meningkatkan prestasi belajar pak melalui pembelajaran discovery

advertisement
Meningkatkan Prestasi Belajar Pak Melalui Pembelajaran Discovery Learning
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PAK
MELALUI PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING
FX. Sumarna
Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah 1) Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Katolik
pada pokok bahasan Peran Roh Kudus dan Gereja sebagai Pesersekutuan melalui implementasi penilaian hasil
belajar, dan 2) mendeskripsikan respon siswa terhadap model pembelajaran dengan menggunakan model
Discovery Learning. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang melibatkan 11 orang siswa beragama
katolik kelas VIIId SMP Negeri 1 Berbah Sleman pada tahun pelajaran 2014/2015. Tindakan dilakukan dalam
tiga siklus pembelajaran. Data dikumpulkan dengan pedoman observasi, tes pada masing-masing siklus, dan
dianalisis secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Penerapan keaktifan, nilai prestasi dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Katolik (PAK) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Terjadi peningkatan perolehan achievement
belajar siswa sebesar 18,27 dalam perbandingan perolehan pada siklus I ke siklus II dan 9,09% dalam perbandingan
perolehan pada siklus II ke siklus III dalam segi hasil belajar. Dengan dapat diperolehnya nilai siswa (dari skor
rata-rata sebesar 63,54% dengan kualifikasi rendah pada siklus I menjadi sebesar 81,81% dengan kualifikasi
tinggi pada siklus II, dan sebesar 90,90% dengan kualifikasi sangat tinggi pada siklus III). Keaktifan dalam
belajar mempunyai peran yang sangat positif. Sedangkan ketuntasan minimal, selalu mengalami peningkatan
yang dibuktikan dengan prestasi yang tidak tuntas pada siklus I, tuntas pada siklus II, dan lebih tuntas lagi pada
siklus III. Dengan demikian respon siswa terhadap penggunaan metode Discovery Learning dalam pembelajaran
Pendidikan agama Katolik adalah sangat positif.
Kata Kunci: Discovery Learning, keaktifan, prestasi belajar
LATAR BELAKANG
Pelajaran pendidikan agama katolik penting
diberikan kepada siswa untuk berlatih mendalami dan
mengimani secara aktif. Disamping itu, pengajaran
pendidikan agama katolik secara otomatis mencakup
banyak unsur keimanan secara spiritual dan
keterampilan dalam penghayatan hidup sehari-harinya.
Hal ini dapat dilihat dalam situasi dengan kesadaran
berdoa dan keikutsertaannya dalam berbagai kegiatan
kegerejaan. Dengan demikian guru pendidikan agama
katolik dihadapkan pada dua masalah sangat dilematis.
Di satu sisi guru harus menyelesaikan target
kurikulum yang harus dicapai dalam kurun waktu yang
telah ditentukan. Sementara di sisi lain porsi waktu
yang disediakan untuk pelajaran keimanan
terbatas, padahal untuk pelajaran keimanan
spiritual seharusnya dibutuhkan waktu yang
panjang, karena diperlukan latihan-latihan
relatif
dalam
cukup
untuk
pendalaman yang cukup memberikan porsi bagi siswa
dalam keimanan secara spiritual kehidupan sehariharinya. Dari dua persoalan tersebut kiranya
dibutuhkan kreaivitas guru untuk mengatur sedemikian
rupa sehingga materi pelajaran PAK dapat diberikan
* Tenaga Pengajar SMP Negeri 1 Berbah Sleman
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016
ISSN 0215-9511
7
Meningkatkan Prestasi Belajar Pak Melalui Pembelajaran Discovery Learning
semaksimal mungkin dengan tidak mengesampingkan
materi yang lain.
Disamping hal-hal tersebut di atas ada asumsi
Umumnya guru agak mengabaikan pelajaran
sebagian guru yang menganggap tugas penyusunan
doa dan pengungkapan iman lainnya diberikan kepada
dalam spiritualitas doa. Ada beberapa faktor
penyebabnya yaitu, (1) sistem ulangan atau ujian yang
siswa terlalu memberatkan siswa. Hal demikian
dimaksud bahwa ukuran iman spiritual tidak begitu
biasanya menjabarkan soal-soal yang sebagian besar
besifat teoritis, Materi ulangan yang bersifat teoritis
mudah memahaminya, sehingga merasa kasihan
memberikan beban berat tersebut kepada siswanya.
dapat menimbulkan motivasi guru mengajarkan materi
PAK hanya untuk dapat menjawab soal-soal ujian atau
Dengan demikian terlalu pesimis dengan kemampuan
siswa. Asumsi tersebut tidak bisa dibenarkan, karena
justru dengan seringnya latihan yang diberikan akan
ulangan, sementara ranah keterampilan dalam
kehidupan keimanan yang mestinya sangat penting
justru diabaikan. Sedangkan dengan kelas yang kecil
konsekuensi biasanya guru enggan memberikan
pelajaran dalam aspek spiritualitas melalui doa
walaupun setiap pertemuan sudah diawali dan diakhiri
dengan doa tetapi masih kurang bermakna, masih jauh
dalam segi perwujudan penghayatan imannya.
