hubungan antara kebutuhan berkuasa dan tindakan bullying

advertisement
HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN BERKUASA DAN TINDAKAN BULLYING
Nunung Harvina WS, Sumardjono Pm. dan Umbu Tagela
Program Studi Bimbingan dan Konseling, FKIP – Universitas Kristen Satya Wacana
ABSTRAK
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara kebutuhan berkuasa dan tindakan bullying (perundungan) pada siswa kelas
VIII SMP N 7 Salatiga. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII
SMP N 7 yang berjumlah 147 siswa. Digunakan alat ukur Delaware
Bullying Questionnaire (2006) berdasarkan teori Olweus (1993) dan
skala kebutuhan berkuasa yang dikembangkan berdasarkan teori
McClelland (dalam Ivancevich dkk., 2006). Teknik analisis data
menggunakan Spearman's rho dengan bantuan program SPSS for
Window Release 17.0. Dari hasil analisis deskriptif diketahui 76 siswa
(51,7%) berada pada kategori tindakan bullying agak rendah danedang
hanya 5 siswa (3,4%) yang berada pada kategori tindakan bullying
rendah. Selain itu, 72 siswa (49%) berada pada kategori kebutuhan
berkuasa agak tinggi dan hanya 7 siswa (4,8%) berada pada kebutuhan
berkuasa rendah. Analisis korelasi antara kebutuhan berkuasa dan
tindakan bullying menunjukkan ada hubungan yang positif dan
signifikan, yang ditunjukkan dengan nilai rxy = 0,227** dan nilai p =
0,003 < 0,050.
Kata Kunci: Kebutuhan Berkuasa, Tindakan Bullying (Perundungan),
siswa kelas VIII SMP.
LATAR BELAKANG
Setiap individu pasti mempunyai motivasi dalam hidupnya. Adanya dorongan yang
dimiliki seseorang untuk menguasai orang lain yang merupakan motivasi dasar tiap orang.
Berbagai tindakan dilakukan seseorang agar mendapatkan kekuasaan atas individu lainnya.
Dorongan berkuasa merupakan salah satu dari tiga kebutuhan dasar yang diungkapkan
McClelland (dalam Ivancevich dkk., 2006) yaitu kebutuhan untuk berkuasa (need for Power
atau nPow).
Ada ciri dan perilaku yang dilakukan seseorang yang mempunyai nPow yang tinggi.
Seseorang dengan tingkat kebutuhan berkuasa tinggi memiliki sedikit kontrol diri dan menjalankan kekuasaannya secara impulsif. Hal ini juga berhubungan dengan kecenderungan
untuk menjadi kasar, melakukan kekerasan dan menyukai simbol kekuasaan misalnya ukuran
1
meja besar, mobil mewah (Swenson, 2000). Orang tersebut cenderung berbuat kekerasan,
memberi kritikan dan saran yang bertujuan untuk mempertahankan kedudukannya di suatu
lingkungan. Cara mempertahankan kekuasaan dapat dilakukan dengan tindakan bullying.
Bullying (perundungan) telah dipandang sebagai fenomena sosial-budaya. Hal ini
dipandang sebagai konsekuensi dari kesenjangan kekuasaan antara berbagai kelompok sosial
dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin, ras, kelas sosial, dan gender (Rigby, 2003).
Tindakan bullying berhubungan dengan gender. Anak laki-laki lebih sering menggertak anak
perempuan daripada sebaliknya (Olweus,1993). Hal itu disebabkan karena ada pandangan
bahwa anak laki-laki lebih kuat daripada anak perempuan sehingga cenderung menjadi bully.
Laki-laki terlihat lebih mempunyai kekuatan daripada perempuan sebagai konsekuensi dari
kepercayaan sosial bahwa laki-laki yang lebih mendominasi dalam segala hal.
Olweus (1993) melakukan studi awal mengenai perundungan dan berpendapat
perundungan adalah perilaku agresif yang disengaja dan yang melibatkan ketidakseimbangan
kekuasaan. Tindakan ini biasanya dilakukan siswa yang dirasakan mempunyai kedudukan
kuat baik secara fisik, psikologis, maupun sosial untuk melakukan kekerasan kepada siswa
lain yang mempunyai kedudukan lebih lemah. Perundungan cenderung dilakukan terusmenerus dari waktu ke waktu.
