BAB I - pps unud

advertisement
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
V
*
* *
*
*
*
*
*
*
*
**
**
*
*
*
*
*
2m
*
*
*
*
*
A
*
*
A *
*
* A
*
*
V
*
*
*
*
V V V
*
*
*
V
*
*20*40
cm
* *cm
* 3,5
** 2m
V
80
m100
cm
VV*cm
3,5 m
V
60 *cm
VVVV
100 cm
3,5
* 40
V
m cmVVVV
*1003,5
cmm *
*
VKM
J2VK
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
VV V V
VV
VVV
V
V V
VV V VLM
VV
VV
V
V
V
V
V
V
V
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**J2VL
** *
** *
** *
*
*E *
* *
* *
* *
* *
* *
* *
* *
* *
J1M
1,6 m
F F
C E
1,6 m
J1VK **
**
**
**
* *
**
**
**
**
**J1M
** *
* *
*
*
*FD*
* *
* *
* * DC* D
* * 1,8 *m *
* * CC* *
J3M
A
B
B
1,6 m
J1VK
B
JKM
** *
** *
** *
** *
** *
** *
** *
** *
** *
**J2VK
** J1M
** *
** *
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
J1M
V V V V VVV
V V
VV V VLM
V VLM
V VV
V VV
V J2VL
V V VV
V
VLM
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**J3VL VKM
**
**
**
*
*
*
*
*
*
*
*
* 27,5 m J2VL
*V80 cm
40* cm
VV
*2 m 20
3,5cm
m
*V2060
cmcm
*40 cm
*V
3,5
V VV
m **100 cmV*2040cm
cm**VVVV 100
*cm
*3,5 m 1VKM
IV
m0,5
IIIII
34
J2M
mm
I3,5
J3VK
40,5
mmmB
2VVm100*cm
2m
mmmmmmm
J2M m
* **
**J3VKJ1VK
** J3M **
**
***
***
***
*
***
***
***
***
***
J2VK
J1VL J3VL
J1VL
V
V
VV
V
V
V
V
V
V
J3VK
J2M
J2VK **
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
AB
I
*
*
*
*
*
*
*
*
*
J1VL
J2VL
H
1,8 m
G
J3VL
**
**
*
**
**H
**
**
**
**
**J3M
*
**
*G*
*G
*
*
*
*P E N *D A H U
* L U A* N
D J3M
D*
C*
J2M
*
* 1,8 m
*1,8 m *
*C
*
*
**
**
**
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
**
**
J1VK **
V
V
V
V
V
VV
V
V
V
V
J1VL VV
1.
Latar Belakang
J3VK
J3VL
*
*
V V
*
U
*
*
D
**
*
*
* *
A
* *
** *
*
*
V
V
*
**
*
*
2m
**
V
**
***
V
*
**
*
*
*
V
.
**
*
*D
**
V
V
*
*
V V
*
*
B
*
*
*
B
B
*
Keterangan
*
*: = Lokasi
*2 m
Penelitian
*
2 m*
*
V
V
**
* *
A
B*
1,8 m
*
V
*
*
V
*
*
*
V V
*
*
*
*
*
V
*
*
1*
*
*
Ketersediaan lahan untuk pertanian khususnya tanaman pangan semakin
berkurang dengan penggunaan lahan untuk kepentingan non pertanian baik di
lahan basah maupun di lahan kering. Sementara itu tuntutan penyediaan pangan
bagi masyarakat semakin meningkat. Semakin berkurangnya lahan sawah
menyebabkan pemanfaatan lahan kering menjadi penting.
Propinsi Bali memiliki lahan kering seluas 218.119 ha, yang merupakan
38,73 % dari luas Propinsi Bali yang tersebar di sembilan kabupaten (Anonim.,
1995) diantaranya adalah kabupaten Klungkung. Lahan kering di kabupaten
Klungkung seluas 27.512 ha yang didominasi oleh kecamatan Nusa Penida
dengan luas 20.284 ha (Statistik Pertanian Provinsi Bali, 1995). Kecamatan Nusa
Penida mempunyai iklim kering dengan curah hujan 1.254,8 mm per tahun
(Lampiran 1). Seperti pada umumnya daerah lahan kering, desa Ped mempunyai
tekstur tanah berlempung, kandungan C organik dan N total sangat rendah,
P tersedia rendah sebaliknya K tersedia sangat tinggi (Lampiran 2).
*
V V
** *
** *
** *
V V
**
**
V
**
**
**
V
1,8
2
Petani pada umumnya membudidayakan jagung atau kacang tanah secara
monokultur sehingga hasil yang diperoleh masih rendah dan penggunaan lahan
tidak efesien. Hasil jagung petani di daerah ini tergolong rendah yaitu :
3,2 t ha -1
pipilan kering, kacang tanah 1,2 t ha-1 polong kering (Anonim., 2005) yang
disebabkan oleh status kesuburan tanahnya rendah sampai sedang dan tanah
terdiri atas bahan induk batu kapur dan tanah liat dengan solum tanah rata-rata
relatif dangkal. Curah hujan per tahunnya relatif rendah pada bulan-bulan kering
(April-September) menyebabkan rendahnya hasil tanaman pangan. Petani hanya
menggunakan varietas jagung lokal dan belum menggunakan teknik budidaya
yang kurang tepat. Kalaupun ada petani yang membudidayakan dengan sistem
tumpangsari biasanya tidak melakukan pengaturan jarak tanam atau menggunakan
varietas unggul.
Sistem tumpangsari salah satu upaya untuk meningkatkan hasil tanaman
jagung dan sekaligus memaksimalkan pemanfaatan lahan (Effendi, 1976; Yunusa,
1989). Tumpangsari merupakan kombinasi dari upaya intensifikasi dan
diversifikasi, guna meningkatkan produktivitas lahan dengan menanam dua atau
lebih jenis tanaman pada sebidang lahan dalam waktu tertentu (Dahono, 1984;
Thahir dan Hadmadi, 1985; Mutsaers et al., 1993). Sistem tumpangsari
mempunyai keuntungan dibandingkan monokultur dimana penggunaan sumber
daya alam (cahaya matahari, air, hara, dan lahan) lebih optimal, menekan
pertumbuhan gulma dan mengurangi risiko kegagalan panen (Ali, 1990; Mutsaers
et al., 1993). Tumpangsari jagung (serealia) dan kacang tanah (legume)
merupakan salah satu bentuk tumpangsari yang ideal (Midmore, 1993) karena
2
3
tanaman jagung sebagai tanaman C4 dapat memanfaatkan cahaya matahari lebih
banyak bila dibandingkan dengan kacang tanah sebagai tanaman C3 yang relatif
tahan terhadap naungan.
Penggunaan jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah yang tepat
dapat memberikan hasil tanaman dan keuntungan yang tinggi pada sistem
tumpangsari. Cara budidaya jagung di Nusa Penida dengan menanam dua dan tiga
tanaman lubangˉ1 secara bergantian. Hasil penelitian Suprapto (2002) di lahan
kering desa Patas, Grokgak, kabupaten Buleleng menunjukkan bahwa hasil
jagung varietas Bisma menurun sedangkan hasil kacang tanah meningkat dengan
semakin rendahnya kerapatan tanaman jagung. Keuntungan tertinggi diperoleh
pada kerapatan tanaman jagung 62.500 tanaman ha-1 yang ditumpangsarikan
dengan kacang tanah varietas Kelinci yaitu sebesar Rp.3.780.750,- dengan B/C
ratio 1,08. Udayana (2003) melaporkan bahwa keuntungan yang diperoleh pada
tumpangsari jagung (varietas Lokal) dan kacang tanah (varietas Kelinci) di lahan
kering desa Kubu, kecamatan Kubu, kabupaten Karangasem adalah sebesar
Rp 3.391.666,- dengan B/C ratio 2,51.
Ditinjau dari orientasi produksi usaha pertanian masyarakat desa Ped,
kecamatan Nusa Penida, kabupaten Klungkung, terutama ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan sendiri. Sistem tanam tumpang sari antara tanaman serealia
seperti jagung dan kacang-kacangan (kacang tanah) mempunyai prospek yang
cukup baik ditinjau dari tanah dalam usaha mempertahankan kesuburannya
maupun dari usaha peningkatan penganekeragaman menu dan gizi makanan
terutama dalam hal penyediaan protein dan lemak yang relatif murah
4
dibandingkan dengan daging. Petani di Nusa Penida lebih menyukai jagung yang
bijinya berwarna putih seperti jagung varietas Srikandi Putih, sebab apabila
dicampur dengan beras nasinya tetap berwarna putih seolah-olah tidak ada
campuran, disisi lain produksi jagung Srikandi Putih mencapai 5,89 t haˉˡ.
Sistem tumpang sari jagung dengan kacang tanah perlu diterapkan pada kondisi
lokasi seperti di kecamatan Nusa Penida karena tanaman kacang tanah dapat
menambat nitrogen dari udara dengan bersimbiose dengan Rhizobium dalam tanah
sehingga dapat memperbaiki penyediaan nitrogen kepada serealia.
Penelitian tentang sistem tumpangsari jagung dan kacang tanah, terutama
tentang pengaruh jarak tanam dan varietas kacang tanah pada tumpangsari belum
pernah dilakukan di kecamatan Nusa Penida, kabupaten Klungkung. Oleh karena
itu sangat perlu dilakukan penelitian tentang aspek tersebut di daerah ini.
2.
1.
Rumusan Masalah
Apakah terjadi interaksi antara perlakuan jarak tanam jagung dan varietas
kacang tanah dan apakah interaksi tersebut berpengaruh terhadap hasil jagung
dan kacang tanah dalam tumpangsari di lahan kering ?
2.
Apakah jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm memberikan hasil jagung dan
kacang tanah yang paling tinggi pada sistem tumpangsari ?
3.
Apakah sistem tumpangsari memberikan efisiensi penggunaan lahan dan
keuntungan lebih tinggi dibandingkan dengan monokultur ?
4.
Apakah kacang tanah varietas Kelinci memberikan hasil yang lebih tinggi
dibandingkan dengan varietas lokal pada sistem tumpangsari di lahan kering
Nusa Penida
4
5
3. Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui interaksi antara perlakuan jarak tanam jagung dan varietas
kacang tanah dan interaksi tersebut berpengaruh terhadap hasil jagung dan
kacang tanah dalam sistem tumpangsari.
2) Untuk mengetahui jarak tanam jagung yang memberikan hasil jagung dan
kacang tanah yang paling tinggi pada sistem tumpangsari.
3) Untuk mengetahui efisiensi penggunaan lahan dan keuntungan yang lebih
tinggi pada sistem tumpangsari dengan monokultur.
4) Untuk mengetahui hasil paling tinggi pada varietas kacang tanah.
4.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi petani di lahan kering
khususnya di kecamatan Nusa Penida untuk meningkatkan hasil dan keuntungan
dari usahataninya. Hasil penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang teknik budidaya pertanian dan
pengelolaan lahan kering.
6
6
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Pengelolaan Lahan Kering
Pengelolaan lahan dapat diartikan sebagai segala upaya untuk memelihara
dan meningkatkan kesuburan tanah pada lahan agar usaha pertanian dapat terus
menerus dilaksanakan dengan tanpa merusak kelestarian lingkungan (Suwardjo,
1982). Pada tingkat pengelolaan yang kurang memadai akan menimbulkan
gangguan keseimbangan sumber daya alam sehingga degradasi kualitas akan
dipercepat (Soeryani, 1980).
Lahan kering adalah lahan yang secara fisik tidak diairi atau tidak
mendapatkan pelayanan irigasi sehingga sumber air utama adalah curah hujan dan
sebagian kecil yang berasal dari tanah (pompanisasi) (Las dkk., 1997). Pada
umumnya lahan kering mempunyai tekstur tanah berpasir sehingga peka terhadap
erosi. Disamping itu kadar bahan organik serta kesuburan tanahnya rendah. Lahan
kering dengan iklim kering umumnya terdapat pada daerah dengan curah hujan
rendah serta distribusi hujan yang tidak merata. Daerah ini mempunyai jumlah
bulan kering (curah hujan > 100 mm per bulan) yang lebih banyak (7-9 bulan)
dibandingkan dengan jumlah basah (curah hujan < 100 mm). Lahan kering dengan
iklim basah berada di daerah dengan curah hujan cukup tinggi tetapi juga
mempunyai bulan-bulan kering yang panjang. Daerah dengan lahan kering
beriklim basah mempunyai jumlah bulan kering yang lebih sedikit (4-6 bulan)
pada umumnya petani di kecamatan Nusa Penida hanya menggunakan varietas
jagung Lokal dan belum menggunakan teknik budidaya yang benar. Petani
8
umumnya membudidayakan jagung atau kacang tanah secara monokultur
sehingga hasil yang diperoleh masih rendah dan penggunaan lahan tidak efisien.
Kalaupun ada petani yang membudidayakan dengan sistem tumpangsari biasanya
tidak melakukan pengaturan jarak tanam atau tidak menggunakan varietas unggul.
2.2
Sistem Tumpangsari
Tumpangsari yang dikenal di Indonesia, meliputi tumpangsari seumur
yaitu dua atau lebih jenis tanaman seumur yang ditanam serentak dengan
membentuk barisan-barisan lurus untuk tiap jenis tanaman dan ditanam berselangseling pada tanah yang sama. Tumpangsari lain yang sudah dikenal oleh para
petani adalah tumpangsari berbeda umur yaitu jenis tanaman yang berumur lebih
genjah ditanam berbaris diantara tanaman yang lain yang memiliki umur lebih
dalam pada sebidang tanah yang sama.
Tumpangsari merupakan salah satu bentuk pengaturan tanaman dalam
sistem pertanaman di lahan kering (Effendi, 1976). Tumpangsari merupakan
budidaya dua atau lebih jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama atau
sebagian sama (Tahir, 1974; Thahir dan Hadmadi, 1985; Mutsaers et al., 1993).
Sistem ini merupakan cara yang efektif dalam meningkatkan produksi pertanian
melalui penggunaan faktor tumbuh (cahaya, air, dan hara), ruang dan waktu yang
lebih efisien (Effendi, 1976; Yunusa, 1989).
Sistem tumpangsari menurut Thahir dan Hadmadi (1985) adalah
merupakan cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan sehingga dapat
memberikan produktivitas yang tinggi per satuan luas per satuan waktu. Dalam
sistem tumpangsari, selain terjadi kerjasama antar tanaman yang saling
8
9
menguntungkan, juga terjadi persaingan atau saling merugikan antara tanaman
yang ditumpangsarikan. Penerapan sistem tumpangsari agar berhasil dengan baik
maka perlu diperhatikan kombinasi tanamannya dan persaingan terhadap
kebutuhan unsur hara, air dan cahaya matahari (Moenandir, 1993).
Keuntungan sistem tumpangsari adalah a) penggunaan sumber daya alam
(cahaya matahari, nutrisi, air, dan lahan) lebih optimal; b) menekan pertumbuhan
gulma; c) mengurangi risiko kegagalan panen; d) memberikan diversifikasi jenis
tanaman (Ali, 1990; Mutsaers et al., 1993). Sistem tumpangsari yang ideal adalah
mengkombinasikan jenis tanaman yang mempunyai daya saing memperebutkan
faktor tumbuh yang relatif kecil dan bahkan jika mungkin saling menguntungkan
masing-masing tanaman komponen tumpangsari. Effendi (1976) menyatakan
bahwa keuntungan yang diperoleh pada sistem tumpangsari lebih tinggi
dibandingkan keuntungan dari masing-masing jenis tanaman tersebut yang
ditanam secara monokultur. Ali (1990) menyatakan bahwa tujuan tumpangsari
bukan saja untuk meningkatkan hasil per satuan luas yang lebih tinggi, tetapi juga
menambah kesempatan kerja. Pada sistem tumpangsari distribusi tenaga kerja
dapat merata sepanjang tahun, yang sangat berbeda dengan sistem monokultur.
Pada sistem monokultur distribusi tenaga kerja tidak merata, dimana ada masamasa tidak ada pekerjaan sama sekali, tetapi pada tumpangsari distribusi tenaga
kerja merata sepanjang tahun. Pekerjaan menanam, memupuk, menyiang dan
panen pada sistem tumpangsari terjadi bertahap karena umur dan jenis tanaman
yang ditanam tidak sama sehingga pembagian tenaga kerja dapat lebih merata.
10
2.2.1 Kompetisi pada sistem tumpangsari
Tanaman memerlukan lingkungan yang optimal bagi pertumbuhannya.
Faktor tumbuh yang tersedia pada lingkungan tanaman sangat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman bersangkutan. Tanaman-tanaman yang berada dalam satu
komunitas akan berkompetisi memperebutkan faktor tumbuh (ruang, air, unsur
hara, dan cahaya matahari) yang tersedia (Harjadi, 1979). Produksi senyawa
organik melalui proses fotosintesis tergantung pada tersedianya hara mineral, air
yang cukup, suhu serta cahaya matahari (Jumin, 1991).
Kompetisi dalam memperoleh cahaya matahari akan dapat menekan proses
fotosintesis, sedangkan kompetisi terhadap air dapat mengakibatkan kelayuan dan
penekanan pertumbuhan. Kompetisi terhadap unsur hara dapat mengakibatkan
tanaman mengalami defisiensi (kekurangan). Jika air dan unsur hara yang
dibutuhkan tanaman cukup tersedia, sehingga tidak terjadi kompetisi terhadap
faktor tersebut, maka cahaya akan menjadi faktor pembatas utama dalam
pembentukan hasil.
Pada sistem tumpangsari akan terjadi interaksi antar tanaman komponen
tumpangsari, sebagai reaksi tanaman terhadap lingkungan yang berubah karena
kehadiran tanaman lainnya. Kompetisi antara dua tanaman akan terjadi apabila
tanaman tersebut tumbuh berdekatan sedangkan unsur-unsur utama yang
dibutuhkan tersedia dalam jumlah terbatas (Midmore, 1993). Jika unsur utama
tersebut berada dalam jumlah yang cukup, maka pertumbuhan tanaman tidak akan
dipengaruhi, sehingga peristiwa ini disebut interfensi non-kompetitif. Kalau salah
satu faktor tumbuh tersebut berada dalam keadaan terbatas, tanaman yang lebih
10
11
tinggi kemampuannya dalam menyerap unsur hara yang jumlahnya terbatas, akan
tumbuh lebih baik dibandingkan tanaman lainnya, keadaan ini disebut interferensi
kompetitif. Tanaman
komponen sistem tumpangsari ada yang
mampu
mengeksploitasi faktor-faktor tumbuh yang tersedia dengan cara yang berbeda
atau satu tanaman dapat menolong tanaman yang lainnya dengan cara mensuplai
salah satu faktor (misalnya kacang-kacangan mensuplai sebagian N yang
dihasilkan melalui fiksasi N kepada tanaman bukan kacang). Peristiwa ini disebut
interferensi tambahan (komplementer).
