Multipel Mieloma pada Hepatitis C Kronis

advertisement
CASE REPORT
Multipel Mieloma pada
Hepatitis C Kronis
Anik Widijanti, Rahmawati
Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
ABSTRAK
ABSTRACT
Multipel Mieloma (MM) adalah penyakit yang disebabkan karena pertumbuhan sel plasma berlebihan. Kelainannya sangat bervariasi tergantung
pada sistem organ yang terserang. Sedangkan hepatitis C kronis bisa bermanifestasi pada intrahepatik
dan ekstrahepatik. Kelainan ekstrahepatik berkaitan
dengan sindrom Sjögren, penyakit kulit kronis, cryoglobulinemia, diabetes mellitus, dan lain-lain.
Multiple myeloma (MM) is a plasma cell malignancy,
which generate immuno-globulin, with many clinical manifestation. While chronic hepatitis C may be
classified as intrahepatic or extrahepatic. Extrahepatic manifestation is associated with Sjögren syndrome, chronic dermatologic lesion, cryoglobulinemia, diabetes, and etc.
Kasus wanita 77 tahun dengan keluhan diare cair,
frekuensi lebih dari 5 kali, tanpa mual dan muntah.
Pasien juga menderita hepatitis C selama 8 tahun,
riwayat DM dengan nyeri tulang rusuk. Pemeriksaan
fisik, didapatkan keadaan umum sedang, kepalaleher, paru-jantung dan ekstremitas normal, hepar-lien tidak teraba, bising usus normal. Penderita
mengalami pansitopenia, coomb’s test direct negatif,
peningkatan enzim transaminase, LED meningkat, leukosituria, anti-HCV positif, AFP meningkat
ringan, HbA1c 5,6% (normal). Hasil elektroforesa
protein mengesankan suatu monoklonal gammopati di area β globulin, Bone Marrow Aspiration
(BMA) sel plasma 80 %, pemeriksaan immunofiksasi
ditemukan monoklonal IgA lamda.
Kesimpulan pasien adalah suatu multipel mieloma
pada pasien hepatitis C kronis, di mana hubungan
antara kedua penyakit tersebut belum secara pasti
diketahui.
Kata kunci:
Hepatitis C kronis; multipel mieloma
77-year-old female presents with a complaint of diarrhea, liquid in consistency, >5 times/day, nausea
and vomiting. The patient had a history of hepatitis C for 8 years and diabetes mellitus with rib pain.
Physical examination: patient appeared moderately
ill, head-neck, lung-heart and extremities were normal. Liver and spleen were not palpable and bowel
sound was normal. Laboratory examination: pansitopeni, increased ESR, peripheral blood smear
showed normochromic anisocytosis erythrocytes,
leukopenia and thrombocytopenia. Direct coomb’s
test was negative and anti-HCV was positive, increased transaminase, mild increased of AFP and
HbA1c 5.6%. Urinalysis showed cloudy urine, leukocyturia. Serum protein electrophoresis gave an
impression of monoclonal β-globulin. Bone Marrow
Aspiration (BMA) and protein immunofixation were
performed with the result of MM and a monoclonal
IgA-lambda, respectively.
This case showed multiple myeloma on chronic
hepatitis C patient, but the relationship between
these two diseases is still has to be clarified.
Key words: Chronic hepatitis C, multiple myeloma,
extrahepatic manifestation
24
MEDICINUS
Vol. 28, No.1, Edition July 2015
CASE REPORT
PENDAHULUAN
Multipel mieloma (MM) atau mieloma sel plasma adalah keganasan dari sel plasma di dalam
sumsum tulang. Normal sel plasma di dalam
sumsum tulang adalah ≤ 5%, tetapi pada MM
sel plasma bisa meningkat. Ada beberapa perbedaan clones dari sel plasma dalam sumsum
tulang, yang membuat berbagai jenis imunoglobulin (antibodi). Pada MM terjadi peningkatan sel plasma di sumsum tulang, dimana sel
plasma abnormal ini membentuk imunoglobulin (Ig) yang sama (monoklonal Ig yang disebut
M-protein), bisa berupa IgG, IgA, IgD atau IgE,
dimana IgG yang paling sering. Kadang-kadang
keganasan sel plasma hanya mengeluarkan
light chains Ig, yang disebut monoklonal kappa
dan lambda light chains atau Bence Jones protein.1,2,3,4
Hepatitis C adalah infeksi virus yang terutama
menyerang hati. Hepatitis C seringkali tidak
memberikan gejala, namun infeksi kronis dapat menyebabkan parut (scare) pada hati, dan
setelah menahun menyebabkan sirosis. Pada
beberapa kasus, orang yang mengalami sirosis
juga mengalami gagal hati dan pada akhirnya
dapat menjadi hepatoma. Manifestasi klinis
dari hepatitis C kronis selain intrahepatik juga
ekstrahepatik, yang berkaitan dengan sindrom
Sjögren (kelainan autoimun), penyakit kulit kronis, cryoglobulinemia, diabetes dan lain-lain.5,6
Dilaporkan wanita 77 tahun dengan MM dan
hepatitis C kronik. Tujuan penulisan ini untuk
mengetahui hubungan antara MM dengan infeksi hepatitis C kronis.
