II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Arang Aktif Arang

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Arang Aktif
Arang adalah suatu bahan padat berpori yang dihasilkan melalui proses
pirolisis dari bahan-bahan yang mengandung karbon (Kinoshita, 2001 dalam
Lempang, 2009). Arang aktif atau karbon aktif adalah arang yang konfigurasi
atom karbonnya dibebaskan dari ikatan dengan unsur lain serta rongga atau
porinya dibersihkan dari senyawa lain atau kotoran, sehingga permukaan dan
pusat aktifnya menjadi luas atau meningkatkan daya adsorbsi terhadap cairan dan
gas (Sudrajat dan Soleh, 1994).
Pada prinsipnya, pengolahan arang menjadi arang aktif adalah proses
untuk membuka pori-pori arang agar menjadi lebih luas, yaitu dari luas 2 m2/g
pada arang menjadi 300 – 2000 m2/g pada arang aktif. Arang aktif dapat
dibedakan dari arang berdasarkan sifat pada permukaannya. Permukaan pada
arang masih ditutupi oleh deposit hidrokarbon yang menghambat keaktifannya,
sedangkan pada arang aktif permukaannya relatif telah bebas dari deposit dan
mampu mengadsorbsi karena permukaannya luas dan pori-porinya telah terbuka
(Gomez-Serrano et al., 2003 dalam Lempang, 2009).
Secara umum, ukuran pori arang aktif dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu
makropori,
mesopori
dan
mikropori.
Makropori
memiliki
diameter
1000 – 100.000 Ǻ, mesopori memiliki diameter 100 – 1000 Ǻ, sedangkan
mikropori memiliki diameter kurang dari 100 Ǻ (Roy, 1995).
Pada pembuatan arang aktif, mutu produk yang dihasilkan sangat
tergantung dari bahan baku yang digunakan, bahan pengaktif, suhu dan cara
pengaktifannya (Hartoyo et al., 1990). Arang aktif dapat dibuat dari bahan
tumbuhan seperti kayu, biji-bijian, lumut, dan tempurung buah-buahan, maupun
bahan-bahan polimer sintetik seperti rayon, poliakrilonitril, dan polivinil klorida.
Sudrajat dan Soleh (1994) menjelaskan bahwa pembuatan arang aktif
dilakukan dalam dua tahap, yaitu proses karbonisasi atau destilasi kering yang
dilanjutkan dengan tahap pengaktifan atau pengeluaran senyawa yang menutupi
rongga dan pori-pori arang aktif dengan cara dehidrasi menggunakan garam jenuh
seperti MgCl2, ZnCl2, CaCl2, NaOH, H3PO4, dan lain-lain. Selanjutnya, untuk
membebaskan unsur karbon dari ikatan dengan unsur lain, terutama hidrogen dan
oksigen, dilakukan oksidasi lemah dengan uap air pada suhu tinggi (1000oC).
Pada prinsipnya, arang aktif dapat dibuat dengan dua cara, yaitu:
1.
Aktivasi cara kimia
Pada proses ini fasa pengarangan dan fasa pengaktifan berlangsung
dalam satu tahap. Bahan baku direndam dalam larutan pengaktif selama
12 - 24 jam setelah itu ditiriskan, lalu diarangkan. Dengan adanya pemanasan
pada suhu tinggi diharapkan aktivator dapat masuk di antara pelat heksagonal
dari kristalit arang yang menyebabkan terjadinya pengikisan permukaan
kristalit dan membuka permukaan arang yang tertutup sehingga menjadi aktif.
Hal ini dapat terjadi karena arang aktif dengan strukturnya yang mirip grafit
mempunyai lapisan karbon heksagonal yang tidak terapatkan, karena tiap
atom karbon mempunyai bilangan koordinasi tiga dan ikatan antar lapisan
lemah, sehingga memungkinkan terjadinya interkalasi di antara lapisan
karbon.
Pemakaian
bahan
kimia
sebagai
bahan
pengaktif
sering
mengakibatkan pengotoran pada arang aktif yang dihasilkan. Umumnya
aktivator meninggalkan sisa-sisa berupa oksida yang tidak larut dalam air
pada waktu pencucian. Oleh karena itu dalam beberapa proses sering
dilakukan pelarutan dengan HCl untuk mengikat kembali sisa-sisa bahan
kimia yang menempel pada permukaan arang dan kandungan abu yang
terdapat dalam arang aktif.
2.
Aktivasi cara fisika
Pada proses ini terdapat dua tingkat operasi, yaitu fasa pembentukan
pori dan fasa pengaktifan. Fasa pembentukan pori terjadi pada saat
pengarangan bahan baku, pada suhu 400 - 600oC. Pengarangan di atas suhu
600oC akan menghasilkan arang dengan modifikasi sifat yang sukar
diaktifkan, sedangkan arang yang dihasilkan pada suhu di bawah 600oC
sangat efektif untuk diaktivasi tetapi arang ini masih dilapisi oleh senyawa
hidrokarbon, sehingga menutupi pori arang aktif yang terbentuk. Untuk
membersihkan permukaan arang dari senyawaan ini dapat dilakukan dengan
jalan mengalirkan gas pada suhu 800 – 1000oC.