Haryadi (1991) menyatakan interaksi mungkin saja muncul melalui cara
lainnya, bahan beracun yang dikeluarkan oleh akar salah satu bahan tanaman atau
dihasilkan oleh dekomposisi residu salah satunya mempengaruhi daya
berkecambah dan pertumbuhan tanaman yang ditumpangsarikan disebut
allelopathi. Substansi kimia yang dilepas satu tanaman mungkin menghalangi
tanaman lainnya diluar yang melepaskan substansi itu atau mungkin lebih kuat
untuk menghalangi tanaman penghasil tanaman itu sendiri. Substansi beracun
mungkin dilepaskan yang mungkin diubah menjadi substansi aktif oleh beberapa
mikroorganisme. Tipe dan kuantitas allelokimia yang dihasilkan akan bervariasi
tergantung pada lingkungan dan genetis yang melingkupi tanaman itu.
Tanaman akan dapat tumbuh dan memberikan hasil yang sesuai dengan
yang diharapkan apabila syarat tumbuh tanaman tersebut dipenuhi. Cahaya
merupakan salah satu unsur iklim penting yang diperlukan tanaman dalam proses
fotosintesis sehingga akan mempengaruhi penyediaan asimilat pada organ-organ
12
tertentu pada tanaman. Setiap kelompok tanaman memiliki sekumpulan ciri khas
berbeda, baik ditinjau dari fisiologi maupun anatomi.
Kompetisi terhadap faktor tumbuh yang jumlahnya terbatas pada sistem
tumpangsari dapat diperkecil dengan pemilihan jenis tanaman, pengaturan jarak
tanam, waktu tanam, populasi tanaman, dan perhatian terhadap tinggi serta umur
tanaman yang ditumpangsarikan (Midmore, 1993).
2.2.2 Dasar penyusunan tanaman pada sistem tumpangsari
Syarat tanaman yang sesuai untuk dimasukkan ke dalam sistem
tumpangsari adalah tanaman yang mempunyai tipe pertumbuhan yang pendek,
mahkota daun kecil, tidak banyak cabang, umur genjah, tahan terhadap serangan
hama dan penyakit, hasil tinggi dan tidak peka terhadap lamanya penyinaran
matahari. Sifat tipe pertumbuhan pendek, mahkota daun kecil dan tidak banyak
cabang merupakan sifat yang dapat menunjang penyusunan sistem tumpangsari
karena tanaman yang bersifat seperti ini apabila dikombinasikan sedikit
menghalangi sinar matahari tanaman di bawahnya (Thahir dan Hadmadi, 1985).
Pada sistem monokultur populasi tanaman merupakan jumlah tanaman
tersebut per satuan luas, sedangkan pada sistem tumpangsari populasi tanaman
adalah jumlah keseluruhan tanaman (kombinasi semua tanaman) dalam satu areal
(Willey dan Rao, 1981). Peningkatan hasil per satuan luas adalah sejalan dengan
peningkatan populasi, sedangkan hasil per individu tanaman menurun karena
adanya kompetisi air, unsur hara dan cahaya matahari. Keberhasilan sistem
tumpangsari berdasarkan aspek biologis ditentukan oleh pemilihan jenis tanaman
yang sesuai. Tumpangsari serealia dengan kacang-kacangan sangat umum
12
13
dilakukan karena disamping diversifikasi tanaman yang ideal (masing-masing
sebagai sumber karbohidrat dan protein nabati), kacang-kacangan mempunyai
keperluan terbatas terhadap air, hara, cahaya dan kemampuan adaptasi serta
kemampuan menambat N dari udara melalui simbiosis dengan bakteri
Rhizobium
sp. Kemampuan
kacang-kacangan menambat N dari udara
mengakibatkan masukan N dari luar seperti pupuk buatan dapat ditekan
(Midmore, 1993).
Pemilihan tipe tanaman juga penting diperhatikan disamping penggunaan
jarak tanam dan waktu tanam yang tepat. Tanaman tipe C4 memerlukan matahari
penuh, sementara tipe tanaman C3 memerlukan lama penyinaran lebih pendek dan
tahan naungan (Asyiardi dan Nurnayetti, 1995). Tumpangsari jagung (C4) dengan
kacang-kacangan
(C3)
memberikan
pengaruh
yang
komplementer
bagi
pertumbuhan kedua jenis tanaman tersebut. Hal itu disebabkan oleh kombinasi
tipe tanaman yang ideal, juga karena postur tanaman jagung yang lebih tinggi
sedangkan tanaman kacang-kacangan lebih pendek dan tahan terhadap naungan
(Trendbath, 1974). Sistem tumpangsari juga dapat menekan serangan penyakit
tanaman. Infeksi penyakit peanut stripe virus (PSTV) terendah ditemukan pada
tumpangsari dengan kombinasi 4 & 5 baris tanaman jagung diantara tanaman
utama kacang tanah yaitu berturut-turut 4,6 %, dan 3,64 % dan berbeda nyata
dibandingkan dengan infeksi penyakit tersebut pada tanaman monokultur yang
mencapai 25,5 % ( Hasanuddin dkk, 1994).
14
2.3
Tumpangsari antara Jagung dan Kacang Tanah
Tumpangsari merupakan salah satu bentuk pengaturan tanaman dalam
sistem per tanam. Effendi (1976) menyatakan bahwa salah satu metode untuk
mengembangkan pola tanam lahan kering adalah pola tumpangsari atau inter
cropping. Menurut Tahir (1974) tanaman tumpangsari adalah penanaman dua atau
lebih tanaman pada sebidang tanah yang sama. Sistem tumpangsari memiliki
beberapa keuntungan apabila tumpangsari itu menggunakan tanaman yang
berbeda pada tinggi tanaman, serta umur tanaman. Kompetisi sinar matahari
seminimal mungkin akan terjadi apabila satu tanaman memiliki struktur daun
yang tegak, sedangkan tanaman yang lain memiliki struktur daun horizontal
(Trendbath, 1974).
Tumpangsari antar tanaman jagung dan kacang tanah merupakan salah
satu dari sistem tumpangsari dengan pola per tanaman yang ideal, karena
pemilihan jenis tanaman atau tipe tanaman komponen tumpangsari yang ideal.
Tumpangsari jagung dengan kacang tanah sudah banyak dilakukan dan hasil
penelitian menunjukkan bahwa keuntungan yang lebih tinggi diperoleh pada
sistem tumpangsari dibandingkan pada sistem monokultur masing-masing
tanaman tersebut (Suprapto, 2002; Udayana, 2003; Winerungan, 2003;
Swastirahminingsih, 2004). Sistem tumpangsari jagung dengan kacang tanah lebih
menguntungkan 2-3 kali bila dibandingkan dengan sistem monokulturnya
(Subandi dkk., 1998).
Tanaman kacang tanah dapat ditanam di sela-sela tanaman jagung. Pada
awal pertumbuhan kacang tanah belum ternaungi tetapi pada periode berikutnya
14
15
akan terjadi kompetisi terhadap cahaya antara jagung dan kacang tanah. Walaupun
demikian kacang tanah berperan sebagai sumber protein nabati, relatif tahan
naungan dan dapat memperbaiki kesuburan tanah (Wihardjaka dan Suprapto,
2000). Sebagian besar (75 %) unsur hara N yang digunakan tanaman kacang tanah
berasal dari udara melalui fiksasi N (Vest et al., 1973). Efisiensi penggunaan
lahan, keuntungan ekonomi dan B/C ratio yang lebih tinggi diperoleh pada sistem
tumpangsari jagung dan kacang tanah di lahan kering beriklim kering di desa
Patas, kecamatan Grokgak, kabupaten Buleleng dibandingkan dengan nilai pada
sistem monokultur baik jagung maupun kacang tanah (Suprapto, 2002).
2.3.1 Jarak tanam jenis tanaman yang ditumpangsarikan dalam sistem
tumpangsari
Jarak tanam mempengaruhi populasi tanaman per satuan luas dan lebih
menentukan pola pengaturan
tanaman (plant arrangement) dalam luas areal
tersebut. Posisi tanaman dalam barisan dan antar barisan menentukan tingkat
kompetisi antar tanaman tersebut. Makin seimbang jarak dalam barisan dengan
jarak antar barisan (equidistance), maka makin kecil persaingan tanaman terhadap
faktor tumbuh. Populasi tanaman lebih menentukan kerapatan tanaman dalam luas
areal tertentu. Populasi tanaman tertentu diperoleh dengan mengatur jumlah
tanaman per lubang dan mengatur jarak tanam. Penelitian Wahid dkk. (1988)
menunjukkan bahwa semakin rapat jarak tanam jagung (populasi 62.600 tanaman
ha-1) menyebabkan semakin rendahnya jumlah polong kacang tanah produktif
rumpun-1 dan semakin tinggi kerapatan tanaman, semakin rendah berat kering
tanaman-1 (Tjitrosemito, 1998). Hasil penelitian Suprapto (2002) di lahan kering
16
beriklim kering di desa Patas, kecamatan Grokgak, kabupaten Buleleng
menunjukkan bahwa kerapatan tanam jagung yang tinggi (populasi 62.500
tanaman ha-1 diperoleh dari jarak tanam 80 cm x 40 cm dengan dua tanaman
lubang-1) memberikan hasil kacang tanah rata-rata 36,21 % lebih rendah
dibandingkan dengan hasil kacang tanah pada kerapatan tanam jagung lebih
rendah (populasi 31.250 dan 20.833 tanaman ha-1). Hal itu disebabkan oleh jumlah
polong kacang tanah berisi yang lebih rendah pada kerapatan tanaman jagung
yang lebih tinggi. Hasil jagung (varietas Bisma) tertinggi (4,75 t biji pipilan
kering panen ha-1) diperoleh pada kerapatan tanam jagung paling tinggi (populasi
62.500 tanaman ha-1). Hasil penelitian Suprapto (2002) di lahan kering desa Patas,
Grokgak, kabupaten Buleleng tersebut juga menunjukkan bahwa hasil jagung
varietas Bisma menurun sedangkan hasil kacang tanah meningkat dengan semakin
rendahnya kerapatan tanaman jagung.
2.3.2 Varietas kacang tanah
Tanaman sebagai komponen tumpangsari dapat mempengaruhi
hasil
masing-masing tanaman tersebut. Walaupun demikian hasil penelitian Suprapto
(2002) di lahan kering beriklim kering di desa Patas, kabupaten Buleleng
menunjukkan bahwa varietas tanaman kacang tanah yang digunakan dalam sistem
tumpangsari dengan tanaman jagung mempengaruhi hasil biji kacang tanah tetapi
tidak berpengaruh terhadap hasil biji jagung. Hal itu disebabkan oleh berat 100
biji, berat biji tan-1, berat tongkol dengan kelobot tan-1 dan jumlah biji tongkol-1
yang tidak berbeda nyata akibat pengaruh varietas kacang tanah (varietas Kelinci
dan Kijang). Tumpangsari dengan varietas kacang tanah yang berbeda tersebut
16
17
juga tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai kesetaraan tanah. Di
dalam penelitian tersebut juga ditemukan bahwa tumpangsari jagung dengan
kacang tanah varietas Kelinci pada kerapatan tanaman jagung tinggi memberikan
keuntungan tertinggi (Rp 3.780.750,-) dengan B/C ratio 0,89. Udayana (2003)
melaporkan keuntungan yang diperoleh pada tumpangsari jagung (varietas Lokal)
dan kacang tanah (varietas Kelinci) di lahan kering desa Kubu, kecamatan Kubu,
kabupaten Karangasem adalah sebesar Rp 3.391.666,- dengan B/C ratio 2,51.
18
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
1.
Kerangka Berpikir
Pemanfaatan lahan kering menjadi semakin penting dengan makin
berkurangnya lahan sawah, sementara tuntutan terhadap ketersediaan pangan yang
cukup semakin besar. Kecamatan Nusa Penida dengan luas 20.284 ha sebagian
besar merupakan lahan kering dengan curah hujan tahunan relatif rendah. Di
daerah ini curah hujan relatif rendah yang menyebabkan rendahnya hasil tanaman
pangan. Status kesuburan tanah di lahan kering di daerah ini tergolong rendah dan
penguasaan teknik budidaya serta pengetahuan petani tentang penggunaan
varietas unggul masih belum memadai.
Pengaturan jarak tanam jagung dalam sistem tumpangsari sangat penting
untuk menentukan populasi per luas lahan. Pengaturan jarak tanam dalam barisan
akan menentukan tingkat persaingan terhadap faktor tumbuh di antara tanaman
jagung dalam barisan. Jarak tanam semakin rapat maka makin tinggi tingkat
persaingan antar tanaman jagung sehingga hasil per tanaman menjadi lebih rendah
dibandingkan pada jarak yang semakin renggang.
Maksimalnya proses fotosintesis berpengaruh terhadap laju
pertumbuhan relatif dan hasil asimilasi bersih tanaman. Hal ini erat kaitannya
dengan penyerapan air dan hara oleh akar tanaman, dimana pada jarak tanam yang
optimum yang didukung dengan kondisi lingkungan yang baik, terjadi kompetisi
yang sangat kecil sehingga akar tanaman dapat menyerap air dan hara dalam
jumlah yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan tanaman.
18
19
Jarak tanam sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
karena berhubungan dengan kemampuan tanaman dalam memanfaatkan faktor
tumbuh yang ada. Jarak tanam yang tepat (optimum) dan kondisi lingkungan yang
baik, sangat mendukung kemampuan tanaman dalam pertumbuhan dan produksi
sesuai potensinya. Hal ini disebabkan pada jarak tanam optimum dalam sistem
tumpangsari dapat menyerap sinar matahari, air dan unsur hara serta memiliki
ruang pertumbuhan yang cukup bagi setiap individu tanaman dan dimanfaatkan
secara lebih efisien.
2.
Kerangka Konsep
Tumpangsari merupakan salah satu sistem tanaman untuk meningkatkan
produktivitas lahan dan mengurangi risiko kegagalan panen seperti yang sering
dialami jika mengusahakan hanya satu jenis tanaman. Di dalam tumpangsari
ditanam dua atau lebih jenis tanaman pada suatu lahan dan pada waktu yang
bersamaan. Idealnya tanaman tumpangsari bersifat komplementer dan saling
menguntungkan serta mempunyai daya saing relatif kecil terhadap faktor tumbuh
(air, hara, cahaya, dan ruang).
Tumpangsari jagung (serealia) dengan jenis kacang-kacangan (legume),
seperti kacang tanah, merupakan salah satu tumpangsari yang umum karena
kacang tanah dapat menambat N dari udara sehingga mengurangi kompetisi N dan
dapat mengurangi penambahan N dari pupuk buatan. Tanaman jagung dan kacang
tanah dapat memberi pengaruh yang komplementer baik terhadap pertumbuhan
dan perkembangan kedua jenis tanaman. Postur jagung yang tinggi dan ramping
serta kacang tanah yang lebih rendah menyebabkan turbulensi angin lebih baik,
20
sehingga terjadi distribusi CO2 yang merata. Jagung merupakan tanaman tipe C4
yang memerlukan intensitas cahaya yang tinggi, sedangkan kacang tanah
walaupun laju fotosintesis lebih rendah tetapi sebagai tanaman tipe C3, relatif tahan
terhadap naungan.
Sistem tumpangsari jagung dengan kacang tanah terjadi persaingan
terhadap faktor tumbuh antara jagung dengan kacang tanah yang ditanam di antara
barisan jagung. Persaingan antar tanaman jagung terjadi di dalam barisan
sedangkan persaingan antara jagung dan kacang tanah terjadi di antara barisan
jagung. Penggunaan lahan yang lebih efisien, biaya sarana produksi dan tenaga
kerja dapat ditekan, maka diperoleh keuntungan yang lebih tinggi pada
tumpangsari dibandingkan pada monokulturnya.
Varietas kacang tanah sangat menentukan tingkat keberhasilan sistem
tumpangsari jagung dengan kacang tanah. Varietas unggul dengan daya hasil
tinggi mampu berkontribusi terhadap peningkatan hasil tanaman dalam
tumpangsari. Varietas lokal walaupun mempunyai daya adaptasi yang tinggi di
daerah bersangkutan tetapi karena daya hasilnya lebih rendah maka biasanya
kurang mendukung peningkatan hasil tersebut. Alternatif pemilihan varietas
kacang tanah pada penggunaan jarak tanam jagung yang tepat akan sangat
membantu petani dalam meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman di lahan
kering.
20
21
3.3
1.
Hipotesis Penelitian
Terjadi interaksi antar perlakuan jarak tanam jagung dan varietas kacang
tanah dalam sistem tumpangsari dan interaksi tersebut berpengaruh nyata
terhadap hasil jagung dan kacang tanah.
2. Jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm memberikan hasil jagung dan kacang
tanah yang paling tinggi pada sistem tumpangsari.
3. Sistem tumpangsari memberikan efisiensi penggunaan lahan dan keuntungan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan monokultur.
4. Kacang tanah varietas Kelinci memberikan hasil yang lebih tinggi
dibandingkan dengan varietas lokal pada tumpangsari.
22
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1
Rancangan Percobaan
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
dua faktor perlakuan yang diuji yaitu jarak tanam jagung dan varietas kacang
tanah. Deskripsi masing-masing varietas disajikan pada Lampiran 3 dan 4. Jarak
tanam jagung terdiri dari tiga tingkat yaitu 100 cm x 40 cm (J1) (populasi 50.000
tanaman ha-1), 100 cm x 60 cm (J2) (populasi 33.332 tanaman ha-1) dan 100 cm x
80 cm (J3) (populasi 25.000 tanaman ha-1). Varietas kacang tanah yang dicoba
adalah varietas Kelinci (VK) dan varietas Lokal (VL) dengan jarak tanam 40 cm x
20 cm (populasi 250.000 tanaman ha-1), sehingga terdapat enam kombinasi
perlakuan. Masing-masing jarak tanaman jagung (JM) pada jarak tanam berbeda,
kacang tanah Kelinci (VKM) dan kacang tanah lokal (VLM) ditanam pula secara
monokultur, sehingga dalam satu ulangan diperlukan sebelas petak perlakuan.
