HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN MOOD DENGAN KINERJA KARYAWAN DEPARTEMEN PRODUCTION CONTROL PT. DENSO INDONESIA Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti ABSTRAK Tuntutan akan kinerja karyawan yang tinggi merupakan harapan semua perusahaan. Namun fakta yang ada sekarang memperlihatkan bahwa belum semua karyawan memiliki kinerja tinggi yang sesuai dengan harapan perusahaan. Sebagian besar karyawan perusahaan memiliki kinerja yang rendah. Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah faktor tenaga kerja atau manusia (individu itu sendiri). Setiap individu memiliki kualitas emosional dan suasana hati (mood) yang berbeda-beda, yang tampak pada perilaku keseharian mereka, termasuk perilaku dalam bekerja. Salah satu ukuran dari kualitas emosional individu adalah kecerdasan emosi. Hal yang perlu diperhatikan oleh seorang karyawan untuk dapat meningkatkan kinerja adalah kualitas emosional atau kecerdasan emosi dan suasana hati (mood). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: 1) Karakteristik kecerdasan emosional dan mood serta kinerja karyawan Departemen Production Control PT. Denso Indonesia. 2) Bagaimana hubungan kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan, hubungan mood dengan kinerja karyawan, dan hubungan antara kecerdasan emosional dan mood secara bersama- sama dengan kinerja karyawan Penelitian dilakukan pada Departemen Production Control PT. Denso Indonesia, Cibitung MM2100. Populasi penelitian adalah seluruh karyawan departemen production control PT. Denso Indonesia yang berjumlah 142 orang. Pengambilan sampel menggunakan teknik proporsional random sampling. Pengambilan data menggunakan kuesioner skala kecerdasan emosional dari Daniel Goleman dan skala mood dari Greenberger dan Padesky, serta data dokumentasi hasil skor evaluasi kinerja oleh PT. Denso Indonesia periode tahun 2011. Uji hipotesa menggunakan teknik kolerasi product moment dan teknik kolerasi ganda. Dari hasil uji hipotesa diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara mood dengan kinerja karyawan, kecerdasan emosional dan mood secara bersama-sama mempengaruhi kinerja karyawan Departemen Production Control PT. Denso Indonesia. Kata kunci: Kecerdasan emosional, mood dan kinerja karyawan. Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti Pendahuluan Sebuah perusahaan yang bergerak pada bidang produksi suatu barang, departemen yang berwenang dan memiliki otoritas untuk mengkontrol berbagai kegiatan produksi adalah Departemen Production Control. Departemen Production Control dapat dikatakan sebagai ujung tombak tercapainya target produksi, sesuai dengan tugas yang telah dispesifikasikan sebagai control kebutuhan produksi baik itu berupa matrial, packaging, serta planning produksi. Alur kerja production control yang sebagian besar berhubungan dengan berbagai perusahaan besar supplier dan customer, memungkinkan terjadinya claim yang berdampak pada kelancaran system produksi. Claim yang sering kali terjadi pada proses kerja departemen production control adalah shortage. Istilah shortage pada departemen production control adalah terhambatnya delivery pada customer yang disebabkan kekurangan matrial yang harus diproses oleh bagian produksi. Salah satu penyebab terjadinya shortage adalah human error. Kesalahan kerja yang dilakukan karyawan akan mengakibatkan dampak psikologis yang negatif pada karyawan itu sendiri disamping akan mempengaruhi kinerjanya. Bredasarkan observasi yang sering terlihat adalah suasana ‘memanas’ jika terjadi shortage, tidak jarang direktur harus turun tangan meminta pertanggung jawaban karyawan yang melakukan kesalahan. Saat meluapkan emosi, seringkali para petinggi perusahaan tidak 70 memilih lokasi dan situasi. Maksudnya adalah para manager bisa saja memarahi bawahannya dimuka umum, yang berdampak pada mental down. Biasanya setelah ‘pertunjukan’ itu terjadi, keesokannya karyawan jatuh sakit atau meminta cuti, bahkan tidak jarang karyawan mengundurkan diri secara resmi ataupun tidak resmi bagi yang berstatus karyawan kontrak. Damasio (dalam Goleman, 1997) mengatakan bahwa emosi berperan besar terhadap suatu tindakan bahkan dalam pengambilan keputusan “rasional”. Kecerdasan emosional yang tinggi akan membantu individu dalam mengatasi konflik secara tepat dan menciptakan kondisi kerja yang menggairahkan sehingga menghasilkan prestasi kerja yang tinggi pula. Sedangkan kecerdasan emosional yang rendah akan berdampak buruk pada mereka, karena individu kurang dapat mengambil keputusan secara rasional dan tidak bisa menghadapi konflik secara tepat. Goleman (2000) mengatakan bahwa 80% dari faktor penentu kesuksesan sesorang adalah sumbangan faktor kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ), yaitu kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama. Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan dalam mengelola fungsi-fungsi manajemennya adalah bagaimana mengelola sumber daya manusia untuk dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja (Nurhayati, 2000). Kesuksesan dan kinerja perusahaan bisa dilihat dari kinerja Jurnal Soul, Vol. 6, No.2, September 2013 Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Mood dengan Kinerja Karyawan Departemen Production Control PT. Denso Indonesia yang telah dicapai oleh karyawannya, oleh sebab itu perusahaan menuntut agar para karyawannya mampu menampilkan kinerja yang optimal karena baik buruknya kinerja yang dicapai oleh karyawan akan berpengaruh pada kinerja dan keberhasilan perusahaan secara keseluruhan (Yuniningsih, 2002). Permasalahan mengenai kinerja karyawan merupakan permasalahan yang akan selalu dihadapi oleh pihak manajemen perusahaan, oleh karena itu manajemen perlu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan tersebut akan membuat manajemen perusahaan dapat mengambil berbagai kebijakan yang diperlukan, sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawannya agar sesuai dengan harapan perusahaan. Salah satu dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor tenaga kerja atau manusia (individu itu sendiri). Oleh karena itu untuk dapat meningkatkan kinerja, maka salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh seorang karyawan adalah kualitas emosional. Kualitas-kualitas tersebut antara lain empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan menyelesaikan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, serta sikap hormat. Kinerja karyawan tidak hanya dilihat dari kemampuan kerja yang sempurna, tetapi juga kemampuan menguasai dan mengelola diri sendiri serta kemampuan dalam membina hubungan dengan orang lain (Martin, Jurnal Soul, Vol .6, No 2, September 2013 2000). Kemampuan tersebut oleh Daniel Goleman disebut