1 IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN ANALISIS SITOLOGI TANAMAN DURIAN SUKUN (DURIO ZIBETHINUS MURR.) Skripsi Jurusan/Program Studi Agronomi Oleh : Sujud Rianggono Widodo H.0104087 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara mega biodiversitas karena memiliki kawasan hutan tropika basah dengan tingkat keanekaragaman hayati tergolong tinggi di dunia. Termasuk juga dengan kekayaan keanekaragaman jenis buah-buahan tropisnya. Bahkan Indonesia merupakan salah satu dari delapan pusat keanekaragaman genetika tanaman di dunia khususnya untuk buah-buahan tropis seperti durian (Sastrapradja dan Rifai 1989 dalam Uji, 2005). Di Indonesia sendiri, telah ditemukan sekitar 27 spesies durian (Astaman, 2007). Diantara spesies tersebut terdapat sembilan jenis yang dapat dikonsumsi, yaitu D. dulcis (lahong), D. excelsus (apun), D. grandiflorus (sukang), D. graveolens (tuwala), D. kutejensis (lai), D. lowianus (teruntung), D. oxleyanus (kerantungan), durian D. testudinarum (sekura), dan D. zibethinus (durian). Lima dari sembilan jenis yang buahnya enak dimakan dilaporkan telah dibudidayakan, yaitu D. dulcis, D. grandiflorus, D. kutejensis, D. oxleyanus, dan D. zibethinus (Uji, 2005). Durio zibethinus Murr. merupakan spesies yang sangat digemari masyarakat dan paling sukses dibudidayakan. Tanaman ini termasuk tanaman musiman berasal dari Kalimantan dan Sumatera (Purba, 2005). Ada tiga belas varietas durian yang diakui keunggulannya oleh Menteri Pertanian dan disebarluaskan kepada masyarakat untuk dikembangkan. Macam varietas durian tersebut adalah: Durian Bokor (asal Majalengka), Durian Kani (introduksi dari Thailand), Durian Otong (introduksi dari Thailand), Durian Perwira (asal Majalengka), Durian Petruk (asal Jepara), Durian si Dodol (asal Kalimantan Selatan), durian si hijau (asal Kalimantan Selatan), Durian si Japang (asal Kalimantan Selatan), Durian si Mas (asal Bogor), Durian si Tokong (asal Pasar Minggu), Durian si Riwig (asal Majalengka), Durian Sukun (asal Gempolan), dan Durian Sunan (asal Boyolali) (Astaman, 2007). 1 3 Durian Sukun merupakan salah satu varietas durian yang telah dikeluarkan menteri pertanian pada tahun 1984 sebagai buah unggul, namun dalam perkembangannya sedikit sekali informasi mengenai buah ini yang dapat diperoleh. Nama dari buah durian sukun seakan tenggelam oleh durian introduksi ataupun buah durian unggul lokal lainnnya. Buah durian memiliki potensi yang besar sebagai tanaman perkebunan masa depan sehingga menyebabkan permintaan akan tanaman ini menjadi sangat besar. Namun, permasalahan yang sering muncul dalam pengembangan agribisnis buah-buahan tropis di Indonesia yaitu tidak kontinyunya suplai buah, rendahnya kualitas buah, dan sedikitnya suplai buah berkualitas, serta tingginya harga buah-buahan. Hal ini akan menyebabkan rendahnya daya saing buah-buahan Indonesia di luar negeri, bahkan di dalam negeri. Di antara permasalahan tersebut, masalah produktivitas dan kualitas buah telah diketahui dikendalikan oleh faktor genetik. Penampilan morfologi dari tanaman durian beragam tergantung dari tempat tumbuhnya. Pemilihan bibit yang tepat merupakan suatu keharusan dalam usaha pembudidayaan tanaman ini karena durian termasuk tanaman tahunan apabila terjadi kesalahan dalam pemilihan bibit kerugian yang ditanggung sangat besar. Kesalahan dalam pemilihan bibit dapat diminimalkan dengan cara mengenal morfologi durian. Mengingat morfologi dari durian bisa berubah apabila ditanam pada lingkungan yang berbeda maka penting juga untuk mengetahui sitologi dari tanaman durian. Pengenalan tanaman durian berdasarkan karakter morfologi dan sitologinya selain membantu dalam penentuan pemilihan bibit juga sebagai dasar bagi usaha pemuliaan tanaman. Melalui kegiatan pemuliaan, diharapkan dapat dihasilkan beragam kultivar unggul baru, selain memiliki produktivitas yang tinggi, juga memiliki beberapa karakter lain yang mendukung upaya peningkatan kualitas dan daya saing. Pemuliaan tanaman sendiri didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan penelitian dan pengembangan genetik tanaman (modifikasi gen ataupun kromosom) untuk merakit kultivar/varietas unggul (Carsono, 2009), sehingga 4 diperoleh durian yang berkualitas yang dapat menjadi calon kultivar unggul tanaman buah-buahan tropis. Peningkatan produksi durian diharapkan mampu menunjang sektor hortikultura nasional. B. Rumusan Masalah Deskripsi mengenai tanaman durian masih sangat sederhana dan berdasarkan penampilan morfologi padahal hampir di tiap daerah Indonesia memiliki tanaman ini. Identifikasi berdasarkan penampakan luar (fenotipe) semata kurang dapat dipercaya apabila digunakan sebagai dasar penentuan jenis tanaman khususnya untuk usaha pemuliaan tanaman karena pada tanaman dengan genotip yang sama akan menampakkan fenotipe yang berbeda pada lingkungan tempat tumbuh yang berbeda. Deskripsi berdasarkan analisis sitologi (kromosom) diharapkan dapat mendukung informasi yang lebih akurat mengenai sifat tanaman durian. Berdasarkan uraian tersebut maka masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah karakter morfologi tanaman durian sukun (Durio zibethinus Murr.) 2. Bagaimanakah sitologi tanaman durian sukun (Durio zibethinus Murr.) C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui sifat morfologi tanaman durian sukun (Durio zibethinus Murr.) 2. Mengetahui jumlah kromosom tanaman durian sukun (Durio zibethinus Murr.) 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian Sukun (Durio zibenthinus Murr.) Durian merupakan tanaman dikotil yang termasuk dalam tanaman tahunan yang berbentuk pohon yang tumbuh lurus dengan tinggi 20 - 40 m, dan mempunyai tajuk pohon yang rimbun tergantung varietasnya (Setiadi, 1999). Klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut. Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Divisio : Magnoliophyta Klas : Magnoliopsida Subkelas : Dilleniidae Ordo : Malvales Famili : Bombacaceae Genus : Durio Spesies : Durio zibethinus Murr. (Skinner, 2000) Durian memiliki sistem perakaran tunggang, sangat panjang hingga mencapai enam meter atau lebih, perpanjangan akar tunggang akan berhenti bila mencapai permukaan air. Sesudah fase perpanjangan akar tunggang berhenti, lalu terbentuk banyak akar cabang, yang terus memanjang mencari air tanah, akar cabang ini makin kebawah makin sedikit dan hanya bertahan sampai genangan air satu meter (Anonim, 1990). Batang durian tumbuh tegak, cabang akan tumbuh dan melebar kesamping. Batang durian pada umumnya agak kuat, bercabang banyak dan agak kecokelatan. Tinggi pohonnya mencapai 10-25 m, batangnya berkayu dengan permukaan agak halus khususnya durian unggul (Sunarjono, 1990). Bentuk dan ukuran daun durian antara satu kultivar dan kultivar lain berbeda. Pada umumnya daun durian berbentuk lanset, panjang berkisar antara 6-12 cm, lebar sekitar 2-4 cm, permukaan atas daun berwarna hijau tua dan bagian bawah berwarna keemasan (Untung, 2005). Pohon durian termasuk dalam tumbuhan yang berbunga ramiflorous yaitu bermunculan di cabang atau ranting, durian membentuk gugusan bunga yang terdiri atas 3-30 bunga, bunga yang berhasil jadi buah pada setiap rantingnya terdiri atas 3-15 buah. Bunga durian banyak mengandung nektar yang menarik beberapa jenis serangga. Bunga durian terletak pada tangkai yang tidak 4 6 berdaun, pada siang hari berkembang atau membuka dan pagi hari berikutnya berjatuhan, baunya tidak enak, kuncup bunga berbentuk bulat telur, benang sari ada lima berbentuk kipas (Wiryanta, 2006) Bentuk buah durian biasanya bulat, panjang, atau variasi dari kedua bentuk itu, bagian ujung dan pangkal buah meruncing. Tangkai berbentuk bulat sepanjang 3-12 cm terletak di bagian pangkal buah. Ukurannya termasuk besar, buah yang sudah matang berukuran sekitar 30-45 cm dengan lebar 2530 cm. Bobotnya antara 0,5-5 kg, tetapi sebagian besar berkisar antara 1,5-2,5 kg. Jumlah juring 5-6, satu buah berisi 5-15 butir biji sempurna, daging buah umumnya berwarna putih, bertekstur halus dan manis (Untung, 2005). B. Lingkungan Tumbuh Pemilihan lokasi dalam berkebun durian sangat penting terutama ketinggian tempat. Ketinggian tempat akan berpengaruh tehadap waktu pembungaan dan kematangan buah. Durian yang ditanam di (tempat yang tinggi akan lebih lambat waktu berbunganya dibandingkan dengan yang ditanam di dataran rendah. Begitu pula dengan proses kematangan buah. Buah yang ditanam di tempat yang tinggi akan lebih lambat masaknya dibandingkan dengan yang ditanam di tempat yang rendah. Pada ketinggian 900 m dpl pohon durian sama sekali tidak akan berbuah karena persyaratan tumbuhnya tidak sesuai, ketinggian yang ideal adalah 200-500 m dpl (Rukmana, 1996). Kisaran curah hujan yang ideal 1.500-2.500 mm per tahun. Lokasi kebun durian harus terbuka, topografinya datar atau agak miring (kemiringan tidak lebih dari 35 derajat), lama bulan basah 9-11 bulan per tahun. Tanaman ini juga bisa tumbuh di daerah beriklim sedang yang mempunyai bulan basah 7-8 bulan per tahun (Anonim, 1990). Suhu udara berkisar antara 270-320 C dan kelembaban 75-80 %. Tanaman durian lebih senang terhadap sinar matahari penuh sehingga lebih baik di tanam pada daerah terbuka dengan intensitas cahaya 60-80 % (Setiadi, 1999). Tanaman durian membutuhkan tanah gembur dan banyak mengandung bahan organik Drainase air juga harus baik karena pada tanah yang drainasenya buruk menyebabkan terjadinya busuk akar durian bisa beradaptasi dengan berbagai jenis tanah namun tanah yang paling cocok adalah tanah subur dan sedikit berpasir karena tidak tahan terhadap genangan (Winarno, 1990). Derajat kemasaman tanah (pH tanah) yang sesuai untuk tanaman durian adalah 5,5-6,5. Tanah asam tidak cocok untuk tempat tumbuh durian, tanah masam masih bisa dipakai bila sebelumnya pH tanah dinaikkan melalui pengapuran sampai keadaan netral Tanah yang netral dapat dengan mudah menyerap pupuk yang dibutuhkan tanaman, demikian juga halnya dengan durian akan tumbuh subur pada tanah netral (Setiadi, 1999). C. Karakterisasi Morfologi 7 Karakterisasi merupakan kegiatan awal untuk mengetahui variasi sifat pertumbuhan vegetatif dan generatif maupun sifat morfologi tanaman yang bertujuan untuk menghasilkan deskripsi tanaman (Suryadi dkk., 2003). Karakterisasi merupakan suatu kegiatan dalam plasma nutfah untuk mengetahui sifat morfologi yang dapat dimanfaatkan dalam membedakan antar aksesi, menilai besarnya keragaman genetik, mengindentifikasi varietas, menilai jumlah aksesi, dan sebagainya (Bermawie, 2005). Karakterisasi adalah suatu kajian yang berkaitan dengan perkenalan akan sifat-sifat khas suatu organisme dan pembeda antara fenotipe-fenotipe pada hal-hal yang bersifat heritable (interaksi gen dengan lingkungan) dan dinampakkan pada berbagai kondisi lingkungan. Karakterisasi tanaman mencakup pengenalan ciri-ciri morfologi (akar, batang, bentuk percabangan dan daun) fisiologi dan molekuler (model gen, mutasi). Karakterisasi mengarah pada deskripsi yang digunakan untuk mengidentifikasi tanaman atau diferensiasi antar tanaman dan sebagai bahan acuan gambaran sifat-sifat varietas, baik untuk pemulia, peneliti maupun petani (Hernawati, 2005 dalam Hayat, 2008 ). Koleksi yang ada dan yang telah dikarakterisasi dapat menghasilkan deskripsi yang bermanfaat sebagai materi dalam pembentukan varietas unggul baru, yang dapat dilakukan melalui introduksi, seleksi dan persilangan dengan menggunakan tetua yang terpilih dari koleksi plasma nutfah (Suryadi, dkk., 2003). Identifikasi berdasarkan karakter morfologi ini memiliki keterbatasan, diantaranya yaitu faktor lingkungan, jumlah karakter yang diamati terbatas dan adanya sifat dominan dan resesif pada tanaman. Meskipun demikian, identifikasi terhadap karakter morfologi tetap penting dan masih tetap digunakan dalam program pemuliaan tanaman karena pengamatannya sangat mudah dan cepat (Rusdiansyah, dkk., 2002 dalam Hayat, 2008) D. Analisis Kromosom Bagian terkecil dari mahkluk hidup adalah sel. Di dalam sel dari kebanyakan mahkluk terdapat kromosom, yaitu benda-benda halus berbentuk batang panjang atau pendek dan lurus atau bengkok. Kromosom adalah pembawa bahan keturunan (Crowder, 1986). Karyotipe adalah susunan kromosom secara berpasangan yang umumnya diurutkan dari ukuran terbesar dan atau berdasarkan perbandingan panjang lengan atas dan bawah (Sucipto, 2008). Dalam analisis kromosom, bahan yang umum digunakan adalah bagian tanaman yang aktif membelah (merismatis) seperti ujung akar, ujung batang, primordia daun, petala daun, ovulum muda, dan kalus. Namun yang paling umum digunakan dalam studi mitosis adalah ujung akar karena mudah tumbuh dan seragam (Setyawan dan Sutikno, 2006). 