PERAN BPJS KESEHATAN DALAM PELAYANAN GIZI DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL A. Rismaniswati Syaiful, S.Si, M.Kes, Apt, AAK. Kepala Dept. MPK Divisi Regional IX Disampaikan pada Seminar Nasional DPD PERSAGI Sulawesi Selatan Makassar, 30 April 2016 OUTLINE I. II. III. IV. PENDAHULUAN EVALUASI PROGRAM JKN PELAYANAN GIZI DI ERA JKN PENUTUP OUTLINE I. II. III. IV. PENDAHULUAN EVALUASI PROGRAM JKN PELAYANAN GIZI DI ERA JKN PENUTUP UNDANG UNDANG SJSN DAN BPJS 4 4 UU No 40 Th 2004, Pasal 19: Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. PILAR UTAMA ASURANSI KESEHATAN SOSIAL RISK POOLING Aspek Pelayanan Kesehatan Aspek Kepesertaan ASPEK KELEMBAGAAN & ORGANISASI PURCHASING REVENUE COLLECTION Aspek Keuangan 5 5 PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PELAKSANAAN JKN (UU No 40/2004 tentang SJSN & UU No. 24/2011 tentang BPJS) Mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan dan sistem pembayaran BPJS KESEHATAN Menentukan pola dan besaran tarif Menentukan besaran iuran PESERTA Menentukan paket benefit REGULATOR Menentukan peserta PBI FASKES 6 FUNGSI DAN TUGAS BPJS KESEHATAN (Sesuai UU NO. 24 TAHUN 2011 Tentang BPJS) Fungsi Pasal 9 1) BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan Tugas Pasal 10 Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, BPJS bertugas untuk: a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta; b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja; c. Menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah; d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta; e. Mengumpulkan dan mengelola data Peserta Program Jaminan Sosial; f. Membayar Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial; dan g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan Jaminan Sosial kepada Peserta dan masyarakat 7 www.bpjs- SISTEM KENDALI MUTU DAN BIAYA UU No 40 Tahun 2004 Tentang SJSN Pasal 24 (3) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan, kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas 8 REGULASI TAHUN 2004-2016 1. 2. 3. 4. 5. UU No. 40 Tahun 2004 tentang SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UU No. 24 Tahun 2011 tentang BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL Perpres No. 12 Tahun 2013 tentang JAMINAN KESEHATAN Perpres No. 111 Tahun 2013 tentang PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 Permenkes No. 69 Tahun 2013 tentang STANDAR TARIF PELAYANAN KESEHATAN PADA FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA & FASILITAS KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN 6. Permenkes No. 71 Tahun 2013 tentang PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 7. Per BPJS Kesehatan No. 1/ 2014 tentang PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN 8. Permenkes No. 27/ 2014 tentang PETUNJUK TEKNIS SISTEM INA CBG’S 9. Permenkes No. 28/ 2014 tentang PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM JKN 10. Permenkes No. 56/ 2014 tentang KLASIFIKASI DAN PERIZINAN RUMAH SAKIT 11. Permenkes No. 59/ 2014 tentang STANDAR TARIF PELAYANAN KESEHATAN DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN 12. Permenkes No. 63/ 2014 tentang PENGADAAN OBAT BERDASARKAN E-CATALOG 13. Permenkes No. 69/ 2014 tentang KEWAJIBAN RUMAH SAKIT DAN KEWAJIBAN PASIEN 