dengan Emotional Intelligence atau kecerdasan emosi. Orang mulai sadar pada saat ini bahwa tidak hanya keunggulan intelektual saja yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan tetapi diperlukan sejenis keterampilan lain untuk menjadi yang terdepan. Menurut Goleman (1997) kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Kecerdasan emosional tersebut dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Sementara Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. Pada kenyataannya perlu diakui bahwa kecerdasan emosional memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai kesuksesan di tempat kerja, dan dalam berkomunikasi di lingkungan masyarakat. Keberhasilan dalam mencapai kinerja terbaik perusahaan tidak hanya tergantung kepada kecerdasan, pengetahuan, keterampilan, etika, dan integritas. Tapi, sangat tergantung 71 Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti kepada suasana hati (mood), kestabilan emosi, motivasi, gairah, persepsi, niat, dan pikiran positif karyawan untuk berkontribusi secara total untuk kinerja terbaik diri mereka sendiri dan perusahaan. Oleh karena itu, sudah seharusnyalah peran manajer di tempat kerja mampu terlibat dalam mengurusi kehidupan batin dan pikiran karyawan. Termasuk, memotivasi suasana hati (mood) karyawan untuk memberikan pelayanan prima kepada customer. Mood atau suasana hati sangatlah menentukan upaya untuk meraih keberhasilan. Entah keberhasilan di bidang karir, keuangan, kehidupan sosial, keluarga, cinta dll. Mood bisa menjadi pendorong sekaligus penghambat sukses. Hidup itu dapat dikendalikan oleh mood. Sebaiknya, mood dapat juga dikelola untuk memastikan keberhasilan seseorang. Mood merupakan efek dari suasana hati, sehingga mengelola hati merupakan bengkel progresif bagi perbaikan dan peningkatan mood. Suasana hati atau jiwa pada saat tertentu, bisa dalam keadaan baik (good mood) maupun buruk (bad mood). Karena itu, mood bisa kita kondisikan dengan memperbaikinya dan meningkatkannya. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti secara mendalam mengenai: 1. Bagaimana karakteristik kecerdasan emosional, mood dan kinerja karyawan PT. Denso Indonesia, Cibitung kawasan MM2100. 2. Apakah ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan pada PT. Denso 72 Indonesia, Cibitung kawasan MM2100. 3. Apakah ada hubungan antara mood dengan kinerja karyawan pada PT. Denso Indonesia, Cibitung kawasan MM2100. 4. Apakah ada hubungan antara kecerdasan emosional dan mood secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan pada PT. Denso Indonesia, Cibitung kawasan MM2100. Tinjauan Teori A. Kecerdasan Emosional Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh situasi gembira mendorong emosi dan perubahan suasana hati seseorang menjdi senang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, situasi sedih menimbulkan emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis. Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,1995). Menurut Mayer (dalam Jurnal Soul, Vol. 6, No.2, September 2013 Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Mood dengan Kinerja Karyawan Departemen Production Control PT. Denso Indonesia Goleman, 2002) orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam dalam permasalahan, dan pasrah. Dengan melihat keadaan itu maka penting bagi setiap individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan tidak menjadikan hidup yang di jalani menjadi sia-sia. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan (afek) yang mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku terhadap stimulus, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya. Salovey dan Mayer (1999), mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai :“himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.” Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan. (Shapiro, 1998). Sementara Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, Jurnal Soul, Vol .6, No 2, September 2013 menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya Howes dan Herald (1999) mengatakan pada intinya, kecerdasaan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Emosi manusia berada diwilayah perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain. Bila seorang individu mempunyai kecerdasan emosi tinggi, ia dapat hidup lebih bahagia dan sukses karena percaya diri serta mampu menguasai emosi atau mempunyai kesehatan mental yang baik. Menurut Martin (2003), dalam konteks pekerjaan, pengertian kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengetahui apa yang orang lain rasakan, termasuk cara tepat untuk menangani masalah. Orang lain yang dimaksudkan disini bisa meliputi atasan, rekan sejawat, bawahan atau juga pelanggan. Realitas menunjukkan seringkali individu tidak mampu menangani masalah–masalah emosional di tempat kerja secara memuaskan. Bukan saja tidak mampu memahami perasaan diri sendiri, melainkan juga perasaan orang lain yang berinteraksi dengan kita. Akibatnya sering terjadi kesalah pahaman dan konflik antar pribadi. Baron (dalam Goleman, 2000) berpendapat bahwa kecerdasan emosional adalah serangkaian 73 Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi seseorang untuk berhasil dalam mengatasi hambatan dan tekanan lingkungan. Gardner dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolitik yang penting untuk meraih sukses dalam kehidupan. Ada spektrum kecerdasan yang lebar dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik, matematika/logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan pribadi yang oleh Goleman disebut sebagai kecerdasan emosional. Menurut Gardner ”kecerdasan antar pribadi adalah kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan kecerdasan. Kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan model tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif.” Dalam rumusan lain, Gardner menyatakan bahwa inti kecerdasan antar pribadi itu mencakup “kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain.” Dalam kecerdasan antar pribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan diri, ia mencantumkan “akses menuju perasaan-perasaan diri seseorang dan kemampuan untuk membedakan perasaan-perasaan 74 tersebut serta memanfaatkannya untuk menuntun tingkah laku”. Salovey (2002) memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional individu. Menurutnya, kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain. Menurut Goleman (2002), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Secapramana (1999) mengemukakan, kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengenali, mengolah dan mengontrol emosi agar seseorang mampu berespon secara positif terhadap setiap kondisi yang merangsang munculnya emosi-emosi