8 Fase-fase dalam pembelahan mitosis. a. Interfase : Sel belum memperlihatkan kegiatan membelah, inti sel tampak keruh, mulai tampak benang-benang kromatin yang halus. b. Profase : Benang-benang kromatin makin pendek dan tebal sehingga terbentuk kromosom. Tiap kromosom lalu membelah, memanjang dan anakan kromosom disebut kromatid. Dinding mulai menghilang dan sentriol membelah. c. Metafase : Kromosom berada di bidang tengah sel. d. Anafase : Sentriol membelah dan kedua kromatid memisahkan diri dan bergerak menuju kutub sel yang berlawanan. e. Telofase : Setiap kutub sel terbentuk stel kromosom yang identik. Serabut gelendong inti lenyap dan dinding inti terbentuk lagi. Kemudian plasma sel terbagi menjadi dua bagian yang disebut sitokinese. Sitokinese pada tumbuhan ditandai dengan terbentuknya dinding pemisah ditengah-tengah sel (Suryo, 1995). Waktu pembelahan mitosis bervariasi untuk setiap organisme yang berbeda, dalam jaringan dan tergantung pada faktor fisiologis dan faktor lingkungan. Berdasarkan fase pembelahan, kromosom dapat dilihat dengan jelas pada tahap metafase atau prometafase (De Robertis dkk., dalam Parjanto dkk., 2003). Saat paling mudah untuk menghitung banyaknya kromosom dan mempelajari morfologinya adalah pada saat kromosom mengalami pembelahan mitosis pada tahap metafase awal, karena pada fase tersebut kromosom-kromosom telah menebal dan menempatkan diri pada bidang tengah. Berdasarkan letak sentromernya, bentuk kromosom dapat dibedakan menjadi beberapa macam antara lain : 1. Kromosom Metasentrik Kromosom yang mempunyai sentromer ditengah, sehingga kromosom dibagi atas dua lengan sama panjang. Biasanya kromosom membengkok di tempat sentromer sehingga kromosom berbentuk huruf V. 2. Kromosom Submetasentrik 9 Kromosom yang mempunyai sentromer tidak ditengah, sehingga kedua lengan kromosom tidak sama panjang. Bila kromosom ini membengkok di tempat sentromer, maka kromosom berbentuk huruf J, lengan yang pendek biasanya diberi simbol (tanda) p, sedang lengan panjang q. 3. Kromosom Akrosentrik Kromosom yang mempunyai sentromer di salah satu ujungnya, sehingga kedua lengan kromosom tidak sama panjang. Biasanya kromosom ini lurus, tidak membengkok 4. Kromosom Telosentrik Kromosom yang mempunyai sentromer di salah satu ujungnya sehingga kromosom tetap lurus dan tidak terbagi atas dua lengan (Suryo, 1995). Menurut Ciupercescu dkk. (1990) dalam Parjanto dkk. (2003), Penentuan bentuk kromosom mengacu pada rasio lengan, sebagaimana terlihat di bawah ini : Bentuk kromosom Rasio lengan (r=q/p) Metasentrik (m) 1,0 < r ≤ 1,7 Submetasentrik (sm) 1,7< r ≤ 3,0 Akrosentrik (t) 3,0 < r ≤ 7,0 Telosentrik (T) > 7,0 Untuk mempermudah proses pengamatan jumlah dan morfologi kromosom, dapat dilakukan pra perlakuan yaitu dengan perusakan viskositas antara isi spindle dan sitoplasma, sehingga ikatan kromosom akan longgar dan dapat menyebar dengan baik saat akan dilakukan pengamatan. Pra-perlakuan bisa dilakukan dengan menggunakan air suling maupun zat kimia. Untuk mencegah terjadinya perubahan seperti kering dan mengkerut pada sediaan jaringan yang telah dibuat maka dapat dilakukan fiksasi. Fiksasi adalah suatu usaha manusia untuk mempertahankan elemen-elemen sel atau jaringan agar tetap pada tempatnya dan tidak mengalami perubahan bentuk maupun ukuran. Jadi fiksasi berfungsi untuk mempertahankan bentuk jaringan sedemikian rupa sehingga perubahan-perubahan bentuk atau struktur sel yang mungkin terjadi hanya sekecil mungkin (Hizume dkk., 1989). Dalam melakukan pengamatan kromosom, maka kromosom perlu diwarnai. Larutan yang biasa digunakan untuk pewarnaan kromosom antara lain acetic-orcein, iron aceto-carmin, safranin, dan lain-lain. Acetic-orcein 10 paling sering digunakan karena pembuatannya mudah, cocok digunakan pada jaringan meristem seperti ujung akar, pewarnaannya lebih cepat dibandingkan dengan larutan pewarna yang lain, dan bisa dipadukan dengan larutan fiksatif asam asetat (Gunarso, 1988). Metode pewarnaan menggunakan aceto-orcein mempunyai kelebihan yaitu gambaran mitosis akan terpulas kuat sehingga sel-selnya dapat terlihat dengan jelas. Bahan dan larutan yang dipergunakan dalam metode pewarnaan menggunakan Acetic-orcein yaitu, orcein 1 gram; asam asetat glasial 45 ml; dan aquadest 55 ml. Mula-mula asam asetat glasial dipanaskan, kemudian orcein dilarutkan ke dalamnya. Selanjutnya didinginkan dan aquadest ditambahkan, larutan tersebut dapat segera digunakan. Metode pencet (metode squash) adalah suatu metode untuk mendapatkan suatu sediaan dengan cara memencet suatu potongan jaringan atau organisme secara keseluruhan, sehingga didapatkan suatu sediaan yang tipis yang dapat diamati di bawah mikroskop. Pembuatan sediaan ini diusahakan agar supaya sel-sel terpisah satu sama lain, tetapi tidak kehilangan bentuk aslinya dan tersebar dalam suatu lapisan di atas gelas benda. Metode ini banyak dipakai dalam laboratorium Botani (Suntoro, 1983). Kromosom dapat dilihat jelas selama tahap-tahap tertentu dari pembelahan inti terutama pada tahap metafase. Preparat dengan sel-sel yang paling banyak berada dalam kondisi aktif membelah mewakili waktu optimum pembelahan sel (Wulandari dkk., 2006). Pada umumnya, jumlah kromosom merupakan suatu karakter yang stabil dalam suatu spesies serta untuk spesies-spesies yang berkerabat. Tetapi tidak menutup kemungkinan adanya perbedaan jumlah kromosom antara spesies-spesies yang berkerabat (Stace dkk., 1997). 11 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Balai Benih Tanaman Hortikultura ”RANUKITRI” Mojogedang, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah serta di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian UNS mulai bulan Juli 2008 hingga Maret 2010. B. Bahan dan Alat Penelitian 1. Morfologi 1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman durian sukun yang ada di Balai Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura “RANUKITRI“ Mojogedang, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. 1.2 Alat a) Plastik Pembungkus b) Penggaris c) Jangka Sorong d) Meteran e) Label f) Kamera g) Munsell Color Chart 2. Sitologi 2.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam analisis sitologi ini antara lain : a. Ujung akar dari kecambah durian sukun b. Larutan HCL 1 N c. Asam asetat 45%, d. Aquadest e. Larutan acetic-orcein 2% 11 12 2.2 Alat Alat yang digunakan antara lain: silet, pinset, flakon, gelas preparat, gelas penutup, penggaris, mikroskop dan photo. C. Rancangan Penelitian 1. Morfologi Penelitian merupakan penelitian survey berdasarkan pengamatan langsung melalui pencatatan data primer (sampel yang diamati) dan sekunder (data pendukung), dan pendokumentasian bagian-bagian tanaman durian sukun yaitu pada bagian vegetatif : batang dan daun, serta bagian generatif : bunga, buah, dan biji dengan pemilihan sampel secara purposive random sampling (secara sengaja), sesuai dengan kriteria yang dipilih yaitu tanaman pokok sampel yang mempunyai perawakan besar serta pernah berbunga. Pengambilan sampel terbagi sebagai berikut : a. Deskripsi pohon, data diambil dari 10 pokok sampel. b. Deskripsi daun, data diambil dari 10 sampel daun yang telah berkembang sempurna dan diambil dari 10 pokok sampel. c. Deskripsi bunga, data diambil dari rata-rata 10 sampel bunga yang telah mekar sempurna dan diambil dari 9 pokok sampel. d. Deskripsi buah, data diambil dari 4 sampel buah yang telah masak. e. Deskripsi biji, data diambil dari 20 sampel biji yang sehat. 2. Sitologi 2.1 Penyediaan bahan penelitian Bahan penelitian ini diperoleh dari akar bibit tanaman durian. Bibit tersebut didapatkan dengan cara mengecambahkan biji pada media arang sekam. 2.2 Pembuatan sediaan Pembuatan sediaan dengan metode squash (pemencetan) menggunakan ujung akar yang meristematis. Akar dipotong sepanjang 5 mm kemudian direndam dalam aquadest selama 24 jam pada suhu 50–80C. Irisan ujung akar yang telah dilakuakan pra-perlakuan 13 kemudian dihidrolisis dengan larutan HCL 1N selama 5-10 menit pada suhu kamar. Setelah dihirolisis irisan dicuci dengan aquadest. Irisan direndam dengan larutan acetic-orcein 2% selama 24 jam untuk pewarnaan. Tudung akar kemudian dihilangkan dan diambil bagian meristematis (kurang lebih 0,5 mm). Bahan kemudian diletakkan dalam gelas preparat dan ditetesi larutan asam asetat 45%, kemudian ditutup dengan gelas penutup dan ditekan dengan ibu jari. Kromosom pada tahap prametafase yang menunjukkan penyebaran yang baik dipotret dengan mikroskop-foto Nikon dan hasil gambar diolah menggunakan aplikasi adobe photoshop 7.0, kemudian dari gambar hasil olahan dapat dihitung jumlah kromosomnya D. Variabel Pengamatan 1. Morfologi Variabel yang diamati dalam mengidentifikasi morfologi tanaman Durian sukun: 1.1 Tinjauan Lokasi Pengamatan letak geografis dibedakan menjadi letak lintang, bujur, altitude, kemiringan lahan, topografi, serta curah hujan. Altitude merupakan ketinggian habitat tanaman durian sukun diukur dari permukaan laut. Pengamatan topografi bertujuan untuk menentukan tipe permukaan tanah pada daerah habitat tanaman durian sukun antara datar, bergelombang atau berbukit. Pengamatan curah hujan dilakukan untuk mengetahui jumlah curah hujan habitat tanaman durian sukun. Pengamatan tersebut dilakukan melalui pencatatan data sekunder atau pengambilan data yang sudah ada. 1.2 Sejarah Tanaman Dengan melakukan pencatatan berdasarkan hasil wawancara dari pihak yang terkait untuk mendapatkan data asal – usul tanaman. 14 1.3 Pengamatan Morfologi Tanaman Pengamatan yang dilakukan meliputi sifat morfologi pohon batang dan cabang, daun, bunga, buah, serta biji menggunakan skoring dari Bioversity (2007) dan tambahan skoring berdasarkan uraian pada buku Morfologi Tumbuhan karangan Gembong Tjitrosoepomo (2003) (lihat lampiran 1). 