BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Sehat merupakan dambaan dari semua orang. Dengan sehat orang dapat melakukan segala aktivitas untuk mencapai apa yang diinginkan. Bahkan secara makro negara yang kuat didukung oleh rakyat yang sehat. Mengingat urgensi sehat inilah, pemerintah mempunyai komitmen menjadikan bangsa Indonesia, sehat 2010, melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan. Undang–Undang ini mengamanatkan sejahtera secara fisik, mental, sosial, dan spiritual yang memungkinkan semua orang produktif secara sosial dan ekonomi (Fasal 1.1). Cita-cita ideal inilah menjadi dambaan dari setiap orang, keluarga, masyarakat dan negara. Kesehatan merupakan salah satu aspek yang paling penting dalam diri manusia, dibuktikan dengan kata mutiara ”kesehatan bukanlah apa-apa namun tanpa kesehatan semuanya tidak berarti apa-apa”. Kata-kata ini dapat membuka cakrawala bagi semua orang agar lebih memperhatikan masalah kesehatan. Namun kenyataannya di lapangan seiring dengan pesatnya pembangunan di sendi kehidupan secara umum berdampak pada pola kehidupan manusia sendiri, baik positif maupun negatif. Dampak positif berdampak secara hakiki adalah pada peningkatan kesejahteraan dan salah satu dampak negatif berpengaruh kepada gaya hidup yang tidak seimbang yang menimbulkan penyakit, salah satu diantaranya penyakit gagal ginjal kronik. 1 Penyakit gagal ginjal kronik adalah penyakit yang sangat menakutkan dan mematikan bagi setiap orang. Penyakit gagal ginjal kronik ini tidak menular tetapi dapat menyerang siapa saja dan tidak memandang usia. Penyakit gagal ginjal kronik bisa terjadi pada anak-anak, orang dewasa, dan usia lanjut. Ketika seseorang divonnis gagal ginjal kronik oleh medis, itu berarti bahwa penderita hanya mempunyai dua pilihan dalam melangsungkan kehidupannya. Pertama, melalui cangkok ginjal dan yang kedua melalui terapi hemodialisa (cuci darah). Namun kenyataan di lapangan tidak begitu banyak yang melakukan cangkok ginjal mengingat biaya yang sangat mahal dan juga proses yang begitu lama dan sulit, sehingga kebanyakan yang gagal ginjal kronik melakukan pilihan yang kedua hemodialisa (cuci darah). Hemodialisa bukanlah untuk kesembuhan penyakit gagal ginjal tetapi hanya sebagai terapi untuk melangsungkan hidup. Ketika seseorang telah gagal ginjal kronik, hidupnya akan terikat/tergantung kepada mesin pencuci darah yang dilakukan dua sampai tiga kali dalam satu minggu, dengan waktu 4-5 jam setiap kali dialisis, dan hal ini berlangsung seumur hidup tanpa batas yang ditentukan. Selanjutnya aktivitas mereka terbatas, karena mereka harus ke rumah sakit melakukan cuci darah 2 kali dalam seminggu. Dengan singkat boleh penulis jelaskan bahwa Rumah Sakit merupakan rumah kedua bagi mereka yang harus dihuni dua atau tiga kali dalam seminggu. Hal ini sangatlah memengaruhi penderita gagal ginjal baik secara fisik, psikis, ekonomi, sosial, dan spiritual. Penyakit gagal ginjal kronik digolongkan pada penyakit terminal. Penyakit terminal adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan akan meninggal dunia. Ini berarti bahwa penyakit terminal adalah penyakit yang membawa 2 penderita ke ajalnya. Sebagian ahli berpendapat bahwa orang yang menderita penyakit terminal apabila kondisi penyakitnya tidak mengalami perubahan dan tidak ada obat dan sarana penyembuhan lainnya yang dapat diupayakan, maka penderita tersebut diperkirakan 12 bulan ke depan sejak divonis gagal ginjal kronik