* * * * * * * * * * V * * * * * * * * * * ** ** * * * * * 2m * * * * * A * * A * * * A * * V * * * * V V V * * * V * *20*40 cm * *cm * 3,5 ** 2m V 80 m100 cm VV*cm 3,5 m V 60 *cm VVVV 100 cm 3,5 * 40 V m cmVVVV *1003,5 cmm * * VKM J2VK * * * * * * * * * * * * * VV V V VV VVV V V V VV V VLM VV VV V V V V V V V ** ** ** ** ** ** ** ** ** **J2VL ** * ** * ** * * *E * * * * * * * * * * * * * * * * * J1M 1,6 m F F C E 1,6 m J1VK ** ** ** ** * * ** ** ** ** **J1M ** * * * * * *FD* * * * * * * DC* D * * 1,8 *m * * * CC* * J3M A B B 1,6 m J1VK B JKM ** * ** * ** * ** * ** * ** * ** * ** * ** * **J2VK ** J1M ** * ** * * * * * * * * * * * * J1M V V V V VVV V V VV V VLM V VLM V VV V VV V J2VL V V VV V VLM ** ** ** ** ** ** ** ** ** **J3VL VKM ** ** ** * * * * * * * * * 27,5 m J2VL *V80 cm 40* cm VV *2 m 20 3,5cm m *V2060 cmcm *40 cm *V 3,5 V VV m **100 cmV*2040cm cm**VVVV 100 *cm *3,5 m 1VKM IV m0,5 IIIII 34 J2M mm I3,5 J3VK 40,5 mmmB 2VVm100*cm 2m mmmmmmm J2M m * ** **J3VKJ1VK ** J3M ** ** *** *** *** * *** *** *** *** *** J2VK J1VL J3VL J1VL V V VV V V V V V V J3VK J2M J2VK ** * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * AB I * * * * * * * * * J1VL J2VL H 1,8 m G J3VL ** ** * ** **H ** ** ** ** **J3M * ** *G* *G * * * *P E N *D A H U * L U A* N D J3M D* C* J2M * * 1,8 m *1,8 m * *C * * ** ** ** * * * * * * * * * * * * * * ** ** J1VK ** V V V V V VV V V V V J1VL VV 1. Latar Belakang J3VK J3VL * * V V * U * * D ** * * * * A * * ** * * * V V * ** * * 2m ** V ** *** V * ** * * * V . ** * *D ** V V * * V V * * B * * * B B * Keterangan * *: = Lokasi *2 m Penelitian * 2 m* * V V ** * * A B* 1,8 m * V * * V * * * V V * * * * * V * * 1* * * Ketersediaan lahan untuk pertanian khususnya tanaman pangan semakin berkurang dengan penggunaan lahan untuk kepentingan non pertanian baik di lahan basah maupun di lahan kering. Sementara itu tuntutan penyediaan pangan bagi masyarakat semakin meningkat. Semakin berkurangnya lahan sawah menyebabkan pemanfaatan lahan kering menjadi penting. Propinsi Bali memiliki lahan kering seluas 218.119 ha, yang merupakan 38,73 % dari luas Propinsi Bali yang tersebar di sembilan kabupaten (Anonim., 1995) diantaranya adalah kabupaten Klungkung. Lahan kering di kabupaten Klungkung seluas 27.512 ha yang didominasi oleh kecamatan Nusa Penida dengan luas 20.284 ha (Statistik Pertanian Provinsi Bali, 1995). Kecamatan Nusa Penida mempunyai iklim kering dengan curah hujan 1.254,8 mm per tahun (Lampiran 1). Seperti pada umumnya daerah lahan kering, desa Ped mempunyai tekstur tanah berlempung, kandungan C organik dan N total sangat rendah, P tersedia rendah sebaliknya K tersedia sangat tinggi (Lampiran 2). * V V ** * ** * ** * V V ** ** V ** ** ** V 1,8 2 Petani pada umumnya membudidayakan jagung atau kacang tanah secara monokultur sehingga hasil yang diperoleh masih rendah dan penggunaan lahan tidak efesien. Hasil jagung petani di daerah ini tergolong rendah yaitu : 3,2 t ha -1 pipilan kering, kacang tanah 1,2 t ha-1 polong kering (Anonim., 2005) yang disebabkan oleh status kesuburan tanahnya rendah sampai sedang dan tanah terdiri atas bahan induk batu kapur dan tanah liat dengan solum tanah rata-rata relatif dangkal. Curah hujan per tahunnya relatif rendah pada bulan-bulan kering (April-September) menyebabkan rendahnya hasil tanaman pangan. Petani hanya menggunakan varietas jagung lokal dan belum menggunakan teknik budidaya yang kurang tepat. Kalaupun ada petani yang membudidayakan dengan sistem tumpangsari biasanya tidak melakukan pengaturan jarak tanam atau menggunakan varietas unggul. Sistem tumpangsari salah satu upaya untuk meningkatkan hasil tanaman jagung dan sekaligus memaksimalkan pemanfaatan lahan (Effendi, 1976; Yunusa, 1989). Tumpangsari merupakan kombinasi dari upaya intensifikasi dan diversifikasi, guna meningkatkan produktivitas lahan dengan menanam dua atau lebih jenis tanaman pada sebidang lahan dalam waktu tertentu (Dahono, 1984; Thahir dan Hadmadi, 1985; Mutsaers et al., 1993). Sistem tumpangsari mempunyai keuntungan dibandingkan monokultur dimana penggunaan sumber daya alam (cahaya matahari, air, hara, dan lahan) lebih optimal, menekan pertumbuhan gulma dan mengurangi risiko kegagalan panen (Ali, 1990; Mutsaers et al., 1993). Tumpangsari jagung (serealia) dan kacang tanah (legume) merupakan salah satu bentuk tumpangsari yang ideal (Midmore, 1993) karena 2 3 tanaman jagung sebagai tanaman C4 dapat memanfaatkan cahaya matahari lebih banyak bila dibandingkan dengan kacang tanah sebagai tanaman C3 yang relatif tahan terhadap naungan. Penggunaan jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah yang tepat dapat memberikan hasil tanaman dan keuntungan yang tinggi pada sistem tumpangsari. Cara budidaya jagung di Nusa Penida dengan menanam dua dan tiga tanaman lubangˉ1 secara bergantian. Hasil penelitian Suprapto (2002) di lahan kering desa Patas, Grokgak, kabupaten Buleleng menunjukkan bahwa hasil jagung varietas Bisma menurun sedangkan hasil kacang tanah meningkat dengan semakin rendahnya kerapatan tanaman jagung. Keuntungan tertinggi diperoleh pada kerapatan tanaman jagung 62.500 tanaman ha-1 yang ditumpangsarikan dengan kacang tanah varietas Kelinci yaitu sebesar Rp.3.780.750,- dengan B/C ratio 1,08. Udayana (2003) melaporkan bahwa keuntungan yang diperoleh pada tumpangsari jagung (varietas Lokal) dan kacang tanah (varietas Kelinci) di lahan kering desa Kubu, kecamatan Kubu, kabupaten Karangasem adalah sebesar Rp 3.391.666,- dengan B/C ratio 2,51. Ditinjau dari orientasi produksi usaha pertanian masyarakat desa Ped, kecamatan Nusa Penida, kabupaten Klungkung, terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Sistem tanam tumpang sari antara tanaman serealia seperti jagung dan kacang-kacangan (kacang tanah) mempunyai prospek yang cukup baik ditinjau dari tanah dalam usaha mempertahankan kesuburannya maupun dari usaha peningkatan penganekeragaman menu dan gizi makanan terutama dalam hal penyediaan protein dan lemak yang relatif murah 4 dibandingkan dengan daging. Petani di Nusa Penida lebih menyukai jagung yang bijinya berwarna putih seperti jagung varietas Srikandi Putih, sebab apabila dicampur dengan beras nasinya tetap berwarna putih seolah-olah tidak ada campuran, disisi lain produksi jagung Srikandi Putih mencapai 5,89 t haˉˡ. Sistem tumpang sari jagung dengan kacang tanah perlu diterapkan pada kondisi lokasi seperti di kecamatan Nusa Penida karena tanaman kacang tanah dapat menambat nitrogen dari udara dengan bersimbiose dengan Rhizobium dalam tanah sehingga dapat memperbaiki penyediaan nitrogen kepada serealia. Penelitian tentang sistem tumpangsari jagung dan kacang tanah, terutama tentang pengaruh jarak tanam dan varietas kacang tanah pada tumpangsari belum pernah dilakukan di kecamatan Nusa Penida, kabupaten Klungkung. Oleh karena itu sangat perlu dilakukan penelitian tentang aspek tersebut di daerah ini. 2. 1. Rumusan Masalah Apakah terjadi interaksi antara perlakuan jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dan apakah interaksi tersebut berpengaruh terhadap hasil jagung dan kacang tanah dalam tumpangsari di lahan kering ? 2. Apakah jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm memberikan hasil jagung dan kacang tanah yang paling tinggi pada sistem tumpangsari ? 3. Apakah sistem tumpangsari memberikan efisiensi penggunaan lahan dan keuntungan lebih tinggi dibandingkan dengan monokultur ? 4. Apakah kacang tanah varietas Kelinci memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lokal pada sistem tumpangsari di lahan kering Nusa Penida 4 5 3. Tujuan Penelitian 1) Untuk mengetahui interaksi antara perlakuan jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dan interaksi tersebut berpengaruh terhadap hasil jagung dan kacang tanah dalam sistem tumpangsari. 2) Untuk mengetahui jarak tanam jagung yang memberikan hasil jagung dan kacang tanah yang paling tinggi pada sistem tumpangsari. 3) Untuk mengetahui efisiensi penggunaan lahan dan keuntungan yang lebih tinggi pada sistem tumpangsari dengan monokultur. 4) Untuk mengetahui hasil paling tinggi pada varietas kacang tanah. 4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi petani di lahan kering khususnya di kecamatan Nusa Penida untuk meningkatkan hasil dan keuntungan dari usahataninya. Hasil penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang teknik budidaya pertanian dan pengelolaan lahan kering. 6 6 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Lahan Kering Pengelolaan lahan dapat diartikan sebagai segala upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah pada lahan agar usaha pertanian dapat terus menerus dilaksanakan dengan tanpa merusak kelestarian lingkungan (Suwardjo, 1982). Pada tingkat pengelolaan yang kurang memadai akan menimbulkan gangguan keseimbangan sumber daya alam sehingga degradasi kualitas akan dipercepat (Soeryani, 1980). Lahan kering adalah lahan yang secara fisik tidak diairi atau tidak mendapatkan pelayanan irigasi sehingga sumber air utama adalah curah hujan dan sebagian kecil yang berasal dari tanah (pompanisasi) (Las dkk., 1997). Pada umumnya lahan kering mempunyai tekstur tanah berpasir sehingga peka terhadap erosi. Disamping itu kadar bahan organik serta kesuburan tanahnya rendah. Lahan kering dengan iklim kering umumnya terdapat pada daerah dengan curah hujan rendah serta distribusi hujan yang tidak merata. Daerah ini mempunyai jumlah bulan kering (curah hujan > 100 mm per bulan) yang lebih banyak (7-9 bulan) dibandingkan dengan jumlah basah (curah hujan < 100 mm). Lahan kering dengan iklim basah berada di daerah dengan curah hujan cukup tinggi tetapi juga mempunyai bulan-bulan kering yang panjang. Daerah dengan lahan kering beriklim basah mempunyai jumlah bulan kering yang lebih sedikit (4-6 bulan) pada umumnya petani di kecamatan Nusa Penida hanya menggunakan varietas jagung Lokal dan belum menggunakan teknik budidaya yang benar. Petani 8 umumnya membudidayakan jagung atau kacang tanah secara monokultur sehingga hasil yang diperoleh masih rendah dan penggunaan lahan tidak efisien. Kalaupun ada petani yang membudidayakan dengan sistem tumpangsari biasanya tidak melakukan pengaturan jarak tanam atau tidak menggunakan varietas unggul. 2.2 Sistem Tumpangsari Tumpangsari yang dikenal di Indonesia, meliputi tumpangsari seumur yaitu dua atau lebih jenis tanaman seumur yang ditanam serentak dengan membentuk barisan-barisan lurus untuk tiap jenis tanaman dan ditanam berselangseling pada tanah yang sama. Tumpangsari lain yang sudah dikenal oleh para petani adalah tumpangsari berbeda umur yaitu jenis tanaman yang berumur lebih genjah ditanam berbaris diantara tanaman yang lain yang memiliki umur lebih dalam pada sebidang tanah yang sama. Tumpangsari merupakan salah satu bentuk pengaturan tanaman dalam sistem pertanaman di lahan kering (Effendi, 1976). Tumpangsari merupakan budidaya dua atau lebih jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama atau sebagian sama (Tahir, 1974; Thahir dan Hadmadi, 1985; Mutsaers et al., 1993). Sistem ini merupakan cara yang efektif dalam meningkatkan produksi pertanian melalui penggunaan faktor tumbuh (cahaya, air, dan hara), ruang dan waktu yang lebih efisien (Effendi, 1976; Yunusa, 1989). Sistem tumpangsari menurut Thahir dan Hadmadi (1985) adalah merupakan cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan sehingga dapat memberikan produktivitas yang tinggi per satuan luas per satuan waktu. Dalam sistem tumpangsari, selain terjadi kerjasama antar tanaman yang saling 8 9 menguntungkan, juga terjadi persaingan atau saling merugikan antara tanaman yang ditumpangsarikan. Penerapan sistem tumpangsari agar berhasil dengan baik maka perlu diperhatikan kombinasi tanamannya dan persaingan terhadap kebutuhan unsur hara, air dan cahaya matahari (Moenandir, 1993). Keuntungan sistem tumpangsari adalah a) penggunaan sumber daya alam (cahaya matahari, nutrisi, air, dan lahan) lebih optimal; b) menekan pertumbuhan gulma; c) mengurangi risiko kegagalan panen; d) memberikan diversifikasi jenis tanaman (Ali, 1990; Mutsaers et al., 1993). Sistem tumpangsari yang ideal adalah mengkombinasikan jenis tanaman yang mempunyai daya saing memperebutkan faktor tumbuh yang relatif kecil dan bahkan jika mungkin saling menguntungkan masing-masing tanaman komponen tumpangsari. Effendi (1976) menyatakan bahwa keuntungan yang diperoleh pada sistem tumpangsari lebih tinggi dibandingkan keuntungan dari masing-masing jenis tanaman tersebut yang ditanam secara monokultur. Ali (1990) menyatakan bahwa tujuan tumpangsari bukan saja untuk meningkatkan hasil per satuan luas yang lebih tinggi, tetapi juga menambah kesempatan kerja. Pada sistem tumpangsari distribusi tenaga kerja dapat merata sepanjang tahun, yang sangat berbeda dengan sistem monokultur. Pada sistem monokultur distribusi tenaga kerja tidak merata, dimana ada masamasa tidak ada pekerjaan sama sekali, tetapi pada tumpangsari distribusi tenaga kerja merata sepanjang tahun. Pekerjaan menanam, memupuk, menyiang dan panen pada sistem tumpangsari terjadi bertahap karena umur dan jenis tanaman yang ditanam tidak sama sehingga pembagian tenaga kerja dapat lebih merata. 