Marsipometra Filum : Helminthes Subfilum : Platyhelminthes Kelas

advertisement
Marsipometra
Filum
Subfilum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
: Helminthes
: Platyhelminthes
: Cestoda
: Pseudophyllidea
: Amphicotylidae
: Marsipometra
: Marsipometra confusa
Gambar 1. Morfologi Marsipometra
www.southampton.ac.uk
Cacing Marsipometra mempunyai tubuh yang beruas-ruas, berskolex seperti anak panah
dengan dua buah botrium sebagai alat pelekat. Segmen dekat skolex kecil jika dewasa besar dan
segmennya adalah hermaprodit. Uterus terdapat dibagian tengah segmen, ovarium letaknya di
bagian postarium. Kelenjar vitelin terdapat di kedua sisi segmen. Larva stadium procercoid
terdapat dalam tubuh Cyclops, stadium clerocercoid terdapat dalam otot daging ikan. Dewasanya
terdapat dalam usus. Segmen tubuh disebut stobilus.
Cacing Marsipometra betina akan membentuk dua buah kantung telur dibagian belakang
tubuhnya, telur akan lepas kedalam air, menetas, dan bermetamorfosis beberapa kali, melalui
tahapan larva yang berenang bebas dan tahapan parasit yang umumnya akan menjangkit insang
ikan. Kehadiran parasit ini akan menimbulkan iritasi sehingga ikan yang terjangkit akan tampak
berusaha membebaskan diri dengan menggosok-gosokkan badannya, serta sering dijumpai ikan
meluncur dengan cepat kesana kemari. Ikan kecil yang terjangkit biasanya akan sangat lemah.
Ikan yang terjangkit hendaknya diisolasi untuk mencegah telur yang dikandung parasit
tersebut terlepas dan menetas. Perendaman dengan bahan kimia tertentu dapat dilakukan untuk
memusnahkan larva parasit trichlorfon dan senyawa organofosgat diketahui efektif pada dosis
0,2-0,3 mg/l. Perendaman dalam larutan garam atau bahan kimia pencegah parasit komersial
juga diketahui efektif. Perendaman jangka panjang dapat dilakukan dengan dichlofention
(Bromex) pada konsentrasi 0,12 ppm/liter air.
Diphylobothrium
Kingdom
Phylum
Class
Ordo
Family
Genus
Species
: Animalia
: Platyhelminthes
: Cestoda
: Pseudophyllidea
: Diphyllobothriidae
: Diphyllobothrium
: Diphyllobotrium latum
Gambar 2. Diphyllobotrium latum
Sumber : Fcrocodilusdaratensis.wordpress.com
Ditemukan pada usus halus manusia, anjing, kucing, babi, beruang, mamalia pemakan
ikan. Cacing memiliki ukuran 2-12 m warna abu-abu kekuningan dengan bagian tengah
berwarna gelap (berisi uterusdan telur). Testis dan gld. Vitellaria terletak di lateral, ovarium di
tengah berlobus 2. Uterus berbentuk bunga di tengah dan membuka di ventral. Porus uterus
terletak disebelah porus genitalis. Telur keluar terus menerus di tinja dengan ukuran 67-71 x 4051 μ. Cacing dewasa memiliki beribu-ribu proglotid (bagian yang mengandung telur) dan
panjangnya sampai 450-900 cm. Telurnya dikeluarkan dari proglotid di dalam usus dan dibuang
melalui tinja. Telur akan mengeram dalam air tawar dan menghasilkan embrio, yang akan
termakan oleh krustasea (binatang berkulit keras seperti udang, kepiting). Selanjutnya krustasea
dimakan oleh ikan. Manusia terinfeksi bila memakan ikan air tawar terinfeksi yang mentah atau
yang dimasak belum sampai matang.
Telur berkembang untuk beberapa minggu, coracidium (onchosphere berkait 6 dilengkapi
embriophore yang bercilia) berada di air, kemudian dimakan h.i. I cyclopid/diaptomid
(berkembang menjadi procercoid) di haemochole dalam 2-3 minggu selanjutnya h.i. I dimakan
h.i. II ikan (berkembang menjadi plerocercoid) di viscera dan otot. H.i. II dimakan h.d dan
