Industry Update Ritel Vol 16 2014

advertisement
Industry | Update
19 September,
2014
Office of Chief Economist
Volume 16, September 2014
Pertumbuhan Omzet Ritel Modern Nasional
21,1%
20,0%
17,7%
15,2%
14,3%
12,5%
11,8%
10,0%
9,6%
2014F
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
4,7%
Sumber: Aprindo
1Q13
2Q13
3Q13
4Q13
1Q14
2Q14
Thailand
Tiongkok
Malaysia
Singapura
Jepang
140
Filipina
Nielsen Global Consumer Confidence Index
120
100
80
60
40
20
Indonesia
India
0
Sumber : AC Nielsen
Indeks Kepercayaan Konsumen dan
Indeks Penjualan Riil
200
IKK
Indeks Penjualan Riil
180
160
140
120
100
J an -1 3
Fe b -1 3
M ar-1 3
Ap r-1 3
M e i-1 3
J u n -1 3
J u l-1 3
Agu st-1 3
Se p -1 3
Okt-1 3
N o p -1 3
D e s-1 3
J an -1 4
Fe b -1 4
M ar-1 4
Ap r-1 4
M e i-1 4
J u n -1 4
J u l-1 4
Agu st-1 4
80
Sumber : Bank Indonesia
Perdagangan Ritel
Potensi pasar ritel Indonesia untuk jangka menengah
panjang masih besar meskipun pertumbuhan omzet
ritel nasional 2014 diperkirakan hanya naik tipis seiring
melambatnya pertumbuhan ekonomi. Omzet ritel
modern nasional pada 2014 diperkirakan tumbuh 10%.
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo)
memperkirakan nilai penjualan ritel modern 2014
mencapai
Rp162,8 triliun.
Permintaan
produk
terutama makanan
dan minuman masih menjadi kontributor utama (>60%).
Beberapa faktor menjadi katalis positif pertumbuhan
ritel nasional ke depan. Meningkatnya pendapatan
masyarakat, meningkatnya populasi penduduk dengan
bonus
demografi dan pertumbuhan masyarakat yang pesat, urbanisasi, tingkat optimisme
konsumen yang kuat, dan pertumbuhan properti
komersial menjadi driver permintaan industri ritel.
Menurut AC Nielsen, 48%
dari total belanja
berasal dari masyarakat
Proporsi
masyarakat sendiri terhadap total
populasi Indonesia diperkirakan meningkat dari sebesar
56,5% pada 2010 menjadi sebesar 68,4% pada 2015 dan
sebesar 76,1% pada 2020.
Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) Indonesia masih
cukup kuat dan relatif tinggi dibandingkan negara lain.
Global Consumer Confidence Report 2Q14 yang dirilis
AC Nielsen menunjukkan IKK Indonesia berada pada
level 123, berada pada posisi kedua setelah India (124).
Sebelumnya, IKK Indonesia bahkan menempati posisi
tertinggi selama 5 kuartal berturut-turut (1Q13-1Q14) di
antara 60 negara yang disurvei. IKK yang dirilis Bank
Indonesia juga menunjukkan trend penguatan. IKK
Agustus 2014 yang sebesar 120,2 merupakan level
tertinggi sejak akhir 2012.
Penguatan IKK juga dikonfirmasi oleh peningkatan
Indeks Penjualan Riil (IPR). Rata-rata pertumbuhan
tahunan IPR Januari-Juli 2014 sebesar 16,7%, lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
sebesar 11,9%. Secara regional, IPR sebagian besar kota
yang disurvei (9 kota) menunjukkan trend kenaikan. IPR
kota Bandung mengalami rata-rata pertumbuhan
tertinggi selama Januari-Juli 2014. Pertumbuhan IPR
yang cukup tinggi juga terjadi di Semarang, Surabaya,
dan Manado. Hal ini menunjukkan peranan dalam sektor ritel semakin penting.
Meskipun ritel tradisional masih tetap mendominasi,
kenaikan share perdagangan ritel modern dalam
! "
di Indonesia meningkat cukup pesat.