Disamping itu, karena ia terjadi keengganan yang harus
memeriksa hasil susunan doa bagi siswa meskipun
sedikit namun dipandang menyita waktu untuk
kegiatan urgensitas pada fokus penyampaian materi
yang harus diajar kan. Kadang-kadang harus
berhadapan dengan tulisan-tulisan siswa yang
notabene sulit dibaca. Belum lagi yang masih harus
mengajar lebih dari satu sekolah, jarak sekolah dalam
perjalannya cukup memakan waktu yang lama, berarti
yang harus diperiksa tentu saja menjadi sekian lembar
kegiatan siswa termasuk susunan doa. Oleh karena
itu, tidak jarang pula adanya guru menyuruh siswa
menyusun doa hanya sekali waktu atau bahkan
berbulan-bulan tanpa fokus perhatian, pelajaran
dituangkan pada bahan ajar. Materi penelitian ini;
Yesus mengutus Roh Kudus, Roh Kudus
memperatukan para murid Yesus, dan Gereja sebagai
persekutuan.
membuat siswa terbiasa. Kita tahu keterampilan
mengungkapkan iman akan dicapai dengan baik bila
dibiasakan.
Motivasi peneliti dengan mencoba melakukan
penelitian ini. Meningkatkan hasil belajar PAK dengan
model Pembelajaran Discovery Learning. Peningkatan
prestasi belajar PAK ini difokuskan siswa kelas VIIId
SMP Negeri 1 Berbah Sleman, semester genap tahun
pelajaran 2014-2015, materi; Yesus mengutus Roh
Kudus, Roh Kudus mempersatukan para murid Yesus,
dan Gereja sebagai persekutuan.
RUMUSAN MASALAH
Sejauh mana peningkatan prestasi belajar siswa
dengan diter apkannya metode pembelajaran
Discovery Learning dalam belajar Pendidikan Agama
Katolik pada siswa kelas VIIId SMP Negeri 1 Berbah,
tahun pelajaran 2014-2015 materi; Yesus mengutus
Roh Kudus, Roh Kudus mempersatukan para murid
Yesus, dan Gereja sebagai persekutuan?
Bagaimanakah peran positif tentang metode
pembelajaran Discovery learning terhadap prestasi
belajar pendidikan agama katolik (PAK) siswa kelas
VIIId SMP Negeri 1 Berbah, materi; Yesus mengutus
Roh Kudus, Roh Kudus mempersatukan para murid
Yesus, dan Gereja sebagai persekutuan, pada semester
genap tahun pelajaran 2014-2015?
8
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016
ISSN 0215-9511
Meningkatkan Prestasi Belajar Pak Melalui Pembelajaran Discovery Learning
KONSEP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Istilah belajar dan pembelajaran yang kita
ditandai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri
individu yang belajar.
Istilah learning mengandung pengetian proses
perubahan yang relatif tetap dalam perilaku individu
Pembelajaran demikian identik sekali dengan
proses belajar-mengajar. Proses dalam pengertiannya
disini merupakan interaksi semua komponen atau
unsur yang terdapat belajar-mengajar, satu dengan
sebagai hasil dari pengalaman, (Fortuna, 1981:147).
Istilah instruction mengandung pengertian proses
yang terpusat pada tujuan (goal directed teaching
process) yang dalam banyak hal dapat direncanakan
lainnya saling berhubungan (inter independent),
dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Yang dimaksud
komponen atau unsur belajar-mengajar antara lain
tujuan instruksional, yang hendak dicapai dalam
sebelumnya (pree-planed). Proses belajar yang
terjadi adalah proses pembelajaran, yakni proses
membuat orang lain aktif melakukan proses belajar
sesuai dengan rancangan. (Romiszowki, 1981: 4).
pembelajaran, metode mengajar, alat peraga
pengajaran, dan evaluasi sebagai alat ukur tercapai
tidaknya tujuan pembelajaran.
jumpai dalam pustaka asing adalah sebagaimana
disebutkannya dengan learning dan instruction.
Pembelajaran
merupakan
sarana
memungkinkan terjadinya proses belajar dalam arti
perubahan perilaku individu melalui proses belajarmengajar. Namun harus diberi catatan bahwa tidak
semua proses belajar-mengajar terjadi karena adanya
proses pembelajaran, seperti belajar dari pengalaman
sendiri, (Udin Sarifuddin, 1995: 3). Belajar diartikan
juga sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu
berkat adanya interaksi antar individu dengan
lingkungannya. Burton mengatakan “Learning is
change in the individual due to instruction of that
individual and his environment, which fells a need
and makes him more capable of dealing
undauntedly with his environment. (Burton: The
guidance of learning activities, 1994). Dalam
Dalam satu kali proses pembelajaran yang
pertama dilakukan adalah merumuskan Indikator
Ketercapaian Kompetensi (IPK) dan tujuan
pembelajaran yang dijabarkan dari Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD),
setelah itu menentukan materi pelajaran yang sesuai
dengan tujuan tersebut. Selanjutnya menentukan
metode mengajar yang merupakan wahana
penghubung materi pelajaran sehingga dapat diterima
dan menjadi milik siswa, kemudian menentukan alat
peraga sebagai penunjang tercapainya tujuan
pembelajaran. Langkah terakhir yang harus dilakukan
adalah menentukan alat evaluasi sebagai pengukur
tercapai-tidaknya tujuan yang hasilnya dapat dijadikan
sebagai umpan balik (feed back) bagi guru dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran.