Reaksi pengaktifan dengan gas seperti H2O dan CO2 berjalan secara
endotermis, sehingga proses aktivasinya kurang efektif. Hal ini dapat diatasi
dengan memanaskan permukaan luar dari unit aktivasinya, sehingga distribusi
panas merata. Beberapa penelitian terdahulu telah mempelajari reaksi antara
arang dengan uap air pada suhu yang berbeda. Reaksi yang terjadi antara
arang dengan uap air yaitu:
→
C(H2O)
C(H2O)
→
H2
C(O)
→
CO
C
+
H2O
+
C(O)
C
+
H2
→
C(H2)
2C
+
H2O
→
C(H) +
C(OH)
C(H) +
C(OH)
→
C(H2) +
C(O)
CO
+
H2O
→
CO2
+
H2
CO
+
C(O)
→
CO2
+
C
Agar reaksi bergeser ke arah produk (mempertahankan tahap oksidasi), perlu
ditambahkan atau dialirkan sejumlah gas sebagai bahan pengaktif.
Selama aktivasi dengan gas, pelat-pelat karbon kristalit atau celah
menjadi tidak teratur dan mengalami pergeseran, sehingga permukaan
kristalit atau celah-celah menjadi terbuka, karena gas pengaktif mendorong
residu hidrokarbon seperti ter, fenol, metanol, dan senyawa lain yang
menempel pada permukaan arang. Pergeseran pelat-pelat karbon kristalit
selain membentuk pori baru, juga mengembangkan pori-pori yang sudah ada,
sehingga dari mikropori menjadi makropori (Miura et al., 2000).
Pada penelitian ini, aktivasi arang dilakukan dengan mengalirkan uap
air pada suhu 600oC dan 700oC selama 90 menit. Alat yang digunakan untuk
pembuatan arang aktif ini adalah retort (tungku) yang terbuat dari baja tahan
karat dengan ukuran panjang 1 m dan diameter 5 cm yang dililit dengan
elemen (kawat nikelin) sebagai pemanas dan dilengkapi dengan dua buah
termokopel untuk mengontrol suhu aktivasi serta dilengkapi dengan ketel
yang juga terbuat dari baja tahan karat sebagai penghasil uap bahan pengaktif
dan pendingin yang terbuat dari kaca. Bagan alat pembuatan arang aktif dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1.
Tanur untuk Membuat Arang Aktif yang Terbuat dari Baja Tahan
Karat yang Dilengkapi dengan Termokopel
Sumber: Pari, 2004.
Mekanisme proses aktivasi dengan uap panas dalam retort ini yaitu uap
air dialirkan dengan pompa ke dalam reaktor yang berisi arang yang dipanaskan
dengan mantel pemanas listrik. Uap akan bereaksi dengan arang menjadi CO2 dan
H2 secara selektif dan hasil reaksi berupa gas kemudian didinginkan dalam
kondensor dan selanjutnya gas yang terkondensasi ditampung dalam labu gelas,
sisa gas dibuang lewat cerobong. Setelah aktivasi selesai, aliran uap air dan
sumber panas dihentikan, kemudian reaktor yang telah berisi arang aktif dibiarkan
dingin sampai suhu kamar. Selanjutnya arang aktif dipindahkan ke dalam
kemasan untuk diproses lebih lanjut.
Kualitas arang aktif dievaluasi berdasarkan SNI 06-3730-1995 (BSN,
1995) yang meliputi:
1.
Kadar rendemen
Kadar rendemen adalah bobot arang aktif setelah diaktivasi berbanding bobot
arang sebelum diaktivasi. Penetapan kadar rendemen arang aktif bertujuan
untuk mengetahui arang aktif yang dihasilkan setelah melalui proses aktivasi.
Rendemen arang aktif dipengaruhi oleh temperatur dan waktu.
2.
Kadar air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Penetapan kadar air arang aktif bertujuan untuk
mengetahui sifat higroskopis dari arang aktif.
3.
Kadar zat terbang
Zat terbang merupakan zat-zat mudah menguap yang terdapat di dalam arang
aktif. Penetapan kadar zat terbang bertujuan untuk mengetahui kandungan
senyawa yang belum menguap pada proses karbonisasi dan aktivasi, tetapi
menguap pada suhu 950oC. Komponen yang terdapat dalam arang aktif
adalah air, abu, karbon terikat, nitrogen, dan sulfur. Pada pemanasan dengan
suhu 950oC, nitrogen dan sulfur akan menguap dan komponen yang menguap
inilah yang disebut sebagai zat terbang.
4.
Kadar abu
Abu merupakan residu anorganik yang tersisa setelah pemijaran atau oksidasi
sempurna bahan organik. Hasil yang didapatkan dari proses pengujian kadar
abu adalah abu berupa oksida-oksida logam dalam arang yang terdiri dari
mineral yang tidak dapat menguap pada proses pengabuan kadar abu. Abu
merupakan oksida logam yang terdiri dari kalium, natrium, magnesium,
kalsium, dan komponen logam lainnya. Penetapan kadar abu bertujuan untuk
menentukan kandungan oksida logam tersebut di atas yang terdapat dalam
arang aktif.
5.
Kadar karbon
Kadar karbon adalah persen jumlah karbon yang terdapat pada fraksi padat
hasil pembakaran selain abu dan zat-zat atsiri yang masih terdapat pada pori
arang. Kadar karbon diperoleh berdasarkan hasil pengurangan dari seluruh
berat contoh (100%) terhadap zat mudah menguap dan kadar abu. Kadar
karbon murni dapat diketahui dengan membandingkan antara nilai kadar abu
dan kadar zat terbang.
6.
