Peningkatan Hasil Belajar Matematika Tentang Sifat Bangun Ruang

advertisement
7
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Pengertian Hasil Belajar
a. Pengertian Belajar
Menurut Dalyono ( 1999: 209 ) belajar adalah usaha untuk membentuk
tangapan – tanggapan baru, Belajar dapat menimbulkan hal-hal baru yang
sebelumnya belum diketahui.
Menurut Gulo ( 2002 : 8) Belajar adalah suatu proses yang berlangsung di
dalam diri seseorang yang mengubah tingah lakunya baik tingkah laku dalam
berfikir, bersikap dan berbuat. Belajar melalui proses pada diri manusia untuk
mengubah tingkah lakunya dari tidak tahu menjadi tahu melalui proses berfikir,
bersikap dan berbuat.
Menurut Yamin ( 2003 : 9 ) Belajar adalah perubahan perilaku yang
diakibatkan oleh pengalaman yang ia dapat melalui pengamatan, pendengaran,
membaca dan meniru. Orang yang belajar akan mengalami perubahan tingkah
laku karena dari sesuatu yang tidak diketahui menjadi mengetahui sesuatu dan itu
yang disebut belajar.
Menurut Skinner dalam Dimyanti dan Mujiono ( 2006 : 9 ) Belajar adalah
suatu perilaku pada saat orang belajar maka responnya menjadi lebih baik dan
sebaliknya jika dia tidak belajar maka responnya akan menurun.
Menurut Purwanto ( 2009 : 47 ) Belajar adalah semua persentuhan pribadi
dengan lingkungan yang menimbulkan perubahan perilaku yang diakibatkan dari
pengalaman yang telah mereka alami , ketika seseorang mendapatkan pengalaman
mereka akan mengalami perubahan tingkah laku.
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
proses merespon yang berlangsung pada seseorang yang dapat merubah perilaku
seseorang, ketika seseorang
sudah mendapatkan
pengalaman dari yang
sebelumya tidak mengetahui menjadi tahu, dari sesuatu yang tidak baik menjadi
sesuatu yang baik.
commit to user
7
8
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Pengertian Hasil Belajar
Hasil sering kali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa
jauh seseorang mengetahui bahan yang diajarkan. Hasil belajar merupakan
pencapaian tujuan pendidikan pada peserta didik yang mengikuti proses belajar
dan mengajar. Jadi proses belajar mengajar akan ditentukan hasil penilaian yang
akan dilakukan guru. Hasil belajar perlu di evaluasi. Evaluasi dimaksudkan
sebagai cermin untuk melihat kembali apakah proses belajar mengajar telah
berlangsung efektif untuk memperoleh hasil yang maksimal (Purwanto, 2009 :
46)
Menurut Syah, Supardi, dan Muslihah, (2009: 46) Hasil Belajar adalah
pencapaian prestasi belajar (skor) yang dicapai siswa dengan kriteria atau nilai
yang telah ditetapkan baik menggunakan acuan patokan maupun penilaian acuan
norma. Hasil belajar siswa dapat ditetapkan dengan menggunakan patokan nilai
atau angka dan juga bisa dengan sikap.
Dari penjabaran para ahli di atas maka dapat penulis simpulkan bahwa
hasil belajar merupakan pemerolehan tujuan pendidikan berupa skor dengan
kriteria dan nilai yang telah ditetapkan baik menggunakan acuan patokan ataupun
penilaian acuan norma, setelah peserta didik mengikuti proses belajar mengajar.
c. Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar merupakan tolak ukur yang digunakan untuk menentukan
tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui dan memahami suatu mata
pelajaran, biasanya dinyatakan dengan nilai yang berupa huruf atau angka-angka.
Hasil belajar dapat berupa keterampilan, nilai dan sikap setelah siswa mengalami
proses belajar. Melalui proses belajar mengajar diharapkan siswa memperoleh
kepandaian dan kecakapan tertentu serta perubahan-perubahan pada dirinya.
Hasil Belajar Matematika menurut Abidin (2011) adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar
matematikanya atau dapat dikatakan bahwa hasil belajar matematika adalah
perubahan tingkah laku dalam diri siswa, yang diamati dan diukur dalam bentuk
perubahan pengetahuan, tingkah laku, sikap dan keterampilan setelah mempelajari
commit to user
8
9
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
matematika. Perubahan tersebut diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan
pengembangan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.
Dari definisi di atas, serta definisi-definisi tentang belajar, hasil belajar, dan
matematika, maka dapat dirangkai sebuah kesimpulan bahwa hasil belajar
matematika adalah merupakan tolak ukur atau patokan yang menentukan tingkat
keberhasilan siswa dalam mengetahui dan memahami suatu materi pelajaran
matematika setelah mengalami pengalaman belajar yang dapat diukur melalui tes.
d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Beberapa
faktor
yang
mempengaruhi
dikemukakan oleh beberapa ahli, menurut
keberhasilan
belajar
yang
Darwyan, Supardi, dan Muslihah
(2009: 47-48) Untuk menilai keberhasilan siswa dapat dilakukan melalui tes
prestasi belajar yang dapat digolongkan kedalam tiga jenis penilaian sebagai
berikut: ulangan harian, ulangan semester, ulangan kenaikan kelas. Ulangan
harian dilakukan secara periodik pada akhir pengembangan potensi, ulangan
semester digunakan untuk menilai penguasaan potensi pada akhir program
semester, ulangan kenaikan kelas digunakan untuk mengetahui ketuntasan siswa
dalam menguasai standar kompetensi.