Share tersebut meningkat dari 25% pada 2002 menjadi
44% pada 2012. Pertumbuhan ritel modern terutama
terjadi pada format minimarket, convenience store, dan
hypermarket dimana share perdagangan minimarket
Industry Update
Volume 16, September 2014
Share Perdagangan Ritel
(%)
2002
2003
2004
2005
2006
2008
2009
2010
2011
2012
75
2007
56
22
22
20
5
Hyper/Supermarket
Minimarket
Traditional Grocery
Sumber : AC Nielsen
A.T. Kearney's 2014
Global Retail Development Index
2014Rank
Country
Market
CountryRisk
Attractiveness
(25%)
(25%)
Market
Saturation
(25%)
TimePressure
(25%)
GRDI Score
64,4
2
China
60,9
52,5
44,5
100
9
Malaysia
66,7
68,7
32,2
43,5
52,8
15
Indonesia
46,2
33,4
57,7
59,6
49,2
18
Sri Lanka
6,3
36,7
78,8
67,3
47,3
20
India
26,4
39
72,3
43,4
45,3
23
Philippines
33
33,2
55,8
50,5
43,1
28
Vietnam
3,8
21,9
75
55,7
39,1
Sumber : A T.Kearney
Struktur Biaya Operasional Ramayana
(%)
3,8
10,1
100
4,3
11,9
6,3
14,9
16,1
Sumber : Perusahaan
Total
Lainnya
Promosi
Gaji dan
Tunjangan
Sewa
Listrik dan
Energi
Penyusutan
Perbaikan dan
Pemeliharaan
Pengangkutan
32,5
mengalami
kenaikan
tertinggi.
Dilihat
dari
perkembangan jumlah gerai selama 10 tahun terakhir,
format minimarket tumbuh rata-rata 17,4%,
hypermarket 17,9%, sedangkan format supermarket
mulai cenderung ditinggalkan dengan pertumbuhan
gerai rata-rata 3% per tahun. Penetrasi jumlah gerai
ritel modern Indonesia masih lebih rendah
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya
seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia.
Masing-masing format ritel modern memiliki pemain
utama. Pesatnya perkembangan format minimarket
(termasuk convenience store) didorong oleh ekspansi
usaha Alfamart dan Indomaret yang menguasai sekitar
87% pangsa pasar. Untuk format hypermarket, Top 3
player yaitu Carrefour, Hypermart dan Giant menguasai
sekitar 97% pangsa pasar. Sementara untuk department
store, Matahari Department Store dan Ramayana
menguasai sekitar 55% pangsa pasar, disusul Mitra
Adiperkasa dengan 8% pangsa pasar. Pada format
supermarket yang sangat terfragmentasi, tidak terdapat
satu pemain dengan pangsa pasar di atas 7%. Super
Indo dan Hero merupakan pemain utama pada format
ini dengan menguasai sekitar 12% pangsa pasar.
A.T. Kearney's 2014 Global Retail Development
Index™ (GRDI) menempatkan Indonesia pada
peringkat 15 negara berkembang untuk tujuan
investasi ritel, naik dari peringkat 19 tahun lalu. Negaranegara Asia yang masuk dalam Top 30 GRDI ini selain
Indonesia adalah China, Malaysia, Sri Lanka, India,
Filipina, dan Vietnam. Pasar ritel Indonesia masih
menarik bagi para peritel internasional. Hal ini
dibuktikan dengan terus masuknya peritel kelas dunia.
Beberapa yang akan masuk pada 2014 adalah IKEA
(Swedia), Courts Asia (Singapura), Parkson Group
(Malaysia), dan Central Department Store (Thailand).
Biaya tenaga kerja menjadi porsi terbesar biaya
operasional peritel (~30%). Bersama biaya sewa gedung
dan listrik (utilitas), ketiganya menyumbang 60%-80%.
Untuk peritel yang menjual produk dengan import
content tinggi, fluktuasi Rupiah juga menjadi concern.
Kajian kami menunjukkan setiap 1% depresiasi Rupiah
akan menyebabkan kenaikan COGS industri ritel sebesar
2,7% pada satu triwulan berikutnya.