10 2.2.1 Kompetisi pada sistem tumpangsari Tanaman memerlukan lingkungan yang optimal bagi pertumbuhannya. Faktor tumbuh yang tersedia pada lingkungan tanaman sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman bersangkutan. Tanaman-tanaman yang berada dalam satu komunitas akan berkompetisi memperebutkan faktor tumbuh (ruang, air, unsur hara, dan cahaya matahari) yang tersedia (Harjadi, 1979). Produksi senyawa organik melalui proses fotosintesis tergantung pada tersedianya hara mineral, air yang cukup, suhu serta cahaya matahari (Jumin, 1991). Kompetisi dalam memperoleh cahaya matahari akan dapat menekan proses fotosintesis, sedangkan kompetisi terhadap air dapat mengakibatkan kelayuan dan penekanan pertumbuhan. Kompetisi terhadap unsur hara dapat mengakibatkan tanaman mengalami defisiensi (kekurangan). Jika air dan unsur hara yang dibutuhkan tanaman cukup tersedia, sehingga tidak terjadi kompetisi terhadap faktor tersebut, maka cahaya akan menjadi faktor pembatas utama dalam pembentukan hasil. Pada sistem tumpangsari akan terjadi interaksi antar tanaman komponen tumpangsari, sebagai reaksi tanaman terhadap lingkungan yang berubah karena kehadiran tanaman lainnya. Kompetisi antara dua tanaman akan terjadi apabila tanaman tersebut tumbuh berdekatan sedangkan unsur-unsur utama yang dibutuhkan tersedia dalam jumlah terbatas (Midmore, 1993). Jika unsur utama tersebut berada dalam jumlah yang cukup, maka pertumbuhan tanaman tidak akan dipengaruhi, sehingga peristiwa ini disebut interfensi non-kompetitif. Kalau salah satu faktor tumbuh tersebut berada dalam keadaan terbatas, tanaman yang lebih 10 11 tinggi kemampuannya dalam menyerap unsur hara yang jumlahnya terbatas, akan tumbuh lebih baik dibandingkan tanaman lainnya, keadaan ini disebut interferensi kompetitif. Tanaman komponen sistem tumpangsari ada yang mampu mengeksploitasi faktor-faktor tumbuh yang tersedia dengan cara yang berbeda atau satu tanaman dapat menolong tanaman yang lainnya dengan cara mensuplai salah satu faktor (misalnya kacang-kacangan mensuplai sebagian N yang dihasilkan melalui fiksasi N kepada tanaman bukan kacang). Peristiwa ini disebut interferensi tambahan (komplementer). Haryadi (1991) menyatakan interaksi mungkin saja muncul melalui cara lainnya, bahan beracun yang dikeluarkan oleh akar salah satu bahan tanaman atau dihasilkan oleh dekomposisi residu salah satunya mempengaruhi daya berkecambah dan pertumbuhan tanaman yang ditumpangsarikan disebut allelopathi. Substansi kimia yang dilepas satu tanaman mungkin menghalangi tanaman lainnya diluar yang melepaskan substansi itu atau mungkin lebih kuat untuk menghalangi tanaman penghasil tanaman itu sendiri. Substansi beracun mungkin dilepaskan yang mungkin diubah menjadi substansi aktif oleh beberapa mikroorganisme. Tipe dan kuantitas allelokimia yang dihasilkan akan bervariasi tergantung pada lingkungan dan genetis yang melingkupi tanaman itu. Tanaman akan dapat tumbuh dan memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan apabila syarat tumbuh tanaman tersebut dipenuhi. Cahaya merupakan salah satu unsur iklim penting yang diperlukan tanaman dalam proses fotosintesis sehingga akan mempengaruhi penyediaan asimilat pada organ-organ 12 tertentu pada tanaman. Setiap kelompok tanaman memiliki sekumpulan ciri khas berbeda, baik ditinjau dari fisiologi maupun anatomi. Kompetisi terhadap faktor tumbuh yang jumlahnya terbatas pada sistem tumpangsari dapat diperkecil dengan pemilihan jenis tanaman, pengaturan jarak tanam, waktu tanam, populasi tanaman, dan perhatian terhadap tinggi serta umur tanaman yang ditumpangsarikan (Midmore, 1993). 2.2.2 Dasar penyusunan tanaman pada sistem tumpangsari Syarat tanaman yang sesuai untuk dimasukkan ke dalam sistem tumpangsari adalah tanaman yang mempunyai tipe pertumbuhan yang pendek, mahkota daun kecil, tidak banyak cabang, umur genjah, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, hasil tinggi dan tidak peka terhadap lamanya penyinaran matahari. Sifat tipe pertumbuhan pendek, mahkota daun kecil dan tidak banyak cabang merupakan sifat yang dapat menunjang penyusunan sistem tumpangsari karena tanaman yang bersifat seperti ini apabila dikombinasikan sedikit menghalangi sinar matahari tanaman di bawahnya (Thahir dan Hadmadi, 1985). Pada sistem monokultur populasi tanaman merupakan jumlah tanaman tersebut per satuan luas, sedangkan pada sistem tumpangsari populasi tanaman adalah jumlah keseluruhan tanaman (kombinasi semua tanaman) dalam satu areal (Willey dan Rao, 1981). Peningkatan hasil per satuan luas adalah sejalan dengan peningkatan populasi, sedangkan hasil per individu tanaman menurun karena adanya kompetisi air, unsur hara dan cahaya matahari. Keberhasilan sistem tumpangsari berdasarkan aspek biologis ditentukan oleh pemilihan jenis tanaman yang sesuai. Tumpangsari serealia dengan kacang-kacangan sangat umum 12 13 dilakukan karena disamping diversifikasi tanaman yang ideal (masing-masing sebagai sumber karbohidrat dan protein nabati), kacang-kacangan mempunyai keperluan terbatas terhadap air, hara, cahaya dan kemampuan adaptasi serta kemampuan menambat N dari udara melalui simbiosis dengan bakteri Rhizobium sp. Kemampuan kacang-kacangan menambat N dari udara mengakibatkan masukan N dari luar seperti pupuk buatan dapat ditekan (Midmore, 1993). Pemilihan tipe tanaman juga penting diperhatikan disamping penggunaan jarak tanam dan waktu tanam yang tepat. Tanaman tipe C4 memerlukan matahari penuh, sementara tipe tanaman C3 memerlukan lama penyinaran lebih pendek dan tahan naungan (Asyiardi dan Nurnayetti, 1995). Tumpangsari jagung (C4) dengan kacang-kacangan (C3) memberikan pengaruh yang komplementer bagi pertumbuhan kedua jenis tanaman tersebut. Hal itu disebabkan oleh kombinasi tipe tanaman yang ideal, juga karena postur tanaman jagung yang lebih tinggi sedangkan tanaman kacang-kacangan lebih pendek dan tahan terhadap naungan (Trendbath, 1974). Sistem tumpangsari juga dapat menekan serangan penyakit tanaman. Infeksi penyakit peanut stripe virus (PSTV) terendah ditemukan pada tumpangsari dengan kombinasi 4 & 5 baris tanaman jagung diantara tanaman utama kacang tanah yaitu berturut-turut 4,6 %, dan 3,64 % dan berbeda nyata dibandingkan dengan infeksi penyakit tersebut pada tanaman monokultur yang mencapai 25,5 % ( Hasanuddin dkk, 1994). 14 2.3 Tumpangsari antara Jagung dan Kacang Tanah Tumpangsari merupakan salah satu bentuk pengaturan tanaman dalam sistem per tanam. Effendi (1976) menyatakan bahwa salah satu metode untuk mengembangkan pola tanam lahan kering adalah pola tumpangsari atau inter cropping. Menurut Tahir (1974) tanaman tumpangsari adalah penanaman dua atau lebih tanaman pada sebidang tanah yang sama. Sistem tumpangsari memiliki beberapa keuntungan apabila tumpangsari itu menggunakan tanaman yang berbeda pada tinggi tanaman, serta umur tanaman. Kompetisi sinar matahari seminimal mungkin akan terjadi apabila satu tanaman memiliki struktur daun yang tegak, sedangkan tanaman yang lain memiliki struktur daun horizontal (Trendbath, 1974). Tumpangsari antar tanaman jagung dan kacang tanah merupakan salah satu dari sistem tumpangsari dengan pola per tanaman yang ideal, karena pemilihan jenis tanaman atau tipe tanaman komponen tumpangsari yang ideal. Tumpangsari jagung dengan kacang tanah sudah banyak dilakukan dan hasil penelitian menunjukkan bahwa keuntungan yang lebih tinggi diperoleh pada sistem tumpangsari dibandingkan pada sistem monokultur masing-masing tanaman tersebut (Suprapto, 2002; Udayana, 2003; Winerungan, 2003; Swastirahminingsih, 2004). Sistem tumpangsari jagung dengan kacang tanah lebih menguntungkan 2-3 kali bila dibandingkan dengan sistem monokulturnya (Subandi dkk., 1998). Tanaman kacang tanah dapat ditanam di sela-sela tanaman jagung. Pada awal pertumbuhan kacang tanah belum ternaungi tetapi pada periode berikutnya 14 15 akan terjadi kompetisi terhadap cahaya antara jagung dan kacang tanah. Walaupun demikian kacang tanah berperan sebagai sumber protein nabati, relatif tahan naungan dan dapat memperbaiki kesuburan tanah (Wihardjaka dan Suprapto, 2000). Sebagian besar (75 %) unsur hara N yang digunakan tanaman kacang tanah berasal dari udara melalui fiksasi N (Vest et al., 1973). Efisiensi penggunaan lahan, keuntungan ekonomi dan B/C ratio yang lebih tinggi diperoleh pada sistem tumpangsari jagung dan kacang tanah di lahan kering beriklim kering di desa Patas, kecamatan Grokgak, kabupaten Buleleng dibandingkan dengan nilai pada sistem monokultur baik jagung maupun kacang tanah (Suprapto, 2002). 2.3.1 Jarak tanam jenis tanaman yang ditumpangsarikan dalam sistem tumpangsari Jarak tanam mempengaruhi populasi tanaman per satuan luas dan lebih menentukan pola pengaturan tanaman (plant arrangement) dalam luas areal tersebut. Posisi tanaman dalam barisan dan antar barisan menentukan tingkat kompetisi antar tanaman tersebut. Makin seimbang jarak dalam barisan dengan jarak antar barisan (equidistance), maka makin kecil persaingan tanaman terhadap faktor tumbuh. Populasi tanaman lebih menentukan kerapatan tanaman dalam luas areal tertentu. Populasi tanaman tertentu diperoleh dengan mengatur jumlah tanaman per lubang dan mengatur jarak tanam. Penelitian Wahid dkk. (1988) menunjukkan bahwa semakin rapat jarak tanam jagung (populasi 62.600 tanaman ha-1) menyebabkan semakin rendahnya jumlah polong kacang tanah produktif rumpun-1 dan semakin tinggi kerapatan tanaman, semakin rendah berat kering tanaman-1 (Tjitrosemito, 1998). Hasil penelitian Suprapto (2002) di lahan kering 16 beriklim kering di desa Patas, kecamatan Grokgak, kabupaten Buleleng menunjukkan bahwa kerapatan tanam jagung yang tinggi (populasi 62.500 tanaman ha-1 diperoleh dari jarak tanam 80 cm x 40 cm dengan dua tanaman lubang-1) memberikan hasil kacang tanah rata-rata 36,21 % lebih rendah dibandingkan dengan hasil kacang tanah pada kerapatan tanam jagung lebih rendah (populasi 31.250 dan 20.833 tanaman ha-1). Hal itu disebabkan oleh jumlah polong kacang tanah berisi yang lebih rendah pada kerapatan tanaman jagung yang lebih tinggi. Hasil jagung (varietas Bisma) tertinggi (4,75 t biji pipilan kering panen ha-1) diperoleh pada kerapatan tanam jagung paling tinggi (populasi 62.500 tanaman ha-1). Hasil penelitian Suprapto (2002) di lahan kering desa Patas, Grokgak, kabupaten Buleleng tersebut juga menunjukkan bahwa hasil jagung varietas Bisma menurun sedangkan hasil kacang tanah meningkat dengan semakin rendahnya kerapatan tanaman jagung. 2.3.2 Varietas kacang tanah Tanaman sebagai komponen tumpangsari dapat mempengaruhi hasil masing-masing tanaman tersebut. Walaupun demikian hasil penelitian Suprapto (2002) di lahan kering beriklim kering di desa Patas, kabupaten Buleleng menunjukkan bahwa varietas tanaman kacang tanah yang digunakan dalam sistem tumpangsari dengan tanaman jagung mempengaruhi hasil biji kacang tanah tetapi tidak berpengaruh terhadap hasil biji jagung. Hal itu disebabkan oleh berat 100 biji, berat biji tan-1, berat tongkol dengan kelobot tan-1 dan jumlah biji tongkol-1 yang tidak berbeda nyata akibat pengaruh varietas kacang tanah (varietas Kelinci dan Kijang). Tumpangsari dengan varietas kacang tanah yang berbeda tersebut 16 17 juga tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai kesetaraan tanah. Di dalam penelitian tersebut juga ditemukan bahwa tumpangsari jagung dengan kacang tanah varietas Kelinci pada kerapatan tanaman jagung tinggi memberikan keuntungan tertinggi (Rp 3.780.750,-) dengan B/C ratio 0,89. Udayana (2003) melaporkan keuntungan yang diperoleh pada tumpangsari jagung (varietas Lokal) dan kacang tanah (varietas Kelinci) di lahan kering desa Kubu, kecamatan Kubu, kabupaten Karangasem adalah sebesar Rp 3.391.666,- dengan B/C ratio 2,51. 18 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. Kerangka Berpikir Pemanfaatan lahan kering menjadi semakin penting dengan makin berkurangnya lahan sawah, sementara tuntutan terhadap ketersediaan pangan yang cukup semakin besar. Kecamatan Nusa Penida dengan luas 20.284 ha sebagian besar merupakan lahan kering dengan curah hujan tahunan relatif rendah. Di daerah ini curah hujan relatif rendah yang menyebabkan rendahnya hasil tanaman pangan. Status kesuburan tanah di lahan kering di daerah ini tergolong rendah dan penguasaan teknik budidaya serta pengetahuan petani tentang penggunaan varietas unggul masih belum memadai. Pengaturan jarak tanam jagung dalam sistem tumpangsari sangat penting untuk menentukan populasi per luas lahan. Pengaturan jarak tanam dalam barisan akan menentukan tingkat persaingan terhadap faktor tumbuh di antara tanaman jagung dalam barisan. Jarak tanam semakin rapat maka makin tinggi tingkat persaingan antar tanaman jagung sehingga hasil per tanaman menjadi lebih rendah dibandingkan pada jarak yang semakin renggang. Maksimalnya proses fotosintesis berpengaruh terhadap laju pertumbuhan relatif dan hasil asimilasi bersih tanaman. Hal ini erat kaitannya dengan penyerapan air dan hara oleh akar tanaman, dimana pada jarak tanam yang optimum yang didukung dengan kondisi lingkungan yang baik, terjadi kompetisi yang sangat kecil sehingga akar tanaman dapat menyerap air dan hara dalam jumlah yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan tanaman. 18 19 Jarak tanam sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman karena berhubungan dengan kemampuan tanaman dalam memanfaatkan faktor tumbuh yang ada. Jarak tanam yang tepat (optimum) dan kondisi lingkungan yang baik, sangat mendukung kemampuan tanaman dalam pertumbuhan dan produksi sesuai potensinya. Hal ini disebabkan pada jarak tanam optimum dalam sistem tumpangsari dapat menyerap sinar matahari, air dan unsur hara serta memiliki ruang pertumbuhan yang cukup bagi setiap individu tanaman dan dimanfaatkan secara lebih efisien. 2. Kerangka Konsep Tumpangsari merupakan salah satu sistem tanaman untuk meningkatkan produktivitas lahan dan mengurangi risiko kegagalan panen seperti yang sering dialami jika mengusahakan hanya satu jenis tanaman. Di dalam tumpangsari ditanam dua atau lebih jenis tanaman pada suatu lahan dan pada waktu yang bersamaan. Idealnya tanaman tumpangsari bersifat komplementer dan saling menguntungkan serta mempunyai daya saing relatif kecil terhadap faktor tumbuh (air, hara, cahaya, dan ruang). Tumpangsari jagung (serealia) dengan jenis kacang-kacangan (legume), seperti kacang tanah, merupakan salah satu tumpangsari yang umum karena kacang tanah dapat menambat N dari udara sehingga mengurangi kompetisi N dan dapat mengurangi penambahan N dari pupuk buatan. Tanaman jagung dan kacang tanah dapat memberi pengaruh yang komplementer baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan kedua jenis tanaman. Postur jagung yang tinggi dan ramping serta kacang tanah yang lebih rendah menyebabkan turbulensi angin lebih baik, 20 sehingga terjadi distribusi CO2 yang merata. Jagung merupakan tanaman tipe C4 yang memerlukan intensitas cahaya yang tinggi, sedangkan kacang tanah walaupun laju fotosintesis lebih rendah tetapi sebagai tanaman tipe C3, relatif tahan terhadap naungan. Sistem tumpangsari jagung dengan kacang tanah terjadi persaingan terhadap faktor tumbuh antara jagung dengan kacang tanah yang ditanam di antara barisan jagung. Persaingan antar tanaman jagung terjadi di dalam barisan sedangkan persaingan antara jagung dan kacang tanah terjadi di antara barisan jagung. Penggunaan lahan yang lebih efisien, biaya sarana produksi dan tenaga kerja dapat ditekan, maka diperoleh keuntungan yang lebih tinggi pada tumpangsari dibandingkan pada monokulturnya. Varietas kacang tanah sangat menentukan tingkat keberhasilan sistem tumpangsari jagung dengan kacang tanah. Varietas unggul dengan daya hasil tinggi mampu berkontribusi terhadap peningkatan hasil tanaman dalam tumpangsari. Varietas lokal walaupun mempunyai daya adaptasi yang tinggi di daerah bersangkutan tetapi karena daya hasilnya lebih rendah maka biasanya kurang mendukung peningkatan hasil tersebut. Alternatif pemilihan varietas kacang tanah pada penggunaan jarak tanam jagung yang tepat akan sangat membantu petani dalam meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman di lahan kering. 20 21 3.3 1. Hipotesis Penelitian Terjadi interaksi antar perlakuan jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam sistem tumpangsari dan interaksi tersebut berpengaruh nyata terhadap hasil jagung dan kacang tanah. 2. Jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm memberikan hasil jagung dan kacang tanah yang paling tinggi pada sistem tumpangsari. 3. Sistem tumpangsari memberikan efisiensi penggunaan lahan dan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan monokultur. 