Menurut Sudjana
(2004: 3) Penilaian hasil belajar adalah proses
pemberian nilai terhadap hasi belajar yang telah dicapai siswa dengan kriteria
tertentu. Hasil belajar proses pemberian nilai yang dicapai siswa berdasarkan
kriteria tertentu.
Hasil belajar merupakan penguasaan indikator -indikator dari kompetensi
dasar yang telah ditetapkan, oleh peserta didik informasi hasil penilaian dapat
digunakan sebagai sarana untuk memotiasi peserta didik dalam mencapai
kompetensi dasar, serta melaksanakan remidial.
Menurut Haryanti (2007: 115) Laporan Hasil Penilaian proses dan hasil
belajar meliputi aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Mata pelajaran yang
dinilai dengan psikomotor yaitu pelajaran yang melakukan praktek, sedangkan
untuk aspek koqnitif dan afektif digunakan untuk seluruh mata pelajaran
Aspek koqnitif terdiri dari enam tingkatan dengan aspek yang berbeda –
beda keenam tingkatan tersebut adalah : Tingkat Pengetahuan ( knowledge),
commit to user
9
10
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tingkatan pemahaman ( Comprehension ), tingkat penerapan ( application ),
tingkat analisis ( analisys ), tingkat sintesis ( synthesis ), tingkat evaluasi (
evaluation ).
Rosyada (2008: 24-32) Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
antara yang pertama faktor internal meliuputi faktor fisiologis seperti kesehatan
yang prima, tidak dalam keadaan yang lemah dan capek, tidak dalam keadaan
cacat jasmani dan
sebagainya. Faktor psikologi anak-anak memiliki kondisi
psikologi yang berbeda-beda, yang kedua faktor eksternal meliputi faktor
lingkungan misalnya keadaan suhu, kelembaban udara, kepengapan udara, dan
sebagainya. Faktor instrumental misalnya kurikulum, sarana, fasilitas dan guru.
Dari faktor-faktor di atas dapat disimpulkan bahwa banyak hal yang
mempengaruhi hasil belajar. Jika seseorang menginginkan hasil belajar yang
maksimal maka mereka harus memperhatikan faktor-faktor yang telah
diterangkan diatas baik faktor internal maupun faktor eksternal.
e. Hakikat Matematika Bangun Ruang di SD
Dalam buku pemecahan masalah matematika, Budihayanti (2008 : 24)
menerangkan bangun ruang adalah bangun yang memiliki 3 dimensi yaitu
panjang, lebar dan tinggi.
Menurut GBPP 2004 materi bangun ruang disampaikan pada siswa SD
Kelas V semester I meliputi : menentukan sifat-sifat ( sisi, titik sudut, rusuk)
bangun ruang sederhana, mengambar jaring-jaring kubus balok. Unsur bangun
ruang yang dipelajari adalah sisi, rusuk dan titik sudut. Sisi adalah sekat pembatas
/ bagian luar. Pada bangun ruang ada sisi yang datar seperti pada kubus, balok,
prisma dan sebagainya, ada pula yang berbentuk lengkung seperti pada tabung,
kerucut,dan bola. Rusuk adalah perpotongan dua bidang sisi pada bangun ruang ,
sehingga merupakan ruas garis. Ada rusuk yang berbentuk lurus seperti pada
kubus, balok, prisma dan sebagainya, ada pula yang berbentuk lengkung seperti
pada
tabung,
kerucut,.
Titik
sudut
merupakan
perpotongan
tiga
bidang/perpotongan tiga rusuk atau lebih. Bangun ruang yang dipelajari di kelas V
SD adalah limas, balok, tabung, kerucut.
commit to user
10
11
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a). Sifat-sifat bangun ruang
1. Kubus
Kubus adalah bangun ruang yang dibentuk
oleh enam bidang sisi
berbentuk persegi yang kongruen. Kubus juga disebut bidang enam beraturan /
Hexaedan ( Sumadi, 1996 : 1-4). Menurut Heruman ( 2007 : 110) bangun ruang
kubus merupakan bagian prisma yang memiliki sisi yang sama besar.
Menyebutkan sisi, rusuk, dan titik sudut pada kubus
ABCD.EFGH.
Gambar 1.Kerangka Bangun Ruang Kubus
1). Sisi-sisi pada kubus ABCD.EFGH adalah:
sisi ABCD ,sisi EFGH,sisi ABFE, sisi DCGH
,sisi ADHE, sisi BCGF
Jadi, ada 6 sisi pada bangun ruang kubus.
Sisi-sisi kubus tersebut berbentuk persegi (bujur sangkar) yang berukuran
sama.
2). Rusuk-rusuk pada kubus ABCD.EFGH adalah:
rusuk AB,rusuk BC,rusuk AE,rusuk EF, rusuk FG,rusuk BF,rusuk HG,rusuk
EH,rusuk CG,rusuk DC,rusuk AD ,rusuk DH
Jadi, ada 12 rusuk pada bangun ruang kubus.
Rusuk-rusuk kubus tersebut mempunyai panjang yang sama.
