BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi tulang alveolar pada kedua rahang dan mengelilingi leher gigi (Reddy, 2008). Perlukaan pada gingiva sering dijumpai pada kondisi patologis maupun traumatik (Polimeni dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan dengan proses penyembuhan luka, yaitu suatu usaha untuk memperbaiki kerusakan jaringan yang terjadi (Kumar dkk., 2009). Menurut Hartini (2012), penyembuhan luka pada gingiva lebih kompleks karena sering terkontaminasi oleh berbagai jenis bakteri di rongga mulut. Proses penyembuhan luka yang cepat diperlukan untuk segera dapat mengembalikan struktur anatomi dan fungsi fisiologis jaringan yang mengalami luka (Vernino dkk., 2008). Proses penyembuhan luka dibagi menjadi empat fase yang terjadi secara berkesinambungan dan tumpang tindih yaitu hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan maturasi (MacKay dan Miller, 2003). Fase proliferasi ditandai dengan proses angiogenesis, pembentukan jaringan granulasi, fibroplasia, deposisi kolagen, reepitelisasi, dan kontraksi luka (Stillman, 2007). Penampang histologis dari proses penyembuhan luka akan memperlihatkan adanya perubahan pada area luka seperti penurunan jumlah sel radang, pembentukan pembuluh darah baru, peningkatan jumlah sel epitel, serta peningkatan jumlah sel fibroblas dan serabut kolagen (Kumar dkk., 2009). 1 2 Derivat makrofag yaitu sitokin Transforming Growth Factor-β (TGF-β), Platelet-Derived Growth Factor (PDGF) dan Fibroblast Growth Factor (b-FGF), akan memicu fibroblas untuk memproliferasi dan mensintesis glikosaminoglikan, proteoglikan, dan kolagen yang berfungsi untuk merekonstruksi jaringan (Kumar dkk., 2009). Fibroblas merupakan sel yang tidak aktif dengan laju proliferasi dan metabolisme yang lambat dan banyak ditemukan pada jaringan ikat gingiva yang secara aktif mensintesis komponen matriks saat penyembuhan luka (Fawcett, 2002). Fibroblas akan masuk ke area luka setelah 3 hari perlukaan dan menjadi dominan setelah 6-7 hari (Andreasen dkk., 2007). Luka pada gingiva dapat sembuh secara klinis dalam waktu beberapa minggu, namun penyembuhan sempurna dan pembentukan bundel serabut gingiva membutuhkan waktu beberapa bulan (Vernino dkk., 2008), sehingga perlu adanya obat untuk mempercepat proses penyembuhan. Dalam dekade terakhir, masyarakat Indonesia telah banyak melakukan pemanfaatan tanaman obat untuk mengobati berbagai penyakit. Hal ini dipicu oleh daya beli masyarakat golongan menengah ke bawah yang memanfaatkan obat berbahan alami menjadi alternatif pengobatan karena alasan tingginya harga obat modern (Nugroho, 2007). Salah satu bahan alami yang berpotensi sebagai tanaman berkhasiat obat adalah jambu biji. Pandey dan Shweta (2011) menyebutkan bahwa suku Amazon Amerika telah menggunakan rebusan daun jambu biji untuk mengobati luka di rongga mulut dan gusi berdarah. Hasil penelitian Gutiérrez dkk. (2008) menunjukkan bahwa ekstrak ethanolik daun jambu biji konsentrasi 70% memiliki aktivitas analgesik dan antiinflammatori pada penyembuhan luka tikus yang telah 3 dilukai bagian kakinya. Ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn.) mengandung minyak atsiri, tannin, flavonoid, senyawa phenolik, saponin, carotenoids, dan vitamin C. Flavonoid mengandung banyak quercetin, alkaloid, anthraquinones, dan phlobatanins (Porwal dkk., 2012). Efek flavonoid sebagai antioksidan adalah menstabilkan Reactive Oxygen Species (ROS) yang membuat radikal bebas menjadi inaktif sehingga menurunkan kemampuannya dalam menarik mediator inflamasi (Nijveldt dkk., 2001). Saponin dan flavonoid sebagai antiinflamasi mampu menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase, sehingga produksi prostaglandin dan leukotrien dapat berkurang. Penurunan jumlah prostaglandin dan leukotrien mengakibatkan migrasi sel radang ke area luka akan berkurang yang menandakan bahwa proses penyembuhan fase inflamasi dipersingkat, sehingga dapat segera memasuki fase proliferasi (Trowbridge dan Emling, 1993). Saponin berperan mengubah ekspresi reseptor TGF-β dalam fibroblas sehingga lebih peka terhadap keberadaan TGF-β (Kanzaki dkk., 1998). Flavonoid mampu mengatur fungsi sel dengan cara merangsang produksi TGF-β yang dapat meningkatkan kemotaksis dan proliferasi fibroblas di daerah luka (Taqwim dkk., 2010). Semakin banyak fibroblas pada daerah luka, maka sintesis kolagen segera dimulai sehingga mempercepat proses penyembuhan luka. Aplikasi topikal merupakan cara yang paling sering digunakan dalam mengatasi adanya luka pada organ luar. Obat-obatan topikal merujuk pada obatobatan yang diadministrasikan ke bagian permukaan luar tubuh dengan tujuan untuk menghantarkan efek obat langsung pada area kulit yang mengalami iritasi, 4 inflamasi, atau terinfeksi (Buhse dkk., 2005). Gel merupakan salah satu bentuk sediaan topikal yang memiliki berbagai kelebihan anatara lain tidak lengket, mudah dioleskan, viskositas gel tidak mengalami perubahan selama penyimpanan (Lieberman, 1996), mampu berpenetrasi lebih jauh daripada bentuk sediaan krim dan pelepasan substansi obat yang baik (Ridwan, 2012). Pada penelitian ini, hewan percobaan yang digunakan adalah Sprague dawley. Jenis tikus tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa struktur anatomi gigi dan rongga mulut serta jaringan periodontalnya secara fisiologis memiliki banyak kesamaan dengan manusia dibandingkan hewan lainnya seperti guinea pig atau kelinci (Miles dan Grigson, 2003). B. Permasalahan Berdasarkan uraian sebelumnya, maka timbul permasalahan apakah aplikasi topikal gel ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn.) berpengaruh terhadap jumlah sel fibroblas pada proses penyembuhan luka gingiva labial (kajian in vivo pada Sprague dawley)? C. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian mengenai ekstrak daun jambu biji telah dilakukan, salah satunya oleh Fernandes dkk. (2010) yaitu Healing and Cytotoxic Effect of Psidium guajava (Myrtaceae) Leaf Extracts. Hasil analisis histologis dari penelitian in vivo ini mengungkapkan bahwa hewan yang dirawat dengan ekstrak daun jambu biji menunjukkan penyembuhan luka yang lebih cepat daripada kelompok kontrol dan 5 kortikosteroid. Penelitian tersebut hanya sebatas meninjau efek sitotoksisitas dan aktivitas penyembuhan luka, sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih memfokuskan pada pengaruh aplikasi topikal gel ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn.) terhadap jumlah sel fibroblas pada proses penyembuhan luka gingiva labial (kajian in vivo pada Sprague dawley). D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi topikal gel ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn.) terhadap jumlah sel fibroblas pada proses penyembuhan luka gingiva labial (kajian in vivo pada Sprague dawley). E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah tentang pengaruh aplikasi topikal gel ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn.) terhadap jumlah sel fibroblas pada proses penyembuhan luka gingiva labial (kajian in vivo pada Sprague dawley), misalnya setelah memperoleh perawatan periodonsium seperti gingivektomi. Selain itu, mengembangkan pengetahuan tentang pemanfaatan ekstrak daun jambu biji yang belum terlalu banyak dimanfaatkan sebagai bahan baru alami dan berkhasiat sebagai obat.