4. Kacang tanah varietas Kelinci memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lokal pada tumpangsari. 22 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Percobaan Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor perlakuan yang diuji yaitu jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah. Deskripsi masing-masing varietas disajikan pada Lampiran 3 dan 4. Jarak tanam jagung terdiri dari tiga tingkat yaitu 100 cm x 40 cm (J1) (populasi 50.000 tanaman ha-1), 100 cm x 60 cm (J2) (populasi 33.332 tanaman ha-1) dan 100 cm x 80 cm (J3) (populasi 25.000 tanaman ha-1). Varietas kacang tanah yang dicoba adalah varietas Kelinci (VK) dan varietas Lokal (VL) dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm (populasi 250.000 tanaman ha-1), sehingga terdapat enam kombinasi perlakuan. Masing-masing jarak tanaman jagung (JM) pada jarak tanam berbeda, kacang tanah Kelinci (VKM) dan kacang tanah lokal (VLM) ditanam pula secara monokultur, sehingga dalam satu ulangan diperlukan sebelas petak perlakuan. Perlakuan diulang empat kali sehingga diperlukan 44 petak percobaan. Ukuran petak percobaan adalah 4 m x 3,5 m. Jarak antar petak adalah 0,5 m dan antar ulangan satu m. Denah petak percobaan disajikan pada Gambar 4.1. 4.2 Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan dilakukan di lahan kering banjar Adegan, desa Ped, kecamatan Nusa Penida, pada ketinggian tempat 200 m dpl. Curah hujan rata-rata : 1.254,8 mm tahun-1 dengan hari hujan : 59,8 hari tahun-1. Percobaan dilaksanakan sejak Maret sampai dengan Juni 2008. Jadwal pelaksanaan 22 23 selengkapnya tersaji pada Lampiran 5, dan lokasi penelitian pada peta kecamatan Nusa Penida pada Lampiran 6. 4.3 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah benih jagung (varietas Srikandi Putih), kacang tanah (varietas Kelinci dan varietas Lokal). Pupuk yang digunakan adalah pupuk urea, SP-36 dan pupuk kandang sapi. Alat-alat yang digunakan yaitu : bajak, cangkul, sabit, penugal, ember, sprayer, meteran, timbangan, oven, pisau, hand counter, kertas grafik (millimeter blok), alat tulis, tali plastik, ajir, dan papan. 4.4 Pelaksanaan Percobaan 4.4.1 Pengolahan tanah dan pembuatan petakan Pengolahan tanah dilakukan dengan membajak sebanyak dua kali yaitu pembajakan pertama dilakukan dengan membalik tanah sedalam lapisan olah ± 20 cm dan sisa-sisa tanaman sebelumnya dibenamkan. Seminggu kemudian dilakukan pembajakan kedua dan diratakan. Selanjutnya dilakukan pembentukan petakan dengan ukuran 3,5 m x 4 m dan ditaburkan pupuk kandang sapi secara merata sebanyak 5 t ha-1, kemudian ditentukan jarak tanam jagung dan kacang tanah baik dalam sistem tumpangsari maupun monokultur. 24 U Gambar 4.1 Denah percobaan di lapangan KETERANGAN : J1M = Jagung Monokultur jarak tanam 100 cm x 40 cm J2M = Jagung Monokultur jarak tanam 100 cm x 60 cm J3M = Jagung Monokultur jarak tanam 100 cm x 80 cm VKM = Kacang tanah varietas kelinci monokultur, jarak tanam 40 cm x 20 cm VLM = Kacang tanah varietas lokal monokultur, jarak tanam 40 cm x 20 cm J1VK = Tumpangsari jagung jarak tanam 100 cm x 40 cm (J1) dengan kacang tanah varietas kelinci J2VK = Tumpangsari jagung jarak tanam 100 cm x 60 cm (J2) dengan kacang tanah varietas kelinci J3VK = Tumpangsari jagung jarak tanam 100 cm x 80 cm (J3) dengan kacang tanah varietas kelinci J1VL = Tumpangsari jagung jarak tanam 100 cm x 40 cm (JI) dengan kacang tanah varietas lokal J2VL = Tumpangsari jagung jarak tanam 100 cm x 60 cm (J2) dengan kacang tanah varietas lokal J3VL = Tumpangsari jagung jarak tanam 100 cm x 80 cm (J3) dengan kacang tanah varietas lokal . 4.4.2 Penanaman 24 25 Benih jagung dan kacang tanah ditanam dengan cara ditugal pada kedalaman 5 cm dengan jumlah 4 biji. Selanjutnya tanaman diperjarang pada umur 14 hst sehingga tinggal 2 tanaman lubang-1. Jarak tanam jagung yang ditanam secara monokultur (JM) dan tumpangsari adalah 100 cm x 40 cm (J1), 100 cm x 60 cm (J2) dan 100 cm x 80 cm (J3). Jarak tanam kacang tanah varietas Kelinci (VK) dan Lokal (VL) pada sistem monokultur dan tumpangsari adalah 40 cm x 20 cm. Tata letak tanaman sesuai dengan perlakuan disajikan pada Gambar : 4.2; 4.3; 4.4; 4.5; 4.6; 4.7 dan 4.8. 4.4.3 Pemupukan Pemupukan untuk tanaman jagung dilakukan dengan cara tugal sejauh 10 cm dari pangkal batang tanaman. Pupuk urea dengan dosis 300 kg ha -1 diberikan sebanyak 3 kali, masing-masing 1/3 dosis pada saat tanam, 1/3 dosis umur 21 hst dan 1/3 dosis umur 35 hst. Pupuk SP-36 dengan dosis 100 kg ha -1 diberikan pada saat tanam. Pemupukan tanaman kacang tanah baik tumpangsari maupun monokultur dilakukan dengan cara larikan disamping tanaman dengan dosis 50 kg urea ha-1 dan 100 kg SP-36 ha-1 yang diberikan sekali pada saat tanam. Pupuk kandang sapi diberikan dengan dosis 5 t ha-1 yang ditabur secara merata dan dibenamkan. Pupuk KCl tidak diberikan karena hasil analisis tanah, tersedia sangat tinggi. Hasil analisis tanah tersaji pada Lampiran 2. K 26 4,0 m 40 cm U Keterangan : V = Tanaman jagung 40 rumpun (80 tan petak-1 atau 50.000 tan ha-1) * = Kacang tanah 152 rumpun (304 tan petak-1 atau 250.000 tan ha-1) A B= Ubinan kacang tanah (2 m x 1,8 m) kacang tanah = 45 rumpun (90 tan) ubinan-1 D C E F = Ubinan jagung (2 m x 1,6 m) H G jagung = 8 rumpun (16 tan) ubinan-1 dan = Tanaman sampel untuk pengamatan pertumbuhan Gambar 4. 2 Tata letak tanaman jagung dan kacang tanah dalam sistem tumpangsari dengan jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm dan jarak tanam kacang tanah 40 cm x 20 cm 26 27 4,0 m U Keterangan: V = Tanaman jagung 28 rumpun (56 tan petak-1 atau 33.332 tan ha-1) * = Kacang tanah 152 rumpun (304 tan petak-1 atau 250.000 tan-1) A B = Ubinan kacang tanah (2 m x 1,8 m) kacang tanah = 45 rumpun (90 tan) ubinan-1 D C E F = Ubinan jagung (2 m x 1,8 m) H G jagung = 6 rumpun (12 tan) ubinan-1 dan = Tanaman sampel untuk pertumbuhan Gambar 4.3 Tata letak tanaman jagung dan kacang tanah dalam sistem tumpangsari dengan jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan jarak tanam kacang tanah 40 cm x 20 cm 4m 28 U A D E H Keterangan: V = Tanaman jagung 20 rumpun (40 tan petak-1 atau 25.000 tan ha-1) * = Kacang tanah 152 rumpun (304 tan petak-1 atau 250.000 tan ha-1) B = Ubinan kacang tanah (2 m x 1,8 m) Kacang tanah = 45 rumpun (90 tan) ubinan-1 C F = Ubinan jagung (2 m x 1,6 m) G Jagung = 4 rumpun (8 tan) ubinan-1 dan = Tanaman sampel untuk pertumbuhan Gambar 4. 4 Tata letak tanaman jagung dan kacang tanah dalam sistem tumpangsari dengan jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm dan kacang tanah 40 cm x 20 cm 4m 28 29 U Keterangan : V = Tanaman jagung 40 rumpun (80 tan petak-1 atau 50.000 tan ha-1) A B = Ubinan (2 m x 1,6 m) D C jagung = 8 rumpun (16 tan) ubinan-1 = Tanaman sampel untuk pengamatan pertumbuhan Gambar 4.5 Tata letak tanaman jagung dalam sistem monokultur dengan jarak tanam 100 cm x 40 cm 4,0 m 30 U Keterangan: V = Tanaman jagung 28 rumpun (56 tan petak-1 atau 33.332 tan ha-1) A B = Ubinan (2m x 1,8m) D C jagung = 6 rumpun (12 tan) ubinan-1. = Tanaman sample untuk pertumbuhan Gambar 4.6 Tata letak tanaman jagung dalam sistem monokultur dengan jarak tanam 100 cm x 60 cm 4,0 m 30 31 U Keterangan: V = Tanaman jagung 20 rumpun (40 tan petak-1 atau 25.000 tan ha-1) A B = Ubinan (2 x 1,6 m) D C jagung = 4 rumpun (8 tan) ubinan-1. = Tanaman sampel untuk pertumbuhan Gambar 4.7 Tata letak tanaman jagung dalam sistem monokultur dengan jarak tanam 100 cm x 80 cm 4,0 m 32 U Keterangan : * = Kacang tanah 171 rumpun (342 tan petak-1 atau 250.000 tan ha-1) A B = Ubinan (2m x 1,8 m) D C kacang tanah = 45 rumpun (90 tan) ubinan-1. = Tanaman sempel untuk pengamatan pertumbuhan Gambar 4.8 Tata letak tanaman kacang tanah dalam sistem monokultur dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm 32 33 4.4.4 Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, penjarangan dan penanggulangan hama dan penyakit. Penyulaman dilakukan apabila ada benih yang tidak tumbuh atau mati, yang dilakukan seminggu sampai dua minggu setelah tanam. Penjarangan dilakukan dua minggu setelah tanam, yaitu dengan mencabut tanaman yang lebih dari dua tanaman sehingga hanya ada dua tanaman lubang-1 baik untuk tanaman jagung maupun kacang tanah dan penyiangan dilakukan umur 28 hst. 4.5 Pengamatan dan Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan mencakup data pertumbuhan, komponen hasil serta hasil tanaman. Pengamatan untuk variabel pertumbuhan tanaman dilakukan pada tanaman sampel yaitu masing-masing empat rumpun untuk tanaman jagung dan kacang tanah, sedangan pengamatan komponen hasil dan hasil biji dilakukan pada ubinan jagung dan kacang tanah. Variabel pertumbuhan yang diamati di luar ubinan sebagai berikut : 4.5.1 Variabel pertumbuhan tanaman jagung 1. Tinggi tanaman (cm) Tinggi tanaman jagung diamati mulai umur 14 hst dan diulang setiap tiga minggu sampai umur 77 hst. Tinggi tanaman diukur dengan cara mengukur tanaman dari pangkal batang sampai bagian tanaman paling tinggi. 34 2. Jumlah daun (helai) Jumlah daun diamati umur 14 hst dan diulang setiap tiga minggu bersamaan dengan pengamatan tinggi tanaman. Daun yang dihitung yaitu daun yang telah membuka penuh serta minimal 30 % masih berwarna hijau. 3. Indeks luas daun (ILD) Indeks luas daun diamati umur 56 hst (saat mulai tasseling), Indeks luas daun diperoleh dengan membagi total luas daun tan-1 dengan luas areal yang diduduki oleh tanaman (jarak tanam). Luas daun adalah panjang x lebar daun maksimum x konstanta. Konstanta dicari dengan menghitung luas daun sebenarnya di atas kertas =Luas daun tanˉˉ¹ (cm2)Jarak tanam (cm2) IL millimeter blok dibagi dengan panjang x lebar ............................................................. (1) D daun maksimum (Gomez, 1972), dengan rumus : 4. Berat brangkasan kering oven ha-1 (t) 1 1 Berat brangkasan kering oven ha-1 diperoleh dengan mengkonversi berat brangkasan kering oven ubinan-1 ke hektar, dengan rumus : Berat brangkasan kering oven ha-1 (t) 34 =10.000 m²Luas ubinan (m²) × Berat brangkasankering oven ubinanˉ¹g (1)0.00 .000 g × 1 ton ....(2) 35 4.5.2 Variabel komponen hasil dan hasil tanaman jagung 1. Berat tongkol kering panen ha-1 (t) Dihitung dengan mengkonversikan berat tongkol ubinan-1 ke hektar, dengan rumus : Berat tongkol ha-1 (t) =10.000 m²Luas ubinan (m²) × Berat tongkolubinanˉˉ¹ (g)1.000.000 g × 1 ton .............. (3) 2. Jumlah biji tongkol-1, tan-1 dan ha-1 (biji) Jumlah biji =Jumlah biji -1 ........................................(4) tongkol ubinanˉt¹Jumlah ongkol (biji) ubinanˉˉ¹ Jumlah biji tongkol-1 ditentukan dengan menghitung jumlah biji dalam ubinan kemudian dibagi dengan jumlah tongkol dalam ubinan. Jumlah biji tan-1 dihitung dengan membagi jumlah biji ubinan-1 dengan jumlah tanaman dalam ubinan. Jumlah biji ha-1 dihitung dengan mengkonversi jumlah biji ubinan-1 ke hektar, dengan rumus : Jumlah biji tan-1 (biji) Jumlah biji ha-1 (biji) 3. =Jumlah biji ubinanˉˉˉˉˉ ¹Jumlah ˉˉˉ tanaman ubinanˉˉ¹ =10.000 m²Luas ubinan (m²) × Berat 100 biji kering oven (g) .........................................(5) Jumlah biji ubinanˉˉ¹ ...........(6) Berat 100 biji kering oven diperoleh dengan mengoven 100 biji pada suhu 800C sampai dicapai berat yang konstan. 36 4. Berat biji kering panen k.a.12% tan-1 (g) dan ha-1 (t) Berat biji jagung kering panen tan-1 diukur dengan menimbang biji jagung kering panen di dalam ubinan kemudian dibagi dengan jumlah tanaman dalam ubinan. Berat biji jagung kering panen ha-1 diukur dengan mengkonversi berat biji ubinan-1 ke hektar, dengan rumus : Berat biji k.a 12% tan-1 (g) Berat biji k.a 12% ha-1 (t) = Berat biji k.a 12%ubinan ˉ¹ (g)Jumlah tanaman ubinanˉˉ¹ =10.000 m²Luas ubinan (m²) .......................................(7) × Berat bijik.a 12%ubinanˉˉ¹ (g)1.000.000 g × 1 ton ............ (8) Berat biji jagung kering oven tan-1 (g) dan ha-1 (t) 5. Pengukuran berat biji kering oven dilakukan dengan menimbang biji segar dalam ubinan sebanyak 100 g kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 800C sampai beratnya konstan. Berat subsampel biji 100 g tersebut kemudian dikonversi menjadi berat biji kering oven ubinan-1. Berat biji jagung kering oven tan-1 diukur dengan menimbang biji jagung kering oven ubinan-1 kemudian dibagi dengan jumlah tanaman dalam ubinan. Berat biji jagung kering oven ha-1 diukur dengan mengkonversi berat biji kering oven ubinan-1 ke hektar, dengan rumus sebagai berikut : Berat biji kering oven ubinan-1 (g) 36 = Berat biji keringoven sub sampel (g)100 g × Berat biji k.a 12%ubinan ˉ¹ (g) .............(9) 37 Berat biji kering oven tan-1 (g) Berat biji keringoven ubinanˉ¹ = (g)Jumlah tanaman ubinanˉˉ ¹ Berat biji kering oven ha-1 (t) ...........................(10) = 10.000 m² Luas ubinan (m2) ×Berat biji kering oven ubinanˉ¹g(1)0.00 .000 g × 1 ton ...(11) 6. Indeks panen (%) Indeks panen diamati setelah panen. Indeks panen merupakan perbandingan antara hasil ekonomis (biji) dengan hasil biologis (biji + brangkasan) dalam keadaan kering oven yang dinyatakan dalam persentase atau dengan persamaan sebagai berikut : Indeks =BKO biji haˉ¹B KO Panen (%) brangkasan haˉ1 B+ KO haˉˉ ¹ × biji 100% .................................(12) Dimana : BKO = Berat Kering Oven 4.5.3 Variabel pertumbuhan tanaman kacang tanah 1. Tinggi tanaman (cm) Tinggi tanaman kacang tanah diamati mulai umur 14 hst yang diulang setiap tiga minggu sampai umur 77 hst. Pengamatan dilakukan pada empat tanaman sample pada masing-masing petak. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai bagian tanaman yang paling atas dengan meluruskan. 2. Jumlah daun (helai) 38 Jumlah daun mulai diamati umur 14 hst yang diulang setiap tiga minggu bersamaan dengan pengamatan tinggi tanaman sampai umur 77 hst. Daun yang dihitung yaitu daun yang telah terbuka penuh serta minimal 30 % masih berwarna hijau. 3. Indeks luas daun (ILD) Indeks luas daun diamati pada umur 56 hst (saat mulai tasseling), Indeks luas daun diperoleh dengan membagi total luas daun tan-1 dengan luas areal yang diduduki oleh tanaman (jarak tanam). Luas daun adalah panjang x lebar daun maksimum x konstanta. Konstanta dicari dengan menghitung luas daun sebenarnya IL di atas kertas =Luas daun tanˉˉ¹ (cm2)Jarak tanam (cm2) millimeter blok dibagi dengan panjang x lebar ............................................................. .(13) D daun maksimum (Gomez, 1972), dengan rumus : 4. Berat brangkasan kering oven ha-1 (t) Nilai variabel ini dihitung dengan mengkonversi berat brangkasan kering oven ubinan-1 ke hektar (t), dengan rumus : Berat = 10.000 m² Luas brangkasan ubinan (m2) kering oven ha-1 (t) Berat brangkasan kering ovenubinanˉˉ¹ (g)1.000.000 g × × 1 ton ....