Dari uraian ini jelas bahwa kegiatan belajar-
pengertian ini terdapat kata “change” (perubahan),
yang berarti bahwa seseorang setelah mengalami
proses pengetahuannya, keterampilannya, maupun
pada aspek sikapnya, misalnya dari tidak bisa menjadi
mengajar atau yang disebut juga pembelajaran
merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai
bisa, dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari ragu-ragu
menjadi yakin, dari tidak sopan menjadi sopan, dan
sebagainya. Kriteria keberhasilan belajar diantaranya
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Oleh
karena itu, guru dituntut memiliki kemampuan
mengintegrasikan komponen-komponen tersebut
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016
ISSN 0215-9511
komponen yang saling berkaitan satu sama lain, dan
9
Meningkatkan Prestasi Belajar Pak Melalui Pembelajaran Discovery Learning
dalam kegiatan belajar-mengajar atau proses
pembelajaran. (Udin Sarifudin, 1995: 3).
BELAJAR SECARA AKTIF
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dalam
suatu perkuliahan bergaya-ceramah, mahasiswa
kurang menaruh perhatian selama 40% dari seluruh
waktu kuliah (Pollio, 1984). Mahasiswa dapat
mengingat 70 persen dalam sepuluh menit pertama
kuliah, sedangkan dalam sepuluh menit terakhir,
mereka hanya dapat mengingat 20% materi kuliah
mereka (McKeachie, 1986). Tidak heran bila
mahasiswa dalam kuliah psikologi yang disampaikan
dengan gaya ceramah hanya mengetahui 8% lebih
banyak dari kelompok pembanding yang sama sekali
belum pernah mengikuti kuliah itu (Richard, dkk.,
1989). Bayangkan apa yang bisa didapatkan dari
pemberian kuliah dengan cara seperti itu di perguruan
tinggi.
Ketika pengajaran memiliki dimensi auditori dan
visual, pesan yang diberikan akan menjadi lebih kuat
berkat kedua sistem penyampaian itu. Juga, sebagian
siswa, lebih menyukai satu cara penyampaian
ketimbang cara lain. Dengan menggunakan keduanya,
kita memiliki peluang lebih besar untuk memenuhi
kebutuhan dari beberapa tipe siswa. Namum demikian
belajar tidaklah cukup hanya dengan mendengarkan
atau melihat sesuatu.
Tentu saja otak kita tidak bekerja seperti piranti
audio atau video tape recorder. Informasi yang
masuk akan secara rutin dipertanyakan. Otak kita
mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti ini.
Pernahkan mendengar atau melihat informasi ini
sebelumnya? Di bagian manakah informasi cocok?
Apa yang bisa saya lakukan terhadapnya? Dapatkah
saya asumsikan bahwa ini merupakan gagasan sama
dengan yang saya dapatkan kemarin atau bulan lalu
10
atau tahun yang lalu? Otak bekerja tidak hanya
sekedar menerima informasi, akan tetapi ia
mengolahnya.
Untuk mengolah informasi secara efektif, ia
akan mendapatkan bantuan dengan melakukan
perenungan semacam itu baik secara eksternal
maupun internal. Otak kita akan melakukan tugas
proses belajar yang lebih baik jika kita membahas
informasi dengan orang lain dan jika kita diminta
mengajukan pertanyaan tentang itu. Sebagai contoh,
Ruhl, Hughes, dan Schloss (1987) meminta siswa
untuk berdiskusi dengan teman satu meja tentang apa
yang dijelaskan oleh guru pada beberapa jeda waktu
yang disediakan selama pelajaran berlangsung.
Dibandingkan dengan siswa dalam kelas pembanding
yang tidak diselingi diskusi, siswa-siswi ini
mendapatkan nilai dengan selisih dua angka lebih
tinggi.
Akan lebih baik lagi jika kita dapat melakukan
sesuatu terhadap informasi itu, dan dengan demikian
kita bisa mendapat umpan balik tentang seberapa
bagus pemahaman kita. Menurut John Holt (1967),
proses belajar akan meningkat jika siswa diminta untuk
melakukan berikut ini. Diantaranya: Mengemukakan
informasi kembali dengan kata-kata mereka sendiri.
Memberikan contohnya, dan mengenalinya dalam
bermacam-macam bentuk dan situasi. Melihat kaitan
informasi dengan fakta atau gagasan lain.
Menggunakan
berbagai
macam
cara.
Memprekdisikan sejumlah konsekuensinya.
Menyebutkan lawan atau kebalikannya.
Dalam banyak hal, otak itu tidak begitu berbeda
dengan sebuah computer, dan kita adalah pemakainya.
Sebuah computer tentunya perlu di-”on”-kan untuk
selanjutnya bisa digunakan. Otak kita juga demikian.
Ketika kegiatan belajar sifatnya pasif, otak kita tidak
“on”. Sebuah computer membutuhkan software yang
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016
ISSN 0215-9511
Meningkatkan Prestasi Belajar Pak Melalui Pembelajaran Discovery Learning
tepat untuk menginterpretasikan data yang
diasumsikan. Otak kita perlu mengaitkan antara apa
yang dimasukkan. Otak kita perlu mengaitkan antara
apa yang diajarkan kepada kita dengan apa yang telah
kita ketahui dan dengan cara kita berpikir. Ketika
proses belajar sifatnya pasif, otak tidak melakukan
pengkaitan ini dengan software pikiran kita. Ujungujungnya, computer tidak dapat mengakses kembali
informasi yang dia olah bila tidak terlebih dahulu
“disimpan”. Otak kita perlu menguji informasi,
mengikhtisarkannya, atau menjelaskan kepada orang
lain untuk dapat menyimpannya dalam bank
ingatannya. Ketika proses belajar bersifat pasif, otak
tidak menyimpan apa yang telah disajikan kepadanya.