Perlakuan diulang empat kali sehingga diperlukan 44 petak percobaan. Ukuran
petak percobaan adalah 4 m x 3,5 m. Jarak antar petak adalah 0,5 m dan antar
ulangan satu m. Denah petak percobaan disajikan pada Gambar 4.1.
4.2
Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan dilakukan di lahan kering banjar Adegan, desa Ped, kecamatan
Nusa Penida, pada
ketinggian tempat 200 m dpl. Curah hujan rata-rata :
1.254,8 mm tahun-1 dengan hari hujan : 59,8 hari tahun-1. Percobaan
dilaksanakan sejak Maret sampai dengan Juni 2008. Jadwal pelaksanaan
22
23
selengkapnya tersaji pada Lampiran 5, dan lokasi penelitian pada peta kecamatan
Nusa Penida pada Lampiran 6.
4.3
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah benih jagung (varietas
Srikandi Putih), kacang tanah (varietas Kelinci dan varietas Lokal). Pupuk yang
digunakan adalah pupuk urea, SP-36 dan pupuk kandang sapi. Alat-alat yang
digunakan
yaitu : bajak, cangkul, sabit, penugal, ember, sprayer, meteran,
timbangan, oven, pisau, hand counter, kertas grafik (millimeter blok), alat tulis,
tali plastik, ajir, dan papan.
4.4
Pelaksanaan Percobaan
4.4.1 Pengolahan tanah dan pembuatan petakan
Pengolahan tanah dilakukan dengan membajak sebanyak dua kali yaitu
pembajakan pertama dilakukan dengan membalik tanah sedalam lapisan olah
± 20 cm dan sisa-sisa tanaman sebelumnya dibenamkan. Seminggu kemudian
dilakukan pembajakan kedua dan diratakan. Selanjutnya dilakukan pembentukan
petakan dengan ukuran 3,5 m x 4 m dan ditaburkan pupuk kandang sapi secara
merata sebanyak 5 t ha-1, kemudian ditentukan jarak tanam jagung dan kacang
tanah baik dalam sistem tumpangsari maupun monokultur.
24
U
Gambar 4.1 Denah percobaan di lapangan
KETERANGAN :
J1M = Jagung Monokultur jarak tanam 100 cm x 40 cm
J2M = Jagung Monokultur jarak tanam 100 cm x 60 cm
J3M = Jagung Monokultur jarak tanam 100 cm x 80 cm
VKM = Kacang tanah varietas kelinci monokultur, jarak tanam 40 cm x 20 cm
VLM = Kacang tanah varietas lokal monokultur, jarak tanam 40 cm x 20 cm
J1VK = Tumpangsari jagung jarak tanam 100 cm x 40 cm (J1) dengan kacang
tanah varietas kelinci
J2VK = Tumpangsari jagung jarak tanam 100 cm x 60 cm (J2) dengan kacang
tanah varietas kelinci
J3VK = Tumpangsari jagung jarak tanam 100 cm x 80 cm (J3) dengan kacang
tanah varietas kelinci
J1VL = Tumpangsari jagung jarak tanam 100 cm x 40 cm (JI) dengan kacang
tanah varietas lokal
J2VL = Tumpangsari jagung jarak tanam 100 cm x 60 cm (J2) dengan kacang
tanah varietas lokal
J3VL = Tumpangsari jagung jarak tanam 100 cm x 80 cm (J3) dengan kacang
tanah varietas lokal
.
4.4.2 Penanaman
24
25
Benih jagung dan kacang tanah ditanam dengan cara ditugal pada
kedalaman 5 cm dengan jumlah 4 biji. Selanjutnya tanaman diperjarang pada
umur 14 hst sehingga tinggal 2 tanaman lubang-1. Jarak tanam jagung yang
ditanam secara monokultur (JM) dan tumpangsari adalah 100 cm x 40 cm (J1),
100 cm x 60 cm (J2) dan 100 cm x 80 cm (J3). Jarak tanam kacang tanah varietas
Kelinci (VK) dan Lokal (VL) pada sistem monokultur dan tumpangsari adalah
40 cm x 20 cm. Tata letak tanaman sesuai dengan perlakuan disajikan pada
Gambar : 4.2; 4.3; 4.4; 4.5; 4.6; 4.7 dan 4.8.
4.4.3 Pemupukan
Pemupukan untuk tanaman jagung dilakukan dengan cara tugal sejauh
10 cm dari pangkal batang tanaman. Pupuk urea dengan dosis 300 kg ha -1
diberikan sebanyak 3 kali, masing-masing 1/3 dosis pada saat tanam, 1/3 dosis
umur 21 hst dan 1/3 dosis umur 35 hst. Pupuk SP-36 dengan dosis 100 kg ha -1
diberikan pada saat tanam. Pemupukan tanaman kacang tanah baik tumpangsari
maupun monokultur dilakukan dengan cara larikan disamping tanaman dengan
dosis 50 kg urea ha-1 dan 100 kg SP-36 ha-1 yang diberikan sekali pada saat tanam.
Pupuk kandang sapi diberikan dengan dosis 5 t ha-1 yang ditabur secara merata
dan dibenamkan. Pupuk KCl tidak diberikan karena hasil analisis tanah,
tersedia sangat tinggi. Hasil analisis tanah tersaji pada Lampiran 2.
K
26
4,0 m
40 cm
U
Keterangan :
V = Tanaman jagung 40 rumpun (80 tan petak-1 atau 50.000 tan ha-1)
* = Kacang tanah 152 rumpun (304 tan petak-1 atau 250.000 tan ha-1)
A
B= Ubinan kacang tanah (2 m x 1,8 m)
kacang tanah = 45 rumpun (90 tan) ubinan-1
D
C
E
F
= Ubinan jagung (2 m x 1,6 m)
H
G
jagung = 8 rumpun (16 tan) ubinan-1
dan
= Tanaman sampel untuk pengamatan pertumbuhan
Gambar 4. 2
Tata letak tanaman jagung dan kacang tanah dalam sistem
tumpangsari dengan jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm
dan jarak tanam kacang tanah 40 cm x 20 cm
26
27
4,0 m
U
Keterangan:
V = Tanaman jagung 28 rumpun (56 tan petak-1 atau 33.332 tan ha-1)
* = Kacang tanah 152 rumpun (304 tan petak-1 atau 250.000 tan-1)
A
B = Ubinan kacang tanah (2 m x 1,8 m)
kacang tanah = 45 rumpun (90 tan) ubinan-1
D
C
E
F
= Ubinan jagung (2 m x 1,8 m)
H
G
jagung = 6 rumpun (12 tan) ubinan-1
dan
= Tanaman sampel untuk pertumbuhan
Gambar 4.3
Tata letak tanaman jagung dan kacang tanah dalam
sistem tumpangsari dengan jarak tanam jagung 100 cm
x 60 cm dan jarak tanam kacang tanah 40 cm x 20 cm
4m
28
U
A
D
E
H
Keterangan:
V
= Tanaman jagung 20 rumpun (40 tan petak-1 atau 25.000 tan ha-1)
*
= Kacang tanah 152 rumpun (304 tan petak-1 atau 250.000 tan ha-1)
B = Ubinan kacang tanah (2 m x 1,8 m)
Kacang tanah = 45 rumpun (90 tan) ubinan-1
C
F
= Ubinan jagung (2 m x 1,6 m)
G
Jagung = 4 rumpun (8 tan) ubinan-1
dan
= Tanaman sampel untuk pertumbuhan
Gambar 4. 4
Tata letak tanaman jagung dan kacang tanah dalam
sistem tumpangsari dengan jarak tanam jagung 100 cm
x 80 cm dan kacang tanah 40 cm x 20 cm
4m
28
29
U
Keterangan :
V
= Tanaman jagung 40 rumpun (80 tan petak-1 atau 50.000 tan ha-1)
A B
= Ubinan (2 m x 1,6 m)
D
C jagung = 8 rumpun (16 tan) ubinan-1
= Tanaman sampel untuk pengamatan pertumbuhan
Gambar 4.5
Tata letak tanaman jagung dalam sistem
monokultur dengan jarak tanam 100 cm x 40 cm
4,0 m
30
U
Keterangan:
V = Tanaman jagung 28 rumpun (56 tan petak-1 atau 33.332 tan ha-1)
A B
= Ubinan (2m x 1,8m)
D
C jagung = 6 rumpun (12 tan) ubinan-1.
= Tanaman sample untuk pertumbuhan
Gambar 4.6
Tata letak tanaman jagung dalam sistem
monokultur dengan jarak tanam 100 cm x 60 cm
4,0 m
30
31
U
Keterangan:
V = Tanaman jagung 20 rumpun (40 tan petak-1 atau 25.000 tan ha-1)
A B
= Ubinan (2 x 1,6 m)
D
C jagung = 4 rumpun (8 tan) ubinan-1.
= Tanaman sampel untuk pertumbuhan
Gambar 4.7
Tata letak tanaman jagung dalam sistem
monokultur dengan jarak tanam 100 cm x 80 cm
4,0 m
32
U
Keterangan :
* = Kacang tanah 171 rumpun (342 tan petak-1 atau 250.000 tan ha-1)
A B
= Ubinan (2m x 1,8 m)
D
C
kacang tanah = 45 rumpun (90 tan) ubinan-1.
=
Tanaman sempel untuk pengamatan pertumbuhan
Gambar 4.8
Tata letak tanaman kacang tanah dalam sistem
monokultur dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm
32
33
4.4.4 Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan
tanaman
meliputi
penyulaman,
penjarangan
dan
penanggulangan hama dan penyakit. Penyulaman dilakukan apabila ada benih
yang tidak tumbuh atau mati, yang dilakukan seminggu sampai dua minggu
setelah tanam. Penjarangan dilakukan dua minggu setelah tanam, yaitu dengan
mencabut tanaman yang lebih dari dua tanaman sehingga hanya ada dua tanaman
lubang-1 baik untuk tanaman jagung maupun kacang tanah dan penyiangan
dilakukan umur 28 hst.
4.5
Pengamatan dan Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan mencakup data pertumbuhan, komponen hasil
serta hasil tanaman. Pengamatan untuk variabel pertumbuhan tanaman dilakukan
pada tanaman sampel yaitu masing-masing empat rumpun untuk tanaman jagung
dan kacang tanah, sedangan pengamatan komponen hasil dan hasil biji dilakukan
pada ubinan jagung dan kacang tanah. Variabel pertumbuhan yang diamati di luar
ubinan sebagai berikut :
4.5.1 Variabel pertumbuhan tanaman jagung
1. Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman jagung diamati mulai umur 14 hst dan diulang setiap tiga
minggu sampai umur 77 hst. Tinggi tanaman diukur dengan cara mengukur
tanaman dari pangkal batang sampai bagian tanaman paling tinggi.
34
2.
Jumlah daun (helai)
Jumlah daun diamati umur 14 hst dan diulang setiap tiga minggu bersamaan
dengan pengamatan tinggi tanaman. Daun yang dihitung yaitu daun yang telah
membuka penuh serta minimal 30 % masih berwarna hijau.
3. Indeks luas daun (ILD)
Indeks luas daun diamati umur 56 hst (saat mulai tasseling), Indeks luas daun
diperoleh dengan membagi total luas daun tan-1 dengan luas areal yang
diduduki oleh tanaman (jarak tanam). Luas daun adalah panjang x lebar daun
maksimum x konstanta. Konstanta dicari dengan menghitung luas daun
sebenarnya
di atas kertas
=Luas daun tanˉˉ¹
(cm2)Jarak tanam (cm2)
IL
millimeter blok dibagi dengan panjang x lebar
.............................................................
(1)
D
daun maksimum (Gomez, 1972), dengan rumus :
4. Berat brangkasan kering oven ha-1 (t)
1
1
Berat brangkasan kering oven ha-1 diperoleh dengan mengkonversi berat
brangkasan kering oven ubinan-1 ke hektar, dengan rumus :
Berat
brangkasan
kering oven
ha-1 (t)
34
=10.000 m²Luas
ubinan (m²)
× Berat
brangkasankering oven
ubinanˉ¹g (1)0.00 .000 g
×
1 ton ....(2)
35
4.5.2 Variabel komponen hasil dan hasil tanaman jagung
1. Berat tongkol kering panen ha-1 (t)
Dihitung dengan mengkonversikan berat tongkol ubinan-1 ke hektar, dengan
rumus :
Berat
tongkol
ha-1 (t)
=10.000 m²Luas
ubinan (m²)
× Berat
tongkolubinanˉˉ¹
(g)1.000.000 g ×
1 ton .............. (3)
2. Jumlah biji tongkol-1, tan-1 dan ha-1 (biji)
Jumlah biji
=Jumlah biji
-1
........................................(4)
tongkol
ubinanˉt¹Jumlah ongkol
(biji)
ubinanˉˉ¹
Jumlah biji tongkol-1 ditentukan dengan menghitung jumlah biji dalam ubinan
kemudian dibagi dengan jumlah tongkol dalam ubinan. Jumlah biji tan-1
dihitung dengan membagi jumlah biji ubinan-1 dengan jumlah tanaman dalam
ubinan. Jumlah biji ha-1 dihitung dengan mengkonversi jumlah biji ubinan-1 ke
hektar, dengan rumus :
Jumlah biji
tan-1 (biji)
Jumlah biji
ha-1 (biji)
3.
=Jumlah biji ubinanˉˉˉˉˉ
¹Jumlah
ˉˉˉ
tanaman ubinanˉˉ¹
=10.000 m²Luas
ubinan (m²) ×
Berat 100 biji kering oven (g)
.........................................(5)
Jumlah biji
ubinanˉˉ¹
...........(6)
Berat 100 biji kering oven diperoleh dengan mengoven 100 biji pada suhu
800C sampai dicapai berat yang konstan.
36
4.
Berat biji kering panen k.a.12% tan-1 (g) dan ha-1 (t)
Berat biji jagung kering panen tan-1 diukur dengan menimbang biji jagung
kering panen di dalam ubinan kemudian dibagi dengan jumlah tanaman dalam
ubinan. Berat biji jagung kering panen ha-1 diukur dengan mengkonversi berat
biji ubinan-1 ke hektar, dengan rumus :
Berat biji k.a
12% tan-1 (g)
Berat biji
k.a 12%
ha-1 (t)
= Berat biji k.a 12%ubinan
ˉ¹ (g)Jumlah tanaman
ubinanˉˉ¹
=10.000 m²Luas
ubinan (m²)
.......................................(7)
× Berat bijik.a
12%ubinanˉˉ¹
(g)1.000.000 g ×
1 ton ............ (8)
Berat biji jagung kering oven tan-1 (g) dan ha-1 (t)
5.
Pengukuran berat biji kering oven dilakukan dengan menimbang biji segar
dalam ubinan sebanyak 100 g kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu
800C sampai beratnya konstan. Berat subsampel biji 100 g tersebut kemudian
dikonversi menjadi berat biji kering oven ubinan-1. Berat biji jagung kering
oven tan-1 diukur dengan menimbang biji jagung kering oven ubinan-1
kemudian dibagi dengan jumlah tanaman dalam ubinan. Berat biji jagung
kering oven ha-1 diukur dengan mengkonversi berat biji kering oven ubinan-1
ke hektar, dengan rumus sebagai berikut :
Berat biji
kering oven
ubinan-1 (g)
36
= Berat biji keringoven
sub sampel (g)100 g ×
Berat biji k.a
12%ubinan ˉ¹
(g)
.............(9)
37
Berat biji
kering oven
tan-1 (g)
Berat biji keringoven ubinanˉ¹
=
(g)Jumlah tanaman ubinanˉˉ ¹
Berat biji kering
oven ha-1 (t)
...........................(10)
= 10.000 m²
Luas ubinan
(m2)
×Berat biji
kering oven
ubinanˉ¹g(1)0.00
.000 g ×
1 ton ...(11)
6. Indeks panen (%)
Indeks panen diamati setelah panen. Indeks panen merupakan perbandingan
antara hasil ekonomis (biji) dengan hasil biologis (biji + brangkasan) dalam
keadaan kering oven yang dinyatakan dalam persentase atau dengan
persamaan sebagai berikut :
Indeks
=BKO biji haˉ¹B KO
Panen (%) brangkasan haˉ1
B+ KO
haˉˉ
¹ ×
biji
100%
.................................(12)
Dimana :
BKO = Berat Kering Oven
4.5.3 Variabel pertumbuhan tanaman kacang tanah
1. Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman kacang tanah diamati mulai umur 14 hst yang diulang setiap
tiga minggu sampai umur 77 hst. Pengamatan dilakukan pada empat tanaman
sample pada masing-masing petak. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang
sampai bagian tanaman yang paling atas dengan meluruskan.
2. Jumlah daun (helai)
38
Jumlah daun mulai diamati umur 14 hst yang diulang setiap tiga minggu
bersamaan dengan pengamatan tinggi tanaman sampai umur 77 hst. Daun
yang dihitung yaitu daun yang telah terbuka penuh serta minimal 30 % masih
berwarna hijau.
3. Indeks luas daun (ILD)
Indeks luas daun diamati pada umur 56 hst (saat mulai tasseling), Indeks luas
daun diperoleh dengan membagi total luas daun tan-1 dengan luas areal yang
diduduki oleh tanaman (jarak tanam). Luas daun adalah panjang x lebar daun
maksimum x konstanta. Konstanta dicari dengan menghitung luas daun
sebenarnya
IL
di atas kertas
=Luas daun tanˉˉ¹
(cm2)Jarak tanam (cm2)
millimeter blok dibagi dengan panjang x lebar
.............................................................
.(13)
D
daun maksimum (Gomez, 1972), dengan rumus :
4. Berat brangkasan kering oven ha-1 (t)
Nilai variabel ini dihitung dengan mengkonversi berat brangkasan kering oven
ubinan-1 ke hektar (t), dengan rumus :
Berat
= 10.000 m² Luas
brangkasan ubinan (m2)
kering
oven ha-1 (t)
Berat brangkasan
kering ovenubinanˉˉ¹
(g)1.000.000 g ×
×
1 ton ....(14)
4.5.4 Variabel komponen hasil dan hasil tanaman kacang tanah
38
39
1.
