BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Remaja
2.1.1 Pengertian Remaja
Suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia
menunjukkan tandan-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai
kematangan seksual. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola
identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa, serta terjadi peralihan dari
ketergatungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif mandiri.
Menurut Sarwono batasan usia remaja adalah 10-19 tahun dan belum menikah
(Sarwono, 2011).
Remaja adalah masa di mana individu berkembang dari saat pertama kali
menunjukkan tanda – tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai
kematangan seksual. Individu mengalami perkembangan, biologik, psikologik,
dan sosiologik yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Secara biologik
ditandai dengan percepatan pertumbuhan tulang, secara psikologik ditandai
dengan akhir perkembangan kognitif dan pemantapan kepribadian, dan secara
sosiologik ditandai dengan intensifnya persiapan dalam menyongsong peranannya
kelak sebagai seorang dewasa muda. Batasan usia remaja menurut WHO adalah
usia 12 – 18 tahun (WHO, 2012).
Masa remaja merupakan masa dimana individu mengalami transisi
perkembangan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, kematangan mental,
emosional, social, dan fisik, usia dimana individu mulai berhubungan dengan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat, dan telah mengalami perkembangan tanda-tanda seksual, pola
psikologis, dan menjadikan lebih mandiri. Masa remaja adalah masa yang
terpenting dalam perjalanan kehidupan manusia (Kusmiran, 2011).
Remaja dalam arti adolescence (Inggris) berasal dari kata latin adolescere
tumbuh ke arah kematangan (Muss dalam Sarwono 2010:11). Kematangan disini
tidak hanya berarti kematangan fisik, tetapi terutama kematangan sosial-psiklogis.
Menurut Muang-man (Sarwono 2010:12) mengemukakan tiga kriteria,
yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Definisi tersebut berbunyi sebagai
berikut. Remaja adalah suatu dimana:
1.
Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
seksual
2.
Sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
3.
Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa.
4.
Terjadi ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang
relatif lebih
5.
Mandiri.
2.1.2 Tahapan Perkembangan Remaja
Menurut Depkes (2007), dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan,
ada 3 tahap perkembangan remaja.
a.
Remaja awal (10-13 tahun) Seorang remaja pada tahap ini masih
terheran-heran akan perubahan- perubahan yang terjadi pada tubuhnya
sendiri dan dorongan- dorongan yang menyertai perubahan-perubahan
Universitas Sumatera Utara
itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada
lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis.
Dengan dipegang
bahunya saja oleh lawan jenis ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang
berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego
menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti dan dimengerti orang
dewasa.
b. Remaja Tengah (14-16 tahun) Pada tahap ini remaja sangat
membutuhkan kawan-kawan. Dan
senang kalau banyak teman yang
mengakuinya. Ada kecenderungan narsistis yaitu mencintai diri sendiri,
dengan menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia
berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih yang mana
peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau
pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Remaja pria harus
membebaskan diri dari Oedipus complex (perasaan cinta pada ibu sendiri
pada masa anak-anak) dengan mempererat hubungan dengan kawankawan.
c.
Remaja akhir (17-19 tahun) Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju
periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu: Minat
yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek, Egonya mencari
kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam
pengalaman- pengalaman baru, Terbentuk identitas seksual yang tidak
akan berubah lagi, Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri
sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri
Universitas Sumatera Utara
dengan orang lain, Tumbuh ”dinding” yang memisahkan diri pribadinya
(private self) dan masyarakat umum.
2.1.3 Aspek Perubahan Pada Remaja
Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa dua aspek utama dalam perubahan
pada remaja, yakni perubahan fisik atau biologis dan perubahan psikologis.
1.
Perubahan Fisik (pubertas)
Masa remaja diawali dengan pertumbuhan yang cepat dan biasanya
disebut pubertas. Dengan adanya perubahan yang cepat itulah terjadilah
perubahan fisik yang dapat diamati seperti pertambahan tinggi dan berat
badan dan kematangan seksualsebagai hasil dari perubahan hormonal.
Antara remaja pria dan perempuan kematangan seksual terjadi dalam usia
yang agak berbeda. Kematangan seksual pada remaja pria biasanya terjadi
pada usia 9-15 tahun dan perubahan itu ditandai oleh perkembangan pada
organ seksual, mulai tumbuhnya ramut kemaluan, perubahan suara dan
ejakulasi pertama melalui mimpi basah. Sedangkan pada remaja
perempuan ditandai dengan menarche ( haid pertama), perubahan pada
dada, tumbuhnya rambut kemaluan dan juga perbesaran panggul. Usia
menarche rata-rata bervariasi dengan rentang umur 10 hingga 16,5 tahun.
