Yalikah 83 PEMEROLEHAN KALIMAT BAHASA INDONESIA BERDASARKAN INTONASINYA PADA ANAK USIA 4 – 6 TAHUN Yalikah SMP Negeri 1 MantupLamongan Telp. 081515871206 Pos-el [email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) bentuk kalimat berita berdasarkan intonasinya, (2) bentuk kalimat tanya berdasarkan intonasinya, dan (3) bentuk kalimat perintah berdasarkan intonasinya yang terdapat dalam tuturan anakanak TK PGRI II Plabuhanrejo, Kecamatan Mantup, Lamongan. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Data penelitian ini adalah data kalimat bahasa Indonesia yang diproduksi oleh anak-anak usia 4-6 tahun di TK PGRI II Plabuhanrejo Mantup. Data dikumpulkan dengan menggunakan alat perekam. Analisis data dilakukan dengan menggunakan model interaktif yang disarankan Miles dan Huberman. Model ini terdiri atas: (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penarikan kesimpulan.Hasil analisis data menunjukkan bahwa anak-anak usia 4-6 tahun di TK PGRI II Plabuhanrejo Mantup telah memperoleh kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah. Kalimat berita banyak ditemukan, bahkan disetiap data ada. Sedangkan kalimat tanya dan kalimat perintah tidak banyak dihasilkan oleh anak, karena merupakan percakapan dengan temannya. Dari data yang ditemukan, anak usia 4-6 tahun menggunakan kalimat tanya dan kalimat perintah yang mengandalkan intonasi saja . Kata kunci: pemerolehan, kalimat bahasa Indonesia,intonasi, anak usia 4-6 tahun Abstract: The study was aimed to determine (1) the form of news sentences based on the intonation, (2) the form of question based on the intonation, and (3) the form of imperative sentences based on the intonation contained in the speech of children at the second Kindergarden PGRI of Plabuhanrejo, District Mantup, Lamongan. The study was a descriptive study. The research data was the Indonesian sentences produced by children in 4-6 years old of the second PGRI of Plabuhanrejo, Mantup. Data was collected using a tape recorder. Data analysis was performed using an interactive model suggested Miles and Huberman. This model consists of: (1) data reduction, (2) data presentation, and (3) conclusion. The results of data analysis showed that children in 4-6 years old at the second kindergarten PGRI of Plabuhanrejo, Mantup has gained the news sentences, interrogative sentence, and imperative sentences. News sentences were found, even in all the data exists. While interrogative sentence and imperative sentences were not gained by the children, because they were a conversation with a friend. From the data found, children in 4-6 years old use interrogative sentence and imperative sentence only rely on the intonation. Keywords: acquisition, Indonesian phrase, intonation, children in 4-6 years old 84 WAHANA PEDAGOGIKA, Vol. 2, No. 1, Juni 2016 PENDAHULUAN Kemampuan berkomunikasi anak tidak terjadi begitu saja. Hal itu disebabkan anak terlahir tidak begitu saja dapat berbahasa. Ada perkembangan yang harus dilewati melalui tahapantahapan tertentu. Seorang anak akan melalui perkembangan linguistik dari tidak dapat berbahasa sampai dapat berbahasa meski dengan pemahaman yang kurang sempurna. Subyakto dan Nababan (1988: 93) menyatakan bahwa proses yang demikian itu disebut pemerolehan bahasa. Dalam kaitannya dengan pengaruh faktor sosial terhadap pemerolehan bahasa, Klein (dalam Yulianto, 2009) menjelaskan bahwa pemerolehan bahasa pertama merupakan salah satu perkembangan