14. Kepmenkes No. 159/ 2014 tentang PERUBAHAN ATAS KEPMENKES NO 328 TAHUN 2013 TENTANG FORMULARIUM NASIONAL 15. Kep Dirjen Binfar dan AlKes Kem Kes RI No. HK.02/03/III/1346/2014 tentang PEDOMAN PENERAPAN FORNAS 16. Permenkes No. 36/ 2015 tentang PENCEGAHAN KECURANGAN (FRAUD) DALAM PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN PADA SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL 17. Kepmenkes No. HK.02.02-MENKES-72-2015 tentang Tim Pencegahan FRAUD Program JKN Dalam SJSN 18. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.76 Tahun 2015 tentang PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 101 TAHUN 2012 TENTANG PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN. 19. Permenkes No. 99/2015 tentang PERUBAHAN ATAS PERMENKES NO. 71/2013 tentang PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 20. Perpres No.19 Tahun 2016 tentang PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 21. Permenkes No. 12 Tahun 2016 tentang PERUBAHAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 59 TAHUN 2014 22. Perpres No. 28 Tahun 2016 tentang PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 9 Regulasi terkait Program JKN yang terbit Tahun 2016 1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 Th 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional - 2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Th 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan - 3. Diundangkan pada tanggal 8 Januari 2016 Ditetapkan pada tanggal 31 Desember 2015 Berlaku sejak diundangkan Diundangkan pada tanggal 1 Maret 2016 Ditetapkan pada tanggal 29 Februari 2016 Berlaku sejak diundangkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Th 2016 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan - Diundangkan pada tanggal 31 Maret 2016 Ditetapkan pada tanggal 31 Maret 2016 Berlaku sejak diundangkan 10 Perpres No. 19 Tahun 2016 Contoh beberapa perubahan: No 1 Pengaturan Kepesertaan: a. Pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah b. Penyesuaian rasio distribusi peserta dengan FKTP PERPRES NO. 12/2013 JUNCTO NO. 111/2013 PERPRES NO. 19/2016 (PERPRES BARU) a. Belum diatur a. Termasuk kelompok PPU b. Belum diatur b. BPJS Kesehatan dapat melakukan pemindahan peserta dari suatu FKTP ke FKTP lain yang masih dalam wilayah yang sama. dengan mempertimbangkan rekomendasi dari dinas kesehatan kab/kota setelah berkoordinasi dengan asosiasi Faskes dan organisasi profesi 11 Perpres No. 19 Tahun 2016 Contoh beberapa perubahan: No Pengaturan 2 Iuran: a. Peserta PBI JK serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah b. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) PERPRES NO. 12/2013 JUNCTO NO. 111/2013 a. Rp 19.225,- per orang per bulan PERPRES NO. 19/2016 (PERPRES BARU) a. Rp 23.000,- per orang per bulan (Mulai berlaku 1 Januari 2016) • Kelas III Rp 25.500/jw/bln • Kelas II Rp 42.500/jw/bln • Kelas I Rp 59.500/jw/bln • Kelas III Rp 30.000/jw/bln* • Kelas II Rp 51.000/jw/bln • Kelas I Rp 80.000/jw/bln (Mulai berlaku 1 April 2016) *tidak mengalami kenaikan berdasarkan Perpres No.28 Tahun 2016 12 Perpres No. 19 Tahun 2016 Contoh beberapa perubahan: No 3 Pengaturan PERPRES NO. 12/2013 JUNCTO NO. 111/2013 c. Batas paling tinggi gaji atau upah