(14) 4.5.4 Variabel komponen hasil dan hasil tanaman kacang tanah 38 39 1. Jumlah polong total tan-1 dan ha-1 (polong) Jumlah polong terbentuk pada tanaman dalam ubinan dihitung semuanya, meliputi polong berisi dan polong hampa. Jumlah semua polong ubinan-1 ini kemudian dibagi dengan jumlah tanaman dalam ubinan. Jumlah polong total ha-1 dihitung dengan mengkonversi jumlah polong ubinan-1 ke hektar, Jumlah =Jumlah polong total polong total ubinanˉˉJumlah t anaman tan-1 ubinanˉˉ¹ (polong) dihitung dengan rumus : Jumlah polong total ha-1 (polong) 2. =10.000 m²Luas ubinan (m²) × dapat ........................................(15) Jumlah polong total ubinanˉˉ¹ .................(16) Persentase polong berisi ha-1 (%) Polong dianggap berisi apabila minimal dalam satu polong berisi satu biji. Presentase polong berisi ha-1 dihitung dengan mengkonversi jumlah polong berisi ubinan-1 ke hektar, dapat dihitung dengan rumus : Persentase polong berisi ha-1 (%) =Jumlah polong berisi haˉp ¹Jumlah olong × 3. Berat polong berisi tan-1 (g) total haˉˉ¹ 100 % ...................(17) 40 Berat polong berisi tan-1 diperoleh dengan menimbang seluruh polong berisi ubinan-1, kemudian dibagi dengan jumlah tanaman dalam ubinan, dapat dihitung dengan rumus : Berat polong Berisi tan-1 (g) = Berat polong berisi ................................(18) ubinanˉt¹Jumlah anaman ubinanˉˉ¹ 4. Jumlah biji polong-1, tan-1, dan ha-1 (biji) Jumlah biji polong-1 dihitung dengan membagi jumlah biji ubinan-1 dengan jumlah polong dalam ubinan. Jumlah biji tan-1 dihitung dengan membagi jumlah biji ubinan-1 dengan jumlah tanaman dalam ubinan. Jumlah biji ha-1 diperoleh dengan mengkonversi jumlah biji ubinan-1 ke hektar, dihitung dengan rumus : Jumlah biji polong-1 (biji) = Jumlah biji ubinanˉp ¹Jumlah olong ubinanˉˉ¹ ......................................(19) Jumlah biji tan-1 (biji) = Jumlah biji ubinanˉˉˉˉˉ ¹Jumlah ˉˉˉ .......................................(20) Jumlah biji ha-1 (biji) = 10.000 m²Luas ubinan 5. tanaman ubinanˉˉ¹ (m²) × Berat 100 biji kering oven (g) 40 Jumlah biji ubinanˉˉ¹ ...........(21) 41 Berat 100 biji kering oven ditentukan dengan menimbang 100 biji yang diambil secara acak dari biji dalam ubinan kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 800 C sampai beratnya konstan. 6. Berat biji kering panen k.a 12 % tan-1 (g) dan ha-1 (t) Berat biji kering panen tan-1 diukur dengan menimbang biji kering panen ubinan-1 kemudian dibagi dengan jumlah tanaman dalam ubinan. Berat biji kering panen ha-1 diukur dengan mengkonversi berat biji ubinan-1 ke hektar, dapat dihitung dengan rumus : Berat biji k.a 12% tan-1 (g) Berat biji k.a 12% ha-1 (t) = Berat biji k.a 12%ubinan ˉ¹ (g)Jumlah tanaman ubinanˉˉ¹ =10.000 m²Luas ubinan (m²) .......................................(22) Berat bijik.a 12%ubinanˉˉ¹ (g)1.000.000 g × × 1 ton .......... (23) 7. Berat biji kering oven tan-1 (g) dan ha-1 (t) Pengukuran berat biji kering oven dilakukan dengan menimbang biji segar dalam ubinan sebanyak 100 g kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 800 C sampai beratnya konstan. Berat sub sampel biji 100 g tersebut kemudian dikonversi menjadi berat biji kering oven ubinan-1. Berat biji kering oven tan-1 diukur dengan menimbang biji kacang kering oven ubinan-1 kemudian dibagi dengan jumlah tanaman dalam ubinan. Berat biji kering oven ha-1 diukur dengan mengkonversi berat biji kering oven ubinan-1 ke hektar, dengan rumus : 42 Berat biji kering oven ubinan-1 (g) Berat biji kering oven tan-1 (g) = Berat biji keringoven Berat biji k.a sub sampel (g)100 g × 12%ubinan ˉ¹ = Berat biji keringoven ubinanˉ¹ (g)Jumlah tanaman ubinanˉˉ¹ Berat biji kering oven ha-1 (t) =10.000 m²Luas ubinan(m2) .......(24) ...................................(25) × Berat biji keringoven ubinanˉ¹1 0 .00 .0 00 g × 1 ton .....26) 8. Indeks panen (%) Indeks panen diamati setelah panen. Indeks panen merupakan perbandingan antara hasil ekonomis (biji) dengan hasil biologis (biji + brangkasan) dalam keadaan kering oven yang dinyatakan dalam persentase atau dengan rumus : Indeks panen (%) = BKO biji ha-1 BKO brangkasan ha-1 + BKO biji ha-1 × 100% ......................(27) Dimana : BKO = Berat Kering Oven 4.5.5 Variabel lain yang diamati dalam sistem tumpangsari 1. Berat gulma kering oven ha-1 (t) Gulma dicabut dan dikumpulkan dari masing-masing petak percobaan umur 28 hst. Berat gulma ubinan-1 ditimbang sehingga diperoleh berat basah gulma. Berat kering oven ubinan-1 diperoleh dengan mengambil sub sample gulma sebanyak 50 g kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 800 C sampai beratnya konstan. Berat kering oven ubinan-1 ke hektar, dengan rumus : 42 43 = 10.000 m² Berat gulma Luas kering ubinan(m²) -1 oven ha (t) 2. × Berat gulma oven ubinanˉ¹g(1)0.00 .000 g × 1 ton ........(28) Nilai kesetaraan tanah (NKT atau Land Equivalent Ratio) NKT dihitung dengan persamaan Willey dan Rao (1980 dalam Putnam et al., 1985) : NKT = [(Yab:Yaa) + (Yba:Ybb)] .........…………........……………………(29) dimana: NKT = nilai kesetaraan tanah Yab = hasil tanaman a dalam tumpangsari dengan tanaman b (t ha-1) Yaa = hasil monokultur tanaman a (t ha-1) Yba = hasil tanaman b dalam tumpangsari dengan tanaman a (t ha-1) Ybb = hasil monokultur tanaman b (t ha-1). 3. Nisbah kompetitif (Competitive ratio) Variabel ini dihitung dengan persamaan Willey dan Rao (1980 dalam Putnam et al.,1985): CRa = [(Yab:Yaa) : (Yba:Ybb)] x (Zba:Zab) ……………….………....(30) dimana: CRa = competition ratio tanaman a dalam tumpangsari dengan tanaman b Yab = hasil tanaman a dalam tumpangsari dengan tanaman b (t ha-1) Yaa = hasil monokultur tanaman a (t ha-1) Yba = hasil tanaman b ha-1 dalam tumpangsari dengan tanaman a (t ha-1) Ybb = hasil monokultur tanaman b (t ha-1) Zab = proporsi tanaman a dalam tumpangsari dengan tanaman b Zba = proporsi tanaman b dalam tumpangsari dengan tanaman a 4. Keuntungan dan B/C ratio Keuntungan adalah selisih antara pendapatan ha-1 dengan biaya produksi ha-1.. Pendapatan adalah perkalian antara hasil tanaman dengan harga jual produk (berdasarkan harga petani setempat). Biaya produksi meliputi biaya input 44 produksi (pupuk, tenaga kerja, dan sewa lahan). Nilai B/C ratio adalah hasil bagi keuntungan ha-1 dengan biaya produksi ha-1. 4.6 Panen Panen jagung dilakukan apabila 90 % tanaman sudah masak fisiologis, yang ditandai dengan biji yang terasa keras bila ditekan dengan kuku dan tidak berbekas serta kelobot telah mengering. Panen kacang tanah dilakukan apabila 85 – 90 % daun telah menguning dan polong telah berisi penuh, kulit polong tipis dan berwarna hitam. 4.7 Analisis Data Data hasil percobaan dianalisis secara statistika dengan analisis sidik ragam sesuai dengan rancangan yang digunakan. Analisis dilakukan dengan meggunakan computer statistical program CoStat, Version 5.01. (CoStat., 1985). Untuk mengetahui pengaruh interaksi jarak tanam dan varietas kacang tanah terhadap variabel yang diamati pada jagung dan kacang tanah dalam tumpangsari dilakukan analisis sidik ragam dalam Rancangan Acak Kelompok dengan dua faktor. Apabila interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap variabel yang diamati maka dilanjutkan dengan uji nilai beda rata-rata dengan uji jarak berganda Duncan 5 %. Jika interaksi tersebut berpengaruh tidak nyata maka pengaruh faktor tunggal diuji dengan uji nilai beda rata-rata dengan uji BNT 5 %. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan tumpangsari dan perbedaannya dengan monokultur dilakukan analisis sidik ragam dalam Rancangan Acak Kelompok dengan satu faktor. Apabila 44 45 perlakuan berpengaruh nyata (uji F nyata) terhadap variabel yang diamati, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan 5 % (Steel dan Torrie, 1980; Gomez dan Gomez, 1984). 46 BAB V HASIL PENELITIAN Selama penelitian berlangsung tidak terjadi gangguan yang serius terhadap pertumbuhan tanaman baik oleh serangan hama dan penyakit tanaman maupun gangguan lainnya. Hasil analisis statistika terhadap data yang dikumpulkan dari pengamatan menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah dalam tumpangsari secara faktorial berpengaruh sangat nyata terhadap semua variabel pertumbuhan dan hasil jagung maupun kacang tanah yang diamati kecuali jumlah daun kacang tanah umur 56 hst (Tabel 5.1). Perlakuan jarak tanam jagung secara tunggal berpengaruh nyata terhadap semua pertumbuhan jagung dan kacang tanah kecuali jumlah daun jagung umur 56 hst, jumlah daun dan indeks luas daun kacang tanah umur 56 hst (Tabel 5.1). Varietas kacang tanah secara tunggal hanya berpengaruh nyata terhadap jumlah polong tan-1, berat polong berisi tan-1 dan jumlah biji tan-1 (Tabel 5.1). Perlakuan tumpangsari berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan dan hasil jagung dan kacang tanah kecuali tinggi tanaman dan jumlah daun kacang tanah umur 14, 35 dan 56 hst (Tabel 5.2). Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dua arah mengenai pengaruh interaksi antara perlakuan jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari terhadap pertumbuhan dan hasil jagung maupun kacang tanah (Tabel 5.3 sampai Tabel 5.24). Pengaruh tunggal baik jarak tanam jagung maupun varietas kacang tanah terhadap jumlah daun kacang tanah umur 56 hst 46 47 disajikan dalam tabel pengaruh tunggal (Tabel 5.25). Pengaruh tumpangsari dibandingkan monokultur terhadap semua variabel pertumbuhan dan hasil serta komponen hasil baik jagung maupun kacang tanah disajikan dalam tabel satu arah (Tabel 5.26 sampai Tabel 4.37). Tabel 5.1 Signifikansi pengaruh jarak tanam jagung (J) dan varietas kacang tanah (V) serta interaksinya (JxV) dalam tumpangsari terhadap pertumbuhan dan hasil jagung dan kacang tanah, serta variabel lainnya No. 1. 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 1.11 2. 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12 Variabel Jagung Tinggi tanaman umur 56 hst Jumlah daun umur 56 hst Indeks luas daun umur 56 hst Berat tongkol ha -1 Jumlah biji tkl -1 Berat 100 biji kering oven Berat biji kering panen tan-1 Berat biji kering panen ha-1 Berat biji kering oven tan-1 Berat biji kering oven ha-1 Berat brangkasan kering oven ha-1 Kacang tanah Tinggi tanaman umur 56 hst Jumlah daun umur 56 hst Indeks luas daun umur 56 hst Jumlah polong total tan-1 Berat polong berisi tan-1 Jumlah biji tan-1 Berat 100 biji kering oven Berat biji kering panen tan-1 Berat biji kering panen ha-1 Berat biji kering oven tan-1 Berat biji kering oven ha-1 Berat brangkasan kering oven ha-1 Pengaruh Perlakuan J V JxV ** TN TN TN ** ** ** ** * ** ** ** ** ** TN TN TN TN TN TN TN TN ** ** * ** ** ** ** ** ** TN TN ** ** ** ** ** ** TN TN TN TN TN TN ** ** ** TN TN ** TN TN TN ** TN ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** Keterangan: TN = berpengaruh tidak nyata (P≥0,05); * = berpengaruh nyata (P<0,05); ** = berpengaruh sangat nyata (P<0,01) 48 Tabel 5.2 Signifikansi pengaruh tumpangsari jagung (Zea mays L.) dan varietas kacang tanah (Arachis hypogea L.) dibandingkan monokultur terhadap pertumbuhan dan hasil jagung dan kacang tanah, serta variabel lainnya No. Variabel 1 1. 1.1 2 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 1.11 1.12 2. 2.1 2.2 48 Jagung Tinggi tanaman umur : • 14 hst • 35 hst • 56 hst • 77 hst Jumlah daun umur: • 14 hst • 35 hst • 56 hst • 77 hst Indeks luas daun umur: • 56 hst Berat tongkol ha -1 Jumlah biji tkl -1 Berat 100 biji kering oven Berat biji kering panen tan-1 Berat biji kering panen ha-1 Berat biji kering oven tan-1 Berat biji kering oven ha-1 Berat brangkasan kering oven ha-1 Indeks panen Kacang tanah Tinggi tanaman umur : • 14 hst • 35 hst • 56 hst • 77 hst Jumlah daun umur: • 14 hst • 35 hst • 56 hst • 77 hst Pengaruh Perlakuan Tumpangsari dan Monokultur 3 ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** TN TN TN ** TN TN TN ** 49 Tabel 5.2 Lanjutan 1 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12 2.13 2.14 2.15 3. 3.1 3.2 3.3 3.4 2 Indeks luas daun umur: 56 hst Jumlah polong total tan-1 Persentase polong berisi ha-1 Berat polong berisi tan-1 Jumlah biji polong-1 Jumlah biji tan-1 Berat 100 biji kering oven Berat biji kering panen tan-1 Berat biji kering panen ha-1 Berat biji kering oven tan-1 Berat biji kering oven ha-1 Berat brangkasan kering oven ha-1 Indeks panen Variabel Pendukung Berat gulma kering oven ha-1 Nilai Kesetaraan Tanah Nisbah kompetitif (Competitive ratio) •Jagung terhadap kacang tanah •Kacang tanah terhadap jagung Keuntungan dan B/C ratio 3 ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** Keterangan: TN = berpengaruh tidak nyata (P≥0,05); * = berpengaruh nyata (P<0,05); ** = berpengaruh sangat nyata (P<0,01) 5.1 Pengaruh Interaksi antara Jarak Tanam Jagung dengan Varietas Kacang Tanah 5.1.1 Jagung 5.1.1.1 Tinggi tanaman, jumlah daun dan indeks luas daun umur 56 hst Interaksi perlakuan jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman , jumlah daun dan indeks luas daun jagung umur 56 hst (Tabel 5.1). Tanaman jagung umur 56 hst pada jarak tanam rapat (100 cm x 40 cm) dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci lebih rendah dibandingkan dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas 50 Lokal (Tabel 5.3). Makin renggang jarak tanam jagung, hanya tanaman jagung dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci yang semakin tinggi . Tabel 5.3 Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah terhadap tinggi tanaman jagung umur 56 hst Perlakuan Tinggi tanaman (cm) Jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (J1) 60 cm (J2) 80 cm (J3) Varietas Kacang tanah Kelinci (VK) 177,44 b Lokal (VL) 178,56 a 185,44 a 186,19 a 186,44 a 186,25 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% Jumlah daun jagung umur 56 hst dalam dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci maupun Lokal meningkat dengan makin renggangnya jarak tanam dari 100 cm x 40 cm sampai 100 cm x 80 cm (Tabel 5.4). Varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun jagung pada semua jarak tanam jagung (Tabel 5.1 dan 5.4). Tabel 5.4 Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah terhadap jumlah daun jagung umur 56 hst Perlakuan Jumlah daun (cm) Jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (J1) 60 cm (J2) 80 cm (J3) Varietas Kacang tanah Kelinci (VK) 10,56 b Lokal (VL) 10,28 b 11,25 a 10,97 a 11,28 a 11,12 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% Indeks luas daun jagung umur 56 hst pada jarak tanam jagung rapat (100 cm x 40 cm) lebih tinggi dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci dibandingkan tumpangsari dengan kacang tanah varietas Lokal 50 51 (Tabel 5.5) tetapi makin renggang jarak tanam jagung indeks luas daun jagung makin rendah dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci maupun Lokal. Tabel 5.5 Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah terhadap indeks luas daun jagung umur 56 hst Perlakuan Indeks luas daun Jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (J1) 60 cm (J2) 80 cm (J3) Varietas Kacang tanah Kelinci (VK) 2,26 a Lokal (VL) 2,16 b 1,79 c 1,75 c 1,49 d 1,47 d Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% 5.1.1.2 Berat tongkol ha-1, jumlah biji tongkol-1 dan berat 100 biji kering oven Berat tongkol jagung ha-1, jumlah biji tongkol-1 dan berat 100 biji jagung kering oven dipengaruhi secara nyata oleh interaksi jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari (Tabel 5.1). Berat tongkol ha-1 tertinggi (5,21 t) pada jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm lebih tinggi dibandingkan berat tongkol pada jarak tanam jagung lebih rapat (100 cm x 40 cm) maupun lebih renggang (100 cm x 80 cm) dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci maupun Lokal (Tabel 5.6) Makin renggang jarak tanam jagung makin tinggi jumlah biji jagung tongkol-1 dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci maupun Lokal, tetapi pada jarak tanam 100 cm x 80 cm peningkatan jumlah biji adalah tidak nyata (Tabel 5.7). 