2. Sitologi Variabel pengamatan dalam penelitian ini adalah jumlah kromosom dari tanaman durian sukun. F. Analisis Data Identifikasi morfologi dianalisis secara deskriptif berdasarkan survei pengamatan langsung, dan pemotretan bagian-bagian tanaman durian sukun (Durio zibethinus Murr.) secara spesifik pada bagian vegetatif : batang, daun, serta bagian generatif: bunga, buah, dan biji. Data sitologis dianalisis secara deskriptif berdasarkan hasil dari gambar pemotretan yang diolah menggunakan aplikasi adobe photoshop 7.0. 15 II. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Lokasi Desa Pendem secara administratif merupakan bagian wilayah dari Kecamatan Mojogedang, Kabupaten Karanganyar yang terletak pada Propinsi Jawa Tengah paling timur berbatasan dengan propinsi Jawa Timur. Kecamatan Mojogedang mempunyai ketinggian sekitar ± 449 m di atas permukaan laut dengan luas lahan 17,23 Ha. B. Sejarah tanaman Tanaman Durian Sukun merupakan salah satu varietas tanaman buah durian yang menjadi menjadi unggulan nasional melalui SK yang dikeluarkan oleh menteri pertanian pada tahun 1984. Durian unggul ini berasal dari desa Gempolan kecamatan Kerjo, Karanganyar, Jawa Tengah. Dari data sekunder yang diperoleh dari pemilik tanaman, tanaman tersebut mempunyai umur ratusan tahun. Namun data tersebut belum lengkap berkenaan dengan pemilik asli yang telah wafat serta data tulisan yang sedikit ditemui. Tanaman yang diakui sebagai indukan dari durian sukun di habitat asli hanya berjumlah satu pohon dari sekian banyak pohon durian lokal. Dalam perkembangannya tanaman yang diakui tersebut tidak mendapat perhatian dari pihak dinas terkait, sehingga pada awal tahun 2000an indukan durian sukun mengalami kerusakan yang berakibat pada kematian. Namun sebelum mengalami kematian, oleh Dinas Balai Benih Hortikultura telah diperbanyak melalui cara perbanyakan vegetatif yakni melalui penyambungan. Menurut Prastowo, dkk. (2006), Penyambungan (grafting) adalah penggabungan dua bagian tanaman yang berlainan sedemikian rupa sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh dan tumbuh sebagai satu tanaman setelah terjadi regenerasi jaringan pada bekas luka sambungan atau tautannya. 15 16 C. Deskripsi Pohon Sebagai bahan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sampel tanaman di balai benih tanaman hortikultura ”RANUKITRI” karanganyar, tempat dimana tanaman durian sukun dibudidayakan. Dari data sekunder didapatkan data umur pohon relatif sama yakni 15 serta 10 tahun. 1. Tinggi tanaman Tabel 3.1 Tinggi tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tinggi (m) 10,5 8 8,5 10,25 8 7,75 5,75 7,75 7,5 6 Skor 5 3 3 5 3 3 1 3 2 1 Tinggi tanaman merupakan ukuran yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan ataupun parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan. Ini didasarkan atas kenyataan bahwa tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang paling mudah diamati (Sitompul dan Guritno, 1995). Pengukuran tinggi dilakukan melalui penghitungan matematis sehingga menghasilkan data yang akurat. Tanaman Durian Sukun termasuk Jenis tanaman pohon, yakni tumbuhan tinggi besar, batang berkayu, dan bercabang jauh dari permukaan tanah (Tjitrosoepomo, 2003). Tanaman Durian Sukun mempunyai tinggi rata -rata ± 8 meter dengan pohon terendah berukuran ± 6 meter dan yang tertinggi mencapai hampir 10,5 meter, sedangkan menurut Setiadi (1999), secara umum pertumbuhan tinggi pohon durian dapat mencapai 20-40 meter. 17 2. Diameter tajuk Tabel 3.2 Diameter tajuk tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Diameter tajuk (cm) 942 897 904 666 650 760 650 810 990 830 Skor 5 4 4 1 1 2 1 3 5 4 3. Bentuk tajuk tanaman Tabel 3.3 Bentuk tajuk tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Bentuk tajuk Spherical Spherical Spherical Spherical Spherical Spherical Spherical Spherical Spherical Spherical Skor 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 Bentuk kanopi tanaman durian sukun berbentuk segitiga dengan ukuran tajuk yang semakin membesar dari pangkal hingga ujung tajuk. Ada perbedaan bentuk segitiga pada tanaman durian sukun yang dikelola intensif dengan tanaman yang dikelola biasa. Pada durian sukun yang dikelola intensif, kanopi tanaman berbentuk pyramidal yang cenderung segitiga sama sisi sedangkan tanaman dikelola biasa berbentuk spherical yang lebih mendekati segitiga sama kaki dengan ukuran di tiap sisi yang hampir sama. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan pengelolaan. Pada tanaman yang dikelola intensif, dibudidayakan. tanaman sengaja dibentuk agar mudah untuk 18 4. Bentuk batang tanaman Tabel 3.4 Bentuk batang tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Bentuk batang Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Skor 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Secara sekilas batang tanaman durian adalah nampak bulat (skor 2) seperti terdapat pada tabel 3.4, namun jika dilakukan pengamatan secara seksama akan tampat adanya sudut yang tidak terlihat secara jelas 5. Warna batang luar Tabel 3.5 Warna batang luar tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Warna batang luar Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman Skor 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 6. Warna batang dalam Tabel 3.6 Warna batang dalam tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Warna batang dalam Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Skor 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 19 7. Ketebalan kulit batang Tabel 3.7 Ketebalan kulit batang tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ketebalan kulit batang (cm) 3,98 4,13 2,61 3,3 4,18 1,78 3,62 3,78 3,64 3,56 Skor 4 5 3 4 5 2 4 4 4 4 8. Keadaan permukaan batang tanaman Tabel 3.8 Keadaan permukaan batang tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Permukaan batang Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar Skor 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 9. Lapisan lilin Tabel 3.9 Lapisan lilin pada batang tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Lapisan lilin pada batang Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Skor 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20 10. Sudut percabangan Tabel 3.10 Sudut percabangan tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pola percabangan Horizontal Horizontal Horizontal Horizontal Horizontal Horizontal Horizontal Horizontal Horizontal Horizontal Skor 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Secara umum pola percabangan tanaman durian membentuk sudut mendekati 45° dari sumbu atau batang utama, seperti yang terlihat pada durian sukun yang dikelola secara biasa. Namun hal berbeda ditampakkan pada durian sukun yang dikelola intensif oleh balai benih, pola percabangan diatur membentuk sudut mendekati 90° agar mudah dalam pengelolaan. 11. Tipe percabangan Tabel 3.11 Tipe percabangan tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tipe percabangan monopodial monopodial monopodial monopodial monopodial monopodial monopodial monopodial monopodial monopodial Skor 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Cabang dari pohon durian seperti telah diuraikan diatas mempunyai sudut percabangan yang horizontal (skor 3), dengan tipe percabangan monopodial (skor 1) seperti yang terlihat pada tabel 3.10 dan 3.11. Percabangan monopodial menurut Tjitrosoepomo (2003) adalah jika batang pokok selalu tampak jelas, karena lebih besar dan lebih panjang daripada cabangcabangnya. 21 12. Letak cabang Tabel 3.12 Letak cabang tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Letak cabang (m) 0,46 0,31 0,25 0,26 0,21 0,44 0,61 0,23 0,19 0,32 Skor 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Letak cabang sendiri dari permukaan tanah sangatlah rendah seperti terlihat pada tabel 3.12, dimana letak cabang berada pada kisaran 0 – 1 meter diatas permukaan tanah (skor 1). Hal ini dikarenakan sudah adanya campur tangan pengelola dalam pembentukan cabang agar mudah pengambilan buah. 13. Warna cabang Tabel 3.13 Warna cabang tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Warna cabang tanaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman Skor 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 dalam 22 14. Bulu pada cabang Tabel 3.14 Bulu pada cabang tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Bulu pada cabang Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Skor 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 Bagi Tanaman, batang merupakan bagian tubuh tanaman yang sangat penting dan dapat disamakan dengan sumbu tubuh dan penopang tanaman (Tjitrosoepomo, 2003). Selain tinggi, batang tanaman durian sukun juga mempunyai lingkar batang yang besar. Lingkar batang diukur pada bagian bawah percabangan awal dari batang. Hal ini dilakukan karena tanaman sengaja untuk dibuat bercabang dekat dari tanah oleh pengelola balai benih, sehingga jarak percabangan dengan tanah sangatlah dekat. Dari pengukuran yang dilakukan, tanaman memiliki rerata lingkar batang 96,74 cm dengan lingkar batang terkecil adalah 89 cm dan lingkar batang terbesar dimiliki oleh pohon yang dijadikan sebagai indukan yakni sebesar 135,25 cm. Bentuk kanopi ini berkaitan dengan percabangan yang muncul di tanaman. Deskripsi batang dan tajuk pada pohon durian sukun di atas mengindikasikan bahwa pohon durian sukun mempunyai bentuk fisik yang besar dan tinggi dengan bentuk kanopi menyerupai segitiga. Bentuk pengelolaan akan mempengaruhi dalam pengamatan morfologis. Pada tanaman durian sukun yang diamati menunjukkan bahwa bentuk pengelolaan berpengaruh terhadap tinggi dan lingkar batang juga bentuk kanopi dan diameter tajuk. Bentuk kanopi dipengaruhi oleh pola percabangan. Sedangkan untuk warna dari batang durian itu sendiri adalah coklat kehitaman (skor 4) untuk batang luar serta coklat (skor 3) seperti terlihat pada tabel 3.5 dan tabel 3.6 dengan keadaan permukaan batang yang kasar 23 (skor 2, pada tabel 3.8) dan ketiadaan lapisan lilin (skor 2, tabel 3.9). Kulit batang sendiri mempunyai ketebalan yang bervariasi. Dari data tabel 3.7 di atas ketebalan dominan berada pada skor 4, yakni berkisar 3,1 cm – 4 cm. Warna cabang yang diamati pada penelitian ini adalah warna coklat kehitaman (skor 3), dengan tidak adanya bulu pada cabang seperti terlihat pada tabel 3.13 dan 3.14. Gambar 3.1 Tanaman yang dikelola biasa Gambar 3.2 Tanaman yang dikelola intensif 24 Gambar 3.3 Pembentukan cabang D. Deskripsi Daun Daun merupakan salah satu organ tumbuhan yang tumbuh dari batang dan penting bagi tumbuhan dalam melangsungkan hidupnya karena tumbuhan adalah organisme autotrof obligat. Daun pada tanaman tingkat tinggi merupakan alat fotosintesis, lembaran daun merupakan embelan pipih pada batang sehingga memperluas permukaan untuk absorbsi cahaya. Berikut adalah hasil dari karakterisasi daun durian sukun. 