PERKEMBANGAN AMBIENT MEDIA DI INDONESIA Rahina Nugrahani * Abstrak Kegiatan periklanan ditujukan untuk mendapatkan respon atau reaksi dari audiens. Pada beberapa kasus, kegiatan periklanan digunakan sebagai sarana untuk menghidupkan brand awareness (kesadaran terhadap merk) sebagai bagian dari upaya untuk membangun citra positif produk yang ditawarkan. Sebagai elemen yang memegang peran utama dalam kegiatan pemasaran, perusahaan harus mampu menentukan strategi media yang paling efektif dan sesuai dengan karakter perusahaan. Ada paradigma bahwa media massa merupakan media yang paling efektif untuk mengiklankan produk. Dibandingkan media yang lain, televisi adalah salah satu media periklanan yang paling populer karena memiliki kompetensi untuk menggabungkan unsur audio visual dan jangkauannya yang luas. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk bisa mempromosikan produk melalui televisi tidak mengurangi antusiasme pemasar untuk beriklan di media tersebut. Terdapat hasil penelitian yang menyebutkan bahwa setiap harinya audiens diserbu tidak kurang dari 8.000 iklan televisi per hari. Berdasarkan hal tersebut, para ahli menyimpulkan bahwa iklan televisi sudah kehilangan efektivitasnya untuk mempengaruhi keputusan produk dalam membeli produk. Menurunnya keefektifan media konvensional menginspirasi biro-biro iklan dan pemasar untuk menggunakan media periklanan yang lain. Media lini bawah (below the line media) yang tidak terlalu populer sebelumnya, mulai dipertimbangkan sebagai salah satu media alternatif seiring dengan tuntutan untuk menciptakan media yang lebih efektif danl ebih kreatif. Salah satu media media nonkonvensional yang mulai populer akhir-akhir ini adalah ambient media, media yang tujuan utamanya adalah memberikan pengalaman yang tidak terlupakan kepada audiens melalui sesuatu yang berbeda, di luar standar, dan pada umumnya media ini terintegrasi dengan lingkungan. Kata Kunci : iklan, media, ambient Pendahuluan Iklan merupakan salah satu bentuk kegiatan promosi yang paling dikenal karena fungsinya sebagai instrumen pemasaran dengan daya jangkau yang sangat luas bagi perusahaan yang memproduksi barang atau jasa. Sifat dan tujuan iklan cukup beragam, sesuai dengan produsen dan target marketnya. Namun pada umumnya, suatu perusahaan beriklan untuk mendapatkan respons atau reaksi secara langsung maupun tidak langsung dari audiens. Dalam hal tertentu, iklan juga bertujuan untuk lebih mengembangkan kesadaran audiens terhadap brand/merk serta sebagai sebuah upaya untuk membentuk suatu citra positif bagi barang atau jasa yang dihasilkannya. Belanja iklan di Indonesia pada tahun 2005 tercatat sebesar + 23 triliun rupiah. Televisi mendapatkan perolehan nilai belanja sebesar 70% dengan estimasi biaya sebesar 16 triliun rupiah, * Penulis adalah seorang dosen Jurusan Seni Rupa FBS Universitas Negeri Semarang sedangkan 30% lainnya diperoleh media cetak (surat kabar, majalah dan tabloid) dengan persentase yang hampir merata satu sama lain (Nielsen Media Research, dikutip Tempo Interaktif Desember 2005). Kegiatan beriklan melalui media masa dianggap efektif karena mampu menjangkau audiens dalam jangkauan yang luas, serta dapat menciptakan citra merk di benak audiens. Tertanamlah sebuah paradigma bahwa pemasang iklan harus sedapat mungkin memanfaatkan iklan di media masa untuk bisa mencapai positioning tertentu di mata konsumen. Media masa baik elektronik maupun cetak lazim disebut media konvensional. Oleh karena itu iklan yang menggunakan media masa juga disebut iklan konvensional. Salah satu media konvensional yang