Jumlah polong total tan-1 dan ha-1 (polong)
Jumlah polong terbentuk pada tanaman dalam ubinan dihitung semuanya,
meliputi polong berisi dan polong hampa. Jumlah semua polong ubinan-1 ini
kemudian dibagi dengan jumlah tanaman dalam ubinan. Jumlah polong total
ha-1 dihitung dengan mengkonversi jumlah polong ubinan-1 ke hektar,
Jumlah
=Jumlah polong total
polong total ubinanˉˉJumlah
t
anaman
tan-1
ubinanˉˉ¹
(polong)
dihitung dengan rumus :
Jumlah
polong total
ha-1 (polong)
2.
=10.000 m²Luas
ubinan (m²) ×
dapat
........................................(15)
Jumlah
polong
total
ubinanˉˉ¹
.................(16)
Persentase polong berisi ha-1 (%)
Polong dianggap berisi apabila minimal dalam satu polong berisi satu biji.
Presentase polong berisi ha-1 dihitung dengan mengkonversi jumlah polong
berisi ubinan-1 ke hektar, dapat dihitung dengan rumus :
Persentase
polong berisi
ha-1 (%)
=Jumlah polong berisi
haˉp
¹Jumlah olong
×
3. Berat polong berisi tan-1 (g)
total haˉˉ¹
100
%
...................(17)
40
Berat polong berisi tan-1 diperoleh dengan menimbang seluruh polong berisi
ubinan-1, kemudian dibagi dengan jumlah tanaman dalam ubinan, dapat
dihitung dengan rumus :
Berat polong
Berisi tan-1
(g)
= Berat polong berisi
................................(18)
ubinanˉt¹Jumlah anaman
ubinanˉˉ¹
4. Jumlah biji polong-1, tan-1, dan ha-1 (biji)
Jumlah biji polong-1 dihitung dengan membagi jumlah biji ubinan-1 dengan
jumlah polong dalam ubinan. Jumlah biji tan-1 dihitung dengan membagi
jumlah biji ubinan-1 dengan jumlah tanaman dalam ubinan. Jumlah biji ha-1
diperoleh dengan mengkonversi jumlah biji ubinan-1 ke hektar, dihitung
dengan rumus :
Jumlah biji
polong-1 (biji)
= Jumlah biji
ubinanˉp
¹Jumlah olong
ubinanˉˉ¹
......................................(19)
Jumlah biji
tan-1 (biji)
= Jumlah biji ubinanˉˉˉˉˉ
¹Jumlah
ˉˉˉ .......................................(20)
Jumlah biji
ha-1 (biji)
= 10.000 m²Luas ubinan
5.
tanaman ubinanˉˉ¹
(m²)
×
Berat 100 biji kering oven (g)
40
Jumlah biji
ubinanˉˉ¹
...........(21)
41
Berat 100 biji kering oven ditentukan dengan menimbang 100 biji yang
diambil secara acak dari biji dalam ubinan kemudian dikeringkan dalam oven
pada suhu 800 C sampai beratnya konstan.
6.
Berat biji kering panen k.a 12 % tan-1 (g) dan ha-1 (t)
Berat biji kering panen tan-1 diukur dengan menimbang biji kering panen
ubinan-1 kemudian dibagi dengan jumlah tanaman dalam ubinan. Berat biji
kering panen ha-1 diukur dengan mengkonversi berat biji ubinan-1 ke hektar,
dapat dihitung dengan rumus :
Berat biji k.a
12% tan-1 (g)
Berat biji
k.a 12%
ha-1 (t)
= Berat biji k.a 12%ubinan
ˉ¹ (g)Jumlah tanaman
ubinanˉˉ¹
=10.000 m²Luas
ubinan (m²)
.......................................(22)
Berat bijik.a
12%ubinanˉˉ¹
(g)1.000.000 g ×
×
1 ton .......... (23)
7.
Berat biji kering oven tan-1 (g) dan ha-1 (t)
Pengukuran berat biji kering oven dilakukan dengan menimbang biji segar
dalam ubinan sebanyak 100 g kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu
800 C sampai beratnya konstan. Berat sub sampel biji 100 g tersebut
kemudian dikonversi menjadi berat biji kering oven
ubinan-1. Berat biji
kering oven tan-1 diukur dengan menimbang biji kacang kering oven ubinan-1
kemudian dibagi dengan jumlah tanaman dalam ubinan. Berat biji kering
oven ha-1 diukur dengan mengkonversi berat biji kering oven ubinan-1 ke
hektar, dengan rumus :
42
Berat biji
kering oven
ubinan-1 (g)
Berat biji
kering oven
tan-1 (g)
= Berat biji keringoven
Berat biji k.a
sub sampel (g)100 g × 12%ubinan ˉ¹
= Berat biji keringoven
ubinanˉ¹ (g)Jumlah tanaman ubinanˉˉ¹
Berat biji kering
oven ha-1 (t)
=10.000
m²Luas
ubinan(m2)
.......(24)
...................................(25)
× Berat biji
keringoven
ubinanˉ¹1
0 .00 .0
00 g ×
1 ton .....26)
8. Indeks panen (%)
Indeks panen diamati setelah panen. Indeks panen merupakan perbandingan
antara hasil ekonomis (biji) dengan hasil biologis (biji + brangkasan) dalam
keadaan kering oven yang dinyatakan dalam persentase atau dengan rumus :
Indeks panen (%) =
BKO biji ha-1
BKO brangkasan ha-1
+ BKO biji ha-1
× 100% ......................(27)
Dimana :
BKO = Berat Kering Oven
4.5.5 Variabel lain yang diamati dalam sistem tumpangsari
1.
Berat gulma kering oven ha-1 (t)
Gulma dicabut dan dikumpulkan dari masing-masing petak percobaan umur
28 hst. Berat gulma ubinan-1 ditimbang sehingga diperoleh berat basah gulma.
Berat kering oven ubinan-1 diperoleh dengan mengambil sub sample gulma
sebanyak 50 g kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 800 C sampai
beratnya konstan. Berat kering oven ubinan-1 ke hektar, dengan rumus :
42
43
= 10.000 m²
Berat gulma Luas
kering
ubinan(m²)
-1
oven ha (t)
2.
× Berat gulma oven
ubinanˉ¹g(1)0.00 .000 g
×
1 ton ........(28)
Nilai kesetaraan tanah (NKT atau Land Equivalent Ratio)
NKT dihitung dengan persamaan Willey dan Rao (1980 dalam Putnam et al.,
1985) :
NKT = [(Yab:Yaa) + (Yba:Ybb)] .........…………........……………………(29)
dimana:
NKT = nilai kesetaraan tanah
Yab = hasil tanaman a dalam tumpangsari dengan tanaman b (t ha-1)
Yaa = hasil monokultur tanaman a (t ha-1)
Yba = hasil tanaman b dalam tumpangsari dengan tanaman a (t ha-1)
Ybb = hasil monokultur tanaman b (t ha-1).
3.
Nisbah kompetitif (Competitive ratio)
Variabel ini dihitung dengan persamaan Willey dan Rao (1980 dalam
Putnam et al.,1985):
CRa = [(Yab:Yaa) : (Yba:Ybb)] x (Zba:Zab)
……………….………....(30)
dimana:
CRa = competition ratio tanaman a dalam tumpangsari dengan tanaman b
Yab = hasil tanaman a dalam tumpangsari dengan tanaman b (t ha-1)
Yaa = hasil monokultur tanaman a (t ha-1)
Yba = hasil tanaman b ha-1 dalam tumpangsari dengan tanaman a (t ha-1)
Ybb = hasil monokultur tanaman b (t ha-1)
Zab = proporsi tanaman a dalam tumpangsari dengan tanaman b
Zba = proporsi tanaman b dalam tumpangsari dengan tanaman a
4.
Keuntungan dan B/C ratio
Keuntungan adalah selisih antara pendapatan ha-1 dengan biaya produksi ha-1..
Pendapatan adalah perkalian antara hasil tanaman dengan harga jual produk
(berdasarkan harga petani setempat). Biaya produksi meliputi biaya input
44
produksi (pupuk, tenaga kerja, dan sewa lahan). Nilai B/C ratio adalah hasil
bagi keuntungan ha-1 dengan biaya produksi ha-1.
4.6
Panen
Panen jagung dilakukan apabila 90 % tanaman sudah masak fisiologis, yang
ditandai dengan biji yang terasa keras bila ditekan dengan kuku dan tidak
berbekas serta kelobot telah mengering. Panen kacang tanah dilakukan
apabila 85 – 90 % daun telah menguning dan polong telah berisi penuh, kulit
polong tipis dan berwarna hitam.
4.7
Analisis Data
Data hasil percobaan dianalisis secara statistika dengan analisis sidik ragam
sesuai dengan rancangan yang digunakan. Analisis dilakukan dengan
meggunakan computer statistical program CoStat, Version 5.01. (CoStat.,
1985). Untuk mengetahui pengaruh interaksi jarak tanam dan varietas kacang
tanah terhadap variabel yang diamati pada jagung dan kacang tanah dalam
tumpangsari dilakukan analisis sidik ragam dalam Rancangan Acak
Kelompok dengan dua faktor. Apabila interaksi kedua perlakuan berpengaruh
nyata terhadap variabel yang diamati maka dilanjutkan dengan uji nilai beda
rata-rata dengan uji jarak berganda Duncan 5 %. Jika interaksi tersebut
berpengaruh tidak nyata maka pengaruh faktor tunggal diuji dengan uji nilai
beda rata-rata dengan uji BNT 5 %. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan
tumpangsari dan perbedaannya dengan monokultur dilakukan analisis sidik
ragam dalam Rancangan Acak Kelompok dengan satu faktor. Apabila
44
45
perlakuan berpengaruh nyata (uji F nyata) terhadap variabel yang diamati,
maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan 5 % (Steel dan Torrie,
1980; Gomez dan Gomez, 1984).
46
BAB V
HASIL PENELITIAN
Selama penelitian berlangsung tidak terjadi gangguan yang serius terhadap
pertumbuhan tanaman baik oleh serangan hama dan penyakit tanaman maupun
gangguan lainnya. Hasil analisis statistika terhadap data yang dikumpulkan dari
pengamatan menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan jarak tanam jagung
dengan varietas kacang tanah dalam tumpangsari secara faktorial berpengaruh
sangat nyata terhadap semua variabel pertumbuhan dan hasil jagung maupun
kacang tanah yang diamati kecuali jumlah daun kacang tanah umur 56 hst
(Tabel 5.1).
Perlakuan jarak tanam jagung secara tunggal berpengaruh nyata terhadap
semua pertumbuhan jagung dan kacang tanah kecuali jumlah daun jagung umur
56 hst, jumlah daun dan indeks luas daun kacang tanah umur 56 hst (Tabel 5.1).
Varietas kacang tanah secara tunggal hanya berpengaruh nyata terhadap jumlah
polong tan-1, berat polong berisi tan-1 dan jumlah biji tan-1 (Tabel 5.1). Perlakuan
tumpangsari berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan dan hasil jagung
dan kacang tanah kecuali tinggi tanaman dan jumlah daun kacang tanah umur
14, 35 dan 56 hst (Tabel 5.2).
Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dua arah mengenai
pengaruh interaksi antara perlakuan jarak tanam jagung dan varietas kacang
tanah dalam tumpangsari terhadap pertumbuhan dan hasil jagung maupun kacang
tanah (Tabel 5.3 sampai Tabel 5.24). Pengaruh tunggal baik jarak tanam jagung
maupun varietas kacang tanah terhadap jumlah daun kacang tanah umur 56 hst
46
47
disajikan dalam tabel pengaruh tunggal
(Tabel 5.25). Pengaruh tumpangsari
dibandingkan monokultur terhadap semua variabel pertumbuhan dan hasil serta
komponen hasil baik jagung maupun kacang tanah disajikan dalam tabel satu arah
(Tabel 5.26 sampai Tabel 4.37).
Tabel 5.1
Signifikansi pengaruh jarak tanam jagung (J) dan varietas kacang tanah (V) serta
interaksinya (JxV) dalam tumpangsari terhadap pertumbuhan dan hasil jagung
dan kacang tanah, serta variabel lainnya
No.
1.
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10
1.11
2.
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8
2.9
2.10
2.11
2.12
Variabel
Jagung
Tinggi tanaman umur 56 hst
Jumlah daun umur 56 hst
Indeks luas daun umur 56 hst
Berat tongkol ha -1
Jumlah biji tkl -1
Berat 100 biji kering oven
Berat biji kering panen tan-1
Berat biji kering panen ha-1
Berat biji kering oven tan-1
Berat biji kering oven ha-1
Berat brangkasan kering oven ha-1
Kacang tanah
Tinggi tanaman umur 56 hst
Jumlah daun umur 56 hst
Indeks luas daun umur 56 hst
Jumlah polong total tan-1
Berat polong berisi tan-1
Jumlah biji tan-1
Berat 100 biji kering oven
Berat biji kering panen tan-1
Berat biji kering panen ha-1
Berat biji kering oven tan-1
Berat biji kering oven ha-1
Berat brangkasan kering oven ha-1
Pengaruh Perlakuan
J
V
JxV
**
TN
TN
TN
**
**
**
**
*
**
**
**
**
**
TN
TN
TN
TN
TN
TN
TN
TN
**
**
*
**
**
**
**
**
**
TN
TN
**
**
**
**
**
**
TN
TN
TN
TN
TN
TN
**
**
**
TN
TN
**
TN
TN
TN
**
TN
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
Keterangan: TN = berpengaruh tidak nyata (P≥0,05); * = berpengaruh nyata (P<0,05);
** = berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
48
Tabel 5.2
Signifikansi pengaruh tumpangsari jagung (Zea mays L.) dan varietas kacang
tanah (Arachis hypogea L.) dibandingkan monokultur terhadap pertumbuhan dan
hasil jagung dan kacang tanah, serta variabel lainnya
No.
Variabel
1
1.
1.1
2
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10
1.11
1.12
2.
2.1
2.2
48
Jagung
Tinggi tanaman umur :
• 14 hst
• 35 hst
• 56 hst
• 77 hst
Jumlah daun umur:
• 14 hst
• 35 hst
• 56 hst
• 77 hst
Indeks luas daun umur:
• 56 hst
Berat tongkol ha -1
Jumlah biji tkl -1
Berat 100 biji kering oven
Berat biji kering panen tan-1
Berat biji kering panen ha-1
Berat biji kering oven tan-1
Berat biji kering oven ha-1
Berat brangkasan kering oven ha-1
Indeks panen
Kacang tanah
Tinggi tanaman umur :
• 14 hst
• 35 hst
• 56 hst
• 77 hst
Jumlah daun umur:
• 14 hst
• 35 hst
• 56 hst
• 77 hst
Pengaruh Perlakuan
Tumpangsari dan
Monokultur
3
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
TN
TN
TN
**
TN
TN
TN
**
49
Tabel 5.2 Lanjutan
1
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8
2.9
2.10
2.11
2.12
2.13
2.14
2.15
3.
3.1
3.2
3.3
3.4
2
Indeks luas daun umur:
56 hst
Jumlah polong total tan-1
Persentase polong berisi ha-1
Berat polong berisi tan-1
Jumlah biji polong-1
Jumlah biji tan-1
Berat 100 biji kering oven
Berat biji kering panen tan-1
Berat biji kering panen ha-1
Berat biji kering oven tan-1
Berat biji kering oven ha-1
Berat brangkasan kering oven ha-1
Indeks panen
Variabel Pendukung
Berat gulma kering oven ha-1
Nilai Kesetaraan Tanah
Nisbah kompetitif (Competitive ratio)
•Jagung terhadap kacang tanah
•Kacang tanah terhadap jagung
Keuntungan dan B/C ratio
3
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
Keterangan: TN = berpengaruh tidak nyata (P≥0,05); * = berpengaruh nyata (P<0,05);
** = berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
5.1
Pengaruh Interaksi antara Jarak Tanam Jagung dengan Varietas
Kacang Tanah
5.1.1 Jagung
5.1.1.1 Tinggi tanaman, jumlah daun dan indeks luas daun umur 56 hst
Interaksi perlakuan jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman , jumlah daun dan indeks luas daun
jagung umur 56 hst (Tabel 5.1). Tanaman jagung umur 56 hst pada jarak tanam
rapat (100 cm x 40 cm) dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci
lebih rendah dibandingkan dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas
50
Lokal (Tabel 5.3). Makin renggang jarak tanam jagung, hanya tanaman jagung
dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci yang semakin tinggi .
Tabel 5.3
Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah
terhadap tinggi tanaman jagung umur 56 hst
Perlakuan
Tinggi tanaman (cm)
Jarak tanam jagung 100 cm x
40 cm (J1)
60 cm (J2)
80 cm (J3)
Varietas Kacang tanah
Kelinci (VK)
177,44 b
Lokal (VL)
178,56 a
185,44 a
186,19 a
186,44 a
186,25 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%
Jumlah daun jagung umur 56 hst dalam dalam tumpangsari dengan kacang
tanah varietas Kelinci maupun Lokal meningkat dengan makin renggangnya jarak
tanam dari 100 cm x 40 cm sampai 100 cm x 80 cm (Tabel 5.4). Varietas kacang
tanah tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun jagung pada semua jarak
tanam jagung (Tabel 5.1 dan 5.4).
Tabel 5.4
Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah
terhadap jumlah daun jagung umur 56 hst
Perlakuan
Jumlah daun (cm)
Jarak tanam jagung 100 cm x
40 cm (J1)
60 cm (J2)
80 cm (J3)
Varietas Kacang tanah
Kelinci (VK)
10,56 b
Lokal (VL)
10,28 b
11,25 a
10,97 a
11,28 a
11,12 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%
Indeks luas daun jagung umur 56 hst pada jarak tanam jagung rapat
(100 cm x 40 cm) lebih tinggi dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas
Kelinci dibandingkan tumpangsari dengan kacang tanah varietas Lokal
50
51
(Tabel 5.5) tetapi makin renggang jarak tanam jagung indeks luas daun jagung
makin rendah dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci maupun
Lokal.