52 Tabel 5.6 Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah terhadap berat tongkol jagung ha-1 Perlakuan Berat tongkol (t ha-1) Jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (J1) 60 cm (J2) 80 cm (J3) Varietas Kacang tanah Kelinci (VK) 4,38 b Lokal (VL) 4,42 b 5,21 a 5,46 a 4,09 b 4,26 b Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% Tabel 5.7 Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah terhadap jumlah biji jagung tongkol-1 Perlakuan Jumlah biji (biji tkl-1) Jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (J1) 60 cm (J2) 80 cm (J3) Varietas Kacang tanah Kelinci (VK) 233,25 b Lokal (VL) 258,84 b 373,83 a 381,85 a 391,34 a 394,03 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% Berat 100 biji jagung kering oven meningkat dengan makin renggangnya jarak tanam jagung dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci maupun Lokal, tetapi peningkatan berat biji tersebut tidak nyata pada jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm (Tabel 5.8). Varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap berat biji 100 kering oven (Tabel 5.1). Interaksi antara jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari terhadap berat biji kering panen jagung tan-1 dan ha-1 serta berat biji kering oven tan-1 dan ha-1 (Tabel 5.1). Makin renggangnya jarak tanam jagung mengakibatkan meningkatnya berat biji jagung kering panen tan-1 dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci maupun Lokal, tetapi 52 53 peningkatan tersebut tidak nyata pada jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm (Tabel 5.8). Berat 100 biji jagung kering oven tidak berbeda nyata antara varietas kacang tanah dalam tumpangsari pada semua jarak tanam jagung. Tabel 5.8 Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah terhadap berat 100 biji jagung kering oven Perlakuan Berat 100 biji (g) Jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (J1) 60 cm (J2) 80 cm (J3) Varietas Kacang tanah Kelinci (VK) 19,45 bc Lokal (VL) 18,38 c 21,20 ab 22,18 a 21,25 ab 22,75 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% 5.1.1.3 Berat biji kering panen tan-1 dan ha-1, berat biji kering oven tan-1 dan ha-1 Makin renggang jarak tanam dari 100 cm x 40 cm menjadi 100 cm 80 cm berat biji jagung kering panen tan-1 makin meningkat pada x tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci maupun varietas Lokal (Tabel 5.9), tetapi peningkatan berat biji tersebut tidak berbeda nyata pada jarak tanam 100 cm x 60 cm menjadi 100 cm x 80 cm. Perbedaan varietas kacang tanah dalam tumpangsari tidak menyebabkan perbedaan berat biji jagung kering panen tan-1 pada ketiga jarak tanam jagung (Tabel 5.9). Berat biji jagung kering panen ha-1 meningkat 6,45 % dengan makin renggangnya jarak tanam jagung dari 100 cm x 40 cm menjadi 100 cm x 60 cm, tetapi menurun 8,04 % dengan makin renggangnya jarak tanam menjadi 100 cm x 80 cm (Tabel 5.10). Berat biji kering panen tidak berbeda nyata diantara varietas kacang tanah pada dua jarak tanam jagung tetapi pada jarak tanam 100 cm x 54 80 cm berat biji kering panen dalam tumpangsari dengan varietas Kelinci lebih tinggi dari pada dengan varietas Lokal (Tabel 5.10). Tabel 5.9 Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah terhadap berat biji jagung kering panen tan-1 Perlakuan Berat biji kering panen (g tan-1 ) Jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (J1) 60 cm (J2) 80 cm (J3) Varietas Kacang tanah Kelinci (VK) 62,66 c Lokal (VL) 62,50 c 112,08 b 119,58 ab 117,50 ab 124,06 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% Tabel 5.10 Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah terhadap berat biji jagung kering panen ha-1 Perlakuan Berat biji kering panen (t ha-1 ) Jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (J1) 60 cm (J2) 80 cm (J3) Varietas Kacang tanah Kelinci (VK) 4,03 b Lokal (VL) 3,87 bc 4,29 a 4,10 ab 3,73 c 3,49 d Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% Berat biji jagung kering oven tan-1 meningkat dengan makin renggangnya jarak tanam jagung dari 100 cm x 40 cm menjadi 100 cm x 60 cm dalam tumpangsari dengan varietas Kelinci maupun Lokal, tetapi peningkatan berat biji dari 100 cm x 60 cm menjadi 100 cm x 80 cm tidak nyata (Tabel 5.11). Varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap berat biji kering oven tan-1 (Tabel 5.1). 54 55 Tabel 5.11 Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah terhadap berat biji jagung kering oven tan-1 Perlakuan Berat biji kering oven (g tan-1 ) Jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (J1) 60 cm (J2) 80 cm (J3) Varietas Kacang tanah Kelinci (VK) 40,04 c Lokal (VL) 40,13 c 78,24 b 84,11 ab 83,90 ab 88,79 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% Berat biji jagung kering oven ha-1 menurun 90,45 % dengan makin renggangnya jarak tanam jagung dari 100 cm x 40 cm menjadi 100 cm x 60 cm dalam tumpangsari dengan varietas Kelinci maupun Lokal, tetapi penurunan berat biji tersebut tidak nyata pada peningkatan jarak tanam menjadi 100 cm x 80 cm (Tabel 5.12). Varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap berat biji jagung kering oven ha-1 pada masing-masing jarak tanam jagung (Tabel 5.1 dan 5.12). Tabel 5.12 Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah terhadap berat biji jagung kering oven ha-1 Perlakuan Berat biji kering oven (t ha-1 ) Jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (J1) 60 cm (J2) 80 cm (J3) Varietas Kacang tanah Kelinci (VK) 1,99 a Lokal (VL) 2,00 a 0,19 b 0,20 b 0,22 b 0,22 b Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% 1.1.4. Berat brangkasan kering oven ha-1 Jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm memberikan berat brangkasan kering oven ha-1 tertinggi dalam tumpangsari dengan varietas Kelinci maupun Lokal , 56 yang masing-masing 18,99 % dan 29,48 % lebih tinggi dari pada berat biji kering oven jagung pada jarak tanam lebih rapat 100 cm x 40 cm dan jarak tanam lebih renggang 100 cm x 80 cm (Tabel 5.13). Tabel 5.13 Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah terhadap berat brangkasan jagung kering oven ha-1 Perlakuan Berat brangkasan kering oven (t ha-1 ) Jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (J1) 60 cm (J2) 80 cm (J3) Varietas Kacang tanah Kelinci (VK) 3,95 b Lokal (VL) 3,96 b 4,70 a 4,78 a 3,63 b 3,80 b Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% 1.2. Kacang tanah 5.1.2.1 Tinggi tanaman dan indeks luas daun umur 56 hst Tinggi kedua varietas tanaman kacang tanah umur 56 hst tidak mengalami peningkatan yang nyata dengan makin renggangnya jarak tanam jagung dalam tumpangsari (Tabel 5.14). Kacang tanah varietas Kelinci nyata lebih tinggi hanya pada jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm. Tabel 5.14 Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah terhadap tinggi tanaman kacang tanah umur 56 hst Perlakuan Tinggi tanaman (cm) Jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (J1) 60 cm (J2) 80 cm (J3) Varietas Kacang tanah Kelinci (VK) 47,91 a Lokal (VL) 46,66 abc 47,69 ab 45,50 bc 47,31 ab 44,91 c Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% 56 57 Indeks luas daun kedua varietas kacang tanah umur 56 hst hanya meningkat pada jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm (Tabel 5.15). Kedua varietas kacang tanah memiliki indeks luas daun yang tidak berbeda nyata. Tabel 5.15 Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah terhadap indeks luas daun kacang tanah umur 56 hst Perlakuan Indeks luas daun Jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (J1) 60 cm (J2) 80 cm (J3) Varietas Kacang tanah Kelinci (VK) 3,12 bc Lokal (VL) 3,02 c 3,19 ab 3,11 bc 3,23 a 3,14 ab Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% 1.2.2. Jumlah polong total tan-1 dan berat polong berisi tan-1 Jumlah polong total tan-1 varietas Kelinci tidak mengalami peningkatan dengan makin renggangnya jarak tanam jagung dalam tumpangsari (Tabel 5.16) tetapi pada varietas Lokal peningkatan terjadi pada kedua jarak tanam jagung yang lebih renggang walaupun peningkatan tersebut tidak nyata pada jarak tanam 100 cm x 80 cm (Tabel 5.16). Tabel 5.16 Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah terhadap jumlah polong total tan-1 Perlakuan Jumlah polong total (polong tan-1) Jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (J1) 60 cm (J2) 80 cm (J3) Varietas Kacang tanah Kelinci (VK) 6,53 ab Lokal (VL) 5,74 c 6,64 a 6,33 b 6,62 a 6,32 b Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% 58 Makin renggang jarak tanam jagung makin meningkatkan berat polong berisi tan-1 pada kedua varietas kacang tanah (Tabel 5.17). Varietas Kelinci mempunyai berat polong berisi tan-1 yang lebih tinggi dari pada varietas Lokal pada semua jarak tanam jagung dalam tumpangsari (Tabel 5.17). Tabel 5.17 Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah terhadap berat polong berisi tan-1 Perlakuan Berat polong berisi (g tan-1) Jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (J1) 60 cm (J2) 80 cm (J3) Varietas Kacang tanah Kelinci (VK) 5,27 b Lokal (VL) 3,37 c 6,94 a 4,57 b 7,68 a 4,89 b Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% 1.2.3. Jumlah biji tan-1 Jumlah biji tan-1 kedua varietas kacang tanah meningkat dengan makin renggangnya jarak tanam jagung dalam tumpangsari (Tabel 5.18). Varietas Kelinci mempunyai jumlah biji tan-1 yang lebih tinggi dari pada varietas Lokal pada ketiga jarak tanam jagung dalam tumpangsari. Tabel 5.18 Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah terhadap jumlah biji tan-1 Perlakuan Jumlah biji (biji tan-1) Jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (J1) 60 cm (J2) 80 cm (J3) Varietas Kacang tanah Kelinci (VK) 16,13 b Lokal (VL) 11,35 d 17,08 a 13,29 c 17,25 a 13,47 c Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% 58 59 5.1.2.4 Berat 100 biji kering oven, berat biji kering panen tan-1 dan ha-1 Interaksi antara jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah berpengaruh nyata terhadap berat 100 biji kering oven, berat biji kering panen kacang tanah tan-1 dan ha-1 dalam tumpangsari (Tabel 5.1). Makin renggang jarak tanam jagung dalam tumpangsari makin tinggi berat 100 biji kacang tanah kering oven varietas Kelinci maupun Lokal, tetapi peningkatan berat 100 biji tersebut tidak berbeda nyata pada jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm. Kedua varietas mempunyai berat 100 biji kering oven yang tidak berbeda nyata pada ketiga jarak tanam jagung (Tabel 5.19). Tabel 5.19 Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah terhadap berat 100 biji kering oven Perlakuan Berat 100 biji kering oven (g) Jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (J1) 60 cm (J2) 80 cm (J3) Varietas Kacang tanah Kelinci (VK) 28,23 c Lokal (VL) 27,87 c 32,72 ab 32,04 b 33,43 a 32,64 ab Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% Berat biji kering panen tan-1 varietas Kelinci tidak nyata meningkat dengan makin renggangnya jarak tanam jagung dalam tumpangsari (Tabel 5.20), tetapi peningkatan terjadi pada varietas Lokal. Varietas Kelinci memiliki berat biji kering panen tan-1 lebih tinggi dari pada varietas Lokal pada ketiga jarak tanam jagung dalam tumpangsari (Tabel 5.20). Jarak tanam jagung yang makin renggang meningkatkan berat biji kering panen ha-1 kedua varietas kacang tanah (Tabel 5.21), tetapi peningkatan tersebut tidak nyata pada jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm dalam tumpangsari. Varietas 60 Kelinci memiliki berat biji kering panen ha-1 yang nyata lebih tinggi dari pada varietas Lokal pada ketiga jarak tanam jagung dalam tumpangsari (Tabel 5.21). Tabel 5.20 Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah terhadap berat biji kering panen tan-1 Perlakuan Berat biji kering panen (g tan-1) Jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (J1) 60 cm (J2) 80 cm (J3) Varietas Kacang tanah Kelinci (VK) 7,93 ab Lokal (VL) 5,98 c 8,39 a 6,99 b 8,48 a 7,09 b Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% Tabel 5.21 Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah terhadap berat biji kering panen ha-1 Perlakuan Berat biji kering panen (t ha-1) Jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (J1) 60 cm (J2) 80 cm (J3) Varietas Kacang tanah Kelinci (VK) 1,98 b Lokal (VL) 1,49 d 2,10 a 1,75 c 2,12 a 1,78 c Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% 1.2.4. Berat biji kering oven tan-1 dan ha-1 serta berat brangkasan kering oven ha-1 Berat biji kering oven tan-1 kedua varietas kacang tanah tidak berbeda nyata pada jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (Tabel 5.22), tetapi jarak tanam jagung yang makin renggang meningkatkan berat biji kering oven tan-1 kedua varietas kacang tanah. Berat biji kering oven tan-1 varietas Kelinci lebih tinggi dari pada varietas Lokal pada dua jarak tanam jagung yang lebih rengang (100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm) (Tabel 5.22). 