paling populer di kalangan masyarakat adalah televisi. Hal ini disebabkan oleh karakternya yang spesifik yaitu kemampuan untuk menggabungkan faktor audio dan visual. Selain itu televisi juga mampu mengatasi jarak dan waktu, sehingga penonton yang tinggal di daerah terpencil sekalipun dapat menikmati siaran. Karena karakteristik tersebut, televisi masih menjadi alternatif pertama pemilihan media yang berkaitan dengan kegiatan pemasaran dan periklanan. Iklan televisi dinilai sebagai media konvensional yang paling efektif dan mencapai target audiens yang paling luas. Berdasarkan sumber yang diambil dari Roy Morgan Indonesia, televisi menjadi sarana iklan yang paling banyak dilihat dan mendapatkan perhatian dari responden. Jumlahnya mencapai 97,49%. Sedangkan radio sebagai kompetitor televisi hanya meraih 35,8%. Walaupun televisi diakui sebagai salah satu media beriklan yang paling efektif, namun televisi juga merupakan media yang paling mahal untuk beriklan. Biaya penayangan iklan di televisi dihitung per detik, selain itu biaya yang dihabiskan untuk memproduksi sebuah iklan yang berkualitas juga menelan biaya yang sangat banyak. Di Indonesia, untuk memproduksi iklan dengan durasi kurang dari satu menit bisa menelan biaya ratusan juta rupiah, bahkan lebih. Sedangkan tarif rata-rata penayangan iklan televisi per 30 detik bisa mencapai 20 juta pada saat prime time (19.00-21.00). Dengan demikian, bisa dipastikan bahwa perusahaan yang mampu beriklan di televisi adalah perusahaan-perusahaan dengan omset besar. Perusahaan kecil-menengah dengan anggaran terbatas akan sulit untuk beriklan di televisi (Morissan 2007). Meskipun demikian, mahalnya biaya beriklan di televisi tidak mengurangi minat para produsen untuk memilih televisi sebagai salah satu media untuk mempromosikan barang atau jasa yang dihasilkannya. Banyaknya pemasang iklan yang ingin muncul di TV menjadikan adanya kemungkinan jenuhnya audiens terhadap iklan televisi. Pengkajian kepemirsaan Nielsen Media Research di Indonesia mencatat bahwa, iklan TV yang menggempur audiens sudah mencapai 7 ribu iklan per hari atau 250 ribu per bulan. Hal itu menandakan bahwa setiap harinya audiens dijejali lebih dari 8 ribu iklan dalam sehari. Bisa dibayangkan reaksi yang paling mungkin muncul di kalangan konsumen saat iklan ditayangkan adalah zapping atau mengganti chanel. Banyak pakar yang akhirnya menyampaikan bahwa tingginya jumlah iklan yang menggempur audiens menjadikan iklan televisi, sebagai salah satu media beriklan dengan pendekatan konvensional, telah mencapai titik yang semrawut. Bagaimana pun pemasar harus selalu mempertimbangkan media apa yang paling tepat untuk mempromosikan suatu produk. Kesemrawutan media konvensional mengilhami biro iklan dan pemasar untuk mencari sarana lain sebagai media beriklan. Below the line media (media nonkonvensional) yang jarang dilirik oleh pemasar mulai dikembangkan seiring dengan adanya tuntutan untuk lebih kreatif dan lebih jitu dalam beriklan. Salah satu bentuk kegiatan below the line media yang menjadi terobosan baru adalah ambient media, sebuah media informasi di lingkungan sekitar kita dalam bentuk yang sama sekali berbeda, di mana sebuah brand/merk dapat bersentuhan langsung dan memberikan pengalaman yang tidak terlupakan (memorable experience) kepada audiens. Periklanan sebagai Suatu Proses Kreatif Periklanan adalah sebuah bisnis yang besar. Ralph S. Alexander (dalam Morisan 2007:14) mendefinisikan iklan atau advertising sebagai “any paid form of non personal communication about an organization, product, service, or idea by an