Daya adsorb terhadap iodium
Penetapan daya adsorb arang aktif terhadap iodium bertujuan untuk
mengetahui kemampuan arang aktif dalam mengadsorb larutan berwarna/
kotoran. Kualitas arang aktif akan semakin baik jika daya adsorb iodiumnya
besar. Besarnya daya adsorb arang aktif terhadap iodium merupakan petunjuk
terhadap besarnya diameter pori arang aktif yang dapat dimasuki oleh
molekul yang ukurannya tidak lebih besar dari 10Å, dan banyaknya struktur
mikropori yang terbentuk.
7.
Daya adsorb terhadap biru metilena
Penetapan daya adsorb arang aktif terhadap biru metilena bertujuan untuk
mengetahui kapasitas daya adsorb arang aktif terhadap warna. Daya adsorb
arang aktif terhadap molekul yang mempunyai ukuran lebih besar diukur
berdasarkan kadar ini. Besarnya daya adsorb biru metilena menunjukkan
besarnya pori yang aktif yang dimasuki oleh molekul yang tidak lebih dari
15Å.
Beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan informasi teknis
kualitas arang aktif dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Daya Adsorb Arang Aktif yang Terbuat dari Kayu dan Tempurung
Kelapa
Sifat
Arang aktif dari kayu
Adsorbsi karbon tetraklorida (%)
40 – 50
Retensi karbon tetraklorida
13
Adsorbsi iodium (%)
90
Adsorbsi fenol (ppm)
15
Densiti (g/ml)
0,25
Kadar abu (%)
3
Sumber: FAO (1974) dalam Sudrajat dan Soleh (1994)
Arang aktif dari
tempurung kelapa
60 – 65
41
95
0,52
2
Tabel 2. Pengaruh Jenis Bahan Baku terhadap Kualitas Arang Aktif dengan Bahan
Pengaktif H3PO4 20%
Pemberian
Rendemen
uap
(%)
(menit)
Sengon
900
60
32,5
Pinus merkusii
900
60
43,3
Acacia mangium
900
60
37,5
Karet
900
60
36,8
Ekaliptus alba
900
60
33,0
Tempurung kelapa
900
60
61,3
Tempurung kelapa sawit
900
60
50,5
Serbuk gergaji kayu campuran
900
60
30,3
Sumber: Sudrajat (1993 dalam Sudrajat dan Soleh, 1994)
Jenis bahan baku
Suhu (oC)
Daya
adsorb
(mg/g)
1130,8
1090,9
1077,9
1015,1
1002,3
1105,2
1100,6
985,3
Beberapa penelitian telah menunjukkan pengaruh positif dari aplikasi
arang aktif dalam bidang pertanian. Penelitian Masulili et al. (2010) menunjukkan
bahwa aplikasi arang aktif dengan dosis 10 – 15 ton/ha menurunkan bobot isi
tanah, Al dapat dipertukarkan, dan Fe terlarut serta meningkatkan porositas tanah,
kadar air tanah tersedia, kadar C-organik, pH tanah, kadar P-tersedia, KTK tanah,
K dan Ca dapat dipertukarkan. Perbaikan sifat-sifat tanah ini meningkatkan
biomas yang dihasilkan.
Selanjutnya, Clough dan Condron (2010) mengemukakan bahwa arang
aktif memiliki kemampuan untuk memanipulasi laju siklus N dalam sistem tanah
dengan mempengaruhi laju nitrifikasi dan adsorbsi amonia dan meningkatkan
simpanan NH4+ dengan meningkatnya KTK tanah, sehingga mereduksi
kehilangan N dalam bentuk gas seperti N2O dan mengurangi pencucian nitrat.
Penelitian Namgay et al. (2010) menunjukkan aplikasi arang aktif dapat
mereduksi ketersediaan trace elements (Pb, Cu, Cd, Zn, dan As) bagi tanaman.
Hasil penelitian ini pun dapat menjadi referensi bahwa arang aktif dapat
digunakan dalam mengatasi permasalahan tanah yang terkontaminasi trace
elements.
Penelitian Yamato (2006) memberikan informasi bahwa penggunaan arang
aktif meningkatkan pH tanah, kadar N total, P2O5 tersedia, KTK, jumlah kation
dapat dipertukarkan dan kejenuhan basa, serta menurunkan kadar Al3+ dapat
dipertukarkan. Akan tetapi, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chan et
al. (2007), diketahui bahwa aplikasi arang aktif tidak meningkatkan produksi pada
tanaman lobak, bahkan pada dosis 100 ton/ha tanpa adanya penambahan pupuk N,
sedangkan penambahan arang aktif dengan dosis 50 ton/ha disertai dengan
penambahan pupuk N meningkatkan produksi, pH tanah, kadar C-organik dan
juga KTK tanah.
2. 2 Bambu sebagai Bahan Baku Arang Aktif
Bambu merupakan tumbuhan bernilai ekonomi tinggi di Pulau Jawa.
Pemakaiannya sangat luas, baik untuk keperluan sehari-hari maupun hasil-hasil
lain untuk diperdagangkan. Mulai dari akar hingga daun bambu dapat
dimanfaatkan. Pada umumnya akar bambu dimanfaatkan untuk dibuat ukiran
bambu, sedangkan buluh biasa dimanfaatkan untuk bahan bangunan, bahan
jembatan, kerajinan tangan, keranjang, mebel, alat-alat pertanian dan perikanan,
alat rumah tangga, pipa air, kertas, sumpit, tusuk gigi, tusuk satai, dan sebagainya.
Selain itu, buluh bambu digunakan sebagai alat musik tradisional maupun
modern. Buluh muda atau yang disebut rebung banyak dimanfaatkan sebagai
sayuran, dan daun bambu dapat digunakan untuk membungkus makanan (Widjaja,
2001).