akan meninggal dunia.1 Hal ini akan membuat penderita gagal ginjal mengalami shock dan tidak dapat menerima hal itu. Penderita gagal ginjal kronik merasakan bahwa hidup mereka tidak berarti dan tidak berguna lagi di dunia ini. Bahkan mereka merasa kesepian, rendah diri, hidup ini hampa, perasaan sensitif, keadaan emosi menjadi labil, putus asa, kematian seolah-olah sudah dekat di depan mata mereka, dan semua jalan keluar terasa tertutup bagi mereka. Apakah mereka mati dalam keputusasaan? Apakah mereka mati dalam ketidakbermaknaan? Apakah jika menderita gagal ginjal, makna hidup tidak dapat ditemukan? Apakah makna hidup hanya dapat ditemukan jika dalam keadaan sehat, tenang, bahagia, mempunyai jabatan, banyak harta? Apakah makna hidup hanya milik orang yang sehat? Apakah mereka tidak dapat hidup lebih lama dari prognosis medis? Namun dalam kenyataannya di lapangan bahwa masih banyak penderita gagal ginjal kronik yang hidup jauh lebih lama dari prognosis medis. Mereka masih dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan profesinya walaupun tidak sesempurna sebelum mereka menderita sakit gagal ginjal. Memang benar penderita gagal ginjal kronik tidak dapat disembuhkan, tetapi itu bukanlah satu alasan untuk membiarkan mereka hidup dalam keadaan yang krisis tanpa dihargai sebagai manusia ciptaan Tuhan yang sangat berharga di 1 Elizabeth Kubler Ross. Ed. Death; The Final Stage of Growth, (Prentice-Hall. Inc: Englewood Cliffs, New Jesrey, 1975), 77. 3 mataNya. Manusia tidak dapat dilihat dari sudut penyakitnya saja, karena manusia diciptakan Tuhan secara holistik, yang mempunyai dimensi yang lain yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan walaupun dapat dibedakan. Dalam pandangan holistik, manusia tidak dapat direduksi menjadi kasus atau penyakit tertentu.2 Fokus dan sasaran pelayanan tetap pada manusia yang kita layani bukan pada penyakitnya melainkan pada manusia dalam keutuhannya. Selanjutnya manusia tidak dapat dipersempit hanya ke dalam aspek tertentu secara parsialistik, misalnya hanya melihat aspek fisik tanpa memperhatikan aspek psikis, spiritual dan sosial. Terlebih lagi manusia tidak dapat dianggap sama seperti mesin secara mekanis yang tidak memiliki kemampuan inheren, kepercayaan, nilai, motivasi, sejarah, hubungan, dan interaksi dengan lingkungannya. Manusia adalah manusia. Kematian bukanlah urusan manusia tetapi kematian adalah mutlak urusan Tuhan. Demikian halnya dengan penderita gagal ginjal kronik. Walaupun mereka secara fisik tidak berfungsi secara sempurna, namun dalam hal lain mereka masih dapat berfungsi dengan baik seperti orang lain yang tidak gagal ginjal. Penderita gagal ginjal masih mempunyai motivasi, semangat untuk hidup, nilai, tujuan hidup, dan makna hidup. Mengapa? Karena makna hidup bukan hanya dapat ditemukan oleh orang yang sehat, senang, bahagia, mempunyai jabatan, mempunyai harta, tetapi juga orang yang menderita, susah, sakit, termasuk yang gagal ginjal kronik, dan lain-lain. Makna hidup dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri maupun dalam keadaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, dalam keadaan bahagia, 2 Totok Wiryasaputra, Ready to Care, (Yogjakarta: Galang Press, 2006), 36. 