identified sponsor” (setiap bentuk komunikasi nonpersonal mengenai suatu produk, layanan atau ide yang dibayar oleh satu sponsor yang dikenali). Secara umum, periklanan dihargai karena dikenal sebagai pelaksana beragam fungsi komunikasi yang penting bagi perusahaan bisnis dan organisasi lainnya. Adapun beberapa fungsi periklanan menurut Shimp (2003:357) ialah (1) informing, (2) persuading, (3) reminding, (4) addiing value, dan (5) assisting. Secara singkat dapat dijabarkan sebagai berikut: Dalam fungsi informing periklanan membuat konsumen sadar akan keberadaan merk-merk baru, menginformasikan mereka tentang berbagai fitur dan manfaat merk, serta memfasilitasi penciptaan citra merk yang positif. Singkatnya fungsi periklanan sebagai sumber informasi bertujuan untuk meningkatkan TOMA – top of mind awareness (puncak kesadaran dalam benak konsumen). Fungsi persuading dalam iklan yang efektif akan mampu mempersuasi (membujuk) pelanggan untuk mencoba produk atau jasa yang diiklankan. Fungsi reminding dalam iklan menjaga agar merk perusahaan tetap segar dalam ingatan para konsumen. Pada fungsi adding value, periklanan memberi nilai tambah merk dengan mempengaruhi persepsi konsumen. Mempengaruhi persepsi konsumen merupakan nilai tambah bagi penawaranpenawaran yang dilakukan oleh produsen, sedangkan fungsi assisting mendampingi upaya-upaya lain dari perusahaan. Periklanan hanyalah salah satu alat dari bauran komunikasi pemasaran. Periklanan dapat membantu perwakilan penjualan, meningkatkan hasil dari komunikasi pemasaran lainnnya, juga bisa meningkatkan efektivitas transaksi harga. Peran utama periklanan adalah pendamping yang memfasilitasi upaya-upaya perusahaan dalam komunikasi pemasaran. Sebagai upaya untuk bisa memenuhi kelima fungsi tersebut di atas, dalam membuat iklan perlu dipertimbangkan strategi media. Tom Duncan (dalam Morissan 2007:168) mendefinisikan strategi media sebagai “ideas about how media objectives will be accomplished through the selection of various combination media” (ide mengenai bagaimana tujuan media akan dicapai melalui seleksi berbagai kombinasi media). Strategi media itu sendiri terdiri dari empat kegiatan yang saling berkaitan, (Shimp 2004:7). Strategi tersebut ialah pertama, memilih audiens sasaran. Kegagalan untuk mengidentifikasi audiens secara tepat dapat menyebabkan hilangnya konsumen yang prospektif. Untuk dapat menetapkan segmentasi yang tepat, dalam memilih audiens sasaran terdapat empat faktor utama yang harus dianalisis secara jeli, yakni: (a) faktor geografis, (b) demografis, (c) pemakaian produk, dan (d) psikografis atau perilaku dan gaya hidup konsumen. Strategi kedua, membuat spesifikasi tujuan media. Tujuan media harus dirumuskan secara khusus. Para perencana media setidaknya harus mencari jawaban untuk kelima pertanyaan berikut: (a) berapa jumlah audiens yang harus menyimak pesan periklanan selama masa tertentu (isu jangkauan); (b) seberapa seringkah audiens harus dihadapkan pada periklanan (isu frekuensi); (c) seberapa banyakkah periklanan total yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu (isu bobot); (d) bagaimana anggaran periklanan harus dialokasikan sepanjang waktu (isu kontinuitas); dan (e) cara apa yang paling murah untuk mencapai tujuan lainnya (isu biaya). Strategi ketiga ialah memilih kategori media dan sarana. Setiap media memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Setiap pemasar harus jeli memilih media yang sesuai dengan target audiens yang akan dibidik. Sementara strategi keempat, membeli media. Suatu strategi media yang baik harus menyatakan bagaimana