menjadi dewasa dengan periode prepaten 3-4 minggu. Infeksi biasanya tidak menimbulkan
gejala, meskipun beberapa mengalami gangguan usus yang ringan. Atabrin disertai pemberian
Na-bikarbonat dan diberikan niklosamid atau prazikuantel per-oral (melalui mulut).
Klasifikasi anisakis sp
Anderson (2000), mengklasifikasikan parasit Anisakis sp., sebagai berikut:
Kingdom
Phylum
Class
Order
: Animalia
: Nematoda
: Secernentea
: Ascaridida
Super Family
Family
Genus
Spesies
: Ascaridoidea
: Anisakidae
: Anisakis
: Anisakis spp
:
Gambar 2: Anisakis spp
Sumber : Setyobudi, dkk. 2010.
Morfologi cacing Anisakis spp mempunyai warna putih, dengan panjang antara 10-29
mm, Anisakis mempunyai bibir venterolateral yang berfungsi untuk menyerap bahan organik dari
dinding usus. Pada anterior dari Anisakis spp terdapat boring tooth yang berfungsi untuk
melubangi dinding usus halus dan sekaligus untuk berpegangan pada mukosa dari usus halus
agar tidak lepas pada waktu kontraksi intestinum mencerna makanan ( Awik dkk., 2007).
Perairan Indonesia di sekitar Taman Nasional Komodo, Pulau Alor, Pulau Antar, dan Lembata,
Nusa Tenggara Timur merupakan jalur lintasan ikan Paus dari Samudera Pasifik dan perairan
Timur Indonesia ke Samudera Indonesia dan juga sebaliknya melewati daerah ini disamping
satwa setempat (residen) yang menggunakan jalur lintasan ini sebagai daerah jelajah mereka
(Kahn 2001)
Desrina dan Kusumastuti (1996) mengemukakan bahwa saluran pencernaan ikan
merupakan organ yang paling banyak diserang oleh cacing Anisakis spp. Habitat dan penyebaran
cacing parasit usus dapat dipengaruhi oleh struktur dan fisiologis usus sehingga mempengaruhi
keberadaan dan jumlah parasit. Terdapatnya cacing parasit pada saluran pencernaan karena
banyaknya sumber bahan organik yang biasa diserap oleh cacing parasit. Anisakis spp memiliki
siklus hidup yang kompleks melewati beberapa inang dalam perjalanan hidupnya. Telur menetas
dalam air laut dan larva dimakan oleh krustasea, biasanya Euphausids. Krustasea terinfeksi
kemudian dimakan oleh ikan atau cumi-cumi dan nematoda masuk ke dalam dinding usus dan
membentuk cysta dalam mantel pelindung, biasanya di bagian luar visceral organ, tetapi kadangkadang di otot atau di bawah kulit. Siklus hidup selesai ketika ikan terinfeksi dimakan oleh
mamalia laut, seperti ikan paus, anjing laut, atau lumba-lumba sedangkan manusia terinfeksi
karena memakan ikan yang telah terinfeksi dan tidak diolah dengan baik.
Pencegahan yang dilakukan bias dengan, menghindari mengkonsumsi ikan laut yang
tidak dimasak dengan baik. Panaskan ikan laut hingga 60° C(140 °F) selama 10 menit, bekukan
hingga – 35° C (-31ºF) atau lebih rendah selama 15 jam atau bekukan dengan cara biasa pada –
23°C (-10°F) selama paling tidak 7 hari, cara ini akan membunuh larva. Cara pengendalian yang
dikembangkan akhir-akhir ini dilaksanakan dengan sukses di Belanda. Irradiasi efektif
membunuh parasit. Membersihkan dan membuang usus (eviscerasi) ikan secepat mungkin
sesudah ditangkap dapat mengurangi jumlah larva yang masuk ke dalam otot mesenterik.
Penerangan dengan lilin direkomendasikan untuk menerangi produk ikan dimana dengan
penerangan ini parasit bisa dilihat.
Klasifikasi Camallanus sp
Kingdom
Phylum
Class
Order
Super Family
Family
Genus
Spesies
: Animalia
: Nematoda
: Secernentea
: camallanida
: camallanidae
: camallanidae