Tabel 5.5
Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah
terhadap indeks luas daun jagung umur 56 hst
Perlakuan
Indeks luas daun
Jarak tanam jagung 100 cm x
40 cm (J1)
60 cm (J2)
80 cm (J3)
Varietas Kacang tanah
Kelinci (VK)
2,26 a
Lokal (VL)
2,16 b
1,79 c
1,75 c
1,49 d
1,47 d
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%
5.1.1.2 Berat tongkol ha-1, jumlah biji tongkol-1 dan berat 100 biji kering oven
Berat tongkol jagung ha-1, jumlah biji tongkol-1 dan berat 100 biji jagung
kering oven dipengaruhi secara nyata oleh interaksi jarak tanam jagung dan
varietas kacang tanah dalam tumpangsari (Tabel 5.1). Berat tongkol ha-1 tertinggi
(5,21 t) pada jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm lebih tinggi dibandingkan berat
tongkol pada jarak tanam jagung lebih rapat (100 cm x 40 cm) maupun lebih
renggang (100 cm x 80 cm) dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas
Kelinci maupun Lokal (Tabel 5.6)
Makin renggang jarak tanam jagung makin tinggi jumlah biji jagung
tongkol-1 dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci maupun Lokal,
tetapi pada jarak tanam 100 cm x 80 cm peningkatan jumlah biji adalah tidak
nyata (Tabel 5.7).
52
Tabel 5.6
Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah
terhadap berat tongkol jagung ha-1
Perlakuan
Berat tongkol (t ha-1)
Jarak tanam jagung 100 cm x
40 cm (J1)
60 cm (J2)
80 cm (J3)
Varietas Kacang tanah
Kelinci (VK)
4,38 b
Lokal (VL)
4,42 b
5,21 a
5,46 a
4,09 b
4,26 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%
Tabel 5.7
Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah
terhadap jumlah biji jagung tongkol-1
Perlakuan
Jumlah biji (biji tkl-1)
Jarak tanam jagung 100 cm x
40 cm (J1)
60 cm (J2)
80 cm (J3)
Varietas Kacang tanah
Kelinci (VK)
233,25 b
Lokal (VL)
258,84 b
373,83 a
381,85 a
391,34 a
394,03 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%
Berat 100 biji jagung kering oven meningkat dengan makin renggangnya
jarak tanam jagung dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci
maupun Lokal, tetapi peningkatan berat biji tersebut tidak nyata pada jarak tanam
jagung 100 cm x 80 cm (Tabel 5.8). Varietas kacang tanah tidak berpengaruh
nyata terhadap berat biji 100 kering oven (Tabel 5.1).
Interaksi antara jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam
tumpangsari terhadap berat biji kering panen jagung tan-1 dan ha-1 serta berat biji
kering oven tan-1 dan ha-1 (Tabel 5.1). Makin renggangnya jarak tanam jagung
mengakibatkan meningkatnya berat biji jagung kering panen tan-1 dalam
tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci maupun Lokal, tetapi
52
53
peningkatan tersebut tidak nyata pada jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm
(Tabel 5.8). Berat 100 biji jagung kering oven tidak berbeda nyata antara varietas
kacang tanah dalam tumpangsari pada semua jarak tanam jagung.
Tabel 5.8
Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah
terhadap berat 100 biji jagung kering oven
Perlakuan
Berat 100 biji (g)
Jarak tanam jagung 100 cm x
40 cm (J1)
60 cm (J2)
80 cm (J3)
Varietas Kacang tanah
Kelinci (VK)
19,45 bc
Lokal (VL)
18,38 c
21,20 ab
22,18 a
21,25 ab
22,75 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%
5.1.1.3 Berat biji kering panen tan-1 dan ha-1, berat biji kering oven tan-1 dan ha-1
Makin renggang jarak tanam dari 100 cm x 40 cm menjadi 100 cm
80 cm berat biji jagung kering panen tan-1 makin meningkat pada
x
tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci maupun varietas Lokal (Tabel
5.9), tetapi peningkatan berat biji tersebut tidak berbeda nyata pada jarak tanam
100 cm x
60 cm menjadi 100 cm x 80 cm. Perbedaan varietas kacang tanah
dalam tumpangsari tidak menyebabkan perbedaan berat biji jagung kering panen
tan-1 pada ketiga jarak tanam jagung (Tabel 5.9).
Berat biji jagung kering panen ha-1 meningkat 6,45 % dengan makin
renggangnya jarak tanam jagung dari 100 cm x 40 cm menjadi 100 cm x 60 cm,
tetapi menurun 8,04 % dengan makin renggangnya jarak tanam menjadi 100 cm x
80 cm (Tabel 5.10). Berat biji kering panen tidak berbeda nyata diantara varietas
kacang tanah pada dua jarak tanam jagung tetapi pada jarak tanam 100 cm x
54
80 cm berat biji kering panen dalam tumpangsari dengan varietas Kelinci lebih
tinggi dari pada dengan varietas Lokal (Tabel 5.10).
Tabel 5.9
Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah
terhadap berat biji jagung kering panen tan-1
Perlakuan
Berat biji kering panen (g tan-1 )
Jarak tanam jagung 100 cm x
40 cm (J1)
60 cm (J2)
80 cm (J3)
Varietas Kacang tanah
Kelinci (VK)
62,66 c
Lokal (VL)
62,50 c
112,08 b
119,58 ab
117,50 ab
124,06 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%
Tabel 5.10
Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah
terhadap berat biji jagung kering panen ha-1
Perlakuan
Berat biji kering panen (t ha-1 )
Jarak tanam jagung 100 cm x
40 cm (J1)
60 cm (J2)
80 cm (J3)
Varietas Kacang tanah
Kelinci (VK)
4,03 b
Lokal (VL)
3,87 bc
4,29 a
4,10 ab
3,73 c
3,49 d
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%
Berat biji jagung kering oven tan-1 meningkat dengan makin renggangnya
jarak tanam jagung dari 100 cm x 40 cm menjadi 100 cm x 60 cm dalam
tumpangsari dengan varietas Kelinci maupun Lokal, tetapi peningkatan berat biji
dari 100 cm x 60 cm menjadi 100 cm x 80 cm tidak nyata (Tabel 5.11). Varietas
kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap berat biji kering oven tan-1 (Tabel
5.1).
54
55
Tabel 5.11
Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah
terhadap berat biji jagung kering oven tan-1
Perlakuan
Berat biji kering oven (g tan-1 )
Jarak tanam jagung 100 cm x
40 cm (J1)
60 cm (J2)
80 cm (J3)
Varietas Kacang tanah
Kelinci (VK)
40,04 c
Lokal (VL)
40,13 c
78,24 b
84,11 ab
83,90 ab
88,79 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%
Berat biji jagung kering oven ha-1 menurun 90,45 % dengan makin
renggangnya jarak tanam jagung dari 100 cm x 40 cm menjadi 100 cm x 60 cm
dalam tumpangsari dengan varietas Kelinci maupun Lokal, tetapi penurunan berat
biji tersebut tidak nyata pada peningkatan jarak tanam menjadi 100 cm x 80 cm
(Tabel 5.12). Varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap berat biji
jagung kering oven ha-1 pada masing-masing jarak tanam jagung (Tabel 5.1 dan
5.12).
Tabel 5.12
Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah
terhadap berat biji jagung kering oven ha-1
Perlakuan
Berat biji kering oven (t ha-1 )
Jarak tanam jagung 100 cm x
40 cm (J1)
60 cm (J2)
80 cm (J3)
Varietas Kacang tanah
Kelinci (VK)
1,99 a
Lokal (VL)
2,00 a
0,19 b
0,20 b
0,22 b
0,22 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%
1.1.4. Berat brangkasan kering oven ha-1
Jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm memberikan berat brangkasan kering
oven ha-1 tertinggi dalam tumpangsari dengan varietas Kelinci maupun Lokal ,
56
yang masing-masing 18,99 % dan 29,48 % lebih tinggi dari pada berat biji kering
oven jagung pada jarak tanam lebih rapat 100 cm x 40 cm dan jarak tanam lebih
renggang 100 cm x 80 cm (Tabel 5.13).
Tabel 5.13
Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah
terhadap berat brangkasan jagung kering oven ha-1
Perlakuan
Berat brangkasan kering oven (t ha-1 )
Jarak tanam jagung 100 cm x
40 cm (J1)
60 cm (J2)
80 cm (J3)
Varietas Kacang tanah
Kelinci (VK)
3,95 b
Lokal (VL)
3,96 b
4,70 a
4,78 a
3,63 b
3,80 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%
1.2.
Kacang tanah
5.1.2.1 Tinggi tanaman dan indeks luas daun umur 56 hst
Tinggi kedua varietas tanaman kacang tanah umur 56 hst tidak mengalami
peningkatan yang nyata dengan makin renggangnya jarak tanam jagung dalam
tumpangsari (Tabel 5.14). Kacang tanah varietas Kelinci nyata lebih tinggi hanya
pada jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm.
Tabel 5.14
Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah
terhadap tinggi tanaman kacang tanah umur 56 hst
Perlakuan
Tinggi tanaman (cm)
Jarak tanam jagung 100 cm x
40 cm (J1)
60 cm (J2)
80 cm (J3)
Varietas Kacang tanah
Kelinci (VK)
47,91 a
Lokal (VL)
46,66 abc
47,69 ab
45,50 bc
47,31 ab
44,91 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%
56
57
Indeks luas daun kedua varietas kacang tanah umur 56 hst hanya
meningkat pada jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm (Tabel 5.15). Kedua varietas
kacang tanah memiliki indeks luas daun yang tidak berbeda nyata.
Tabel 5.15
Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah
terhadap indeks luas daun kacang tanah umur 56 hst
Perlakuan
Indeks luas daun
Jarak tanam jagung 100 cm x
40 cm (J1)
60 cm (J2)
80 cm (J3)
Varietas Kacang tanah
Kelinci (VK)
3,12 bc
Lokal (VL)
3,02 c
3,19 ab
3,11 bc
3,23 a
3,14 ab
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%
1.2.2. Jumlah polong total tan-1 dan berat polong berisi tan-1
Jumlah polong total tan-1 varietas Kelinci tidak mengalami peningkatan
dengan makin renggangnya jarak tanam jagung dalam tumpangsari (Tabel 5.16)
tetapi pada varietas Lokal peningkatan terjadi pada kedua jarak tanam jagung
yang lebih renggang walaupun peningkatan tersebut tidak nyata pada jarak tanam
100 cm x 80 cm (Tabel 5.16).
Tabel 5.16
Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah
terhadap jumlah polong total tan-1
Perlakuan
Jumlah polong total (polong tan-1)
Jarak tanam jagung 100 cm x
40 cm (J1)
60 cm (J2)
80 cm (J3)
Varietas Kacang tanah
Kelinci (VK)
6,53 ab
Lokal (VL)
5,74 c
6,64 a
6,33 b
6,62 a
6,32 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata
pada uji jarak berganda Duncan 5%
58
Makin renggang jarak tanam jagung makin meningkatkan berat polong
berisi tan-1 pada kedua varietas kacang tanah (Tabel 5.17). Varietas Kelinci
mempunyai berat polong berisi tan-1 yang lebih tinggi dari pada varietas Lokal
pada semua jarak tanam jagung dalam tumpangsari (Tabel 5.17).
Tabel 5.17
Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah
terhadap berat polong berisi tan-1
Perlakuan
Berat polong berisi (g tan-1)
Jarak tanam jagung 100 cm x
40 cm (J1)
60 cm (J2)
80 cm (J3)
Varietas Kacang tanah
Kelinci (VK)
5,27 b
Lokal (VL)
3,37 c
6,94 a
4,57 b
7,68 a
4,89 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%
1.2.3. Jumlah biji tan-1
Jumlah biji tan-1 kedua varietas kacang tanah meningkat dengan makin
renggangnya jarak tanam jagung dalam tumpangsari (Tabel 5.18).
Varietas
Kelinci mempunyai jumlah biji tan-1 yang lebih tinggi dari pada varietas Lokal
pada ketiga jarak tanam jagung dalam tumpangsari.
Tabel 5.18
Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah
terhadap jumlah biji tan-1
Perlakuan
Jumlah biji (biji tan-1)
Jarak tanam jagung 100 cm x
40 cm (J1)
60 cm (J2)
80 cm (J3)
Varietas Kacang tanah
Kelinci (VK)
16,13 b
Lokal (VL)
11,35 d
17,08 a
13,29 c
17,25 a
13,47 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%
58
59
5.1.2.4 Berat 100 biji kering oven, berat biji kering panen tan-1 dan ha-1
Interaksi antara jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah berpengaruh
nyata terhadap berat 100 biji kering oven, berat biji kering panen kacang tanah
tan-1 dan ha-1 dalam tumpangsari (Tabel 5.1). Makin renggang jarak tanam jagung
dalam tumpangsari makin tinggi berat 100 biji kacang tanah kering oven varietas
Kelinci maupun Lokal, tetapi peningkatan berat 100 biji tersebut tidak berbeda
nyata pada jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm. Kedua varietas mempunyai berat
100 biji kering oven yang tidak berbeda nyata pada ketiga jarak tanam jagung
(Tabel 5.19).
Tabel 5.19
Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah
terhadap berat 100 biji kering oven
Perlakuan
Berat 100 biji kering oven (g)
Jarak tanam jagung 100 cm x
40 cm (J1)
60 cm (J2)
80 cm (J3)
Varietas Kacang tanah
Kelinci (VK)
28,23 c
Lokal (VL)
27,87 c
32,72 ab
32,04 b
33,43 a
32,64 ab
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%
Berat biji kering panen tan-1 varietas Kelinci tidak nyata meningkat dengan
makin renggangnya jarak tanam jagung dalam tumpangsari (Tabel 5.20), tetapi
peningkatan terjadi pada varietas Lokal. Varietas Kelinci memiliki berat biji
kering panen tan-1 lebih tinggi dari pada varietas Lokal pada ketiga jarak tanam
jagung dalam tumpangsari (Tabel 5.20).
Jarak tanam jagung yang makin renggang meningkatkan berat biji kering
panen ha-1 kedua varietas kacang tanah (Tabel 5.21), tetapi peningkatan tersebut
tidak nyata pada jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm dalam tumpangsari. Varietas
60
Kelinci memiliki berat biji kering panen ha-1 yang nyata lebih tinggi dari pada
varietas Lokal pada ketiga jarak tanam jagung dalam tumpangsari
(Tabel
5.21).
Tabel 5.20
Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah
terhadap berat biji kering panen tan-1
Perlakuan
Berat biji kering panen (g tan-1)
Jarak tanam jagung 100 cm x
40 cm (J1)
60 cm (J2)
80 cm (J3)
Varietas Kacang tanah
Kelinci (VK)
7,93 ab
Lokal (VL)
5,98 c
8,39 a
6,99 b
8,48 a
7,09 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%
Tabel 5.21
Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah
terhadap berat biji kering panen ha-1
Perlakuan
Berat biji kering panen (t ha-1)
Jarak tanam jagung 100 cm x
40 cm (J1)
60 cm (J2)
80 cm (J3)
Varietas Kacang tanah
Kelinci (VK)
1,98 b
Lokal (VL)
1,49 d
2,10 a
1,75 c
2,12 a
1,78 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%
1.2.4.
Berat biji kering oven tan-1 dan ha-1 serta berat brangkasan
kering oven ha-1
Berat biji kering oven tan-1 kedua varietas kacang tanah tidak berbeda
nyata pada jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm (Tabel 5.22), tetapi jarak tanam
jagung yang makin renggang meningkatkan berat biji kering oven tan-1 kedua
varietas kacang tanah. Berat biji kering oven tan-1 varietas Kelinci lebih tinggi dari
pada varietas Lokal pada dua jarak tanam jagung yang lebih rengang (100 cm x
60 cm dan 100 cm x 80 cm) (Tabel 5.22).
60
61
Tabel 5.22
Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah
terhadap berat biji kacang tanah kering oven tan-1
Perlakuan
Berat biji kering oven (g tan-1)
Jarak tanam jagung 100 cm x
40 cm (J1)
60 cm (J2)
80 cm (J3)
Varietas Kacang tanah
Kelinci (VK)
2,43 de
Lokal (VL)
2,05 e
3,35 ab
2,79 cd
3,70 a
2,98 bc
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%
Jarak tanam jagung yang makin renggang meningkatkan berat biji kedua
varietas kacang tanah kering oven ha-1 (Tabel 5.23). Jarak tanam 100 cm x 80 cm
memberikan berat biji jagung varietas Kelinci kering oven ha-1 tertinggi
(0,93 t ), yang tidak berbeda nyata dengan berat biji pada jarak tanam 100 cm x
60 cm, tetapi 52,46 % lebih tinggi dari pada berat biji pada jarak tanam rapat
(100 cm x 40 cm). Varietas Kelinci menghasilkan berat biji kering oven ha-1 yang
lebih tinggi dari pada varietas Lokal pada ketiga jarak tanam jagung dalam
tumpangsari (Tabel 5.23).
Tabel 5.23
Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah
terhadap berat biji kacang tanah kering oven ha-1
Perlakuan
Berat biji kering oven (t ha-1)
Jarak tanam jagung 100 cm x
40 cm (J1)
60 cm (J2)
80 cm (J3)
Varietas Kacang tanah
Kelinci (VK)
0,61 d
Lokal (VL)
0,51 e
0,84 ab
0,70 cd
0,93 a
0,75 bc
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%
Berat brangkasan kacang tanah kering oven ha-1 tertinggi (1,45 t)
dihasilkan oleh varietas Kelinci pada jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm dalam
62
tumpangsari, yang tidak berbeda nyata dengan yang dihasilkan varietas yang sama
pada jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan varietas Lokal pada jarak tanam
jagung 100 cm x 80 cm (Tabel 5.24). Tidak terdapat perbedaan nyata antara berat
brangkasan kering oven kacang tanah varietas Kelinci dengan varietas Lokal pada
ketiga jarak tanam jagung dalam tumpangsari.