Apa yang terjadi ketika guru mengisi pikiran
siswa dengan pemikiran mereka sendiri atau ketika
guru terlalu sering menggunakan penjelasan dan
pemeragaan disertai ungkapan, “begini lho
caranya”? menuangkan fakta dan konsep ke dalam
benak siswa dan menunjukan keterampilan dan
prosedur dengan cara kelewat menguasai justru
mengganggu proses belajar. Cara menyajikan
informasi menimbulkan kesan langsung, namun tanpa
memori fotografis, siswa tidak mendapatkan banyak
hal, baik dalam waktu lama maupun hanya sebentar.
Proses belajar sesungguhnya bukan hanya
kegiatan menghafal. Banyak hal yang kita ingat hilang
beberapa jam. Memper lajari bukan menelan
semuanya. Untuk mengingat apa yang telah diajarkan,
siswa harus memahaminya. Seorang guru tidak dapat
menuangkan sesuatu ke dalam benak siswa, mereka
lihat menjadi satu kesatuan yang bermakna. Tanpa
adanya peluang untuk mendiskusikan, mengajukan
pertanyaan, mempraktikan, dan barangkali
mengajarkannya kepada siswa lain, tidak terjadi proses
belajar sesungguhnya.
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016
ISSN 0215-9511
Lebih lanjut, belajar bukanlah kegiatan sekali
tembak. Proses belajar berlangsung secara
bergelombang. Belajar memerlukan kedekatan
dengan materi yang hendak dipelajari, secara jauhjauh sebelum memahaminya. Belajar memerlukan
kedekatan dengan berbagai macam hal, bukan hanya
sekedar pengulangan atau hafalan. Sebagi contoh,
pelajaran pendidikan agama katolik bisa diajarkan
dengan media konkrit, melalui buku-buku latihan, dan
mempraktikan dalam kegiatan rohani sehari-hari.
Masing-masing cara menyajikan konsep menentukan
pemahaman siswa. Yang lebih penting, bagaimana
kedekatan itu berlangsung. Ketika kegiatan belajar
sifatnya pasif, siswa mengikuti pelajaran tanpa rasa
keingintahuan, tanpa mengajukan pertanyaan, dan
tanpa minat terhadap hasilnya.
SISI SOSIAL PROSES BELAJAR
Karena siswa masa kini menghadapi dunia di
mana terdapat pengetahuan yang luas, perubahan
pesat, dan ketidakpastian, mereka bisa mengalami
kegelisahan dan bersikap defensif. Abraham Maslow
mengajarkan kepada kita bahwa manusia memiliki dua
kumpulan kekuatan atau kebutuhan, satu berupaya
tumbuh dan yang lain condong kepada keamanan.
Orang yang dihadapkan pada kedua kebutuhan ini
akan memiliki keamanan dan pertumbuhan.
Kebutuhan rasa aman harus dipenuhi sebelum bisa
sepenuhnya kebutuhan mencapai sesuatu mengambil
resiko, dan menggali hal baru. Pertumbuhan berjalan
dengan langkah-langkah kecul, menurut Maslow, dan
“tiap langkah maju hanya dimungkinkan akan sampai
tujuan bila ada rasa aman, yang mana ini merupakan
langkah ke depan dari suasana rumah yang aman
menuju wilayah yang belum diketahui” (Maslow,
1968). Salah satu cara utama mendapatkan rasa aman
adalah menjalin hubungan dengan orang lain dan
11
Meningkatkan Prestasi Belajar Pak Melalui Pembelajaran Discovery Learning
menjadi bagian dari kelompok. Perasaan saling
memiliki memungkinkan siswa menghadapi tantangan.
Ketika belajar bersama teman, mendapatkan
dukungan emosional dan intelektual yang
memungkinkan melampaui ambang pengetahuan dan
keterampilan mereka sekarang.
menstimulasi belajar aktif dengan cara khusus. Apa
yang didiskusikan siswa dengan temannya dan apa
yang diajar kan siswa kepada temannya
memungkinkan mereka memperoleh pemahaman dan
penguasaan materi pelajaran. Metode belajar bersama
Jerome Bruner membahas sisi sosial proses
terbaik, semisal pelajaran menyusun doa, memenuhi
persyaratan ini. Pemberian tugas yang berbeda
belajar dama buku klasiknya, Toward a Theory of
Instruction. Dia menjelaskan tentang “kebutuhan
kepada siswa mendorong mereka tidak hanya belajar
bersama, namun juga mengajarkan satu sama lain.
mendalam manusia untuk merespon orang lain dan
untuk bekerjasama dengan mereka guna mencapai
Pendidikan agama katolik adalah usaha yang
tujuan,” yang mana hal ini dia sebut resiprositas
(hubungan timbal balik). Bruner berpendapat bahwa
resiprositas merupakan sumber motivasi yang bisa
dimanfaatkan oleh guru sebagai berikut, “Di mana
dibutuhkan tindakan bersama, dan di mana resiprositas
diperlukan bagi kelompok untuk mencapai suatu tujuan,
disitulah terdapat proses yang membawa individu ke
dalam pembelajaran membimbingnya untuk
mendapatkan kemampuan yang diperlukan dalam
pembentukan kelompok” (Bruner, 1966).
Konsep-konsepnya Maslow dan Br uner
mengurusi perkembangan metode belajar kolaboratif
populer dalam lingkup pendidikan masa kini.