60 61 Tabel 5.22 Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah terhadap berat biji kacang tanah kering oven tan-1 Perlakuan Berat biji kering oven (g tan-1) Jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (J1) 60 cm (J2) 80 cm (J3) Varietas Kacang tanah Kelinci (VK) 2,43 de Lokal (VL) 2,05 e 3,35 ab 2,79 cd 3,70 a 2,98 bc Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% Jarak tanam jagung yang makin renggang meningkatkan berat biji kedua varietas kacang tanah kering oven ha-1 (Tabel 5.23). Jarak tanam 100 cm x 80 cm memberikan berat biji jagung varietas Kelinci kering oven ha-1 tertinggi (0,93 t ), yang tidak berbeda nyata dengan berat biji pada jarak tanam 100 cm x 60 cm, tetapi 52,46 % lebih tinggi dari pada berat biji pada jarak tanam rapat (100 cm x 40 cm). Varietas Kelinci menghasilkan berat biji kering oven ha-1 yang lebih tinggi dari pada varietas Lokal pada ketiga jarak tanam jagung dalam tumpangsari (Tabel 5.23). Tabel 5.23 Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah terhadap berat biji kacang tanah kering oven ha-1 Perlakuan Berat biji kering oven (t ha-1) Jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (J1) 60 cm (J2) 80 cm (J3) Varietas Kacang tanah Kelinci (VK) 0,61 d Lokal (VL) 0,51 e 0,84 ab 0,70 cd 0,93 a 0,75 bc Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% Berat brangkasan kacang tanah kering oven ha-1 tertinggi (1,45 t) dihasilkan oleh varietas Kelinci pada jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm dalam 62 tumpangsari, yang tidak berbeda nyata dengan yang dihasilkan varietas yang sama pada jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan varietas Lokal pada jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm (Tabel 5.24). Tidak terdapat perbedaan nyata antara berat brangkasan kering oven kacang tanah varietas Kelinci dengan varietas Lokal pada ketiga jarak tanam jagung dalam tumpangsari. Tabel 5.24 Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah terhadap berat brangkasan kering oven ha-1 Perlakuan Berat brangkasan kering oven (t ha-1) Jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (J1) 60 cm (J2) 80 cm (J3) Varietas Kacang tanah Kelinci (VK) 1,22 cd Lokal (VL) 1,15 d 1,37 ab 1,25 bcd 1,45 a 1,34 abc Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% 5.2 Pengaruh Tunggal Jarak Tanam Jagung dan Varietas Kacang Tanah dalam Tumpangsari 5.2.1 Jumlah daun umur 56 hst Pengaruh jarak tanam maupun varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun kacang tanah umur 56 hst (Tabel 5.1 dan 5.25). 62 63 Tabel 5.25 Pengaruh tunggal jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari terhadap jumlah daun kacang tanah umur 56 hst Perlakuan Jumlah daun (helai) umur 56 hst Jarak tanam jagung 100 cmx40 cm (J1) 100 cmx60 cm (J2) 100 cmx80 cm (J3) BNT 5% Varietas kacang tanah Kelinci (VK) Lokal (VL) BNT 5% 136,00 a 134,50 a 133,75 a 4,01 135,08 a 134,42 a 3,27 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama adalah tidak berbeda nyata pada BNT5%. 5.3 Pengaruh Jarak Tanam Jagung dan Varietas Kacang Tanah dalam Tumpangsari dan Monokultur 5.3.1 Jagung 5.3.1.1 Tinggi tanaman Umur 14 hst tanaman jagung dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Lokal pada jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm lebih tinggi dari pada perlakuan lainnya, kecuali pada jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci (Tabel 5.26). Umur 35 dan 56 hst, jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm menyebabakan tanaman jagung lebih tinggi dari perlakuan lainnya baik pada tumpangsari maupun pada monokultur (Tabel 5.26). Umur 77 hst, tanaman jagung tertinggi hanya diberikan oleh perlakuan jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm baik dalam tumpangsari maupun monokultur. 64 Tabel 5.26 Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan monokultur terhadap tinggi tanaman jagung umur 14,35, 56 dan 77 hst Perlakuan 14 hst 20,56 e 23,44 d 25,25 bc 17,25 f 24,13 cd 26,25 ab 18,38 f 26,94 a 26,94 a J1M J2M J3M J1VK J2VK J3VK J1VL J2VL J3VL Tinggi tanaman (cm) umur : 35 hst 56 hst 117,25 b 177,19 b 121,56 a 184,88 a 122,81 a 186,88 a 115,25 b 177,44 b 121,31 a 185,44 a 123,44 a 186,44 a 114,94 b 178,56 b 122,75 a 186,19 a 122,63 a 186,25 a 77 hst 176,38 f 184,31 cd 190,38 a 180,50 de 184,75 bc 188,31 ab 178,25 ef 183,31 cd 189,63 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%. 3.1.2. Jumlah daun Jumlah daun jagung umur 14 hst tertinggi diberikan oleh jarak tanam 100 cm x 80 cm dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci, yang tidak berbeda nyata dengan jumlah daun pada jarak tanam 100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm dalam sistem monokultur (Tabel 5.27). Umur 35 dan 56 hst, jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm memberikan jumlah daun tertinggi naik dalam tumpangsari maupun monokultur. Umur 77 hst, jumlah daun tertinggi diberikan oleh jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm dalam sistem tumpangsari (Tabel 5.27). 3.1.3. Indeks luas daun dan nisbah kompetitif jagung terhadap kacang tanah 64 65 Indeks luas daun umur 56 hst tertinggi diberikan oleh jarak tanam jagung rapat (100 cm x 40 cm) baik dalam tumpangsari maupun monokultur (Tabel 5.28). Makin renggangnya jarak tanam jagung, indeks luas daun jagung makin rendah. Nisbah kompetitif jagung dalam tumpangsari dengan kedua varietas kacang tanah lebih tinggi dibandingkan dalam sistem monokultur (Tabel 5.28). Nisbah kompetitif jagung tertinggi (9,38) adalah pada jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm dalam tumpang sari baik dengan kacang tanah varietas Kelinci maupun Lokal (Tabel 5.28). Tabel 5.27 Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan monokultur terhadap jumlah daun jagung umur 14,35, 56 dan 77 hst Perlakuan J1M J2M J3M J1VK J2VK J3VK J1VL J2VL J3VL 14 hst 3,06 d 3,28 abc 3,34 ab 3,09 d 3,22 bcd 3,44 a 3,06 d 3,16 cd 3,22 bcd Jumlah daun (helai) umur : 35 hst 56 hst 6,41 b 10,50 b 7,06 a 11,16 a 7,19 a 11,22 a 6,34 b 10,56 b 7,03 a 11,25 a 7,16 a 11,28 a 6,31 b 10,28 b 7,12 a 10,97 a 7,19 a 11,12 a 77 hst 6,97 d 7,41 c 8,06 b 6,91 d 7,37 c 7,81 b 6,75 d 8,19 ab 8,50 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%. Tabel 5.28 Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan monokultur terhadap indeks luas daun jagung umur 56 hst dan nisbah kompetitif jagung terhadap kacang tanah Perlakuan J1M J2M J3M J1VK J2VK Indeks luas daun umur 56 hst 2,27 a 1,81 c 1,53 e 2,26 a 1,79 c Nisbah kompetitif (CR) 1,00 d 1,00 d 1,00 d 4,90 c 6,76 b 66 J3VK J1VL J2VL J3VL 1,49 ef 2,16 b 1,75 d 1,47 f 9,38 5,64 6,93 9,38 a c b a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%. Berat tongkol ha-1, jumlah biji tongkol-1, berat 100 biji kering oven dan berat biji kering panen tan-1 3.1.4. Sistem tumpangsari memberikan berat tongkol ha-1 lebih rendah dari pada sistem monokultur pada semua jarak tanam jagung, kecuali pada jarak tanam 100 cm x 80 cm dalam monokultur (Tabel 5.29). Jumlah biji tongkol-1 tertinggi adalah pada jarak tanam100 cm x 80 xm, yang tidak berbeda nyata dengan jumlah bji pada jarak tanam 100 cm x 60 cm dalam monokultur. Makin rapat jarak tanam jagung jumlah biji tongkol-1 makin rendah. Jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Lokal maupun monokultur memberikan berat 100 biji jagung kering oven lebih tinggi dari pada perlakuan lainnya (Tabel 5.29). Berat biji jagung kering panen tan-1 tertinggi dihasilkan oleh jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm dalam sistem monokultur (Tabel 5.29). Jarak tanam jagung makin rapat menurunkan berat biji kering panen tan-1. Tabel 5.29 Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan monokultur terhadap berat tongkol ha-1, jumlah biji tkl-1, berat 100 biji kering oven dan berat biji kering panen tan-1 Perlakuan J1M J2M J3M J1VK 66 Berat tongkol (t ha-1) 5,85 ab 6,19 a 5,09 c 4,38 d Jumlah biji (biji tkl-1) 300,22 398,27 442,81 233,25 c ab a d Berat 100 biji kering oven (g) 20,25 bcd 22,05 ab 24,50 a 19,45 cd Berat biji kering panen (g tan-1) 84,84 d 134,38 b 148,44 a 62,66 e 67 J2VK J3VK J1VL J2VL J3VL 5,21 4,09 4,42 5,46 4,26 bc d d bc d 373,83 391,34 258,84 381,85 394,03 b ab cd b ab 21,20 21,25 18,38 22,18 22,75 bc bc d ab ab 112,08 117,50 62,50 119,58 124,06 c c e c bc Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%. Berat biji kering panen ha-1, berat biji kering oven tan-1 dan ha-1, berat brangkasan kering oven ha-1 serta indeks panen 3.1.5. Jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dalam monokultur memberikan berat biji jagung kering panen ha-1 tertinggi (4,76 t), yang tidak berbeda nyata dengan berat biji kering panen pada jarak tanam 100 cm x 40 cm dalam monokultur dan jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci (Tabel 5.30). Berat biji kering oven tan-1 tertinggi diberikan oleh jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm dalam monokultur (Tabel 5.30), sedangkan berat biji kering oven ha-1 tertinggi diberikan oleh jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci (Tabel 5.30). Tabel 5.30 Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan monokultur terhadap berat biji kering panen ha-1, berat biji kering oven tan-1, dan ha-1, berat brangkasan kering oven ha-1 serta indeks panen Perlakuan J1M J2M J3M J1VK J2VK J3VK J1VL J2VL J3VL Berat biji kering panen (t ha-1) 4,52 ab 4,76 a 4,02 bcd 4,03 bcd 4,29 abc 3,73 cd 3,87 cd 4,10 bcd 3,49 d Berat biji kering oven -1 (g tan ) (t ha-1) 53,80 93,45 106,10 40,04 78,24 83,90 40,13 84,11 88,79 e b a f d cd f cd bc 0,20 0,19 0,22 1,99 0,19 0,22 2,00 0,20 0,22 b b b a b b b b b Berat brangkasan kering oven (t ha-1) 4,54 ab 4,83 a 4,24 bc 3,95 cd 4,70 a 3,63 d 3,96 cd 4,78 a 3,80 d Indeks panen 39,50 44,88 40,07 38,44 43,57 38,90 37,71 42,71 37,48 bc a bc c a c c ab c 68 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%. Jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dalam tumpangsari baik dengan kacang tanah varietas Kelinci maupun Lokal menghasilkan berat brangkasan jagung kering oven ha-1(Tabel 5.30). Indeks panen tertinggi diberikan oleh jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dalam tumpangsari maupun monokultur. 5.3.2. Kacang tanah 5.3.2.1 Tinggi tanaman Umur 14 hst tinggi tanaman kedua varietas kacang tanah tidak berbeda nyata baik dalam monokultur maupun tumpangsari dengan jagung (Tabel 5.31) tetapi umur 35 hst kacang tanah varietas Lokal dalam tumpangsari pada jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm memberikan tinggi tanaman tertinggi (35,00 cm) yang tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman varieatas tersebut dalam monokultur. Umur 56 hst tinggi tanaman kedua varietas kacang tanah tidak berbeda nyata baik dalam tumpangsari maupun monokultur. Umur 77 hst tinggi tanaman varietas Kelinci tertinggi pada ketiga jarak tanam jagung dalam tumpangsari dan monokultur (Tabel 5.31). Tabel 5.31 Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan monokultur terhadap tinggi tanaman kacang tanah umur 14, 35, 56 dan 77 hst Perlakuan 14 hst 20,09 a 22,54 a 20,31 a 20,38 a 20,06 a 23,13 a 22,00 a VKM VLM J1VK J2VK J3VK J1VL J2VL 68 Tinggi tanaman (cm) umur : 35 hst 56 hst 31,13 c 47,19 a 33,00 abc 44,38 a 32,22 bc 47,91 a 31,66 bc 47,69 a 31,34 bc 47,31 a 35,00 a 46,66 a 34,06 ab 45,50 a 77 hst 48,50 a 43,94 b 48,50 a 48,69 a 48,44 a 44,56 b 44,00 b 69 J3VL 22,50 a 34,00 ab 44,91 a 42,13 b Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%. 5.3.2.2 Jumlah daun Jumlah daun kacang tanah tidak berbeda nyata dalam monokultur maupun tumpangsari dengan jagung pada jarak tanam jagung yang berbeda sejak umur 14 hst sampai umur 56 hst (Tabel 5.32). Umur 77 hst tumpangsari kacang tanah varietas Kelinci dengan jagung pada semua jarak tanam memberikan jumlah daun tertinggi (89,69 helai, 92,50 helai dan 92,75 helai) yang tidak berbeda nyata dengan jumlah daun kacang tanah varietas Kelinci monokultur (Tabel 5.32). Tabel 5.32 Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan monokultur terhadap jumlah daun tanaman kacang tanah umur 14, 35, 56 dan 77 hst Perlakuan VKM VLM J1VK J2VK J3VK J1VL J2VL J3VL 14 hst 29,13 a 34,13 a 29,63 a 36,13 a 31,16 a 38,50 a 35,75 a 38,50 a Jumlah daun (helai) umur : 35 hst 56 hst 64,63 a 135,00 a 75,50 a 133,75 a 67,94 a 136,50 a 65,63 a 135,50 a 73,63 a 135,00 a 73,63 a 134,00 a 79,13 a 133,75 a 75,75 a 133,75 a 77 hst 90,88 a 32,00 b 89,69 a 92,50 a 92,75 a 25,25 b 25,75 b 39,00 b Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%. 5.3.2.3 Indeks luas daun dan nisbah kompetitif kacang tanah terhadap jagung Jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm dalam sistem tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci memberikan indeks luas daun cukup tinggi (3,19 dan 3,23) yang tidak berbeda nyata dengan indeks luas daun 70 pada monokultur vareiatas Kelinci (3,27) (Tabel 5.33). Jarak tanam yang lebih rapat (100 cm x 60 cm) baik pada monokultur maupun tumpangsari memberikan indeks luas daun yang lebih rendah. Nisbah kompetitif bagi kedua vareitas kacang tanah lebih tinggi dalam monokultur dari pada dalam tumpangsari (Tabel 5.33). Makin renggang jarak tanam jagung dalam tumpangsari makin rendah nisbah kompetitif kedua varietas kacang tanah. Tabel 5.33 Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan monokultur terhadap indeks luas daun tanaman kacang tanah umur 56 hst dan nisbah kompetitif kacang tanah terhadap jagung Perlakuan VKM VLM J1VK J2VK J3VK J1VL J2VL J3VL Indeks luas daun umur 56 hst 3,27 a 3,17 bc 3,12 c 3,19 abc 3,23 ab 3,02 d 3,11 c 3,14 bc Nisbah kompetitif (CR) 1,00 a 1,00 a 0,21 b 0,15 c 0,11 d 0,19 b 0,15 c 0,11 d Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%. 5.3.2.4 Jumlah polong total tan-1, persentase polong berisi ha-1, berat polong berisi tan-1 dan jumlah biji polong-1 Jumlah polong total tan-1 kedua varietas kacang tanah dalam monokultur lebih tinggi dibandingkan dalam tumpangsari (Tabel 5.34). Jarak tanam jagung tidak menyebabkan perbedaan jumlah polong total tan-1 pada kedua varietas kecuali jarak tanam rapat (100 cm x 40 cm) pada varietas Lokal. 70 71 Kedua varietas kacang tanah menghasilkan persentase polong berisi ha-1 yang tidak berbeda nyata (88,13 % dan 87,56 %) dalam monokultur (Tabel 5.34). Jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm dalam tumpangsari memberikan persentase polong berisi ha-1 yang tidak berbeda nyata pada kedua varietas kacang tanah dengan nilai tersebut dalam monokultur (Tabel 5.34). Varietas Kelinci dalam monokultur memberikan berat polong berisi tan-1 tertinggi (14,20 g) diantara semua perlakuan (Tabel 5.34). Ketiga jarak tanam jagung menurunkan polong berisi tan-1 baik pada kacang tanah varietas Kelinci maupun Lokal (Tabel 5.34). Varietas Kelinci dalam tumpangsari dengan jagung pada ketiga jarak tanam menghasilkan jumlah biji polong-1 tertinggi dan tidak berbeda nyata satu dengan lainnya (2,79 biji) yang bahkan lebih tinggi dibandingkan nilai tersebut dalam monokultur (Tabel 5.34). Varietas Lokal menghasilkan jumlah biji polong1 lebih rendah dibandingkan varietas Kelinci. Tabel 5.34 Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan monokultur terhadap jumlah polong total tan-1, persentase polong berisi ha-1, berat polong berisi tan-1 dan jumlah biji polong-1 Perlakuan VKM VLM J1VK J2VK J3VK J1VL J2VL J3VL Jumlah polong total (pl tan-1) 7,39 7,31 6,53 6,64 6,62 5,74 6,33 6,32 a a b b b c b b Persentase polong berisi (% ha-1) 88,13 a 87,56 a 78,52 b 86,81 a 89,97 a 76,22 b 86,11 a 88,88 a Berat polong berisi (g tan-1) 14,20 a 9,27 b 5,27 d 6,94 c 7,68 c 3,37 e 4,57 de 4,89 d Jumlah biji (biji pl-1) 2,70 2,30 2,79 2,79 2,79 2,30 2,30 2,30 b c a a a c c c 72 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%. 