD Muntilan, didapatkan 2 kasus
kejadian tidak diinginkan pada tindakan pembedahan yaitu pasien yang dilakukan
tindakan appendiktomi tetapi terjadi luka pada ureter. Hal ini menunjukkan
terjadinya commition error yaitu melakukan tindakan yang seharusnya tidak
dilakukan. Juga dilaporkan satu kasus near miss, yaitu pasien yang akan dilakukan
pembedahan appendiktomi ternyata pasien yang sudah dilakukan pembedahan
appendiktomi, tetapi hal ini dapat dicegah karena diketahui oleh dokter spesialis
anestesi saat akan diinduksi anestesi ternyata adalah pasien yang sudah dilakukan
pembedahan (salah pasien).
B.Perumusan Masalah
Safe surgery saves lives dari WHO dengan memakai SSC bertujuan untuk
meningkatkan keselamatan pasien pada pembedahan, sehingga dapat menurunkan
angka kematian dan komplikasi pasca tindakan pembedahan. RSUD Muntilan
sudah mempunyai Tim Keselamatan Pasien, tetapi belum ada evaluasi tentang
praktek keselamatan pasien di IBS. Berdasarkan latar belakang tersebut
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana hubungan praktek
keselamatan pasien pada tindakan pembedahan dengan Surgical Safety Cheklist
WHO di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang terhadap terjadinya luaran klinis
pasca tindakan pembedahan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum:
Mengukur hubungan praktek keselamatan pasien pada tindakan pembedahan
dengan Surgical Safety Checklist (SSC) WHO terhadap terjadinya luaran klinis di
RSUD Muntilan Kabupaten Magelang.
8
Tujuan khusus:
1. Mendeskripsikan praktek keselamatan pasien pada tindakan pembedahan
dengan Surgical Safety Checklist WHO
di RSUD Muntilan Kabupaten
Magelang.
2. Mengidentifikasi luaran klinis infeksi luka operasi, perdarahan, pembedahan
ulang tanpa terencana dan kematian pada tindakan pembedahan di RSUD
Muntilan Kabupaten Magelang.
3. Mengukur hubungan praktek keselamatan pasien dengan SSC WHO pada
tindakan pembedahan terhadap terjadinya luaran klinis ILO, perdarahan,
pembedahan ulang tanpa terencana dan kematian pasca tindakan pembedahan
di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang.
D. Manfaat Penelitian
Hasil akhir yang diperoleh dari penelitian ini bermanfaat untuk:
1. Sebagai bahan masukan bagi ilmu pengetahuan khususnya pada ilmu bedah
dan obstetri ginekologi dalam penerapan keselamatan pasien pada tindakan
pembedahan dengan SSC
2. Memberikan informasi ke bagian manajemen RSUD Muntilan tentang praktek
keselamatan pasien dengan SSC WHO pada tindakan pembedahan di RS
tersebut
3. Sebagai dasar untuk
peningkatan praktek keselamatan pasien pada tindakan
pembedahan di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang
4. Mendorong implementasi surgical safety checklist WHO di RSUD Muntilan.
E. Keaslian penelitian
Beberapa penelitian serupa yang pernah dilaporkan:
1. A Surgical Safety Checklist to Reduce Morbidity and Mortality in a Global
Population, Haynes, et al. 2009. Perbedaan dengan peneliti, pada penelitian
ini dilakukan pada 8 rumah sakit di dunia, dengan intervensi, pre dan pasca
implementasi SSC. Sedangkan pada peneliti
di satu lokasi penelitian, tidak
ada intervensi, tidak dilakukan pre dan pasca implementasi SSC.
9
2. Pelaksanaan Surgical Patient Safety terhadap Adverse Event Pasca Operasi
Bedah Digestif di Instalasi Bedah RSUP Dr.Sardjito, Siagian, 2011. Perbedaan
dengan peneliti, subyek pada penelitian ini pada semua tindakan bedah digestif
dengan pengamatan periode 1 bulan, sedangkan peneliti akan meneliti pada
semua jenis tindakan pembedahan mayor periode pengamatan 2 bulan.