Tabel 5.24
Pengaruh interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah
terhadap berat brangkasan kering oven ha-1
Perlakuan
Berat brangkasan kering oven (t ha-1)
Jarak tanam jagung 100 cm x
40 cm (J1)
60 cm (J2)
80 cm (J3)
Varietas Kacang tanah
Kelinci (VK)
1,22 cd
Lokal (VL)
1,15 d
1,37 ab
1,25 bcd
1,45 a
1,34 abc
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%
5.2 Pengaruh Tunggal Jarak Tanam Jagung dan Varietas Kacang Tanah
dalam Tumpangsari
5.2.1 Jumlah daun umur 56 hst
Pengaruh jarak tanam maupun varietas kacang tanah tidak berpengaruh
nyata terhadap jumlah daun kacang tanah umur 56 hst (Tabel 5.1 dan 5.25).
62
63
Tabel 5.25
Pengaruh tunggal jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam
tumpangsari terhadap jumlah daun kacang tanah umur 56 hst
Perlakuan
Jumlah daun (helai)
umur 56 hst
Jarak tanam jagung
100 cmx40 cm (J1)
100 cmx60 cm (J2)
100 cmx80 cm (J3)
BNT 5%
Varietas kacang tanah
Kelinci (VK)
Lokal (VL)
BNT 5%
136,00 a
134,50 a
133,75 a
4,01
135,08 a
134,42 a
3,27
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang
sama adalah tidak berbeda nyata pada BNT5%.
5.3
Pengaruh Jarak Tanam Jagung dan Varietas Kacang Tanah dalam
Tumpangsari dan Monokultur
5.3.1 Jagung
5.3.1.1 Tinggi tanaman
Umur 14 hst tanaman jagung dalam tumpangsari dengan kacang
tanah varietas Lokal pada jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80
cm lebih tinggi dari pada perlakuan lainnya, kecuali pada jarak tanam jagung 100
cm x
80 cm dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci (Tabel
5.26). Umur 35 dan 56 hst, jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80
cm menyebabakan tanaman jagung lebih tinggi dari perlakuan lainnya baik pada
tumpangsari maupun pada monokultur (Tabel 5.26). Umur 77 hst, tanaman jagung
tertinggi hanya diberikan oleh perlakuan jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm baik
dalam tumpangsari maupun monokultur.
64
Tabel 5.26
Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan
monokultur terhadap tinggi tanaman jagung umur 14,35, 56 dan 77 hst
Perlakuan
14 hst
20,56 e
23,44 d
25,25 bc
17,25 f
24,13 cd
26,25 ab
18,38 f
26,94 a
26,94 a
J1M
J2M
J3M
J1VK
J2VK
J3VK
J1VL
J2VL
J3VL
Tinggi tanaman (cm) umur :
35 hst
56 hst
117,25 b
177,19 b
121,56 a
184,88 a
122,81 a
186,88 a
115,25 b
177,44 b
121,31 a
185,44 a
123,44 a
186,44 a
114,94 b
178,56 b
122,75 a
186,19 a
122,63 a
186,25 a
77 hst
176,38 f
184,31 cd
190,38 a
180,50 de
184,75 bc
188,31 ab
178,25 ef
183,31 cd
189,63 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang
sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%.
3.1.2.
Jumlah daun
Jumlah daun jagung umur 14 hst tertinggi diberikan oleh jarak tanam
100 cm x 80 cm dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci, yang
tidak berbeda nyata dengan jumlah daun pada jarak tanam 100 cm x 60 cm dan
100 cm x 80 cm dalam sistem monokultur (Tabel 5.27). Umur 35 dan 56 hst,
jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm memberikan jumlah
daun tertinggi naik dalam tumpangsari maupun monokultur.
Umur 77 hst,
jumlah daun tertinggi diberikan oleh jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan
100 cm x 80 cm dalam sistem tumpangsari (Tabel 5.27).
3.1.3.
Indeks luas daun dan nisbah kompetitif jagung terhadap kacang
tanah
64
65
Indeks luas daun umur 56 hst tertinggi diberikan oleh jarak tanam jagung
rapat (100 cm x 40 cm) baik dalam tumpangsari maupun monokultur (Tabel 5.28).
Makin renggangnya jarak tanam jagung, indeks luas daun jagung makin rendah.
Nisbah kompetitif jagung dalam tumpangsari dengan kedua varietas
kacang tanah lebih tinggi dibandingkan dalam sistem monokultur (Tabel 5.28).
Nisbah kompetitif jagung tertinggi (9,38) adalah pada jarak tanam jagung 100 cm
x 80 cm dalam tumpang sari baik dengan kacang tanah varietas Kelinci maupun
Lokal (Tabel 5.28).
Tabel 5.27
Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan
monokultur terhadap jumlah daun jagung umur 14,35, 56 dan 77 hst
Perlakuan
J1M
J2M
J3M
J1VK
J2VK
J3VK
J1VL
J2VL
J3VL
14 hst
3,06 d
3,28 abc
3,34 ab
3,09 d
3,22 bcd
3,44 a
3,06 d
3,16 cd
3,22 bcd
Jumlah daun (helai) umur :
35 hst
56 hst
6,41 b
10,50 b
7,06 a
11,16 a
7,19 a
11,22 a
6,34 b
10,56 b
7,03 a
11,25 a
7,16 a
11,28 a
6,31 b
10,28 b
7,12 a
10,97 a
7,19 a
11,12 a
77 hst
6,97 d
7,41 c
8,06 b
6,91 d
7,37 c
7,81 b
6,75 d
8,19 ab
8,50 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang
sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%.
Tabel 5.28
Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan
monokultur terhadap indeks luas daun jagung umur 56 hst dan nisbah kompetitif
jagung terhadap kacang tanah
Perlakuan
J1M
J2M
J3M
J1VK
J2VK
Indeks luas daun
umur 56 hst
2,27 a
1,81 c
1,53 e
2,26 a
1,79 c
Nisbah kompetitif
(CR)
1,00 d
1,00 d
1,00 d
4,90 c
6,76 b
66
J3VK
J1VL
J2VL
J3VL
1,49 ef
2,16 b
1,75 d
1,47 f
9,38
5,64
6,93
9,38
a
c
b
a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang
sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%.
Berat tongkol ha-1, jumlah biji tongkol-1, berat 100 biji kering
oven dan berat biji kering panen tan-1
3.1.4.
Sistem tumpangsari memberikan berat tongkol ha-1 lebih rendah dari pada
sistem monokultur pada semua jarak tanam jagung, kecuali pada jarak tanam
100 cm x 80 cm dalam monokultur (Tabel 5.29). Jumlah biji tongkol-1 tertinggi
adalah pada jarak tanam100 cm x 80 xm, yang tidak berbeda nyata dengan jumlah
bji pada jarak tanam 100 cm x 60 cm dalam monokultur. Makin rapat jarak tanam
jagung jumlah biji tongkol-1 makin rendah.
Jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm dalam
tumpangsari dengan kacang tanah varietas Lokal maupun monokultur
memberikan berat 100 biji jagung kering oven lebih tinggi dari pada perlakuan
lainnya (Tabel 5.29). Berat biji jagung kering panen tan-1 tertinggi dihasilkan oleh
jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm dalam sistem monokultur (Tabel 5.29). Jarak
tanam jagung makin rapat menurunkan berat biji kering panen tan-1.
Tabel 5.29
Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan
monokultur terhadap berat tongkol ha-1, jumlah biji tkl-1, berat 100 biji kering
oven dan berat biji kering panen tan-1
Perlakuan
J1M
J2M
J3M
J1VK
66
Berat
tongkol
(t ha-1)
5,85 ab
6,19 a
5,09 c
4,38 d
Jumlah biji
(biji tkl-1)
300,22
398,27
442,81
233,25
c
ab
a
d
Berat 100 biji
kering oven
(g)
20,25 bcd
22,05 ab
24,50 a
19,45 cd
Berat biji
kering panen
(g tan-1)
84,84 d
134,38 b
148,44 a
62,66 e
67
J2VK
J3VK
J1VL
J2VL
J3VL
5,21
4,09
4,42
5,46
4,26
bc
d
d
bc
d
373,83
391,34
258,84
381,85
394,03
b
ab
cd
b
ab
21,20
21,25
18,38
22,18
22,75
bc
bc
d
ab
ab
112,08
117,50
62,50
119,58
124,06
c
c
e
c
bc
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang
sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%.
Berat biji kering panen ha-1, berat biji kering oven tan-1 dan ha-1,
berat brangkasan kering oven ha-1 serta indeks panen
3.1.5.
Jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dalam monokultur memberikan berat
biji jagung kering panen ha-1 tertinggi (4,76 t), yang tidak berbeda nyata dengan
berat biji kering panen pada jarak tanam 100 cm x 40 cm dalam monokultur dan
jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dalam tumpangsari dengan kacang tanah
varietas Kelinci (Tabel 5.30).
Berat biji kering oven tan-1 tertinggi diberikan oleh jarak tanam jagung
100 cm x 80 cm dalam monokultur (Tabel 5.30), sedangkan berat biji kering oven
ha-1 tertinggi diberikan oleh jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm dalam
tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci (Tabel 5.30).
Tabel 5.30
Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan
monokultur terhadap berat biji kering panen ha-1, berat biji kering oven tan-1, dan
ha-1, berat brangkasan kering oven ha-1 serta indeks panen
Perlakuan
J1M
J2M
J3M
J1VK
J2VK
J3VK
J1VL
J2VL
J3VL
Berat biji
kering panen
(t ha-1)
4,52 ab
4,76 a
4,02 bcd
4,03 bcd
4,29 abc
3,73 cd
3,87 cd
4,10 bcd
3,49 d
Berat biji kering
oven
-1
(g tan )
(t ha-1)
53,80
93,45
106,10
40,04
78,24
83,90
40,13
84,11
88,79
e
b
a
f
d
cd
f
cd
bc
0,20
0,19
0,22
1,99
0,19
0,22
2,00
0,20
0,22
b
b
b
a
b
b
b
b
b
Berat
brangkasan
kering oven
(t ha-1)
4,54 ab
4,83 a
4,24 bc
3,95 cd
4,70 a
3,63 d
3,96 cd
4,78 a
3,80 d
Indeks
panen
39,50
44,88
40,07
38,44
43,57
38,90
37,71
42,71
37,48
bc
a
bc
c
a
c
c
ab
c
68
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang
sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%.
Jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dalam tumpangsari baik
dengan kacang tanah varietas Kelinci maupun Lokal menghasilkan berat
brangkasan jagung kering oven ha-1(Tabel 5.30). Indeks panen tertinggi diberikan
oleh jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dalam tumpangsari maupun monokultur.
5.3.2. Kacang tanah
5.3.2.1 Tinggi tanaman
Umur 14 hst tinggi tanaman kedua varietas kacang tanah tidak berbeda
nyata baik dalam monokultur maupun tumpangsari dengan jagung (Tabel 5.31)
tetapi umur 35 hst kacang tanah varietas Lokal dalam tumpangsari pada jarak
tanam jagung 100 cm x 40 cm memberikan tinggi tanaman tertinggi (35,00 cm)
yang tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman varieatas tersebut dalam
monokultur.
Umur 56 hst tinggi tanaman kedua varietas kacang tanah tidak
berbeda nyata baik dalam tumpangsari maupun monokultur. Umur 77 hst tinggi
tanaman varietas Kelinci tertinggi pada ketiga jarak tanam jagung dalam
tumpangsari dan monokultur (Tabel 5.31).
Tabel 5.31
Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan
monokultur terhadap tinggi tanaman kacang tanah umur 14, 35, 56 dan 77 hst
Perlakuan
14 hst
20,09 a
22,54 a
20,31 a
20,38 a
20,06 a
23,13 a
22,00 a
VKM
VLM
J1VK
J2VK
J3VK
J1VL
J2VL
68
Tinggi tanaman (cm) umur :
35 hst
56 hst
31,13 c
47,19 a
33,00 abc
44,38 a
32,22 bc
47,91 a
31,66 bc
47,69 a
31,34 bc
47,31 a
35,00 a
46,66 a
34,06 ab
45,50 a
77 hst
48,50 a
43,94 b
48,50 a
48,69 a
48,44 a
44,56 b
44,00 b
69
J3VL
22,50 a
34,00 ab
44,91 a
42,13 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang
sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%.
5.3.2.2 Jumlah daun
Jumlah daun kacang tanah tidak berbeda nyata dalam monokultur maupun
tumpangsari dengan jagung pada jarak tanam jagung yang berbeda sejak umur
14 hst sampai umur 56 hst (Tabel 5.32). Umur 77 hst tumpangsari kacang tanah
varietas Kelinci dengan jagung pada semua jarak tanam memberikan jumlah daun
tertinggi (89,69 helai, 92,50 helai dan 92,75 helai) yang tidak berbeda nyata
dengan jumlah daun kacang tanah varietas Kelinci monokultur (Tabel 5.32).
Tabel 5.32
Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan
monokultur terhadap jumlah daun tanaman kacang tanah umur
14, 35, 56 dan 77 hst
Perlakuan
VKM
VLM
J1VK
J2VK
J3VK
J1VL
J2VL
J3VL
14 hst
29,13 a
34,13 a
29,63 a
36,13 a
31,16 a
38,50 a
35,75 a
38,50 a
Jumlah daun (helai) umur :
35 hst
56 hst
64,63 a
135,00 a
75,50 a
133,75 a
67,94 a
136,50 a
65,63 a
135,50 a
73,63 a
135,00 a
73,63 a
134,00 a
79,13 a
133,75 a
75,75 a
133,75 a
77 hst
90,88 a
32,00 b
89,69 a
92,50 a
92,75 a
25,25 b
25,75 b
39,00 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang
sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%.
5.3.2.3 Indeks luas daun dan nisbah kompetitif kacang tanah terhadap jagung
Jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm dalam sistem
tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci memberikan indeks luas daun
cukup tinggi (3,19 dan 3,23) yang tidak berbeda nyata dengan indeks luas daun
70
pada monokultur vareiatas Kelinci (3,27) (Tabel 5.33). Jarak tanam yang lebih
rapat (100 cm x 60 cm) baik pada monokultur maupun tumpangsari memberikan
indeks luas daun yang lebih rendah.
Nisbah kompetitif bagi kedua vareitas kacang tanah lebih tinggi dalam
monokultur dari pada dalam tumpangsari (Tabel 5.33). Makin renggang jarak
tanam jagung dalam tumpangsari makin rendah nisbah kompetitif kedua varietas
kacang tanah.
Tabel 5.33
Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan
monokultur terhadap indeks luas daun tanaman kacang tanah umur 56 hst dan
nisbah kompetitif kacang tanah terhadap jagung
Perlakuan
VKM
VLM
J1VK
J2VK
J3VK
J1VL
J2VL
J3VL
Indeks luas daun
umur 56 hst
3,27 a
3,17 bc
3,12 c
3,19 abc
3,23 ab
3,02 d
3,11 c
3,14 bc
Nisbah kompetitif
(CR)
1,00 a
1,00 a
0,21 b
0,15 c
0,11 d
0,19 b
0,15 c
0,11 d
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang
sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%.
5.3.2.4 Jumlah polong total tan-1, persentase polong berisi ha-1, berat polong berisi
tan-1 dan jumlah biji polong-1
Jumlah polong total tan-1 kedua varietas kacang tanah dalam monokultur
lebih tinggi dibandingkan dalam tumpangsari (Tabel 5.34). Jarak tanam jagung
tidak menyebabkan perbedaan jumlah polong total tan-1 pada kedua varietas
kecuali jarak tanam rapat (100 cm x 40 cm) pada varietas Lokal.
70
71
Kedua varietas kacang tanah menghasilkan persentase polong berisi ha-1
yang tidak berbeda nyata (88,13 % dan 87,56 %) dalam monokultur (Tabel 5.34).
Jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm dalam tumpangsari
memberikan persentase polong berisi ha-1 yang tidak berbeda nyata pada kedua
varietas kacang tanah dengan nilai tersebut dalam monokultur (Tabel 5.34).
Varietas Kelinci dalam monokultur memberikan berat polong berisi tan-1
tertinggi (14,20 g) diantara semua perlakuan (Tabel 5.34). Ketiga jarak tanam
jagung menurunkan polong berisi tan-1 baik pada kacang tanah varietas Kelinci
maupun Lokal (Tabel 5.34).
Varietas Kelinci dalam tumpangsari dengan jagung pada ketiga jarak
tanam menghasilkan jumlah biji polong-1 tertinggi dan tidak berbeda nyata satu
dengan lainnya (2,79 biji) yang bahkan lebih tinggi dibandingkan nilai tersebut
dalam monokultur (Tabel 5.34). Varietas Lokal menghasilkan jumlah biji polong1
lebih rendah dibandingkan varietas Kelinci.
Tabel 5.34
Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan
monokultur terhadap jumlah polong total tan-1, persentase polong berisi ha-1,
berat polong berisi tan-1 dan jumlah biji polong-1
Perlakuan
VKM
VLM
J1VK
J2VK
J3VK
J1VL
J2VL
J3VL
Jumlah
polong total
(pl tan-1)
7,39
7,31
6,53
6,64
6,62
5,74
6,33
6,32
a
a
b
b
b
c
b
b
Persentase
polong
berisi
(% ha-1)
88,13 a
87,56 a
78,52 b
86,81 a
89,97 a
76,22 b
86,11 a
88,88 a
Berat
polong
berisi
(g tan-1)
14,20 a
9,27 b
5,27 d
6,94 c
7,68 c
3,37 e
4,57 de
4,89 d
Jumlah biji
(biji pl-1)
2,70
2,30
2,79
2,79
2,79
2,30
2,30
2,30
b
c
a
a
a
c
c
c
72
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang
sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%.
5.3.2.5 Jumlah biji tan-1 dan ha-1, berat 100 biji kering oven, dan berat biji
kering panen tan-1
Varietas Kelinci dalam monokultur memberikan jumlah biji tan-1 tertinggi
(19,66 biji) dibandingkan varietas Lokal (Tabel 5.35).
Tumpangsari dengan
jagung pada ketiga jarak tanam memberikan jumlah biji kacang tanah tan-1 yang
lebih rendah.
Varietas Kelinci dalam monokultur juga memberikan berat 100 biji
kering oven tertinggi (34,00 g) tetapi tidak berbeda nyata dengan nilai tersebut
pada varietas Lokal (Tabel 5.35). Jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan 100
cm x 80 cm dalam tumpangsari dengan jagung juga memberikan berat 100 biji
kering oven yang tidak berbeda nyata dengan nilai dalam monokultur.