: Camallanus
: Camallanus spp
Gambar 4. Camallanus sp
Sumber: Martin et al 2007
Genus Camallanus menginfeksi saluran pencernaan cychlids, guppies dan swordtails serta
spesies lain ikan air tawar. Biasanya infeksi pertama ditandai warna merah dan cacing menonjol
dari anus ikan. Camallanus sp dilaporkan dapat menginvasi mukosa usus karena memiliki enzim
protease dan merusak mikrovili dengan menggunakan gigi sklerotis yang terdapat pada bagian
buccal cavity (De 1999; Newton dan Munn 1999). Nematoda ini termasuk dalam ovoviviparous
("ovo berarti"telur" dan"vivipar" berarti beranak). Morfologi dari Camallanus spp, panjang
tubuh Camallanus jantan dapat mencapai 6,2 mm dan betinanya dapat mencapai 11 mm, adanya
rongga kapsul yang terbuat dari dua katup lateral, cincin basal dan dua trident, betina gravid
berisikan larva motil kira-kira panjangnya 0,5 mm, camallanus sp. ini memiliki kebiasaan
menghisap darah sehingga menyebabkan anemia, perlekatan dengan rongga kapsulnya
menyebabkan erosi pada mukosa
Dalam siklus hidupnya, embrio akan berubah menjadi larva pertama di dalam telur pada
tubuh cacing betina. Larva pertama kemudian akan keluar dari membran telur ketika dikeluarkan
ke dalam air, sehingga dalam ikan manfish tidak ditemukan telur cacing ini (Stromberg & Crites
1973). Menurut Yanong (2008) Camallanus memiliki inang antara kopepoda sehingga siklus
hidup cacing ini disebut siklus hidup tidak langsung (Gambar 3). Kopepoda merupakan krustasea
yang berukuran sangat kecil yaitu 0,3 sampai 18 mm. Kopepoda dapat hidup di air tawar, air laut
dan perairan yang memiliki kadar garam yang tinggi serta dapat bertindak sebagai parasit
maupun komensalisme pada berbagai jenis ikan (Hys & Boxshall 1991). Kutu air (Cyclops sp)
merupakan jenis kopepoda termasuk ke dalam famili Cyclopidae (Chullarson et al. 2008).
Camallanus betina dapat melepaskan larva pertama (L1) ke dalam air dan dapat bertahan di
dalam air selama 12 hari (Dogiei et al. 1960) kemudian Cyclops sebagai inang antara memakan
larva ini sehingga dapat mengandung Camallanus L1. Camallanus L1 yang dimakan Cyclops
lalu masuk ke dalam tubuh kemudian akan melakukan penetrasi ke dalam haemosul melalui usus
Ikan menjadi kurang nafsu makan lalu terjadi peradangan pada jaringan karena infeksi,
atau reaksi alergi serta pembengkakan diperut. Ikan juga akan banyak memproduksi lender serta
kerusakan fisik lainnya. Berikut cara untuk pengobatan ikan yang terkena parasit Camallanus sp.
1. Tambahkan 1,5 mililiter per 7,5 liter dari 7,5% Levacide (levamisol hidroklorida)
untuk setiap akuarium yang akan dirawat. Campur obat dalam satu liter air
sebelum mengalir di atas permukaan akuarium.
2. Setelah 24 jam melakukan 100% (sebanyak mungkin) perubahan air sementara
debu kerikil. Itu Perubahan air tidak diperlukan karena toksisitas tetapi untuk
menghilangkan kemungkinan setiap anak di gravel.
Klasifikasi Trichinella sp.
Kingdom : Animalia
Phylum : Nematoda
Class
: Enoplea
Ordo
:Trichurida
Famili :Trichinellidae
Genus : Trichinella
Spesies : Trichinella spp
Gambar 6: Trichinella spp
Sumber : En. Wikipedia. Org
Cacing dewasanya hidup parasitik pada mukosa usus halus (duodenum/jejunum) atau
menembuskripta-kripta usus dari definitif hostnya (babi, tikus, manusia). Larva yang dikeluarkan
cacing betinasetelah kopulasi, dapat ditemukan berada dalam otot bergaris dan membentuk kista.
Morfologi :
Jantan :