KASUS
Wanita 77 tahun masuk rumah sakit dengan
keluhan utama diare lebih dari 5 kali sehari,
konsistensi cair, tidak ada mual dan muntah.
Sebelum ke RS, penderita pernah buang air
besar agak hitam kehijauan. Pasien menderita
hepatitis C selama 8 tahun. Hasil pemeriksaan
laboratorium sebulan yang lalu dengan hasil
hemoglobin 11,3 gr/dl, leukosit sedikit turun,
trombosit turun, AFP meningkat, hipoalbumin.
Didapatkan adanya riwayat diabetes mellitus
(DM) dan nyeri tulang rusuk.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan
Vol. 28, No.1, Edition July 2015
umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, nadi 70 x/menit, respirasi 18x/menit,
suhu aksilar 37°C. Kepala dan leher dalam batas
normal, paru, jantung, abdomen & ekstrimitas
normal. Hepar dan lien tak teraba.
Hasil pemeriksaan laboratorium saat masuk rumah sakit, didapatkan Hb 8,5 gr/dL, PCV 24,9%,
hitung eritrosit 2,45x106/µL, hitung lekosit
2.840/µL, hitung trombosit 38.000/µL, MCV 101,6
fL, MCH 34,7 pg, RDW 14,8%, retikulosit 1,14%, hitung jenis 3/-/-/62/26/9 dan laju endap darah 130
mm/jam. Evaluasi hapusan darah tepi : eritrosit
anisositosis normokrom, lekosit kesan jumlah
menurun, trombosit kesan jumlah menurun.
Pemeriksaan Coomb’s test direct negatif. Kimia
darah didapatkan kreatinin 0,87 mg/dl, alkali
fosfatase 136 U/L, SGOT (AST) 76 U/L, SGPT (ALT)
61 U/L, gamma GT 43 U/L, bilirubin total 0,81
mg/dL, bilirubin direk 0,30 mg/dL, bilirubin indirek 0,51 mg/dL. Urine warna kuning keruh, pada
carik celup didapatkan albumin negatif, reduksi
negatif, leukosituria 2+, eritrosit 1+. Pemeriksaan
mikroskopis leukosit tidak terhitung, eritrosit
0-1 /lpb, silinder negatif. Pemeriksaan imunoserologi menunjukkan anti-HCV (CMIA) positif,
AFP (ECLIA) 13,85 ng/ml. Pemeriksaan HbA1c
5,6%, elektroforesa protein mengesankan suatu
monoklonal β globulin.
Hasil pemeriksaan BMA
Hb 9,3 gr/dL, HCT 28,0%, hitung eritrosit
2,71x106/µL, hitung leukosit 4.580/µL, hitung
trombosit 38.000/µL, MCV 103,3 fL, MCH 34,3
pg, RDW 15,7%, retikulosit 1,92%, hitung jenis
2/-/2/62/20/3, promielosit 7% dan sel plasma
3%. Evaluasi hapusan darah tepi didapatkan
eritrosit normokrom normositik, rouleux formation (+), leukosit kesan jumlah normal, sel
plasma (+), trombosit kesan jumlah turun. Hasil
BMA menunjukkan selularitas hiperseluler, ratio
M : E = 2 : 1, aktifitas eritropoitik turun, aktifitas
granulopoitik baik, aktifitas trombopoitik turun
dan terdapat infiltrasi sel plasma 80%. Kesimpulan: dari pemeriksaan darah tepi dan sumsum
tulang menunjukkan suatu multiple myeloma
(MM). Hasil imunofiksasi serum dengan kesimpulan monoklonal IgA lambda.
