BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sikap Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Newcomb ( dikutip dari Notoatmodjo, 2003 ) ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan “pre-disposisi” tindakan atau perilaku. Sikap ini masih merupakan sikap tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka. Menurut Allport ( dikutip dari Notoatmodjo, 2003) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu : a. Kepercayaan ( keyakinan ), ide dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak ( trend behavior ). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh ( total attitude ). Sikap juga terdiri dari beberapa tingkatan , yakni: a. Menerima ( Receiving ). Menerima diartikan bahwa orang ( subjek ) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan ( objek ). Universitas Sumatera Utara b. Merespon ( Responding ) . Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut. c. Menghargai ( Valuing ). Menghargai orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. d. Bertanggung jawab ( Responsible ). Bertanggung jawab terhadap sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. ( Notoatmodjo, 2003 ) 2.2 Tindakan ( Practice ) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan ( Overt Behavior ). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas serta dukungan. Menurut Notoatmodjo, tindakan mempunyai beberapa tindakan, yaitu : a. Persepsi ( Perception ) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. b. Respon Terpimpin ( Guided Respons ) Universitas Sumatera Utara Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh. c. Mekanisme ( Mechanism ) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan. d. Adaptasi ( Adaptation ) Adaptasi suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, bulan, atau yang lalu. Pengkuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden. 2.3 Orang Tua Orang tua tidak dapat dipisahkan dari ikatan keluarga yang mempunyai peranan dan fungsi yang penting dalam pendidikan anak terutama pendidikan seks. Peranan keluarga menggambarkan seperangkat prilaku intepersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam kondisi dan situasi tertentu ( Effendy, 1998). Berbicara tentang seks dianggap sebagai hal yang tabu. Anak-anak tidak memiliki pilihan lain kecuali mempelajari seks yang sering dilakukan dengan cara tidak sehat. Seperti yang dikatakan Kinsley dikutip dari Gupte “ketika orang tua Universitas Sumatera Utara merasa mereka harus memberi tahu tentang seks , anak mulia berfikir mengapa seks merupakan hal yang bersifat rahasia. Keingintahuan anak dan ketertarikannya semakin meningkat. Dia mulai berfikir bahwa ada sesuatu yang memalukan pada tubuhnya atau anak ingin mendapat jawabannya dari temantemannya. Hasil akhirnya biasanya buruk.” ( Gupte, 2004) Pendidikan seksual adalah pertama-tama tugas orang tua. Tugas itu mereka tunaikan dalam keluarga mereka adalah tempat yang paling penting dari pendidikan seksual. ( Abineno, 2002 ). Dalam arti tertentu kita dapat kita ketahui bahwa masa depan anak-anak, khususnya dibidang seksual bergantung pada pendidikan dalam keluarga mereka. Menurut Djiwandono (2001) mengemukakan bahwa pendidikan seks bukanlah tanggung jawab guru atau para pemuka agama, tetapi adalah tanggung jawab orang tua. Orang tua diharapkan bisa membantu anak-anaknya agar dapat berkembang menjadi seorang pria atau wanita yang matang, beriman, dan mampu menyesuaikan diri dengan baik. Orang tua khususnya ibu sebagai sahabat yang baik, mesti gembira dengan keterbukaan anak. Cerita polosnya tentang rasa tertarik pada lawan jenis, pertanda bahwa ia percaya ibunya layak mendengarkan perasaannya. Dari sini besar peluang menyampaikan pesan-pesan mendidik. Suasana ini harus dipertahankan setidaknya sebagai salah satu petunjuk bahwa ia masih dipercaya oleh buah hatinya. Kekeliruan menanggapi ungkapan perasaan remaja dapat mengubah suasana saling percaya menjadi suasana saling berprasangka buruk, ibu Universitas Sumatera Utara menyangka anak telah salah melangkah dan anak tidak menganggap ibu