tersebut. Shapiro (1999) mengemukakan kecerdasan emosional sangat berhubungan dengan berbagai hal yaitu perilaku moral, cara berfikir yang realistik, pemecahan masalah, interaksi sosial, emosi diri, dan keberhasilan baik secara akademik maupun pekerjaan. Menurut Steiner (1997) kecerdasan emosi adalah suatu Jurnal Soul, Vol. 6, No.2, September 2013 Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Mood dengan Kinerja Karyawan Departemen Production Control PT. Denso Indonesia kemampuan untuk dapat memahami emosi diri sendiri dan emosi orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi diri diekspresikan untuk meningkatkan etika maksimal sebagai kekuatan pribadi. Macam- macam emosi Menurut Descrates (2000), emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan). SedangkanWatson(dalam Mahmud, 1990) mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), Rage(kemarahan), Love (cinta). Goleman (2002) mengemukakan beberapa macam emosi: a) Amarah: beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati. b) Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa. c) Rasa takut: cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri. d) Kenikmatan: bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga. e) Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kemesraan, kasih. f) Terkejut: terkesiap, terkejut. g) Jengkel: hina, jijik, muak, mual, tidak suka, kesal. Menurut Goleman (2002), semua emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi, berbagai macam emosi itu mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada. Menurut Aristoteles Jurnal Soul, Vol .6, No 2, September 2013 (Goleman, 2002), masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan mengenai keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikan. Dimensi Kecerdasan Emosional Goleman menempatkan kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya dan memperluas kemapuan tersebut menjadi lima kemampuan utama, yaitu: a. Mengenali Emosi Diri Mengenali emosi diri adalah kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional. Para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer (Goleman, 2002) kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi. b. Mengelola Emosi Mengelola emosi adalah kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap 75 Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita (Goleman, 2002). Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan. c. Memotivasi Diri Sendiri Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri. d. Mengenali Emosi Orang Lain Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Goleman (2002) kemampuan seseorang untuk mengenali emosi orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain. Orang-orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat nonverbal lebih mampu menyesuiakan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah beraul, dan lebih peka 76 (Goleman, 2002). Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain. e. Membina Hubungan Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi (Goleman, 2002). Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Orang-orang yang terampil membina hubungan akan sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi (Goleman, 2002). Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana individu mampu membina hubungan dengan orang lain. Sejauhmana kepribadian individu berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya. Jurnal Soul, Vol. 6, No.2, September 2013 Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Mood dengan Kinerja Karyawan Departemen Production Control PT. Denso Indonesia Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional Faktor Internal Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi kecerdasan emosinya. Faktor internal memiliki dua sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan individu. apabila fisik dan kesehatan seseorang dapat terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya pengalaman dan perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi. Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi berlangsung. Faktor ekstenal meliputi: 1) Stimulus. Kejenuhan stimulus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan kecerdasan emosi tanpa distorsi. 2) Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses kecerdasan emosi. Objek lingkungan yang melatarbelakangi merupakan kebulatan yang sangat sulit dipisahkan. B. Mood Pengertian Dalam kamus Oxford,mood diartikan “the way you are feeling at a particular time”, yaitu suasana hati atau jiwa pada saat tertentu, bisa dalam keadaan baik (good mood) maupun buruk (bad mood). Karena itu, mood bisa di kondisikan dengan Jurnal Soul, Vol .6, No 2, September 2013 memperbaikinya dan meningkatkannya. Menurut Zimbardo (Yuninasir,2011), mood adalah keadaan emosi tertentu yang tidak masuk dalam kategori state (emosi yang dipicu oleh faktor eksternal tertentu) atau trait (bentuk emosi yang menjadi bawaan seseorang). Perubahan mood bisa berlangsung dalam ukuran jam atau hari. Bagi sebagian orang, perubahan mood kerap mempengaruhi gairahnya untuk melakukan sesuatu atau bahkan bisa mempengaruhi keputusan dan tindakannya. Menurut Thayer (1996) , mood adalah produk dari dua dimensi yaitu energi dan kekhawatiran (tension) Seseorang akan bisa merasa sangat enerjik dan terlalu kelelahan atau juga merasa tenang. Menurut Thayer, orang akan merasa paling nyaman di saat mood menunjukkan level “calmenergic” mood.Mood juga berbeda dari temperamen atau karakter kepribadian yang bahkan lebih tahan lama. Namun demikian, ciri-ciri kepribadian seperti optimisme dan neurotisisme jenis tertentu mempengaruhi suasana hati jangka panjang . Gangguan mood seperti depresi dan gangguan bipolar dianggap gangguan mood. Jadi, mood adalah hasil olah pikir manusia, dimana seseorang seringkali mensegmentasi semua hal. Adanya emosi-mood-karakter individual seperti halnya detik-menitjam, kelas bawah- menengah-kelas atas atau juga masa lalu-masa kini dan masa yang akan datang. Semua hal tersebut diciptakan oleh manusia sebenarnya untuk memudahkan seseorang untuk menghadapinya, 77 Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti memilah-milahnya dan untuk menganalisanya lebih baik dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan seseorang. Pengaruh Mood Terhadap Perilaku Riset menemukan bahwa mood dan emosi memiliki pengaruh yang meyakinkan terhadap berbagai proses psikologis, antara lain memori perhatian - persepsi - dan pengalaman diri (self). Dari beberapa penelitian dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan dan mood positif memungkinkan berkembangnya respon yang lebih adaptif. Respon adaptif yang dimaksudkan antara lain meningkatkan altruism; kecenderungan