BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Komunikasi Rakhmat

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Komunikasi
Rakhmat (1992) menjelaskan bahwa komunikasi berasal dari
bahasa
Latin
communicare,
yang
berarti
berpartisipasi
untuk
memberitahukan. Thoha (1983) selanjutnya memberi batasan komunikasi
merupakan suatu proses penyampaian dan penerimaan berita atau informasi
dari orang lain. Sementara itu Effendy (1993) menyebutkan bahwa istilah
komunikasi berasal dari perkataan lain
Littlejohn (1999) memberikan definisi komunikasi antarpribadi
(Interpersonal communication)adalah komunikasi atara individu-individu.
Agus M. Hardjana (2003:85) mengatakan, komunikasi interpersonal adalah
interaksi tatap muka antardua atau beberapa orang, di mana pengirim dapat
menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima
dan menanggapi secara langsung pula. Pendapat senada dikemukakan oleh
Deddy Mulyana (2007:81) bahwa komunikasi interpersonal atau komunikasi
antarpribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang
memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara
langsung, baik secara verbal maupun non verbal.
2.2 Komunikasi Interpersonal
Menurut DeVito (1997: 5), komunikasi interpersonal adalah
komunikasi yang terjadi antara dua orang yang telah menjalin hubungan,
orang yang dengan suatu cara “terhubung”. Komunikasi ini juga terjadi di
antara kelompok kecil orang, dibedakan dari publik atau komunikasi massa;
komunikasi sifat pribadi, dibedakan dari komunikasi yang bersifat umum;
komunikasi di antara atau di antara orang-orang terhubung atau mereka yang
terlibat dalam hubungan yang erat (DeVito, 1997: 334).
2.3 Elemen-Elemen Komunikasi Interpersonal
Menurut DeVito (1997: 10-21) merumuskan elemen-elemen komunikasi
interpersonal:
a. Sumber-Penerima
Komunikasi interpersonal melibatkan paling sedikit dua orang.
Istilah
sumber-penerima
menekankan
bahwa
kedua
fungsi
dilakukan oleh setiap individu dalam komunikasi tersebut. Setiap
orang melakukan fungsi sumber (merumuskan dan mengirimkan
pesan) dan juga melakukan fungsi penerima (mempersepsikan dan
memahami pesan).
b. Encoding-Decoding
Istilah encoding (berbicara atau menulis) dan decoding (mendengar
atau membaca) untuk menekankan bahwa kedua aktivitas
dilakukan dalam kombinasi oleh setiap partisipan.
c. Pesan
Pesan adalah sinyal yang disajikan sebagai stimuli untuk penerima,
mungkin bisa didengar, dilihat, disentuh, berbau, dirasakan, atau
kombinasi apapun. Cara kita berbicara, berjabat tangan, menyisir
rambut, duduk, tersenyum, adalah sinyal dari pesan komunikasi
interpersonal tentang diri kita. Komunikasi interpersonal dapat
terjadi melalui telepon, tatap muka, dan bahkan melalui komputer
(DeVito, 1997: 12).
d. Media
Media adalah sarana di mana pesan bisa lewat. Ini adalah jembatan
yang menghubungkan sumber dan penerima. Komunikasi jarang
terjadi hanya di satu media. Dua, tiga, atau empat media sering
digunakan serentak. Contohnya, interaksi tatap muka, kita
berbicara dan mendengar, tetapi kita juga bergerak dan menerima
sinyal secara visual, dan kita mengeluarkan bau serta mencium bau
orang lain. Media lainnya adalah kontak tatap muka, telepon, email, surat biasa yang lambat, grup chat, pesan instant, postingan
berita, film, televisi, radio, sinyal asap, atau fax. Perlu diingat
bahwa media membebankan pembatasan yang berbeda dalam
penafsiran pesan kita. Contohnya, dalam CMC (Computer
Mediated Communication), kita dapat berhenti untuk memikirkan
kata atau kalimat selama yang kita mau tanpa interupsi dan kita
dapat memperbaiki pesan kita dengan mudah (DeVito, 1997: 15).