3). Titik-titik sudut pada kubus ABCD.EFGH adalah:
Titik sudut A,Titik sudut E,Titik sudut B, Titik sudut F,Titik sudut C ,Titik
sudut G,Titik sudut D,Titik sudut H
Jadi, ada 8 titik sudut pada bangun ruang kubus.
commit to user
11
12
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Balok
Balok adalah bangun ruang yang dibentuk oleh enam bidang sisi berbentun
persegi panjang, sisi yang berhadapan kongruen ( Sumadi, 1996 : 5). Balok adalah
bangun ruang yang dibatasi oleh 3 pasaang (enam buah) persegi panjang dimana
satu panjang persegi panjang saling sejajar ( berhadapan ) dan ukuran sama.
Gambar 2. Kerangka Bangun Ruang Balok
Menyebutkan sisi, rusuk, dan titik sudut pada kubus
ABCD.EFGH.
a. Sisi-sisi pada balok ABCD.EFGH adalah:
1) sisi ABCD
4) sisi EFGH
2) sisi ABFE
5) sisi DCGH
3) sisi ADHE
6) sisi BCGF
Jadi, ada 6 sisi pada bangun ruang balok.
Sisi ABCD = sisi EFGH
Sisi BCFG = sisi ADHE
Sisi ABFE = sisi EFGH
b. Rusuk-rusuk pada balok ABCD.EFGH adalah:
1) rusuk AB 5) rusuk BC 9) rusuk AE
2) rusuk EF 6) rusuk FG 10) rusuk BF
3) rusuk HG 7) rusuk EH 11) rusuk CG
4) rusuk DC 8) rusuk AD 12) rusuk DH
Jadi, ada 12 rusuk pada bangun ruang kubus.
Rusuk AB = rusuk EF = rusuk HG = rusuk DC
commit to user
12
13
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Rusuk BC = rusuk FG = rusuk EH = rusuk AD
Rusuk AE = rusuk BF = rusuk CG = rusuk DH
c.
1)
2)
3)
4)
Titik-titik sudut pada balok ABCD.EFGH adalah:
Titik sudut A 5) Titik sudut E
Titik sudut B 6) Titik sudut F
Titik sudut C 7) Titik sudut G
Titik sudut D 8) Titik sudut H
3. Tabung, Kerucut dan bola
Bangun ruang tabung, kerucut dan bola berbeda dengan kubus atau balok
karena dalam bangun ruang ini terdapat sisi lengkung. Bangun ruang tabung
mempunyai 2 buah rusuk tetapi tidak mempunyai titik sudut. Tabung mempunyai
buah sisi yaitu sisi lengkung, sisi atas dan sisi bawah
Bangun ruang kerucut mempunyai dua buah sisi yaitu sisi alas dan sisi
lengkung. Kerucut hanya mempunyai sebuah rusuk dan sebuah titik sudut yang
disebut puncak. Yang terakhir bangunruang bola hanya memiliki sebuah sisi
lengkung yang menutup seluruh bagian ruangnya.
Gambar 3. Kerangka Tabung, Kerucut dan Bola
commit to user
13
14
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Jaring-jaring kubus dan balok
Bangun ruang kubus dan balok terbentuk dari bangun datar yang
berbentuk persegi dan persegi panjang., gabungan dari beberapa persegi yang
membentuk kubus disebut jaring-jaring kubus. Sedangkan jaring-jaring balok
adalah gabungan dari beberapa persegi panjang yang memiliki dan membentuk
balok. (Mustaqim, dan Astuti, 200 : 214 )
Gambar 4. Jaring-jaring Kubus dan Balok
c) Pembelajaran bangun ruang dalam matematika
Dalam proses pembelajaran siswa SD masih dalam tahap pembelajaran
operasional kongkret. Pada masa operasional kongkret yang dapat difikirkan oleh
anak masih terbatas pada benda-benda kongkret yang dapat dilihat atau diraba.
Benda-benda yang tidak nampak dalam kenyataan masih sulit difikirkan oleh anak
(Abdurahman, 2003 : 170) karenanya pendekatan dan strategi pembelajaran
berstandar pada pendapat yang mengatakan bahwa pemahaman suatu konsep atau
pengetahuan dibangun sendiri (dikonstruksi) oleh siswa.
Hal ini berarti bahwa suatu konsep rumus atau prinsip dalam geometri
ruang seyogyanya ditemukan kembali oleh siswa dibawah bimbingan guru.
Pembelajaranya mengkondisikan siswa untuk menemukan kembali, menbuat dan
menemukan sesuatu dan dalam hal ini juga sangat bermanfaat untuk bidang
lainya.
commit to user
14
15
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pembelajaran bangun ruang harus dimulai dari benda – benda konkret ke
bentuk semi kongkret kemudian menuju abstrak. Hal ini dapat diperjelas melalui
skema.
Gambar di atas adalah bangun ruang kubus, walaupun kubus merupakan
bangun ruang yang berdimensi tiga namun ketika gambarnya dibuat pada kertas
maka akan menunjukkan perbedaan dengan bangun kubus sebenarnya. Sebagai
akibatnya setiap sisi suatu kubus yang sejati atau pada kenyataannya berbentuk
persegi namun pada gambar bisa berbentuk
tidak persegi. Hal-hal tersebut
terkadang menyulitkan para siswa. ( puskum, 2002:14)
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran bangun
ruang pada sisw SD harus dimulai dari benda nyata atau kongkret menuju semi
kongkret kemudian ke abstrak, hal ini untuk menghindarkan siswa dari miss
komunikasi tentang sifat-sifat bangun ruang tersebut.