menyeluruh anak menjadi anggota soaial masyarakat. Bahasa memudahkan anak mengekspresikan perasaan, gagasan, dan kemauannya dengan cara yang dapat diterima masyarakat. Anak belajar dan mengetahui berbagai hal tentang kehidupan soaial melalui bahasa. Bahasa merupakan sarana untuk memperoleh nilai-nilai budaya, moral, agama, dan nilai-nilai lainnya di mayarakat. Pemerolehan bahasa secara alami dan lingungan sangat diperlukan bagi perkembangan bahasa anak. Dardjowidjojo (2003: 235) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa secara alami maupun yang didapat dari lingkungan sangat diperlukan. Secara alami diperlukan karena tanpa bekal kodrati manusia tidak dapat berbahasa, sedangkan lingkungan sangat diperlukan karena tanpa adanya masukan dari alam sekitar bekal kodrati tidak akan terwujud. Jika dicermati, pemerolehan bahasa anak sudah sejak usia bayi sampai anak dapat menirukan ujaran-ujaran orang dewasa, namun perlu diperhatikan pula pada pemerolehan bahasa kedua sedikit sekali diketahui tentang pemerolehan fonologi dan tidak ada tentang pemerolehan kosa kata (Ellis, 1989:3). Dengan demikian sebetulnya pemerolehan bahasa kedua mengacu pada semua aspek bahasa pembelajar, tetapi perlu adanya pembatasan masalah. Jika pada masa peka rentang untuk mendapatkan bahasa kedua adalah pada usia 2 sampai 10 tahun, maka tahap pemerolehan bahasa kedua dapat diawali pada tahap yang kelima teori akuisisi Atchison, dan aspek bahasa yang diteliti dapat dimulai dari anak menghasilkan kalimat tiga kata. Simanjuntak (1987:186) mengatakan bahwa anak umur 4 tahun dan 5 tahun mulai memasuki kecakapan penuh, ketika berumur 5 tahun umumnya anak-anak yang normal telah menguasai elemen-elemen sintaksis bahasa ibunya dan telah memiliki tingkah laku (memahami dan memproduksi) yang baik, meskipun perbendaharaannya masih kurang. Demikian juga pada anak usia TK, aktif berkomunikasi dan mengerti akan dunianya, kemampuan berkomunikasi akan berkembang selain karena kematangan organ-organ bicaranya, fungsi berpikirnya juga semakin berkembang, lingkungan juga ikut membantu mengembangkannya. Untuk usia yang akan menjadi kajian penelitia ini, yaitu anak pada usia 4-6 tahun yang mayoritas pada usia ini anak telah masuk di Taman KanakKanak. Pada usia ini anak dimungkinkan mendapatkan bahasa dalam bentuk aspek-aspek bahasa yang lebih rumit, kecuali pelafalan. Hendaknya umur tidak dikacaukan dengan mulainya belajar dengan jumlah tahun pajanan bahasa kedua. Dengan demikian, Penelitian yang akan dilakukan disini adalah pemerolehan kalimat bahasa Indonesia berdasarkan intonasinya pada anak usia 4-6 tahun di TK PGRI II Plabuhanrejo Mantup. Pemerolehan bahasa ini Yalikah diarahkan pada bentuk-bentuk kalimat bahasa Indonesia dari segi intonasinya yang diperoleh anak usia Taman KanakKanak. Selain itu, penelitian ini akan memberikan sebuah deskripsi kompetensi berbahasa anak yang dapat digunakan untuk membuat kebijakan-kebijakan dalam pengajaran bahasa Indonesia, terutama di tingkat Taman Kanak-kanak. Setiap ibu biasanya dapat menafsirkan makna ucapan dua kata anakanaknya. Oleh karena sebuah gabungan kata yang sama digunakan oleh kanakkanak dalam situasi yang berlainan, maka Bloom (1970) menyimpulkan bahwa kanak-kanak tidak menyusun kata-kata itu semaunya. Andaikata semaunya saja, pastilah banyak muncul berbagai gabungan kata. Kenyataannya gabungan kata yang dibuat kanak-kanak tidak banyak. Hal ini membuktikan bahwa gabungan kata