Diperkirakan terdapat 1.200 – 1.300 jenis bambu di dunia, dan 143 jenis
bambu diketahui tumbuh di Indonesia. Jenis bambu yang sering ditanam di Pulau
Jawa adalah bambu andong, bambu betung, bambu tali dan bambu atter
(Nurhayati, 2000).
Nurhayati (2000) menganalisis komponen kimia lima jenis bambu. Hasil
analisis tersebut dicantumkan pada Tabel 3. Komponen kimia ini merupakan
komponen yang berperan pada proses pembuatan arang aktif berkadar tinggi yang
diinginkan. Sebaliknya untuk kadar abu, bambu memiliki kadar abu yang relatif
tinggi padahal yang diinginkan adalah kadar yang rendah.
Tabel 3. Komponen Kimia (%) Lima Jenis Bambu
Jenis bambu
Apus (Gigantochloa apus)
Ulet (Gigantochloa sp.)
Andong (Gigantochloa
pseudoarundinaceae)
Betung (Dendrocalamus
asper)
Ampel (Bambusa vulgaris)
Lignin
25,8
26,8
28,0
Selulosa
54,7
54,9
53,8
Pentosan
19,1
-
Abu
2,9
2,0
3,2
25,6
55,4
-
3,8
28,2
50,8
-
4,3
Berdasarkan data penelitian Nurhayati (1990), diketahui bahwa diameter
dan tebal buluh bambu andong dan bambu betung lebih besar dibandingkan
dengan jenis bambu lainnya yang tumbuh di Pulau Jawa. Oleh karena itu, bambu
andong dan bambu betung diasumsikan berprospek baik sebagai bahan baku
pembuatan arang aktif.
Beberapa penelitian mengenai pemanfaatan bambu sebagai arang aktif
telah dilaporkan. Penelitian Hoshi (2001) menunjukkan bahwa aplikasi arang aktif
bambu ke dalam tanah dapat mempertahankan pupuk dan pH tanah agar tetap
sesuai untuk pertumbuhan pohon teh. Tinggi dan volume pohon yang
diaplikasikan arang aktif meningkat 20 – 40% dibandingkan dengan kontrol.
Penelitian Asada et al.(2002) mengemukakan bahwa berdasarkan uji
adsorbsi arang aktif bambu yang dibuat dengan suhu aktivasi 500oC, 700oC, dan
1000oC terhadap beberapa gas berbahaya dan berbau menunjukkan bahwa suhu
aktivasi yang paling efektif berbeda-beda untuk setiap bahan kimia, sehingga
perlu pengujian lebih lanjut untuk pemanfaatan arang aktif baik sebagai adsorben
maupun penghilang bau.
2. 3 Tempurung Kelapa sebagai Bahan Baku Arang Aktif
Tempurung kelapa merupakan salah satu bagian dari produk pertanian
yang memiliki nilai ekonomis tinggi yang dapat dijadikan sebagai basis usaha.
Produk-produk hasil olahan tempurung kelapa ini diantaranya yaitu Bio-oil, liquid
smoke (asap cair), karbon aktif, tepung tempurung, dan kerajinan tangan. Arang
tempurung kelapa dimanfaatkan sebagai bahan baku di pabrik karbon aktif,
industri briket, dan bahan bakar langsung. Arang tempurung kelapa ini telah
diekspor ke berbagai negara dalam bentuk briket (bahan bakar).
Penelitian mengenai arang aktif tempurung kelapa telah dilaporkan oleh
Pari dan Abdurrohim (2003) yang membandingkan karakteristik arang aktif yang
terbuat dari tempurung kelapa, tempurung kelapa sawit, serbuk kayu dan tandan
kelapa sawit yang aktivasi pada suhu 900oC selama ± 30 menit dengan dialiri uap
air dengan perlakuan perendaman dalam NaOH 1% dan tanpa perendaman. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tempurung kelapa memiliki sifat arang yang
terbaik yaitu memiliki kadar karbon terikat yang tinggi, kadar zat terbang dan
kadar abu rendah dibandingkan dengan ketiga bahan lainnya. Selain itu, arang
aktif tempurung kelapa memiliki daya adsorb terhadap benzena, tertinggi
sehingga cocok digunakan untuk mengadsorb gas.
Sebagaimana yang telah dinyatakan sebelumnya, kualitas arang aktif
tergantung dari jenis bahan baku, teknologi pengolahan, cara dan ketepatan
penggunaanya. Pengaruh jenis bahan kimia pengaktif terhadap kualitas arang aktif
tempurung kelapa dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh jenis bahan kimia pengaktif terhadap kualitas arang aktif dari
tempurung kelapa
Bahan Kimia
Persen
(%)
Suhu
(oC)
Pemberian
Uap (menit)
Rendemen
(%)
ZnCl2
10
900
105
ZnCl2
5
900
120
H3PO4
20
900
135
H3PO4
10
900
150
NaOH
0,75
900
120
Na2CO3
0,75
900
120
Sumber: Sudrajat (1993 dalam Sudrajat dan Soleh 1994)
59,2
63,6
61,5
63,6
75,4
59,1
Daya
Adsorb
(mg/g)
1.208,8
1.185,9
1.200,3
1.171,3
1.088,8
1.087,9
2. 4 Pupuk Mikro
Unsur mikro merupakan unsur-unsur kimia yang dibutuhkan dalam jumlah
sedikit oleh makhluk hidup. Unsur-unsur tersebut terdapat sebagai unsur vital
pada beberapa enzim dan hormon pertumbuhan. Enzim yang mengandung unsurunsur mikro berperan dalam metabolisme karbohidrat (fotosintesis dan respirasi),
metabolisme N (fiksasi N2 secara biologis dan sintesis protein), metabolisme
dinding sel (sintesis lignin), penyerapan ion, produksi biji, metabolisme zat-zat
tanaman sekunder, dan ketahanan terhadap penyakit (Stevenson dan Cole, 1999).