E-commerce akan semakin berkembang. Tingginya
persaingan usaha dan meningkatnya biaya operasional
ditambah semakin ketatnya regulasi yang ada seperti
ketentuan jumlah maksimal outlet waralaba toko
modern sebanyak 150 outlet dan aturan proporsi produk yang dijual paling sedikit 80% dari
jumlah dan jenis barang yang diperdagangkan
diperkirakan mendorong perkembangan ke
depan seiring kemajuan teknologi dan berkembangnya
penggunaan internet di Indonesia. Nilai transaksi di Indonesia tahun 2013 diperkirakan
sebesar USD1,8 miliar.
hal 2
Industry Update
Volume 16, September 2014
Quote of the Week
! " #$
% &$ '!()(*
& & +
U.S. Department of Agriculture
Crude Palm Oil
(USD/Ton)
1000
Sep-14
Jun-14
Mar-14
Sep-13
600
Dec-13
800
Sumber : Bloomberg
Rubber
(USD/Kg)
3
2.5
2
1.5
1
0.5
May-14
Jul-14
Sep-14
May-14
Jul-14
Sep-14
Mar-14
Jan-14
Nov-13
Sep-13
0
Sumber : Bloomberg
Sumber : Bloomberg
Mar-14
Nov-13
Sep-13
100
80
60
40
20
0
Jan-14
Coal
(USD/Ton)
News
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia
(Gapmmi) mengatakan pelemahan rupiah terhadap
dolar AS menggerus pertumbuhan industri makanan
dan minuman (mamin) olahan nasional. Pertumbuhan
industri mamin olahan semester II tahun ini
kemungkinan hanya berkisar 6-7%, lebih rendah
dibandingkan semester I sebesar 9%. Omzet industri
mamin olahan nasional hingga akhir 2014 tetap
ditargetkan naik 6-7% dari tahun 2013 yang sebesar Rp
942 triliun. Perlambatan omzet juga dipengaruhi oleh
turunnya daya beli petani komoditas perkebunan akibat
turunnya harga komoditas tersebut. Selain
sikap
itu,
di
pelaku usaha yang masih cenderung tahun politik ini juga menjadi salah satu penyebab
belum menggeliatnya sektor mamin nasional. (Investor
Daily, 12 September 2014)
Kementerian Perindustrian memproyeksikan nilai
investasi yang masuk di industri hilir minyak sawit
mentah (crude palm oil/CPO) melonjak menjadi USD2,7
miliar dalam kurun 2012-2014. Investasi yang masuk
antara lain pada minyak goreng dan lemak padatan
untuk pangan, industri oleokimia berbasis fatty acid dan
fatty alcohol, serta biodiesel. Kenaikan investasi itu
didorong
oleh
kebijakan
pemerintah
yang
menggencarkan program
hilirisasi
disertai
pemberian
insentif berupa dan . Hal ini
dibuktikan dengan masuknya investasi dari dua
perusahaan penanam modal baru di bidang oleokimia,
yakni PT Unilever Oleochemical Indonesia dan PT Energi
Sejahtera Mas. Investasi kedua perusahaan tersebut
telah disetujui untuk mendapatkan fasilitas tax holiday.