Menempatkan siswa dalam kelompok dan memberi
tugas yang menuntut untuk bergantung satu sama lain
dalam mengerjakannya merupakan cara bagus untuk
memanfaatkan kebutuhan sosial siswa. Mereka
menjadi cenderung lebih telibat dalam kegiatan belajar
karena mengerjakannya bersama teman-teman.
Begitu terlibat, mereka juga langsung memiliki
kebutuhan untuk membicarakan apa yang mereka
alami bersama teman, yang mengarah kepada
hubungan-hubungan lebih lanjut.
Kegiatan belajar bersama dapat membantu
memacu belajar aktif. Kegiatan pembelajaran di kelas
12
dilakukan secara terencana dan berkesinambungan
dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta
didik untuk memperteguh iman dan ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran
Gereja Katolik, memperhatikan penghormatan
terhadap agama lain dengan hubungan kerukunan
antar umat beragama dalam masyarakat untuk
mewujudkan persatuan nasional. (Permendiknas
No.22 tahun 2006).
METODE PEMBELAJARAN
DISCOVERY LEARNING
MODEL
Model pembelajaran Discovery Learning
diartikan sebagai cara penyajian pembelajaran yang
memberi pelajaran kepada siswa untuk menemukan
informasi tanpa bantuan guru (Alwi. 2014:83) Model
Discovery Learning lebih dikenal dengan metode
penemuan terbimbing, para siswa diberi bimbingan
singkat untuk menemukan jawabannya. Harus
diusahakan agar jawaban atau hasil akhir itu tetap
ditemukan sendiri oleh siswa.
Penemuan (discovery) merupakan suatu model
pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan
pandagan konstruktivisme. Model ini menekankan
pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap
suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan peserta didik
secara aktif dalam proses pembelajaran. Metode
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016
ISSN 0215-9511
Meningkatkan Prestasi Belajar Pak Melalui Pembelajaran Discovery Learning
pembelajaran berbasis penemuan atau Discovery
Learning adalah metode belajar yang mengatur
Prosedur aplikasi model Pembelajaran
Discovery Learning, yaitu: Menurut Hamzah (2004:
tentang pengajaran sedemikian rupa sehingga peserta
didik memperoleh pengetahuan yang sebelumnya
belum diketahuinya, tidak melalui pemberitahuan akan
tetapi ditemukan sendiri. (Agus.2013: 100).
248), dalam mengaplikasi model discovery learning di
dalam kelas, tahapan atau prosedur yang harus
dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara
Dalam pembelajaran Discovery (penemuan)
umum adalah sebagai berikut: Stimulation (stimulasi
pemberian rangsangan), Problem Statemen
kegiatan atau pembelajar an yang dirancang
sedemikian rupa, sehingga peserta didik dapat
(pernyataan/identifikasi masalah), Data Collection
(pengumpulan data), Data Processing (pengolahan
menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui
proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep,
data), Verificartion, dan Generalization (menarik
kesimpulan).
peserta didik melakukan pengamatan, menggolongkan,
membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan
dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep.
Metode Discovery Learning diartikan sebagai
prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran
perseorangan, memanipulasi obyek sebelum sampai
pada generalisasi. Maka siswa harus berperan aktif
dalam belajar. Peran aktif siswa dalam belajar ini
diterapkan melalui penemuan.
Aplikasi model Pembelajaran Discovery
Learning (DL). Dalam rangka mengaplikasikan model
pembelajaran DL dalam kelas, guru bidang studi harus
melakukan beberapa persiapan terlebih dahulu. Berikut
ini tahapan perencanaan menurut Brunner; Tahap
persiapan dalam aplikasi model discovery learning,
yaitu : Menentukan tujuan pembelajaran. Menentukan
identifikasi karakteristik siswa. Memilih materi
pelajaran. Menentukan topic-topic yang harus
dipelajari siswa secara induktif. Mengembangkan
bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh;
ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
Mengatur topic-topic pelajaran dari yang sederhana
ke kompleks, dari yang konkrit ke abstrak, atau dari
HASIL PENELITIAN
Siklus I, pada tahap ini peneliti mempersiapkan
perangkat pembelajaran yang terdiri dari RPP 1, soal
tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar
observasi pengolahan belajar aktif atau keaktifan
belajar. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I
dilaksanakan pada tanggal 7 Januari 2015 di Kelas 8d
dengan jumlah 11 orang siswa. Dalam hal ini peneliti
bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar
mengajar mengacu pada rencana pelaksanaan
pembelajaran yang telah dipersiapkan. Observasi
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan
pembelajaran. Sebagai pengamatnya adalah guru
agama Kristen pada sekolah yang sama. Pada akhir
proses pembelajaran siswa diberi tes formatif I dengan
tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa
dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan.
Adapun data-data hasil penelitian pada siklus I laporan
melalui penabelan:
tahap enaktik, ikonik sampai yang simbolik. Melakukan
penilaian proses dan hasil belajar siswa.
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016
ISSN 0215-9511
13
Meningkatkan Prestasi Belajar Pak Melalui Pembelajaran Discovery Learning
Table 1. Hasil Kegiatan Pembelajaran Siklus I
Materi : Yesus mengutus Roh Kudus
No.