Unsur mikro meliputi B (boron), Fe (besi), Mn (mangan), Cu (tembaga),
Zn (seng), Mo (molibden), dan Cl (klor). Konsentrasi unsur-unsur mikro sebagai
ion bebas di larutan tanah, atau sebagai kompleks kelat-logam terlarut dipengaruhi
oleh berbagai reaksi kimia, seperti fiksasi pada permukaan liat dan oksida logam,
kompleksasi dengan senyawa humat, pembentukan mineral-mineral terlarut, dan
perubahan bilangan oksidasi. Mikroorganisme dapat melarutkan mineral-mineral
dan memodifikasi potensial redoks (Eh) dan pH tanah, sehingga mempengaruhi
ketersediaan unsur mikro bagi tanaman. Daur ulang unsur hara berlangsung ketika
tanaman dikembalikan ke dalam tanah, yang merupakan proses penting pada
tanah-tanah yang mengalami defisiensi unsur mikro. Produksi agen pengkelat oleh
mikroorganisme dan sekresi dari akar tanaman akan melarutkan dan melapukkan
batuan dan mineral sehingga memfasilitasi pergerakkan unsur mikro ke dalam
akar (Stevenson dan Cole, 1999).
Unsur hara mikro di dalam tanah berasal dari beberapa sumber, yaitu:
1.
Bahan induk dan mineral dimana tanah terbentuk.
2.
Pengotor atau kontaminan dari pembenah tanah, seperti pupuk dan kapur,
pestisida, pupuk kandang dan sewage sludge (biosolid).
3.
Partikel-partikel yang terbawa melalui udara atau air dari kegiatan
pertambangan, peleburan logam, kegiatan industri, pembakaran bahan bakar
fosil, partikel tanah yang tererosi oleh angin, bahan-bahan meteorit dan
volkan yang terbawa melalui hujan.
Kekurangan atau keracunan unsur mikro terjadi apabila terdapat
ketidakseimbangan antara kebutuhan tanaman terhadap suatu unsur dengan
konsentrasi unsur tersebut pada jaringan tanaman. Ketika tanaman tidak dapat
mengumpulkan unsur dalam jumlah memadai untuk tumbuh maksimum, maka
terjadi kekurangan. Ketika tanaman mengakumulasikan unsur pada jumlah
melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk tumbuh optimal, maka gejala keracunan
akan muncul. Tidak ada aturan yang diterapkan secara umum karena setiap
spesies tanaman memiliki kebutuhan dan toleransi yang berbeda-beda.
Penanganan defisiensi unsur mikro untuk meningkatkan produksi tanaman
cukup sulit karena adanya variasi ketersediaan unsur di dalam tanah yang bersifat
temporer dan spasial. Cara yang paling mudah untuk mengatasi permasalahan ini
yaitu dengan menambahkan pupuk mikro. Aplikasi pupuk mikro secara ekonomi
cukup terjangkau. Adapun pupuk mikro dapat digolongkan sebagai berikut:
1.
Berdasarkan bentuk bahan pupuk
a.
Bentuk padat: pupuk padat dapat diberikan melalui tanah atau pun daun.
Cara melarutkan dan konsentrasi larutan tergantung pada macam
pupuknya (umumnya <2%). Pupuk mikro dalam bentuk padat misalnya
yaitu terusi (CuSO4) dan ZnSO4.
b.
Bentuk cair: pupuk cair umumnya diberikan dengan cara pemupukan
melalui daun.
2.
Berdasarkan jumlah unsur yang dikandung
a.
Pupuk mikro tunggal: yaitu hanya mengandung satu unsur mikro saja
seperti CuO yang hanya mengandung Cu dan seng fosfat yang hanya
mengandung unsur Zn.
b.
Pupuk mikro majemuk: yaitu mengandung dua atau lebih unsur mikro,
terkadang juga mengandung unsur makro.
Saat ini banyak beredar pupuk majemuk mikro maupun makro. Harga
pupuk majemuk biasanya lebih mahal karena mengandung hampir semua unsur
yang diperlukan tanaman. Merebaknya penggunaan pupuk majemuk disebabkan
oleh kemajuan teknologi keharaan tanaman dan usaha intensifikasi lahan pada
luasan yang terbatas jumlahnya.
2. 5 Pupuk Cu
Tembaga bagi tanaman berperan dalam metabolisme protein dan
karbohidrat, fiksasi simbiosis nitrogen, pembentukan lignin, dan berperan sebagai
katalis dalam aktivasi beberapa enzim.
Tanah-tanah yang terbentuk dari pasir dan batu pasir atau batuan beku
masam biasanya memiliki kadar Cu yang rendah. Tanaman yang tumbuh pada
tanah mineral dengan kadar Cu kurang dari 4 mg/kg, atau pada tanah organik
dengan kadar Cu kurang dari 20 – 30 mg/kg akan mengalami kekurangan Cu.
Defisiensi Cu biasanya ditunjukkan dengan daun layu, daun memutih, produksi
malai berkurang, dan gangguan pada pembentukan lignin. Gejala khusus yaitu
tumbuhan kerdil, ruas memendek, dan dedaunan yang berwarna kekuningan,
mudah remuk dan mengeriting. Konsentrasi Cu pada tanaman yang mengalami
defisiensi bervariasi tetapi umumnya ditemukan pada konsentrasi di bawah
2 – 3 mg/kg bahan kering (Stevenson dan Cole, 1999).