PEMBAHASAN
Keganasan sel plasma dikenal sebagai neoplas-
MEDICINUS
25
CASE REPORT
ma monoklonal yang berasal dari sel limfosit B, yang terdiri dari MM, makroglobulinemia Waldemstrom’s, amiloidosis primer
dan heavy chains disease. Jumlah normal
sel plasma di dalam sumsum tulang adalah
≤ 5% sedangkan pada MM sel plasma meningkat lebih dari 10 %. Ada beberapa perbedaan clones dari sel plasma dalam sumsum tulang, yang membuat berbagai jenis
Ig. Abnormal keganasan sel plasma ini membentuk monoklonal Ig yang disebut M-protein. Jenis nya dapat IgG, IgA, IgD atau IgE,
dimana IgG yang paling sering ditemukan.
Kadang keganasan sel plasma hanya
mengeluarkan light chains Ig yang disebut
monoklonal kappa dan lambda light chains
atau Bence Jones protein. Secara keseluruhan, pasien MM akan mengalami peningkatan IgG sekitar 70%, IgA 20%, dan 5%-10%
light chains saja (protein Bence Jones). Sekitar 1% adalah IgD, IgE, IgM atau penyakit non
secretory (keganasan sel plasma yang tidak
mengeluarkan imunoglobulin). Sekitar 30%
dari keganasan sel plasma terdapat ketidakseimbangan dalam produksi light dan heavy
chains yang mengakibatkan light chains
berlebih bersama dengan antibodi monoklonal.1,7
MM ditandai oleh lesi litik tulang, peningkatan sel plasma dalam sumsum tulang, dan
adanya protein monoklonal dalam serum
dan urin. Manifestasi klinis dari MM heterogen, antara lain karena adanya massa tumor,
produksi Ig monoklonal, penurunan sekresi
Ig oleh sel plasma normal yang mengakibatkan terjadinya hipogamaglobulinemia,
gangguan hematopoisis dan penyakit osteolitik pada tulang, hiperkalsemia dan disfungsi ginjal.1,2,4,7
Penegakkan diagnosis (Dx) MM mulai dari
trias klasik yaitu: 1) sel plasma biasanya > l0%,
2) M protein dan 3) lesi litik tulang. Pada 98%
pasien protein monoklonal ditemukan dalam
serum atau urin atau keduanya. Sumsum tulang memperlihatkan sel plasma meningkat
(> 10% dan biasanya > 30%). Hasil darah rutin
pada sebagian besar kasus: anemia normokrom normositik atau makrositik, evaluasi hapusan menunjukkan rouleaux formation dan
26
MEDICINUS
Vol. 28, No.1, Edition July 2015
CASE REPORT
pada 15% pasien kadang terdapat sel plasma.
Pada penyakit yang lebih lanjut terdapat netropeni dan trombositopenia. Peningkatan LED,
kalsium serum (45% kasus), ureum-kreatinin
(20% kasus). Albumin serum rendah ditemukan
pada penyakit lanjut.1,7
Pada pasien ini terdapat nyeri tulang rusuk, darah rutin terdapat pansitopeni, rouleux formation, pada sumsum tulang sel plasma > 80%,
elektroforesa protein mengesankan suatu monoklonal β-globulin, immunofiksasi menunjukkan suatu monoklonal IgA lambda. Berdasarkan
hasil pemeriksaan darah tepi, sumsum tulang,
gejala klinis dan pemeriksaan penunjang lain
menunjukkan suatu MM.1,4
Hepatitis C adalah infeksi yang terutama menyerang organ hati yang disebabkan oleh virus
hepatitis C (HCV). Umumnya infeksi akut tidak
memberi gejala atau hanya gejala minimal. Hanya 20%–30% kasus yang menunjukkan tandatanda hepatitis akut pada 7-8 minggu (berkisar
2-26 minggu) setelah terjadi paparan virus hepatitis C, sehingga sulit menentukan perjalanan
penyakit akibat infeksi HCV. Beberapa laporan
menunjukkan pasien dengan infeksi hepatitis C
akut, didapatkan gejala malaise, mual-mual dan
ikterus seperti halnya hepatitis akut karena virus hepatitis lain. Enzim ALT (SGPT) meningkat
sampai beberapa kali nilai normal tetapi tidak
lebih dari 1000 U/L. Infeksi menjadi kronik pada
70%–90% kasus dan tidak menimbulkan gejala
apapun walaupun proses kerusakan hati terus
berjalan. Hilangnya HCV setelah tejadinya hepatitis kronik sangat jarang terjadi. Diperlukan
waktu 20-30 tahun untuk terjadinya sirosis hati
yang akan terjadi pada 15%-20% pasien hepatitis C kronis.5,8
Infeksi oleh HCV dapat diidentifikasi dengan
memeriksa antibodi yang dibentuk tubuh terhadap HCV. Antibodi ini bertahan lama (18-20
tahun) dan tidak mempunyai arti protektif.