1. Bentuk daun Tabel 4.1 Bentuk daun tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Bangun daun oblongus oblongus oblongus oblongus oblongus oblongus oblongus oblongus oblongus oblongus Skor 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 25 2. Panjang daun Tabel 4.2 Panjang daun tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Panjang daun (cm) 15,15 16,03 20,45 15,17 16,9 15,2 14,86 14,4 18,46 16,42 Skor 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3. Lebar daun Tabel 4.3 Lebar daun tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Lebar daun (cm) 5,68 5,52 6 5,65 6,14 5,55 5,52 5,35 6,05 6 Skor 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 Bangun daun dasarnya merupakan bentuk dari bagian daun yang disebut helaian daun (lamina). Tabel 4.1 menunjukkan bahwa seluruh pokok sampel yang diamati mempunyai bangun daun oblongus. Bangun daun oblongus (memanjang) tersebut memilki perbandingan antara panjang dan lebar yang sama, yaitu 3:1. Letak bagian terlebar dari bangun daun oblongus tersebut adalah di tengah lamina-nya. Hal ini berbeda dengan Irawan (2007) yang menyatakan bahwa bagian terlebar daun terdapat di bagian atas. Pada tabel 4.2 dan tabel 4.3 daun tanaman durian berukuran panjang rata-rata 16,3 cm (klasifikasi panjang), lebar 5,75 cm (klasifikasi sedang). Menurut Hidayah (1995) peluasan dalam permukaan 26 daun berasosiasi dengan peningkatan jumlah dan ukuran kloroplas serta jumlah klorofil. 4. tebal daun Tabel 4.4 Tebal daun tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 tebal daun (cm) 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 Skor 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5. Tekstur daun Tabel 4.5 Tekstur daun tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tekstur daun perkamen perkamen perkamen perkamen perkamen perkamen perkamen perkamen perkamen perkamen Skor 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Berdasarkan pada tabel 4.4, tebal daun durian adalah 0,02 cm. Tebal ataupun tipisnya helaian daun, pada hekekatnya juga bergantung pada tebal tipisnya daging daun. Berkaitan dengan sifat tersebut, daun durian sukun termasuk daun yang mirip perkamen (perkamenteus) yaitu tipis namun kaku (tabel 4.5). 27 6. Tepi daun muda Tabel 4.6 Tepi daun muda tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tepi daun muda integer integer integer integer integer integer integer integer integer integer Skor 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 7. Tepi daun tua Tabel 4.7 Tepi daun tua tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tepi daun tua integer integer integer integer integer integer integer integer integer integer Skor 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Pada Tabel 4.6 dan tabel 4.7 menunjukkan bahwa seluruh pokok sampel yang diamati memiliki bentuk tepi daun integer (skor 1). Tepi daun ini dibentuk karena tidak adanya toreh – toreh pada tepi daun atau dapat dikatakan rata. Tepi daun yang tidak rata dapat ditemukan pada varietas Petruk yang tepi daunnya bergelombang Irawan (2007). 28 8. Bentuk ujung daun Tabel 4.8 Bentuk ujung daun tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Bentuk ujung daun Acuminate Acuminate Acuminate Acuminate Acuminate Acuminate Acuminate Acuminate Acuminate Acuminate Skor 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat diketahui bahwa seluruh pohon sampel memiliki bentuk ujung daun acuminate/acuminatus (skor 2). Bentuk ujung daun acuminatus (meruncing) tersebut menurut Tjitrosoepomo (2003) terbentuk jika besarnya sudut yang dibentuk pada pertemuan kedua tepi daun (kanan kiri ibu tulang) di puncak daun lebih kecil dari 90º, namun titik pertemuan kedua ujungnya lebih tinggi sehingga ujung daun nampak sempit dan runcing. 9. Bentuk pangkal daun Tabel 4.9 Bentuk pangkal daun tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Bentuk pangkal daun Obtusus Obtusus Obtusus Obtusus Obtusus Obtusus Obtusus Obtusus Obtusus Obtusus Skor 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 Berdasarkan Tabel 4.9 di atas, seluruh pokok sampel yang diamati memiliki bentuk pangkal daun obtusus (skor 2). Bentuk pangkal daun obtusus (tumpul) merupakan keadaan pangkal daun yang tepi daun di bagian pangkal daunmya tidak pernah bertemu, tetapi terpisah oleh 29 pangkal ibu tulang atau ujung tangkai daun dengan bentuk yang membulat. 10. Tipe kedudukan daun Tabel 4.10 Tipe kedudukan daun tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 tipe kedudukan daun tersebar tersebar tersebar tersebar tersebar tersebar tersebar tersebar tersebar tersebar Skor 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11. Rumus daun Tabel 4.11 Rumus daun tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rumus daun 2/5 2/5 2/5 2/5 2/5 2/5 2/5 2/5 2/5 2/5 Skor 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Bagian batang atau cabang tempat duduknya suatu daun disebut dengan buku-buku batang (nodus). Pada bagian ini tampak sebagai bagian batang atau cabang yang sedikit membesar. Demikian pula pada durian, daun durian sukun duduk pada nodus. Untuk mengetahui rumus daun dari suatu tanaman harus ditentukan berapa daun yang duduk pada satu buku. Pada tanaman durian, dalam satu nodus hanya terdapat satu daun atau yang biasa disebut folia sparsa seperti yang tercantum dalam tabel 4.10. Tjitrosoepomo (2003) menyatakan bahwa jika untuk mencapai daun yang tegak lurus dengan daun permulaan garis spiral (garis yang 30 menghubungkan daun-daun berturut-turut dari bawah ke atas) mengelilingi batang a kali, dan jumlah daun yang dilewati selama itu adalah b, maka perbandingan kedua bilangan tadi akan merupakan pecahan a/b, yang dinamakan rumus daun atau divergensi. Pada Tabel 4.11 menunjukkan bahwa seluruh pokok sampel yang diamati memiliki rumus daun yang sama, yakni 2/5 (skor 3). Rumus daun 2/5 artinya adalah untuk mencapai dua daun yang tegak lurus satu sama lain pada batang atau cabang diperlukan dua kali putaran (mengelilingi batang atau cabang) serta banyaknya daun yang dilewati selama putaran tadi adalah lima daun. 12. Bentuk pangkal tangkai daun Tabel 4.12 Bentuk pangkal tangkai daun tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 pangkal tangkai daun menggelembung menggelembung menggelembung menggelembung menggelembung menggelembung menggelembung menggelembung menggelembung menggelembung Skor 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13. Tepi tangkai daun Tabel 4.13 Tepi tangkai daun tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tepi tangkai daun Tidak bersayap Tidak bersayap Tidak bersayap Tidak bersayap Tidak bersayap Tidak bersayap Tidak bersayap Tidak bersayap Tidak bersayap Tidak bersayap Skor 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 31 14. Panjang tangkai daun Tabel 4.14 Panjang tangkai daun tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 panjang tangkai daun (cm) 2,1 2,8 2,38 2,14 2,44 2,06 2,33 2,24 2,35 2,13 Skor 1 5 3 1 3 1 2 2 2 1 Menurut Tjitrosoepomo (2003) tangkai daun merupakan bagian daun yang mendukung lamina dan bertugas untuk menempatkan helaian daun pada posisi sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh cahaya matahari yang sebanyak-banyaknya. Berdasarkan data pada tabel 4.12, pangkal dari tangkai daun durian sukun adalah menggelembung. Dan panjang tangkai yang ada berkisar pada angka rata – rata 2,06 – 2,35 (skor 1 dan 2). 15. Warna permukaan atas daun muda Tabel 4.15 Warna permukaan atas daun muda tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Warna permukaan atas daun muda Hijau muda Hijau muda Hijau muda Hijau muda Hijau muda Hijau muda Hijau muda Hijau muda Hijau muda Hijau muda Skor 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 32 16. Warna permukaan bawah daun muda Tabel 4.16 Warna permukaan bawah daun muda tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Warna permukaan bawah daun muda Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Skor 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 17. Warna permukaan atas daun tua Tabel 4.17 Warna permukaan atas daun tua tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Warna permukaan atas daun tua Hijau tua Hijau tua Hijau tua Hijau tua Hijau tua Hijau tua Hijau tua Hijau tua Hijau tua Hijau tua Skor 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 18. Warna permukaan bawah daun tua Tabel 4.18 Warna permukaan bawah daun tua tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Warna permukaan bawah daun Coklat muda Coklat muda Coklat muda Coklat muda Coklat muda Coklat muda Coklat muda Coklat muda Coklat muda Coklat muda Skor 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 33 Daun pada banyak dikotil (dan sebagian monokotil) bersifat dorsiventral, yaitu sifat daun dimana permukaan atas (adaxial) dan permukaan bawah (abaxial) berbeda secara morfologis (Divinkom, 2005). Berdasarkan Tabel 4.15 di atas, sepuluh sampel permukaan atas daun muda berwarna hijau muda (skor 1) sedangkan untuk daun tua berdasarkan Tabel 4.17 di atas, sepuluh sampel berwarna hijau tua (skor 3). Menurut Cahyani (2008) warna daun mencerminkan kandungan klorofil daun, semakin banyak kandungan klorofil maka warna daun akan semakin hijau. Klorofil merupakan fitokrom penting dalam proses fisiologis tanaman. Proses fotosintesis berjalan dengan bantuan klorofil, sehingga tanpa adanya klorofil fotosintesis tanaman akan terganggu. Gambar 4.1 Permukaan atas daun Gambar 4.2 Permukaan bawah daun Berdasarkan Tabel 4.16 dan tabel 4.18 di atas, pada sepuluh sampel permukaan atas daun tua maupun tua terdapat perbedaan warna, yaitu untuk daun muda berwarna coklat (skor 3) dan berwarna coklat muda untuk daun tua (skor 2). 34 19. Susunan tulang-tulang daun Tabel 4.19 Susunan tulang-tulang daun tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Susunan tulang-tulang daun Menyirip Menyirip Menyirip Menyirip Menyirip Menyirip Menyirip Menyirip Menyirip Menyirip Skor 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 Tulang-tulang daun (nervatio) adalah bagian daun yang berguna untuk memberi kekuatan pada daun dan sesungguhnya merupakan berkas-berkas pembuluh yang berfungsi sebagai jalan untuk pengangkutan air (beserta garam-garam yang terlarut didalamnya) dari tanah serta sebagai jalan untuk pengangkutan hasil-hasil asimilasi dari daun ke bagian-bagian lain yang memerlukan zat-zat itu (Tjitrosoepomo, 2003). Berdasarkan Tabel 4.19 di atas, susunan tulang daun durian sukun adalah bertulang menyirip (penninervis). Susunan ini mempunyai satu tulang ibu tulang (costa) yang berjalan dari pangkal sampai ujung daun. Dari ibu tulang tersebut keluar tulang-tulang cabang (nervus lateralis), sehingga susunannya seperti sirip pada ikan. Dalam susunan tulang cabang daun tersebut, akan tumbuh anak cabang tulang daun/urat daun (vena) begitu seterusnya dan berhenti sebelum mencapai tepi daun namun tidak pernah menyentuh tepi daun tetapi membengkok ke atas. 35 20. Aroma flush Tabel 4.20 Aroma flush (daun muda) tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Aroma flush Tidak beraroma Tidak beraroma Tidak beraroma Tidak beraroma Tidak beraroma Tidak beraroma Tidak beraroma Tidak beraroma Tidak beraroma Tidak beraroma Skor 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 Secara umum kuncup daun mengalami dormansi, kemudian kuncup akan berkembang jika kondisi lingkungan memungkinkan untuk tumbuh. Kondisi lingkungan yang dominan adalah adanya air. Air yang berlimbah karena datangnya musim hujan ataupun pengairan akan memacu tumbuhnya tunas. Kuncup daun terlindung oleh suatu adanya daun pelindung. Di dalam kuncup yang belum membuka terdiri atas calon daun dan calon kuncup. Kuncup akan tumbuh membesar jika kondisi lingkungan memadai. Kemudian jika kuncup sudah berkembang daun pelindung akan membuka menjadi dua bagian secara vertikal, dengan sisi atas (ujung) dan bawah (pangkal) berlekatan (hanya bagian tengah yang membuka) dan akan terlihat calon daun dan calon kuncup. Calon daun (masih belum membuka secara sempurna) jika sudah membesar maka daun pelindung akan gugur. Calon daun tersebut akan membuka sempurna bila sudah membesar ukurannya. Berdasarkan tabel 4.20 daun muda tidak mengeluarkan kekhasan aroma atau dengan kata lain tidak beraroma. 