menolong tanpa pamrih pribadi, meningkatkan efisiensi dalam pengambilan keputusan, meningkatkan kreativitas, dan mengurangi perilaku agresi. Selain itu, suasana hati yang baik juga menghambat ingatan akan hal yang negatif. Suasana hati yang baik juga meningkatkan kualitas hubungan interpersonal dan kepuasan kerja. Hasil riset juga menunjukkan bahwa terdapat efek mood yang baik terhadap persepsi dan pengambilan keputusan, Seperti halnya terhadap memori. Dalam hal ini perlu diketahui bahwa persepsi dan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh memori yang diakses. Suasana hati juga mempengaruhi perhatian terhadap diri sendiri. Suasana hati yang buruk membuat kita memperhatikan pikiran dan perasaan kita sendiri. Menurut Nolen-Hoeksema (2001) hal ini sama dengan orang yang mengalami neurotisme yang cenderung obsesif 78 memikirkan masalah/situasi. William Morris (2001), menyatakan, fungsi dasar suasana hati adalah memberikan informasi kepada seseorang mengenai kecukupan sumber daya manusia untuk menemukan kebutuhan saat ini atau yang akan datang. Bila suasana hati dalam keadaan baik, individu merasa dapat menghadapi tantangan dan risiko, bila suasana hati buruk individu kehilangan keyakinan dan optimisme. C.Kinerja Karyawan Pengertian Kinerja merupakan suatu konsep yang bersifat universal yang merupakan efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawan berdasarkan standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia maka kinerja sesungguhnya merupakan perilaku manusia dalam memainkan peran yang mereka lakukan di dalam suatu organisasi untuk memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan agar membuahkan hasil dan tindakan yang diinginkan (Winardi, 1996). Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Dapat didefinisikan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengantanggung jawab yang diberikan kepadanya. Hadari Nawawi mengartikan kinerja sebagai prestasi seseorang dalam suatu bidang atau keahlian Jurnal Soul, Vol. 6, No.2, September 2013 Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Mood dengan Kinerja Karyawan Departemen Production Control PT. Denso Indonesia tertentu, dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya yang didelegasikan dari atasan dengan efektif dan efesien. Lebih lanjut beliau mengungkapkan bahwa kinerja adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam melakukan sesuatu pekerjaan, sehingga terlihat prestasi pekerjaannya dalam mencapai tujuan. Menurut Gibson, Ivan Cevich dan Donelly kinerja adalah prestasi kerja dari perilaku. Prestasi kerja itu ditentukan oleh kemampuan bekerja, baik terhadap cakupan kerja maupun kualitas kerja secara menyeluruh. Kinerja karyawan secara umum merupakan hasil yang dicapai oleh karyawan dalam bekerja yang berlaku untuk suatu pekerjaan tertentu. Robins (1996) mendefinisikan kinerja sebagai fungsi hasil interaksi antara kemampuan dan motivasi. Maksud dan tujuan kinerja adalah menyusun sasaran yang berguna, tidak hanya bagi evaluasi kinerja pada akhir periode tertentu, melainkan hasil proses kerja sepanjang periode tersebut (Simamora, 1997). Kinerja, seperti juga dengan apa yang dikemukakan oleh Asad (1995) merupakan kesuksesan sesorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan dan kinerja tersebut pada dasarnya adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu. Dessler (1997) memberikan pengertian yang lain tentang kinerja yaitu merupakan perbandingan antara hasil kerja yang secara nyata dengan standar kerja yang ditetapkan dan kinerja itu sendiri lebih memfokuskan pada hasil kerjanya. Mathis dan Jackson (2002) menyatakan, kinerja pada dasarnya adalah apa yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh karyawan. Jurnal Soul, Vol .6, No 2, September 2013 Menurut Maryoto (2000), kinerja karyawan adalah hasil kerja selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misal standar, target/sasaran atau kriteria yang telah disepakati bersama. Gibson (1996) menyatakan kinerja adalah hasil yang diinginkan dari perilaku. Kinerja individu merupakan dasar dari kinerja organisasi. Dari uraian diatas, dapat didefenisikan kinerja karyawan adalah gabungan dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat diukur dari akibat yang dihasilkan. Oleh karena itu kinerja bukan hanya menyangkut karakteristik pribadi yang ditunjukkan oleh seseorang melainkan hasil kerja yang telah dan akan dilakukan oleh seseorang. Faktorfaktor Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi. Winardi (1996) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik: 1) Faktor intrinsik meliputi motivasi, pendidikan, kemampuan, kepribadian, keterampilan dan pengetahuan karyawan. 2) Faktor ekstrinsik meliputi lingkungan kerja, kepemimpinan, hubungan kerja dan gaji. Menurut Payaman J (1997), ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan kinerja seseorang. Faktor-faktor tersebut meliputi sebagai berikut: a) Pendidikan dan latihan Pendidikan disini meliputi 79 Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti pendidikan formal dan non formal. Pendidikan baik formal maupun non formal merupakan prasyarat untuk mempertahankan martabat manusia. Melalui pendidikan pegawai diberi kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuannya. Dengan pendidikan berarti keahlian dan keterampilan pegawai meningkat maka diharapkan pegawai tersebut bisa mencapai prestasi yang maksimal dalam bidang tugasnya. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi memungkinkan seseorang untuk bekerja lebih produktif daripada orang lain yang tingkat pendidikannya rendah, hal ini dikarenakan orang tersebut mempunyai cakrawala atau pandangan yang lebih luas sehingga mampu untuk bekerja atau menciptakan lapangan kerja. b) Gizi dan Kesehatan Makanan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi dalam rangka kelangsungan hidupnya. Untuk menjaga kesehatan diperlukan makanan yang memenuhi persyaratan kesehatan, yaitu makanan yang mengandung gizi yang cukup. Seseorang yang dalam keadaan sehat atau kuat jasmani dan rohaninya akan dapat berkonsentrasi dalam pekerjaannya dengan baik, sehingga produktivitas yang dicapai pegawai tersebut menjadi tinggi. c) Motivasi internal Motivasi merupakan proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu. Sehingga dapat diartikan bahwa kinerja seseorang tergantung pada motivasi orang tersebut terhadap pekerjaan yang dilakukan. d) Kesempatan kerja 80 Kesempatan kerja dapat mempengaruhi kinerja. Kesempatan kerja dalam hal ini berarti (dalam artian mikro) meliputi; pertama, adanya kesempatan untuk bekerja. Kedua, pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan keterampilan pekerja (The right man on the right place).Ketiga, adanya