Tindakan perundungan dewasa ini banyak dilakukan oleh siswa di sekolah baik dari
tingkat sekolah dasar, sekolah menengah atas, dan tingkat sekolah lanjutan. Kecenderungan
siswa yang menjadi pelaku bullying bisa juga menjadi korban perundungan. Salah satu contoh
kasus perundungan secara fisik yang diliput oleh media elektronik adalah tindakan perundungan yang terjadi di SMA Don Bosco Pondok Indah Jakarta. Peristiwa tersebut menimpa
Ar dan 6 siswa baru lainnya di kawasan Perto, Pondok Indah, Jakarta Selatan. Kejadian itu
terjadi sepulang sekolah ketika siswa kelas XII mengajak 7 siswa kelas X untuk berkumpul di
tempat yang bernama “Pertok Taman Hijau Baru”. Para siswa baru itu diminta duduk dan
menunduk. Satu per satu wajah siswa ditutup menggunakan jaket. Kemudian, di antara tujuh
siswa kelas X ada yang mengalami tindak kekerasan, antara lain ditempeleng, dipukul, dan
disundut rokok. Hal itu terjadi karena adanya ketidakseimbangan psikologis antara siswa
“senior” dan “junior” (dalam Kompas, 27 Juli 2012). Adanya rasa senioritas dari kakak kelas
yang merasa berkuasa dan adik kelas yang harus menuruti kemauan “senior”-nya membuat
terjadinya tindakan perundungan. Di lain pihak, penelitian Magfirah dan Rachmawati (2010)
2
mengenai “Hubungan antara Iklim Sekolah dengan Kecenderungan Perilaku Bullying”
menghasilkan hubungan yang negatif signifikan antara iklim sekolah dengan kecenderungan
perilaku perundungan yang ditunjukkan dengan r = - 0.459 dengan p = 0,000. Semakin
positif iklim sekolah, semakin rendah kecenderungan perilaku perundungan, sebaliknya
semakin negatif iklim sekolah, semakin tinggi kecenderungan perilaku perundungan.
Berarti ada kaitan antara iklim sekolah yang makin favorabel dengan rendahnya kejadian
perundungan di sekolah.
Hasil penelitian Yuniartiningtyas (2013) menunjukkan bahwa: (1) pola asuh orang tua
pada klasifikasi pola asuh permisif (69%), (2) tipe kepribadian berada pada klasifikasi tipe
kepribadian sanguinis (39%), (3) perilaku perundungan berada pada klasifikasi rendah (62%),
(4) ada hubungan negatif antara pola asuh orang tua dan perilaku perundungan, (5) ada
hubungan negatif antara tipe kepribadian dan perilaku perundungan dan (6) ada hubungan
antara pola asuh orang tua, tipe kepribadian, dan perilaku perundungan.
Levianti (2008) menyatakan individu berpotensi menjadi pelaku perundungan karena
individu berpotensi menjadi korban atau penonton perundungan, yang kejadiannya dapat
mulai dari lingkungan rumah. Andai individu merespon negatif terhadap perundungan,
lingkungan di sekitarnya cenderung terus membiarkan perundungan terjadi. Individu akan
dimusuhi jika tetap pada pendiriannya yang negatif terhadap perundungan. Kebutuhan
untuk diterima menjadi bagian kelompok, atau rasa takut dimusuhi lingkungan sekitar, akan
mendorongnya melakukan konformitas terhadap perundungan. Individu akan ikut melakukan, atau membiarkan perundungan terus terjadi, meski sebenarnya tidak setuju dengan
perundungan. Konformitas mendukung perundungan terus berkembang. Konformitas dapat
membantu mengurangi terjadinya perundungan apabila figur otoritas, populer, atau signifikan memiliki sikap negatif terhadap perundungan, sehingga anggota kelompok akan turut
bersikap negatif terhadap perundungan. Dengan demikian, konformitas dapat dimanfaatkan
juga untuk mengatasi perundungan.
