KEPMEN - ETD UGM

advertisement
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (KEPMEN) nomor
26/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Jenis-jenis Hama
Penyakit Ikan
Karantina, Golongan, Media Pembawa dan sebarannya disebutkan bahwa
Pseudomonas (utamanya P. anguilliseptica) merupakan jenis bakteri yang
termasuk salah satu Hama Penyakit Ikan Karantina (HPIK) golongan II.
Peraturan Pemerintah no 15 tahun 2002 menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan HPIK golongan II adalah penyakit yang dapat disucihamakan atau
disembuhkan karena teknologi perlakuannya sudah dikuasai.
Golongan bakteri yang sering menginfeksi ikan dan menimbulkan
kerugian ekonomi yang signifikan adalah dari genus Pseudomonas. Genus ini
memiliki banyak spesies yang sangat berdampak terhadap produktifitas sektor
perikanan budidaya terutama di negara berkembang di wilayah tropis. Beberapa
spesies yang telah umum dilaporkan menginfeksi ikan diantaranya : Pseudomonas
lainnya seperti P. anguilliseptica, P. stutzeri, P. aeruginosa, P. cepacea,
P. flourescens, P. mallei, P. maltophilla, P. paucimobilis, P. pickettii,
P. pseudomallei, P. putida, dan P. vesicularis (Palleroni et al., 1973).
Salah satu anggota genus Pseudomonas yang dewasa ini menunjukkan
kenaikan potensi serangan/ancaman terhadap kegiatan perikanan adalah
Pseudomonas stutzeri. Patogenitas P. stutzeri sebelumnya dilaporkan hanya pada
manusia dan itu pun sebagai infeksi sekunder. Pada penelitian sebelumnya
1
dilaporkan bahwa sejak tahun 1956 patogenisitas P. stutzeri hanya dilaporkan
terjadi pada manusia (Stanier et al.,1966). Pseudomonas stutzeri juga telah
dilaporkan dapat diisolasi dari kura – kura laut (Caretta caretta). Pada tahun 2009
P. stutzeri berhasil diisolasi pada limbah kolam ikan lele di Delta
Mekong,
Vietnam
Sungai
(Cao Ngoc Diep, 2009). Injeksi Pseudomonas pada
O. niloticus menyebabkan 50% mortalitas yang mengindikasikan bahwa
Pseudomonas bersifat patogenik terhadap O. niloticus pada 2x106 CFU/ml.
Infeksi O. niloticus menunjukkan adanya gejala klinis dan lesi post-mortem. Lesi
eksternal meliputi area perdarahan yang luas pada sirip dan tubuh hingga sisik
lepas/hilang. Lesi internal yang timbul adalah perdarahan multi fokal di hati, usus
dan fokal nekrotik di hati. Lesi ini sama dengan yang timbul karena penyakit
bakterial septicemia (Woo dan Bruno, 1999).
Identifikasi secara biokimia bersifat sangat subjektif, dengan tingkat
akurasi yang rendah, memerlukan waktu yang lama, sangat rentan terhadap
kontaminasi dan membutuhkan keahlian tertentu, sedangkan PCR merupakan
suatu metode pemeriksaan yang prinsip kerjanya memperbanyak (amplification)
DNA in vitro secara enzimatis. Teknik PCR telah dikembangkan untuk diagnosis
berbagai penyakit. Hasil yang ditunjukkan sangat sensitif, spesifik, dan cepat
apabila dibandingkan dengan metode konvensional (McPherson and Parish,
1993), sehingga diperlukan untuk identifikasi cepat, adanya Pseudomonas sp.
pada ikan sampai pada tingkat spesies/strain. Identifikasi secara fenotipik atau
konvensional sudah banyak dikembangkan namun memakan waktu yang lama,
membutuhkan keahlian laboran dalam pengujian agar tidak terjadi kesalahan
2
identifikasi, serta membutuhkan media yang banyak. Pengujian PCR mempunyai
kelebihan dapat mendiagnosa lebih akurat dibandingkan pengujian secara
konvensional dan dapat digunakan untuk mendukung identifikasi secara
konvensional, namun memerlukan biaya pengujian cukup mahal dan waktu
minimal 2 hari.
Berdasar hal di atas, diperlukan penelitian untuk mendapatkan teknik
identifikasi Pseudomonas sp. yang mudah, cepat, murah, dan akurat serta tidak
membutuhkan keahlian khusus dan biaya yang mahal untuk identifikasi, yaitu
secara serologi berdasarkan respon imun yang ditimbulkan.