Nama Siswa
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Adelia Putri Maharani
Bagas Nur F
Bernadus Wildan
Bonaventura
Caroline Sukma
Dionisius Krisna
Evaristus Seto
Lucia Maya
Monika Anastasia
Patricio Vinca
Silvester Septian
Jumlah
Jenis Kesalahan
1
2
3
4
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
4
3
2
2
Keterangan:
Benar semua 4 siswa, benar sebagian 3 siswa, salah
semua 2 siswa, dan tidak selesai salah semua ada 2
siswa, secara klasikal juga belum tuntas.
Tabel 2. Hasil Tes Formatif peserta didik pada
Siklus I
No
1
2
3
4
Uraian
Benar semua
Benar sebagian
Salah semua
Tidak selesai dan salah semua
Hasil Silkus I
36,27%
27,27%
18,18%
18,18%
Tingkat keberhasilan pada siklus I adalah
36,27% + 27,27% = 63,54%. Siswa yang mengerjakan
soal tetapi salah semua ada 2 siswa dan yang
mengerjakan soal tidak selesai serta salah semua
sebanyak 2 siswa. Hal ini menunjukkan siswa kurang
memahami penjelasan guru. Hasil observasi masih
sebesar 63,54% lebih kecil dari persentase ketuntasan
yang dikehendaki sebesar 75%. Hal ini disebabkan
karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti
yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan model
keaktifan belajar. Dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran diper oleh informasi dari hasil
pengamatan. Hasil pengamatan dilaporkan bahwa
guru belum maksimal memotivasi siswa dan belum
baik pula menyampaikan tujuan pembelajaran. guru
kurang baik dalam pengelolaan waktu. Dari segi siswa,
dilaporkan kurang antusias mengikuti pembelajaran.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada
siklus I ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu
adanya revisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya.
Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan
lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran.
Dimana siswa harus diajak untuk terlibat langsung
dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan. Guru perlu
melakukan pendistribusian tentang waktu yang secara
lebih baik dengan menambahkan informasi-informasi
yang dirasa perlu dan memberi catatan. Guru harus
lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi
siswa sehingga lebih tertarik dan antusias.
Siklus II. Dalam hal ini peneliti bertindak
sebagai guru. Adapun proses pembelajaran mengacu
pada rencana pelaksanaan pembelajaran dengan
memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga
kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang
lagi pada siklus II. Observasi dilaksanakan juga secara
bersamaan dengan pelaksanaan proses pembelajaran.
kurang memuaskan, karena perhatian siswa diperoleh
secara paksa. Meskipun hanya pada tahab awal.
Perhatian tidak tumbuh yang secara alamiah.
Sebagai kolaborator atau selaku pengamat adalah
teman sejawat yaitu Ibu Ngatiyem S.Ag, guru PAK
Protestan pada sekolah yang sama. Pada akhir proses
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus
pembelajaran siswa diberi tes formatif II dengan tujuan
pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar,
karena siswa yang memahami mata pelajaran dalam
untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
proses pembelajaran yang telah dilakukan. Instrument
kompetensi memahami peran Roh Kudus hanya
yang digunakan adalah tes formatif II. Data Hasil
14
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016
ISSN 0215-9511
Meningkatkan Prestasi Belajar Pak Melalui Pembelajaran Discovery Learning
Kegiatan Penelitian Siklus II sebagaimana tabel dalam
halaman berikut:
ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami
peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya
Table 3. Data Hasil Kegiatan Pembelajaran
Pendidikan Agama Katolik Siklus II
peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah guru
menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan
selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan
berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain
Materi : Roh Kudus mempersatukan para murid
Yesus
No.
Nama Siswa
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Adelia Putri Maharani
Bagas Nur F
Bernadus Wildan
Bonaventura
Caroline Sukma
Dionisius Krisna
Evaristus Seto
Lucia Maya
Monika Anastasia
Patricio Vinca
Silvester Septian
Jumlah
Jenis Kesalahan
1
2
3
4
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
5
4
1
1
Keterangan:
1). Benar semua : 5 siswa, 2). Benar sebagian : 4
siswa, 3). Salah semua : 1 siswa, 4). Tidak selesai
dan salah semua : 1 siswa. Secara Klasikal : Belum
tuntas
Tabel 4. Hasil Tes Formatif peserta didik pada Siklus
II
No
1
2
3
4
Uraian
Benar semua
Benar sebagian
Salah semua
Tidak selesai dan salah semua
Hasil Silkus II
45,45%
36,36%
9,09%
9,09%
itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang
dimaksudkan dan yang dinginkan guru dengan
menerapkan model belajar aktif discovery learning.
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh
informasi dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh
observer selaku kolaborator sebagai berikut:
Memotivasi siswa. Membimbing siswa dalam upaya
merumuskan kesimpulan/menemukan konsep,
Pengelolaan waktu, Revisi Rancangan. Pelaksanaan
kegiatan belajar pada siklus II ini masih terdapat
kekurangan-kekurangan. Maka perlu adanya revisi
untuk dilaksanakan pada siklus III ini. Guru hendaknya
dapat membuat siswa lebih termotivasi selama proses
belajar mengajar berlangsung, Guru harus lebih dekat
dengan siswa sehingga tidak ada perasaan takut
dalam diri siswa baik untuk mengemukakan pendapat
atau bertanya. Guru harus lebih sabar dalam
membimbing siswa dalam merumuskan kesimpulan/
menemukan konsep. Guru harus mendistribusikan
waktu yang sebaik-baiknya sehingga kegiatan
pembelajaran ini dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan. Guru sebaiknya menambah lebih banyak
tentang contoh soal dan memberi soal latihan siswa
untuk dikerjakan setiap kegiatan pembelajaran.