Berdasarkan latar belakang, penulis tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan antara
Kebutuhan Berkuasa dengan Tindakan Bullying ”.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Olweus dan Sohlberg (2003) mengemukakan bullying terjadi ketika seseorang secara
berulang mengatakan atau melakukan sesuatu hal dengan tujuan untuk menyakiti orang yang
sulit untuk membela diri sendiri dari tindakan perundungan. Tindakan perundungan mencakup tiga elemen yang utama yaitu menyakiti korban, tindakan dilakukan yang secara
berulang-ulang, serta adanya ketidakseimbangan dalam kekuatan psikologis antara korban
dan pelaku. Dapat disimpulkan perundungan adalah perilaku di mana terjadi ketidak
seimbangan kekuatan di antara pelaku perundungan dan korbannya, sehingga dapat dikatakan
bahwa bully selalu lebih kuat daripada korbannya. Tindakan perundungan dapat berupa fisik,
verbal maupun psikologis.
Olweus dan Sohlberg (2003) membagi aspek-aspek bullying meliputi: 1) Verbal, yaitu
tindakan mengatakan sesuatu untuk menyakiti atau menertawakan seseorang atau menjadikan seseorang bahan lelucon dengan menyebut/menyapanya dengan nama yang menyakitkan hatinya, menceritakan kebohongan atau menyebarkan rumor yang keliru tentang
seseorang. 2) Indirect, yaitu tindakan yang sepenuhnya
menolak
atau
mengeluarkan
seseorang dari kelompok pertemanan atau meninggalkannya dari berbagai hal secara
disengaja atau mengirim catatan dan mencoba membuat siswa yang lain tidak menyukainya. 3) Physical, yaitu tindakan memukul, menendang, mendorong, mempermainkan atau
menteror dan melakukan hal-hal yang bertujuan menyakiti.
Tindakan bullying (perundungan) amat membahayakan sesejahteraan jiwa pelaku
perundungan dan korban dari perundungan. Perundungan adalah tindakan menyakiti orang
lain yang lebih lemah, baik menyakiti secara fisik, kata-kata, ataupun perasaannya. Di lain
pihak, perundungan amat mudah ditiru oleh siswa di sekolah karena perilaku negatif ini amat
besar peluangnya dilakukan oleh siswa. Justru bahayanya, siswa cenderung melakukan
perundungan setelah siswa sendiri pernah disakiti oleh orang yang lebih kuat, misalnya oleh
orang tua, kakak kandung, kakak kelas, ataupun teman sebayanya (Levianti, 2008). Jika
jumlah siswa yang melakukan perundungan amat berpengaruh di sekolah, maka siswa lain
amat mudah meniru melakukan perundungan pula,
atau
setidaknya
menganggap
perundungan sebagai tindakan yang wajar atau kejadian yang biasa terjadi di sekolah.
Kebutuhan berkuasa ialah keinginan yang kuat untuk mengendalikan orang lain, untuk
mempengaruhi orang lain, dan untuk memiliki dampak terhadap orang lain (McClelland,
4
dalam Munandar, 2001). Orang yang mempunyai kebutuhan berkuasa yang menonjol
menyukai pekerjaan-pekerjaan yang menempatkan dirinya menjadi pemimpin dan berupaya
mempengaruhi orang lain. Kebutuhan berkuasa dimiliki oleh seseorang yang ingin mempunyai pengaruh atas orang-orang lain, individu peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi
kelompok siswa. Individu mencoba menguasai orang lain dengan cara mengatur perilakunya
dan membuat orang lain terkesan padanya, serta menjaga reputasi dan kedudukannya.
Disimpulkan bahwa kebutuhan berkuasa adalah keinginan untuk memiliki pengaruh, menjadi
yang berpengaruh, dan mengendalikan individu lain.