Pemupukan Cu pada umumnya berkisar antara 2 – 7 kg/ha/th. Pengaruh
residu Cu pada tanah berlangsung hingga ± 8 tahun. Di samping itu, obat-obat
pembasmi hama penyakit juga banyak menggunakan senyawa Cu, seperti bubur
bordo dan cobox. Beberapa contoh pupuk Cu dapat dilihat pada Tabel 5
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Tabel 5. Contoh Pupuk Cu
Nama
CuSO4. 5H2O
CuSO4. H2O
Cu2O
CuO
Na2Cu – EDTA
NaCu – HEDA
% Cu
25
35
89
75
13
9
Disebar
3–6
3–6
3–6
3–6
0,8 – 2,4
0,8 – 2,4
Pemupukan (kg/ha)
Dibenamkan
Daun
1,4 – 4,5
90 g Cu/100
1,4 – 4,5
liter
1,1 – 4,5
1,1 – 4,5
0,2 – 0,8
0,2 – 0,8
2. 6 Pupuk Fe
Tanaman membutuhkan sekitar 50 – 250 ppm Fe, sehingga Fe
digolongkan sebagai unsur mikro. Besi terlibat dalam proses biokimia yang
sebagian besar merupakan reaksi oksidasi-reduksi enzimatik. Besi juga terlibat
dalam respirasi dan fotosintesis. Beberapa proses enzimatis yang membutuhkan
Fe yaitu dalam aktivitas reduktase nitrat, mereduksi sitokrom-C oleh enzim flavin,
dan protein (diturunkan dari ferridoxin) yang berperan dalam pengangkutan
elektron pada proses fotosintesis (Gowariker et al., 2009).
Besi merupakan unsur mikro yang tersedia dalam jumlah yang paling
banyak. Bentuk fero (Fe2+) adalah bentuk yang paling tersedia bagi tanaman. Pada
kondisi alkali dan aerob, Fe2+ akan teroksidasi menjadi Fe3+, yang relatif tidak
tersedia bagi tanaman karena mengendap sebagai Fe(OH)3. Sifat mineral Fe relatif
stabil dalam bentuk oksida, karbonat, silikat dan sulfida. Mineral Fe dalam tanah
ataupun batuan, antara lain olivin [Mg,Fe2(SiO4)], pyrite (FeS), siderite (FeCO3),
hematite, goethite (FeOOH) dan magnetite (Fe3O4). Konsentrasi Fe dalam tanah
cukup tinggi, yaitu mencapai 50.000 ppm dan sebagian besar sebagai penyusun
fraksi tanah (Goldsmith, 1956 dalam Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Apabila kadar Fe dalam tanah < 50 ppm, tanaman akan mengalami
defisiensi Fe. Gejala yang tampak pada tanaman yaitu klorosis pada tulang daun
muda. Pada tanaman yang mengalami defisiensi berat, daun akan berwarna putih.
Defisiensi Fe dapat diatasi dengan menambahkan pupuk Fe ke dalam tanah.
Sebaliknya, besi akan bersifat racun jika kadarnya dalam bahan kering mencapai
> 300 ppm yang ditunjukkan dengan gejala daun tanaman berwarna kecoklatan
(Gowariker et al., 2009). Beberapa contoh pupuk Fe dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Contoh Pupuk Fe
Susunan Pupuk
% Fe
Anjuran Pemupukan (Kg/ha)
Dibenam
Lewat Daun
0,5 – 1,1
0,5 – 1,0
0,1 – 1,0
0,5 – 1,0
2–5
2–5
NaFe.EDTA
5 – 14
NaFe HEDTA
5–9
NaFe-EDDHA
6
Fe(SO4).7H2O
19
Fe2(SO4) 4 H2O
23
FeO
77
Fe2O3
69
Fe(NH4)PO4 H2O
29
FeSO4.6H2O. NH4(SO4)
14
NaFe. DTPA
10
Fe. MPP
5
Keterangan:
EDTA = Ethylendiamine tetra acetic acid
EDDHA = Ethylen bis alpha imino-2-hydroxy phenil acetic acid
DTPA = Diethylen triamine penta acetic acid
HEEDTA = Hydroxyethyl ethylen diamin triacetic acid
MPP = Methoxyphenylprophane
2. 7 Pupuk Zn
Seng merupakan logam berwarna putih kebiruan, yang secara alami dapat
ditemukan sebagai sphalerite, smithsonite, hemimorphite dan wurzite. Unsur seng
bagi tanaman berperan dalam beberapa sistem enzim, sintesis protein, sintesis
auxin, dan pembentukan kanji (Gowariker et al., 2009).
Tanaman dikatakan mengalami defisiensi seng apabila kadarnya kurang
dari 20 ppm, dan keracunan terjadi apabila kadarnya melebihi 400 ppm. Seng
terlibat dalam berbagai aktivitas enzimatis di tanaman. Fungsinya yaitu sebagai
logam aktivator bagi enzim seperti aldolase, lecithinase, cysteine, desulphhydrase,
histidine deaminase, carbonic anhydrase, dihydropeptidase dan glycyl-glycine
dipeptidase. Seng terlibat dalam sintesis asam amino triptofan dan produksi zat
pengatur tumbuh (auksin). Seng sangat berperan dalam proses oksidasi di dalam
sel tanaman dan untuk meningkatkan kandungan protein, tanin, gula dan lipid
dalam tanaman dan biji.
