PERSEPSI POLA ASUH IBU YANG BEKERJA DAN ASERTIVITAS SISWA Mercy Masyriqoh, Galuh Setia Winahyu Sekolah Tinggi Psikologi Yogyakarta Email: [email protected] Abstrak Remaja dituntut untuk memiliki kemampuan untuk menyampaikan perasaan dengan tegas, jujur dan berterus terang agar berhasil membangun hubungan sosial dengan lingkungan artinya remaja harus memiliki sikap asertif. Beberapa penelitian terdahulu mengatakan bahwa Persepsi terhadap Pola asuh memiliki pengaruh dalam mengembangkan perilaku asertif pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi pola asuh ibu yang bekerja dengan asertivitas siswa SMKN I Depok Sleman Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional, Sampel dalam penelitin ini adalah siswa SMKN I Depok Sleman Yogyakarta, yang termasuk dalam kategori remaja tengah yang berusia 15-18 tahun berjumlah 75 orang. Subjek penelitian dipilih dengan tehnik simple random sampling,. Pengumpulan data dilakukan melalui alat ukur berupa skala asertivitas dan skala persepsi pola asuh ibu bekerja yang dibuat oleh peneliti. Skala asertifitas memiliki nilai (α) 0,710 dengan 31 aitem valid dan skala persepsi pola asuh ibu bekerja dengan (α) = 0,765 dan 37 aitem valid. Hasil analisis data dengan teknik korelasi product moment pearson diperoleh nilai sig (p) 0,008 ; (p<0,05). Artinya terdapat hubungan yang positif antara persepsi pola asuh ibu bekerja dengan asertivitas pada siswa SMKN I Depok Sleman Yogyakarta. Kata Kunci : Persepsi pola asuh ibu bekerja, , asertivitas PENDAHULUAN Remaja adalah sosok manusia yang belum matang. Hal ini dikarenakan remaja berada pada fase perkembangan antara anak-anak dan dewasa (Abidin, 2011). Remaja bukan lagi sebagai anak-anak dan bukan pula menjadi orang dewasa. Dibanding masa kanak-kanak atau masa dewasa, remaja memiliki keunikan. Keunikan atau ciri khas yang dimaksud adalah bahwa dimasa tersebut remaja sedang mengalami masa transisi, dimana status remaja menjadi tidak jelas. Masa remaja merupakan masa dimana remaja senang mencoba berbagai hal baru sebagai upaya eksplorasi diri. Namun dalam melakukan eksplorasi tersebut, terkadang remaja dihadapkan kepada pilihan dilematis, seperti melakukan hal negatif yang tidak diinginkannya 1 atau kehilangan teman sepermainan. Untuk menolak hal negatif tersebut maka remaja perlu memiliki sikap tegas. Sikap tegas atau yang disebut juga sikap asertif ini penting dipunyai oleh remaja karena remaja merupakan tahap yang rentan dengan dunia luar, dimana remaja harus berani dengan tegas menyatakan ‘tidak’ untuk sesuatu hal yang tidak disukai. Kenyataannya banyak siswa yang tidak berani untuk mengambil sikap secara tegas, mengungkapkan suatu pernyataan, pendapat, pikiran dan perasaannya secara lugas. Mereka sering bimbang dan ragu-ragu dalam memilih cara berperilaku yang sebagaimana mestinya. Sehingga dapat menimbulkan prasangka yang merasa direndahkan dan merasa tidak dihargai oleh temannya. Berdasarkan hasil dilapangan diketahui bahwa kebanyakan dari siswa tidak berani mengungkapkan apa yang mereka rasa. Seperti ajakan membolos dari beberapa teman dansiswa masih belum mampu mengutarakan pendapatnya dan mengekspresikan apa yang dialaminya. Asertivitas bukan merupakan suatu karakteristik yang dengan tibatiba muncul pada masa remaja, juga bukan merupakan faktor yang dibawa individu sejak lahir. Asertif merupakan perilaku yang terbentuk oleh lingkungan dimana remaja tersebut berada.Agar berhasil membina hubungan sosial dengan lingkungan, siswa harus berperilaku asertif. Karena perilaku asertif merupakan salah satu faktor yang penting agar seseorang mampu melakukan komunikasi yang bermakna dan menyenangkan dengan orang lain. Sebagaimana penelitian Shimizu, dkk (2004) menunjukkan bahwa perilaku asertif memberikan konstribusi pada konsep diri seseorang untuk mengurangi reaksi stres dan meningkatkan percaya diri seseorang.Faktor yang menyebabkan kenapa seseorang kurang terampil dalam mengekspresikan diri secara asertif salah satunya adalah pola asuh orang tua, yang mencakup status sosial ekonomi orang tua, atau bahkan dominasi orang