As’ad (2004) mendeskripsikan karakteristik individu yang kebutuhan untuk berkuasa
menonjol yaitu amat ingin menguasai dan mempengaruhi orang lain yang menyebabkannya
tidak atau kurang mempedulikan perasaan orang lain. Tindakan individu yang didorong oleh
kebutuhan untuk berkuasa yang tinggi tampak sebagai berikut: 1) Berusaha menolong orang
lain walaupun pertolongan itu tidak diminta. 2) Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan
kelompok atau organisasi di mana individu itu berada. 3) Mengumpulkan barang-barang atau
menjadi anggota suatu perkumpulan yang dapat mencerminkan prestise. 4) Sangat peka
terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau organisasi.
METODE PENELITIAN
Subyek penelitian ini adalah 147 siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga. Digunakan
Delaware Bullying Questionnaire (200) berdasarkan teori Olweus (1993). Kuesioner ini berisi
serangkaian pernyataan tentang tindakan perundungan yang dilakukan oleh siswa di sekolah
yang terdiri dari 33 butir, yang didalamnya terkandung tiga aspek, yaitu aspek fisik, aspek
verbal dan aspek psikologis. Butir-butir pada kuesioner tindakan perundungan memiliki
validitas terendah 0,259 dan validitas tertinggi 0,571, sedangkan kuesioner tindakan
perundungan memiliki koefisien Alpha Cronbach = 0,878 yang berada pada kategori
reliabilitas bagus.
Sedangkan untuk mengukur kebutuhan berkuasa digunakan skala kebutuhan berkuasa
yang dikembangkan berdasarkan teori motivasi McClelland (dalam Ivancevich dkk, 2006),
yang terdiri dari 60 butir yang mencakup aspek mempengaruhi orang lain, aspek mengontrol
orang lain dan aspek memanipulasi orang lain. Butir-butir dalam skala kebutuhan berkuasa
5
memiliki validitas terendah 0,219 dan validitas tertinggi 0,537. Skala kebutuhan berkuasa
memiliki koefisien Alpha Cronbach = 0,918 dan berada pada kategori reliabilitas memuaskan.
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif dan
analisis korelasi. Dalam analisis ini, penulis dibantu dengan program SPSS 17.0 for Windows.
Analisis deskriptif terhadap data penelitian ini meliputi gambaran hasil penelitian secara
umum meliputi mean, skor maksimum dan skor minimum untuk masing-masing variabel
penelitian. Untuk menguji dan membuktikan secara statistik hubungan antara kebutuhan
berkuasa dengan tindakan perundungan digunakan Spearman's rho.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengukuran terhadap kedua variabel penelitian menghasilkan jumlah frekwensi dan
kategori yang tertuang pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut.
Tabel 1. Kategori dan Jumlah Frekwensi Tindakan Perundungan Siswa SMP
Interval
108-130
86-107
64-85
42-63
Kategori
Tinggi
Agak Tinggi
Agak Rendah
Rendah
Total
Rerata
Skor Minimum
Skor Maksimum
Frekuensi
5
76
49
17
147
Presentase
3,4%
51,1%
33,3%
11,6%
100%
87,67
42
130
Dari Tabel 1. dapat dinyatakan bahwa sebagian besar siswa SMP kelas VIII berada
pada kategori tindakan perundungan agak tinggi (76 siswa/51,1%). Sedangkan hanya ada 17
siswa (11,6%) yang berada pada kategori tindakan perundungan rendah.
Tabel 2. Kategori dan Jumlah Frekwensi Kebutuhan Berkuasa Siswa SMP
Interval
175-207
143-174
111-142
79-110
Kategori
Tinggi
Agak Tinggi
Agak Rendah
Rendah
Total
Rerata
Skor Minimum
Skor Maksimum
Frekuensi
23
72
45
7
147
Presentase
15,6%
49,0%
30,6%
4,8%
100
150,62
79
207
6
Berdasarkan Tabel 2. dinyatakan bahwa siswa SMP kelas VIII sebagian besar siswa
(72 siswa/49,0%) berada pada kategori kebutuhan berkuasa agak tinggi. Sedangkan 45 siswa
(30,6%) berada pada kategori agak rendah.
Hasil analisis hubungan antara skor kebutuhan berkuasa dan skor tindakan
perundungan dirangkum sebagai berikut.