Umumnya deteksi dilakukan dengan teknik enzyme immuno assay (EIA). Antibodi terhadap
HCV dapat dideteksi pada minggu keempat
sampai kesepuluh dengan sensitivitas mencapai 9% dan spesifisitas lebih dari 90%. Negatif
palsu dapat terjadi pada pasien dengan defisisiensi imun seperti pada pasien HIV, gagal
ginjal, atau pada krioglobulinemia. Deteksi RNA
Vol. 28, No.1, Edition July 2015
HCV digunakan untuk mengetahui adanya virus
ini dalam tubuh pasien terutama dalam serum
sehingga memberikan gambaran infeksi sebenarnya. Jumlah HCV dalam serum maupun hati
relatif sangat kecil sehingga diperlukan teknik
amplifikasi agar dapat terdeteksi. Teknik polymerase chain reaction (PCR) dimana gen HCV digandakan oleh enzim polimerase untuk menentukan adanya HCV (secara kualitatif ) maupun
menentukan jumlah virus dalam serum (kuantitatif ). Teknik ini juga dipakai dalam menentukan
genotipe HCV.6,8
Pada pasien terdapat riwayat hepatitis C sudah
8 tahun, SGOT 76 U/L, SGPT 61 U/L, gamma GT
43 U/L, imunoserologi menunjukkan anti-HCV
positif, AFP 13,85 ng/ml. Dari hasil laboratorium
dan pemeriksaan klinis pasien menunjukkan
suatu hepatitis C kronis.
Beberapa manifestasi ekstrahepatik (EHM) dilaporkan dapat terjadi pada infeksi Hepatitis C
Virus (HCV). Menurut studi yang berbeda, 40%74% dari pasien yang terinfeksi HCV mungkin
berkembang menjadi setidaknya satu dari EHM
selama perjalanan penyakit. Selanjutnya, sindrom EHM bisa mewakili sinyal pertama dari
infeksi HCV, karena banyak pasien tidak menunjukkan gejala hepatik. Pascual dkk, pertama
kali menjelaskan hubungan antara HCV dan
EHM pada tahun 1990, melaporkan dua pasien
dengan mixed cryoglobulinemia. Di mana dapat
melibatkan semua organ dan sistem misalnya
ginjal, kulit, tiroid, mata, sendi dan sistem saraf.
Patofisiologi gangguan ekstra hepatik ini belum
diketahui pasti, namun dihubungkan dengan
kemampuan HCV untuk menginfeksi sel-sel
limfoid sehingga mengganggu respons sistem
imunologis. Sel-sel limfoid yang terinfeksi juga
dapat berubah sifatnya menjadi ganas, seperti
laporan kejadian limfoma non-Hodgkin pada
pasien dengan infeksi HCV cukup tinggi.8,9,10
Mixed cryoglobulinemia (MC) adalah sindrom
yang paling dikenal dan dipelajari berhubungan dengan infeksi HCV. Cryoglobulins adalah
Ig precipitate reversibel pada suhu lebih rendah dari 37°C. Cryoglobulins diklasifikasi oleh
Brout et al, berdasarkan pada Ig clonality seperti pada tabel 1. Infeksi HCV berhubungan
kuat dengan tipe II dan III.9,10
MEDICINUS
27
CASE REPORT
Mixed cryoglobulinemia adalah vaskulitis sistemik yang ditandai oleh deposit imunkompleks
pada pembuluh darah kecil dan sedang yang
menyebabkan manifestasi klinis. Cryoglobulins
dapat ditemukan pada pasien dengan infeksi HCV sekitar 19%-50% sesuai dengan studi
yang berbeda. Prevalensi MC meningkat sesuai
lamanya penyakit. Beberapa studi dari pasien
dengan HCV kronis dan MC menunjukkan bahwa lamanya penyakit biasanya dua kali lebih
lama dibandingkan pasien tanpa MC. Cryoglobulins biasanya ditemukan pada konsentrasi
rendah dan 90% pasien memiliki sedikit atau
tanpa manifestasi klinis. Hanya sebagian kecil
pasien dengan MC berhubungan dengan HCV
(< 15%) memiliki gejala penyakit.9,11
Lymphoproliferasi sel B mewakili pemicu patologis. Ini memperjelas bahwa HCV menunjukkan tropism yang tinggi untuk limfosit perifer,