per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran iuran JK bagi Peserta PPU dan PPNPN c. Sebesar 2 (dua) kali Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dengan status kawin dengan 1 (satu) orang anak Pelayanan: a. Penyesuaian kelas rawat • Kelas II • Kelas I • • PPU dan PPNPN dengan gaji atau upah sd 1,5x PTKP Gaji atau upah sd 2x PTKP PERPRES NO. 19/2016 (PERPRES BARU) c. Rp 8.000.000,- (Delapan Juta Rupiah) • PPU dan PPNPN dengan gaji atau upah sd Rp4.000.000,- • Gaji di atas Rp4.000.000,sd Rp8.000.000 13 Perpres No. 19 Tahun 2016 Contoh beberapa perubahan: No Pengaturan b. Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari pada haknya PERPRES NO. 12/2013 JUNCTO NO. 111/2013 b. Mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar sendiri selisih biaya PERPRES NO. 19/2016 (PERPRES BARU) • • • • Mengikuti asuransi kesehatan tambahan Selisih antara biaya dibayar oleh: a. Peserta yang bersangkutan; b. Pemberi Kerja; atau c. Asuransi kesehatan tambahan. Dikecualikan bagi: a. PBI Jaminan Kesehatan; dan b. Peserta yang didaftarkan oleh Pemda. Pembayaran selisih oleh Pemberi Kerja tidak termasuk untuk peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah 14 PASAL 17A.1 PENAMBAHAN PASAL BARU PERPRES 12 TAHUN 2013 jo. PERPRES 111 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN PERPRES 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERPRES 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN (1) Dalam hal terdapat keterlambatan pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan lebih dari 1 (satu) bulan sejak tanggal 10 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan dalam Pasal 17A ayat (1), penjaminan Peserta diberhentikan sementara. (2) Pemberhentian sementara penjaminan Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir dan status kepesertaan aktif kembali apabila Peserta: a. membayar iuran bulan tertunggak paling banyak untuk waktu 12 (dua belas) bulan; dan b. membayar iuran pada bulan saat peserta ingin mengakhiri pemberhentian sementara jaminan. 1. 2. Apabila Peserta terlambat membayar iuran lebih dari 1 bulan sejak tanggal 10, penjaminan iuran diberhentikan sementara. Status Peserta aktif kembali apabila: a. membayar iuran bulan tertunggak (maksimal 12 bulan); dan b. membayar iuran bulan berjalan. 15 PASAL 17A.1 PENAMBAHAN PASAL BARU PERPRES 12 TAHUN 2013 jo. PERPRES 111 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN PERPRES 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERPRES 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN (3) Dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status kepesertaan aktif kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar denda kepada BPJS Kesehatan untuk setiap pelayanan kesehatan rawat inap yang diperolehnya. (4) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari biaya pelayanan kesehatan untuk setiap bulan tertunggak dengan ketentuan: a. jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 (dua belas) bulan; dan b. besar denda paling tinggi Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). Apabila Peserta akan mendapatkan pelayanan rawat inap dalam jangka waktu 45 hari sejak status kepesertaannya aktif kembali, wajib membayar denda sebesar 2,5% dari biaya pelayanan dikali bulan tertunggak (maksimal 12 bulan) atau maksimal Rp30.000.000,00 16 PMK No. 99 Tahun 2015 Contoh beberapa perubahan: 1. 