yang muncul dalam ucapan kanak-kanak merupakan hubungan-hubungan yang menjadi bagian dari bahasa kanakkanak. Digunakannya sebuah gabungan kata untuk mewakili beberapa situasi akan menyebabkan gabungan kata itu menjadi taksa (ambigu) dan meragukan. Lalu, satu-satunya cara untuk menganalisis gabungan yang meragukan itu adalah dengan cara memberikan representasi yang berlainan kepada gabungan kata itu menurut situasi-situasi di mana gabungan kata itu digunakan. Oleh karena informasi situasi dapat memberikan pertolongan dalam menentukan hubungan-hubungan ini, maka informasi situasi inilah yang haras digunakan untuk menentukan hubungan tata bahasa ucapan-ucapan dua kata dari kanak-kanak itu. Jika kanak-kanak telah mencapai tahap dua kata atau lebih, ucapanucapannya juga menjadi semakin banyak, dan mudah ditafsirkan. Oleh karena itulah, penyelidik lebih cenderung 85 untuk memulai kajian pemerolehan bahasa itu pada tahap dua kata. Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seseorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua, setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua. Namun, banyak juga yang menggunakan istilah pemerolehan bahasa untuk bahasa kedua. Para pakar setuju bahwa ada dua langkah dalam usaha untuk menguasai bahasa. Pertama, penguasaan bahasa yang dilakukan secara tidak disadari dan bersifat informal. Kedua, penguasaan bahasa yang dilakukan secara disadari dan bersifat formal. Penguasaan bahasa dengan cara pertama disebut pemerolehan, sedangkan cara yang kedua disesbut dengan pembelajaran. Kiparsky (dalam Pateda, 1990: 42) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan oleh kanak-kanak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis yang makin bertambah rumit ataupun teori-teori yang terpendam dan tersembunyi yang mungkin sekali terjadi dari ucapanucapan orang tuanya atau lingkungannya sampai dia memilih berdasarkan suatu ukuran penilaian tata bahasa yang paling baik serta sederhana dari bahasa tersebut. Lingkungan anak harus cukup mendukung agar bakat bahasa itu berkembang secara baik. Prilaku yang diprogram secara biologis tidak akan berkembang secara wajar apabila lingkungan anak itu tidak mendukung. Jadi, lingkungan kebahasaan yang miskin dan gersang akan mengakibatkan 86 WAHANA PEDAGOGIKA, Vol. 2, No. 1, Juni 2016 pemerolehan bahasa yang kurang baik, pemerolehan bahasa yang kering (Ardiana dan Sodiq, 2003: 3.21). Ardiana dan Sodiq (2003: 4.3) memperjelas bahwa istilah pertama dalam pemerolehan bahasa mengacu pada perkembangan bahasa pada individu. Artinya tidak tertutup kemungkinan seorang anak dalam pertumbuhannya akan menguasai dua, tiga, atau empat bahasa, bahkan lebih. Jika hal ini terjadi bahasa pertama yang dikuasai sebelum mereka menguasai bahasa lain inilah yang disebut bahasa pertama. Sedangkan pemerolehan bahasa kedua terjadi pada saat anak atau seseorang mempelajari bahasa baru selepas mempelajari bahasa ibunya. Chaer (2007: 240) mengatakan bahwa karena kalimat merupakan satuan yang langsung digunakan dalam berbahasa, maka para tata bahasawan tradisional biasanya membuat definisi kalimat dengan mengaitkan peranan kalimat itu sebagai alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan. Oleh karena itu, definisi seperti “Kalimat adalah susunan katakata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap” merupakan definisi umum yang biasa dijumpai. Chaer (2007: 240) mendefinisikan kalimat sebagai satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final. Ramlan (1985: 21) mengatakan bahwa kalimat ada yang terdiri dari satu kata, misalnya Ah!; kemarin; ada yang terdiri atas dua kata, misalnya Itu took; Ia mahasiswa; ada yang terdiri atas tiga kata, misalnya Ia sedang membaca; Mereka akan berangkat; dan ada yang terdiri atas empat, lima, enam kata dan seterusnya. Sesungguhnya yang menentukan satuan kalimat bukannya banyak kata yang menjadi unsurnya, melainkan intonasinya. Setiap satuan kalimat dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik. Intonasi kalimat merupakan gabungan dari bermacam-macam gejalah yang umumnya disebut tekanan, nada, tempo, dan jeda dalam mengucapkan satu kalimat. Intonasi dengan semua unsur pembembentuknya itu disebut suprasegmental bahasa. Landasan intonasi adalah rangkaian nada yang diwarnai oleh tekanan, durasi, perhentian dan suara yang menarik, merata, merendah pada akhir arus ujaran itu. Intonasi adalah tekanan naik turunnya lagu kalimat. Intonasi berfungsi sebagai pembentuk makna kalimat (risdiyantocbr.blogspot.com) Pola intonasi setiap kalimat tergantung pada tujuan yang dimaksudkan oleh penutur, artinya apabila penutur bermaksud memberitahukan sebuah intonasi. Untuk menanyakan sesuatu maka pola intonasinya menurun, sedangkan ketika penutur bermaksud mengajak atau menyuruh pendengar maka pola intonasinya cenderung meninggi. Penggunaan intonasi menandakan suasana hati penuturnya. Dalam keadaan marah, seseorang sering menyatakan sesuatu dengan intonasi menaik dan meninggi, sedangkan suasana sedih cenderung berintonasi menurun.Intonasi juga dapat menandakan ciri-ciri sebuah kalimat. Kalimat yang diucapkan dengan intonasi akhir menurun biasanya bersifat pernyataan, sedangkan yang diakhiri dengan intonasi menaik umumnya berupa kalimat tanya. (sosiolink.blogspot.com) Jika ditinjau dari segi intonasinya atau ketersediaan tanda baca akhir dalam bahasa Indonesia dan tanggapan yang diharapkan, maka kalimat dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1. Kalimatberita Yalikah 2. Kalimattanya 3. Kalimatperintahatausuruhan Dengan demikian dalam bahasa Indonesia diketahui ada beberapa macam intonasi antara lain sebagai berikut: (1) intonasi berita, (2) intonasi pertanyaan, (3) intonasi perintah atau suruhan. (temukanpengertian.blogspot.com) Ramlan (1985:27) mengatakan bahwa berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat berita berfungsi untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain sehingga tanggapan yang diharapkan berupa perhatian seperti tercermin pada pandangan mata yang menunjukkan adanya perhatian. Kadangkadang perhatian itu disertai anggukan, kadang-kadang pula disertai ucapan ya. Kalimat berita dapat berbentuk apa saja asalkan isinya merupakan pemberitaan dan tidak diperlukan reaksi dari orang lain (pembaca atau pendengar). Dalam bahasa tulis, kalimat berita diakhiri dengan tanda titik, sedangkan dalam bahasa lisan, kalimat berita diakhiri dengan nada yang menurun (Yulianto, 2008:110). Kalimat tanya berdasarkan fungsi komunikatifnya memerlukan reaksi orang lain (pembaca atau pendengar), namun reaksi orang itu bukan berupa tindakan secara fisik untuk melakukan sesuatu, melainkan berupa jawaban verbal. Dalam bahasa tulis, kalimat tanya diakhiri dengan tanda tanya, sedangkan dalam bahasa lisan kalimat tanya diakhiri dengan nada naik atau turun (Yulianto, 2008:113). Ramlan (1985: 28) mengatakan bahwa kalimat Tanya berfungsi untuk