yang dapat melayani sebagai reservoir dan
tempat untuk replikasi. Flint dkk menjelaskan
bahwa virus C mengikat tetraspanin CD81 ligan
pada permukaan B-limfosit melalui protein E2
(bagian kedua dari HCV envelope) yang menyebabkan aktivasi dari limfosit. Awalnya, hanya
poliklonal cryoglobulins yang diproduksi, maka
klon sel B yang dominan muncul, menghasilkan Ig monoklonal.9,11 Pada pasien terdapat riwayat hepatitis C kronis dengan hasil serologi
hepatitis anti-HCV positif hal ini menunjukkan
suatu hepatitis C kronis. Dari hasil laboratorium
darah rutin, hasil BMP, elektroforesa protein
dan immunofiksasi adalah suatu MM. Apakah
terdapat hubungan antara hepatitis C kronis
dengan MM harus diperiksa lebih lanjut lagi
karena dari beberapa kepustakaan masih belum jelas bagaimana mekanismenya. Sehingga
pada pasien ini kemungkinan hepatitis C kronis
dengan MM merupakan suatu penyakit yang
berdiri sendiri-sendiri, bukan sesuatu yang berhubungan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Telah dilaporkan wanita 77 tahun dengan MM
dan hepatitis C kronis. MM dan hepatitis C pada
pasien merupakan penyakit yang berdiri sendiri
atau tidak saling berhubungan.
daftar pustaka
1.
2.
3.
4.
5.
6.
28
Rajkumar SV, Kumar S, et al. Multiple Myeloma : Treatment
Option for Refractory of Relapsed Disease. Pre Oncology
e-Rounds. Maret 2008; 111(2): 1-16
Kyle Robert A, Rajkumar SV. Recognition of Monoclonal
Proteins. Official reprint from up to date. www.uptodate.
com. 4 Oktober 2010 up date Januari 2011
Greipp PR, Foncea R. Wintrobe’s Clinical Hematology.
12th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkin 2009.
Chapter 97. Practical Aspects of the Clinical Approach to
Patients with Monoclonal Immunoglobulin Disorders. p
2342-2351.
Dispenzieri A, Lacy MQ, Greipp PR. Wintrobe’s Clinical Hematology. 12th ed. Philadelphia : Lippincott Williams &
Wilkin 2009. Chapter 99. Multiple Myeloma. P 2372-2438.
Rosen RH. Chronic Hepatitis C Infection. The New England
Journal of Medicine. June 23, 2011; 364 : 2429 - 38
Marc GG, Doris B. Strader, David L. Thomas, and Leonard B.
Seeff. Diagnosis, Management and Treatment of Hepatitis
C: An update. Hepatology. 2009 ; 49 (4) : 1335 – 74
MEDICINUS
7.
Syahrir Mediarty. Mieloma Multipel dan Penyakit
Gamopati Lain. Dalam : Sudoyo AW et al, editor. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Internal Publishing
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2006. Hal : 1283
– 1292
8. Gani Rino A. Hepatitis C. Dalam : Sudoyo AW et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Internal
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2006.
Hal : 662 – 667
9. Galossi A, Guarisco R, Bellis L, Puoti C. Extrahepatic
Manifestations of Chronic HCV Infection . Journal Gastrointestinal Liver Disease. March 2007; 16 (1) : 65–73
10. Franciscus Alan. An Overview of Ekstrahepatic Manifestation of Hepatitis C. HCSP fact sheet. May 2012; 6 : 1 – 5
11. Lakatos PL, Fekete S, Horanyi M, Fischer S, Abonyl ME.
Development of Multiple Myeloma in a Patient with
Chronic Hepatitis C : A Case Report and Riview of The
Literature. World Journal Gastroenterology. April 14,
2006; 12 (14) : 2297 – 2300
Vol. 28, No.1, Edition July 2015
Download