2. Hakikat Model Contextual Teaching and Learning
a. Pengertian Model Pembelajaran
Pengertian Model pembelajaran menurut Winataputra dalam Sugiyanto
(2009), Model Pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang
pembelajaran
dan
para
pengajar
dalam
merencanakan
dan
melaksanakan aktifitas pembelajaran. Dalam tingkatan operasional model
pembelajaran dan strategi pembelajaran sering dipertukarkan.
Menurut Mills dalam Suprijono (2009:45), model adalah bentuk
representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seorang atau
sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Sedangkan Wahab
(2007:52), berpandangan bahwa model pembelajaran merupakan sebuah
perencanaan pengajaran yang mengambarkan proses yang ditempuh pada proses
commit to user
15
16
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembelajaran agar dicapai perubahan pada perilaku peserta didik seperti yang
diharapkan.
Berdasarkan definisi pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran pada dasarnya adalah suatu cara atau teknik mengajar yang
digunakan oleh guru atau seornag pengajar dalam proses pembelajaran untuk
mencapai tujuan pembelajaran
Dewasa ini banyak sekali model pembelajaran yang dikembangkan oleh
para ahli dibidang pendidikan dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa.
Model pembelajaran tersebut adalah Model Pembelajaran Kontekstual, Model
Pembelajaran Kooperatif, Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL). Akan
tetapi tidak semua model pembelajaran tersebut dapat digunakan dalam
pembelajaran, melainkan hanya salah satu model saja yang cocol dan sesuai
dengan materi pembelajaran yang dipelajarai. Menurut Sugiyanto (2009:3), ada
beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih model pembelajaran
yaitu : a). Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, b). Sifat /bahan materi ajar. c).
Kondisi siswa, d). Ketersediaan sarana prasarana belajar.
Setelah pemilhan model yang tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran
selanjutnya dengan menggunakan salah satu model pembelajaran tersebut
diharapkan dapat menciptakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien, serta
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Adapun fungsi lain dari penggunaan
model pembelajaran menurut Chauhan dalam Wahab (2007:55), diantaranya
adalah:
a).
Sebagai
pedoman
guru
dalam
pembelajaran,
b).
Sebagai
pengembangan kurikulum, c). Untuk menetapkan bahan-bahan pembelajaran, d).
Membantu perbaikan dalam mengajar.
Banyak sekali model atau setrategi pembelajaran yang dikembangkan oleh
para ahli dibidang pendidikan dalam rangka meningkatkan hasil pembelajaran
siswa. Model pembelajaran tersebut salah satunya adalah pembelajaran
kontekstual ( Contextual Teaching and Learning ).
Definisi Contextual Teaching and Learning menurut Johnson, dalam
Alwasilah (2009:65), Contextual Teaching and Learning adalah sistem yang
menyeluruh. Contextual Teaching and Learning terdiri dari bagian-bagian yang
commit to user
16
17
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
saling terhubung. Jika bagian ini terhubung satu sama lain, maka akan dihasilkan
pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagian nya secara terpisah.
Bagian-bagian Contextual Teachingand Learning yang terpisah melibatkan
proses-proses yang berbeda, yang ketika digunakan secara bersama-sama,
memampukan para siswa membuat hubungan yang menghasilkan makna.
Selanjutnya masih menurut Johnson dalam Sugiyanto (2009:14), Contextual
Teaching and Learning adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan
menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka
pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks
kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya
mereka. Untuk mencapai tujunan ini, sistem tersebut meliputi tujuh komponen
berikut : membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan
yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerja sama,
membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, berfikir kritis dan kreatif
untuk mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik.
Sedangkan menurut Howey R, Keneth dalam Rusman (2010: 190),
mendefinisikan : “ Contextual teaching is teaching that enables learning in wich
student employ their academik understanding and abilities and a variety of in-and
out of school context to slove simulated or real world problems, both alone and
with others”, (Contextual Teaching and Learning adalah pembelajaran yang
memungkinkan terjadinya proses belajar di mana siswa menggunakan
pemahaman dan kemampuan akademik dalam berbagai konteks dalam dan luar
sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulatif ataupun nyata, baik
sendiri maupun bersama-sama). Sementara itu dalam Trianto (2009: 104),
pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning
merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengkaitkan kontek mata
pelajaran dengan situasi nyata dan menerapkannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga, warga negara dan tenaga kerja (US. Departemen of
Education the National School-to-Work Office yang dikutip oleh Blanchard,
2001).
commit to user
17
18
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan beberapa uraian tentang pengertian model Contextual
Teaching and Learning di atas dapat disimpulkan bahwa model Contextual
Teaching and Learning merupakan sebuah model pembelajaran dimana siswa
diarahkan untuk memaknai/mengkaitkan sebauh materi pelajaran kedalam dunia
nyata dalam kehidupan sehari-hari mereka, dengan menggunakan pemahaman dan
kemampuan akademik mereka untuk memecahkan sebuah masalah, baik bekerja
secara individu ataupun secara berkelompok.
b. Dasar Teori Model Contextual Teaching and Learning
Menurut Johnson dalam Sugiyanto (2009: 15), terdapat tiga pilar dalam
sistem Contextual Teaching and Learning, yaitu:
1). CTL mencerminkan prinsip saling ketergantungan. Kesalingtergantungan
mewujudkan diri, ketika para siswa bergabung untuk memecahkan
masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekannya.