36 Gambar 4.3 Kuncup Daun E. Deskripsi Bunga Munculnya bunga merupakan saat dimulainya fase generatif pada suatu tanaman. Pohon durian mulai memunculkan bunga pada umur. Musim berbunga pohon durian dimulai pada bulan Juni sampai September, dan buah akan menjadi matang pada bulan Oktober sampai Februari (Astaman Made, 2007). Secara umum rumus bunga dari durian adalah Þ K (5), C 5, A 5(~), G 5 ; yang berarti bahwa bunga durian sukun adalah tanaman berbunga banci, mempunyai banyak simetri (actinomorf), berkelopak lima saling berlekatan, mempunyai lima mahkota tidak berlekatan, terdapat 5 kelompok benang sari tiap kelompok terdapat banyak benang sari dan berlekatan serta bakal buah yang terbentuk dari 5 daun buah berlekatan dan duduk menumpang di atas dasar bunga. Hasil tersebut berdasarkan penjelasan di bawah ini mengenai bunga. 1. Letak bunga Tabel 5.1 Letak bunga tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Letak bunga flos ramiflorous flos ramiflorous flos ramiflorous flos ramiflorous flos ramiflorous flos ramiflorous flos ramiflorous flos ramiflorous flos ramiflorous flos ramiflorous Skor 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 37 Bunga durian merupakan bunga lengkap yang tersusun dari bagianbagian bunga di dalam empat lingkaran (tetracyclis). Bagian-bagian bunga durian sukun terdiri atas : tangkai bunga, dasar bunga, hiasan bunga dan alat-alat kelamin jantan dan betina. Hasil pengamatan sifat morfologi letak bunga dipaparkan pada Tabel 5.1. Dari tabel tersebut tanaman durian termasuk dalam tumbuhan yang berbunga flos ramiflorous yaitu bunga yang munculnya terletak pada cabang atau ranting. Pada umumnya durian termasuk berbunga ramiflorous dan sangat jarang cauliflorous (Lim 1990 dalam Brown, 1997), dimana bunga muncul pada cabang yang tua (Davis and Bhattacharya 1974 dalam Brown, 1997). Pada durian Sukun bunga muncul dari kuncup dorman yang terdapat pada buku - buku baik yang terlihat ataupun tidak jelas terlihat. Hal ini berbeda dngan spesies durian lain yang mempunyai buah kecil (D. griffithii) dimana bunga muncul dari ketiak daun (Corner 1988 dalam Brown, 1997) 2. Tata bunga Tabel 5.2 Tata bunga tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tata bunga Bunga payung majemuk Bunga payung majemuk Bunga payung majemuk Bunga payung majemuk Bunga payung majemuk Bunga payung majemuk Bunga payung majemuk Bunga payung majemuk Bunga payung majemuk Bunga payung majemuk Skor 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Bunga pada tanaman durian termasuk dalam bunga majemuk yang tak berbatas, dimana artinya merupakan bunga dengan ciri ibu tangkainya yang dapat tumbuh secara menerus. Kemudian bunga majemuk dibagi menjadi dua yakni yang ibu tangkainya tidak dapat bercabang serta ibu tangkai dapat bercabang kembali dan durian termasuk dalam bunga majemuk berbatas yang mampu membentuk cabang kembali. Dari tabel 5.2 terlihat bahwa tanaman durian mempunyai tata bunga payung 38 majemuk. Menurut Tjitrosoepomo (2003), bunga payung majemuk yaitu suatu bunga majemuk tak berbatas yang dari ujung ibu tangkainya mengeluarkan cabang-cabang yang sama panjangnya, kemudian masingmasing cabang mempunyai cabang lagi. 3. Jumlah Bunga Pertandan Tabel 5.3 Jumlah Bunga Pertandan tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Bunga Pertandan 35 30 29 25 27 30 33 27 22 Skor 5 5 5 1 4 4 5 5 4 4 Tanaman durian sukun termasuk tumbuhan berbunga banyak (planta multiflora) yang muncul dalam satu periode tiap tahunnya. Dari tabel diatas bahwa. Dari tabel diatas diketahui bahwasannya terdapat keragaman dalam pembentukan bunga pada tanaman durian sukun, hal ini dapat diakibatkan oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal tersebut diakibatkan oleh keragaman pada batang bawah yang digunakan dalam penyambungan sewaktu perbanyakan. Sedangkan dari faktor eksternal dapat diakibatkan oleh cara budidaya yang berbeda. Secara umum bunga pada durian berkisar antara 3-30 (Wiryanta, 2006), 10-25 (Croft 1981 dalam Brown, 1997), 5-30 (Davis and Bhattacharya 1974 dalam Brown, 1997) bunga tiap malainya. 39 4. Bentuk Kuncup Bunga Tabel 5.4 Bentuk Kuncup Bunga tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Bentuk Kuncup Bunga Bulat telur Bulat telur Bulat telur Bulat telur Bulat telur Bulat telur Bulat telur Bulat telur Bulat telur Bulat telur Skor 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 5. Panjang tangkai bunga Tabel 5.5 Panjang tangkai bunga tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Panjang tangkai bunga (cm) 3,65 3,82 3,66 3,9 4,53 4,65 4,7 4,6 4,6 Skor 1 1 1 2 5 5 5 5 5 Tangkai bunga (pedicellus) merupakan bagian bunga yang masih jelas bersifat batang dan berwarna hijau. Sedangkan dasar bunga (receptaculum) merupakan ujung tangkai yang seringkali melebar, dengan ruas-ruas yang amat pendek guna menopang bagian bunga yang lain (Tjitrosoepomo, 2003). Dari data diatas tangkai bunga mempunyai panjang rata-rata 4,23 cm 40 Gambar 5.1 Tahapan proses pembungaan 6. Panjang bunga Tabel 5.6 Panjang bunga tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Panjang bunga (cm) 5,28 5,49 5,4 5,42 5,25 5,33 5,2 5,13 5,88 Skor 2 3 2 2 1 2 1 1 5 Berdasarkan tabel 5.6, didapatkan panjang rata-rata bunga durian adalah 5,37 cm. 41 7. Tebal bunga Tabel 5.7 Tebal bunga tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tebal bunga (cm) 1,71 1,73 1,76 1,81 1,74 1,75 1,73 1,94 1,91 Skor 1 1 2 3 1 1 1 5 5 Berdasarkan tabel 5.7, didapatkan panjang rata-rata bunga durian adalah 1,79 cm 8. Aroma bunga Tabel 5.8 Aroma bunga tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Aroma bunga beraroma beraroma beraroma beraroma beraroma beraroma beraroma beraroma beraroma beraroma Skor 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Berdasarkan pada tabel 5.8, semua sampel bunga durian sukun yang teramati mengeluarkan aroma. 42 9. Warna sepal bunga Tabel 5.9 Warna sepal bunga tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Warna sepal Kuning tua Kuning tua Kuning tua Kuning tua Kuning tua Kuning tua Kuning tua Kuning tua Kuning tua Kuning tua Skor 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 10. Jumlah Tajuk Kelopak Bunga Tabel 5.10 Jumlah Tajuk Kelopak Bunga tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Tajuk Kelopak Bunga 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 Skor 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Hiasan bunga (perianthum) merupakan bagian bunga yang merupakan penjelmaan daun yang masih tampak berbentuk lembaran dengan tulang atau urat-urat yang masih jelas (Tjitrosoepomo, 2003). Hiasan bunga durian sukun dapat dibedakan menjadi dua yaitu kelopak bunga (calyx) dan mahkota atau tajuk bunga (corolla). Daun-daun kelopak berguna sebagai pelindung bunga ketika masih kuncup (sebelum bunga mekar). Jika bunga telah mengadakan persarian maka kelopak akan mengalami kerontokan, demikian pula dengan kelopak pada bunga durian sukun. Pada tumbuhan yang tergolong dalam ordo malvales, di luar lingkaran kelopak bunga, terdapat daun-daun yang menyerupai kelopak yang disebut 43 dengan kelopak tambahan (epicalyx) (Tjitrosoepomo, 2003). Pada bunga durian sukun kelopak ini juga ditemukan dengan warna hijau. Kelopak tambahan tersebut menyelubungi bunga ketika masih kuncup dan akan pecah ketika bunga mulai mekar. Apabila bunga telah mekar sempurna, kelopak tambahan ini akan rontok mendahului kelopak yang asli. Berdasarkan tabel 5.10, jumlah dari kelopak bunga adalah sebanyak 5 buah. Menurut Brown (1997), pada umumnya bunga durian memiliki kelopak yang berlekatan yang terdiri atas 5 cuping. Pada bunga durian Sukun kelopak mempunyai sifat berlekatan satu sama lain (gamosepalus). Sifat perlekatan tersebut dibagi menjadi tiga yaitu: berbagi (partitus), bercangap (fissus), serta berlekuk (lobatus). Bunga durian sukun, kelopaknya termasuk dalam berlekatan berlekuk (lobatus). Menurut (Tjitrosoepomo, 2003), berlekuk artinya jika bagian yang berlekatan melebihi separuh panjang kelopak, sehingga pancung-pancungnya lebih pendek. Berdasarkan data dari tabel 5.9, kelopak bunga dari bunga durian berwarna kuning tua. Hal ini berbeda dengan bunga pada umumnya dimana kelopak biasanya berwarna hijau, seperti yang diungkap (Tjitrosoepomo, 2003), Daun-daun hiasan bunga yang merupakan lingkaran luar, biasanya hijau, lebih kecil dan lebih kasar dari hiasan bunga sebelah dalam. Selain itu pada permukaan kelopak tersebut juga dapat ditemui sisik-sisik. Menurut Nugroho, dkk. (2006), seringkali pada bagian luar daun kelopak terdapat stomata ataupun trikomata seperti pada daun. 44 11. Tipe mahkota bunga Tabel 5.11 Tipe mahkota bunga tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tipe mahkota bunga terompet terompet terompet terompet terompet terompet terompet terompet terompet terompet Skor 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 12. Warna mahkota bunga Tabel 5.12 Warna mahkota bunga tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Warna mahkota bunga Putih keabu-abuan Putih keabu-abuan Putih keabu-abuan Putih keabu-abuan Putih keabu-abuan Putih keabu-abuan Putih keabu-abuan Putih keabu-abuan Putih keabu-abuan Putih keabu-abuan Skor 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 13. Jumlah Tajuk Mahkota bunga Tabel 5.13 Jumlah Tajuk Mahkota bunga tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Tajuk Mahkota bunga 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 Skor 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 45 14. Bentuk Mahkota Bunga Tabel 5.14 Bentuk Mahkota Bunga tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Bentuk Mahkota Bunga Broad spathulate Broad spathulate Broad spathulate Broad spathulate Broad spathulate Broad spathulate Broad spathulate Broad spathulate Broad spathulate Broad spathulate Skor 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 Berdasarkan tabel 5.11, tipe mahkota bunga secara simetri, termasuk dalam golongan aktinomorf atau tajuk bunga yang mempunyai simetri banyak dan berbentuk terompet. Berdasarkan tabel 5.12 warna mahkota bunga durian secara umum adalah putih keabu-abuan. Namun jika dideskripsikan secara mendetail maka warna mahkota bunga durian sukun berwarna putih keabu-abuan dengan pangkal memiliki semburat orange tua pada sisi dalam serta semua bagian menampakkan warna putih keabuabuan pada sisi luar. Menurut Nugroho, dkk (2006), adanya warna yang bermacam-macam pada daun mahkota disebabkan oleh adanya kromoplas atau pigmen tambahan yang terdapat pada cairan sel. Warna pada bunga tersebut berfungsi menarik perhatian dari serangga sebagai penyerbuk sehingga bunga dapat mengalami penyerbukan. Berdasarkan data pada tabel 5.13, mahkota bunga durian sukun terdiri dari lima petala (daun mahkota). Mahkota tersebut lepas atau bebas satu sama lain (choripetalus). Dalam keadaan demikian pada setiap daun tajuk dapat dibedakan menjadi dua yaitu kuku daun tajuk (unguis) yakni daun tajuk yang tidak lebar dan seringkali lebih tebal daripada bagian lainnya serta helaian daun tajuk (lamina) yakni bagian yang lebar dan biasanya tipis (Tjitrosoepomo, 2003). Menurut Brown (1997), beberapa spesies durian memiliki sifat mahkota yang terpisah ketika terjadi anthesis, namun hal tersebut tidak terjadi pada spesies D. zibethinus. 