4 dan juga dalam penderitaan karena sakit, gagal, dan lain-lain. Ungkapan seperti “makna dalam derita” (meaning of suffering) atau “hikmah dalam musibah” (blessing indisguise) menunjukkan bahwa dalam penderitaan sekalipun makna hidup tetap dapat ditemukan. Makna hidup bagian dari kenyataan hidup yang dapat ditemukan dalam setiap kehidupan. Makna hidup tidak dapat diberikan oleh siapa pun tetapi hanya dapat dipenuhi jika dicari dan ditemukan oleh diri sendiri. Frankl mengemukakan bahwa setiap manusia memiliki kemampuan untuk memaknai hidup dan mengambil sikap terhadap penderitaannya dan peristiwa tragis, juga terhadap penyakit yang tidak dapat dielakkan lagi yang menimpa diri sendiri, sekalipun upaya mengatasinya telah dilakukan secara optimal.3 Maksudnya, jika individu tidak dapat mengubah suatu keadaan tragis, ubahlah sikap diri atas keadaan itu, agar tidak hanyut secara negatif oleh keadaan itu. Tentu saja dengan sikap tepat dan baik yakni sikap yang menimbulkan kebajikan pada diri sendiri dan orang-orang lain serta sesuai dengan nilai kemanusiaan. Itu berarti secara prinsip semua orang dapat menemukan makna hidup, siapa pun, kapan pun, dimana pun. Indonesia termasuk negara yang tingkat penderita gagal ginjal tinggi. Dalam seminar pada peringatan hari ginjal se-Dunia pada tanggal 10 Maret 2011, dikatakan bahwa jumlah penderita gagal ginjal di dunia pada saat ini sekitar 15%, dan Indonesia sekitar 12,5 % dari jumlah penduduk Indonesia.4 Pada sensus penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia sekitar 237.556.363 jiwa. Dari angka ini dapat kita lihat bahwa jumlah penderita gagal ginjal di Indonesia sekitar 3 H.D. Bastaman, LOGOTERAPI; psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna, (Jakarta: PT. Grapindo Persada, 2007), 14. 4 http//www.ipmg.online.com/indexs.thp.modul=berita&textid=368261845412,99 Pebruari 2012. 5 29.694.545 jiwa. Sembilan puluh (90)% penderita gagal ginjal belum tertangani dengan baik, biaya ansuransi di negara ini masih rendah, padahal pengobatan gagal ginjal melalui cuci darah harus dilakukan seumur hidup. Hal ini sangat menarik untuk diteliti karena dengan kondisi mereka yang sulit untuk hidup dan terus bergantung pada terapi hemodialisa (cuci darah) yang dilakukan secara rutin tanpa ada batasan waktu berhentinya terapi dan dengan biaya yang tidak sedikit, waktu yang tersita, materi, dan hal lain, membuat respon yang berbeda pada setiap penderita gagal ginjal kronis dalam mengartikan keadaan yang sulit itu. Menurut penulis hidup tidak memberi makna bagi kita, tetapi kitalah yang memberi makna pada hidup. Makna hidup bukan dijawab dengan dengan katakata melainkan dengan berbuat dan bertindak. Makna hidup adalah ungkapan yang sangat penting atas keadaan manusia, ciri khas dari kodrat manusia yang sangat penting. Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap penting, berharga dan memberi nilai khusus serta motivasi seseorang sehingga layak dijadikan tujuan hidup yang dapat memotivasi manusia untuk tetap memiliki harapan yang optimis dalam kehidupannya. Sejalan dengan itu, maka penulis memilih judul penelitian ini sebagai berikut: “Penemuan Makna Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Hidup Lebih Lama dari Prognosis Medis dan Faktor-faktor Yang Memengaruhinya” dengan memakai pendekatan teori: “FRANKL” yang inti teorinya mengatakan bahwa setiap manusia dapat menemukan makna hidup baik dalam bahagia maupun dalam penderitaan karena makna hidup itu bukan diberikan dan diciptakan tetapi ditemukan setiap orang dalam kehidupannya. 6 1.2. BATASAN MASALAH. Mengingat luasnya penelitian tentang topik penelitian ini maka penulis membatasi pada penemuan makna hidup pasien gagal ginjal kronik yang hidup lebih lama dari pada prognosis medis dan faktor-faktor yang memengaruhinya. 