Panjang 1,4 - 1,6 milimeter diameter 0,04 mm

Bagian anterior lebih ramping dan berisi stichosome oesophagus

Ujung posterior lebih tumpul dan mempunyai 2 conical papillae

Cacing jantan jarang dapat ditemukan karena biasanya mati sesudah kopulasi
Betina

Panjang 3-4 milimeter, diameter 0,06 milimeter

Bagian anterior lebih ramping disbanding posterior

Vulva terletak 1/5 bagian anterior tubuh

Betina yang gravid nampak mengandung larva dalam uterusnya

Cacing betina berumur lebih panjang daripada yang jantan (5-7 minggu).

Panjang kurang lebih 100 mikron, tinggal melingkar di dalam kista dalam otot
bergaris.-

Arah kista biasanya sejajar dengan serat longitudinal otot, dan terutama pada otototot yang aktivitasnya tinggi (kadar glycogen rendah) seperti: otot diagfragma, m.
deltoideus, m.gastrocnemius, m. pectoralis major, m. intercostalis dsb

Kista terbentuk dari hasil reaksi jaringan host terhadap parasit.

Di dalam kista larva tumbuh terus dan mengadakan deferensiasi sexual. Pada
manusia larvadalam kista dapat bertahan sampai beberapa bulan/tahun, dan
ukurannya dapat menjadi 10 Xsemula ( kurang lebih 1 mm). Dalam satu kista
umumnya berisi satu larva.

Otot yang mengandung kista berisi larva hidup ini infektif untuk host lain yang
memakannya.

Satu siklus hidup dapat terjadi dalam tubuh satu host, jadi satu host dapat menjadi
definitif hostdan intermediate host sekaligus. Sedangkan untuk melanjutkan dan
melengkapi siklushidupnya membutuhkan paling sedikit dua host.
Pada manusia sebagian besar waktu, trichinosis terjadi tanpa gejala. Beberapa orang
mungkin mengalami sakit perut, sakit sendi, dan nyeri otot. Jika ada banyak larva, orang
mungkin memiliki gejala yang lebih parah, seperti abdomen tertekan.