tua. Fenomena masih banyaknya para remaja yang belum dapat bersikap asertif terhadap orang tua, guru juga teman sebaya, dikarenakan dalam keluarganya tidak dibiasakan sikap berbicara mengenai pendapat maupun keinginannya. Banyak anggota keluarga yang memberikan larangan pada saat anak ingin mengutarakan pendapatnya dan menekankan bahwa orang tua adalah yang paling benar. Hal tersebut menyebabkan perkembangan asertivitas pada remaja menjadi terhambat. Remaja menjadi individu yang tidak mampu dan tidak berani untuk mengkomunikasikan segala kebutuhan, pendapat, dan keinginannya. Branden (2005) menyatakan bahwa perilaku asertif perlu dikembangkan agar individu dapat berfungsi secara optimal dalam keluarga, organisasi, dan komunitas.Asertivitas bukan merupakan suatu karakteristik yang dengan tiba-tiba muncul pada masa remaja, juga bukan merupakan faktor yang dibawa individu sejak ia dilahirkan. 2 Asertif merupakan perilaku yang terbentuk oleh lingkungan dimana remaja tersebut berada. Menurut pendapat peneliti, asertivitas remaja justru menarik untuk diteliti, mengingat keunikan yang dimiliki remaja. Pola asuh merupakan proses didalam keluarga, interaksi orang tua dan anak. Pola asuh diterapkan sejak anak lahir dan disesuaikan dengan usia serta tahap perkembangan, contohnya pada anak usia 15-18 tahun. Usia tersebut merupakan usia remaja madya yang memiliki berbagai karakteristik perkembangan dimana akan mempengaruhi cara pandang individu tentang diri.Diana Baumrind (dalam Santrock, 2007) menjelaskan empat jenis gaya pengasuhan yaitu: pengasuhan otoritarian, pengasuhan otoritatif, pengasuhan yang mengabaikan dan pengasuhan yang menuruti. Salah satu tempat paling strategis membentuk perkembangan anak adalah keluarga (Willis, 2008). Keluarga merupakan lingkungan primer yang mengajarkan pertama kalinya seseorang untuk bersosialisasi. Orang tua dalam hal ini ibu memiliki peran penting dalam perkembangan anak. Saat ini ibu banyak dihadapkan pada situasi dan kondisi yang mengharuskan ibu memiliki peran ganda, yaitu sebagai pengasuh anak dan sebagai ibu yang bekerja di luar rumah. Kesibukan ibu mencari nafkah mengurangi kuantitas waktu untuk berdialog dan memberikan perhatian kepada anak-anaknya yang sedang berkembang, yang sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Karena kurang mendapat kasih sayang dan perhatian maka akan dicari di luar rumah seperti di dalam kelompok teman-temannya. Dalam kehidupan sehari-hari orang tua kebanyakan menggunakan kombinasi dari semua pola pengasuhan yang ada, akan tetapi satu jenis pola asuh akan jelas terihat lebih dominan dari pada pola asuh lainnya dan sifatnya hampir stabil sepanjang waktu. Sunarti (2004), menyatakan bahwa pola asuh yang diterapkan tiap-tiap orang tua akan sangat mempengaruhi pada bentukbentuk penyimpangan perilaku anak. Menurut Musbikin (2013), keberadaan ibu sangat berpengaruh dalam perkembangan anak remajanya terutama dalam pergaulan anaknya. Hurlock (2006), juga menyatakan bahwa pembentukan watak anak sangat dipengaruhi oleh peran ibu meskipun ibu bekerja di luar rumah, karena bagaimanapun juga ibu adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap anak meski anak telah diasuh oleh orang lain. Peran ibu sebagai orang terdekat anak memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk pola tingkah laku anak serta kepribadian anak yang akan membangun sebuah perilaku sosial diluar keluarga, salah satunya adalah perilaku asertif. Salah satu hal yang menjadii hambatan bagi ibu dalam menjalankan peran ganda ini adalah ketersediaan waktu, umumnya mereka terikat dengan jadwal yang ketat seperti misalnya harus masuk jam 9 pagi dan pulang jam 5 sore. Bekerja dapat menghasilkan pengaruh yang positif dan negatif pada pengasuhan (Crouter & McHale, 2005). Stres karena pekerjaan bisa meluas dan 3 membahayakan pengasuhan, namun perasaan sejahtera karena bekerja bisa menghasilkan pengasuhan yang lebih positif (Santrock, 2007). Dari berbagai penelitian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pola asuh sangat menentukan ketika seorang remaja