tidak lagi mau mengerti perasaannya. Ibu bukan dianggap sahabatnya. ( Fuad, 2007). Jika para orang tua dapat secara arif dan bijaksana menyikapi permasalahan yang dialami oleh remaja dan lingkungan sekitarnya terhadap masalah seks, arti seks itu sendiri akan berubah menjadi sangat indah dan berarti bagi kelangsungan hidup manusia. ( Dianawati,2006) Oleh karena itu orang tua perlu memberikan informasi tentang seks dengan cara mendiskusikan perkembangan fisik anak tanpa rasa malu sehingga anak dapat menerima setiap bagian tubuhnya dan setiap fase pertumbuhannya secara wajar, menjadikan anak merasa bangga akan seksnya sendiri dan membantu anak menghargai sifat dan kapasitas lawan jenisnya. Orang tua harus memberikan informasi yang jelas dan terbuka kapan saja, sampai si anak mengerti apa yang dimaksud. Cara seperti itu akan menghilangkan segan dalam dirinya. Lebih baik dari orang tuanya pendidikan seks itu diketahui dari pada si anak mendapatkannya dari pendapat atau hayalan sendiri, teman, buku-buku atau film porno yang kini dijual bebas. ( Dianawati, 2006). 2.4 Remaja Batasan remaja menurut WHO pada tahun 1974 tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam defenisi tersebut dikemukakan 3 (tiga) kriteria yaitu : biologis, fisiologis dan sosial ekonomi. Maka remaja didefenisikan sebagai: a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. Universitas Sumatera Utara b. Individu mangalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan relatif lebih mandiri. Pada tahun-tahun berikutnya, defenisi ini semakin berkembang kearah yang lebih konkrit operasional, WHO menetapkan batas usia 10 -20 tahun sebagai batasan usia remaja secara umum di Indonesia karena banyaknya berbagai macam suku, adat, tingkat sosial ekonomi maupun pendidikan. Menurut Petro Blos ( 1962 ) dikutip dari Notoatmodjo, ada tiga tahap perkembangan remaja dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan yaitu : a. Remaja Awal ( Early Adolescence ). Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran terhadap perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan yang menyertai perubahan itu. Mereka mengembangkan fikiranfikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang keara erotis. Dengan dipegang saja oleh lawan jenis, ia sudah berpantasi erotik. Kepekaan berleihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego”. Hal ini menyebabkan para remaja awal sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa. b. Remaja Madya ( Middle Adolescence ). Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan teman, ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecendrungan “narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Universitas Sumatera Utara c. Remaja Akhir ( Late Adolescence). Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapain lima hal dibawah ini : Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek . Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dalam pengalaman-pengalaman baru. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi. Egosentrisme ( terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri ) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. Tumbuh “ dinding ” yang memisahkan diri pribadinya ( Private self ) dan masyarakat umum ( The public ). ( Sarwono, 2006 ) 2.4.1 Tugas Perkembangan Pada Masa Remaja Hurlock ( 1999 ) menyatakan bahwa tugas-tugas perkembangan remaja menurut Havighurst adalah mencapai hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik pria dan wanita, mencapai peran sosial sesuai dengan jenis kelamin masing-masing dan mampu menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja sebelum menjadi individu dewasa yang matang bervariasi sesuai budaya, individu dan tujuan mereka, antara lain : 1. Menerima citra tubuh Universitas Sumatera Utara 2. Menerima identitas seksual. 3. Mengembangkan sistem nilai personal 4. Membuat persiapan untuk hidup mandiri 5. Menjadi mandiri / bebas dari orang tua. 6. Megembalikan keterampilan mengambil keputusan. 