46 Berdasarkan tabel 5.14, bunga durian sukun mempunyai tajuk bunga broad spathulate yaitu bentuk solet dengan sisi lamina yang lebih lebar. Bentuk tersebut akan didapatkan jika helaian tajuk bunga digelar Gambar 5.2 Tajuk bunga sisi dalam Gambar 5. 3 Tajuk bunga sisi luar 15. Tipe style Tabel 5.15 Tipe style bunga tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tipe style bunga Berombak Berombak Berombak Berombak Berombak Berombak Berombak Berombak Berombak Berombak Skor 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 47 16. Warna style-stygma Tabel 5.16 Warna style-stygma bunga tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Warna style-stygma bunga Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Skor 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 17. Bentuk Stygma Tabel 5.17 Bentuk Stygma tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Bentuk Stygma bintang bintang bintang bintang bintang bintang bintang bintang bintang bintang Skor 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 18. Panjang Tangkai Putik Tabel 5.18 Panjang Tangkai Putik tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Panjang Tangkai Putik (cm) 3,76 4,05 4,03 4,03 4,0 4,05 4,0 4,08 4,2 Skor 1 4 4 4 3 4 3 4 5 48 19. Panjang Putik Tabel 5.19 Panjang Putik tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Panjang Putik (cm) 4,45 4,82 4,72 4,85 4,82 4,77 4,8 4,95 5,06 Skor 1 4 3 4 4 3 3 5 5 20. Diameter stygma (kepala putik) Tabel 5.20 Diameter styma bunga tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Diameter styma bunga (cm) 0,22 0,26 0,23 0,25 0,25 0,25 0,24 0,22 0,27 Skor 2 4 2 3 3 3 3 2 4 21. Warna Bakal Buah Tabel 5.21 Warna Bakal Buah tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Warna Bakal Buah Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Skor 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 49 22. Kedudukan Bakal Buah Tabel 5.22 Kedudukan Bakal Buah tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kedudukan Bakal Buah Menumpang ( superus) Menumpang ( superus) Menumpang ( superus) Menumpang ( superus) Menumpang ( superus) Menumpang ( superus) Menumpang ( superus) Menumpang ( superus) Menumpang ( superus) Menumpang ( superus) Skor 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 23. Diameter bakal buah Tabel 5.23 Diameter bakal buah tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Diameter bakal buah (cm) 0,42 0,44 0,45 0,42 0,43 0,45 0,41 0,45 0,47 Skor 1 3 3 1 2 3 1 3 4 Bunga durian sukun merupakan bunga banci (hermaphroditus) yaitu bunga yang mempunyai alat kelamin jantan dan betina di dalam satu bunga. Alat kelamin betina (gynaecium) bunga durian sukun terdiri atas putik majemuk (pistillum compositus) yang terbentuk empat hingga lima daun buah (carpella) yang saling berlekatan. Tangkai kepala putik merupakan bagian putik yang biasanya berbentuk benang dan merupakan lanjutan bakal buah ke atas (Tjitrosoepomo, 2003). Dari tabel 5.15 terlihat bahwa tipe style dari bunga durian adalah berbentuk wavy, hai ini didasarkan atas bentuknya yang berombak/bergelombang. Putik durian sukun terdiri dari tiga bagian utama yaitu : bakal buah, tangkai kepala putik (stylus) dan kepala putik (stigma). Bakal buah 50 tanaman durian merupakan bakal buah menumpang (superus). Bakal buah durian sukun terdiri dari banyak ruang (multilocularis) yaitu 5 ruang dengan carpella yang saling berlekatan yang membagi ruang bakal buah namun masih berhubungan atau bersinggungan satu sama lain. Tangkai kepala putik bunga durian sukun terlihat dengan jelas karena ukurannya yang jelas. Berdasarkan tabel 5.18, panjang tangkai putik ratarata mempunyai panjang 4 cm. Kepala putik sendiri merupakan bagian putik yang paling atas dan berbentuk bintang (tabel 5.17). Warna dari kepala dan tangkai putik durian sukun adalah putih kehijauan dan oranye. Gambar 5.4 Putik bunga durian sukun Gambar 5.5 Irisan melintang bakal buah 51 24. Tipe kedudukan kepala sari Tabel 5.24 Tipe kedudukan kepala sari tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tipe kedudukan kepala sari Tegak Tegak Tegak Tegak Tegak Tegak Tegak Tegak Tegak Tegak Skor 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 25. Jumlah Benang Sari Tabel 5.25 Jumlah Benang Sari tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Benang Sari polydelphus polydelphus polydelphus polydelphus polydelphus polydelphus polydelphus polydelphus polydelphus polydelphus Skor 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 26. Warna kepala sari bunga Tabel 5.26 Warna kepala sari bunga tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Warna kepala sari putih putih putih putih putih putih putih putih putih putih Skor 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 52 27. Panjang Benang sari Tabel 5.27 Panjang Benang sari tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Panjang Benang sari (cm) 4,76 5,01 4,9 5,04 4,86 5,09 4,79 4,93 5,19 Skor 1 3 2 4 2 4 1 2 5 Benang sari / Alat kelamin jantan (androecium) tanaman durian sukun terlihat jelas duduk pada dasar bunga (Thalamiflore). Benang sari tanaman durian sukun termasuk berberkas banyak atau bertukal banyak (polydelphus). Menurut Tjitrosoepomo (2003), jika suatu bunga dimana jumlah benang sari yang banyak maka tangkai sari (fillamentum) akan tersusun menjadi beberapa kelompok dan masing – masing tangkai sari dalam berkas tersebut saling berlekatan maka disebut berberkas banyak atau bertukal banyak. Pada durian sukun benang sari terdiri dari lima berkas dan didalam masing-masing berkas tersebut terdapat 9 tangkai benang sari yang berlekatan, ataupun jika berbeda, perbedaan tersebut tidaklah jauh yakni 8 sampai 11 tangkai. Brown (1997), menyebutkan benang sari yang berada di bagian tengah lebih panjang daripada yang berada pada bagian tepi. Benang sari tersusun atas tiga bagian yaitu tangkai sari, kepala sari. Tangkai sari terusun atas jaringan dasar yaitu sel-sel parenkimatis yang mempunyai vakuola, tanpa ruang antar sel (Nugroho, dkk, 2006). Kepala sari merupakan bagian benang sari yang terdapat pada ujung benang sari. Menurut Nugroho, dkk (2006), kepala sari mempunyai struktur yang sangat komplek, terdiri dari dinding yang berlapis-lapis dimana di bagian dalam terdapat lokulus/ruang sari yang didalamnya berisi butir-butir polen. Berdasarkan tabel 5.24, duduknya kepala sari bunga durian termasuk 53 dalam keadaan tegak (innatus). Yaitu kepala sari dengan tangkainya memperlihatkan batas yang jelas. Kepala sari bersambungan pada pangkalnya dengan tangkai sari dan sambungan ini tidak memungkinkan gerak bagi kepala sarinya (Tjitrosoepomo, 2003). Gambar 5.5 Benang sari bunga durian sukun F. Deskripsi Buah Penyerbukan bunga yang berhasil ditandai dengan rontoknya bunga dan diikuti dengan pembentukan buah. Pada pembentukan buah seringkali bagian bunga selain bakal buah ikut tumbuh dan merupakan suatu bagian buah. Pada penelitian ini jumlah buah yang teramati hanya sebanyak empat sampel. Hal ini dikarenakan sifat buah durian sendiri yang masak sempurna ditandai dengan terlepasnya buah dari batang, sehingga peneliti kesulitan untuk mengambil sampel sebanyak mungkin. Selain itu pembentukan buah hanya terjadi pada beberapa tanaman sampel saja. Hasil dari deskripsi buah durian sukun adalah sebagai berikut. 1. Tipe buah berdaging Tabel 6.1 Tipe buah berdaging durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Tipe buah berdaging Buah kotak sejati Buah kotak sejati Buah kotak sejati Buah kotak sejati Skor 4 4 4 4 54 2. Bentuk buah Tabel 6.2 Bentuk buah durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Bentuk buah Ovoid Ovoid Ovoid Ovoid Skor 4 4 4 4 3. Dasar buah Tabel 6.3 Dasar buah durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Dasar buah Membulat Membulat Membulat Membulat Skor 4 4 4 4 4. Bentuk ujung buah Tabel 6.4 Bentuk ujung buah durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Bentuk ujung buah Tumpul Tumpul Tumpul Tumpul Skor 3 3 3 3 5. Warna kulit buah masak Tabel 6.5 Warna kulit buah masak durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Warna kulit buah masak Kuning Kuning Kuning Kuning Skor 2 2 2 2 6. Warna kulit buah muda Tabel 6.6 Warna kulit buah muda durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Warna kulit buah muda hijau hijau hijau hijau Skor 4 4 4 4 55 7. Warna kulit dalam Tabel 6.7 Warna kulit dalam buah durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Warna kulit dalam Putih kusam Putih kusam Putih kusam Putih kusam Skor 2 2 2 2 8. Jumlah buah tiap cabang Tabel 6.8 Jumlah buah tiap cabang tanaman durian sukun yang diamati No pokok sampel 1 2 3 8 10 Jumlah buah tiap cabang 5 2 3 1 1 Skor 2 1 1 1 1 9. Panjang tangkai buah Tabel 6.9 Panjang tangkai buah durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Panjang tangkai (cm) 6,42 6,15 7,23 6,59 Skor 2 2 2 2 10. Diameter buah durian Tabel 6.10 Diameter buah durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Diameter buah (cm) 17,21 16,81 16,24 17,54 Skor 3 2 1 4 56 11. Berat buah durian Tabel 6.11 Berat buah durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Berat buah (kg) 2,5 2,4 2,3 2,5 Skor 3 3 3 3 12. Tekstur permukaan buah muda Tabel 6.12 Tekstur permukaan buah muda durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Tekstur permukaan buah muda Keras sekali Keras sekali Keras sekali Keras sekali Skor 1 1 1 1 13. Tekstur permukaan buah tua Tabel 6.13 Tekstur permukaan buah tua durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Tekstur permukaan buah tua Lunak agak keras Lunak agak keras Lunak agak keras Lunak agak keras 14. Warna daging buah Tabel 6.14 Warna daging buah durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Warna daging buah Putih kekuningan Putih kekuningan Putih kekuningan Putih kekuningan Skor 15. Rasa buah Tabel 6.15 Rasa buah durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Rasa buah Lemah/ Tidak berasa Lemah/ Tidak berasa Lemah/ Tidak berasa Lemah/ Tidak berasa Skor 1 1 1 1 Skor 3 3 3 3 57 16. Jumlah lokus tiap buah Tabel 6.16 Jumlah lokus tiap buah durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Jumlah