Tabel 3. Hubungan antara skor Kebutuhan Berkuasa dan
Tindakan Perundungan Siswa SMP
Spearman's rho
Tindakan Perundungan
Correlation
Coefficient
Keputusan
.227**
Kebutuhan Berkuasa Sig. (1-tailed)
.003
N
Korelasi positif signifikan
147
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Tabel 3. menunjukkan adanya hubungan antara skor kebutuhan berkuasa dan skor
tindakan perundungan siswa SMP kelas VIII dengan koefisien korelasi sebesar r xy = 0,227
dengan signifikansi p = 0,003 < 0,01. Disimpulkan ada hubungan yang positif sangat
signifikan antara kebutuhan berkuasa dan tindakan perundungan siswa.
Hasil penelitian tentang hubungan antara kebutuhan berkuasa dengan tindakan perundungan menunjukkan ada hubungan yang positif dan sangat signifikan. Hal ini dapat diketahui dari nilai korelasi rxy = 0,227** dan taraf signifikan 0,003 < 0,050. Dengan demikian
apabila ada kenaikan skor kebutuhan berkuasa maka diikuti pula kenaikan skor tindakan
perundungan.
Hasil penelitian ini senada dengan pernyataan Salzman dan Salzman (dalam Freeman,
1994) yang menyatakan bahwa siswa yang bermasalah tetapi tingkat kebutuhan berkuasanya
tinggi, maka cenderung memakai kekerasan fisik, melawan hukum, menunjukkan masalah
indispliner di sekolah. Siswa yang sering mengalami masalah mengenai kedisiplinan dan
melawan peraturan sekolah mempunyai kebutuhan berkuasa tetapi cenderung menyalurkannya ke bentuk tindakan yang negatif bahkan melakukan perundungan dengan memanfaatkan kekuatan dan kekuasaannya untuk menakuti siswa lain.
7
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya korelasi yang positif signifikan sebesar
0,227**. Hasil tersebut diartikan bahwa semakin tinggi kebutuhan berkuasa siswa maka
semakin tinggi tindakan perundungan. Siswa yang mempunyai kebutuhan berkuasa tinggi
menjadi siswa yang melakukan tindakan perundungan yang tinggi pula.
Kebutuhan berkuasa sebenarnya diperlukan oleh individu yang ingin menjadi pemimpin. Kebutuhan tersebut tidak melulu bermuatan negatif. Siswa dengan kebutuhan berkuasa
yang tinggi apabila diimbangi dengan kebutuhan yang lain misalnya kebutuhan untuk
berafiliasi dan kebutuhan untuk berprestasi akan dapat memperlihatkan sikap kepemimpinan
yang positif. Adanya kebutuhan berkuasa yang ditunjukkan dengan perilaku positif, maka
kecenderungan siswa akan menjadi pemimpin diantara teman-temannya dalam suatu kegiatan.
Biasanya siswa tersebut sering ditunjuk menjadi ketua kelas, aktif di ekstrakurikuler, ketua
kelompok dan seterusnya. Bahkan dalam penelitian Freeman (1994) menyatakan kelompok
yang mempunyai kebutuhan berkuasa tinggi yang diikuti dengan kebutuhan berprestasi
moderat dan kebutuhan afiliasi rendah cenderung mempunyai ambisi untuk diakui melalui
upaya mencapai keberhasilan di bidang akademik. Maka tidak selalu orang dengan kebutuhan
berkuasa akan menjadi pelaku perundungan maupun siswa yang indisipliner.
Uduji dan Ankeli (2013) menemukan adanya kebutuhan berkuasa pada tenaga
marketing/penjualan melalui hasrat untuk mengendalikan dan mempengaruhi konsumennya.
Kebutuhan berkuasa merupakan dorongan yang tidak disadari untuk memberi dampak
tertentu pada orang-orang lain. Tenaga penjualan yang memiliki kebutuhan berkuasa yang
amat kuat sering memantapkan diri di hadapan orang-orang lain melalui berbagai cara.