sedang mencari identitasnya (Surbakti, 2008). Walgito(2004) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan suatu proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisasi atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu.Hasil persepsi mungkin akan berbeda antar individu yang satu dengan yang lain. Rakhmat (2007) menyatakan persepsi adalah pengamatan tentang obyek, peristiwa atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan terhadap stimulus yang diterima juga melalui pengalaman-pengalaman yang ada dan kemudian menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Walgito (2004) faktorfaktor yang berperan dalam persepsi dapat dikemukakan seperti:objek yang dipersepsi,alat indera, perhatian.Adapun proses terbentuknya persepsi(Dafidoff & Walgito dalam Walgito, 2004)yang kemudian penulis kaitkan dengan pola asuh yaitu:a) Stimulus, b) Evaluasi, c)Interpretasi. Menurut Baumrind (dalam Hanif, 2005) pada prinsipnya pola asuh merupakan parental control atau kontrol orang tua. Kohn (dalam Hanif, 2005) berpendapat bahwa pola asuh merupakan cara orang tua berinteraksi dengan anaknya yang meliputi pemberian hukuman, hadiah, perhatian, dan tanggapan terhadap perilaku anak. Setiap orang tua juga mempunyai carayang berebeda-beda untuk mengasuh dan mendidik anak-anaknya, apalagi ditambah jika seorang ibu harus bekerja demi membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Peran ganda ini berpengaruh positif maupun negatif terhadap kondisi keluarga terutama terhadap anak. Contohnya pekerja pabrik, adalah cara ibu pekerja pabrik dalam mengasuh dan mendidik anakanaknya sebagai pembinaan, pembentukan, perbuatan, dan mengarahkan aktivitas anakanaknya,baik secara langsung maupun tidak langsung (Yusuf, 2008). Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan persepsi pola asuh ibu bekerja dengan asertivitas siswa SMKN I Depok Sleman Yogyakarta. HIPOTESIS Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang positif antara persepsi terhadap pola asuh ibu bekerja dengan asertivitas remaja Siswa SMK 1 Depok Sleman. 4 METODE PENELITIAN Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah asertivitas sebagai variabel tergantung dan persepsi pola asuh ibu bekerja sebagai variabel bebas. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN I Depok Sleman yogyakarta dengan sampel awal yang direncanakan berjumlah 100 orang. Namun saat pengambilan data hanya berhasil dikumpulkan data sejumlah 75 orang. Metode pengumpulan data yang diterapkan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode skala untuk mengungkap asertivitas dan persepsi pola asuh ibu bekerja. Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan skala yang dibuat mengikuti model Likert, dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Dalam skala asertivitas dan persepsi pola asuh ibu bekerja pemberian skor alternatif jawaban yakni 4 sampai 1 untuk aitem favourable dan 1 sampai 4 untuk aitem unfavourable (Azwar, 2015). Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik uji korelasi Product Moment dari Karl Pearson. Dengan bantuan SPSS windows HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diperoleh koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,302 dan taraf signifikansi sebesar 0,008 (p<0,05) yang mendukung hipotesis yang diajukan yaitu bahwa ada hubungan positif antara persepsi pola asuh dengan asertivitas pada siswa SMKN I Depok Sleman Yogyakarta. Hal ini mengandung makna bahwa ada kecenderungan, semakin tinggi persepsi pola asuh orang tua bekerja maka akan semakin meningkatkan asertivitas pada siswa. Hasil penelitian ini sama dengan teori yang dikemukakan oleh Alberti & Emmons (2002) yang menyatakan bahwa pola asuh merupakan salah satu faktor yang terkait dengan asertivitas. Itu berarti pola relasi orang tua khususnya ibu dan anak dalam proses pengasuhan yang dipersepsikan oleh responden ada hubungannya dengan kemampuannya berperilaku asertif. Namun kontribusi yang diberikan kecil yaitu sebesar sebesar 9,1%. Sedangkan 90,9 % asertivitas pada siswa bisa saja dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti jenis kelamin, harga diri, kebudayaan, tingkat pendidikan, tipe kepribadian, situasi tertentu lingkungan sekitarnya. Hal itu karena asertivitas berkembang sebagai seluruh hasil interaksi dengan orang lain disamping interaksi dengan orang tuanya. Dengan bersosialisasi diluar rumah bisa jadi mereka lebih mampu mengembangkan asertivitas karena lingkungan mendukung dan memberi kesempatan pada munculnya asertivitas. Hal ini sejalan dengan pendapat Erikson (dalam Wong, 2009) bahwa remaja membebaskan diri mereka dari dominasi orang tua dan lebih cenderung mendekatkan diri dengan teman sebaya, remaja menganggap bahwa teman memiliki peran yang lebih penting. 5 Pendapat senada juga disampaikan Alberti & Emmons (2008) bahwa terdapat faktor-faktor lain yang berkaitan dengan asertivitas, seperti keluarga, jenis kelamin, konsep diri, sekolah, kondisi budaya yang dalam penelitian tidak diteliti. Adapun kontribusi yang diberikan persepsi pola asuh terhadap asertivitas sebesar 9,1 % hal tersebut dikarenakan untuk mencapai tujuannya, orang tua memiliki cara tersendiri dalam mengasuh anak. Santrock (2007) menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari orang tua kebanyakan menggunakan kombinasi dari semua pola pengasuhan yang ada, akan tetapi satu jenis pola asuh akan jelas terlihat lebih dominan dari pada pola asuh lainnya dan sifatnya hampir stabil sepanjang waktu. Di tambahkan pula oleh Sunarti (2004) yang menyatakan bahwa pola asuh yang diterapkan tiap-tiap orang tua akan sangat mempengaruhi pada bentuk-bentuk penyimpangan perilaku anak. Perilaku asertif termasuk didalamnya, bagaimana hubungan baik yang dapat dilakukan ibu dalam mengasuh anaknya, dimana ibu memberikan stimulus sikap yang kemudian di terima oleh penglihatan yaitu remaja melihat cara orang tua mengasuhnya. Kemudian anak mempersepsikan dengan di imbangi oleh kemampuan kognitifnya, sehingga sikap ibu yang asertif dapat mengembangkan sikap asertif pada anak remajanya. Dikatakan oleh Bee & Boyd (2004) bahwa pengasuhan harus disesuaikan dengan tuntutan budaya yang berkembang di masyarakat.Jika dikaitkan lagi dengan kontribusi yang diberikan persepsi pola asuh terhadap asertivitas, maka diketahui bahwa tingkat pendidikan orang tua dan aktivitas ibu yang bekerja turut mempengaruhi bagaimana pengasuhan yang diberikan ibu kepada anak remajanya. Dan rata-rata pendidikan ibu pada siswa SMKN I Depok Sleman Yogyakarta adalah rendah.Hal tersebut senada dengan yang dikatakan oleh Suharjo (dalam puspitasari, 2006) bahwa pendidikan merupakan alat di masyarakat untuk memperbaharui dirinya dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat dan pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah seumur hidup. Artinya bahwa pendidikan sangat dibutuhkan dalam mengasuh anak.Aktivitas ibu pada siswa SMKN I Depok Sleman Yogyakarta adalah bekerja sebagai buruh pabrik yang memungkinkan dalam pengasuhan terhadap anaknya memiliki waktu yang sedikit. Karena kesibukan ibu mencari nafkah mengurangi kuantitas waktu untuk berdialog dan memberikan perhatian, karena hampir separuh hari bekerja sehingga interaksi antara orang tua dan anak minim. Crouter & McHale (dalam Santrock, 2007) menyatakan bahwa bekerja dapat menghasilkan pengaruh yang positif dan negatif pada pengasuhan. Selain itu Suharjo (dalam puspitasari, 2006), banyak juga dari beberapa wanita yang berperan ganda selain sebagai ibu rumah tangga juga sebagai wanita karier, yang bertujuan untuk 6 menciptakan keadaan ekonomi keluarga yang lebih mencukupi sehingga mengakibatkan timbulnya pengaruh terhadap hubungan dengan anggota keluarga terutama anaknya. Artinya bahwa ibu yang bekerja akan mempengaruhi kualitas waktunya bersama anak. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Musbikin (2013) bahwa keberadaan ibu sangat berpengaruh dalam perkembangan anak remajanya terutama dalam pergaulan anaknya dan pengasuhan dapat mempengaruhi bagaimana anak bertindak. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil analisis data, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh otoritatif dengan asertivitas siswa SMKN I, artinya ada kecenderungan semakin otoritatif pengasuhan orang tua, maka siswa akan semakin mengembangkan perilaku asertif. Kontribusi pola asuh otoritatif orang tua terhadap asertivitas siswa yaitu sebesar 9,1 %. Adapun kontribusi yang di berikan kecil, hal tersebut dikarenakan dalam mengembangkan perilaku sertif juga dipengaruhi faktor lingkungan yang lain seperti, jenis kelamin, harga diri, kebudayaan, tingkat pendidikan, tipe kepribadian dan situasi tertentu lingkungan sekitarnya. Dan pola asuh otoritatif yang diterapkan ibu bekerja juga dipengaruhi beberapa faktor dalam pengasuhan yaitu, pendidikan ibu, pengetahuan ibu, aktivitas ibu, ekonomi. dan status sosial B. Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh dan dengan adanya beberapa kelemahan dalam penelitian ini, maka ada beberapa saran yang dapat dilakukan oleh orang tua dan penelitian selanjutnya, yaitu: 1. Bagi Orang Tua Para orang tua khususnya ibu yang bekerja, disarankan untuk menerapkan pola pengasuhan yang baik kepada anak mereka. Pola pengasuhan keluarga dan proses pembelajaran dilingkungan sekitar serta sekolah akan mempengaruhi kemampuan anak untuk menjadi lebih asertif. 2. Bagi Peneliti selanjutnya Sumbangan efektif yang kecil dari variabel pola asuh ibu yang bekerja pada peningkatan asertifitas remaja bisa dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya yaitu variabelvariabel seperti, jenis kelamin, harga diri, kebudayaan, tingkat pendidikan, tipe kepribadian dan situasi tertentu lingkungan sekitarnya. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. (2011). Pengaruh pelatihan resiliensi terhadap perilaku asertif pada remaja. Prodi Psikologi 4: 130 Alberti, R. & Emmons, M. (2002). Your perfect right: Hidup lebih bahagia dengan 7 menggunakan hak. Jakarta: Elex Media Komputindo. Alberti, R. & Emmons, M. (2008). Your perfect right: Assertiveness and equality in your life and relationship. Ninth Edition. California: Impact Publisher. Azwar, S. (2015). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Bee, H., & Byond, D. (2004). The developing child. Ten Edition. Pearson Education. Branden, N. (2005). Kekuatan harga diri (The Power of SelfEsteem). Batam : Interaksara. Crouter, A. C., & McHale, S. M. (2005). The long arm of the job revisited: Parenting in dual earner families. (T. Luster, & L. Okagaki, Penyunt.) Parenting: An Ecological Perspective Second Edition, hal. 275-296. Hanif. (2005). Perbedaan tingkat agresivitas pada siswa SMU Muhammadiyah I Yogyakarta berdasar pada pola asuh dan jenis pekerjaan orang tua. Jurnal penelitian humaniora 6 (2) 145.http://eprints.ums.ac.id/ 1210/1/3.HANIF clear.pdf/22/06/10. Hurlock, E. B, (2006).Psikologiperkemban gan. Jakarta: Erlangga. Musbikin, I. (2013). Mengatasi kenakalan siswa remaja. Pekanbaru: Zanafa Publishing. Puspitasari, F. (2006). Perkawinan usia muda: Faktor-faktor pendorong & dampaknya terhadap pola asuh keluarga (Studi kasus di Desa Mandalagiri Kecamatan Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya). Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang. http://www.solexun.net/repos itory/id/hlth/CR10-Res3ind.pdf. Diakses tanggal 20/02/2015. Rakhmat, J . (2007). Persepsi dalam proses belajar mengajar. Jakarta: Rajawali Press. Santrock, J. W. Perkembangan Jakarta: Erlangga. (2007). anak. Santrock, J. W. (2007). Remaja. Jakarta: Erlangga. Shimizu, T., Kubota, S., Mishima, T. & Nagata, S. (2004). Relationship between selfesteem and assertiveness training among Japanese Hospital Nurses. Journal Occup Health46: 296-298. Sunarti, E. (2004). Mengasuh dengan hati tantangan yang menyenangkan. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Surbakti, E. B., Drs. MA. (2008). Kenakalan orangtua penyebab kenakalan remaja. Jakarta: Elex media komputindo. 8 Walgito, B. (2004). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: Andi. Wong, DL. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik . Edisi 6. Volume 1. Jakarta: EGC. Yusuf, S. L. N. (2008). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya. 9