2. 3. 4. 5. Pasal4 (4) Dalam hal perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan antara BPJS Kesehatan dengan Fasilitas Kesehatan yang membentuk jejaring harus ditandatangani oleh unsur Fasilitas Kesehatan dan semua jejaringnya. Pasal 9, (2a) Seleksi dan kredensialing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Asosiasi Fasilitas Kesehatan. Pasal 15A Seluruh Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan wajib memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pasien termasuk mengenai pelayanan JKN. Pasal 22A (1) Rumah sakit wajib menginformasikan ketersediaan ruang rawat inap untuk pelayanan JKN. Pasal 32A Terhadap pelayanan nonkapitasi yang diberikan oleh jejaring Fasilitas Kesehatan, BPJS Kesehatan membayarkan langsung klaim pembiayaan pelayanan tersebut kepada jejaring Fasilitas Kesehatan. 17 OUTLINE I. II. III. IV. PENDAHULUAN EVALUASI PROGRAM JKN PELAYANAN GIZI DI ERA JKN PENUTUP DATA KEPESERTAAN BPJS KESEHATAN SULAWESI SELATAN S.D 15 APRIL 2016 SEGMEN URAIAN NASIONAL DIVRE IX % SULSEL % 1 2 3 4 5=4/3 6 7=6/3 PBI PPU PBI APBN 91,625,036 5,459,107 5.96% 3,115,598 3.40% PBI APBD 13,313,479 1,584,149 11.90% 1,327,907 9.97% 12,869,923 1,108,628 8.61% 597,033 4.64% 2,738,980 201,266 7.35% 120,201 4.39% 23,600,848 414,516 1.76% 312,779 1.33% 50 16,586 16,565,779 54 749,135 0.00% 0.33% 4.52% 23 560,325 0.00% 0.14% 3.38% 4,383,909 272,975 6.23% 189,904 4.33% 422,025 50,276 11.91% 44,584 10.56% 2,735 136 4.97% 52 1.90% 68 3,170 10 1,608 14.71% 50.73% 5 392 7.35% 12.37% 206,992 1,915 0.93% 1,901 0.92% 165,749,580 9,843,775 5.94% 6,270,704 3.78% PPU Penyelenggara Negara T NI/ POLRI/ PNS Kemhan Pegawai Swasta DPRD WNA PBPU BP T OT AL PP Penyelenggara Negara Veteran Perintis Kemerdekaan Investor Pemberi Kerja PP Swasta Lainnya Peserta JKN Sulawesi Selatan sebesar 66,12% dari peserta JKN Divisi Regional IX PERKEMBANGAN KEPESERTAAN (1) JUMLAH NO. KANTOR CABANG PENDUDUK 1 MAKASSAR 3,432,024 2 BULUKUMBA 1,166,321 3 WATAMPONE 1,841,597 4 PAREPARE 1,068,534 5 PALOPO 1,194,656 6 MAKALE 750,036 PROV. SULSEL 9,453,168 JKN TOTAL 2,396,134 723,895 1,119,392 688,117 829,363 513,803 6,270,704 % 69.82% 62.07% 60.78% 64.40% 69.42% 68.50% 66.33% NON JKN TOTAL % 1,035,890 30.18% 442,426 37.93% 722,205 39.22% 380,417 35.60% 365,293 30.58% 236,233 31.50% 3,182,464 33.67% Sumber : Laporan Kepesertaan UKP4 per 15 April 2016 20 PERKEMBANGAN KEPESERTAAN (2) PPU Bukan Pekerja Total TNI/ PP KANTOR PPU Total Perintis PP POLRI/ Inve Pembe NO PBI APBN PBI APBD PBPU Penyelen CABANG Penyelen Peg DPRD WNA Total PPU Veteran Kemer Swasta Total BP PNS ggara stor ri Kerja ggara Swasta dekaan Lainnya Kemhan Negara Negara 1 Makassar 961,187 420,841 227,503 77,260 252,342 - 23 2 Bulukumba 454,631 136,244 71,926 8,350 3 Watampone 651,635 277,119 97,129 4 Parepare 319,541 190,949 5 Palopo 446,045 6 Makale 282,559 557,128 344,100 89,237 21,717 10 - 146 4,360 - - 84,636 27,624 18,107 12,593 9,624 - - 119,346 40,971 75,360 11,160 9,907 - - 96,427 2,789 1 - 32 - 20,929 27,288 3,657 7 - 20 114 31,086 55,373 23,078 2,741 1 4 25,844 177,603 76,510 6,838 28,718 - - 112,066 63,950 17,051 12,727 4 29,795 126,210 48,605 4,000 7,828 - - 