lokus tiap buah 22 18 19 20 Skor 5 2 3 3 17. Tebal kulit lokus Tabel 6.17 Tebal kulit lokus buah durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Tebal kulit lokus (cm) 1,1 1,1 1,1 1,1 Skor 3 3 3 3 18. Tebal daging lokus Tabel 6.18 Tebal daging lokus buah durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Tebal daging (cm) 4 3,3 3,4 4,4 Skor 4 1 1 5 19. Lebar lokus buah Tabel 6.19 Lebar lokus buah durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Lebar lokus (cm) 2,6 2,9 2,6 2,4 Skor 2 5 2 1 58 20. Panjang lokus buah Tabel 6.20 Panjang lokus buah durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Panjang lokus (cm) 5,5 4 4,9 5 Skor 5 1 3 4 Pada pengamatan yang dilakukan, buah yang terbentuk dari pohon sampel hanya terdapat pada pohon indukan saja. Sedangkan pada pohon lain yang lebih muda, pembentukan buah jarang terjadi. Hal ini diakibatkan oleh kerontokan buah yang tinggi serta adanya serangan dari hama penyakit. Pada tabel 6.8, buah hanya terbentuk pada pokok sampel 1, 2, 3, 8,dan 10. Buah pada pokok sampel tersebut adalah terdiri atas buah yang muda dan masak. Buah yang mencapai taraf masak sempurna yang dapat dijadikan sampel hanya pada pokok no 1. Sedangkan pada pokok lainnya, peneliti hanya mengamati hanya sampai fase muda saja karena buah yang terlebih dahulu rontok sebelum mencapai masak sempurna. Buah durian sukun termasuk buah sejati tunggal yang kering dalam golongan buah kotak sejati. Menurut Tjitrosoepomo (2003), buah ini terjadi dari dua daun buah atau lebih, dan mempunyai ruangan yang jumlahnya sesuai dengan banyaknya daun buah. Buah ini jika sudah masak juga akan membuka hingga bijinya keluar. Ditambahkan pula oleh Tjitrosoepomo (2003), cara membuka dari buah ini ada bermacam-macam. Salah satunya adalah dengan katup atau kelep (valva) dimana daun buah mulai lepas dari ujung buah dan tetap menempel pada pangkal, dan durian sukun termasuk dari tipe ini dengan cara membelah ruangan (loculicidus). Jumlah ruang buah pada durian sukun adalah 5. Hal ini juga dikatakan oleh Irawan (1997) bahwa ruang buah berjumlah 5 untuk durian Matahari, Hepi, Sunan, Aseupan, Sukun dan Petruk, sedangkan pada varietas Otong Daun Panjang, Otong Daun Pendek dan Kani ruang buahnya berjumlah 4-6. 59 Berdasarkan tabel 6.2 bentuk dari buah durian sukun ini adalah ovoid (bulat telur). Bentuk buah ini dicirikan dengan ujung yang agak meruncing /tumpul (tabel 6.3) serta bentuk dasar buah yang cenderung membulat (tabel 6.4). Berdasarkan tabel 6.5 dan tabel 6.6, buah durian sukun mempunyai warna kulit kuning ketika memasuki masa masak serta mempunyai warna hijau pada kulitnya ketika masih muda. Dwidjoseputro (1980) menyatakan bahwa pada buah-buahan yang telah masak, klorofil telah menghilang (terurai) dan hanya warna kuning atau merah yang kemudian nampak. Di dalam hal demikian, maka kloroplas telah berganti isi dan kemudian disebut kromoplas. Selain itu, buah durian mempunyai warna putih yang kusam pada kulit bagian dalam (Tabel 6.7). Gambar 6.1 Buah masak dan buah belum masak yang jatuh awal Menurut Hidayah (1995) dua proses yang mengakibatkan penambahan ukuran buah, yakni pembelahan dan pembesaran sel, terjadi secara berurutan. Pada umumnya, penambahan ukuran awal bergantung pada perbanyakan sel yang dimulai sebelum bunga mekar dan diteruskan setelah pembuahan. Stadium ini secara bertahap diganti oleh perluasan sel yang makan waktu paling lama. Pada tabel 6.10 dan tabel 6.11 terlihat hubungan antara diameter dengan buah, bahwasannya semakin besar diameter buah maka berat buah juga akan semakin besar. Pada tabel 6.12 dan tabel 6.13 terlihat bahwa tekstur buah muda adalah keras sekali dan buah masak adalah lembut agak keras. Pada buah masak durian pada umumnya, tekstur buah adalah creamy, namun pada durian sukun, buah masih berada dalam wujud serat yang kasar. Menjadi 60 lunaknya buah disebabkan oleh perombakan propektin yang tidak larut menjadi pektin yang larut, atau hidrolisis zat pati (seperti buah waluh) atau lemak (pada adpokat). Perubahan komponen-komponen buah ini diatur oleh enzym-enzym antara lain enzym hidroltik, poligalakturokinase, metil asetate, selullose (anonim, tanpa tahun). Menurut Haryanto dan Budiastra (tanpa tahun) lunaknya daging durian matang diduga dipengaruhi oleh kandungan pektin dalam buah. Zat pektin yang tidak larut dalam air akan berubah selama pematangan menjadi pektin yang larut dalam air. Pelunakan jaringan buah dapat pula disebabkan oleh aktifitas enzim ß galaktosidase dan ekso poligalakturonase serta aktifitas mikroba. Kualitas buah durian sering dikaitkan dengan rasa buah yang enak yakni dengan kriteria rasa manis, sedikit pahit, beraroma sedang hingga kuat. Varietas Sukun memiliki bau durian yang sangat menyengat disertai citra alkoholik yang tinggi namun jika buah dibuka seakan –akan bau dan citra alkoholik tersebut hilang. Selain itu rasa durian ini juga juga tidak memperlihatkan rasa yang gurih dan manis seperti durian pada umumnya, bahkan seperti tidak berasa apapun atau dapat dikatakan lemah rasanya (tabel 6.15). Menurut Setiadi (1999), bau yang dikeluarkan oleh buah durian disebabkan oleh belerang yang terikat pada asam butirat dan asam organik lain yang mudah menguap. Senyawa yang baunya paling khas dan menyengat adalah propanatiol dan dietil tioeter. Ragam varietas durian yang ada di Indonesia sangat bervariasi dan cukup banyak durian yang tidak beraroma dengan rasa manis. Namun dari beberapa varietas tersebut umumnya tidak mampu beradaptasi di agroekologi yang berbeda, sehingga hanya dapat berkembang di lokasi asalnya (Paimin dan Syariefa, 2003). Kemungkinan hal ini pula yang berlaku pula pada tanaman durian sukun yang ditanam tidak pada daerah asal. 61 Gambar 6.2 Tekstur buah muda Gambar 6.3 Tekstur buah masak/tua yang keras Gambar 6.4 Tekstur buah masak/tua buah yang lembut Gambar 6.5 Irisan daging yang kaku Pada buah durian, yang sering disebut dengan daging buah adalah tali pusar (funiculus) dari biji durian. Daging buah akan mulai terbentuk pada 62 minggu ke empat setelah anthesis. daging buah pada mulanya merupakan lembaran putih, kemudian berkembang menyelubungi seluruh permukaan biji. saat buah mulai masak, daging buah akan berubah warna menjadi krem, kuning atau orange tua tergantung pada kultivar. daging buah akan menjadi empuk jika buah mulai masak (Somsri, 2008). Menurut Tjitrosoepomo (2003), pada biji adakalanya tali pusar ikut tumbuh, dan berubah sifatnya menjadi salut atau selaput biji. Pada durian, salut biji termasuk dalam kategori yang berdaging atau berair dan seringkali dapat dimakan. Dari tabel diatas terlihat bahwasannya daging buah durian mempunyai ukuran panjang, lebar, serta tebal yang hampir seragam. G. Deskripsi Biji Setelah terjadi penyerbukan yang diikuti dengan pembuahan, bakal buah akan tumbuh menjadi bakal buah dan bakal biji menjadi biji. Bagi tumbuhan berbiji, biji merupakan alat perkembangbiakan yang utama, karena didalam biji terdapat calon tumbuhan baru. Menurut Tjitosoepomo (2003), semula biji duduk pada suatu tangkai yang keluar dari papan biji atau plasenta, tangkai pendukung tersebut disebut funiculus (tali pusar). Bagian biji tempat pelekatan tali pusar dinamakan pusar biji (hilus). Jika biji telah masak biasanya tali pusarnya putus, sehngga biji terlepas dari tembuninya. Bekas tali pusar umumnya telihat jelas pada biji. 1. Jumlah biji / Buah Tabel 7.1 Jumlah biji / Buah tanaman durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Jumlah biji / Buah 13 17 13 12 Skor 2 2 2 2 63 2. Jumlah biji / Lokus Tabel 7.2 Jumlah biji / Lokus tanaman durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Jumlah biji / Lokus 2 4 3 2 Skor 1 2 1 1 3. Ujung biji Tabel 7.3 Ujung biji tanaman durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Ujung biji Membulat Membulat Membulat Membulat Skor 4 4 4 4 4. Tekstur biji Tabel 7.4 Tekstur biji tanaman durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Tekstur biji Agak keras Agak keras Agak keras Agak keras Skor 3 3 3 3 5. Bentuk biji Tabel 7.5 Bentuk biji tanaman durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Bentuk biji Ovoid Ovoid Ovoid Ovoid Skor 3 3 3 3 6. Lebar biji Tabel 7.6 Lebar biji tanaman durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Lebar biji (cm) 2,7 3 2,8 3,2 Skor 1 3 1 5 64 7. Panjang biji Tabel 7.7 Panjang biji tanaman durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Panjang biji (cm) 5,5, 4,8 5,1 5 Skor 5 1 3 2 8. Ketebalan biji Tabel 7.8 Ketebalan biji tanaman durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Ketebalan biji (cm) 2,1 2,6 2,6 2,7 Skor 1 5 5 5 9. Tekstur biji dalam Tabel 7.9 Tekstur biji dalam tanaman durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Tekstur biji Agak keras Agak keras Agak keras Agak keras Skor 3 3 3 3 10. Bentuk biji dalam Tabel 7.10 Bentuk biji dalam tanaman durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Bentuk biji Ovoid Ovoid Ovoid Ovoid Skor 3 3 3 3 65 11. Warna biji Tabel 7.11 Warna biji tanaman durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Warna biji Coklat muda Coklat muda Coklat muda Coklat muda Skor 4 4 4 4 12. Warna kulit biji dalam Tabel 7.12 Warna kulit Biji Dalam tanaman durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Warna kulit Biji Coklat tua Coklat tua Coklat tua Coklat tua Skor 4 4 4 4 13. Besarnya kotilendon Tabel 7.13 Besarnya kotilendon tanaman durian sukun yang diamati No sampel 1 2 3 4 Besarnya kotilendon Besar Besar Besar Besar Skor 4 4 4 4 Biji durian terletak di dalam daging buah yang berfungsi sebagai pembungkus biji. Biji dewasa durian sukun dalam satu buah berjumlah 1317 buah (skor 2) seperti terlihat pada tabel 1, sedangkan pada tabel 2 biji durian pada tiap lokus rata-rata terdapat 2-3 biji dengan skor 2. Lebar dan panjang biji durian sukun bervariasi, hal ini nampak dari tabel 6 dan 7 yang memperlihatkan skor berbeda – beda. Untuk ketebalan, biji durian sukun memiliki biji yang dapat dikategorikan tebal. Pada penelitian sebelumnya terhadap indukan Durian sukun di habitat aslinya terdapat adanya biji yang kempes, namun dalam penilitian ini yang dilakukan di balai benih Ranukitri biji durian memperlihatkan kecenderungan pembentukan biji yang tebal. Biji Durian sukun cenderung berbentuk ovate bahkan juga speroid dalam jumlah yang sedikit (tabel 5). Biji buah 66 durian dideskripsikan oleh Gartner (1976) dalam Pramono, 2003) berbentuk bulat telur (ovoid), panjang 3,5-5,0 cm, diameter 2,5-3,5 cm. Biji durian sukun memiliki warna coklat muda (tabel 7.11) dengan tekstur biji yang agak keras (tabel 7.4). Sedangkan biji durian dalam memiliki warna coklat tua (tabel 7.12) dengan tekstur yang agak keras pula (tabel 7.9). Berdasarkan tabel 7.13, durian sukun memiliki kotiledon yang besar, ini pula yang menyebabkan durian sukun memiliki biji yang tidak kempes. Biji tergolong rekalsitran (Hofmann dan Seiner, 1989 dalam Pramono, 2003), dan berkecambah dalam waktu 3-8 hari dengan tipe perkecambahan hipogeal tetapi kadang-kadang semihipogeal (Burger, 1972 dalam Pramono, Tentahendro, 2003). Biji tipe rekalsitran memiliki laju pertumbuhan