2. Perubahan Psikologis
Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Labilnya emosi erat kaitanya dengan perubahan hormone dalam
tubuh. Sering terjadi letusan emosi dalam bentuk marah, sensitive bahkan
perbuatan nekad. Dalam berusaha mencari identitas diri, seorang remaja
Universitas Sumatera Utara
sering membantah orang tuanya. Sebenernya mereka belum mampu untuk
berdiri sendiri oleh karena itu seringkali terjerumus kedalam kegiatan yang
menyimpang dari aturan atau disebut dengan kenakalan remaja pranikah.
2.1.4
Organ Reproduksi Remaja Perempuan
a. Organ reproduksi bagian luar
1.
Bibir kemaluan luar (Labia Mayora)
2.
Bibir kemaluan dalam (Labia Minora)
3.
Klentit (Clitoris) yang sangat peka karena banyak saraf, ini
merupakan bagian yang paling sensitif dalam menerima rangsangan
seksual.
4.
Lubang kemaluan (Lubang Vagina) terletak antara lubang kecil dan
anus.
5.
Bukit kemaluan (Mons Veneris) yang ditumbuhi oleh rambut
kemaluan pada saat perempuan memasuki usia pubertas.
b. Organ Reproduksi Bagian Dalam
1.
Vagina (liang kemaluan atau liang senggama), bersifat elastic dan
dapat membesar serta memanjang sesuai kebutuhan fungsinya sebagai
organ baik saat berhubungan seks, saluran keluarnya darah haid, dan
jalannya keluarnya bayi saat melahirkan.
2.
Mulut rahim (serviks), saat berhubungan seks, sperma yang
dikeluarkan penis laki-laki didalam vagina akan masuk kedalam mulut
rahim sehingga bertemu sel telur perempuan.
Universitas Sumatera Utara
3.
Rahim (uterus) adalah tempat tumbuhnya janin hingga janin
dilahirkan. Rahim dapat membesar dan mengecil sesuai kebutuhan
(hamil dan setelah melahirkan).
4.
Dua buah saluran telur (Tuba Fallopi) yang terletak disebelah kanan
dan kiri rahim. Sel telur yang sudah matang atau sudah dibuahi akan
disalurkan kedalam rahim melalui saluran ini.
5.
Duah buah indung telur (Ovarium) kanan dan kiri. Ketika seseorang
perempuan melahirkan, ia mempunyai ovarium sekitar setengah juta
ovum (cikal bakal telur). Tiap ovum memiliki kemungkinan
berkembang menjadi telur matang. Dari sekian banyak ovum, hanya
sekitar 400 saja yang berhasil berkembang menjadi telur semasa usia
produktif perempuan (Bkkbn, 2007).
2.1.5
Perkembangan Fisik Remaja Perempuan
Pada
masa
remaja,
pertumbuhan
fisik
berlangsung
pesat.
Dalam
perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan 2 ciri yaitu cirri-ciri seks
primer dan cirri-ciri seks sekunder.
a.
Ciri-ciri seks primer : jika remaja perempuan sudah mengalami menarch,
menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin
perempuan berupa luruhnya lapisan diding rahim yang banyak mengandung
darah.
b.
Cirri-ciri seks senkunder
1. Pinggul lebar, bulat, membesar, puting susu membesar dan menonjol serta
berkembang kelenjar susu, payudara lebih membesar dan bulat.
Universitas Sumatera Utara
2. Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat,
lubang pori-pori
bertambah besar, kelenjar lemak dan keringat menjadi lebih aktif.
3. Otot semakin besar dan kuat, terutama pada pertengahan dan menjelang
akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu, lengan dan
tungkai.
4. Suara menjadi semakin merdu dan lebih penuh (Manuaba, 2010).
2.2 Pernikahan Dini
2.2.1 Pengertian Pernikahan Dini
Pernikahan dini adalah sebuah bentuk ikatan/pernikahan yang salah satu
atau kedua pasangan berusia 18 tahun atau sedang mengikuti pendidikan
disekolah menengah atas. Jadi sebuah pernikahan disebut pernikahan di sebut
pernikahan dini, jika kedua atau salah satu pasangan masuk berusia di bawah 18
tahun/masih berusia remaja (Depkes RI, 2009).