menanyakan sesuatu. Kalimat ini memiliki pola intonasi yang berbeda dengan pola intonasi kalimat berita. Perbedaannya terutama terletak pada nada akhirnya. Pada intonasi kalimat berita bernada akhir turun, sedangkan pada intonasi kalimat tanya bernada akhir naik, di samping nada suku terakhir yang lebih tinggi sedikit 87 dibandingkan dengan nada suku terakhir pada intonasi kalimat berita. Pola intonasinya ialah: [2] 3 # [2] 3 2 #. Pada istilah kalimat ini, Yulianto (2008:111) menggunakan istilah ‘kalimat perintah’, sedangkan Ramlan (1985:39) menggunakan istilah ‘kalimat suruh’. Kalau dilihat dari fungsi komunikatifnya sama-sama menyatakan ujaran yang memerlukan reaksi orang lain (pembaca atau pendengar). Reaksi itu umumnya berupa tindakan secara fisik untuk melakukan sesuatu. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan istilah kalimat perintah. Istilah kalimat perintah memang sudah umum dan sering digunakan, apalagi dalam pembelajaran. Kalimat perintahmengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak berbicara. Berdasarkan ciri formalnya. kalimat perintah memiliki pola intonasi yang berbeda dengan pola intonasi kalimat berita dan kalimat tanya. Dalam bahasa lisan, kalimat perintah ditandai dengan nada turun atau nada turun kemudian sedikit naik pada akhir kalimat. Nada turun dikaitkan dengan kadar suruhan yang tinggi dan nada yang turun lalu sedikit naik dikaitkan dengan kadar suruhan yang biasa atau rendah. Pola intonasinya bisa digambarkan sebagai berikut; 2 3 # atau 2 3 2 #. jika diikuti partikel ‘lah’pada P-nya. METODE PENELITIAN Pendekatan penelitian yang digunakan di sini adalah pendekatan kualitatif. Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller (dalam Moleong, 2005:2) pada mulanya bersumber pada pengamatan kualitatif. Djajasudarma (1993:13) mengatakan bahwa penelitian kualitatif jelas menggunakan metode kualitatif sehubungan dengan pertimbangan: (1) penyesuaian metode kualitatif lebih mudah dibandingkan dengan kenyataan 88 WAHANA PEDAGOGIKA, Vol. 2, No. 1, Juni 2016 yang kompleks; (2) metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan responden; (3) metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan penajaman-penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Menurut Arikunto (2006: 129), yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek tempat data didapatkan. Dengan demikian, sumber data penelitian ini adalah percakapan siswa-siswi TK PGRI II Plabuhanrejo Kecamatan Mantup sejumlah 28 anak, yaitu anak yang berusia antara 4-6 tahun. Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik sadap, teknik simak libat cakap, teknik simak bebas libat cakap, dan teknik catat. Alat yang dipakai dalam penelitian ini adalah kartu data yang dilengkapi dengan alat perekam serta pencatat lainnya yang diperlukan selama penelitian. Penganalisisan data dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif yang disarankan Miles dan Huberman (1984). Miles dan Huberman (1984) mengemukakan bahwa aktivitas dalam penganalisisan data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung scara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pemerolehan Kalimat Berbahasa Indonesia Berdasarkan Intonasinya Hasil penelitian dan pembahasan tentang pemerolehan kalimat bahasa Indonesia berdasarkan intonasinya pada anak usia 4-6 tahun di TK PGRI II Plabuhanrejo Kecamatan Mantup yang mencakup; 1) bentuk-bentuk kalimat berita berdasarkan intonasinya