Hal tersebut nampak jelas ketika subjek yang berbeda dihubungkan dan
ketika kemitraan menggabungkan sekolah dengan dunia bisnis dan
komunitas.
2) CTL mencerminkan prinsip diferensiasi. Diferensiasi menjadi nyata ketika
CTL menantang para siswa untuk saling menghormati keunikan masingmasing, untuk menghormati perbedaan-perbedaan, untuk menjadi kreatif,
untuk bekerjasama, untuk menghasilkan gagasan dan hasil baru yang
berbeda, dan untuk ,menyadari bahwa keragaman adalah tanda
kemantapan dan kekuatan.
3) CTL mencerminkan prinsip pengorganisasian diri. Pengorganisasian diri
terlihat ketika para siswa mencari dan menemukan kemampuan dan minat
mereka sendiri yang berbeda, mendapat manfaat dari umpan balik yang
diberikan dari penilaian autentik, mengulas usaha-usaha mereka dalam
tntutan tujjuan yang jelas dan standar yang tinggi, dan peran serta dalam
kegiatan –kegiatanyang berpusat pada siswa yang membuat hati merekka
bernyanyi.
commit to user
18
19
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c.
Komponen Model Contextual Teaching and Learning
Pembelajaran berbasisi Contextual Teaching and Learning menurut
sanjaya dalam Sugiyanto (2009: 17) , meliputi tujuh komponen pembelajaran
yaitu:
1).
Konstruksivisme (Constructivism), adalah proses membangun dan menyusun
pengetahuan baru dalam struktur koknitif siswa berdasarkan pengalaman.
2).
Menemukan (Inquiry), adalah prose pembelajaran didasarkan pada pencarian
dan penemuan melalui proses berfikir sistematis.
3).
Bertanya (Questioning), adalah bagian dari inti belajar dan menemukan
pengetahuan.
4).
Masyarakat belajar (Learning Community), didasarkan pada pendapat
Vygotsky, bahwa pengetahuan dan pengalaman anak banyak dibentuk oleh
komunikasi dengan oranglain.
5).
Pemodelan (Modelling), adalah prose pembelajaran dengan memperagakan
suatu contoh yang dapat ditiru oleh siswa.
6).
Refleksi (Reflection), adalah proses pengendapan pengalaman yang telah
dipelajari dengan cara mengurutkan dan mengevaluasi kembalikejadian atau
peristiwa pembelajaran yang telah dilalui untuk mendapatkan pemahaman
yang dicapai baik yang bernilai positif maupun yang bernilai negatif.
7).
Penilaian Nyata ( Authentic Assessment), adalah proses yang dilakukan guru
untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang
dilakukan siswa.
d. Pola / Sekenario Contextual Teaching and Learning
Sesuai dengan tujuh komponen dalam Contextual Teaching and Learning
di atas dapat di aplikasikan dalam sekenario pembelajaran sebagai berikut:
1) Pada waktu membuka pelajaran di adakan kegiatan tanya jawab bangun
ruang balok ( Konstuktivisme).
2) Kemudian siswa berusaha berfikir dan menemukan pengetahuan baru yang
belum
pernah
mereka
temukan
sebelumnya,
commit to user
19
dengan
melakukan
20
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengukuran bangun ruang balok sehingga diperoleh ukuran panjang, lebar
dan tinggi bangun ruang balok tersebut ( inkuiri).
3) Pengetahuan dan pengalaman baru itu (panjang ,lebar dan tinggi balok)
akhirnya menimbulkan pertanyaan ( bertanya).
4) Siswa secara berkelompok berdiskusi menentukan sifat persegi panjang
tersebut berdasarkan hasil pengukuran dan pengamatan ( masyarakat
belajar), guru juga memberikan model bangun ruang untuk setiap
kelompok (pemodelan).
5) Siswa menyimpulkan sifat-sifat bangun ruang balok (refleksi).
6) Siswa mengerjakan sola latihan individu (penilaian nyata).
e.
Langkah-langkah Contextual Teaching and Learning
Berikut adalah beberapa hal yang berhubungan dengan model Contextual
Teaching and Learning :
1) Langkah-Langkah Contextual Teaching And Learning.
Menurut sugiyanto (2009:22), secara sederhana menjelaskan langkahlangkah Contextual Teaching and Learning sebagai berikut:
a) Kembangkan pemikiran anak bahwa anak akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
b) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
c) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d) Ciptakan “masyarakat belajar” (belajar dalam kelompok).
e) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
f) Lakukan refleksi di akhir pembelajaran.
g) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
2) Ciri-Ciri Kelas Yang Menggunakan Model Contextual Teaching And
Learning.
Disamping langkah-langkah pembelajaran, hal yang berhubungan dengan
Contextual Teaching and Learning adalah adanya ciri-ciri kelas yang
commit to user
20
21
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menggunakan pendekatan kontekstual ( dalam Ismawati, 2011: 120) dan terdapat
juga dalam Sugiyanto (2009: 23), yang menjelaskan ciri-ciri kelas yang
menggunakan Contextual Teaching and Learning sebagai berikut: pengalaman
nyata, kerjasama saling menunjang, gembira, belajar dengan bergairah,
pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif dan kritis,
menyenangkan , tidak membosankan, sharing dengan teman, guru kreatif.