kesempatan untuk mengembangkan diri, hal ini akan dapat menjadikan pegawai menjadi lebih kreatif. Kriteria Kinerja Karyawan Bernadin (1993) menjelaskan bahwa kinerja sesorang dapat diukur berdasarkan 6 kriteria yang dihasilkan dari pekerjaan yang bersangkutan, yaitu: a. Kualitas. Kualitas merupakan tingkatan dimana hasil akhir yang dicapai mendekati sempurna dalam arti memenuhi tujuan yang diharapkan oleh perusahaan b. Kuantitas. Kuantitas adalah jumlah yang dihasilkan yang dinyatakan dalam istilah sejumlah unit kerja ataupun merupakan jumlah siklus aktivitas yang dihasilkan c. Ketepatan waktu. Tingkat aktivitas di selesaikannya pekerjaan tersebut pada waktu awal yang diinginkan d. Efektifitas. Efektifitas merupakan tingkat pengetahuan sumber daya organisasi dimana dengan maksud menaikkan keuntungan e. Kemandirian. Karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa meminta bantuan dari orang lain f. Komitmen. Komitmen berarti bahwa karyawan mempunyai tanggung jawab penuh terhadap pekerjaannya. Mathis dan Jackson (2002), memberikan standar kinerja sesorang Jurnal Soul, Vol. 6, No.2, September 2013 Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Mood dengan Kinerja Karyawan Departemen Production Control PT. Denso Indonesia yang dilihat dari: kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif . Standar kinerja tersebut ditetapkan berdasarkan kriteria pekerjaan yaitu menjelaskan apa-apa saja yang sudah diberikan organisasi untuk dikerjakan oleh karyawanya. Kinerja individual dalam kriteria pekerjaan haruslah diukur, dibandingkan dengan standar yang ada dan hasilnya harus dikomunikasikan kepada seluruh karyawan. Mathis dan Jackson (2002), juga menjelaskan standar kinerja dapat berupa output produksi atau lebih dikenal dengan standar kinerja numerik dan standar kinerja non numerik. Kinerja karyawan setiap periodik perlu dilakukan penilaian. Hal ini karena penilaian kinerja karyawan tersebut nantinya dapat digunakan sebagai analisis untuk kebutuhan pelaksanakannya pelatihan (Ivancevich, 2001). Penilaian kinerja adalah proses evaluasi seberapa baik karyawan mengerjakan pekerjaan mereka ketika dibandingkan dengan satu set standar dan kemudian mengkomunikasikannya dengan para karyawan (Mathis dan Jackson, 2002). Menurut Schuler dan Jackson (1996) penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang mengukur, menilai dan mempengaruhi sifatsifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil. Fokusnya adalah mengetahui seberapa produktif karyawan dan apakah ia bisa bekerja sama dengan orang lain atau tidak. Penilaian kinerja mempunyai dua kegunaan utama. Penilaian pertama adalah mengukur kinerja untuk tujuan memberikan Jurnal Soul, Vol .6, No 2, September 2013 penghargaan seperti misalnya untuk promosi. Kegunaan yang lain adalah untuk pengembangan potensi individu (Mathis dan Jackson, 2002). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Desler (1997) bahwa tiga tujuan dari penilaian kinerja yaitu memberikan informasi tentang dapat dilakukannya promosi atau penetapan gaji, meninjau perilaku yang berhubungan dengan kerja bawahan dan untuk perencanaan dan pengembangan karir karyawan karena penilaian memberikan suatu peluang yang baik untuk meninjau rencana karir seseorang yang dilihat dari kekuatan dan kelemahan yang diperlihatkannya. D.Hubungan Kecerdasan Emosional dan Mood dengan Kinerja Karyawan. Kinerja karyawan akhir-akhir ini tidak hanya dilihat oleh faktor intelektualnya saja tetapi juga ditentukan oleh faktor emosinya. Seseorang yang dapat mengontrol emosinya dengan baik maka akan dapat menghasilkan kinerja yang baik pula. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Meyer (psikologi.com, 2004) bahwa kecerdasan emosi merupakan faktor yang sama pentingnya dengan kombinasi kemampuan teknis dan analisis untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Agustian (2001) berdasarkan penelitian dan pengalamannya dalam memajukan perusahaan berpendapat bahwa keberadaan kecerdasan emosional yang baik akan membuat seorang karyawan menampilkan kinerja dan hasil kerja yang lebih baik. Daniel Goleman, seorang psikolog ternama, dalam bukunya pernah 81 Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti mengatakan bahwa untuk mencapai kesuksesan dalam dunia kerja bukan hanya cognitive intelligence saja yang dibutuhkan tetapi juga emotionalintelligence (EQ) (Goleman 2000). Secara khusus para pemimpin perusahaan membutuhkan EQ yang tinggi karena dalam lingkungan organisasi, berinteraksi dengan banyak orang baik di dalam maupun di lingkungan kerja berperan penting dalam membentuk moral dan disiplin para pekerja. Penelitian Boyatzis (1999) dan Chermiss (1998) terhadap beberapa subjek penelitian dalam beberapa perusahaan mendapatkan hasil bahwa karyawan yang memiliki skor kecerdasan emosi yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik yang dapat dilihat dari bagaimana kualitas dan kuantitas yang diberikan karyawan tersebut terhadap perusahaan. Chermiss (1998) mengungkapkan bahwa walaupun sesorang tersebut memiliki kinerja yang cukup baik tapi apabila dia memiliki sifat yang tertutup dan tidak berinteraksi dengan orang lain secara baik maka kinerjanya tidak akan dapat berkembang. Hasil penelitian McClelland, Hunter, dan Schmid (1973 dalam Goleman, 1999) yang menunjukkan indikasi bahwa faktor dominan yang menentukan keberhasilan karir bukanlah kecerdasan otak, melainkan seperangkat kecerdasan lainnya yang kemudian dipopulerkan oleh Goleman sebagai kecerdasan emosional. Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh McClelland mendapatkan bahwa kemampuan akademik bawaan, nilai rapor, dan predikat kelulusan pendidikan tinggi tidak memprediksi 82 seberapa baik kinerja seseorang sesudah bekerja atau seberapa tinggi sukses yang dicapai selama hidup. Menurut Mc.Clelland seperangkat kecakapan khusus seperti empati, disiplin diri, dan inisiatif mampu membedakan orang orang sukses dengan mereka yang hanya cukup baik untuk mempertahankan pekerjaan mereka. Hasil penelitian Goleman (1999) menunjukkan bahwa kemampuan kecerdasan emosional adalah pendorong kinerja puncak. Kemampuan-kemampuan kognitif seperti big picture thinking dan long term vision juga penting. Ketika dibandingkan antara kemampuan teknikal, IQ dan kecerdasan emosional sebagai penentu kinerja yang cemerlang tersebut, maka kecerdasan emosional menduduki porsi lebih penting dua kali dibandingkan dengan IQ dan kemampuan teknikal, pada seluruh tingkatan jabatan. Seperti dijelaskan oleh Compton (2005) suasana hati berlangsung lebih lama, lebih global, dan lebih dapat menjalar (pervasive) daripada emosi. Fokus emosi adalah perasaan yang tampak secara cepat namun juga mungkin tidak tampak dalam respon terhadap