Perkawinan dini adalah perkawinan yang telah terjadi pada seseorang
wanita dengan status umur dibawah 20 tahun. Pada tipe orang usia dibawah 20
tahun keadaan organ reproduksi belum sepenuhnya matang dan masih dalam
tahap pertumbuhan (Manuaba, 2010).
Pernikahan adalah suatu peristiwa dimana sepasang calon suami istri
dipertemukan secara formal dihadapan kepala agama tertentu, para saksi dan
sejumlah hadirin, untuk kemudian resmi sebagai suami istri dengan upacara dan
ritual tertentu (Kartono, 2008).
Menurut Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974, salah satu
syarat untuk menikah adalah bila pihak pria sudah mencapai usia 19 tahun dan
Universitas Sumatera Utara
wanita sudah mencapai usia 16 tahun dan menurut Undang-Undang Kesehatan
No.36 tahun 2009 memberikan batasan tentang umur pernikahan 20 tahun keatas,
karena hubungan seksual yang dilakukan pada usia dibawah 20 tahun beresiko
terjadinya kanker serviks serta penyakit menular seksual. Undang-Undang
Perlindungan anak nomor 23 tahun 2002, orangtua diwajibkan melindungi anak
dari pernikahan dini. Namun ditinjau dari segi kesehatan reproduksi, usia 16 tahun
bagi wanita, berarti yang bersangkutan belum berada dalam usia reproduksi yang
sehat. Meskipun batas usia kawin telah ditetapkan UU, namun pelanggaran masih
banyak terjadi di masyarakat terutama dengan menaikkan usia agar dapat
memenuhi batas usia minimal tersebut (Sarwono, 2010).
2.3 Faktor-faktor yang menyebabkan wanita melakukan pernikahan dini
Faktor-faktor yang mempengaruhi pernikahan dini pada remaja di Negara
berkembang khususnya Indonesia antara lain :
a.
Faktor Ekonomi
Mencher dan Siagian (2012) mengemukakan kemiskinan adalah gejala
penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok orang atau wilayah sehingga
mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau sekelompok orang, dimana
pada suatu titik waktu secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan
yang layak. Sehingga dapat kita katakan bahwa salah satu factor yang
mempengaruhi pernikahan usia muda adalah tingkat ekonomi keluarga.
Rendahnya tingkat ekonomi keluarga mendorong si anak untuk menikah
diusia yang tergolong muda untuk meringankan beban orang tuanya. Dengan si
anak menikah sehingga bukan lagi menjadi tanggungan orang tuanya (terutama
Universitas Sumatera Utara
untuk anak perempuan), belum lagi suami anaknya akan bekerja atau membantu
perekonomian keluarga maka anak wanitanya dinikahkan dengan orang yang
dianggap orang yang dianggap mampu.
b.
Faktor Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan cenderung melakukan aktivitas sosial
ekonomi yang turun temurun tanpa kreasi dan inovasi. Akibat lanjutnya
produktivitas kerjanya pun sangat rendah sehingga tidak mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya secara memadai. Karena terkadang seorang anak perempuan
memutuskan untuk menikah di usia yang tergolong muda .
Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang wanita untuk menunda usia
untuk menikah. Makin lama seorang wanita mengikuti pendidikan sekolah, maka
secara teoritis makin tinggi pula usia kawin pertamanya. Seseorang wanita yang
tamat sekolah lanjutan tingkat pertamanya berarti sekurang-kurangnya ia menikah
pada usia diatas 16 tahun keatas, bila menikah diusia lanjutan tingkat atas berarti
sekurang-kurangnya berusia 19 tahun dan selanjutnya bila menikah setelah
mengikuti pendidikan di perguruan berarti sekurang-kurangnya berusia diatas 22
tahun.
c.
Faktor Keluarga / Orang tua
Bisanya orang tua bahkan keluarga menyuruh anaknya untuk menikah
secepatnya padahal umur mereka belum matang untuk melangsungkan
pernikahan, karena orang tua dan keluarga khawatir anaknya melakukan hal-hal
yang sangat lengket sehingga segera menikahkan anaknya. Hal ini merupakan hal
Universitas Sumatera Utara
yang sudah biasa atau turun-temurun. Sebuah keluarga yang mempunyai anak
gadis tidak akan merasa tenang sebelum anak gadisnya menikah.
d.
Faktor kemauan sendiri
Hal ini disebabkan karena keduanya merasa sudah saling mencintai dan
adanya pengetahuan anak yang diperoleh dari film atau media-media yang lain,
sehingga bagi mereka yang telah mempunyai pasangan atau kekasih terpengaruh
untuk melakukan pernikahan diusia muda.
e.