media dapat membantu menciptakan pengalaman merk (brand experience) bagi konsumen dan calon konsumen. Sifat dan tujuan iklan berbeda antara satu perusahaan dan perusahaan lainnya. Kreativitas dan iklan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Periklanan adalah hasil dari sebuah proses kreatif yang melibatkan banyak orang kreatif. Mereka yang terlibat dalam produksi iklan umumnya disebut sebagai tim kreatif atau orang kreatif. Meski demikian, kreativitas dalam periklanan bukanlah suatu hal yang instan, melainkan sebuah proses. Ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam sebuah proses kreatif. Young (1975) merumuskan lima langkah dalam proses kreatif iklan, yakni: Pertama, keterlibatan diri (immersion); yaitu upaya untuk melibatkan diri ke dalam masalah yang ada dengan cara melakukan riset atau mengumpulkan bahan mentah dan segala informasi yang diperlukan. Riset ini disebut dengan background research dan kemudian diikuti dengan tahap mencerna (digestion) masalah tersebut sebagai upaya untuk memikirkan dan memecahkan masalah. Kedua, proses inkubasi (incubation) yang didefinisikan sebagai putting the problem out of your concious mind and turning the information over the subconcious to do the work (meletakkan masalah di luar pikiran sadar dan mengubah informasi ke dalam pikiran bawah sadar untuk melakukan pekerjaan). Ketiga, iluminasi, yakni upaya memunculkan ide atau gagasan; dan keempat verifikasi, ialah kegiatan mempelajari ide atau gagasan untuk menentukan apakah ide atau gagasan itu sudah sesuai dan mampu menyelesaikan masalah. Keempat langkah tersebut tidak menjadi langkah mutlak yang harus dilalui oleh tim kreatif dalam membuat sebuah iklan karena proses kreatif merupakan hal yang sangat unik pada setiap individu. Namun langkah tersebut menawarkan suatu cara yang sistematis dan terorganisir dalam mengatasi masalah yang ada. Pemasang iklan dan perusahaan iklan memulai langkah pertama dalam pekerjaan kreatif dengan mengembangkan pemahaman yang menyeluruh mengenai barang dan jasa yang akan dipromosikan, memahami target konsumen dan menyadari tingkat persaingan yang ada. Saat ini perusahaan besar berskala nasional membelanjakan ratusan juta rupiah untuk memproduksi iklan dan ratusan juta rupiah lagi untuk menempatkan hasil produksi iklan di berbagai lini media. Mereka menyadari bahwa iklan yang kreatif dan mampu menarik perhatian audiens merupakan salah satu faktor terpenting bagi keberhasilan pemasaran. Strategi dan eksekusi ide kreatif yang jeli menjadi hal terpenting untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan suatu strategi pemasaran. Kita seringkali mengamati iklan yang menggempur kita setiap hari, baik iklan yang ditayangkan melalui media elektronik maupun media cetak. Beberapa di antara iklan tersebut banyak yang berhasil menyita perhatian audiens dan membuatnya teringat pada produk yang dipromosikan, namun tidak sedikit iklan yang gagal menarik perhatian dan berlalu begitu saja di ingatan audiens tanpa berhasil membangun kesan apapun mengenai produk yang diiklankan. Menciptakan sebuah iklan yang kreatif sekaligus iklan yang efektif memang bukan hal yang mudah. Harus ada keseimbangan di antara keduanya, sehingga iklan bisa menarik perhatian audiens sekaligus memunculkan citra produk atau jasa yang diiklankan dalam benak konsumen. Terdapat beberapa pakar periklanan yang menyebutkan bahwa iklan yang kreatif adalah iklan yang mampu meningkatkan penjualan produk. Pendapat lain mengatakan iklan yang kreatif adalah iklan yang berasal dari ide orisinal, memenuhi aspek estetik