peristiwa di lingkungan. Sementara suasana hati menjalar secara lebih merata dan dengan tone yang lebih stabil, meski lingkungan berubah. Apabila seseorang merasakan kesenangan, maka otak yang ada pada mereka sangat fresh sehingga mempunyai suatu ide yang cemerlang. Serta dengan perasaan senang tersebut kebanyakan orang-orang bila melakukan suatu pekerjaan dengan baik juga. Rasa senang tersebut bisa Jurnal Soul, Vol. 6, No.2, September 2013 Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Mood dengan Kinerja Karyawan Departemen Production Control PT. Denso Indonesia melancarkan efesiensi mental, membuat orang mengerti informasi dan berani mengambil keputusan yang rumit, serta pikirannya menjadi felsksibel. Dengan adanya suasana hati yang baik ataupun senang maka menjadikan orang tersebut lebih optimis dalam mencapai suatu tujuan yang dia inginkan, serta meningkatkan kreativitas dan keterampilan dalam hal mengambil suatu keputusan baik yang rumit ataupun yang gampang. Lebih jauh lagi selain rasa senang, ada juga perasaan humor, dimana rasa humor atau gurauan membuat orang lain menjadi tertawa secara tidak langsung telah membuka jalur komunikasi antara partner kerja, serta dapat merangsang kreativitas, meningkatkan rasa kepercayaan dan tentu saja membuat suatu pekerjaan tersebut lebih menyenangkan lagi. Tidak heran bila sifat senang bergurau merupakan sifat yang penting yang harus dimiliki oleh seseorang untuk mengontrol emosi. Mood yang baik terbukti sangat penting dalam suatu kelompok, dimana kemampuan seseorang sangat diutamakan untuk menggerakkan kinerja yang lebih baik lagi antara anggota yang satu dengan yang lain dalam satu kelompok, yang bisa membuat suasana menjadi lebih hidup (bergairah) dan kooepratif dalam hal dalam menentukan keberhasilan bersama dalam berkelompok tersebut. METODOLOGI Variabel penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga variabel yaitu dua variabel bebas (X1 dan X2) dan satu variable terikat (Y). Variable bebas dalam penelitian ini Jurnal Soul, Vol .6, No 2, September 2013 adalah kecerdasan emosi (X1) dan mood (X2), dan variable terikat adalah kinerja karyawan Departemen Production Control PT. Denso Indonesia, Cibitung. Bentuk paradigma penelitian yang dilakukan penulis adalah : X1 Kec Y erd Ki X2 asa ner Mo n ja od Em Untuk melihat Ka apakah osio bebas kecerdasan variabel ryaemosi dan mood nal berkorelasi dan mempengaruhi wa secara sendiri-sendiri terhadap kinerja n karyawan Departemen Poduction Control PT.Denso Indonesia, Cibitung digunakan teknik korelasi Product Moment Pearson. Untuk melihat apakah variabel bebas kecerdasan emosi dan mood secara bersama-sama berkorelasi dan mempengaruhi variabel terikat kinerja karyawan Departemen Product Kontrol PT.Denso Indonesia, Cibitung digunakan teknik korelasi ganda. Populasi dan Sample Populasi yang digunakan dalam penelitian terbatas (finit) dan bersifat homogen. Populasi finit yaitu populasi yang memiliki sumber data yang jelas batasan-batasannya secara kuantitatif sehingga dapat dihitung jumlahnya ( Bungin, 2004). Sedangkan populasi yang bersifat homogen adalah keseluruhan individu yang memiliki sifat- sifat yang relative sama antara satu dengan yang lainnya (Bungin, 2006). Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik 83 Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti proporsional random sampling. Alasan peneliti menggunakan proposional random sampling adalah memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Hadi 1996). Teknik random sampling yang dipergunakan adalah dengan cara undian. Langkah pertama adalah mendatanama- nama yang terdapat pada populasi dari tiap bagian departemen Product Control PT. Denso Indonesia. Dari populasi tiap bagian diambil sampel sebanyak 60%. Sampel penelitian dipilih secara acak oleh yang bertanggung jawab pada bagian tempat kerja tersebut (Leader). Proporsional adalah dimana tiap-tiap sub populasi mendapat bagian atau kesempatan yang sama untuk menjadi sampel dalam penelitian. Berdasarkan kriteria sampel di atas maka diperoleh distribusi sampling sebagai berikut: diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati), dan bekerjasama dengan orang lain. Skala mood dikembangkan oleh peneliti mengacu pada teori dari Dennis Greenberger dan Padesky (2009) dalam bukunya yang berjudul Mind over Mood . Ada empat aspek yang digunakan dalam untuk mengukur suasana hati (mood) yaitu: lingkungan , fisik, perilaku, dan pemikiran. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Subyek dengan kategori kecerdasan emosional sedang 34 orang ( 40%). Subyek dengan kategori kecerdasan emosional tinggi sebanyak 51 orang (60% ). Tidak ditemukan subjek dengan kecerdasan emosional yang rendah. Kecerdasan emosional Subjek Rendah Sedang Tinggi Karyawan Production 0 34 51 Control Tabel 1. Kategorisasi Tingkat Kecerdasan Emosional Instrumen Penelitian Untuk mengukur sejauh mana kecerdasan emosional dipahami oleh karyawan Departemen Product Control PT. Denso Indonesia Cibitung digunakan Skala Kecerdasan Emosional yang dikembangkan oleh peneliti dengan mengacu pada teori Kecerdasan Emosional dari Goleman (2002). Skala kecerdasan emosional terdiri dari aspek: mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi 84 Hasil pengumpulan data untuk kategori level mood didapat bahwa subyek dengan kategori mood sedang sebanyak 49 ( 57%). Subyek dengan kategori mood tinggi sebanyak 35 orang ( 41%) dan hanya 1 orang subyek dengan mood yang rendah ( 2%). Jurnal Soul, Vol. 6, No.2, September 2013 Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Mood dengan Kinerja Karyawan Departemen Production Control PT. Denso Indonesia Level Mood Subyek Karyawan Production Control Rendah Sedang Tinggi 1 49 35 Tabel 2: Kategorisasi Tingkat Mood Data hasil kinerja karyawan menunjukkan bahwa terdapat subyek dengan nilai A sebanyak 2 orang, nilai B ada 11 orang, nilai C 24 orang ,nilai D 4 oang dan untuk nilai E sebanyak 44 orang. Kategorisasi ini sesuai dengan system kriteria penilaian kinerja karyawan yang sudah ada pada PT. Denso Indonesia. Nilai frekuensi (%) A 2 2,35 B 11 12,94 C 24 28,24 D 4 4,71 E 44 51,76 TOTAL 85 100 Tabel 3. Frekuensi Kinerja Karyawan Departemen Production Control Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja Karyawan Berdasarkan hasil perhitungan dan uji signifikansi kolerasi product moment antara variable kecerdasan emosional (X1) dengan variable kinerja karyawan (Y) diperoleh koefisien korelasi Product Moment Pearson sebesar 0,228 dan significant pada level 0.05. Koefisien korelasi bertanda positif artimya semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional karyawan maka semakin rendah tinggi Jurnal Soul, Vol .6, No 2, September 2013 pula kinerja karyawan Departemen Product Control PT.Denso Indonesia. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah tingkat kecerdasan emosional maka semakin rendah kinerja karyawan. Hubungan level Mood dengan Kinerja Karyawan Berdasarkan hasil perhitungan dan uji signifikansi kolerasi product moment antara variable mood (X2) dengan variable kinerja karyawan (Y) didapat koefisien kolerasi yang didapat 0,056. Namun uji koefisien kolerasi menunjukkan bahwa korelasi ini tidak signifikan pada level 0,05. Artinya tidak ada hubungan antara mood dengan kinerja karyawan. Kecerdasan Emosional dan Mood dengan Kinerja Karyawan Dari hasil perhitungan kolerasi ganda dan uji signifikansi antara variable kecerdasan emosional (X1) dan variable mood (X2) dengan kinerja karyawan (Y) diperoleh koefisien korelasi berganda sebesar 0,257 dan signifikan pada level 0,05 Artinya terdapat kolerasi positif antara kecerdasan emosional dan mood secara bersama-sama dengan kinerja karyawan. Diskusi Tingkat kecerdasan emosional karyawan departemen production control PT. Denso Indonesia berada pada kategori tinggi sebesar 60% dan 40% sisanya berada pada kategori sedang. Artinya lebih dari separuh karyawan departemen product control PT.Denso memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Kecerdasan emosional dipengaruhi oleh jasmani 85 Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti fisik dan kesehatan individu. Jasmani yang sehat mempengaruhi kecerdasan emosional menjadi lebih baik. Hal ini selaras dengan peraturan PT.Denso Indonesia dalam upaya meningkatkan kesehatan jasmani para karyawan yaitu dengan menganjurkan seluruh karyawan melakukan senam ringan selama 5 menit sebelum bekerja. PT. Denso Indonesia mensupport dan memberi fasilitas penuh bagi karyawan untuk mengembangkan bakat dalam bidang olah raga. Faktor lingkungan dimana perusahaan sangat mengutamakan keselamatan dan kenyamanan dalam bekerja turut menyumbang pada tingginya taraf kecerdasan karyawan. PT.Dendo Indonesia memberi kebebasan berekspresi bagi para karyawan dalam improvement kenyamanan bekerja untuk menciptakan kemudahan serta kondisi lingkungan yang diinginkan saat bekerja. Tingkat mood pada karyawan departemen production control PT. Denso Indonesia berada pada kategori tinggi sebesar 41 %, kategori sedang ( 57%) dan rendah hanya 2%. Artinya sebagian besar (hampir seluruh) karyawan memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola suasana hati (mood). Kemampuan mengelola suasana hati (mood) lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan dengan wanita. Menurut penelitian salah satu alasannya adalah bahwa pria lebih banyak melakukan kegiatan yang mampu mengalihkan gangguan suasana hati (mood). Sebaliknya wanita memiliki keterbatasan untuk melakukan berbagai aktivitas yang mampu mengalihkan perhatian dari gangguan mood. Sampel dalam 86 penelitian ini sebagian besar adalah pria (83,53%). Sebagian dari Kinerja karyawan departemen production control PT. Denso Indonesia berada pada kategori rendah ( 56%). Sebesar 44 % berada pada tingkat kinerja sedang dan baik. Kinerja yang rendah kemungkinan disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah: Karyawan tidak memenuhi standar criteria evaluationyang sudah menjadi ketetapan baku oleh perusahaan, diantaranya adalah: 1. Achievement (Result) : Tarket yang dicapai dibawah 85%, sering membuat barang No Good, serta banyak tugas yang tidak terselesaikan tepat waktu. 2. Ability (Process) : Adanya pelanggaran Standart Operational Production (SOP). 3. Attitude: Karyawan sering terlambat, mangkir, dan ketidak hadiran karena sakit lebih dari 10%. Sebab lain dapat menyebabkan rendahnya hasil evaluasi kinerja karyawan PT.Denso Indonesia adalah adanya peraturan perusahaan yang kurang mendukung dalam memotivasi karyawan untuk mencapai kinerja tinggi. Perusahaan menetapkan quota penilaian bagi setiap karyawan dalam suatu departemen, sehingga tidak memungkinkan seluruh anggota dalam suatu departemen mendapat penilaian baik dalam setiap tahunnya. Jika tahun ini karyawan tersebut mendapat penilaian baik, maka untuk tahun depan karyawan tersebut harus mendapat penilaian rendah meskipun achievement (result), ability (process), dan attitude dinilai baik. Jurnal Soul, Vol. 6, No.2, September 2013 Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Mood dengan Kinerja Karyawan Departemen Production Control PT. Denso Indonesia Kolerasi antara kecerdasan emosional dan kinerja karyawan menunjukkan hasil yang positif dan signifikan. Ada kolerasi yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan. Kinerja karyawan pada departemen production control sangat dipengaruhi oleh kecerdasan emosional. Dengan kecerdasan emosional para karyawan yang berada pada kategori tinggi (sebanyak 51%) hasil evaluasi kinerja karyawan juga menunjukkan tingkat kinerja yang sedang-tinggi sebesar 44 %. Hasil penelitian ini mendukung apa yang dikatakan oleh Agustian (2001) bahwa keberadaan kecerdasan emosional yang baik akan membuat seorang karyawan menampilkan kinerja dan hasil kerja yang lebih baik. Penelitian lain yang sesuai dengan hasil penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Boyatzis (1999) dan Chermiss (1998), hasil penelitiantersebut menunjukan bahwa karyawan yang memiliki skor kecerdasan emosi yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik yang dapat dilihat dari bagaimana kualitas dan kuantitas yang diberikan karyawan tersebut terhadap perusahaan. Meskipun ada sedikit perbedaan sebesar 7% antara kecerdasan emosional dan kinerja karyawan. Hal ini disebabkan karena peraturan perusahaan yang menetapkan sistem kuota dalam penilaian kinerja karyawan. Sehingga sejumlah karyawan yang seharusnya mendapat evaluasi kinerja baik/tinggi untuk setiap tahunnya menjadi berkurang, disebabkan karena peraturan perusahaan tersebut yang mengatur Jurnal Soul, Vol .6, No 2, September 2013 dengan sisten kuota untuk evaluasi kinerja karyawannya. Koefisien korelasi variabel mood dengan kinerja karyawan menunjukkan hasil uji yang tidak signifikan. Artinya tidak ada kolerasi yang signifikan antara suasana hati(mood) karyawan PT. Denso Indonesia dengan kinerja mereka. Karyawan departemen product Control PT. Denso Indonesia sebagian besar adalah pria, dimana mereka lebih mampu mengelola suasana hati (mood) saat bekerja. Hal ini selaras dengan kajian kamus Oxford, mood merupakan suasana hati atau jiwa pada saat tertentu, bisa dalam keadaan baik (good mood) maupun buruk (bad mood). Oleh karena itu,dapat disimpulakan bahwa mood bisa dikondisikan dengan memperbaikinya dan meningkatkannya dalam segala aktifitas, termasuk dalam pekerjaan. Disamping itu, keberhasilan dalam mencapai kinerja terbaik perusahaan tidak hanya tergantung kepada suasana hati (mood), banyak faktor penting lainnya seperti :kecerdasan, pengetahuan, keterampilan, etika, integritas, kestabilan emosi, motivasi, gairah, persepsi, niat, dan pikiran positif dari para karyawan untuk berkontribusi secara total memberikan kinerja terbaiknya kepada perusahaan. Antara variabel kecerdasan emosi dan mood dengan kinerja karyawan diperoleh koefisien kolerasi 0,257 dan signifikan pada level 0,05. Artinya secara bersama- sama kecerdasan emosional dan mood memiliki hubungan dengan kinerja karyawan departemen production control PT. Denso Indonesia. 