Di dalam tanah, seng terdapat dalam bentuk terlarut, dapat dipertukarkan
dan kompleks yang segera tersedia bagi tanaman. Kadar Zn dalam tanah
bervariasi dari 10 – 300 ppm dengan titik kritis bagi tanaman antara 15 – 20 ppm.
Gejala defisiensi Zn pada tanaman biasanya tampak pada daun, terkadang tampak
pada buah atau batang. Defisiensi Zn menghambat fotosintesis dan metabolisme
nitrogen, sehingga menurunkan kualitas pembungaan, perkembangan buah dan
produksi.
Seng sulfat merupakan pupuk yang sering digunakan. Pupuk ini
ditambahkan ke dalam tanah dengan dosis 5 – 15 kg/ha. Pupuk ini dapat
disemprotkan pada sayuran, buah-buahan atau bidang tanam. Sumber lainnya
yang biasa digunakan sebagai pupuk Zn yaitu seng amonium sulfat, seng kelat,
seng oksida, seng amonium fosfat, seng sulfida, seng amonium nitrat dan frit
seng. Defisiensi Zn dapat ditangani dengan menyemprotkan seng sulfat atau kelat
pada daun. Metode lainnya yaitu dengan top dressing, membungkus biji dengan
larutan atau pasta seng oksida atau seng sulfat, root dips dan penyuntikan pada
pohon.
2. 8 Pupuk Lambat Tersedia
Pupuk lambat tersedia merupakan pupuk yang mengandung unsur hara
dalam suatu bentuk yang menyebabkan penundaan ketersediaannya beberapa saat
setelah diaplikasikan, sehingga akhirnya diadsorb atau digunakan oleh tanaman,
atau memiliki waktu ketersediaan hara yang lebih lama dibandingkan dengan
“pupuk cepat tersedia” seperti urea, amonium nitrat, amonium fosfat, atau kalium
klorida. Penundaan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti
mengendalikan kelarutan bahan di dalam air (melalui pelapisan semipermeabel,
oklusi, bahan protein, polimer, atau dalam bentuk senyawa kimia lainnya),
hidrolisis lambat, dan sebagainya (UNIDO dan IFDC, 1998).
Beberapa istilah yang berkaitan dengan pupuk lambat tersedia diantaranya
yaitu:
1.
Coated Slow-Release Fertilizer
Pupuk merupakan sumber hara larut air yang pelepasannya dalam tanah
terkendali melalui pelapisan pupuk.
2.
Polymer-coated Fertilizer
Partikel pupuk dilapisi dengan resin polimer (plastik), sehingga menjadi
sumber hara lambat tersedia.
3.
Controlled-release fertilizer
Pupuk yang memiliki satu atau lebih unsur yang memiliki kelarutan yang
terbatas di dalam larutan tanah, sehingga menjadi tersedia selama masa
pertumbuhan tanaman dalam periode yang terkendali.
4.
Nitrogen stabilizer
Bahan ditambahkan ke dalam pupuk untuk memperlama waktu komponen
nitrogen dalam pupuk tetap berada di tanah dalam bentuk amoniak.
5.
Nitrification inhibitor
Bahan kimia kompleks yang mampu membunuh atau sementara mereduksi
aktivitas bakteri tanah Nitrosomonas yang berperan dalam mengubah N-NH4
dalam proses nitrifikasi. Efek ini mirip seperti pupuk lambat tersedia.
Penghambat nitrifikasi ditambahkan ke dalam produk nitrogen sebelum
aplikasi.
6.
Urease inhibitor
Bahan kimia kompleks yang memberikan efek sementara mencegah aktivitas
enzim urease dalam tanah.
Penggunaan pupuk lambat tersedia dapat menjadi solusi untuk mengatasi
permasalahan kehilangan hara karena tercuci dan menyediakan hara secara terus
menerus. Pupuk lambat tersedia merupakan produk hara yang segera tersedia,
pada umumnya pupuk ini mengandung hara yang relatif tidak mudah larut atau
hara yang dilapisi oleh bahan hidrofobik seperti parafin atau minyak sayur (Zhu et
al., 2004).
Pupuk lambat tersedia mengandung unsur hara (biasanya nitrogen) yang
tersedia dalam waktu lebih lama dibandingkan dengan pupuk pada umumnya.
Efek ini diperoleh melalui proses coating pupuk yang ada (nitrogen atau NPK)
dengan sulfur atau dengan polimer (semipermeabel) atau dengan formulasi khusus
senyawa kimia nitrogen. Pelepasan nitrogen dari pupuk lambat tersedia
dipengaruhi juga oleh temperatur dan kelembaban tanah, karena itu nitrogen akan
tersedia seiring dengan pertumbuhan tanaman (FAO, 2000).
Keuntungan utama dari penggunaan pupuk lambat tersedia yaitu
penghematan tenaga kerja (dibandingkan dengan aplikasi pemupukan bertahap,
pupuk lambat tersedia diberikan 1 kali selama masa penanaman), mengurangi
toksisitas terhadap bibit bahkan dalam aplikasi yang tinggi sekalipun dan
menghemat bahan pupuk melalui efisiensi nitrogen yang lebih baik (dengan
penambahan nitrogen 15 – 20% dosis awal diperoleh hasil yang sama dengan
dosis yang umum diberikan).
Bell (2011) merekomendasikan penggunaan pupuk lambat tersedia untuk
turfgrass. Pupuk N cepat tersedia memiliki beberapa keuntungan, seperti mudah
larut dalam air, relatif tidak mahal, dapat diaplikasikan dalam bentuk spray atau
granul dan memberikan respon yang cepat pada tanaman. Akan tetapi, pupuk
cepat tersedia mudah hilang karena penguapan atau terbawa aliran permukaan.