Tabel 5.35
Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan
monokultur terhadap jumlah biji tan-1 dan ha-1, berat 100 biji kering oven dan berat
biji kering panen tan-1 dan ha-1
Perlakuan
VKM
VLM
J1VK
J2VK
J3VK
J1VL
J2VL
J3VL
Jumlah biji
(biji tan-1)
19,66
16,41
7,54
9,93
10,99
5,95
8,08
8,66
a
b
ef
cd
c
f
de
de
Berat 100 biji
kering oven
(g)
34,00 a
32,73 abc
28,23 d
32,72 abc
33,43 ab
27,87 d
32,04 c
32,64 bc
Berat biji kering panen
(g tan-1)
(t ha-1)
9,66
8,64
3,71
4,88
5,40
3,13
4,25
4,56
a
b
ef
cd
c
f
de
cde
2,14
1,91
1,98
2,10
2,12
1,49
1,75
1,78
a
b
b
a
a
d
c
c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang
sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%
72
73
Varietas Kelinci dalam monokultur menghasilkan berat biji kering panen
tan-1 tertinggi (9,66 g) diantara perlakuan lainnya (Tabel 5.35). Makin rapat jarak
tanam makin rendah berat biji kering panen kedua varietas kacang tanah. Varietas
Kelinci mempunyai berat bji kering panen tan-1 lebih tinggi dari pada varietas
Lokal hanya dalam monokultur (Tabel 5.35).
Berat biji kering panen ha-1 varietas Kelinci pada jarak tanam jagung
100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm paling tinggi (masing-masing 2,10 t dan
2,12 t) yang tidak berbeda nyata dengan berat biji dalam monokultur (2,14 t ha -1)
(Tabel 5.35). Jarak tanam jagung lebih rapat (100 cm x 40 cm) menghasilkan
berat biji kering panen ha-1 yang lebih rendah pada kedua varietas kacang tanah.
Varietas kelinci memberikan berat biji kering panen lebih tinggi dari pada varietas
Lokal baik dalam monokultur maupun tumpangsari (Tabel 5.35).
5.3.2.6 Berat biji kering oven tan-1 dan ha-1 , berat brangkasan kering oven ha-1
serta indeks panen
Berat biji kering oven tan-1 dan ha-1 kacang tanah varietas Kelinci tertinggi
(masing-masing 6,63 g dan 1,66 t) dihasilkan dalam sistem monokultur
(Tabel
5.36). Jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dalam tumpangsari memberikan berat
biji kering oven ha-1 lebih tinggi dari pada jarak tanam lebih rapat (100 cm x 40
cm), tetapi tidak berbeda nyata dengan berat biji pada jarak yang lebih renggang
(100 cm x 80 cm). Berat biji kering oven tan-1 dan ha-1 varietas Kelinci lebih
tinggi (masing-masing 17,55 % dan 17,73 %) dari pada varietas Lokal hanya pada
sistem monokultur (Tabel 5.36).
74
Berat brangkasan kering oven ha-1 kedua varietas kacang tanah lebih tinggi
dalam monokultur dari pada dalam tumpangsari (Tabel 5.36). Jarak tanam 100 cm
x 60 cm dan 100 cm x 80 cm menghasilkan berat brangkasan kedua varietas
kacang tanah lebih tinggi dari pada jarak tanam lebih rapat (100 cm x 40 cm).
Berat brangkasan kering oven ha-1 kedua varietas kacang tanah tidak berbeda
nyata baik dalam tumpangsari maupun dalam monokultur (Tabel 5.36).
Tabel 5.36
Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan
monokultur terhadap berat biji kering oven tan-1 dan ha-1, berat
brangkasan kering oven ha-1 serta indeks panen
Perlakuan
Berat biji kering oven
(g tan-1)
(t ha-1)
VKM
VLM
J1VK
J2VK
J3VK
J1VL
J2VL
J3VL
6,63
5,64
2,43
3,35
3,70
2,05
2,79
2,98
a
b
ef
cd
c
f
de
de
1,66
1,41
0,61
0,84
0,93
0,51
0,70
0,75
a
b
ef
cd
c
f
de
de
Berat
brangkasan
kering oven
(t ha-1)
1,69 a
1,60 a
1,22 d
1,37 bc
1,45 b
1,15 d
1,25 cd
1,34 bc
Indeks panen
(%)
49,27
47,10
33,72
37,70
39,12
30,38
35,47
35,90
a
a
d
bc
b
e
cd
cd
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang
sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%.
Indeks panen kedua varietas kacang tanah lebih tinggi dibandingkan dalam
tumpangsari (Tabel 5.36).
Jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dan
100 cm x
80 cm memberikan indeks panen kedua varietas kacang tanah lebih tinggi
dibandingkan dengan jarak tanam lebih rapat (100 cm x 40 cm). Varietas Kelinci
memberikan indeks panen yang lebih tinggi dibandingkan varietas Lokal hanya
74
75
pada jarak tanam jagung paling rapat (100 cm x 40 cm) dan paling renggang
(100 cm x 80 cm) (Tabel 5.36).
Berat gulma kering oven ha-1, nilai kesetaraan tanah (NKT),
keuntungan dan B/C ratio
3.2.7.
Pada jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm dalam sistem monokultur, berat
gulma kering oven ha-1 paling tinggi (0,20 t) (Tabel 5.37), yang tidak berbeda
nyata dengan berat gulma pada jarak tanam jagung yang sama dalam tumpangsari
dengan kacang tanah varietas Kelinci.
Tumpangsari memberikan nilai kesetaraan tanah (NKT) lebih tinggi dari
pada monokultur (Tabel 5.37). NKT tertinggi (1,92) diberikan oleh jarak tanam
jagung 100 cm x 80 cm dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci,
yang tidak berbeda nyata dengan NKT pada jarak tanam jagung 100 cm x 40 cm
dan 100 cm x 60 cm (Tabel 5.37).
Tabel 5.37
Pengaruh jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah dalam tumpangsari dan
monokultur terhadap berat gulma kering oven ha-1, nilai kesetaraan tanah (NKT),
keuntungan dan B/C ratio
Perlakuan
J1M
J2M
J3M
VKM
VLM
J1VK
J2VK
Berat gulma
kering oven
(t ha-1)+
0,09 def
0,13 cd
0,20 a
0,13 cd
0,10 cdef
0,07 f
0,12 cde
NKT
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,86
1,89
d
d
d
d
d
ab
ab
Keuntungan
(Rp ha-1)
2.698.744
3.050.579
2.333.959
8.902.459
7.742.459
12.108.319
12.963.479
B/C ratio
1,48
1,80
1,38
4,97
4,32
6,62
7,13
76
J3VK
J1VL
J2VL
J3VL
0,18
0,08
0,11
0,14
ab
ef
cdef
bc
1,92
1,68
1,78
1,80
a
c
b
b
12.516.859
9.512.319
11.027.479
10.536.859
6,91
5,20
6,06
5,82
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang
sama adalah tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%. +data telah
ditransformasi dengan √x+0,5
Analisis statistika tidak dilakukan terhadap keuntungan dan B/C ratio.
Keuntungan dan B/C ratio yang diberikan sistem tumpangsari lebih tinggi
daripada monokultur (Tabel 5.37).
Tumpangsari dengan varietas Kelinci
memberikan keuntungan dan B/C ratio yang lebih tinggi dari pada dengan varietas
Lokal. Keuntungan dan B/C ratio tertinggi (masing-masing Rp. 12.903.479,- dan
7,13) diberikan oleh perlakuan jarak tanam 100 cm x 60 cm dalam tumpangsari
dengan kacang tanah varietas Kelinci (Tabel 5.37).
76
77
BAB VI
PEMBAHASAN
Interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah dalam
sistem tumpangsari berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan, kecuali terhadap
jumlah daun umur 56 hst, maupun hasil jagung dan kacang tanah (Tabel 5.1).
Berat biji jagung kering panen ha-1 tertinggi (4,29 t) dihasilkan oleh jarak tanam
jagung 100 cm x 60 cm dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci,
walaupun tidak berbeda nyata dengan nilai tersebut dalam tumpangsari dengan
varietas Lokal (Tabel 5.10). Pada jarak tanam jagung lebih rapat (100 cm x
40 cm) atau lebih renggang (100 cm x 80 cm) berat biji yang dihasilkan lebih
rendah masing-masing 6,45 % dan 15,01 % dalam tumpangsari dengan varietas
Kelinci dan 5,94 % serta 17,48 % dalam tumpangsari dengan varietas Lokal.
Berat biji kering panen ha-1 yang tinggi pada jarak tanam jagung
100 cm x 60 cm tersebut disebabkan oleh berat biji kering panen tan-1 yang tinggi
(112,08 g dan 119,58 g) masing-masing dalam tumpangsari dengan kacang tanah
varietas Kelinci dan Lokal pada perlakuan yang sama (Tabel 5.9). Jumlah biji tkl1
(berarti juga jumlah biji tan-1) pada perlakuan jarak tanam jagung 100 cm x 60
cm dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci dan Lokal juga
tinggi (masing-masing 373,83 biji tkl-1 dan 381,85 biji tkl-1) dan berat 100 biji
kering oven (masing-masing 21,20 g dan 22,18 g) juga tinggi pada perlakuan
jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm (Tabel 5.7 dan 5.8). Nilai variabel tersebut
(jumlah biji tkl-1) dan berat 100 biji kering oven pada perlakuan jarak tanam
jagung 100 cm x 60 cm tidak berbeda nyata dengan nilai-nilai tersebut pada jarak
78
tanam 100 cm x 80 cm (Tabel 5.7 dan 5.8). Jumlah daun pada perlakuan jarak
tanam jagung 100 cm x 60 cm (Tabel 5.4) mendukung tingginya berat biji kering
panen tan-1 dan ha-1, tetapi tidak mengakibatkan indeks luas daun menjadi lebih
tinggi (Tabel 5.5) bahkan lebih rendah dari pada nilai tersebut pada jarak tanam
100 cm x 40 cm dan sangat rendah pada jarak tanam lebih renggang (100 cm x 80
cm). Rendahnya nilai indeks luas daun pada jarak tanam jagung lebih renggang
tersebut mungkin disebabkan oleh luas areal yang diduduki (jarak tanam) oleh
tanaman tersebut lebih renggang (100 cm x 80 cm) jika dibandingkan dengan
jarak tanam lebih rapat, atau mungkin juga pada jarak tanam yang lebih renggang
daun-daunnya lebih sempit tetapi mungkin lebih tebal.
Percobaan ini tidak
dilakukan pengukuran terhadap ketebalan daun. Walaupun daun tidak lebih luas
tetapi karena lebih tebal kemungkinan asimilat yang terbentuk cukup banyak
untuk dialokasikan ke biji, sehingga menyebabkan tingginya berat biji kering
panen tan-1 dan ha-1. Asimilat yang cukup banyak mengakibatkan tongkol berbiji
lebih banyak dan biji yang lebih besar sehingga jumlah biji tkl-1 dan berat 100 biji
kering oven yang lebih tinggi pada jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm (Tabel 5.7
dan 5.8) mengakibatkan pula berat tongkol jagung ha-1 yang lebih tinggi pada
perlakuan jarak tanam tersebut dibandingkan jarak tanam yang lainnya
(Tabel 5.6). Jumlah daun yang lebih banyak (Tabel 5.4) disertai tanaman yang
lebih tinggi pada jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm (Tabel 5.3) mengakibatkan
berat brangkasan kering oven ha-1 juga lebih tinggi dibandingkan perlakuan jarak
tanam lainnya (Tabel 5.13).
78
79
Berat biji kering panen jagung tan-1 dan ha-1 lebih tinggi pada
perlakuan tanam jagung 100 cm x 60 cm (Tabel 5.9 dan 5.10), berat biji kering
oven tan-1 dan ha-1 tertinggi pada perlakuan jarak tanam lebih rapat (100 cm x 40
cm) (Tabel 5.12). Persaingan tanaman terhadap air mungkin terjadi lebih kuat
pada jarak tanam yang rapat (100 cm x 40 cm) dan sebaliknya terjadi pada jarak
tanam lebih renggang (100 cm x 60 cm dan 100 cm x 80 cm) sehingga biji jagung
pada kedua jarak tanam tersebut mengandung air lebih banyak yang menyebabkan
berat biji kering panennya lebih tinggi (Tabel 5.10). Pada waktu dikeringkan
dalam oven karena banyaknya air dalam biji yang menguap menyebabkan berat
biji kering oven menjadi lebih rendah pada jarak tanam lebih renggang (100 cm x
60 cm dan 100 cm x 80 cm) (Tabel 5.12).
Berat biji kering panen kacang tanah varietas Kelinci ha-1 tertinggi
(2,10 t), lebih tinggi 6,06 % dibandingkan pada jarak tanam jagung lebih rapat
(100 cm x 40 cm), tetapi tidak berbeda nyata dengan nilai tersebut pada jarak
tanam jagung lebih renggang (100 cm x 80 cm) (Tabel 5.21). Varietas Lokal
mempunyai berat biji kering panen yang jauh lebih rendah (berturut-turut 20,00
%, 40,94 % dan 17,98 %) baik pada jarak tanam jagung yang sama maupun yang
lebih rapat dan lebih renggang. Tingginya berat biji kering panen kacang tanah
varietas Kelinci ha-1 pada jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm tersebut disebabkan
oleh berat biji kering panen tan-1 yang juga tinggi (8,39 g) pada perlakuan jarak
tanam jagung tersebut yang tidak berbeda nyata dengan nilai variabel tersebut
pada jarak tanam lebih renggang dan lebih rapat (Tabel 5.20). Berat biji kering
panen varietas Lokal tan-1 dan ha-1 jauh lebih rendah dibandingkan varietas
80
Kelinci pada semua perlakuan jarak tanam jagung. Hasil penelitian Suparsa
(2004) juga mendapatkan varietas Kelinci mempunyai keunggulan dalam jumlah
daun tetrafoliate, jumlah polong total tan-1, berat 100 biji kering oven, berat biji
kering panen ha-1, berat biji kering oven ha-1 dan berat brangkasan kering oven ha-1
dibandingkan dengan varietas lokal.
Tingginya berat biji kering panen varietas Kelinci tan-1 dan ha-1 pada jarak
tanam jagung 100 cm x 60 cm disebabkan oleh jumlah biji tan-1 yang tinggi (17,08
biji) (Tabel 5.18) dan berat 100 biji kering oven yang juga tinggi (32,72 g)
walaupun tidak berbeda nyata dengan nilai tersebut pada jarak tanam jagung
100 cm x 80 cm (Tabel 5.19). Berat 100 biji kering oven varietas Lokal pada
jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm juga tidak berbeda nyata dengan berat
tersebut pada jarak tanam 100 cm x 80 cm dan dengan berat 100 biji varietas
Kelinci pada jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm (Tabel 5.19). Berat biji kering
panen varietas Kelinci tan-1 dan ha-1 yang tinggi pada perlakuan jarak tanam
jagung 100 cm x
60 cm juga disebabkan oleh jumlah polong total (6,64 polong
tan-1) (Tabel 5.16) dan berat polong berisi (6,94 g tan-1) yang tinggi (Tabel 5.17).
Walaupun jumlah daun kacang tanah tidak berbeda nyata diantara kedua
varietas dan ketiga jarak tanam jagung (Tabel 5.1 dan Tabel 5.25), indeks luas
daun varietas Kelinci tertinggi adalah pada jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm
yang tidak berbeda nyata dengan indeks luas daun pada jarak 100 cm x 60 cm dan
dengan varietas Lokal pada jarak tanam jagung yang sama (100 cm x 80 cm)
(Tabel 5.15).
80
81
Indeks luas daun jagung yang tinggi menghasilkan asimilat yang banyak
sehingga alokasi ke biji juga banyak dan akhirnya meningkatkan berat 100 biji
serta berat biji kering panen tan-1 dan ha-1. Produksi dan alokasi asimilat yang
tinggi (yang ditunjukkan oleh indeks luas daun yang tinggi) varietas Kelinci pada
perlakuan jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm juga tidak berbeda dengan pada
perlakuan jarak tanam jagung 100 cm x 80 cm (Tabel 5.15) mengakibatkan berat
biji kering oven kacang tanah varietas Kelinci tan-1 dan ha-1 menjadi lebih tinggi
dibandingkan varietas Lokal dan pada jarak tanam jagung yang sama atau lebih
rapat dan lebih renggang (Tabel 5.22 dan 5.23).
Varietas Kelinci yang mempunyai postur yang tinggi, ditunjukkan oleh
tinggi tanaman umur 56 hst (Tabel 5.14) pada jarak tanam jagung 100 cm x
60 cm dan 100 cm x 80 cm, daun-daun yang lebih luas (indeks luas daun yang
tinggi) (Tabel 5.15), walaupun jumlah daun berpengaruh tidak berbeda nyata
(Tabel 5.1 dan 5.25), mengakibatkan berat brangkasan kering oven ha-1 menjadi
tinggi (1,37 t dan 1,45 t) pada kedua jarak tanam jagung yang renggang tersebut
(Tabel 5.24).
Dalam sistem tumpangsari dengan kacang tanah varietas Kelinci jarak
tanam jagung 100 cm x 60 cm memberikan berat biji kering panen jagung ha-1
cukup tinggi (4,29 t) yang tidak berbeda nyata dengan berat biji pada jarak tanam
sama (4,76 t) dan jarak tanam lebih rapat (100 cm x 40 cm) (4,52 t) pada sistem
monokultur (Tabel 5.30). Sementara itu berat biji kering panen tan-1 pada sistem
tumpangsari lebih rendah dibandingkan pada sistem monokultur (Tabel 5.29) dan
82
tertinggi (148,44 g) diberikan oleh perlakuan jarak tanam renggang (100 cm x
80 cm) pada monokultur.