relatif yang tinggi dalam waktu singkat, namun tingkat kematian dalam perkecambahannya lebih tinggi pada biji yang lambat berkecambah (Luttge, 1997 dalam Pramono, 2003). Gambar 5.1 Biji durian normal dan kempes H. Deskripsi Sitologi Bagian terkecil dari mahkluk hidup adalah sel. Di dalam sel dari kebanyakan mahkluk terdapat kromosom, yaitu benda-benda halus berbentuk batang panjang atau pendek dan lurus atau bengkok. Kromosom adalah pembawa bahan keturunan (Crowder, 1986). Dalam analisis kromosom, bahan yang umum digunakan adalah bagian tanaman yang aktif membelah 67 (merismatis) seperti ujung akar, ujung batang, primordia daun, petala daun, ovulum muda, dan kalus. Namun yang paling umum digunakan dalam studi mitosis adalah ujung akar karena mudah tumbuh dan seragam (Setyawan dan Sutikno, 2006). Seperti halnya dalam penelitian ini, bahan yang digunakan adalah ujung akar dari biji durian yang dikecambahkan. Hal ini dilakukan agar mudah dalam pemotongan akarnya. Secara umum tahapan untuk mendapatkan kromosom ada 5, antara lain melalui tahap pra-perlakuan, fiksasi, hidrolisis (maserasi), pewarnaan dan yang terakhir adalah pemencetan (squashing). Penelitian ini semua tahapan dilalui kecuali tahap fiksasi. Fiksasi berfungsi untuk mempertahankan bentuk jaringan sedemikian rupa sehingga perubahan-perubahan bentuk atau struktur sel yang mungkin terjadi hanya sekecil mungkin (Hizume dkk., 1989). Setiap tanaman memiliki jam biologi yang mengatur waktu optimum pembelahan mitosis (Johansen, 1940 dalam Setyawan 2000). Umumnya tanaman melakukan pembelahan sel pada pagi hari (Setyawan dan Sutikno, 2000). Dalam penelitian, studi pendahuluan dilakukan pagi mulai pukul 06.00-10.00 WIB dengan rentang waktu 30 menit, dan didapatkan waktu pembelahan optimum pada pukul 09.00 – 09.30 WIB. Pra-perlakuan merupakan merupakan suatu metode untuk menjernihkan sitoplasma, melunakkan tisu, menguraikan bagian-bagian yang lebih menggumpal sehingga memungkinkan untuk dapat mengamati kromosom. Penggunaan air suling sebagai bahan dalam pra-perlakuan telah banyak dilakukan. Penggunaan air suling dapat menyebabkan kontraksi dan penyebaran kromosom dengan hasil yang memuaskan (Gunarso, 1988). Dikatakan pula oleh Gunarso (1988), bahwa air suling tersebut berfungsi sebagai pengganggu ataupun perusak keseimbangan metabolik yang diperlukan untuk berfungsinya spindel dan terpeliharanya struktur kromosom. Fiksatif diartikan sebagai proses dimana tisu dimatikan sehingga mencapai keadaan yang dikehendaki (Gunarso, 1988). Dalam penelitian ini, 68 penggunaan metode fiksatif ditiadakan karena dimungkinkan menyebabkan ketidaknampakan kromosom yang diamati. Hidrolis berfungsi dalam melarutkan lamela tengah, sehingga sel dapat dipisah-pisahkan hingga ketebalannya tinggal selapis sel. Salah satu asam yang biasa digunakan dalam adalah asam klorida (HCL). Penggunaan asam yang terlalu lama dapat mengurangi affinitas pewarna terhadap kromosom (Setyawan dan Sutikno, 2000). Pada penelitian ini kromosom yang ada kurang dapat teramati atau dengan kata lain masih belum jelas meskipun penggunaan fiksasi telah ditiadakan. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Faktor tersebut antara lain waktu pemotongan yang kurang tepat, penggunaan bahan kimia yang dapat menyebabkan kerusakan, ataupun sifat dari bahan sediaan itu sendiri yang terlalu peka atau kuat terhadap perlakuan suatu bahan kimia, sehingga pewarnaan yang terjadi belum begitu jelas. Secara umum, tanaman durian memiliki jumlah kromosom sebanyak 2n = 28 Datta and Biswas (1969). Mangenot dan Mangenot 1958, 1962 dalam Brown, (1997) menyatakan bahwa kromosom durian adalah 2n = 56. Dikatakan oleh Brown (1997), bahwa kromosom yang dinyatakan oleh Mangenot dan Mangenot merupakan tetraploid. Pada gambar 2 terlihat adanya jumlah kromosom sebanyak 2n = 22. Dilihat dari jumlahnya, durian sukun ini memiliki jumlah kromosom yang mendekati dengan jumlah kromosom Datta and Biswas (1969). Jumlah tersebut masih diragukan karena kemungkinan adanya kromosom yang masih tersembunyi akibat ketidakjelasan gambar yang dihasilkan. Pada gambar 4 terlihat adanya jumlah kromosom sebanyak 2n = 28 sesuai yang dikatakan oleh Datta and Biswas (1969). Kedua hasil pemotretan di atas sengaja tidak dilanjutkan dalam pembuatan kariotype karena kualitas kedua gambar tidak terlalu jelas. 69 Gambar 1. Sel dan kromosom pada ulangan ke-1 Gambar 2. Sel dan kromosom pada ulangan ke-1 hasil optimasi pada adobe photosop Gambar 3. Sel dan kromosom pada ulangan ke-2 Gambar 4. Sel dan kromosom pada ulangan ke-2 hasil optimasi pada adobe photosop 70 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Tanaman Durian Sukun mempunyai umur 10 – 15 tahun, tinggi rata -rata ± 8 meter, pohon terendah berukuran ± 6 meter dan tertinggi 10,5 meter, bentuk kanopi segitiga, bentuk batang bulat, tipe percabangan monopodial. 2. Daun mempunyai bangun oblongus, perkamen (perkamenteus) yaitu tipis namun kaku, bentuk tepi daun integer, ujung daun acuminatus (meruncing), pangkal daun obtusus (tumpul), tulang daun menyirip (penninervis), permukaan atas daun muda maupun tua terdapat perbedaan warna, yaitu hijau muda dan hijau tua. Pada nodus hanya terdapat satu daun (folia sparsa), memiliki rumus daun 2/5., pangkal tangkai daun menggelembung. 3. Rumus daun adalah Þ K(5), C5, A 5(~), G 5 , termasuk flos ramiflorous serta bunga majemuk yang tak berbatas (payung majemuk). 4. Buah termasuk buah sejati tunggal yang kering. bentuk buah ovoid (bulat telur), tekstur buah muda keras sekali dan buah masak adalah lembut agak keras, rasa durian tidak memperlihatkan rasa yang gurih dan manis seperti durian pada umunya. 5. Biji durian sukun berjumlah 12-17 buah, biji tebal berbentuk ovoid, warna oranye yang keabu-abuan dengan tekstur biji yang agak keras. 6. Tanaman durian sukun memiliki jumlah kromosom sebanyak 2n = 28 70 71 Saran 1. Perlunya penggunaan bahan kimia lain pada tiap tahap penelitian kromosom durian sukun untuk menghasilkan hasil gambar yang lebih baik 2. Perlu adanya penelitian mengenai perubahan yang terjadi pada buah dan biji durian. 72 DAFTAR PUSTAKA Anonim. Tanpa tahun. Peranan Ethylenen Dalam Pemasakan Buah-Buahan. http://pertanian.uns.ac.id. Diakses tanggal 9 Desember 2009. Anonim. 1990. Komoditas Andalan Sulawesi Selatan. Departemen Pertanian Ujung Pandang. Astaman, M. 2007. Durian Bukan Buah Terlarang. http://web.ipb.ac.id. Diakses tanggal 2 Juli 2008. Bermawie, N. 2005. Karakterisasi plasma nutfah tanaman, hal. 38-52. dalam Buku Pedoman Pengelolaan Plasma Nutfah Perkebunan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Bioversity. 2007. Descriptors for Durian (Durio zibethinus Murr.). http://www.bioversityinternational.org. Diakses tanggal 2 Juni 2009 Brown, M. 2007. Durio — A Bibliographic Review http://www.ipgri.cgiar.org. Diakses tanggal 3 Januari 2010. Cahyani, E. 2008. Keragaman dan heritabilitas pertumbuhan vegetatif beberapa varietas adenium (Adenium sp.) pada radiasi sinar gamma Co-60. Skripsi S1 Fakultas Pertanian UNS. Surakarta. Carsono, N. 2009. Peran Pemuliaan Tanaman dalam Meningkatkan Produksi Pertanian di Indonesia. http://pustaka.unpad.ac.id. Diakses tanggal 15 juni 2010 Crowder, L. V. 1986. Genetika Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Datta dan Biswas. 1969. Karyotype study of Durio zibethinus http://thaichemphar.sci.ku.ac.id. Diakses tanggal 2 Juni 2009. L Divinkom Universitas Udayana. 2005. Anatomi dan morfologi organ utama tanaman. http://www.fp.unud.ac. Diakses tanggal 4 Desember 2008. Dwidjoseputro, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia. Jakarta. Gunarso,W. 1988. Penuntun Praktikum Sitogenetika. Lembaga Sumberdaya Informasi-IPB. Bogor. Haryanto, B dan I. W. Budiastra, tanpa tahun. Mempelajari Hubungan Kematangan Dan Berat Jenis Durian (Durio zibhetinus, Murr). www.akademik.unsri.ac.id. Diakses tanggal 2 Juli 2008. Hayat. 2008. Morfologi Tanaman Durian. http://02genta.multiply.com. Diakses tanggal 2 juli 2008. Hidayah, E. B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. ITB. Bandung. 73 Hizume, M., A. Ohgiku and N. A. Tanaka. 1989. Chromosome Banding in the Genus Pinus II, Interspesific Variation of Flourescent Banding Pattern P. densiflora and P. thunbergii. Bot. Mag. Tokyo. 102: 25 – 36. Irawan, B., J Kusmoro dan S R Rahayuningsih. 2007. Kajian Taksonomi Kultivar Durian Di Kabupaten Subang Jawa Barat. http://pustaka.unpad.ac.id. Diakses tanggal 3 Maret 2010. Nugroho Hartanto, Purnomo, Isserep Sumardi. 2006. Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Penebar Swadaya. Jakarta. Paimin, F.R. dan E. Syariefa. 2003. Durian incaran berbagai daerah. TRUBUS 398 : 18 - 19. Parjanto, S. Moeljopawiro, W. T. Artama, dan A. Purwantoro. 2003. Kariotipe Kromosom Salak. Zuriat, 14(2): 21 – 28 Pramono, Tentahendro. 2003. Diakses tanggal 2 Juli 2008. http://www.tenta.8m.com/durian/index.html. Prastowo, N. H., J. M. Roshetko, G. E.S Maurung, E. Nugraha, J. M. Tukan, F. Harum. 2006. Tehnik Pembibitan dan Perbanyakan Vegetatif Tanaman Buah. http://www.worldagroforestry.org. Diakses tanggal 4 Desember 2008. Purba, F H K. 2005. Peluang Pasar Orientasi Ekspor Durian (Durio zibenthinus Murr.) di Indonesia. http://agribisnis.deptan.go.id. Diakses tanggal 4 Desember 2008. Rukmana R., 1996. Durian Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius, Jakarta. Setiadi, 1999. Bertanam Durian. Penebar Swadaya. Jakarta. Setyawan, A. D. dan Sutikno. 2000. Karyotipe Kromosom pada Allium sativum L. (Bawang Putih) dan Pisum Sativum L (Kacang Kapri). BioSmart. 2(1): 20 – 27. Sitompul, S. M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada Press. Yogyakarta. Somsri, S., 2008. durian: southeast asia’s king of fruits. chronic horticulture. vol 48. number 4. 2008. 19-22. www.actahort.org. Diakses tanggal 4 Desember 2009. Sucipto, A. 2008. Karyotipe. http://naksara.net/. Diakses tanggal 4 Desember 2008. Sunarjono H., 1990. Ilmu Produksi Tanaman Buah-buahan. Sinar Baru. Bandung. Suntoro, S. H. 1983. Metode Pewarnaan. Bhatara Karya Aksara, Jakarta. 74 Suryadi, Lutfhy, Yenni, K., dan Gunawan, 2003. Karakterisasi Plasma Nutfah Mentimun (Cucumus sativus). Buletin Plasma Nutfah, Lembang. Vol. 10 (1) : 28 – 31. Suryo. 1995. Sitogenetika. UGM Press. Yogyakarta. Stace, H.M., A.R. Chamoman, K.L. Lemson and J.M. Powel. 1997. Cytoevolution, Phylogeni and Taxonomi in Epacridaceae. Annals of Botany, 79: 283 – 290. Tjitrosoepomo, Gembong. 2003. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University press. Yogyakarta. Uji, T. 2005. Keanekaragaman jenis dan Sumber Plasma Nutfah Durio (Durio spp) di Indonesia. Buletin Plasma Nutfah Vol. 11. No. 1. http://www.indoplasma.or.id. Diakses tanggal 2 Juli 2008. Untung O., 2005. Durian Untuk Kebun Komersial dan Hobi. Penebar swadaya, Jakarta Untung, 2005). Winarno, 1990. Teknik Perbanyakan Cepat Buah-buahan Tropika. Pusat penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Jakarta. Wiryanta, B. T. W. 2006. Bertanam Durian. Agro Media Pustaka, Jakarta. Wulandari, P. Akhiriani, Marsusi, dan A. D. Setyawan. 2006. karyotipe Anggota genus Hippeastrum Familia Amarillidaceae. Biosmart, 8 (1): 1–7.