7. Mengembangkan identitas seorang yang dewasa. Perkembangan fisik, perilaku, masalah-masalah tertentu umum muncul pada berbagai usia selama masa remaja. Namun, setiap remaja adalah unik dan berkembang dengan kecepatan yang berbeda-beda. Selain perubahan biologis, setiap perkembangan remaja dipengaruhi oleh keluarga, masyarakat, kelompok sebaya, agama dan sosioekonomi.( Komalasari, ed ). 2.4.2 Perkembangan Seks Remaja Putri. Berbagai perubahan fisik yang terjadi pada remaja merupakan suatu proses yang alami, yang akan dilalui oleh semua individu. Namun seringkali ketidaktahuan remaja terhadap perubahan itu sendiri membuat mereka hidup dalam kegelisahan dan perasaan was-was. ( Kollman, 1998, dikutip dari modul mahasiswa tentang kesehatan reproduksi). Pada masa remaja organ reproduksi mulai berfungsi, baik untuk reproduksi maupun rekreasi ( mendapat kenikmatan ). Terjadi perubahan penampilan , bentuk maupun proporsi tubuh, serta fungsi fisiologis. Hormon yang mulai berfungsi juga mempengaruhi dorongan seks. Sehingga remaja mulai tertarik orang lain dan ingin mendapat kepuasan seksual . Universitas Sumatera Utara Perubahan fisik yang yang dimaksud yaitu: a. Mulai tumbuh payudara. b. Panggul mulai melebar dan membesar. c. Mengalami menstruasi dan haid. d. Tumbuh bulu-bulu halus disekitar ketiak dan kemaluan. e. Kulit dan rambut mulai berminyak. f. Keringat bertambah banyak. g. Lengan dan tungkai bertambah panjang. h. Tangan dan kaki bertambah besar. i. Tulang-tulang wajah mulai memanjang dan membesar, sehingga terlihat seperti anak kecil lagi. j. Pantat berkembang lebih besar. 2.4.3 Perilaku Seksual Remaja Perilaku seksual menurut Sarwono (2006) adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Ada 2 jenis perilaku seks, yaitu perilaku yang dilakukan sendiri ( masturbasi, fantasi seksual, membaca dan melihat pornografi dan lain-lain). Serta perilaku seksual yang dilakukan dengan orang lain, seperti berpegangan tangan, berciuman, petting/bercumbu berat hingga hubungan intim Objek seksual dapat berupa orang, orang dalam hayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Universitas Sumatera Utara Namun sebagian perilaku seksual ( yang dilakukan sebelum waktunya ) justru memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah dan agresif. Sementara itu akibat psikososial yang timbul dari prilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah, misalnya pada kasus remaja putri yang hamil diluar nikah, ditambah lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut. Resiko lainnya adalah terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi. Menurut Gunarsa (1993 ) berbagai prilaku seksual remaja yang belum saatnya melakukan hubungan seksual wajar, antara lain dikenal dengan masturbasi, berpacaran dan pemuasan dorongan seksual. Berpacaran merupakan yang umum dilakukan oleh remaja dengan berbagai bentuk prilaku seksual yang ringan tangan sampai ciuman dan sentuhansentuhan seks yang sebenarnya adalah keinginan untuk menikmati dorongan seksual. Berbagai kegiatan yang mengarahkan pada pemuasan dorongan seksual pada dasarnya menunjukkan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikan atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut kekegiatan lain yang lebih positif. Pada dasarnya ada beberapa hal yang menjadi motif remaja melakukan hubungan seksual yaitu dorongan seksual, dorongan afeksi ( menyatakan, menerima ungkapan kasih sayang melalui aktivitas seksual ), dorongan agresif ( keinginan untuk menyakiti diri/orang lain), terpaksa ( diperkosa, dipaksa pacar, Universitas Sumatera Utara takut kehilangan pacar dan sebagainya ) dan dorongan untuk mendapatkan fasilitas/material melalui aktivitas seksual ( PKBI,1999) Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai ( menikah ), maka harus dilakukan usaha untuk memberikan pengertian dan pengetahuan mengeni hal tersebut. Untuk itu perlu pendidikan seks bagi remaja baik secara formal maupun non formal. 2.5 Pendidikan Seks Pendidikan seks adalah salah satu cara mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan, seperti kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular seksual (PMS) depresi dan perasaan berdosa. Pendidikan seks juga sebagai informasi mengenai seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan.( Sarwono, 2006). Pendidikan seks yang diberikan seharusnya berkaitan dengan normanorma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Mohammad (1998) mendefenisikan pendidikan seks sebagai suatu kegiatan pendidikan yang berusaha utnuk memberikan pengetahuan agar Universitas Sumatera Utara seseorang dapat mengubah prilaku seksualnya ke arah yang lebih bertanggung jawab. 2.5.1 Tujuan Pendidikan Seks Tujuan pendidikan seks adalah membentuk sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dalam membimbing anak dan remaja kearah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Penjabaran tujuan pendidikan seks adalah sebagai berikut : 1. Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja. 2. Mengurangi seksual ( peran, tuntunan dan tanggung jawab ). 3. Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi. 4. Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga. 5. Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual. 6. Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dalam melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mental. Universitas Sumatera Utara 7. Untuk mengurangi ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksploitasi yang berlebihan. 8. Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktifitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran. ( Mu’tadin, 2002) 2.5.2 Kurikulum Pendidikan Seks. Menurut Athar, kurikulum pendidikan seks terdiri dari : 1. Pertumbuhan dan perkembangan seksual. a. Jadwal bagi pubertas. b. Perubahan-perubahan fisik selama pubertas. c. Kebutuhan untuk berkeluarga. 2. Fisiologis sistem reproduksi a. Bagi para wanita : organ, menstruasi, sindrom pre menstruasi. b. Bagi para pemuda : organ dan dorongan seksual. 3. Konsepsi, perkembangan janin, dan kelahiran. 4. Penyakit menular seksual 5. Aspek-aspek mental, emosi, dan sosial dari pubertas. 6. Etika sosial, moral dan agama. 7. Bagaimana menghindari pengaruh buruk teman sebaya. Universitas Sumatera Utara 2.5.3 Fakor Yang Mempengaruhi Sikap dan Tindakan Ibu Dalam Pendidikan Seks. 1. Pengetahuan Menurut Sarwono, banyak orang tua yang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan anak-anak remaja mereka. Selain sikap orang tua yang masih belum terbuka tentang seks, sehubungan dengan masih kuatnya hal tabu sehubungan dengan masalah seks, orang tua juga seringkali kurang paham perihal masalah pendidikan seks. Pengetahuan yang terbatas itulah yang menyebabkan orang tua kurang dapat berfungsi sebagai sumber dalam pendidikan seks. 2. Pengalaman Orang tua akan merasa canggung untuk mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan seks dikarenakan pada saat mereka berada pada usia seperti anak mereka, kata-kata seks tidak pernah dibicarakan di rumah. ( Djiwandono,2001 ) 3. Nilai dan budaya Pada masyarakat timur, membicarakan masalah seks secara terbuka merupakan masalah tabu dan sakral apalagi orang tua, karena pengungkapan secara terbuka dianggap menjatuhkan/mencoreng masyarakat didaerah itu dan dapat dianggap mengajari anak-anak berperilaku seks. 4. Agama Universitas Sumatera Utara Dalam pandangan islam berlaku aturan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya. Aturan ini bisa dilihat dalam hadist riwayat Ahmad yang menyatakan bahwa seorang laki-laki dan seorang perempuan yang belum memiliki hubungan yang sah sebagai suami istri tidak boleh berada pada suatu tempat yang sunyi tanpa seorang pendamping yang memiliki hubungan dengan perempuan tersebut karena dikhawatirkan akan melakukan perilaku seks bebas ( Al-Gifari ). Pendidikan seks perspektif islam mengarahkan pada pengendalian diri. Bekal iman dan tsaqafah yang memadai, kesadaran akan misi hidup dapat membangun pribadi muslim yang kokoh. Sepanjang langkah penuh kesadaran bahwa ada pertanggungjawaban yang harus dipikul, baik dunia dan akhirat. Islam mengatur naluri-naluri maupun kebutuhan jasmani manusia secara manusiawi. ( Fuady, 2007 ) 2.5.4 