yang terdapat dalam tuturan anak-anak TK PGRI II Plabuhanrejo kecamatan Mantup, 2) bentuk-bentuk kalimat tanya berdasarkan intonasinya yang terdapat dalam tuturan anak-anak TK PGRI II Plabuhanrejo Kecamatan Mantup, 3) bentuk-bentuk kalimat perintah berdasarkan intonasinya yang terdapat dalam tuturan anak-anak TK PGRI II Plabuhanrejo Kecamatan Mantup. Bentuk-Bentuk Kalimat Berita Berdasarkan Intonasinya Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat berita berfungsi untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain sehingga tanggapan yang diharapkan berupa perhatian seperti tercermin pada pandangan mata yang menunjukkan adanya perhatian. Kadangkadang perhatian itu disertai anggukan, kadang-kadang pula disertai ucapan ya, dengan pola intonasi nada yang menurun (dalam kalimat lisan). Dari hasil analisis data tuturan anak-anak TK PGRI II Plabuhanrejo Kecamatan Mantup selama proses kegiatan belajar mengajar berlangsung, kalimat berita diklasifikasikan atas; 1) kalimat berita yang lengkap, 2) kalimat berita yang tidak lengkap. KalimatBerita Berpola S – P – O Data tuturan anak TK PGRI II Plabuhanrejo yang memperlihatkan adanya kalimat berita berpola subjek (S) predikat (P) objek (O) jarang digunakan. Jarangnya penggunaan kalimat berita berpola S – P – O ini dikarenakan berupa kalimat percakapan, apalagi percakapan anak usia TK. Yalikah KalimatBerita Berpola S – P Berbeda dengan kalimat berita yang lengkap berpola subjek (S) predikat(P) objek (O), kalau kalimat berita yang berpola subjek (S) dan predikat (P) banyak ditemukan dan disetiap data selalu ada. Kalimat Berita Tidak Lengkap Data tuturan anak TK PGRI II Plabuhanrejo memperlihatkan adanya kalimat berita dengan pola subjek (S), predikat (P) dan objek (O), predikat (P) saja, objek (O) saja, bahkan ada yang keterangan (K) saja. Kalimat Berita tidak Lengkap Berpola Subjek (S) Data tuturan anak TK PGRI II Plabuhanrejo yang memperlihatkan adanya kalimat berita yang berpola subjek (S) dikarenakan dalam kalimat yang dihasilkan anak-anak fungsi predikat (P) dan objek (O) dilesapkan. Pelesapan tersebut dikarenakan dianggap telah jelas. Kalimat dengan pola subjek muncul sebagai jawaban dari pertanyaan guru. Kalimat Berita Tidak Lengkap Berpola P–O Data tuturan anak TK PGRI II Plabuhanrejo yang memperlihatkan adanya kalimat berita yang berpola predikat (P) dan objek (O) dikarenakan dalam kalimat yang dihasilkan anakanak, fungsi subjek dilesapkan. Pelesapan tersebut dikarenakan dianggap telah jelas. Kalimat dengan pola predikat dan objek muncul sebagai jawaban dari pertanyaan yang dibuat guru. Kalimat Berita Tidak Lengkap Berpola P (Predikat) Dalam tuturan anak TK II PGRI Plabuhanrejo juga ditemukan data kalimat berita yang hanya terdiri atas predikat saja. Ini berarti bahwa anak-anak 89 hanya menggunakan fungsi predikat (P) saja sedangkan, fungsi lain tidak digunakan atau dilesapkan. Kalimat Berita Tidak Lengkap Berpola O (objek) Dalam tuturan anak-anak TK PGRI II Plabuhanrejo terdapat kalimat berita dengan pola O (objek). Kalimat berita dengan pola ini berarti bahwa hanya fungsi sintaksis objek yang muncul dalam tuturan, sedangkan fungsi-fungsi lain seperti subjek, predikat, dan keterangan dilesapkan. Kalimat Berita Tidak Lengkap Berpola K (keterangan) Keterangan merupakan salah satu fungsi sintaksis. Dalam tuturan anak-anak TK PGRI II Plabuhanrejo ditemukan sejumlah kalimat berita dengan pola K (keterangan). Ini berarti bahwa