Individu ini berupaya mencari dan meraih posisi kepemimpinan dalam kelompok sosialnya,
dalam asosiasi profesi dan dalam tim penjualan. Penelitian Uduji dan Ankeli (2013) mengisyaratkan bahwa kebutuhan berkuasa dapat dipenuhi melalui status, pengakuan, pengembangan diri dan tantangan bagi tenaga penjualan. Implikasi hasil penelitian ini yaitu bahwa
individu yang membuktikan kinerja positif yang menonjol perlu mendapat pengakuan positif
secara pribadi dan secara publik dari atasan melalui memberi tanggung jawab dan
kewenangan yang lebih besar di lingkungan kerjanya.
Tindakan perundungan muncul karena adanya penyalah-gunaan kekuatan atau
kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang/sekelompok orang. Penyalahgunaan tersebut
biasanya dipakai agar siswa lain takut ataupun hanya untuk bersenang-senang saja. Tetapi
8
dalam siklus tindakan perundungan biasanya mempunyai sedikit rasa empati sehingga tidak
mempedulikan korban. Pelaku perundungan mempunyai keinginan untuk berkuasa dan
mendominasi siswa lain tetapi dengan caranya sendiri yang cenderung impulsif. Pelaku
biasanya sering terlibat dalam kegiatan antisosial atau pelanggaran lain seperti vandalisme
maupun kenakalan remaja.
Penelitian yang penulis lakukan menghasilkan korelasi positif antara kebutuhan berkuasa dengan tindakan perundungan karena siswa mempunyai kebutuhan berkuasa yang
tinggi cenderung ingin mendominasi, menguasai, mempengaruhi orang lain, agar menuruti
kehendaknya. Kebutuhan berkuasa yang tinggi diikuti dengan tindakan perundungan yang
tinggi pula. Bisa jadi siswa dengan kebutuhan berkuasa yang tinggi menjadi pelaku perundungan karena ada aspek - aspek pendukung lain misal mempunyai sifat agresifitas, empati
yang rendah terhadap yang lain, keinginan mendominasi dan berkuasa yang tinggi pula.
DAFTAR PUSTAKA
As’ad, M. 2004. Psikologi Industri, Edisi Keempat. Yogyakarta: Liberty.
Freeman.1994. Power Motivation and Youth: An Analysis of Troubled Students and Student
Leaders. Journal of Counseling and Development, July/August 1994, volume 72.
Ivancevich dkk. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta: Erlangga.
Kompas.com. 2012. Kronologi Bullying di SMA Don Bosco. Kompas 27 Juli 2012.
Http://edukasi.kompas.com/read/2012/07/27/13213935. Diunduh 22 Februari 2013.
Levianti. 2008. Konformitas dan Bullying pada Siswa. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul. Http://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Psi/article/view/49. Vol 6,
No 01 (2008) . Diunduh 21 April 2015.
Magfirah, U. dan Rachmawati, M. A. 2010. Hubungan Antara Iklim Sekolah dengan
Kecenderungan Perilaku Perundungan. Jurnal Fakultas Psikologi dan Ilmu Budaya
Universitas Islam Indonesia, 1, 1-10.
Munandar, A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
Olweus, D. 1993. Bullying at school: What we know and what we can do. Malden, MA:
Blackwell Publishing.
Olweus dan Sohlberg. 2003. Prevalence estimation of school bullying with the Olweus
Bully/Victim Questionnaire. Aggressive Behavior, 29.
9
Rigby. 2003. Addressing Bullying in Schools: Theory and Practice. Australia: Criminology
Research Council.
Swenson, David. 2000. David McClelland's 3-Need Theory. Http://faculty.css.edu/ dswenson/
web/LEAD/McClelland.html. Diunduh Senin, 4 Februari 2013.
Uduji,
Joseph I. dan Ankeli, Marjorie O. 2013. Needs for Achievement, Affiliation, and
Power: the Possible Sales Manager’s Actions for Exceptional Salesforce Performance.
Research Journal of Finance and Accounting. Vol.4, No.9, 2013. ISSN 2222-2847
(Online) .www.iiste.org. Diunduh 21 April 2015.
Yuniartiningtyas, Fitri. 2013. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dan Tipe Kepribadian
dengan Perilaku Perundungan Siswa SMP. Skripsi, Jurusan Psikologi, Fakultas
Psikologi, Universitas Negeri Malang.
10
Download