60,433 28,307 15,143 Prov. Sulsel 3,115,598 1,328,966 597,033 120,201 312,779 - 23 1,030,036 560,325 189,904 44,584 953 15 5 13 - - 6 - 193 52 5 392 1,779 112,889 - 16,295 1,901 236,838 Sumber : Laporan Kepesertaan UKP4 per 15 April 2016 21 JARINGAN FKTP MITRA BPJS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN S/D MARET 2016 NO PROVINSI SULSEL FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA PROV TOTAL Makassar Bulukumba Watampone Parepare Palopo Makale 1 2 3 4 5 6 7 PUSKESMAS DOKTER PRAKTIK PERORANGAN DOKTER GIGI KLINIK PRATAMA TNI POLRI RS TIPE D PRATAMA TOTAL FKTP 123 64 31 48 25 12 303 65 19 5 4 4 97 Sumber : Laporan Penambahan FKTP s/d bulan Maret 2016 94 18 7 9 4 4 136 48 24 10 5 4 5 96 62 39 19 7 1 4 132 59 10 4 2 2 77 Mamu 451 174 76 69 40 31 841 - JARINGAN FKRTL MITRA BPJS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN S/D MARET 2016 KANTOR CABANG NO JENIS FASKES TOTAL MAKASSAR BULKUMBA WATAMPONE PAREPARE PALOPO MAKALE 1 RS Pemerintah - Kelas A - Kelas B - Kelas C - Kelas D 2 RS Khusus 3 RS Jiwa 4 RS TNI 5 RS Polri 6 RS Swasta - Kelas A - Kelas B - Kelas C - Kelas D 7 Klinik Utama Total Sulawesi Selatan 1 5 4 4 3 1 3 1 8 4 2 5 37 4 1 3 1 1 3 1 4 1 1 1 1 1 2 3 1 8 10 4 6 Sumber : Laporan Bulanan MPKR s/d bulan Maret 2016 2 1 1 7 20 3 3 1 6 1 8 8 6 5 69 OUTLINE I. II. III. IV. PENDAHULUAN EVALUASI PROGRAM JKN PELAYANAN GIZI DI ERA JKN PENUTUP MANFAAT JAMINAN KESEHATAN Perpres 12/2013 Pasal 20 Perpres 111/2013 Pasal 22 Perpres 19/2016 Pasal 22 Bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan obat, bahan medis habis pakai sesuai dengan indikasi medis yang diperlukan Medis FKTP Non Medis FKRTL Akomodasi terikat dengan besaran iuran Ambulan Pelayanan Kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri Pelayanan kesehatan lain yang telah ditanggung oleh Pemerintah, maka tidak termasuk dalam pelayanan kesehatan yang dijamin. 25 PEMBAYARAN PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA Permenkes No 59/2014 pasal 3 (1) (1) Tarif Kapitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberlakukan pada FKTP yang melakukan pelayanan: a. administrasi pelayanan; b. pelayanan promotif dan preventif; c. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis; d. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif; e. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai, termasuk pil dan kondom untuk pelayanan Keluarga Berencana; f. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama. Pelayanan Gizi untuk kasus yang dapat ditangani di FKTP masuk kedalam pembiayaan kapitasi 26 PELAYANAN PROMOTIF bagi Peserta yang ‘Sehat’ Edukasi Langsung Edukasi Tidak Langsung Penyuluhan Kesehatan langsung Media Cetak Olahraga Sehat Media Elektronik Promosi Kesehatan Keliling PELAYANAN PREVENTIF • DIABETES MELLITUS • HIPERTENSI • DASAR LENGKAP • VAKSINASI RIWAYAT KESEHATAN • • • • • PELAYANAN KB • PELAYANAN EFEK SAMPING DIABETES MELLITUS HIPERTENSI DETEKSI KANKER SERVIKS DETEKSI KANKER PAYUDARA Edukasi Kesehatan - KIE Bentuk Promosi Diselenggarakan melalui Penyuluhan Langsung maupun Tidak Langsung (1) Penyuluhan langsung oleh Narasumber Dokter Umum/Dokter Spesialis (2) Penyediaan dan distribusi media promosi kesehatan : a. Leaflet b. Banner c. Filler edukasi d. dsb Edukasi terhadap