3) Tujuan Pembelajaran Matematika di Kelas V SD Yang Diteliti
Dalam penelitian ini, materi pokok yang akan disampaikan yaitu tentang
“mengidentifikasi sifat bangun ruang”, pada siswa kelas V SD N Seworan
Disamping
itu
STANDAR
PENILAIAN
PENDIDIKAN
menurut
PERMENDIKNAS no 20 Tahun 2007 dalam BNSP berisi tentang teknik dan
istrumen penilaian meliputi:
1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai teknik penilaian
berupa tes, observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk
lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan
peserta didik.
2. Teknik tes berupa tes tertulis, tes lisan dan tes praktik atau kinerja.
3. Teknik
observasi
atau
pengamatan
dilakukan
selama
pembelajaran
berlangsung dan /atau di luar kegiatan pembelajaran.
4. Teknik penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat berbentuk
tugas rumah dan/atau proyek.
5. Instrumen penilaian hasil belahar yang digunakan pendidik memenuhi
persyaratan (a) substansi, adalah mempresentasikan kompetensi yang dinilai,
(b) konstruksi, adalah memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk
instrumen yang digunakan, dan (c) bahasa, adalah menggunakan bahasa yang
baik dan benar serta komunikasi dengan taraf perkembangan peserta didik.
6. Instrumen penilaian yang digunakan oleh satuan pendidikan dalam bentuk
uian sekolah/madrasah memenuhi persyaratan substansi, konstruksi dan
bahasa serta memiliki validasi empirik.
commit to user
21
22
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7. Instrumen penilaian yang digunakan oleh pemerintah dalam bentuk UN
memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, bahasa, dan memiliki bukti
validasi empirik serta menghasilkan skor yang dapat diperbandingklan antar
sekolah, antar daerah dan antar tahun.
Sesuai dengan Standar ISI dan Standar Penilain dalam BNSP tersebut ,
dalam penelitian ini hampir semua aspek yang akan diteliti baik teknik ataupun
instrumen penilaian no 1-7 telah diterapkan dalam penelitian ini. Sebagai contoh
penilaian dilakukan dalam bentuk tes, observasi, penugasan baik individu
ataupun kelompok, selanjutnya teknik tes yang digunakan berupa tes tertulis, tes
lisan, tes praktik, sedangkan instrumen yang digunakan pun juga sudah ditulis
menggunakan bahasa yang mudah dipahami sesuai dengan taraf perkembangan
peserta didik.
B. Implementasi Contextual Teaching and Learning
Dilihat dari arti pengertian Contextual Teaching and learning yang
menekankan pada keaktifan siswa, keikutsertaan siswa dalam pembelajaran
mengkonstruksi pembelajaran yang diperoleh kemudian penerapan dalam
kehidupan sehari-hari. Maka dalam proses pembelajaran seorang guru
hendaknya memfasilitasi siswa dalam belajar aktif, terus menerus, ikut
mengalami setiap pembelajaran dan mengaitkannya dengan keadaan yang ada di
lingkungan sebenarnya. Hal tersebut sejalan dengan Sugiyanto (2008) yang
menyatakan bahwa: Pembelajaran kontektual (Contextual Teaching and
Learning-CTL)
adalah
konsep
belajar
yang
mendorong
guru
untuk
menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa.Dan
juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri (hlm. 18).
Dari hal tersebut seorang guru harus dapat merencanakan, melaksanakan,
mengevaluasi dan menilai proses pembelajaran yang menekankan adanya
keikutsertaan dan keaktifan siswa dalam setiap proses pembelajaran. Dalam
penerapan metode Contextual Teaching and Learning seorang pendidik harus
mampu memfasilitasi siswa menghubungkan antara materi yang dipelajari dengan
situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan
commit to user
22
23
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat
penting sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan
kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara
fungsional akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori
siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
Penerapan model
Contextual
Teaching
and Learning
memiliki
komponen-komponen yang harus dimengerti dan dipahami oleh seorang guru,
sehingga seorang guru dapat merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan
menilai proses pembelajaran tersebut dengan baik. Komponen-komponen tersebut
antara lain: konstruktivisme (construktivism), inkuiri (inquiry), bertanya
(questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling),
refleksi (reflection), dan penilaian nyata (authentic assessment)”.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan
bagi setiap guru manakala menggunakan pendekatan CTL yakni: 1) Peserta didik
dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang
berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat
perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah orang
dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organisme yang sedang berada dalam
tahap-tahap perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh
tingkat perkembangan dan pengalaman mereka. Dengan demikian peran guru
bukanlah sebagai instruktur atau „‟penguasa‟‟ yang memaksakan kehendak,
melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai
dengan tahap perkembangannya; 2) Setiap anak memiliki kecenderungan untuk
belajar hal-hal yang baru dan memecahkan setiap persoalan yang menantang.
Dengan demikian guru berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang
dianggap penting untuk dipelajari oleh peserta didik; 3) Belajar bagi peserta didik
adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal-hal yang baru
dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian peran guru adalah
membantu agar setiap peserta didik mempu menemukan keterkaitan antara
pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya; 4) Belajar bagi anak adalah
proses penyempurnaan skema yang telah ada (asimilasi) atau proses pembentukan
commit to user
23
24
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
skema baru (akomodasi), dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi
(mempermudah) agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses
akomodasi.