Faktor MBA (marriage By Accident)
Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, dengan mudah bisa
disaksikan
dalam
kehidupan
sehari-hari,
khususnya
dikota-kota
besar.
Pernikaahan pada usia remaja pada akhirnya menimbulkan masalah tidak kalah
pelitnya. Jadi dalam situasi apapun tingkah laku seksual pada remaja adalah
periode peralihan kemasa dewasa. Selain itu, pasangan yang menikah karena
“kecelakaan” atau hamil sebelum menikah mempunyai motivasi untuk melakukan
pernikahan usia muda karena ada suatu paksaan yaitu untuk menutupi aib yang
terlanjur terjadi bukan atas dasar pentingnya pernikahan.
f.
Faktor Media Massa
Media cetak maupun elektronik merupakan media massa yang paling
banyak digunakan oleh masyarakat kota maupun desa. Oleh karena itu, media
massa sering digunakan sebagai alat menstransformasikan informasi dari dua
arah, yaitu dari media massa ke arah masyarakat atau menstransformasi diantara
masyarakat itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Cepatnya arus informasi dan semakin majunya tehnologi sekarang ini yang
dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap
kalangan masyarakat di Indonesia, tidak terkecuali remaja. Teknologi seperti dua
sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, disatu sisi berampak
positif tetapi disisi lain juga berdampak negatif. Dampak positifnya, munculnya
imajinasi dan kreatifitas yang tinggi. Sementara pengaruh negatifnya, masuknya
pengaruh budaya asing seperti pergaulan bebas dab pornografi. Masuknya
pengaruh budaya asing mengakibatkan adanya pergaulan beba dan seks bebas.
Menurut Rohmahwati (2008) paparan media massa, baik cetak (koran,
majalah, buku-buku porno) maupun eletronik (TV, VCD, Internet), mempunyai
pengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada remaja untuk melakukan
hubungan seksual pranikah.
g. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan adalah hasil “tahu”, ini terjadi
setelah orang
melakukan
penginderaan
terhadap
suatu objek
tertentu,
penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni: indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa da raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui indera mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Tahu merupakan tindakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, yang
dapat diukur dengan kata kerja seperti kemampuan untuk menyebutkan,
menguraikan, mendefinisakan, menyatakan dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Ketidakbahagian dalam pernikahan sebagian besar pasangan yang
memasuki jenjang perkawinan tidak mempunyai persiapan jiwa dalam arti yang
sesungguhnya. Mereka tidak dibekali dengan cukup, hanya sekedar beberapa
petuah dan kalimat-kalimat pendek. Mereka berpikir bahwa dengan hubungan
cinta dan seks akan dapat memuaskan semua keinginan dan kebutuhan istrinya.
Perempuan juga berpikir seperti juga berpikir seperti itu.
Sarwono (2006) menyatakan bahwa faktor penyebab terjadinya pernikahan
dini adalah kurangnya informasi seputar pendidikan seks yang salah satunya juga
akibat dari orang tua atau remaja yang sering membicarakan seks dikalangan
mereka.
2.4 Dampak Pernikahan Dini Terhadap Kesehatan Reproduksi
Pernikahan usia muda mempunyai dampak terhadap kesehatan antara lain :
a. Kematian ibu yang melahirkan
Kematian karena melahirkan banyak dialami oleh ibu muda dibawah umur 20
tahun. Penyebab utama karena kondisi fisik ibu yang belum atau kurang
mampu untuk melahirkan. Kematian maternal pada ibu hamil dan melahirkan
pada usia kurang dari 20 tahun ternyata lebih tinggi dari kematian yang
terjadi pada usia 20-29 tahun dan meningkat pada usia 30-35 tahun (BKKBN,
2006).
b. Kematian bayi
Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang berusia muda (< 20 tahun) lebih sering
mengalami kejadian prematuritas yaitu lahir sebelum waktunya (prematur),
ada yang Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Berat badan kurang pada bayi
Universitas Sumatera Utara
yang dilahirkan dari ibu yang sangat muda ternyata berhubungan erat dengan
cacat bawaan fisik atau metal seperti ayan, kejang-kejang, kebutaan dan
ketulian (Sarwono, 2010).
c. Resiko Melahirkan
Usia wanita saat perkawinan pertama dapat mempengaruhi resiko melahirkan.