Antibiotik
telah
terbukti
sangat
berguna
dalam
mengendalikan
Pseudomonas diantaranya antamicin, gentamicin, spectinomycin, oxytetracycline
dan sulphachloropyrazine, baik secara in-vitro dan in-vivo untuk pengobatan ikan
yang terinfeksi (dalam kondisi laboratorium) (Austin dan Austin, 1993, Woo dan
Bruno, 1999). Ibrahim et al. ( 2015) telah mengimplementasikan 3 jenis antibiotik
(oxytetracycline, ciprofloxacin dan tetracycline) pada kolam perikanan yang
terkontaminasi Pseudomonas sp. Namun demikian penggunaan antibiotik
di lapangan sering tidak melibatkan dokter hewan sehingga dosis dan cara
penggunaannya tidak terkontrol sehingga potensi terjadi resistensi bakteri
terhadap antibiotik sangatlah besar.
B. Perumusan Masalah
1. Apakah karakteristik fenotip dapat digunakan sebagai dasar identifikasi
spesies Pseudomonas spp. yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia ?
2. Apakah identifikasi genotipik Pseudomonas. sesuai dengan hasil fenotipik ?
3
3. Antibiotik apa yang efektif untuk pengobatan Pseudomonas stutzeri ?
4. Bagaimana patogenesitas Pseudomonas sp. pada ikan ?
5. Apakah Pseudomonas stutzeri bersifat imunogenik dan menghasilkan
antibodi yang spesifik pada kelinci sehingga bermanfaat untuk uji serologi
secara cepat ?
C. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Karakteristik fenotip bakteri Pseudomonas spp. isolat asal Jambi, Bali,
Tanjung Pinang dan Luwuk Banggai.
2. Sifat genotipik bakteri Pseudomonas spp. Isolat (sesuai no.1) mendukung
hasil identifikasi secara fenotipik.
3. Efektifitas beberapa antibiotik terhadap Pseudomonas secara in vitro
4. Patogenesitas bakteri Pseudomonas sp pada ikan
5. Sifat imunogenik Pseudomonas spp. yang menghasilkan antibodi spesifik
pada kelinci sehingga bermanfaat untuk uji serologi cepat.
D. Manfaat
Manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui gejala klinis ikan yang terinfeksi bakteri Pseudomonas spp.
sehingga dapat digunakan sebagai acuan identifikasi dini.
2. Hasil uji genotipik Pseudomonas spp. dapat digunakan sebagai konfirmasi
identifikasi secara fenotipik.
3. Diagnostic kit cepat dapat dipakai identifikasi P.stutzeri.
4. Pengobatan terhadap infeksi P. stutzeri dengan antibiotik yang efektif.
4
E. Keaslian dan Kedalaman Penelitian
Pemantauan Hama Penyakit Ikan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana
Teknis Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan
tahun 2011-2015
ditemukan adanya infeksi Pseudomonas sp. Daerah sebar
tahun 2014 sebanyak 4 propinsi ( Jambi, Tanjung Pinang, Luwuk Banggai, dan
Bali ) yang menginfeksi ikan nila, lele, mas, udang galah, dan patin. Tahun 2015
penyakit di Bali tidak ditemukan, tetapi menyebar ke 2 propinsi lain yaitu NTT
(ikan kerapu) dan NTB (ikan mas, lele, dan kerapu macan) sehingga disimpulkan
jenis ikan yang terinfeksi bertambah (Puskari, 2015).
Penelitian mengenai identifikasi fenotipik yang didukung dengan karakter
genotipik terhadap bakteri Pseudomonas stutzeri belum pernah dilakukan di
Indonesia. Penelitian yang pernah dilakukan adalah identifikasi bakteri indigen
penghasil protease ekstraseluler (termasuk Pseudomonas stutzeri) melalui analisis
gen pengkode 16S rRNA oleh Sulistyani (2013).
Penelitian yang pernah dilaporkan adalah efektifitas bakteri probiotik dari
udang galah (Macrobrachium rosenbergii, de Man) terhadap bakteri patogen
Aeromonas hydrophila, Pseudomonas stutzeri, dan Vibrio alginolyticus oleh
Anggraeni et al. ( 2011). Gejala klinis dan perubahan histopatologi organ ikan
yang terinfeksi Pseudomonas stutzeri belum pernah dilakukan di Indonesia.
Penelitian mengenai uji cepat identifikasi Pseudomonas stutzeri juga
belum pernah dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan metode
diagnosa cepat terhadap infeksi Pseudomonas sp. berbasis serologis dengan
mengunakan identifikasi fenotip didukung genotip sebagai peneguh diagnosa.
5
Download