(Indonesia Finance Today, 12 September 2014)
Penyerapan biodiesel dalam negeri tahun ini dipastikan
di bawah target. Hingga akhir tahun, penyerapan
biodiesel dari Pertamina diproyeksikan hanya 2,4 juta
kilo liter (kl), di bawah target awal yang sebesar 3,3 juta
kl. Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal EBTKE
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM)
menjelaskan, tidak tercapainya target penyerapan
tersebut karena proses pengadaan biodiesel oleh PT
Pertamina terlambat dan masih adanya keterbatasan
infrastruktur di wilayah Indonesia timur. Seperti
diketahui, pelaksanaan tender pengadaan biodiesel
sebagai implementasi mandatori campuran bahan bakar
solar sebesar 10% (B10) selama ini cukup alot. Pada
pelaksanaan tender, Pertamina selalu mengacu pada
harga solar internasional Mean of Platts Singapore
(MOPS), sementara produsen biodiesel menginginkan
harga berdasarkan pergerakan harga minyak sawit
mentah (CPO) plus biaya produksi. Meskipun demikian,
jika dibandingkan tahun 2012, penyerapan biodiesel
sudah meningkat hingga 100%. Tahun depan,
penyerapan biodiesel ditargetkan 4 juta kl. (Harian
Kontan, 12 September 2014)
hal 3
Industry Update
Volume 16, September 2014
Commodities Price Movement
Commodities
Unit
Last Price*
Oil - London Exchange
Oil - New York Exchange
Coal
Aluminum
Copper
Nickel
Tin
Gold
Platinum
Pulp
Rubber Tokyo
Palm Oil
Soybean
Cocoa
* Closing date: 9/17/2014
Source: Bloomberg
USD/barrel
USD/barrel
USD/metric ton
USD/metric ton
USD/metric ton
USD/metric ton
USD/metric ton
USD/troy oz
USD/troy oz
USD/ton
USD/kg
USD/ton
USD/bushel
USD/metric ton
MoM
97.2
94.4
65.8
2105.0
6931.0
18005.0
21100.0
1223.6
1362.2
725.1
1.7
770.0
9.9
3133.2
-3.19%
-2.06%
-4.91%
4.99%
0.38%
-2.54%
-5.89%
-5.76%
-5.81%
-0.43%
-6.14%
1.32%
-7.48%
-4.67%
Ytd
YoY
-12.25%
-4.06%
-22.22%
13.17%
-5.83%
28.61%
-6.43%
1.49%
-0.65%
-5.80%
-37.27%
-15.38%
-14.29%
12.56%
-10.52%
-10.43%
-14.71%
16.30%
-2.04%
29.81%
-8.16%
-6.64%
-4.23%
-6.71%
-35.69%
-4.94%
-26.78%
17.22%
Composite Index Performance
Composite Index
Published by:
Office of Chief Economist
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
Phone: 62-21-5245557
Fax: 62-21-5210430
Chief Economist
Destry Damayanti
Analyst:
Faisal Rino Bernando
M. Ajie Maulendra
Nadia Kusuma Dewi
Sindi Paramita
Adjie Harisandi
Mamay Sukaesih
Romauli Panggabean
Agricultural Index
Trading Day
9/17/14
9/10/14
9/4/14
Mining Index
9/17/14
9/10/14
9/4/14
Basic Industries & Chemical
9/17/14
Index
9/10/14
9/4/14
Miscellaneous Industries
9/17/14
Index
9/10/14
9/4/14
Consumer Index
9/17/14
9/10/14
9/4/14
Property & Real Estate
9/17/14
Index
9/10/14
9/4/14
Infrastructure, Utilities, and
9/17/14
Transportation Index
9/10/14
9/4/14
Trade, Service and
9/17/14
Investment Index
9/10/14
9/4/14
Source: Bloomberg, Jakarta Stock Exchange
Closing Price
2141.514
2137.818
2203.562
1590.331
1570.071
1644.275
559.641
546.45
558.974
1282.119
1284.77
1317.933
2134.926
2070.71
2097.224
467.019
456.406
471.345
1177.767
1171.983
1171.947
952.546
935.816
942.936
Ytd
0.07%
-0.10%
2.97%
11.27%
9.85%
15.04%
16.41%
13.67%
16.27%
6.40%
6.62%
9.37%
19.80%
16.20%
17.68%
38.58%
35.43%
39.87%
26.59%
25.97%
25.96%
22.63%
20.47%
21.39%
YoY
18.04%
16.40%
17.80%
5.81%
8.95%
10.68%
9.24%
11.47%
27.73%
4.86%
11.73%
25.59%
8.82%
7.47%
16.65%
20.49%
23.01%
34.13%
21.25%
21.90%
26.98%
18.91%
22.67%
27.71%
Disclaimer
Published by PT Bank Mandiri (Persero) which regulated by Indonesian Banking Regulatory. This document is for information purposes only. The information
and opinion in this document has been obtained from sources believed reliable, but no guarantee is given regarding its accuracy or completeness and it should
not be relied upon as such. All opinion expressed here may not necessarily be shared by all employees within Bank Mandiri and its group and are subject to
change without notice. No part of this document may be reproduced in any manner without written permission of Bank Mandiri. Additional information is
available upon request.
hal 4
Download