Tingkat keberhasilan pada siklus I adalah
45,45% + 36,36% = 81,81%. Siswa yang mengerjakan
soal salah semua sebanyak 1, dan yang mengerjakan
soal tidak selesai dan salah semua juga sebanyak 1
orang. Hasil ini menunjukkan bahwa ketuntasan
belajar mencapai 81,81% atau ada 9 siswa yang tuntas
belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016
ISSN 0215-9511
Siklus III. Dalam tahap ini, diantaranya peneliti
mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri
dari RPP 3, soal tes formatif 3, dan alat pengajaran
yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar
observasi pengelolaan cara belajar secara aktif dalam
model pembelajaran Discovery Learning dan lembar
observasi bagi aktivitas guru dan siswa.
15
Meningkatkan Prestasi Belajar Pak Melalui Pembelajaran Discovery Learning
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran untuk
siklus III dilaksanakan pada tanggal 28 Januari 2015
Tabel 6. Hasil Tes Formatif Peserta Didik pada
Siklus III
di Kelas VIIId dengan jumlah 11 siswa. Dalam hal ini
peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses
pembelajaran mengacu pada rencana pelaksanaan
pembelajaran dengan memperhatikan revisi pada
No
1
2
3
4
siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada
siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Observasi
dilaksanakan secara bersamaan dengan pelaksanaan
Tingkat keberhasilan pada siklus III yaitu
45,45% + 45,45% = 90,90%. Siswa yang mengerjakan
proses belajar mengajar. Sebagai pengamat adalah
teman guru atau teman sejawat yaitu Ibu Ngatiyem,
soal salah semua ada 1 siswa dan yang tidak selesai
serta salah semua tidak ada. Hasil ini menunjukkan
bahwa ketuntasan belajar mencapai 90,90% atau ada
S.Ag dalam status guru PAK Protestan pada sekolah
yang sama. Pada akhir proses pembelajaran siswa
diberi tes formatif III dengan tujuan untuk mengetahui
tingkat keberhasilan siswa dalam kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tes formatif III.
Tabel 5. Hasil Kegiatan Pembelajaran materi Gereja
sebagai persekutuan Siklus III
No.
Nama Siswa
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Adelia Putri Maharani
Bagas Nur F
Bernadus Wildan
Bonaventura
Caroline Sukma
Dionisius Krisna
Evaristus Seto
Lucia Maya
Monika Anastasia
Patricio Vinca
Silvester Septian
Jumlah
Jenis Kesalahan
1
2
3
4
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
5
5
1
-
Keterangan:
1). Benar semua : 5 siswa, 2). Benar sebagian : 5
siswa, 3). Salah semua : 1 orang,
4). Tidak selesai dan salah semua
secara klasikal: Tuntas
16
: -
, dan
Uraian
Benar semua
Benar sebagian
Salah semua
Tidak selesai dan salah semua
Hasil Silkus III
45,45%
45,45%
9,09%
-
10 siswa yang tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan
bahwa pada siklus III ini ketuntasan belajar secara
klasikal telah tercapai. Adanya peningkatan hasil
belajar siswa pada siklus III ini sangat dipengaruhi
oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam
menerapkan belajar aktif dalam media pembelajaran
Discovery learning sehingga siswa menjadi lebih
terbiasa dengan pembelajaran ini, dan lebih mudah
memahami materi yang diberikan.
Berikut melalui tahap refleksi. Pada tahap ini
banyak dikaji tentang apa yang telah terlaksana dengan
baik maupun yang masih kurang baik dalam proses
pembelajaran dengan penerapan belajar model
Discovery Learning. Dari data-data yang telah
diperoleh dapat diuraikan. Selama pr oses
pembelajaran, guru telah melaksanakan semua proses
belajar dan mengajar dengan baik. Meskipun ada
beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi
persentase pelaksanaan untuk masing-masing ranah
cukup besar. Berdasarkan data hasil pengamatan
diketahui bahwa siswa aktif selama pr oses
pembelajaran berlangsung. Kekur angan atau
kelemahan pada siklus-siklus sebelumnya sudah
mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga
tercatat menjadi lebih baik.
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016
ISSN 0215-9511
Meningkatkan Prestasi Belajar Pak Melalui Pembelajaran Discovery Learning
Revisi Pelaksanaan siklus III, guru telah
menerapkan model pembelajaran Discovery Learning
dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas siswa
serta hasil belajar dalam pelaksanaan proses
pembelajaran sudah berjalan dengan baik. Maka tidak
diperlukan adanya revisi yang terlalu banyak, tetapi
yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya
adalah memaksimalkan dan mepertahankan apa yang
telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses
pembelajaran selanjutnya penerapan belajar model
Discovery Learning dapat meningkatkan proses
belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai.
PEMBAHASAN
Ketuntasan Hasil belajar siswa. Melalui hasil
penelitian ini dengan jelas menunjukkan bahwa cara
belajar aktif model pengajaran Discovery Learning
memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin
mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang
disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari
siklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 63,54%,
81,81%, dan 90,90%. Pada siklus III ketuntasan
belajar siswa secar a klasikal telah tercapai.
Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa
dalam proses keaktifan belajar melalui model
pembelajaran Discovery Learning dalam setiap siklus
mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif
terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan
dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap
siklus.