sekaligus artistik, dan dapat membuktikan ketangguhannya dalam ajang perlombaan kreatif bergengsi. Ada juga pendapat yang menyebutkan bahwa iklan kreatif adalah iklan yang mampu menarik perhatian dan mampu memberikan efek kepada audiens. Akan tetapi, salah satu nilai mutlak yang harus dimiliki oleh sebuah iklan adalah daya tarik. Daya tarik iklan dapat dipahami sebagai something that moves people, speaks to their wants or needs, and excites their interest (sesuatu yang menggerakkan orang, berbicara mengenai keinginan atau kebutuhan mereka, dan membangkitkan ketertarikan mereka) (Moriaty 1991:76). Secara umum daya tarik yang dapat digunakan dalam menciptakan sebuah iklan dapat dikategorikan menjadi (1) daya tarik informatif/rasional, dan (2) daya tarik emosional. Daya tarik informatif atau rasional menekankan pada fakta, pembelajaran, dan logika yang disampaikan suatu iklan. Daya tarik iklan informatif meyakinkan konsumen bahwa produk mereka memilki manfaat tertentu yang dapat memuaskan kebutuhan konsumen. Daya tarik emosional berhubungan dengan kebutuhan sosial dan psikologis konsumen dalam pembelian suatu produk. Tidak sedikit motif pembelian konsumen bersifat emosional, karena perasaan mereka terhadap suatu merk jauh lebih penting dibandingkan pengetahuan mereka terhadap merk. Dalam mencapai hasil yang maksimal, tidak menutup kemungkinan bagi tim kreatif untuk menggabungkan dua daya tarik tersebut dalam menciptakan sebuah iklan kreatif. Hal itu disebabkan oleh keputusan pembeli oleh konsumen seringkali didasari oleh dua motif, yaitu motif emosional dan motif rasional. Tujuan utama pemasar dalam menciptakan kreativitas iklan adalah mengembangkan hubungan emosional yang paling kuat antara merk produknya dengan konsumen. Meski demikian, tidak semua iklan dapat digolongkan sebagai iklan dengan daya tarik rasional dan emosional saja. Beberapa iklan disebut sebagai iklan pengingat (reminder advertising) yang memiliki tujuan untuk membangun kesadaran terhadap suatu merk produk. Pemasar juga sesekali meluncurkan iklan misteri (mystery advertising) atau iklan penggoda (teaser advertising) untuk meluncurkan suatu produk baru. Iklan-iklan tersebut membangun rasa ingin tahu di benak konsumen, memungkinkan adanya suatu pembicaraan dan pembahasan di antara audiens meskipun identitas produk tersebut tidak diketahui oleh mereka. Dalam menciptakan iklan misteri atau iklan penggoda, pemasar tetap dituntut untuk bisa fokus dalam menjaga keefektifan iklan yang dibuat, sehingga tujuan dalam membuat iklan tersebut dapat tercapai. Terobosan Kreatif Beriklan dalam Ambient Media Ambient media merupakan salah satu strategi beriklan yang tujuan utamanya adalah untuk membangkitkan feeling dan mood konsumen agar merasa nyaman dan suka ketika berinteraksi dengan produk atau layanan yang ditawarkan oleh produsen. Semangat yang dibawa oleh ambient media adalah memberikan memorable experience kepada konsumen. Dalam perkembangannya ambient media menjadi sebuah kegiatan below the line yang terintegrasi dengan media. Ambient media juga bisa disebut sebagai media lingkungan (Lwin dan Aitchison 2002). Gb.1 Salah satu contoh ambient media di Amerika. Sebuah halte bus didesain sedemikian rupa sehingga menyerupai salah satu ruangan yang nyaman (sebelah kiri) dan halte bus yang menyerupai meja pemesanan Mc.Donalds (sebelah kanan) (sumber : http://media-ide.bajingloncat.com/category/ambient/ : 2006) Ambient media sebenarnya bukanlah satu strategi baru yang tumbuh belakangan ini. Hendroyono (2007) menyebutkan bahwa pada tahun 1972 Alfred Hitchock telah memulai sebuah