5.3.2.5 Jumlah biji tan-1 dan ha-1, berat 100 biji kering oven, dan berat biji kering panen tan-1 Varietas Kelinci dalam monokultur memberikan jumlah biji tan-1 tertinggi (19,66 biji) dibandingkan varietas Lokal (Tabel 5.35). Tumpangsari dengan jagung pada ketiga jarak tanam memberikan jumlah biji kacang tanah tan-1 yang lebih rendah. Varietas Kelinci dalam monokultur juga memberikan berat 100 biji kering oven tertinggi (34,00 g) tetapi tidak berbeda nyata dengan nilai tersebut pada varietas Lokal (Tabel 5.35). Jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm dalam tumpangsari dengan jagung juga memberikan berat 100 biji kering oven yang tidak berbeda nyata dengan nilai dalam monokultur. Tabel 5.35 Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan monokultur terhadap jumlah biji tan-1 dan ha-1, berat 100 biji kering oven dan berat biji kering panen tan-1 dan ha-1 Perlakuan VKM VLM J1VK J2VK J3VK J1VL J2VL J3VL Jumlah biji (biji tan-1) 19,66 16,41 7,54 9,93 10,99 5,95 8,08 8,66 a b ef cd c f de de Berat 100 biji kering oven (g) 34,00 a 32,73 abc 28,23 d 32,72 abc 33,43 ab 27,87 d 32,04 c 32,64 bc Berat biji kering panen (g tan-1) (t ha-1) 9,66 8,64 3,71 4,88 5,40 3,13 4,25 4,56 a b ef cd c f de cde 2,14 1,91 1,98 2,10 2,12 1,49 1,75 1,78 a b b a a d c c Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5% 72 73 Varietas Kelinci dalam monokultur menghasilkan berat biji kering panen tan-1 tertinggi (9,66 g) diantara perlakuan lainnya (Tabel 5.35). Makin rapat jarak tanam makin rendah berat biji kering panen kedua varietas kacang tanah. Varietas Kelinci mempunyai berat bji kering panen tan-1 lebih tinggi dari pada varietas Lokal hanya dalam monokultur (Tabel 5.35). Berat biji kering panen ha-1 varietas Kelinci pada jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm paling tinggi (masing-masing 2,10 t dan 2,12 t) yang tidak berbeda nyata dengan berat biji dalam monokultur (2,14 t ha -1) (Tabel 5.35). Jarak tanam jagung lebih rapat (100 cm x 40 cm) menghasilkan berat biji kering panen ha-1 yang lebih rendah pada kedua varietas kacang tanah. Varietas kelinci memberikan berat biji kering panen lebih tinggi dari pada varietas Lokal baik dalam monokultur maupun tumpangsari (Tabel 5.35). 5.3.2.6 Berat biji kering oven tan-1 dan ha-1 , berat brangkasan kering oven ha-1 serta indeks panen Berat biji kering oven tan-1 dan ha-1 kacang tanah varietas Kelinci tertinggi (masing-masing 6,63 g dan 1,66 t) dihasilkan dalam sistem monokultur (Tabel 5.36). Jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dalam tumpangsari memberikan berat biji kering oven ha-1 lebih tinggi dari pada jarak tanam lebih rapat (100 cm x 40 cm), tetapi tidak berbeda nyata dengan berat biji pada jarak yang lebih renggang (100 cm x 80 cm). Berat biji kering oven tan-1 dan ha-1 varietas Kelinci lebih tinggi (masing-masing 17,55 % dan 17,73 %) dari pada varietas Lokal hanya pada sistem monokultur (Tabel 5.36). 74 Berat brangkasan kering oven ha-1 kedua varietas kacang tanah lebih tinggi dalam monokultur dari pada dalam tumpangsari (Tabel 5.36). Jarak tanam 100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm menghasilkan berat brangkasan kedua varietas kacang tanah lebih tinggi dari pada jarak tanam lebih rapat (100 cm x 40 cm). Berat brangkasan kering oven ha-1 kedua varietas kacang tanah tidak berbeda nyata baik dalam tumpangsari maupun dalam monokultur (Tabel 5.36). Tabel 5.36 Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan monokultur terhadap berat biji kering oven tan-1 dan ha-1, berat brangkasan kering oven ha-1 serta indeks panen Perlakuan Berat biji kering oven (g tan-1) (t ha-1) VKM VLM J1VK J2VK J3VK J1VL J2VL J3VL 6,63 5,64 2,43 3,35 3,70 2,05 2,79 2,98 a b ef cd c f de de 1,66 1,41 0,61 0,84 0,93 0,51 0,70 0,75 a b ef cd c f de de Berat brangkasan kering oven (t ha-1) 1,69 a 1,60 a 1,22 d 1,37 bc 1,45 b 1,15 d 1,25 cd 1,34 bc Indeks panen (%) 49,27 47,10 33,72 37,70 39,12 30,38 35,47 35,90 a a d bc b e cd cd Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%. Indeks panen kedua varietas kacang tanah lebih tinggi dibandingkan dalam tumpangsari (Tabel 5.36). Jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm memberikan indeks panen kedua varietas kacang tanah lebih tinggi dibandingkan dengan jarak tanam lebih rapat (100 cm x 40 cm). Varietas Kelinci memberikan indeks panen yang lebih tinggi dibandingkan varietas Lokal hanya 74 75 pada jarak tanam jagung paling rapat (100 cm x 40 cm) dan paling renggang (100 cm x 80 cm) (Tabel 5.36). Berat gulma kering oven ha-1, nilai kesetaraan tanah (NKT), keuntungan dan B/C ratio 3.2.7. Pada jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm dalam sistem monokultur, berat gulma kering oven ha-1 paling tinggi (0,20 t) (Tabel 5.37), yang tidak berbeda nyata dengan berat gulma pada jarak tanam jagung yang sama dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci. Tumpangsari memberikan nilai kesetaraan tanah (NKT) lebih tinggi dari pada monokultur (Tabel 5.37). NKT tertinggi (1,92) diberikan oleh jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci, yang tidak berbeda nyata dengan NKT pada jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm dan 100 cm x 60 cm (Tabel 5.37). Tabel 5.37 Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan monokultur terhadap berat gulma kering oven ha-1, nilai kesetaraan tanah (NKT), keuntungan dan B/C ratio Perlakuan J1M J2M J3M VKM VLM J1VK J2VK Berat gulma kering oven (t ha-1)+ 0,09 def 0,13 cd 0,20 a 0,13 cd 0,10 cdef 0,07 f 0,12 cde NKT 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,86 1,89 d d d d d ab ab Keuntungan (Rp ha-1) 2.698.744 3.050.579 2.333.959 8.902.459 7.742.459 12.108.319 12.963.479 B/C ratio 1,48 1,80 1,38 4,97 4,32 6,62 7,13 76 J3VK J1VL J2VL J3VL 0,18 0,08 0,11 0,14 ab ef cdef bc 1,92 1,68 1,78 1,80 a c b b 12.516.859 9.512.319 11.027.479 10.536.859 6,91 5,20 6,06 5,82 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%. +data telah ditransformasi dengan √x+0,5 Analisis statistika tidak dilakukan terhadap keuntungan dan B/C ratio. Keuntungan dan B/C ratio yang diberikan sistem tumpangsari lebih tinggi daripada monokultur (Tabel 5.37). Tumpangsari dengan varietas Kelinci memberikan keuntungan dan B/C ratio yang lebih tinggi dari pada dengan varietas Lokal. Keuntungan dan B/C ratio tertinggi (masing-masing Rp. 12.903.479,- dan 7,13) diberikan oleh perlakuan jarak tanam 100 cm x 60 cm dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci (Tabel 5.37). 76 77 BAB VI PEMBAHASAN Interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah dalam sistem tumpangsari berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan, kecuali terhadap jumlah daun umur 56 hst, maupun hasil jagung dan kacang tanah (Tabel 5.1). Berat biji jagung kering panen ha-1 tertinggi (4,29 t) dihasilkan oleh jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci, walaupun tidak berbeda nyata dengan nilai tersebut dalam tumpangsari dengan varietas Lokal (Tabel 5.10). Pada jarak tanam jagung lebih rapat (100 cm x 40 cm) atau lebih renggang (100 cm x 80 cm) berat biji yang dihasilkan lebih rendah masing-masing 6,45 % dan 15,01 % dalam tumpangsari dengan varietas Kelinci dan 5,94 % serta 17,48 % dalam tumpangsari dengan varietas Lokal. Berat biji kering panen ha-1 yang tinggi pada jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm tersebut disebabkan oleh berat biji kering panen tan-1 yang tinggi (112,08 g dan 119,58 g) masing-masing dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci dan Lokal pada perlakuan yang sama (Tabel 5.9). Jumlah biji tkl1 (berarti juga jumlah biji tan-1) pada perlakuan jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci dan Lokal juga tinggi (masing-masing 373,83 biji tkl-1 dan 381,85 biji tkl-1) dan berat 100 biji kering oven (masing-masing 21,20 g dan 22,18 g) juga tinggi pada perlakuan jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm (Tabel 5.7 dan 5.8). Nilai variabel tersebut (jumlah biji tkl-1) dan berat 100 biji kering oven pada perlakuan jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm tidak berbeda nyata dengan nilai-nilai tersebut pada jarak 78 tanam 100 cm x 80 cm (Tabel 5.7 dan 5.8). Jumlah daun pada perlakuan jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm (Tabel 5.4) mendukung tingginya berat biji kering panen tan-1 dan ha-1, tetapi tidak mengakibatkan indeks luas daun menjadi lebih tinggi (Tabel 5.5) bahkan lebih rendah dari pada nilai tersebut pada jarak tanam 100 cm x 40 cm dan sangat rendah pada jarak tanam lebih renggang (100 cm x 80 cm). Rendahnya nilai indeks luas daun pada jarak tanam jagung lebih renggang tersebut mungkin disebabkan oleh luas areal yang diduduki (jarak tanam) oleh tanaman tersebut lebih renggang (100 cm x 80 cm) jika dibandingkan dengan jarak tanam lebih rapat, atau mungkin juga pada jarak tanam yang lebih renggang daun-daunnya lebih sempit tetapi mungkin lebih tebal. Percobaan ini tidak dilakukan pengukuran terhadap ketebalan daun. Walaupun daun tidak lebih luas tetapi karena lebih tebal kemungkinan asimilat yang terbentuk cukup banyak untuk dialokasikan ke biji, sehingga menyebabkan tingginya berat biji kering panen tan-1 dan ha-1. Asimilat yang cukup banyak mengakibatkan tongkol berbiji lebih banyak dan biji yang lebih besar sehingga jumlah biji tkl-1 dan berat 100 biji kering oven yang lebih tinggi pada jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm (Tabel 5.7 dan 5.8) mengakibatkan pula berat tongkol jagung ha-1 yang lebih tinggi pada perlakuan jarak tanam tersebut dibandingkan jarak tanam yang lainnya (Tabel 5.6). Jumlah daun yang lebih banyak (Tabel 5.4) disertai tanaman yang lebih tinggi pada jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm (Tabel 5.3) mengakibatkan berat brangkasan kering oven ha-1 juga lebih tinggi dibandingkan perlakuan jarak tanam lainnya (Tabel 5.13). 78 79 Berat biji kering panen jagung tan-1 dan ha-1 lebih tinggi pada perlakuan tanam jagung 100 cm x 60 cm (Tabel 5.9 dan 5.10), berat biji kering oven tan-1 dan ha-1 tertinggi pada perlakuan jarak tanam lebih rapat (100 cm x 40 cm) (Tabel 5.12). Persaingan tanaman terhadap air mungkin terjadi lebih kuat pada jarak tanam yang rapat (100 cm x 40 cm) dan sebaliknya terjadi pada jarak tanam lebih renggang (100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm) sehingga biji jagung pada kedua jarak tanam tersebut mengandung air lebih banyak yang menyebabkan berat biji kering panennya lebih tinggi (Tabel 5.10). Pada waktu dikeringkan dalam oven karena banyaknya air dalam biji yang menguap menyebabkan berat biji kering oven menjadi lebih rendah pada jarak tanam lebih renggang (100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm) (Tabel 5.12). Berat biji kering panen kacang tanah varietas Kelinci ha-1 tertinggi (2,10 t), lebih tinggi 6,06 % dibandingkan pada jarak tanam jagung lebih rapat (100 cm x 40 cm), tetapi tidak berbeda nyata dengan nilai tersebut pada jarak tanam jagung lebih renggang (100 cm x 80 cm) (Tabel 5.21). Varietas Lokal mempunyai berat biji kering panen yang jauh lebih rendah (berturut-turut 20,00 %, 40,94 % dan 17,98 %) baik pada jarak tanam jagung yang sama maupun yang lebih rapat dan lebih renggang. Tingginya berat biji kering panen kacang tanah varietas Kelinci ha-1 pada jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm tersebut disebabkan oleh berat biji kering panen tan-1 yang juga tinggi (8,39 g) pada perlakuan jarak tanam jagung tersebut yang tidak berbeda nyata dengan nilai variabel tersebut pada jarak tanam lebih renggang dan lebih rapat (Tabel 5.20). Berat biji kering panen varietas Lokal tan-1 dan ha-1 jauh lebih rendah dibandingkan varietas 80 Kelinci pada semua perlakuan jarak tanam jagung. Hasil penelitian Suparsa (2004) juga mendapatkan varietas Kelinci mempunyai keunggulan dalam jumlah daun tetrafoliate, jumlah polong total tan-1, berat 100 biji kering oven, berat biji kering panen ha-1, berat biji kering oven ha-1 dan berat brangkasan kering oven ha-1 dibandingkan dengan varietas lokal. Tingginya berat biji kering panen varietas Kelinci tan-1 dan ha-1 pada jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm disebabkan oleh jumlah biji tan-1 yang tinggi (17,08 biji) (Tabel 5.18) dan berat 100 biji kering oven yang juga tinggi (32,72 g) walaupun tidak berbeda nyata dengan nilai tersebut pada jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm (Tabel 5.19). Berat 100 biji kering oven varietas Lokal pada jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm juga tidak berbeda nyata dengan berat tersebut pada jarak tanam 100 cm x 80 cm dan dengan berat 100 biji varietas Kelinci pada jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm (Tabel 5.19). Berat biji kering panen varietas Kelinci tan-1 dan ha-1 yang tinggi pada perlakuan jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm juga disebabkan oleh jumlah polong total (6,64 polong tan-1) (Tabel 5.16) dan berat polong berisi (6,94 g tan-1) yang tinggi (Tabel 5.17). Walaupun jumlah daun kacang tanah tidak berbeda nyata diantara kedua varietas dan ketiga jarak tanam jagung (Tabel 5.1 dan Tabel 5.25), indeks luas daun varietas Kelinci tertinggi adalah pada jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm yang tidak berbeda nyata dengan indeks luas daun pada jarak 100 cm x 60 cm dan dengan varietas Lokal pada jarak tanam jagung yang sama (100 cm x 80 cm) (Tabel 5.15). 