e. Gangguan
Gangguan adalah sesuatu yang mengubah pesan, sesuatu yang
mencegah penerima menerima pesan (DeVito, 1997: 15).
f. Konteks
Konteks adalah secara fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan
sementara di mana komunikasi terjadi (DeVito, 1997: 331).
g. Etika
Etika dalam komunikasi adalah moralitas dari tingkah laku pesan
(DeVito, 1997: 332).
h. Kompetensi
Dalam komunikasi interpersonal, artinya pengetahuan tentang
komunikasi dan kemampuan untuk melibatkan dalam komunikasi
secara efektif (DeVito, 1997: 330).
2.4. Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal
Laswell (1987) mengemukakan bahwa ada beberapa aspek komunikasi
interpersonal, yaitu :
a. Keterbukaan. Ini merupakan aspek penting dalam kualitas komunikasi,
yaitu tingkat keterbukaan antara dua pasangan. Keterbukaan membuka
kesempatan bagi individu untuk berusaha memahami orang lain.
b. Kejujuran. Yang perlu diperhatikan adalah agar komunikasi yang baik
tetap terpelihara, kita tidak harus mengetahui apa yang dirasakan dan
dipikirkan orang lain, tapi yang lebih penting lagi adalah informasi
yang kita sampaikan bisa dipercaya orang lain.
c. Percaya. Untuk memudahkan kepercayaan dalam berkomunikasi,
pendengar harus merespon pesan yang disampaikan oleh komunikator
dengan tulus hati, bukan mementingkan diri sendiri tetapi berusaha
menciptakan kepentingan bersama antara dua belah pihak.
d. Empati. Adalah kemampuan untuk dapat merasakan keadaan emosi
yang sama seperti yang dirasakan oleh orang lain meskipun ketika tidak
benarbenar berbagi perasaan yang sama itu.
e. Kemampuan mendengarkan. Mendengarkan juga memerlukan suatu
kemampuan untuk dapat memberi umpan balik pada apa yang telah
disampaikan oleh orang lain.
Devito (1997) menyatakan bahwa agar komunikasi berlangsung dengan
efektif, maka ada beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh para pelaku
komunikasi tersebut, yaitu :
a. Keterbukaan,
yaitu
adanya
keinginan
dan
kemauan
untuk
menyampaikan informasi yang dimiliki kepada orang lain.
b. Empati, yaitu adanya pemahaman yang sama mengenai perasaan
masingmasing pihak.
c. Dukungan, dukungan yang tidak diucapkan dengan kata-kata bukan
berarti dukungan yang bernilai negatif, tetapi jauh dari itu dapat
mengandung nilai-nilai positif.
d. Kepositifan, diwujudkan dengan bersikap positif dan menghargai orang
lain.
e. Kesamaan, berarti menerima dan menyetujui orang lain atau memberi
orang lain penerimaan yang positif tanpa harus dikondisikan.
2.5. Pola Komunikasi Kelompok
Struktur jaringan komunikasi kelompok De Vito
Menurut De Vito, ada lima struktur jaringan komunikasi kelompok, kelima
struktur tersebut adalah (De Vito, 2011:382-384) :
a. Struktur lingkaran
Struktur ini tidak memiliki pemimpin. Semua anggota
posisinya sama. Mereka memiliki wewenang atau kekuatan yang sama
untuk mempengaruhi kelompok. Setiap anggota bisa berkomunikasi
dengan dua anggota lain di sisinya.
b. Struktur Roda
Struktur roda memiliki pemimpin yang jelas. Yaitu yang
posisinya di pusat. Orang ini merupakan satu-satunya yang dapat
mengirim dan menerima pesan dari semua anggota. Oleh karena itu,
jika seorang anggota ini berkomunikasi dengan anggota yang lain, maka
pesannya harus disampaikan melalui pemimpinnya. Orang yang berada
di tengah (pemimpin) mempunyai wewenang dan kekuasaan penuh
untuk mempengaruhi anggotanya. Penyelesaian masalah dalam struktur
roda bisa dibilang cukup efektif, tapi keefektifan itu hanya mencakup
masalah yang sederhana saja.
c. Struktur Y
Struktur Y kurang tersentralisasi dibandingkan dengan pola
lainnya. Pada struktur Y juga terdapat pemimpin yang jelas tetapi
semua anggota lain berperan sebagai pemimpin kedua. Anggota ini
dapat mengirimkan dan menerima pesan dari dua orang lainnya. Ketiga
anggota lainnya komunikasinya terbatas hanya dengan satu orang
lainnya.