terobosan baru kegiatan berpromosi dengan cara membuat dummy (replika) dirinya sendiri yang kemudian ditenggelamkan di sungai Thames. Tujuan Hitchock melakukan hal itu supaya semua orang membicarakan film barunya “FRENZY”. Persis seperti yang dia harapkan, kejadian tersebut berhasil membuat semua warga London membicarakannya. Kejadian tersebut banyak diliput oleh berbagai media, bahkan ada beberapa yang memfilmkannya. Sebuah upaya nonkonvensional yang cerdas, yang dilakukan oleh orang yang cukup visioner di tahun 1972- ketika media belum semrawut seperti sekarang ini. Ambient media memiliki kecenderungan untuk opportunistic, dalam arti bentuknya memanfaatkan lingkungan yang ada dan seringkali atribut yang ada di lingkungan tersebut menjadi bagian dari pesan itu sendiri. Kekuatan utama ambient media adalah memberikan surprising effect (efek yang mengejutkan) kepada konsumen. Ambient media merupakan salah satu strategi media dengan menggunakan pendekatan yang unik dan nyeleneh. Pada tahun 2002, Ambient media mulai muncul di jargon media Inggris dan saat ini telah menjadi salah satu teknik beriklan seperti halnya media periklanan komersial yang lain. Gb. 2 Ambient media tampil “nyeleneh”, memberikan surprising effect dengan memanfaatkan lingkungan secara maksimal agar menjadi bagian dari pesan yang disampaikan. (sumber : http://media-ide.bajingloncat.com/category/ambient/ : 2006) Ada beberapa faktor pendukung pesatnya pertumbuhan ambient media sebagai salah satu strategi beriklan, antara lain: - Menurunnya kekuatan media konvensional (seperti spanduk, banner, billboard dan lain-lain) - Semakin semrawutnya jumlah iklan televisi yang menggempur konsumen setiap hari - Adanya tuntutan permintaan yang semakin tinggi terhadap media komunikasi nonkonvensional, media yang tidak biasa (out of standard) dan menarik - Kebutuhan untuk menjaring target audience yang lebih signifikan bagi produk - Perkembangan teknologi, multimedia, internet dan sebagainya Ambient media memiliki salah satu sifat yang unik, yaitu sifat hidden (tersembunyi) bagi pesan yang disampaikan. Seperti apa yang dilakukan oleh Hitchcock di tahun 1972, audiens dibujuk untuk bertanya-tanya mengenai pesan apa yang tersembunyi di balik kejadian “mengapungnya” dummy pakar film suspense itu di sungai Thames. Sama halnya seperti sebuah iklan layanan masyarakat yang menggeletakkan boneka patung manusia di tengah jalan dengan kondisi kepala pecah dan cairan yang keluar dari kepala direpresentasikan dengan isi telur (lihat gambar 3). Ambient media tersebut tidak menampilkan pesan verbal dan mungkin terlihat “vulgar”, namun bisa dipastikan audiens yang melihat ambient tersebut akan lebih berhati-hati ketika mengemudi. Sifat yang nyeleneh, unik dan out of standard juga membujuk media lain untuk tidak segan meliput momen tersebut, sehingga ambient media seringkali menciptakan sebuah pembahasan dan menjadi topik pembicaraan di tengah masyarakat. Ambient media sangat sulit untuk dihindari, sehingga target audience seringkali tidak menyadari bahwa pesan yang ingin disampaikan sudah diserap terlebih dahulu. Ambient media memiliki kekuatan untuk memaksa alam bawah sadar audiens untuk tidak bisa menolak pesannya. Gb.3 Ambient media sebuah Iklan Layanan Masyarakat yang mengusung tema “Safety Riding”, vulgar tapi mengena (sumber: http://media-ide.bajingloncat.com/category/ambient/ tahun 2006) Di Indonesia, terutama di kota-kota besar, keberadaan ambient media sudah mengisi berbagai sudut di ruang kota. Di Jakarta, tampak berbagai bentuk iklan dalam tampilan unik yang mencoba menarik