1.3. LOKASI PENELITIAN. Lokasi penelitian adalah di Rumah Sakit Khusus Ginjal Nyonya R.A. Habibie, Bandung-Jawa Barat. 1.4. RESEARCH QUESTION. Mengapa pasien gagal ginjal kronik yang hidup lebih lama dari prognosis medis menemukan makna hidup dan faktor-faktor yang memengaruhinya. 1.5. TUJUAN PENELITIAN. Untuk mendeskripsikan penemuan makna hidup pasien gagal ginjal kronik yang hidup lebih lama dari prognosis medis dan faktor-faktor yang memengaruhinya di Rumah Sakit Khusus Ginjal Nyonya R.A, Habibie di Bandung. 1.6. MANFAAT PENELITIAN. Sebagai bahan masukan dalam upaya pengembangan sumber daya manusia dalam hal ini untuk peningkatan kualitas pelayanan pendampingan dan konseling pastoral pada pasien gagal ginjal, dan juga masukan bagi keluarga pendamping penderita gagal ginjal. 7 1.7. METODE PENELITIAN. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif. Metode kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami sebuah fenomena tentang apa yang dialami oleh yang diteliti. Misalnya: perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.5 Dengan metode kualitatif ini peneliti sangat efektif untuk mengkaji nuansa sikap dan perilaku (yang samar-samar) serta proses sosial. Peneliti langsung terlibat dalam penelitian, membangun hubungan dengan yang diteliti, dan dimulai dengan pertanyaan terbuka.6 Pendekatan deskriptif adalah suatu penelitian yang menggambarkan secara menyeluruh dan sistematis obyek dari pokok permasalahan. Teknik pengumpulan data dengan kepustakaan, terlibat langsung ke lapangan dengan observasi, wawancara mendalam, dan melibatkan informan kunci. Subjek yang diteliti adalah enam orang, dengan berbagai latar belakang: umur, status, sex, pendidikan, agama, pekerjaan, dan yang telah cuci darah di atas empat tahun. 5 2006), 6. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 6 Norman Denzin &Yvonna Lincoln, (editor). The Sage handbook of QUALITATIVE RESEARCH 1, (yogjakarta: Pustaka pelajar, 2011), xviii. 8 1.8. ANALISA DATA. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa yang didasarkan pada data yang ada dari hasil penelitian, dengan menggunakan teknik pengumpulan data di atas, dan bukan berdasarkan ide-ide yang ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian hasil penelitian dapat berubah sesuai dengan data yang ditemukan kemudian. Selanjutnya, diklasifikasikan sesuai dengan pedoman dan kebutuhan penelitian. Data hasil wawancara selanjutnya dideskripsikan berdasarkan Research Question, yang kemudian dianalisa untuk menjawab masalah penelitian. Data penelitian yang telah diinterprestasikan dan dianalisa, selanjutnya dituangkan dalam laporan hasil/kesimpulan penelitian. 1.9. SISTEMATIKA PENULISAN. Sistematika penulisan dalam tesis ini adalah: Bab I. Pendahuluan, yang berisikan Batasan Masalah, Lokasi penelitian, Research Question, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Analisa Data. Bab II. Kajian Pustaka (Teori Frankl, Biografi Frankl, Konsep Logoterapi (Kebebasan Untuk berkehendak, Kehendak Dasar Untuk Bermakna, Makna Hidup), Makna Penderitaan, Makna Cinta, Makna Kerja,Teori kepribadian Dalam Logoterapi, Penghayatan Hidup Tanpa Makna (kehampaan eksitensial), Penghayatan Hidup Bermakna, Ginjal, Gagal Ginjal kronik, Faktor-faktor Penyebab Gagal Ginjal, dan Hemodialisa). 9 Bab III. Hasil penelitian Bab IV. Analisa Data. Bab V. Kesimpulan dan Saran. 10