Sistem tumpangsari pada kedua jarak tanam (100 cm x 60 cm dan 100 cm
x 80 cm) memberikan berat biji kering panen kacang tanah ha-1 tidak berbeda
nyata dengan berat biji varietas Kelinci pada monokultur (Tabel 5.35). Nilai
variabel tersebut makin rendah pada tumpangsari dengan varietas Lokal
(Tabel
5.35). Berat biji kering panen yang tidak berbeda nyata pada tumpangsari tersebut
dengan nilai pada sistem monokultur disebabkan oleh jumlah biji
berat 100 biji kering oven (Tabel 5.37) dan persentase polong
polong-1 dan
berisi ha-1 (Tabel
5.34) yang juga berpengaruh tidak berbeda nyata (Tabel 5.34). Nilai variabelvariabel tersebut pada tumpangsari yang tidak berbeda nyata dengan nilai pada
monokultur disebabkan oleh indeks luas daun umur 56 hst yang juga tidak
berbeda nyata (Tabel 5.33). Indeks luas daun yang tinggi menghasilkan asimilat
yang banyak yang kemudian dialokasikan ke biji.
Sistem tumpangsari memberikan berat biji kering oven kacang tanah tan -1
dan ha-1 yang juga lebih rendah dibandingkan sistem monokultur (Tabel 5.36).
Pada sistem monokultur berat brangkasan kering oven ha-1 yang lebih tinggi
dibandingkan berat brangkasan pada sistem tumpangsari (Tabel 5.36) disebabkan
oleh jumlah tanaman kacang tanah lebih banyak pada monokultur.
Berat brangkasan kacang tanah kering oven ha-1 yang lebih tinggi
dihasilkan oleh perlakuan jarak tanam jagung paling renggang (100 cm x 80 cm)
namun tidak berbeda nyata dengan jarak tanam 100 cm x 60 cm (Tabel 5.36). Hal
ini disebabkan oleh tanaman yang lebih tinggi pada jarak tanam tersebut
82
83
(Tabel 5.26) sehingga membuat brangkasan menjadi lebih berat. Berat biji kering
oven ha-1 dan berat 100 biji kering oven lebih tinggi pada jarak tanam jagung
paling renggang (Tabel 5.29), menunjukkan translokasi asimilat ke biji menjadi
lebih banyak. Berat brangkasan juga lebih tinggi pada jarak tanam lebih renggang
mengakibatkan meningkatnya indeks panen kacang tanah (Tabel 5.36).
Nisbah kompetitif jagung lebih tinggi pada sistem tumpangsari baik
dengan varietas Kelinci maupun Lokal dibandingkan pada monokultur
(Tabel
5.28). Makin renggang jarak tanam jagung makin kuat nisbah kompetitif jagung.
Nisbah kompetitif jagung tertinggi (9,38 ) adalah pada jarak tanam jagung 100 cm
x 80 cm pada tumpangsari dengan varietas Kelinci maupun Lokal. Sebaliknya
nisbah kompetitif kacang tanah pada tumpangsari lebih rendah dibandingkan pada
sistem monokultur (Tabel 5.33). Makin renggang jarak tanam jagung makin
rendah nisbah kompetitif kacang tanah. Menurut Haryadi (1991) menyatakan
tanaman memerlukan lingkungan yang optimal bagi pertumbuhannya. Faktor
tumbuh yang tersedia pada lingkungan tanaman sangat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman bersangkutan. Tanaman-tanaman yang berada dalam satu
komunitas akan berkompetisi memperebutkan faktor tumbuh (lahan, air, unsur
hara dan cahaya matahari) yang tersedia.
Jarak tanam yang lebih renggang mengakibatkan lebih banyak gulma yang
tumbuh dibandingkan jarak tanam jagung yang lebih rapat, seperti yang
ditunjukkan oleh berat gulma kering oven ha-1 (Tabel 5.37). Jarak tanam jagung
renggang (100 cm x 80 cm) memberikan berat gulma kering oven tertinggi
(0,20 t ha-1) yang tidak berbeda nyata dengan berat gulma pada jarak tanam sama
84
pada sistem tumpangsari dengan varietas Kelinci (J3VK). Jarak tanam rapat
memberikan berat gulma lebih rendah baik pada monokultur maupun tumpangsari
dengan kacang tanah. Hasil penelitian Kurnia (2003) juga menyatakan sistem
tumpangsari menekan pertumbuhan gulma dibandingkan dengan sistem
monokultur, tetapi tidak terdapat perbedaan nyata diantara berat gulma perlakuan
waktu tanam jagung.
Sistem tumpangsari lebih efisien dalam penggunaan lahan seperti
ditunjukkan oleh nilai kesetaraan tanah (NKT) yang lebih tinggi pada tumpangsari
dengan kacang tanah varietas Kelinci (1,92; 1,86 dan 1,89) maupun varietas Lokal
(1,68; 1,78 dan 1,80) (Tabel 5.37). Tingginya NKT pada sistem tumpangsari
disebabkan oleh dua jenis tanaman yang dihasilkan pada luas lahan yang sama
dan bernilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan hanya satu jenis tanaman dalam
sistem monokultur. Hasil penelitian Suparsa (2004) juga menyatakan tumpangsari
meningkatkan nilai kesetaraan tanah (NKT) dibandingkan dengan sistem
monokultur, NKT tertinggi didapatkan 1,31 pada jarak tanam 100 cm x 60 cm.
Keuntungan dan B/C ratio tidak dianalisis secara statistika, tetapi
tumpangsari pada jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dengan varietas Kelinci
memberikan keuntungan dan B/C ratio yang
paling tinggi (masing-masing
Rp. 12.963.479,- dan 7,13) (Tabel 5.37). Hasil penelitian Suprapto (2002)
menyatakan efisiensi penggunaan lahan , keuntungan ekonomi dan B/C ratio yang
lebih tinggi diperoleh pada sistem tumpangsari jagung dan kacang tanah di lahan
kering beriklim kering di desa Patas, kecamatan Gerokgak, kabupaten Buleleng
84
85
dibandingkan dengan nilai pada sistem monokultur baik jagung maupun kacang
tanah.
86
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1
1.
SIMPULAN
Interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah dalam
sistem tumpangsari berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil
jagung dan kacang tanah.
2.
Berat biji kering panen jagung tertinggi (4,29 t ha-1) dihasilkan oleh jarak
tanam jagung 100 cm x 60 cm dalam tumpangsari dengan kacang tanah
varietas Kelinci yang tidak berbeda nyata dengan hasil varietas Lokal. Berat
biji kering panen kacang tanah tertinggi (2,10 t ha-1) juga dihasilkan oleh
jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dalam tumpangsari dengan varietas
Kelinci.
3.
Sistem tumpangsari memberikan efisiensi penggunaan lahan dan
keuntungan
yang
lebih
tinggi
dibandingkan
dengan
monokultur.
Tumpangsari memberikan nilai kesetaraan tanah (NKT) nyata lebih tinggi
(1,92) dibandingkan sistem monokultur.
4.
Keuntungan dan B/C ratio tertinggi ( masing-masing Rp. 12.965.479,- dan
7,13) diberikan oleh jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm dalam tumpangsari
dengan kacang tanah varietas Kelinci.
86
87
7.2
1.
SARAN
Untuk memperoleh hasil jagung dan kacang tanah serta keuntungan yang
tinggi disarankan untuk menanam dalam sistem tumpangsari dengan jarak
tanam jagung 100 cm x 60 cm baik dengan varietas Kelinci maupun Lokal.
2.
Perlu dilakukan penelitian tumpangsari jagung dengan jarak tanam 100 cm
x 60 cm dengan kacang tanah varietas Lokal lainnya.
88
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. 1990. Pigeonpea: Cropping Systems. Investigor and Head (Agronomi,
Directorate of Pulses Research, Kanpur : India Council of Agricultural
Research (ICAR), Chapter 12.
Anonimous. 2005. Monografi Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Nusa Penida.
34 hal.
Anonimous. 1995. Statistik Pertanian Provinsi Bali.
Asyardi, Nurnayetti. 1995. “Pengaruh Jarak Barisan Tanam dan Pemangkasan
Daun Bawah Tanaman Jagung dalam Tumpangsari dengan Kacang Tanah
terhadap Efisiensi Radiasi Surya dan Produksi”. Risalah Seminar Balittan
Sukarami. Vol VIII.
Dahono. 1984. Jarak dan Waktu Tanam Jagung pada Tumpangsari dengan Kacang
Tanah di Lahan Kering, Pemberitaan Penelitian Sukarami 24.
Effendi, S. 1976. Pola Bertanam (Cropping System). Usaha Untuk Stabilitas
Produksi Pertanian Indonesia. Departemen Pertanian. LPPP Bogor.
Gomez, K.A. 1972 Techniques for Field Experiments with Rice. Phillippines :
IRRI, 48 p.
Gomez, K.A., Gomez, A.A. 1984. Statistical Procedures for Agricultural
research. New York : John Wiley and Sons. 680 p.
Haryadi, S.S. 1991. Pengantar Agronomi. PT Gramedia Utama. Jakarta. 195 hal.
Hassanuddin, A.S. Pakki M. Dan Said K. 1994. “Tumpangsari Kacang Tanah,
Jagung dan Kacang Tunggak Sebagai Salah Satu Alternatif Pengendalian
Penyakit Peanut Virus”. Buletin Agrikam 9(2): 51-56.
Jumin, B. 1991. Dasar dasar agronomi. CV. Rajawali Jakarta. 140 hal.
Las, I., P. Hidayat dan A. Sasmita. 1997. Ketersediaan dan Potensi Sumber Daya
Air dan Pertanian Pangan. Inovasi Teknologi Pertanian. Badan Litbang
Pertanian. Hal. 120-136.
Midmore, D.J. 1993. Agronomic Modification of Resource Use and Intercrop
Productivity. Field Crop Research 34 (1993) : 357-380.
Moenandir, H.J. 1993. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma PT. Raja
Grafindo Persana, Jakarta. 101 hal.
88
89
Mutsaers, H.C.W., Ezumah, H.C., Osiru, D.S.O. 1993. Cassava-Based
Intercropping : a Review. Field Crops Research 34 (1993) : 431-457.
Putnam, D.H., Herbert, S.J., Vargas, A. 1985. Intercropped Corn-Soybean Density
Studies. I. Yield complementary. Expl. Agric. 21: 41-51.
Soeryani, M. 1980. “Berbagai Masalah Lingkungan Sebagai Tantangan terhadap
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi”. Ceramah Umum Pusat Studi
Lingkungan UNSUD Purwokerto, 29 Maret 1980.
Subandi, I., Ismail, Hermanto. 1998. Jagung. Teknologi Produksi dan Pascapanen.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang
Pertanian. Bogor.
Suparsa I M. 2004. “Pengaruh Jarak Tanam Jagung (Zea mays L.) dan Varietas
Kacang Tanah (Arachis hypogea L.) Terhadap Hasil Jagung dan Kacang
Tanah pada Sistem Tumpangsari di Lahan Kering”. (tesis). Denpasar :
Universitas Udayana.
Suprapto. 2002. “Pengaruh Kerapatan Tanaman Jagung (Zea mays L.) dan
Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogea L.) Terhadap Hasil Jagung dan
Kacang Tanah dalam Tumpangsari di Lahan Kering”. (tesis). Denpasar :
Universitas Udayana.
Suwardjo. 1982. Pengelolaan Lahan Kering di Daerah Transmigrasi. Prosiding
Usahatani Lahan Kering. Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan. Direktorat Perluasan Tanaman. Jakarta. Hal. 12-16.
Swastirahminingsih, D.K. 2004. “Pengaruh Kerapatan Tanaman Jagung (Zea
mays L.) dan Varietas Kacang Tunggak (Vigna unguiculata (L) Walp.)
terhadap Hasil Jagung dan Kacang Tunggak pada Sistem Tumpangsari di
Lahan Kering”. (tesis). Denpasar : Universitas Udayana.
Tahir, M.S. 1974. “Meningkatkan Produktivitas Tanah di Indonesia dengan
Multiple Cropping”. Majalah Pertanian, Ditjen Pertanian Jakarta. XXI (1);
3-9.
Thahir, S.N., Hadmadi. 1985. Tumpang Gilir (Multiple Cropping). Jakarta : C.V.
Yasaguna. 101 hal.
Tjitrosemito, S. 1998. Kompetisi. Penataran Pengelolaan Gulma Terpadu II.
SEAMEO, Biotrop. 26 Oktober - 7 November 1998. Bogor. 18 hal.
Trendbath, B.R. 1974. “Biomass Productivity of Mixture”. Adv. Agron., 26: 177210.
90
Udayana, I G.B. 2003. “Pengaruh Jenis Tanaman Kacang dalam Sistem
Tumpangsari dengan Jagung Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kacang dan
Jagung di Lahan Kering Desa Kubu Kabupaten Karangasem”. (tesis).
Denpasar : Universitas Udayana.
Vest, G., D.F. Weber. C. Sloger. 1973. “Nodulation and Nitrogen Fixation”. In:
Caldwell, B.E., editor. Soybean: Improvement, Production and Uses. ASA.
Inc. Madison, Wisconsin.
Wahid, A.S., M.S. Panday, F.A. Bahar. 1988. “Pengaruh Jarak Tanam Jagung pada
Tumpangsari terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah dan
Jagung”. Buletin Agrikam. Penelitian Pertanian Maros, 3 (2): 77-81.
Wihardjaka, A., Suprapto. 2000. “Pengaruh Takaran Pupuk Kandang terhadap
Hasil Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah di Ekosistem Tanah Tadah
Hujan”. Prosiding Seminar Nasional. Pengembangan Teknologi Pertanian
dalam Upaya Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Pusat Penelitian
Sosial Ekonomi Pertanian. Denpasar 23-24 Oktober 2000. Hal. 233-242.
Winerungan, S.A.J. 2003. “Pengaruh Varietas Kacang Tunggak (Vigna
unguiculata L. Walp.) terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung (Zea mays
L.) serta Kacang Tunggak dalam Sistem Tumpangsari di Lahan Kering
Desa Kubu, Kabupaten Karangasem”. (tesis). Denpasar : Universitas
Udayana.
Yunusa, I.A.M. 1989. Effects of Planting Density and Arrangement Pattern on
Growth and Yields of Maize (Zea mays L.) and Soybean (Glicine max (L)
Merr.) Grown in Mixtures. J. Agric. Sci., Cambridge, 112: 1-8.
90
91
Lampiran 1 : Curah Hujan
92
Lampiran 2 : Hasil Analisis Tanah
92
93
Lampiran 3
Deskripsi jagung varietas Srikandi Putih-1
Tanggal lepas
Asal
Golongan
Umur tanaman
Tipe batang, warna
Tinggi tanaman
Tinggi tongkol
Daun
Warna Daun
Warna malai
Warna rambut
Keragaman tanaman
Bentuk tongkol
Penutupan kelobot
Warna biji
Barisan biji
Jumlah baris/tongkol
Tipe biji
Bobot 1000 biji
Endosperm
Rata-rata hasil (k.a 15%)
Potensi hasil (k.a 15%)
Ketahanan penyakit
Ketahanan Hama
Keterangan
Tim Pemulia
Teknisi
: 4 Juni 2004
: Materi introduksi asal CIMMYT Mexico, dibentuk
dari saling silang dengan inbrida yang mempunyai
daya gabung umum bagus dalam sifat hasil (yield),
Inbrida tersebut berasal dari beberapa populasi
QPM putih dengan adaptasi lingkungan tropis
: Bersari bebas sintetik
: - Berbunga jantan : 55 – 58 hari
- Berbunga betina : 58 – 60 hari
- Masak fisiologis : 105 – 110 hari
: Tegap, hijau
: 195 cm
: 95 cm
: Panjang dan lebar
: Hijau
: Kemerahan
: Kemerahan
: Seragam 96 – 98%
: Sedang dan silindris
: Menutup baik (95 – 97%)
: Putih
: Lurus dan rapat
: 12 – 14 baris
: Semi mutiara dan gigi kuda (flint dan dent),
modified hard endosperm
: 325 gram
: Protein (10,44%); Lisin (0,410%); Triptofan
(0,087%)
: 5,89 t/ha pipilan kering
: 8,09 t/ha pipilan kering
: Tahan hawar daun (H. maydis) dan karat (Puccinia
sp)
: Tahan hama penggerek batang (Ostrinia
furnacalis)
: Dianjurkan untuk ditanam didataran rendah, lebih
diutamakan ditanam pada musin penghujan
: Firdaus Kasim, M. Yasin HG, Muh. Azrai, Marcia
B. Pabenden, Andi Takdir, Roy Efendi, Nuning A.
Subekti, R. Neni Iriany, J. Wargiono, Made J.
Mejaya, Marsum M. Dahlan.
: Stefanus Misi, Arifuddin, Wen Langgo, P. Gasing,
Sulasih.
94
Penguji
: Wasmo Wakman, J. Tandiabang, Surtikarti, Evert
Hosang, Awaluddin Hipi, Andarias Makkamurni,
Syahrul Zen, A. Salam Wahid, Nurtirtayani,
Komang Dana Arsana.
: Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan.
: Kepmentan Nomor : 378/Kpts/SR.120/6/2004,
Tanggal 4 Juni 2004.
Pengusul
Sumber
94
95
Lampiran 4
Deskripsi kacang tanah varietas Kelinci
Tahun pelepasan
Nomor galur
Asal
Hasil rata-rata
Mulai berbunga
Umur polong tua
Bentuk tanaman
Bentuk daun tua
Warna pangkal batang
Warna daun
Warna bunga
Warna ginofora
Warna kulit biji
Konstruksi polong
Kulit polong
Jumlah polong / pohon
Jumlah biji / polong
Berat 100 biji
Kadar lemak
Kadar protein
Rendemen biji dari polong
Sifat-sifat lain
Pemulia
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
1987
GH-470
IRRI Philipinna, dengan kode No. Acc-12
2,3 ton ha-1
25 – 29 hari
95 hari
tegak
elip, kecil bertangkai empat
hijau
hijau
kuning
hijau
merah muda
agak nyata
nyata
15 buah
4
± 45 g
28 %
31 %
67 %
tahan karat daun (Puccinia arachidis), toleran
terhadap bercak daun (Cercospora, Sp), agak tahan
penyakit layu (Pseudomonas solanacearum)
: Sumarno, Lasinin S., dan Sri Astuti Rais.
96
Lampiran 5
Jadwal pelaksanaan
No
Tahun 2008
Jenis Kegiatan
3
1.
Persiapan
2.
Pelaksanaan
3.
pengamatan jagung dan kacang tanah
Tabulasi dan analisa data
4.
Pelaporan
96
penanaman
dan
4
5
6
7
8
9
97
Lampiran 6
Peta kecamatan Nusa Penida kabupaten Klungkung
Download