Ibu Hamil Pemenuhan gizi kehamilan dan persiapan bersalin normal dan pentingnya imunisasi 29 pelayanan kesehatan yang mencakup : 1. Administrasi MANFAAT PELAYANAN TINGKAT LANJUTAN Pelayanan; 2. Pemeriksaan, Perpres 19/2016 Pasal 22 Pengobatan, Dan Konsultasi Medis Dasar 3. Pemeriksaan, Pengobatan, Dan Konsultasi Spesialistik; 4. Tindakan Medis Spesialistik, Baik Bedah Maupun Non Bedah Sesuai Dengan Indikasi Medis; 5. Pelayanan Obat Penyuluhan Dan Bahan Medis Habis Pakai; dan 6. Pelayanan konsultasi Penunjang Diagnostik Lanjutan Sesuai Dengan Indikasi tentang Medis; Gizi 7. Rehabilitasi Medis; 8. Pelayanan Darah; 9. Pelayanan Kedokteran Forensik Klinik; 10. Pelayanan Jenazah Pada Pasien Yang Meninggal Di Fasilitas Kesehatan; 11. Pelayanan Keluarga Berencana; 30 12. Perawatan Inap PEMBAYARAN PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional BPJS Kesehatan membayar Faskes secara efektif dan efisien Biaya INA CBGs sudah termasuk jasa medis, biaya perawatan, biaya penunjang, dan biaya obat-obatan PMK No 59 Tahun 2014 tentang tarif pelayanan kesehatan Tarif INA CBGs pengelompokan diagnosis dan prosedur konsultasi dokter, akomodasi, tindakan, pemeriksaan penunjang, alat kesehatan, obat, darah dan pelayanan lain yang termasuk dalam paket INA CBG’s PMK No 27 Tahun 2014 tentang Juknis Sistem INA CBGs Episode adalah jangka waktu perawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit, termasuk konsultasi dan pemeriksaan dokter, pemeriksaan penunjang maupun pemeriksaan lainnya. Penjelasan Pasal 24 ayat (2) UU No 40 Tahun 2004 (2) Ketentuan ini menghendaki agar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial membayar fasilitas kesehatan secara efektif dan efisien. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dapat memberikan anggaran tertentu kepada suatu rumah sakit di suatu daerah untuk melayani sejumlah peserta atau membayar sejumlah tetap tertentu per kapita per bulan (kapitasi). Anggaran tersebut sudah mencakup jasa medis, biaya perawatan, biaya penunjang, dan biaya obatobatan yang penggunaan rincinya diatur sendiri oleh pimpinan rumah sakit. Dengan demikian, sebuah rumah sakit akan lebih leluasa menggunakan dana seefektif dan seefisien mungkin. PerPres No.19 Tahun 2016 Pasal 39 (3) BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan berdasarkan cara Indonesian Case Based Groups (INACBG’s). Rumah Sakit memberi pelayanan yang mengacu pada efektivitas dan efisiensi 32 Penyuluhan dan konsultasi tentang Gizi sudah termasuk dalam komponen INA CBG’s VARIABEL PASIEN VARIABEL UTAMA DALAM SISTEM CASEMIX VARIABEL ORGANISASI DAN MANAJEMEN RS OPTIMALISASI PERAN AHLI GIZI UNTUK PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN Effectiveness Safety Efficiency DIMENSI KESEHATAN YANG DIUKUR Accessiblity Timeliness Patientcentreness Quality of Care “a Process For Making Strategic Choices in Health System” , WHO, 2006 TIM KENDALI MUTU DAN KENDALI BIAYA OUTCOME: CUSTOMER SATISFACTION INDEX PROVIDER SATISFACTION INDEX STATUS KESEHATAN 34 EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PERAN AHLI GIZI MEMBUAT INTERNAL CLINICAL PATHWAY DAN MENDORONG KEPATUHAN TERHADAP CLINICAL PATHWAY PELAYANAN EFEKTIF YANG MENDORONG PERCEPATAN PENYEMBUHAN PASIEN PELAYANAN OBAT DAN ALKES MENGACU PADA FORMULARIUM