Diare

Mual

Muntah
Pengendalian :
Pengobatan penyakit trichinosis untuk cacing dewasa tidak praktis karena sukar
diketahui, mengingar trichinella bersifat lalilpira.
Pencegahan :
Pemasakan daging yang terinfeksi Trichinella mempergunakan panas 71 drajat C (160
drajat F).
DAFTAR PUSTAKA
Grabda, J. 1991. Marine Fish Parasitology: An Outline. Weinheim. New York. PWN-Polish
Scientific Publisher. Warszawa
Kabata, Z. 1985. Parasites and Diseases of fish cultured in the tropics. Taylor and Francis.
London. 318 pp.
Stromnes and Andersen. 2003. Growth of Wholewarm (Anisakis simplex, Nematodes,
Ascaridoidea, Anisakidae) Third-Stage Larvae in Paratenic Fish Hosts. Parasitol. Res
89 : 335 – 341.
Cheng, T.C. 1973. General Parasitology. Academic Press. Inc. London. 965 hal.
Anshary. 2008. Modul Pembelajaran Berbasis Student Center Learning (SCL) Mata Kuliah
Parasitologi Ikan. Jurusan Perikanan. Universitas Hasanuddin.
Mollers, H and Andreas, K. 1986. Diseases and Parasites of Marine Fish. Verlang Muller.
German.
Anderson, R. C. 2000. Nematode Parasites of Vertebrates: their development andtransmission.
2nd edition. CAB. International. UK. P. 650.
Setyobudi., Hyeok Jeon., Ho Lee., Baik Seong and Ho Kim. 2010. Occurrence and
Identification of Anisakis spp. (Nematoda: Anisakidae) Isolated from Chum Salmon
(Oncorhynchus keta) in Korea.
Awik, P. D. N., Hidayati D., Ressa P., Setiawan. E. 2007. Pola Distribusi Anisakis sp Pada Usus
Halus Ikan Kakap Putih (Lates Calcarifer) yang Tertangkap di TPI
Brondong,Lamongan. Prodi Biologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya,
Lab. Zoologi. Alumni Prodi Biologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Baladin, La ode. 2007. Studi Ketahanan Hidup Larva Anisakidae dengan Suhu Pembekuan dan
Penggaraman pada Ikan Kembung (Rastrelliger spp.). Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Desrina dan Kusumastuti,G. 1996. Profil Cacing Pada Ikan Jeruk (Abbalistes stelatus) yang
didaratkan di TPI Batang. In Press.
Roberts. 2000. Foundation Of Parasitology. 6th edition, University Of Miami, McGraw Hill.
Parker, J.N. and Parker P.M. 2002. The Official Patient’s Sourcebook of Anisakiasis. ICON
Health Publication, San Diego, USA. PP 120.
Miyazaki I. 1991. An Illustrated Book of Helminthic Zoonosis. Tokyo; International Medical
Foundation of Japan.
De NC. 1999. On the Development and Life Cycle of Camallanus anabantis (Nematoda:
Camallanidae), a Parasite of the Climbing Perch, Anabas testudineus. 46: 205-215.
Stromberg PC, Crites JL. 1973. Changes in the Occurrence of Camallanus oxycephalus Ward
and Nagath, 1916 (Nematoda: Camallanidae) in Western Lake Erie: A Simple Model
of Host Parasite Interaction. Clear Report No. 26.
Hys R, Boxshall GA. 1991. Copepod Evolution. The Ray Society: Series 159, London.Hlm.: 1468.
Chullarson S, Pawana K, Khawanruan P, Frank DF. 2008. Apocyclops Ramkhamhaengi sp
(Copepoda: Cyclopida) in a Culture Originating from Brackish at Chang Island, Trat
Province Thailand. J. Parasitol 47(3): 326-337.
Dogiei VA, Petruhevski GK, Polyvanski. 1960. Parasitology of Fishes. Leningrad: Moscow.
Hlm.: 162-163.
Yanong RPE. 2008. Nematode (Roundworm) Infection in Fish. Sirkular 91. (1): 3357-3434.
Dick TA, Choundry A. 1987. Nematoda. Di dalam: Woo PTK, editor. Fish Disease and
Disorders. Vol 1, Protozoa and Metazoa Infections. CAB Internasional. hlm 415-423.
Noga EJ. 1996. Fish Disease: Diagnosis and Treatment. Mosby-Year Book, Inc., St Louis, MO,
pp. 163-170.
Riauwaty. 2004. Ancaman Endoparasit Pada Pembenihan Ikan Gurame diBanyumas dan Upaya
Penanggulangannya. Seminar Nasional Penyakit Ikandan Udang.
Hirschmann H. 1960. Reproduction of Nematodes. In Sasser JN & Jenkins WR, eds.
Nematology. Chapel Hill. Univ. N. Car. Press. Hlm 140-167.
Download