perhatian masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa ambient media sudah menjadi salah satu media yang banyak dilirik oleh pemasar, meskipun jika dibandingkan dengan negara-negara lain jumlah ambient media di Indonesia bisa dikatakan masih terbatas. Jika pemasar sudah mulai melirik dan tertantang untuk menciptakan media nonkonvensional, langkah berikutnya yang tidak mudah adalah meyakinkan klien (dalam hal ini produsen) bahwa ambient media juga memiliki jangkauan yang sama maksimal dengan media konvensional. Paradigma bahwa televisi merupakan media yang paling efektif dalam beriklan masih tertanam kuat di benak klien, sehingga mereka enggan untuk beralih menggunakan terobosan media yang lain. Aristanto (2007) menyatakan bahwa ambient media jika dibandingkan dengan iklan televisi, justru memiliki stopping power yang cukup tinggi disebabkan oleh sifatnya; unzappable (tidak dapat diganti chanelnya-seperti chanel dalam tv) dan unavoidable (tidak dapat dihindari). Kedua hal tersebut yang menyebabkan media ini memiliki daya pikat yang besar. Gb.4 Ambient media produk Pepsodent yang menampilkan sikat gigi berukuran raksasa yang digantung di atas gedung Memanfaatkan kaca gedung untuk merepresentasikan bentuk deretan gigi (sumber Cakram edisi 268:2006) Keengganan klien untuk menggunakan ambient media mungkin juga dipicu oleh kreativitas tim kreatif yang kurang berani dan inovatif. Aristanto menambahkan bahwa ambient media di Indonesia memiliki kecenderungan untuk bersaing hanya dari segi ukuran dan budget. Ada sebuah persepsi bahwa ambient media harus berukuran besar, tetapi pesan yang disampaikan tidak mengena secara emosi kepada target audiens. Terdapat kesan bahwa kemampuan tim kreatif untuk memaksimalkan lingkungan sebagai bagian dari pesan masih kurang. Hendroyono (2007) menyebutkan bahwa dalam menciptakan sebuah ambient media, tim kreatif harus senatural mungkin mengintegrasi ide dengan media yang akan dipakai. Sensitivitas terhadap lingkungan sekitar harus semakin diasah. Selain itu, strategi ambient media harus dilakukan secara kontinyu karena keterbatasan ambient media dalam menjangkau khalayak sasaran. Oleh karena itu aspek budaya dan psikologis target audiens adalah faktor yang sangat penting untuk diperhatikan. Gb. 5 Ambient media dari biscuit TRENZ di mall Ambasador – Jakarta. Sesuai dengan slogan TRENZ “ADIKTIF”, maka dipasang stiker berukuran besar dengan sosok manusia yang rela merayap dinding mall untuk mendapatkan produk TRENZ, di bagian paling atas dinding mall. (sumber : Cakram edisi 284:2007) Ambient media yang berkembang akhir-akhir ini cenderung untuk menjadi media iklan luar (outdoor advertising), itulah sebabnya media semacam ini perlu untuk didesain dan direncana secara seksama agar tidak menganggu lingkungan, khususnya aspek tata kota. Salah satu penerapan ambient advertising yang cukup jeli adalah ambient produk Softener So Klin di sepanjang Jalan S. Parman dan Gatot Subroto Jakarta. Pohon-pohon di kawasan tersebut “tiba-tiba” berbuah lebat. Buah-buah yang menggantung ini tidak lain adalah poster yang dipotong menyerupai bentuk buah. Buah-buah ini digantung cukup tinggi untuk menghindari jangkauan pejalan kaki yang mungkin saja jahil dengan “memetik” buah tersebut. Gb. 6 Ambient media dari Softener So Klin yang me-launching trademark baru dengan aroma buah. Poster berbentuk buah ini tergantung di sepanjang Jalan S. Parman dan Gatot Subroto (sumber : http://media-ide.bajingloncat.com/category/ambient/ : 2006) Ambient media merupakan salah satu strategi yang bisa merekatkan antara brand