kalimat yang dibuat anaka-anak tidak lengkap. Bentuk-Bentuk Kalimat Tanya Berdasarkan Intonasinya Kalimat Tanya berfungsi untuk menanyakan sesuatudan memerlukan reaksi dari orang lain. Reaksi itu berupa jawaban verbal. Kalimat ini mempunyai pola intonasi yang berbeda dengan pola intonasi kalimat berita. Perbedaannya terutama pada nada akhirnya. Pola intonasi kalimat berita bernada akhir turun, sedangkan pola intonasi kalimat Tanya bernada akhir naik. Dari hasil analisis data tuturan anak TK PGRI II Plabuhanrejo selama kegiatan belajar mengajar, kalimat tanya banyak dijumpai. Kalimat tanya tersebut kebanyakan berbahasa Jawa, dikarenakan itu percakapan anak dengan temannya. Kalimat tanya yang berbahasa Indonesia atau campuran bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa hanya sedikit. Kalimat tanya tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu; (1) Kalimat tanya yang menggunakan kata tanya, diantaranya; 90 WAHANA PEDAGOGIKA, Vol. 2, No. 1, Juni 2016 apa, bagaimana, mana, dan berapa, (2) Kalimat tanya yang tidak menggunakan kata tanya. Kalimat Tanya yang Menggunakan Kata Tanya Kata-kata tanya yang dirtuturkan oleh anak TK PGRI II Plabuhanrejo berdasarkan anlisis data yang ada yaitu. Apa Kata tanya ‘apa’yang digunakan oleh anak TK PGRI II Plabuhanrejo untuk menanyakan benda, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Bagaimana Kata tanya‘bagaimana’digunakanoleh anak TK PRGI II Plabuhanrejo untuk menanyakan keadaan. Dari data tuturan yang terkumpul anak-anak jarang sekali menggunakanya. Mana Kata tanya ‘mana’ yang digunakan oleh anak TK PGRI II Plabuhanrejo untuk menanyakan ‘tempat’. Berapa Kata tanya ‘berapa’ jarang sekali digunakan oleh anak TK PGRI II Plabuhanrejo, seringnya anak-anak menggunakan bahasa Jawa untuk bertutur dengan teman-temannya. kata tanya ‘berapa’ untuk menanyakanbilangan. Kalimat Tanya yang TidakMenggunakan Kata Tanya Dari data yang terkumpul banyak sekali anak-anak TK PGRI II Plabuhanrejo Kecamatan Mantup yang menggunakan kalimat tanya tanpa kata tanya. Kalimat tanya tersebut digunakan dengan intonasi tanya sambil menunjukkan apa yang ditanyakan. Bila dicermati data di atas anak-anak bertanya kepada gurunya menggunakan kalimat Tanya yang ditandai dengan nada akhir naik sambil menunjukkan apa yang dianyakan. Mereka membuat kalimat tanya dengan menggunakan strategi intonasi yang naik. Mereka tidak menggunakan kata tanya “apakah”. Seharusnya kalimat tanya tersebut menggunakan kata tanya “apakah” atau ‘apa’. Bentuk-Bentuk Kalimat Perintah Berdasarkan Intonasinya Kalimat perintah menyatakan ujaran yang memerlukan reaksi orang lain (pembaca atau pendengar). Reaksi itu umumya berupa tindakan secara fisik untuk melakukan sesuatu. Dalam bahasa tulis, kalimat jenis ini sering sekali diakhiri dengan tanda seru datu tanda titik. Dalam bahasa lisan, kalimat perintah ditandai dengan nada turun atau nada turun kemudian sedikit naik pada akhir kalimat. Nada turun dikaitkan dengan kadar suruhan yang tinggi dan nada yang turun lalu sedikit naik dikaitkan dengan kadar suruhan yang biasa atau rendah. Bentuk kalimat perintah yang digunakan anak-anak TK PGRI II Plabuhanrejo juga sangat terbatas seperti kalimat tanya. Kalimat perintah yang digunakan anak-anak kebanyakan berbahasa Jawa, karena merupakan percakapan dengan temannya. Adapun yang dapat dijumpai dari data yang ada diantaranya; Kalimat Perintah yang Sebenarnya Dari data tuturan yang terkumpul, kalimat perintah yang sebenarnya, dalam percakapan hanya ditandai dengan pola intonasi perintah saja. Kalimat Ajakan Dari data tuturan anak TK PGRI II Plabuhanrejo yang terkumpul, kalimat perintah yang berupa ajakan, berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, mengharapkan tanggapan yang berupa Yalikah 91 tindakan dari orang yang bicara atau penutur dengan yang diajak bicara. Dengan kata lain tindakan itu dilakukan oleh kita. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Kalimat Larangan Dari data tuturan anak TK PGRI II Plabuhanrejo, kalimat perintah yang berupa larangan, selain ditandai oleh pola intonasi perintah juga adanya kata ‘jangan’ di awal kalimat. Ardiana, Leo Idra dan Syamsul Sodiq. 2003. Psikolinguitik. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka SIMPULAN Hasil analisis data menunjukkan bahwa anak-anak usia 4-6 tahun di TK PGRI II Plabuhanrejo Mantup telah memperoleh kalimat bahasa Indonesia dari segi intonasinya antara lain: kalimat berita, kalimat tanya dan kalimat perintah. Kalimat berita yang diperoleh terdiri atas: (1) kalimat berita yang lengkap dengan pola subjek (S) predikat (P) dan kalimat berita dengan pola subjek (S) predikat (P) dan objek (O), (2) kalimat berita yang tidak lengkap dengan pola predikat (P) objek (O), kalimat berita dengan pola predikat (P), kalimat berita dengan pola objek (O), dan kalimat berita dengan pola keterangan (K). Kalimat tanya berdasarkan intonasinya yang dihasilkan anak-anak TK PGRI II Plabuhanrejo Kecamatan Mantup diantaranya (1) kalimat tanya yang menggunakan kata tanya, seperti; apa, siapa, bagaimana, mana, dan berapa, (2) kalimat tanya yang tidak menggunakan kata tanya. Data ini mengandalkan intonasi saja. Kalimat perintah berdasarkan intonasinya yang dihasilkan anak-anak TK PGRI II Plabuhanrejo Kecamatan Mantup diantaranya; (1) kalimat perintah yang sebenarnya, (2) kalimat perintah ajakan, (3) kalimat perintah larangan. Chaer, Abdul. 2009. Jakarta: Rineka Cipta. Psikolinguistik. Chaer, Abdul .2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Cahyono, Bambang Yudi. 1989.Comunication Strategies. DalamTeflin Jurnal hal 17 edisi 5. Yogyakarta: Andi Offset Dardjowidjojo, Soenjono. 2002. Psikolinguistik: Pengantar Pengembangan Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Djajasudarma, T. Fatimah.1993. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: PT. Eresco. Ellis, Rod. 1989. Memahami Pemerolehan Bahasa Kedua. Terjemahan Dawud. Malang. IKIP Malang. Mar’at, Samsunuwiyati. 2009. Psikolinguistik. Bandung: Refika Aditama. Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya. Nababan, Sri Utari Subyakto. 1988. Psikolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: P2LPTK 92 WAHANA PEDAGOGIKA, Vol. 2, No. 1, Juni 2016 Ramlan. M. 1985. Sintaksis cetakan ke sembilan. Yogyakarta: Karyono. Risdiyantocbr.blogspot.com diakses 4 Nopember 2013 pukul 20.00 Simanjuntak, Mangantar. 1989. Pengantar Psikolinguisik Modern. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Sosiolink.blogspot.com/2013/06 diakses 4 Nopember 2013 pukul 19.30 Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta. Duta University Press. Wacana Temukanpengertian.blogspot.com/…/pe ngertian-intonasi diakses 4 Nopember 2013 pukul 18.30. Yulianto, Bambang. 2008. Aspek Kebahaan dan Pembelajaran Cetakan kedua. Surabaya. Unesa University Press. Yulianto, Bambang. 2009. Perkembangan Fonologis Bahasa Anak. Surabaya. Unesa University Press.