Bimbingan dan Kiat Dalam Memberikan Pendidikan Seks Pendidikan yang terbaik adalah orang tua anak itu sendiri, termasuk dalam pemberian pendidikan seksual. Membicarakan masalah seks adalah hal yang sifatnya sangat pribadi dan membutuhkan suasana yang akrab, terbuka dari hati ke hati antara orang tua dengan anak. Hal ini lebih mudah diciptakan antara ibu dan ank perempuannya atau ayah dengan anak laki-lakinya, sekalipun tidak ditutup kemungkinan antara orang tua dengan anak yang berlawanan jenis kelaminnya. Dalam memberikan pendidikan seks pada anak, jangan ditunggu-tunggu sampai anak bertanya mengenai seks melainkan diberikan dengan terencana Universitas Sumatera Utara sesuai dengan keadaan dan kebutuhan si anak. Sebaiknya pada anak menjelang remaja dimana proses kematangan seks mulai timbul (Gunarsa, 1995). Pertanyaan yang diajukan oleh anak mengambarkan berapa besar keingintahuannya tentang seks dan mereka memerlukan jawaban yang jujur dan segera dari orang tua. Dan orang tua perlu mendengarkan setiap pertanyaan yang diajukan dengan cermat sehingga dapat memberikan jawaban yang tepat tanpa menimbulkan keraguan/kebingungan pada anak. Dalam pendidikan seks perlu ditanamkan nilai agama dan moral karena seks merupakan anugerah Tuhan untuk meneruskan keturunan, penjelasan ini penting diberikan agar anak-anak sadar dan bertanggung jawab dalam kehidupan seksualnya ( Djiwandono, 2001) Menurut Gunarsa ( 1993), beberapa hal yang penting dalam memberikan pendidikan seksual yang perlu diperhatikan adalah : a. Cara penyampaiannya wajar dan sederhana, jangan terlalu ragu-ragu, b. Isi uraian harus objektif, namun jangan menerangkan yang tidak benar seolaholah betujuan agar anak tidak bertanya lagi, boleh mempergunakan contoh atau simbol. c. Dangkal atau mendalamnya uraian disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan anak. d. Pendidikan seks diberikan secara pribadi karena luas sempitnya pengetahuan dan kecepatan tahap perkembangan tidak sama pada tiap anak. Universitas Sumatera Utara e. Pendidikan seksual perlu diulang-uang dan perlu untuk mngetahui seberapa jauh pengertian baru dapat diserap oleh anak dan perlu reinforcement apa yang telah diketahui agar benar-benar menjadi bagian dari pengetahuan. 2.5.5 Pendidikan seks di Sekolah Menurut Sarwono ( 2006 ), sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder. Bagi anak yang sudah sekolah, lingkungan yang setiap hari dimasuki selain lingkungan rumah adalah sekolah. Sebagai lembaga pendidikan, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Fungsi sekolah sebagai pembentukan nilai dalam diri anak sekarang banyak menghadapi tantangan. Adanya pengaruh lingkunagan masyarakat terhadap perkembangan jiwa remaja sangat besar. Mengenai pendidikan seks, sekolah hanya bertujuan untuk mendukung upaya para orang tua dalam membimbing anak-anak tentang seksualitas. Programprogram yang ditawarkan hanya sebatas pemberian informasi, mengajukan pertanyaan seputar seks, mengadakan diskusi tentang kgiatan seksual dan cara pengambilan keputusan. ( Dianawati, 2006 ). 2.5.6 Pendidikan Seks dari petugas Kesehatan. Sebagai pemberi pelayanan kesehatan, tehnik yang biasa dilakukan oleh para tenaga profesional dalam menangani masalah remaja khususnya pendidikan seks yaitu dengan penanganan individual dimana remaja ditangani sendiri, dalam tatap muka empat mata. Pemberian arahan berupa konseling bertujuan untuk Universitas Sumatera Utara mengutukan kembali kepribadian remaja dan berusaha menyesuaikan diri tehadap kendala dan mencari jalan keluar dari masalah. Tehnik konseling ini berpusat pada perasaan-perasaan dan pandangan-pandangan klien sendiri, sehingga tehnik ini dinamakan client centered therapy ( terapi yang berpusat pada klien). ( Sarwono, 2006). KEMUNGKINAN JALUR PENDIDIKAN SEKS ( Menurut Sarwono, 2006 ) Kursus-kursus Seksiologi Orang tua Keluarga Sekolah Guru Media Massa Dokter/paramedis Pelayanan Kesehatan Klinik Remaja 0-20 tahun 9-20 tahun Semua umur Konseling Remaja 12-20 tahun yang ingin tahu lebih lanjut tentang seks Universitas Sumatera Utara