NASIONAL/EKATALOG DAN KOMPENDIUM ALKES DOKUMENTASI REKAM MEDIS YANG BERMUTU PEMAHAMAN TENTANG INA CBG’s KEPADA SELURUH JAJARAN RS IMPLEMENTASI RUJUKAN BERJENJANG 35 PERAN AHLI GIZI DALAM EFEKTIVITAS PELAYANAN BEST PRACTICE DARI NEGARA YANG MENGIMPLEMENTASIKAN SISTEM DRG* MEMBERIKAN PELAYANAN GIZI KEPADA PASIEN & KELUARGA DALAM SEGALA KEADAAN DAN KONDISI NUTRISI YANG BURUK PADA PASIEN RAWAT INAP MEMPERLAMBAT PEMULIHAN DAN BISA MENINGKATKAN LENGTH OF STAY (LOS) SPESIALIS GIZI KLINIK MELAKUKAN MONITORING, MEMERIKSA DAN MENGOPTIMALKAN STATUS NUTRISI PASIEN BERDASARKAN KONDISI KLINIS DAN/ATAU KECUKUPAN NUTRISI KOORDINASI DENGAN DOKTER/NAKES LAIN DAN MEMBERIKAN REKOMENDASI TENTANG SUPLEMEN DIET DAN ASUPAN NUTRISI INTRAVENA MENGAJARKAN PASIEN UNTUK MEMILIH MAKANAN YANG MEMPERCEPAT PEMULIHAN DAN POLA HIDUP YANG SEHAT MENINGKATKAN EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PELAYANAN MENGURANGI LOS YANG TIDAK PERLU MENCEGAH INFEKSI NOSOKOMIAL AKIBAT HOSPITALISASI Lutheran Hospitals (2014), The Role of the Inpatient Clinical Dietitian. Retrieved from http://www.lutheranhospital.com/interior.php?t=215 GIZI DAN BIAYA PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT STUDI ILMIAH* Diperkirakan 13% sd 69% pasien yang dirawat inap mengalami malnutrisi, yang mengakibatkan peningkatan hari rawat, peningkatan morbiditas dan mortalitas, kerusakan pada fungsi saluran pernapasan dan jantung, menurunnya fungsi imun dan gangguan pertumbuhan pada bayi dan anak-anak1. Pasien yang memiliki risiko malnutrisi secara signifikan dirawat lebih lama (LOS lebih panjang), biaya pelkes lebih tinggi dan membutuhkan home care pasca hospitalisasi2. LOS PASIEN LEBIH PANJANG MORBIDITAS MENINGKAT BIAYA TIDAK EFISIEN BERPOTENSI MENINGKATKAN SEVERITAS PASIEN PENINGKATAN PENGGUNAAN SUMBER DAYA POTENSI RE-ADMISI PASCA RAWAT INAP PASIEN BERTAMBAH WORKLOAD RS MENINGKAT HEALTH OUTCOME RENDAH 1. Fessler, (2008).Malnutrition: A Serious Concern for Hospitalized Patients. Today’s Dietitian. Vol. 10 No. 7 P. 44 2. Chima et al, (1997) Relationship of nutritional status to length of stay, hospital costs, and discharge status of patients hospitalized in the medicine service. Journal of American Dietetic Association Jumlah Kasus Pelayanan Gizi di FKRTL Tahun 2015 DIVISI REGIONAL IX SULAWESI SELATAN PELAYANAN TAHUN 2015 TAHUN 2015 KASUS BIAYA KASUS BIAYA Pelayanan Konsultasi Gizi (Z713) RJTL 18 2,629,000 13 1,963,500 Kaheksia (R64) RITL 1 4,855,500 1 4,855,500 Malnutrisi (E40-E46) RITL 84 418,256,800 73 381,846,300 Total 103 425,741,300 87 388,665,300 *belum termasuk kontrol ulang OUTLINE I. II. III. IV. PENDAHULUAN EVALUASI PROGRAM JKN PELAYANAN GIZI DI ERA JKN PENUTUP GOTONG ROYONG DALAM KENDALI MUTU PEMBIAYAAN KESEHATAN ASOSIASI FASKES PEMERINTAH ORGANISASI PROFESI BPJS KESEHATAN STAKEHOLDERS LAIN Sistem “Check-and-balance mechanism” Koder Faskes insentif Klinisi Memastikan akurasi pembiayaan Mencegah fraud dalam klaim biaya pelkes Peran Stake Holder dalam mengawal pembangunan sistem kesehatan yang bermutu dan pembiayaan kesehatan yang efektif dan efisien *Krit Pongpirul, Courtland Robinson, 2013 Dukungan dan kerja sama semua pihak dalam pembangunan sistem pelayanan kesehatan yang bermutu dan dalam rangka menjaga Sustainibilitas Program JKN 42