87 Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti Simpulan dan saran Simpulan Tingkat kecerdasan emosional karyawan departemen production control PT. Denso Indonesia berada pada kategori tinggi sebesar 60% dan 40% sisanya berada pada kategori sedang. Artinya lebih dari separuh karyawan departemen product control PT.Denso memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Kecerdasan emosional yang baik akan membuat seorang karyawan menampilkan kinerja dan hasil kerja yang lebih baik. Hal ini berlaku pada karyawan pada departemen production control PT.Denso Indonesia. Dengan kecerdasan emosional para karyawan yang berada pada kategori tinggi (sebanyak 51%) hasil evaluasi kinerja karyawan juga menunjukkan tingkat kinerja yang sedang-tinggi sebesar 44 %. Ada sedikit perbedaan antara level kecerdasan dengan kinerja disebakan karena diberlakukannya sistem kuota untuk evaluasi kinerja karyawan. Hal ini mempengaruhi peluang karyawan untuk mendapatkan evaluasi kinerja kategori baik/tinggi menjadi lebih kecil. Tidak ada korelasi antara Mood dengan kinerja karyawan Departemen Production Control PT. Denso Indonesia. Banyak faktor lain yang mempengaruhi kinerja karyawan selain mood, diantaranya; kecerdasan, pengetahuan, keterampilan, etika, integritas, kestabilan emosi, dan motivasi. Ada korelasi antara kecerdasan emosi dan mood secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan. Hal ini dimungkinkan karena mood 88 merupakan keadaan emosi pada suatu waktu, sehingga ikut mempengaruhi kecerdasan emosi karyawan. Yang pada akhirnya memberi sumbangan kepada kecerdasan emosi untuk mempengaruhi kinerja karyawan departemen product control PT.Denso Indonesia. Saran 1) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkapkan faktor- faktor lain yang dapat memberikan konstribusi terhadap peningkatan kinerja karyawan diluar faktor kecerdasan emosi dan mood. 2) Perlu ditingkatkan kebijakan perusahaan lainnya yang memberi kebebasan berekspresi bagi karyawan untuk bekerja dalam lingkungan yang nyaman. 3) Perlu meninjau peraturan sistem kuota untuk evaluasi kinerja karyawan. Sistem kuota evaluasi kinerja ini cenderung merugikan karyawan, karena memperkecil peluang karyawan dengan kinerja baik mendapat evaluasi dengan kinerja sedang. Karyawan yang seharusnya mendapat predikat karyawan dengan kinerja baik menjadi mendapatkan predikat sedang. Hal ini akan mempengaruhi motivasi kerja karyawan sehingga mempengaruhi kinerja karyawan secara keseluruhan. Yang pada akhirnya akan berdampak pada menurunnya kinerja peruahaan secara keseluruhan. Jurnal Soul, Vol. 6, No.2, September 2013 Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Mood dengan Kinerja Karyawan Departemen Production Control PT. Denso Indonesia DAFTAR PUSTAKA Agustian, Ary Ginanjar 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual (ESQ). Arga Wijaya Persada, Jakarta. Anthony Dio Martin. 2000. Aplikasi EQ Based HR Management System. Majalah Manajemen. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. Azwar, Saifudin. (1997). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka BalajarOffset. Azwar, Saifudin. 2008. Penyusunan Skala Psikologi. Cetakan X. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Cooper, R.K., dan Sawaf, A. 1999 . Executive EQ: kecerdasan emosional dalam kepemimpinan dan organisasi. Alih Bahasa: Widodo Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Dessler, G. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Alih bahasa : Benyamin Molan, PT. Prenhallindo, Jakarta. Goleman, Daniel. (2000). Emitional Intelligence (terjemahan). Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Kerlinger, Fred N. (1990). Asas-Asos Penelitian Behavioral. Gadjah . Mada University Press, Yogyakarta. Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, PPDGJ III. PT. Nuh Jaya, Jakatra. Mathis, R,L, dan Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Jurnal Soul, Vol .6, No 2, September 2013 Manusia. Jilid 1 dan 2, Alih bahasa : Bayu Brawira, Salemba Empat, Jakarta. Mohammad, As’ad. 1999. Psikologi Industri: Seri Ilmu Sumber Daya Manusia. Liberty, Yogyakarta. Robbins, S, P. 1996. Perilaku Organisasi, PT. Prehallindo, Jakarta Santoso, singgih (2000). Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Saphiro, Lawrence E. (1998). Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak. Jakarta : Gramedia. Schuller, R,S, dan Jackson, SL. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia : Menghadapi Abad 21, Ed.6, jilid.2, Alih Bahasa : Abdul Rosyid SS, Erlangga, Jakarta. Sembiring. Jimmy Joses. 2010. Smart HRD: Perusahaan Tenang, Karyawan Senang. Cetakan 1. Jakarta: Visimedia. Siti Fatimah Nurhayati. 2000. Kontribusi Sumber Daya Manusia Terhadap Kinerja Perusahaan : Masihkah Diperlukan. Telaah Bisnis, Vol.1, No, 1, Juli. Siti Habibah. 2001, Meningkatkan Kinerja Melalui Mekanisme 360 Derajat. Telaah Bisnis, Vol.2, No.1. p.27-3 Simamora, H, 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Badan Penerbit YKPN, Yogyakarta. Sutrisno Hadi. 2001. Metodologi Reset II, Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 89 Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti Yuninigsih. 2002. Membangun Komitmen dan Menciptakan Kinerja Sumber Daya Manusia Untuk Memperoleh Keberhasilan Perusahaan. Fokus Ekonomi Vol.1 No.1 April 2002 Sumber internet: Meyer, J. 2000. EQ dan Kesuksesan Kerja. http://www.e-psikologi.com, 12 Desember 2004 Motivasi Islami. (2010). Belajar Kecerdasan Emosional. http://www.motivasiislami.com/belajarkecerdasan-emosi Mypotik. 2011. Menjaga Suasana Hati Tetap Positif. http://www.blogspot.com/.../ menjaga-suasana-hati-tetappositif. Niahidayati.2009. Cara Memperbaiki Dan Meningkatkan Mood. http;//www.google.com/ cara memperbaiki dan meningkatkan mood. Shovoong. 2011. Pengertian Suasana Hati http://www.shvoong.com/ pengertian-suasana-hati/ Wikipedia. Kecerdasan emosional. http:// www.wikipedia.com Younone .(2011). Mengelola Emosi ditempat Kerja. http://www.portalhr.com Yuli, S. (2004). Kinerja aparatur pemerintah masih memprihatinkan. http://www.suaramerdeka.co m. 90 Jurnal Soul, Vol. 6, No.2, September 2013