Jaringan
Y
memasukkan
dua
orang
sentral
yang
menyampaikan informasi kepada yang lainnya pada batas luar suatu
pengelompokan. Pada jaringan ini, seperti pada jaringan rantai,
sejumlah saluran terbuka dibatasi, dan komunikasi bersifat disentralisasi
atau dipusatkan. Orang hanya bisa secara resmi berkomunikasi dengan
orang-orang tertentu saja.
d. Struktur Rantai
Struktur rantai sama dengan struktur lingkaran kecuali bahwa
para anggota yang paling ujung hanya dapat berkomunikasi dengan satu
orang saja. Keadaan terpusat juga terdapat di sini. Orang yang berada di
posisi tengah lebih berperan sebagai pemimpin daripada mereka yang
berada di posisi lain. Dalam struktur ini, sejumlah saluran terbuka
dibatasi, orang hanya bisa secara resmi berkomunikasi dengan orangorang tertentu saja.
e. Struktur Semua Saluran atau Pola Bintang
Hampir sama dengan struktur lingkaran, dalam arti semua
anggota adalah sama dan semuanya memiliki kekuatan yang sama
untuk mempengaruhi anggota lainnya. Akan tetapi, dalam struktur
semua saluran, setiap anggota siap berkomunikasi dengan setiap
anggota lainnya. Pola ini memungkinkan adanyya partisipasi anggota
secara optimum. Jaringan terpusat/sentralisasi dan desentralisasi
memiliki
kegunaan
yang
berbeda.
Sebagai
contoh,
struktur
desentralisasi dapat lebih efektif untuk pemecahan masalah secara
kreatif dan lebih bagus untuk pergerakan informasi secara cepat. (De
Vito, 2011:382-384)
Teori yang di publikasikan William Gudykunst ini memfokuskan
pada perbedaan budaya pada kelompok dan orang asing. Ia berniat bahwa
teorinya dapat digunakan pada segala situasi dimana terdapat perbedaan
diantara keraguan dan ketakutan.
Ia menggunakan istilah komunikasi efektif kepada proses-proses
meminimalisir
ketidakmengertian.
Penulis
lain
menggunakan
istilah
accuracy, fidelity, understanding untuk hal yang sama.
Gudykunst menyakini bahwa kecemasan dan ketidakpastian adalah
dasar penyebab dari kegagalan komunikasi pada situasi antar kelompok.
Terdapat dua penyebab dari mis-interpretasi yang berhubungan erat,
kemudian melihat itu sebagai perbedaan pada ketidakpastian yang bersifat
kognitif dan kecemasan yang bersifat afeksi- suatu emosi.
2.6 Anxiety/ Uncertainty Management Theory (Teori Pengelolaan
Kecemasan/ Ketidakpastian) (Willian Gudykunts 2002)
Konsep-konsep dasar Anxiety/Uncertainty Management Theory:
a. Konsep diri dan diri.
Meningkatnya harga diri ketika berinteraksi dengan orang asing
akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan.
b. Motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing.
Meningkatnya kebutuhan diri untuk masuk di dalam kelompok
ketika kita berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah
peningkatan kecemasan.
c. Reaksi terhadap orang asing.
Sebuah peningkatan dalam kemampuan kita untuk memproses
informasi yang kompleks tentang orang asing akan menghasilkan sebuah
peningkatan kemampuan kita untuk memprediksi secara tepat perilaku
mereka.
Sebuah peningkatan untuk mentoleransi ketika kita berinteraksi
dengan orang asing menghasilkan sebuah peningkatan mengelola
kecemasan kita dan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan
memprediksi secara akurat perilaku orang asing.