Walaupun pupuk lambat tersedia lebih mahal, tetapi pemupukan jarang dilakukan
sehingga dapat menghemat biaya tenaga kerja. Adapun sumber pupuk lambat
tersedia yang dapat digunakan diantaranya yaitu bahan organik (pupuk kandang,
dsb), urea metilena, urea dilapisi sulfur, atau polymer-coated urea isobutylidene
diurea.
Troeh dan Thompson (2005) menggolongkan pupuk lambat tersedia ke
dalam tiga tipe, yaitu:
1.
Pupuk mineral dengan kelarutan rendah, seperti beberapa senyawa fosfor.
2.
Pupuk nitrogen organik yang terdekomposisi secara perlahan, seperti urea
formaldehida.
3.
Pupuk granul yang ditutup dengan lapisan pelindung, seperti sulfur-coated
urea.
Sulfur-coated urea diproduksi dengan menyemprotkan sulfur yang
dicairkan pada urea granul. Laju pelepasan nitrogen dipengaruhi oleh kualitas
pelapisan. Secara umum, terdapat retakan pada sepertiga granul dan melarut
dengan cepat, sepertiga bagian lainnya memiliki ketebalan pelapisan yang
bervariasi sehingga menghasilkan pelepasan yang bertahap, dan sepertiga sisanya
memiliki lapisan tebal yang mampu menunda pelepasan hara selama masa
pertumbuhan tanaman. Substitusi atau penambahan resin atau polimer tertentu
dapat mengubah karakteristik pelepasan hingga mendekati kebutuhan tanaman.
Berdasarkan penelitian Hoshi (2001), banyak pupuk, terutama pupuk
nitrogen, digunakan di Jepang untuk menghasilkan teh berkualitas tinggi. Hal ini
menyebabkan peningkatan ongkos produksi dan akumulasi hara di lingkungan.
Berbagai metode telah diupayakan untuk mengurangi penggunaan pupuk, yaitu
dengan meningkatkan efisiensi agar pupuk tertahan lebih lama di dalam tanah.
Metode yang dapat diusahakan yaitu melalui penambahan arang aktif bambu
sehingga pupuk lebih lama bertahan di dalam tanah.
2. 9 Tanaman Akasia (Acacia crassicarpa)
Acacia crassicarpa merupakan salah satu jenis akasia tropik dan termasuk
dalam famili Leguminosae, subfamili Mimosoidea (Turnbull, 1986). Akasia yang
berasal dari Australia beradaptasi pada lingkungan yang bervariasi baik iklim
tropik maupun temperate, basah dan kering, asam dan basa serta salin dan pada
tanah yang tidak subur. Kemampuan adaptasi dan pertumbuhannya yang cepat
telah membuatnya menjadi terkenal untuk hutan tanaman di banyak negara
dengan tanah terdegradasi pada berbagai kondisi iklim.
Penyebaran jenis akasia ini berada pada 8° Lintang Selatan - 20° Lintang
Selatan, dan secara alami tumbuh di Papua New Guinea, Irian Jaya bagian selatan
dan Australia bagian selatan (Turnbull, 1986). Di Australia A. Crassicarpa
biasanya ditemukan dibelakang garis pantai berbukit pasir, di atas dataran pantai
dan kaki bukit. Jenis ini dapat tumbuh hingga ketinggian 200 m dpl, bahkan
pernah dijumpai pada ketinggian sekitar 700 m dpl dengan sebaran terbanyak
pada daerah bebas kabut, dengan rerata curah hujan tahunan berkisar
1.000 – 2.500 mm. Pohon ini tumbuh pada tipe tanah yang bervariasi termasuk
pasir pantai yang berkapur, tanah kuning yang berasal dari granit, tanah merah
dengan bahan dasar vulkanik, podsolik merah kuning dan tanah aluvial.
Pohon A. crassicarpa termasuk jenis dengan daya adaptasi dan toleransi
tinggi terhadap kondisi lingkungan yang buruk. Jenis ini dapat tumbuh pada tanah
dengan drainase buruk/ tergenang, tanah berlumpur, tanah terdegradasi, tanah
berpasir. Kemampuan tumbuh yang baik pada berbagai tempat tumbuh, tipe dan
kondisi tanah yang buruk menyebabkan jenis ini banyak dipilih untuk rehabilitasi
lahan kritis dan konservasi tanah. A. crassicarpa termasuk jenis yang tahan
terhadap kekeringan, oleh karena itu jenis ini memiliki nilai penting di daerah
semi arid dan arid.
Acacia crassicarpa termasuk jenis cepat tumbuh (fast growing species),
pertumbuhannya lebih dari 5 m setelah 16 bulan (Harwood et al., 1993). Dari
hasil uji jenis 12 tanaman cepat tumbuh pada umur 14 bulan setelah penanaman,
penambahan tinggi dan diameter A. crassicarpa adalah yang terbaik dibanding
dengan jenis-jenis akasia dan tanaman cepat tumbuh lainnya (Jayusman, 1992).
Propenan asal papua New Guinea merupakan jenis cepat tumbuh dibandingkan
asal Queensland yang ditanam di Australia, China dan Thailand (Hardwood et al.,
1993). Densitas kayu sebesar 600 - 650 kg/m3 lebih tinggi dibandingkan dengan
A. mangium dan A. auriculiformis (Clark et al., 1991)
Download