dengan konsumennya secara langsung, menggunakan pendekatan yang senatural mungkin, mampu menyedot perhatian target audiens sekalligus memecah perhatian konsumen dengan sifatnya yang inovatif. Kondisi ekonomi yang belum stabil menyebabkan perkembangan penggunaan ambient media di daerah kurang signifikan jika dibandingkan dengan Jakarta. Selain itu, jumlah industri yang ada di daerah masih sangat terbatas dan pada umumnya mereka kurang “berani” bereksperimen untuk melakukan kegiatan-kegiatan out of standard. Meski demikian, prospek ambient media sangat terbentang luas karena media konvensional seperti iklan media cetak dan iklan televisi sudah menemui titik jenuh. Setiap biro iklan full service atau yang memiliki divisi brand activation, perusahaan humas serta event organizer sekarang ini banyak yang menyediakan jasa ambient advertising. Penutup Kreativitas dalam mengeksekusi media periklanan dan menciptakan terobosan baru dalam beriklan merupakan syarat mutlak berhasilnya suatu strategi promosi. Menurunnya efektivitas beriklan melalui media konvensional, seperti media massa mendorong pemasar dan agen periklanan untuk menciptakan sebuah media beriklan yang baru untuk memikat perhatian audiens. Ambient media atau lebih populer disebut sebagai media lingkungan yang berkembang pesat akhir-akhir ini merupakan salah satu terobosan kreatif dalam iklan jenis media nonkonvensional. Semangat yang dibawa oleh ambient media adalah memberikan pengalaman yang tidak terlupakan (memorable experience) kepada konsumen. Dalam perkembangannya, ambient media memanfaatkan dan mengintegrasikan lingkungan sebagai bagian dari iklan itu sendiri. Ambient media seringkali tidak menampilkan pesan verbal namun sifatnya yang unik dan tampil berbeda juga membujuk media lain untuk tidak segan meliput momen tersebut, sehingga ambient media seringkali menciptakan sebuah pembahasan dan menjadi topik pembicaraan di tengah masyarakat. Ambient media dapat dikatakan efektif dan menjadi solusi apabila media tersebut mampu menyedot perhatian audiens dan menumbuhkan identitas merk (brand identity) yang positif di benak audiens. Disebabkan ambient media sangat terkait dengan lingkungan maka eksekutor media perlu mempertimbangkan aspek sosial dan budaya, sehingga tidak memberi kesan mengganggu atau mengotori lingkungan di lokasi yang akan digunakan. Sosialisasi mengenai ambient media dan keefektifannya oleh biro iklan maupun pemasar dirasa mampu meyakinkan produsen untuk mulai melirik media ini sebagai media alternatif dalam beriklan. Meski demikian, kreativitas dan kepekaan agency untuk bisa mengeksekusi media ini secara tepat dan jitu merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan ambient media. Daftar Pustaka Aristantono, C. 2007.”Sudut-sudut Ambient di Jakarta”. Cakram. Vol 284 Hendroyono, H. 2007. “The Rise of Ambient Media (Not The Fall of Advertising)”.Cakram. Vol 284 Kottler, P. 1980.Principles of Marketing. New Jersey:Prentice Hall Lwin, M dan Jim Aitchison. 2002. Clueless in Advertising. New Jersey:Prentice Hall Moriaty, S.E. 1991. Creative Advertising:Theori and Practice. New Jersey:Prentice Hall Morissan. 2007. Periklanan-Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta:Ramdina Prakarasa Prita. 2006. Ambient.http://media-ide.bajingloncat.com/category/ambient/ Rofiq, N. B. 2006. “Alternatif Memecah Perhatian Konsumen”. Cakram. Vol 268. Shimp, T. A. 2003. Periklanan Promosi - Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu Jilid 1& 2. Jakarta: Penerbit Erlangga Young, J.W. 1975. A Technique for Producing Ideas. Chicago:Crain Books