3. Penggunaan Surgical Safety Checklist WHO pada Prosedur Penatalaksanaan
Pembedahan di Kamar Operasi BLUD RSUD Meuraxa Kota Banda Aceh,
Merina, 2011. Perbedaan dengan peneliti, rancangan penelitian ini adalah
cross sectional sedangkan peneliti secara prospektif dengan rancangan
longitudinal. Subyek penelitian ini semua pembedahan bedah tumor dan
abdomen, dengan analisis pada satu luaran klinis yaitu pada infeksi luka
operasi. Sedangkan peneliti pada semua tindakan pembedahan mayor dengan
beberapa luaran klinis.
4. Effect of a Comprehensive Surgical Safety System on Patient Outcomes, Vries,
et al. 2010. Perbedaan dengan peneliti, penelitian dilakukan pada 6 rumah
sakit, ada pre dan pasca intervensi surgical patient safety system. Sedangkan
pada peneliti hanya di satu lokasi rumah sakit, tidak ada intervensi.
5. Praktik Keselamatan Pasien Bedah di RSUD Sumbawa, Hasri 2012.
Perbedaan dengan peneliti, penelitian ini dianalisis secara deskriptif, pada
proses SSC (sign in, time out, sign out). Pada peneliti secara observasional,
rancangan longitudinal.
10
Tabel 4. Keaslian Penelitian
Penulis
(tahun)
Haynes
et al.
2009
Siagian,
2011
Merina,
2011
Vries et
al. 2010
Hasri,
2012
Tujuan
Lokasi
Mengukur
hubungan
implementasi
SSC dengan
penurunan
kematian dan
komplikasi
pembedahan
RS dari 8 kota di
dunia:
Amman,
New Delhi,
Seatlle,
Ifakara,
Manila,
Toronto,
London,
Auckland
(8 RS).
Mencari
hubungan
antara surgical
patient safety
yang
mempengaruhi
adverse event
pasca operasi
bedah digestif
Mengetahui
kesesuaian
tindakan
pembedahan
dengan SSC
pada bedah
tumor dan
abdomen
RSUP Sardjito
Yogyakarta
Mengukur
hubungan
implementasi
the Surgical
Patient Safety
System
(SURPASS)
dengan angka
komplikasi dan
kematian
Praktek
Keselamatan
Pasien di
RSUD
Sumbawa
Rancangan
penelitian
Studi prospektif
pre dan pasca
intervensi SSC.
Pengamatan
sampai discharge
atau 30 hari
pasca
pembedahan.
Sampel
Hasil utama
Pasien operasi
non kardiak
diatas 16 tahun.
Pasien pre
intervensi 3733
dan 3955 pasien
setelah
intervensi
Angka kematian
menurun dari 1,5%
menjadi 0,8%.
Komplikasi
menurun dari 11
menjadi 7%.
Ada hubungan
antara implementasi
SSC dengan
penurunan angka
kematian dan
komplikasi
pembedahan.
Prospektif
longitudinal
Seluruh pasien
bedah digestif di
IBS RSUP Dr
Sardjito
Desember 2011
(44 pasien)
Surgical Patient
Safety yang tidak
konsisten
pelaksanaanya
berhubungan
dengan adverse
event pasca
pembedahan.
RSUD Meuraxa,
Aceh
Observasional
Cross sectional
Semua pasien
bedah tumor
dan abdomen
(60 pasien)
Pemberian dan
waktu pemberian
antibiotik
profilaksis pada
pembedahan
signifikan dengan
kejadian ILO.
Angka ILO 20%
Rumah Sakit di
Belanda
(6 RS)
Eksperimental,
Prospektif,
analisis regresi
logistik.
Pengamatan
komplikasi
diukur sampai
discharge
Pasien dewasa
dengan tindakan
pembedahan,
3760 pasien
sebelum dan
3820 pasien
setelah
intervensi
Komplikasi pasca
pembedahan
menurun dari
27,3% menjadi
16,7%.
Angka kematian
menurun dari 1,5
menjadi 0,8%.
RSUD Sumbawa
Observasional
dengan
rancangan cross
sectional
93 responden
Tidak pernah
dilakukan
konfirmasi prosedur
pasca pembedahan
dan penghitungan
jumlah peralatan,
kassa dan jarum
pada fase sign out
Download