Semakin muda usia saat perkawinan pertama semakin besar resiko yang
dihadapi bagi keselamatan ibu maupun anak, karena disebabkan belum
matangnya rahim wanita usia muda untuk memproduksi anak atau belum siap
mental dalam berumah tangga. Demikian pula sebaliknya, semakin tua usia
saat perkawinan pertama semakin tinggi resiko yang dihadapi dalam masa
kehamilan atau melahirkan (BKKBN, 2006).
d. Hambatan terhadap kehamilan dan persalinan
Selain kematian ibu dan bayi, ibu yang kawin pada usia muda dapat pula
mengalami perdarahan, kekurangan darah atauu anemia berat, persalinan
yang lama dan sulit serta ketidakseimbangan antara besar janin dan besar
panggul ibu, keracunann kehamilan, preeklamsia dan ekslamsia bahkan
kemungkinan menderita kanker pada mulut rahim di kemudian hari akibat
hubungan seksual terlalu dini (Sarwono, 2010).
e. Cacat bawaan
Cacat bawaan merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak
saat pertumbuhan. Manuaba (2010) mengatakan kehamilan usia terlalu muda
dapat menimbulkan pertumbuhan janin dalam kandungan kurang sempurna ,
Universitas Sumatera Utara
persalinan sering diakhiri dengan tindakan operasi, pulihnya alat reproduksi
setelah persalinan berjalan lambat, pengeluaran ASI tidak cukup.
2.5 Penundaan Usia Pernikahan
Di Indonesia terutama daerah pedesaan masih banyak terdapat banyak
pernikahan dibawah umur. Kebiasaan ini berasal dari adat yang berlaku sejak
dahulu yang masih terbawa sampai sekarang. Ukuran perkawinan di masyarakat
seperti itu adalah hanya kematangan fisik atau bahkan hal yang sama sekali tidak
ada kaitanya dengan calon pengantin.
Penundaan dapat terjadi dengan makin meningkatnya taraf pendidikan
mayarakat, dengan makin banyaknya anak-anak perempuan yang bersekolah.
Semakin tertunda kebutuhan untuk mengawinkan anak-anak, para orang tua
menyadari bahwa persiapan yang lebih lama diperlukan untuk menjamin masa
depan anak sekolah dulu sebelum mengawinkan mereka. Kecenderungan ini
terutama terjadi pada masyarakat di kota besar atau dikalangan masyarakat kelas
sosial ekonomi menengah atas.
Kecenderungan pada masyarakat untuk meningkatkan usia perkawinan ini
ternyata didukung juga oleh UU No.1/1974. Dengan adanya aturan tersebut yang
pelaksanaanya cukup ketat di lapangan, maka terbataslah kesempatan untuk
menikah dibawah usia yang ditetapkan. Terlebih lagi, pemerintah sendiri melalui
program KB berusaha untuk lebih meningkatkan lagi batas usia perkawinan ke
umur 20 tahun untuk wanita, dengan pertimbangan bahwa kehamilan pada wanita
dibawah usia 20 tahun adalah kehamilan beresiko tinggi sehingga harus dihindari.
Universitas Sumatera Utara
Pihak individu-individu yang bersangkutan itu sendiri menurut J.T.Fawcelt
ada sejumlah yang menyebabkan orang memilih untuk tidak menikah sementara
(Sarwono,2010).
2.6
Kerangka Pemikiran
Dalam pasal 1 Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang pernikahan,
mendefinisikan pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan
pernikahan yang ideal untuk perempuan adalah 21-25 tahun sementara laki-laki
25-28 tahun. Karena di usia seperti ini secara fisik maupun mental sudah mampu
atau sudah ada kesiapan memikul tanggung jawab sebagai suami istri dalam
berumah tangga.
Untuk memperjelas alur pemikiran tersebut, peneliti membuat bagan yang
menggambarkan kerangka pemikiran tersebut sebagai berikut:
Faktor yang
mempengaruhi
terjadinya pernikahan
dini
Pernikahan dini
pada remaja
Dampak
pernikahan
dini
Gambar 1. Kerangka Pikir
Dari kerangka pemikiran diatas, dapat dijelaskan bahwa remaja yang
melakukan pernikahan usia belasan tahun didasari atas keputusan-keputusan yang
komplusif. Faktor yang mempengaruhi remaja melakukan pernikahan dini dilatar
Universitas Sumatera Utara
belakangi adanya faktor ekonomi, pendidikan, orang tua/keluarga, kemauan
sendiri, hamil diluar nikah, media massa/cetak, pengetahuan dan suku.
Universitas Sumatera Utara
Download