SIMPULAN
Kemampuan memahami tentang peran Roh
Kudus sebagain daya hidup setiap orang dalam
mengembangkan hidup bersama sebagai murid-murid
Yesus dapat ditingkatkan dengan cara belajar secara
aktif melalui model pembelajaran Discovery Learning
(DL). Memahami dan mempelajari peran Roh Kudus
adalah bukan hal yang mudah, oleh karena itu
pembelajarannya perlu dilakukan secara berulang
ulang. Pembelajaran dengan cara belajar aktif melalui
model pembelajaran Discovery Learning memiliki
dampak positif dalam meningkatkan hasil belajar siswa
yang ditandai peningkatan ketuntasan belajar siswa
dalam setiap siklus, yaitu siklus I (63,54%), siklus II
(81,81%), siklus III (90,90%). Penerapan keaktifan
belajar melalui model Discovery Learning mempunyai
peran yang sangat positif.
Dengan model pembelajaran Discovery
Learning yang mempunyai peran sangat positif, terbukti
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang
ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa yang
menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat
dengan model pembelajaran Discovery learning
sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar
yang lebih baik. Untuk melaksanakan belajar aktif,
memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga
guru menentukan atau memilih topik yang benar-benar
bisa diterapkan dengan cara belajar aktif model
Discovery Learning dalam proses kegiatan
pembelajaran sehingga diperoleh hasil optimal. Dalam
rangka meningkatkan hasil belajar siswa, guru
hendaknya sering melatih siswa dengan kegiatan
penemuan, walaupun taraf sederhana, dimana siswa
nantinya dapat menemukan pengetahuan baru,
memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa
berhasil atau mampu memecahkan permasalahanpermasalahan yang dihadapinya.
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016
ISSN 0215-9511
17
Meningkatkan Prestasi Belajar Pak Melalui Pembelajaran Discovery Learning
DAFTAR PUSTAKA
Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta:
Rajawali Pers.
Komisi Kateketik KWI. 2004. Persekutuan Murid
Yesus PAK Untuk SMP. Buku Guru.Yogyakarta:
Kanisius
Alwi Idrus. 2014. Panduan Implementasi
Komisi Kateketik KWI. 2007. Silabus Pendidikan
Kurikulum 2013 untuk pendidik dan tenaga
Pendidikan. Jakarta: Saraz Publishing.
Agama Katolik untuk SMP. Yogyakar ta:
Kanisius
Anisah Basleman, 2011, Teori Belajar Orang
Maslow, Abraham H. 1968. Toward a Psychology
of Being. New York: Van Nostrand Reinhold,
Ali Hamzah, Muhlisrarini. 2004. Perencanan dan
Dewasa, Bandung: Remaja Rosdakarya
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Bandung: Reneksa
Cipta.
Melvin. L. Silberman. ........... Active Learning. 101
Bruner, Jerome S., 1966. Toward a Theor y of
Instruction, Cambridge: Harvard University.
Miles B. Matthew, A. Michael Huberman. 2009.
Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang
Metode-metode Baru. Universitas Indonesia
(UI-Press).
Burton GW and Ingold. 1989. Â-caroten: an Usual
Type of Lipid Oxidation. J.Sci, 22: 569-573
Cahyo, Agus. N. 2013. Panduan Aplikasi teori-teori
Belajar Mengajar Teraktual dan terpopuler.
Jogjakarta: Diva Press.
Gilbert A. Churchil.1991. Marketing Research
Metodological Foundations. New York: The
Dryden Press.
Harisiati, Titik. 1999. Penelitian Tindakan Sebagai
Aplikasi Metode Ilmiah dan Pemecahan
Masalah Pembelajaran bahasa Dalam
Seminar FPBS IKIP Malang.
Heuken, P.A. S.J. 1975. Ensiklopedia Populer
tentang Gereja. Jakarta: Yayasan Cipta Loka
Caraka.
Komisi Kateketik KWI.2004.Persekutuan MuridMurid Yesus PAK Untuk SMP Buku siswa, A
Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nuansa
dan Nusamedia.
Mulyana Rohmat. 2011. Mengartikulasikan
Pendidikan Nilai. Bandung: CV. Alfabeta.
Permendiknas. No.22. 2006. Standar Isi Untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
Pike, R. W. 1989. Creative Training Techniques
Handbook. Minneapolis, MN: Lakewood Books.
Pollio, H.R. 1984. “What Students Think About and
Do in College Lecture Classes” Dalam
Teaching Learning Issues No. 53, Knoxville,
Learning Research Centre. University of
Tennesse.
Ridwan. 2005. Belajar Mudah Penelitian Untuk
Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula.
Bandung: Alfabeta.
dan B. Yogyakarta: Kanisius
18
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016
ISSN 0215-9511
Meningkatkan Prestasi Belajar Pak Melalui Pembelajaran Discovery Learning
Sabri, Alisuf. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya.
Suparno Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam
Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang
Supriyono Agus, 2013. Cooperative Learning Teory
dan Aplikasi,PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka
Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sujana, Nana. 2010. Dasar-Dasar Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metodologi
Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sumarna, FX. 2011. Mari Dengarkan Yesus SMP
Kelas 8 Semester 2, Jogja: Mediautama.
Pendidikan. Jogjakarta: Kanisius.
Pelajar
Undang-Undang RI No. 20 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta: Kloang Klede
Putra Timur.
Wiriaatmaadja. Rochiati. 2006. Metode Penelitian
Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Zaenal Arifin. 2009. Evaluasi Pembelajaran,
Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016
ISSN 0215-9511
19
Download