Sesuai dengan asumsi yang mendasarinya, bahwa pengetahuan itu
diperoleh anak bukan dari informasi yang diberikan oleh orang lain temasuk guru,
akan tetapi dari proses penemukan dan mengontruksinya sendiri, maka guru harus
menghindari mengajar sebagai proses penyampaian informasi. Guru perlu
memandang peserta didik sebagai subjek belajar dengan segala keunikannya.
Siswa adalah organisme aktif yang memiliki potensi untuk membangun
pengetahuannya sendiri.Kalaupun guru memberikan informasi kepada peserta
didik, guru harus memberi kesempatan untuk menggali informasi itu agar lebih
bermakna untuk kehidupan mereka.
Menurut Sugiyanto (2008: 26) secara sederhana langkah penerapan CTL dalam
kelas secara garis besar adalah sebagai berikut:
1) Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri, pengetahuan
dan ketrampilan barunya. Dengan melaksanakan tahap tersebut maka peserta
didik tidak sekedar tahu melainkan faham terhadap apa yang telah mereka
pelajari. Sehingga pengetahuan yang mereka peroleh tidak mudah hilang begitu
saja karena mereka telah memahami dan melaksanakannya;
2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. Artinya,
proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses
berpikir secara sistematis. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru
bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal,akan tetapi
merangsang pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat menemukan
sendiri materi yang harus dipahaminya;
3) Mengembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya. Dalam proses
pembelajaran guru tidak menyampaikan informasi begitu saja,akan tetapi
memancing agar peserta didik dapat menemukan sendiri. Karena itu peran
bertanya sangat penting,sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat
commit to user
24
25
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membimbing dan mengarahkan peserta didik untuk menemukan setiap materi
yang dipelajarinya.
4) Menciptakan “ masyarakat belajar “ (belajar dalam kelompok-kelompok).
Penerapan masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran
melalui kelompok belajar. Peserta didik dibagi dalam kelompok-kelompok yang
anggotanya bersifat heterogen baik dilihat dari kemampuan belajar dan kecepatan
belajarnya.
5) Menghadirkan
“model“
sebagai
contoh
pembelajaran.
Yaitu
dengan
memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap peserta didik.
6) Melakukan refleksi di akhir penemuan. Yaitu dengan cara mengurutkan kembali
kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilalui dari awal sampai
akhir pembelajaran.
7) Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. Yaitu dengan
mengambil nilai dari setiap aktivitas yang dilakukan peserta didik, baik ketika
proses pembelajaran berlangsung maupun pada akhir pembelajaran.
C. Implementasi Contextual Teaching and Learning (CTL) Dalam
Pembelajaran Matematika Konsep Bangun Ruang.
Model Contextual Teaching and Learning memiliki komponen-komponen
yang harus dimengerti dan dipahami oleh seorang guru sebelum melaksanakan
proses pembelajaran antara lain: merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan
menilai proses pembelajaran tersebut dengan baik.
Selain itu seorang guru juga dituntut untuk dapat kreatif dalam
membimbing siswa dalam mengkonstruksikan pengetahuan yang diperoleh dari
pembelajaran di dalam kelas dengan keadaan yang ada di kehidupan sehari-hari
mereka sendiri-sendiri. Sehingga siswa akan dengan mudah menghubungkan
beberapa pengetahuan yang di milikinya dengan kehidupan keseharian mereka.
Dalam pembelajaran matematika konsep bangun ruang dengan model
contextual teaching and learning memiliki tujuh pilar utama yaitu
1) Konstruksivisme
adalah proses membangun dan menyusun pengatur
pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa. Dalam hal ini seorang
commit to user
25
26
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
guru dituntut mampu memfasilitasi siswa dalam proses pembelajaran
membangun dan menyusun pengetahuan baru tentang konsep bangun
ruang yang mereka peroleh sehingga siswa dapat menghubungkan dan
menyusun pengetahuan yang mereka peroleh tersebut ke dalam dunia
nyata. Dalam hal ini guru dalam melakukan proses pembelajaran dengan
menggunakan benda nyata sehingga siswa dapat memanipulasi dan
mengidentifikasi sesuai dengan benda nyata yang ada di lingkungan
mereka
2) Inkuiri artinya pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan
penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran dapat menggunakan media nyata
bangun ruang sehingga siswa dapat mengidentifikasi dan memanipulasi
benda-benda tersebut dengan acuan-acuan yang telah disediakan guru
dengan
memperhatikan
langkah-langkah
perumusan
masalah,
menghipotesa, pengumpulan data, menguji hipotesa dan membuat
kesimpulan.
3) Bertanya adalah suatu bagian dalam proses pembelajaran yang tidak
mungkin terlepaskan, dengan bertanya seorang siswa maupun guru dapat
mengetahui apakan poeses pembelajaran telah berjalan sesuai perencanaan
atau belum. Dalam pembelajaran model CTL guru tidak menjelaskan
secara terperinci dalam penyampaian informasi akan tetapi guru
memberikan stimulus kepada siswa untuk bertanya dan memperdalam
kembali pengetahuan yang sudah diperoleh dengan pengetahuan yang
baru.
4) Masyarakat belajar didasarkan pada pendapat Vygotsky dalam Sugiyanto
(2008:22) menyatakan bahwa penetahuan dan pengalaman seorang anak
dibentuk oleh komunikasi dengan orang lain. Permasalahan tidak mungkin
dipecahkan sendiri, tetapi membutuhkan bantuan orang lain untuk saling
membantu. Dalam proses pembelajaran dengan model Contextual
Teaching and Learning seorang guru dapat menerapkan komponen ini
commit to user
26
27
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan membuat siswa berkerja kelompok berdiskusi dalam memecahkan
suatu permasalahan yang berkaitan dengan konsep bangun ruang.