Sebuah
peningkatan
berempati
dengan
orang
asing
akan
menghasilkan suatu peningkatan kemampuan memprediksi perilaku orang
asing secara akurat.
d. Kategori sosial dari orang asing.
Sebuah peningkatan kesamaan personal yang kita persepsi antara
diri kita dan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan
mengelola kecemasan kita dan kemampuan memprediksi perilaku mereka
secara akurat. Pembatas kondisi: pemahaman perbedaan-perbedaan
kelompok kritis hanya ketika orang orang asing mengidentifikasikan
secara kuat dengan kelompok.
Sebuah peningkatan kesadaran terhadap pelanggaran orang asing
dari harapan positif kita dan atau harapan negatif akan menghasilkan
peningkatan kecemasan kita dan akan menghasilkan penurunan di dalam
rasa percaya diri dalam memperkrakan perilaku mereka.
e. Proses situasional.
Sebuah peningkatan di dalam situasi informal di mana kita sedang
berkomunikasi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah penurunan
kecemasan kita dan sebuah peningkatan rasa percaya diri kita terhadap
perilaku mereka.
f. Koneksi dengan orang asing.
Sebuah peningkatan di dalam rasa ketertarikan kita pada orang
asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan peningkatan rasa
percaya diri dalam memperkirakan perilaku mereka.
Sebuah peningkatan dalam jaringan kerja yang kita berbagi dengan
orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan
menghasilkan peningkatan rasa percaya diri kita untuk memprediksi
perilaku orang lain.
2.7 Penelitian Terdahulu
a. Skripsi
Efi
Arya
Novita,
KOMUNIKASI
ANTAR
ETNIS
TIONGHOA–BANJAR–JAWA (Studi Deskriptif pada Masyarakat
Kampung Dalem Kota Tulungagung)
Penelitian ini dilakukan pada masyarakat di Jalan Jendral Basuki
Rahmat Tulungagung Jawa Timur, disitu terdapat tiga etnis yang hidup
dan berkelompok yaitu etnis Tionghoa, Jawa, Banjar. Fokus penelitian ini
adalah menggambarkan fenomena berdasarkan tanggapan individu atau
peristiwa yang terjadi. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa pada
masyarakat dari ketiga etnis yang berbeda tersebut, yakni etnis Tionghoa,
etnis Jawa, etnis Banjar dalam berkomunikasi selalu memperhatikan latar
belakang dari lawan bicara serta berusaha untuk menjaga keharmonisan.
Kemudian dapat dirumuskan faktor-faktor pendukung dan penghambat
pola komunikasi antar budaya Tionghoa, Banjar, Jawa di Tulungagung,
dimana faktor pendukung yaitu: (a) Persamaan letak tempat tinggal ; (b)
Toleransi ; (c) Kesadaran akan perbedaan ; (d) Kemauan untuk Membaur ;
dan (e) Bahasa Komunikasi yang sama.
b. Skripsi Muhamad Yusup Supandi, KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
(Studi pada Pola Komunikasi Etnis Arab dengan Masyarakat
Pribumi, Empang Bogor)
Penelitian ini bertujuan untuk adalah untuk mengetahui proses
terbentuknya pola komunikasi yang terjadi pada etnis Arab dengan
masyarakat pribumi di Kelurahan Empang Kota Bogor melalui beberapa
variabel yang meliputi bahasa, pola komunikasi antarpribadi, pola
komunikasi antarkelompok, prasangka, dan stereotip. Adapun identifikasi
dan rumusan masalah dalammpenelitian ini lebih terfokus pada variabel
pola komunikasi dalam komunikasi antarbudaya, sebagai cara pembuktian
adanya pengaruh budaya pada hubungan komunikasi yang terjadi maka
penulis melihat bagaimana pola komunikasi yang terjadi antara etnis Arab
dengan masyarakat pribumi?
Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan komunikasi etnis Arab
dengan masyarakat pribumi yang ada di Kelurahan Empang Kota Bogor
berlangsung dengan baik, secara keseluruhan etnis Arab membaur ke
dalam budaya masyarakat pribumi hal tersebut sangat nampak dalam
berbagai
aspek
kegiatan
seperti;
ekonomi,
pendidikan,
budaya,
perkawinan, dan keagamaan. Adapun bahasa yang digunakan dalam
hubungan komunikasi
yang berlangsung meliputi bahasa Sunda,
Indonesia, Arab serta bahasa campuran, bahasa Sunda adalah bahasa yang
paling banyak digunakan, adapun mengenai prasangka dan stereotip yang
ada hanyalah dalam skala kecil sehingga tidak menimbulkan konflik
universal bagi antara etnis Arab dan masyarakat pribumi.
c. Skripsi Lisa Agustin Tanzajaya, Model komunikasi antarbudaya para
pedagang di Pusat Kya-Kya Kembang Jepun (PK3J) Surabaya.
Penelitian ini dilakukan di kawasan yang dikenal sebagai kawasan
Pecinan adalah kawasan Kembang Jepun. Kawasan ini merupakan tempat
berkumpulnya pedagang dari bermacam-macam etnis. Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui model komunikasi antarbudaya
dari kelompok etnis yang berbeda, serta model komunikasi yang mereka
gunakan dalam interaksi sehari-hari di Pusat Kya-Kya Kembang Jepun
(PK3J) Surabaya. Metodologi yang digunakan adalah pendekatan
deskriptif kualitatif melalui in depth interview dengan para narasumber
yang
diambil
menggunakan
theoritical
sampling
dengan
teknik
snowballing. Hasil dari penelitian ini dideskriptifkan melalui pemaparan
berbagai informasi dari temuan selama penelitian.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa model komunikasi
antarbudaya para pedagang di Pusat Kya-Kya Kembang Jepun dapat
berjalan dengan efektif karena antara pedagang yang satu dengan yang
lainnya saling menyesuaikan diri. Selain itu, hubungan diantara mereka
tetap dapat terjalin harmonis karena adanya sikap saling pengertian antar
sesama pedagang. Hal ini dapat terlihat dari kemampuan tiap pedagang
untuk menerima setiap perbedaan yang ada di antara mereka.
2.8 Kerangka Pikir
AMERIKA
JERMAN
INDONESIA
PERSEKUTUAN
DOA SOLAFIDE
KOREA
AUSTRALIA
Berdoa, bernyanyi,
baca alkitab,
sharing (berbagi
pengalaman)
Anxiety/Uncertainty
Management
Theory (Teori
Pengelolaan
Kecemasan/Ketidak
pastian).
Teori Pola
Komunikasi
Interpersonal
POLA KOMUNIKASI
INTERPERSONAL
Komunikasi
Interpersonal oleh
partisipan asal
Indonesia terhadap
partisipan Amerika,
Jerman, Korea,
Australia.
Dari kerangka pikir diatas, dapat dijelaskan bahwa dalam Persekutuan
Doa Solafide terdapat partisipan yang berasal dari Indonesia, Amerika,
Jerman, Korea, Australia. Dari kelima negara partisipan ini terjadi komunikasi
antara orang Indonesia dengan Amerika, Indonesia dengan Jerman, Indonesia
dengan Korea, Indonesia dengan Australia. Komunikasi yang terjadi dalam
persekutuan doa Solafide ini adalah dalam bentuk Berdoa bersama, bernyanyi,
membaca alkitab, dan sharing (berbagi pengalaman). Komunikasi yang
terbentuk di dalamnya akan di analisis dengan teori Pengelolaan
Kecemasan/Ketidakpastian (Anxiety/Uncertainty Management Theory) dan
Teori Pola Komunikasi Interpersonal. Dari hasil analisis itu dapat ditemukan
pola komunikasi Interpersonal yang terbentuk dalam kelompok persekutuan
doa Solafide. Setelah itu akan dapat dilihat beberapa pola komunikasi
interpersonal yang terbentuk antara partisipan Indonesia dengan Amerika,
partisipan Indonesia dengan Jerman, partisipan Indonesia dengan Korea,
partisipan Indonesia dengan Australia.
Download