80 81 Indeks luas daun jagung yang tinggi menghasilkan asimilat yang banyak sehingga alokasi ke biji juga banyak dan akhirnya meningkatkan berat 100 biji serta berat biji kering panen tan-1 dan ha-1. Produksi dan alokasi asimilat yang tinggi (yang ditunjukkan oleh indeks luas daun yang tinggi) varietas Kelinci pada perlakuan jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm juga tidak berbeda dengan pada perlakuan jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm (Tabel 5.15) mengakibatkan berat biji kering oven kacang tanah varietas Kelinci tan-1 dan ha-1 menjadi lebih tinggi dibandingkan varietas Lokal dan pada jarak tanam jagung yang sama atau lebih rapat dan lebih renggang (Tabel 5.22 dan 5.23). Varietas Kelinci yang mempunyai postur yang tinggi, ditunjukkan oleh tinggi tanaman umur 56 hst (Tabel 5.14) pada jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm, daun-daun yang lebih luas (indeks luas daun yang tinggi) (Tabel 5.15), walaupun jumlah daun berpengaruh tidak berbeda nyata (Tabel 5.1 dan 5.25), mengakibatkan berat brangkasan kering oven ha-1 menjadi tinggi (1,37 t dan 1,45 t) pada kedua jarak tanam jagung yang renggang tersebut (Tabel 5.24). Dalam sistem tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm memberikan berat biji kering panen jagung ha-1 cukup tinggi (4,29 t) yang tidak berbeda nyata dengan berat biji pada jarak tanam sama (4,76 t) dan jarak tanam lebih rapat (100 cm x 40 cm) (4,52 t) pada sistem monokultur (Tabel 5.30). Sementara itu berat biji kering panen tan-1 pada sistem tumpangsari lebih rendah dibandingkan pada sistem monokultur (Tabel 5.29) dan 82 tertinggi (148,44 g) diberikan oleh perlakuan jarak tanam renggang (100 cm x 80 cm) pada monokultur. Sistem tumpangsari pada kedua jarak tanam (100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm) memberikan berat biji kering panen kacang tanah ha-1 tidak berbeda nyata dengan berat biji varietas Kelinci pada monokultur (Tabel 5.35). Nilai variabel tersebut makin rendah pada tumpangsari dengan varietas Lokal (Tabel 5.35). Berat biji kering panen yang tidak berbeda nyata pada tumpangsari tersebut dengan nilai pada sistem monokultur disebabkan oleh jumlah biji berat 100 biji kering oven (Tabel 5.37) dan persentase polong polong-1 dan berisi ha-1 (Tabel 5.34) yang juga berpengaruh tidak berbeda nyata (Tabel 5.34). Nilai variabelvariabel tersebut pada tumpangsari yang tidak berbeda nyata dengan nilai pada monokultur disebabkan oleh indeks luas daun umur 56 hst yang juga tidak berbeda nyata (Tabel 5.33). Indeks luas daun yang tinggi menghasilkan asimilat yang banyak yang kemudian dialokasikan ke biji. Sistem tumpangsari memberikan berat biji kering oven kacang tanah tan -1 dan ha-1 yang juga lebih rendah dibandingkan sistem monokultur (Tabel 5.36). Pada sistem monokultur berat brangkasan kering oven ha-1 yang lebih tinggi dibandingkan berat brangkasan pada sistem tumpangsari (Tabel 5.36) disebabkan oleh jumlah tanaman kacang tanah lebih banyak pada monokultur. Berat brangkasan kacang tanah kering oven ha-1 yang lebih tinggi dihasilkan oleh perlakuan jarak tanam jagung paling renggang (100 cm x 80 cm) namun tidak berbeda nyata dengan jarak tanam 100 cm x 60 cm (Tabel 5.36). Hal ini disebabkan oleh tanaman yang lebih tinggi pada jarak tanam tersebut 82 83 (Tabel 5.26) sehingga membuat brangkasan menjadi lebih berat. Berat biji kering oven ha-1 dan berat 100 biji kering oven lebih tinggi pada jarak tanam jagung paling renggang (Tabel 5.29), menunjukkan translokasi asimilat ke biji menjadi lebih banyak. Berat brangkasan juga lebih tinggi pada jarak tanam lebih renggang mengakibatkan meningkatnya indeks panen kacang tanah (Tabel 5.36). Nisbah kompetitif jagung lebih tinggi pada sistem tumpangsari baik dengan varietas Kelinci maupun Lokal dibandingkan pada monokultur (Tabel 5.28). Makin renggang jarak tanam jagung makin kuat nisbah kompetitif jagung. Nisbah kompetitif jagung tertinggi (9,38 ) adalah pada jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm pada tumpangsari dengan varietas Kelinci maupun Lokal. Sebaliknya nisbah kompetitif kacang tanah pada tumpangsari lebih rendah dibandingkan pada sistem monokultur (Tabel 5.33). Makin renggang jarak tanam jagung makin rendah nisbah kompetitif kacang tanah. Menurut Haryadi (1991) menyatakan tanaman memerlukan lingkungan yang optimal bagi pertumbuhannya. Faktor tumbuh yang tersedia pada lingkungan tanaman sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman bersangkutan. Tanaman-tanaman yang berada dalam satu komunitas akan berkompetisi memperebutkan faktor tumbuh (lahan, air, unsur hara dan cahaya matahari) yang tersedia. Jarak tanam yang lebih renggang mengakibatkan lebih banyak gulma yang tumbuh dibandingkan jarak tanam jagung yang lebih rapat, seperti yang ditunjukkan oleh berat gulma kering oven ha-1 (Tabel 5.37). Jarak tanam jagung renggang (100 cm x 80 cm) memberikan berat gulma kering oven tertinggi (0,20 t ha-1) yang tidak berbeda nyata dengan berat gulma pada jarak tanam sama 84 pada sistem tumpangsari dengan varietas Kelinci (J3VK). Jarak tanam rapat memberikan berat gulma lebih rendah baik pada monokultur maupun tumpangsari dengan kacang tanah. Hasil penelitian Kurnia (2003) juga menyatakan sistem tumpangsari menekan pertumbuhan gulma dibandingkan dengan sistem monokultur, tetapi tidak terdapat perbedaan nyata diantara berat gulma perlakuan waktu tanam jagung. Sistem tumpangsari lebih efisien dalam penggunaan lahan seperti ditunjukkan oleh nilai kesetaraan tanah (NKT) yang lebih tinggi pada tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci (1,92; 1,86 dan 1,89) maupun varietas Lokal (1,68; 1,78 dan 1,80) (Tabel 5.37). Tingginya NKT pada sistem tumpangsari disebabkan oleh dua jenis tanaman yang dihasilkan pada luas lahan yang sama dan bernilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan hanya satu jenis tanaman dalam sistem monokultur. Hasil penelitian Suparsa (2004) juga menyatakan tumpangsari meningkatkan nilai kesetaraan tanah (NKT) dibandingkan dengan sistem monokultur, NKT tertinggi didapatkan 1,31 pada jarak tanam 100 cm x 60 cm. Keuntungan dan B/C ratio tidak dianalisis secara statistika, tetapi tumpangsari pada jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dengan varietas Kelinci memberikan keuntungan dan B/C ratio yang paling tinggi (masing-masing Rp. 12.963.479,- dan 7,13) (Tabel 5.37). Hasil penelitian Suprapto (2002) menyatakan efisiensi penggunaan lahan , keuntungan ekonomi dan B/C ratio yang lebih tinggi diperoleh pada sistem tumpangsari jagung dan kacang tanah di lahan kering beriklim kering di desa Patas, kecamatan Gerokgak, kabupaten Buleleng 84 85 dibandingkan dengan nilai pada sistem monokultur baik jagung maupun kacang tanah. 86 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 1. SIMPULAN Interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah dalam sistem tumpangsari berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil jagung dan kacang tanah. 2. Berat biji kering panen jagung tertinggi (4,29 t ha-1) dihasilkan oleh jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci yang tidak berbeda nyata dengan hasil varietas Lokal. Berat biji kering panen kacang tanah tertinggi (2,10 t ha-1) juga dihasilkan oleh jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dalam tumpangsari dengan varietas Kelinci. 3. Sistem tumpangsari memberikan efisiensi penggunaan lahan dan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan monokultur. Tumpangsari memberikan nilai kesetaraan tanah (NKT) nyata lebih tinggi (1,92) dibandingkan sistem monokultur. 4. Keuntungan dan B/C ratio tertinggi ( masing-masing Rp. 12.965.479,- dan 7,13) diberikan oleh jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci. 86 87 7.2 1. SARAN Untuk memperoleh hasil jagung dan kacang tanah serta keuntungan yang tinggi disarankan untuk menanam dalam sistem tumpangsari dengan jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm baik dengan varietas Kelinci maupun Lokal. 2. Perlu dilakukan penelitian tumpangsari jagung dengan jarak tanam 100 cm x 60 cm dengan kacang tanah varietas Lokal lainnya. 88 DAFTAR PUSTAKA Ali, M. 1990. Pigeonpea: Cropping Systems. Investigor and Head (Agronomi, Directorate of Pulses Research, Kanpur : India Council of Agricultural Research (ICAR), Chapter 12. Anonimous. 2005. Monografi Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Nusa Penida. 34 hal. Anonimous. 1995. Statistik Pertanian Provinsi Bali. Asyardi, Nurnayetti. 1995. “Pengaruh Jarak Barisan Tanam dan Pemangkasan Daun Bawah Tanaman Jagung dalam Tumpangsari dengan Kacang Tanah terhadap Efisiensi Radiasi Surya dan Produksi”. Risalah Seminar Balittan Sukarami. Vol VIII. Dahono. 1984. Jarak dan Waktu Tanam Jagung pada Tumpangsari dengan Kacang Tanah di Lahan Kering, Pemberitaan Penelitian Sukarami 24. Effendi, S. 1976. Pola Bertanam (Cropping System). Usaha Untuk Stabilitas Produksi Pertanian Indonesia. Departemen Pertanian. LPPP Bogor. Gomez, K.A. 1972 Techniques for Field Experiments with Rice. Phillippines : IRRI, 48 p. Gomez, K.A., Gomez, A.A. 1984. Statistical Procedures for Agricultural research. New York : John Wiley and Sons. 680 p. Haryadi, S.S. 1991. Pengantar Agronomi. PT Gramedia Utama. Jakarta. 195 hal. Hassanuddin, A.S. Pakki M. Dan Said K. 1994. “Tumpangsari Kacang Tanah, Jagung dan Kacang Tunggak Sebagai Salah Satu Alternatif Pengendalian Penyakit Peanut Virus”. Buletin Agrikam 9(2): 51-56. Jumin, B. 1991. Dasar dasar agronomi. CV. Rajawali Jakarta. 140 hal. Las, I., P. Hidayat dan A. Sasmita. 1997. Ketersediaan dan Potensi Sumber Daya Air dan Pertanian Pangan. Inovasi Teknologi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Hal. 120-136. Midmore, D.J. 1993. Agronomic Modification of Resource Use and Intercrop Productivity. Field Crop Research 34 (1993) : 357-380. Moenandir, H.J. 1993. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma PT. Raja Grafindo Persana, Jakarta. 101 hal. 88 89 Mutsaers, H.C.W., Ezumah, H.C., Osiru, D.S.O. 1993. Cassava-Based Intercropping : a Review. Field Crops Research 34 (1993) : 431-457. Putnam, D.H., Herbert, S.J., Vargas, A. 1985. Intercropped Corn-Soybean Density Studies. I. Yield complementary. Expl. Agric. 21: 41-51. Soeryani, M. 1980. “Berbagai Masalah Lingkungan Sebagai Tantangan terhadap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi”. Ceramah Umum Pusat Studi Lingkungan UNSUD Purwokerto, 29 Maret 1980. Subandi, I., Ismail, Hermanto. 1998. Jagung. Teknologi Produksi dan Pascapanen. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Suparsa I M. 2004. “Pengaruh Jarak Tanam Jagung (Zea mays L.) dan Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogea L.) Terhadap Hasil Jagung dan Kacang Tanah pada Sistem Tumpangsari di Lahan Kering”. (tesis). Denpasar : Universitas Udayana. Suprapto. 2002. “Pengaruh Kerapatan Tanaman Jagung (Zea mays L.) dan Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogea L.) Terhadap Hasil Jagung dan Kacang Tanah dalam Tumpangsari di Lahan Kering”. (tesis). Denpasar : Universitas Udayana. Suwardjo. 1982. Pengelolaan Lahan Kering di Daerah Transmigrasi. Prosiding Usahatani Lahan Kering. Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Direktorat Perluasan Tanaman. Jakarta. Hal. 12-16. Swastirahminingsih, D.K. 2004. “Pengaruh Kerapatan Tanaman Jagung (Zea mays L.) dan Varietas Kacang Tunggak (Vigna unguiculata (L) Walp.) terhadap Hasil Jagung dan Kacang Tunggak pada Sistem Tumpangsari di Lahan Kering”. (tesis). Denpasar : Universitas Udayana. Tahir, M.S. 1974. “Meningkatkan Produktivitas Tanah di Indonesia dengan Multiple Cropping”. Majalah Pertanian, Ditjen Pertanian Jakarta. XXI (1); 3-9. Thahir, S.N., Hadmadi. 1985. Tumpang Gilir (Multiple Cropping). Jakarta : C.V. Yasaguna. 101 hal. Tjitrosemito, S. 1998. Kompetisi. Penataran Pengelolaan Gulma Terpadu II. SEAMEO, Biotrop. 26 Oktober - 7 November 1998. Bogor. 18 hal. Trendbath, B.R. 1974. “Biomass Productivity of Mixture”. Adv. Agron., 26: 177210. 90 Udayana, I G.B. 2003. “Pengaruh Jenis Tanaman Kacang dalam Sistem Tumpangsari dengan Jagung Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kacang dan Jagung di Lahan Kering Desa Kubu Kabupaten Karangasem”. (tesis). Denpasar : Universitas Udayana. Vest, G., D.F. Weber. C. Sloger. 1973. “Nodulation and Nitrogen Fixation”. In: Caldwell, B.E., editor. Soybean: Improvement, Production and Uses. ASA. Inc. Madison, Wisconsin. Wahid, A.S., M.S. Panday, F.A. Bahar. 1988. “Pengaruh Jarak Tanam Jagung pada Tumpangsari terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah dan Jagung”. Buletin Agrikam. Penelitian Pertanian Maros, 3 (2): 77-81. Wihardjaka, A., Suprapto. 2000. “Pengaruh Takaran Pupuk Kandang terhadap Hasil Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah di Ekosistem Tanah Tadah Hujan”. Prosiding Seminar Nasional. Pengembangan Teknologi Pertanian dalam Upaya Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Denpasar 23-24 Oktober 2000. Hal. 233-242. Winerungan, S.A.J. 2003. “Pengaruh Varietas Kacang Tunggak (Vigna unguiculata L. Walp.) terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung (Zea mays L.) serta Kacang Tunggak dalam Sistem Tumpangsari di Lahan Kering Desa Kubu, Kabupaten Karangasem”. (tesis). Denpasar : Universitas Udayana. Yunusa, I.A.M. 1989. Effects of Planting Density and Arrangement Pattern on Growth and Yields of Maize (Zea mays L.) and Soybean (Glicine max (L) Merr.) Grown in Mixtures. J. Agric. Sci., Cambridge, 112: 1-8. 90 91 Lampiran 1 : Curah Hujan 92 Lampiran 2 : Hasil Analisis Tanah 92 93 Lampiran 3 Deskripsi jagung varietas Srikandi Putih-1 Tanggal lepas Asal Golongan Umur tanaman Tipe batang, warna Tinggi tanaman Tinggi tongkol Daun Warna Daun Warna malai Warna rambut Keragaman tanaman Bentuk tongkol Penutupan kelobot Warna biji Barisan biji Jumlah baris/tongkol Tipe biji Bobot 1000 biji Endosperm Rata-rata hasil (k.a 15%) Potensi hasil (k.a 15%) Ketahanan penyakit Ketahanan Hama Keterangan Tim Pemulia Teknisi : 4 Juni 2004 : Materi introduksi asal CIMMYT Mexico, dibentuk dari saling silang dengan inbrida yang mempunyai daya gabung umum bagus dalam sifat hasil (yield), Inbrida tersebut berasal dari beberapa populasi QPM putih dengan adaptasi lingkungan tropis : Bersari bebas sintetik : - Berbunga jantan : 55 – 58 hari - Berbunga betina : 58 – 60 hari - Masak fisiologis : 105 – 110 hari : Tegap, hijau : 195 cm : 95 cm : Panjang dan lebar : Hijau : Kemerahan : Kemerahan : Seragam 96 – 98% : Sedang dan silindris : Menutup baik (95 – 97%) : Putih : Lurus dan rapat : 12 – 14 baris : Semi mutiara dan gigi kuda (flint dan dent), modified hard endosperm : 325 gram : Protein (10,44%); Lisin (0,410%); Triptofan (0,087%) : 5,89 t/ha pipilan kering : 8,09 t/ha pipilan kering : Tahan hawar daun (H. maydis) dan karat (Puccinia sp) : Tahan hama penggerek batang (Ostrinia furnacalis) : Dianjurkan untuk ditanam didataran rendah, lebih diutamakan ditanam pada musin penghujan : Firdaus Kasim, M. Yasin HG, Muh. Azrai, Marcia B. Pabenden, Andi Takdir, Roy Efendi, Nuning A. Subekti, R. Neni Iriany, J. Wargiono, Made J. Mejaya, Marsum M. Dahlan. : Stefanus Misi, Arifuddin, Wen Langgo, P. Gasing, Sulasih. 94 Penguji : Wasmo Wakman, J. Tandiabang, Surtikarti, Evert Hosang, Awaluddin Hipi, Andarias Makkamurni, Syahrul Zen, A. Salam Wahid, Nurtirtayani, Komang Dana Arsana. : Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. : Kepmentan Nomor : 378/Kpts/SR.120/6/2004, Tanggal 4 Juni 2004. Pengusul Sumber 94 95 Lampiran 4 Deskripsi kacang tanah varietas Kelinci Tahun pelepasan Nomor galur Asal Hasil rata-rata Mulai berbunga Umur polong tua Bentuk tanaman Bentuk daun tua Warna pangkal batang Warna daun Warna bunga Warna ginofora Warna kulit biji Konstruksi polong Kulit polong Jumlah polong / pohon Jumlah biji / polong Berat 100 biji Kadar lemak Kadar protein Rendemen biji dari polong Sifat-sifat lain Pemulia : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : 1987 GH-470 IRRI Philipinna, dengan kode No. Acc-12 2,3 ton ha-1 25 – 29 hari 95 hari tegak elip, kecil bertangkai empat hijau hijau kuning hijau merah muda agak nyata nyata 15 buah 4 ± 45 g 28 % 31 % 67 % tahan karat daun (Puccinia arachidis), toleran terhadap bercak daun (Cercospora, Sp), agak tahan penyakit layu (Pseudomonas solanacearum) : Sumarno, Lasinin S., dan Sri Astuti Rais. 96 Lampiran 5 Jadwal pelaksanaan No Tahun 2008 Jenis Kegiatan 3 1. Persiapan 2. Pelaksanaan 3. pengamatan jagung dan kacang tanah Tabulasi dan analisa data 4. Pelaporan 96 penanaman dan 4 5 6 7 8 9 97 Lampiran 6 Peta kecamatan Nusa Penida kabupaten Klungkung