5) Permodelan adalah proses pembelajaran dengan menggunakan suatu
contoh yang dapat ditiru oleh siswa sehingga dapat menghindarkan siswa
dari verbalisme atau pengetahuan yang bersifat teoristis-abstrak. Guru
sebagai model yang nyata bagi siswa dalam proses pembelajaran dituntut
dapat membimbing siswa dalam belajar khususnya konsep bangun ruang.
6) Refleksi adalah pengendapat pengalaman yang telah dipelajari dengan
mengurutkan dan mengevaluasi kejadian pembelajaran yang telah dilalui
sehingga siswa memperoleh pengetahuan baru.
7) Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk memperoleh
informasi tentang perkembangan belajar siswa. Penilaian ini dapat berupa
penilaian tertulis maupun penampilan. Dengan penilaian ini seorang guru
dapat mengetahui sejauh mana seorang siswa memahami konsep bangun
ruang, sehingga guru dapat dengan mudah melakukan tindak lanjut dari
proses pembelajaran tersebut.
D. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Haryadi, dalam skripsi berjudul “
Penerapan model Contextual Teaching and Learning pada siswa kelas III SD
Negeri 03 Jetis, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar tahun ajaran
2010/2011”. menyimpulkan bahwa terjadinya peningkatan penguasaan konsep
pecahan setelah dilaksanakannya pembelajaran dengan penerapan model
Contextual Teaching and Learning. Hal tersebut terlihat dari aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran semakin meningkat dalam setiap siklusnya. Dilihat
dari hasil belajar 44 siswa yang memperoleh nilai ≥60 sebanyak 44 siswa atau
100% telah mencapai melebihi KKM 60. Dengan model Contextual Teaching and
Learning juga dapat meningkatkan keaktifan siswa di dalam mengikuti proses
pembelajaran dari 63,64% atau 28 siswa menjadi 9,18% atau 41 siswa pada siklus
II.
commit to user
27
28
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penelitian Haryadi (2011) tersebut relevan dengan penelitian ini.
Penelitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu penerapan
model Contextual Teaching and Learning
untuk mengatasi masalah
pembelajaran. Selain memiliki persamaan, kedua penelitian ini juga memiliki
perbedaan yaitu penelitian yang dilakukan Haryadi (2007) untuk meningkatkan
penguasaan konsep pecahan siswa kelas III SD Negeri 03 Jetis, Kecamatan
Jaten, Kabupaten Karanganyar tahun ajaran 2010/2011. Sedangkan pada
penelitian ini untuk meningkatkan hasil belajar matematika tentang sifat-sifat
bangun datar kelas V SD Negeri Seworan.
E. Kerangka Berfikir
Banyak sekali permasalahan – permasalahan yang ada di SD Negeri
Seworan, diantaranya cara mengajar yang dilakukan oleh guru khususnya pada
materi mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang di kelas V yang masih bersifat
tradisional, sehingga menimbulkan kesan hanya guru saja yang aktif dalam
kegiatan pembelajaran sedangkan para siswa kurang aktif. Hal ini menunjukkan
bahwa kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang siswa relatif rendah.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemampuan mengidentifikasi sifatsifat bangun ruang pada siswa kelas V, peneliti akan menerapkan model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning yang di dalamnya menuntut
kerjasama dan keaktifan siswa, sehingga dengan penerapan model pembelajaran
tersebut akan terbentuk suatu pembelajaran yang menarik, berkesan dan membuat
siswa lebih bersemangat, serta aktif dalam mengikuti pembelajaran.
Melalui penerapan model Contextual Teaching and Learning ini
diharapkan hasil belajar tentang sifat-sifat bangun ruang pada siswa kelas V SD
Negeri Seworan akan meningkat.
commit to user
28
29
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dibawah ini adalah alur kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat
dilihat pada gambar 5.
Kondisi
Awal
Guru dalam melaksanakan
pembelajaran pada materi
Mengidentifikasi sifat-sifat
bangun ruang, masih bersifat
konvensional(tradisional)
Kemampuan mengidentifikasi
siswa masih rendah.
Siklus I
Tindakan
Kondisi
Akhir
Guru melaksanakan
pembelajaran pada materi
mengidentifikasi sifat-sifat
bangun ruang menerapakan
model Contextual Teaching and
Learning (siswa aktif dalam
proses pembelajaran)
Setelah menerapkan model
Contextual Teaching and
Learning kemampuan
mengidentifikasi sifat-sifat
bangun ruang siswa meningkat
1.
2.
3.
4.
Perencanaan
Tindakan
Observasi
Refleksi
Siklus II
1. Perencanaan
2. Tindakan
3. Observasi
4. refleksi
Gambar 5. Alur Kerangka Berfikir Penelitian Tindakan Kelas
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian kajian teori dan kerangka berfiir di atas, maka peneliti
dapat merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :
“Penerapan model Contextual Teaching and Learning dapat meningkatkan hasil
belajar matematika tentang sifat-sifat bangun ruang pada siswa kelas V SD N
Seworan tahun pelajaran 2013/2014”.
commit to user
29
Download