Dinamika Kebidanan vol. 3 no.1 Januari 2013 1 HUBUNGAN

advertisement
Dinamika Kebidanan
vol. 3 no.1 Januari 2013
HUBUNGAN STATUS PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN
MORBIDITAS PADA BAYI UMUR 7-12 BULAN DI KOTA SEMARANG
HIMMATUL FITRIYAH
TITIK SULISTYAWATI *)
*) Akademi Kebidanan Abdi Husada Semarang
Korespondensi : [email protected]
ABSTRAK
ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi. Beberapa penelitian menyatakan bayi yang diberi ASI secara
khusus terlindung dari serangan penyakit sistem pernapasan dan pencernaan. Wilayah kerja Puskesmas Sekaran
persentase penderita diare pada bayi sebesar 26 (18,30 %) bayi, dan ISPA sebesar 56 (25,78%) bayi dari
jumlah bayi di Sekaran sebanyak 187 jiwa, jumlah tersebut termasuk besar dibandingkan dengan Kelurahan
Mijen yang hanya 29 (13,4 %) bayi mengalami diare dan 23 (12 %) bayi mengalami ISPA dari jumlah 320
bayi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
morbiditas pada bayi umur 7-12 bulan di Kelurahan Sekaran.
Penelitian ini merupakan studi analitik korelasional dengan menggunakan rancangan cross sectional yang
dilaksanakan pada bulan Juni 2010. Populasi penelitian ini adalah bayi usia 7-12 bulan di Kelurahan Sekaran
Kecamatan Gunungpati kota Semarang sejumlah 94 bayi, dengan sampel sejumlah 48 orang dengan
menggunakan teknik purposif sampling. Analisis dilakukan secara univariat dengan mendistribusikan setiap
variabel penelitian dengan masing-masing proporsi. Untuk analisis secara bivariat digunakan uji Chi Square
pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian ini adalah status pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 7-12 bulan sebagian besar tidak
mendapatkan ASI eksklusif yaitu sebanyak 33 (68,80%) bayi, kejadian mobiditas diare pada bayi umur 7-12
bulan sebagian besar adalah tidak diare yaitu 29 (60,40%) bayi, kejadian mobiditas ISPA pada bayi umur 7-12
bulan sebagian besar adalah tidak terkena ISPA yaitu 34 (70,80%) bayi, ada hubungan antara status pemberian
ASI eksklusif pada bayi umur 7-12 bulan dengan kejadian morbiditas diare dengan p-value 0,000, dan tidak ada
hubungan antara status pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 7-12 bulan dengan kejadian morbiditas ISPA
dengan p-value 0,037 di Kelurahan Sekaran Kota Semarang.
Karasteristik responden di peroleh sebagian besar ibu berusia 20-35 tahun sebanyak 40 (83,30%)
responden, berpendidikan menengah atau SLTA sebanyak 32 (66,70%) responden, dan pekerjaan swasta
sebanyak 22 (45,80%) responden, umur bayi sebagian besar berumur lebih dari 10 bulan sebanyak 28 (58,30%)
bayi, status pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 7-12 bulan sebagian besar tidak mendapatkan ASI
eksklusif yaitu sebanyak 33 (68,80%) responden, kejadian mobiditas diare pada bayi umur 7-12 bulan sebagian
besar adalah tidak diare yaitu 29 (60,40%) responden, kejadian mobiditas ISPA pada bayi umur 7-12 bulan
sebagian besar adalah tidak terkena ISPA yaitu 34 (70,80%) responden, ada hubungan yang bermakna antara
status pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 7-12 bulan dengan kejadian morbiditas diare dengan p-value
0,000 di Kelurahan Sekaran Semarang.
Saran yang disampaikan yaitu untuk Dinas Kesehatan diharapkan dapat membuat program atau kebijakan
tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi karena dapat menambah kekebalan dan mencegah
terjadinya morbiditas pada bayi, diantaranya diare dan ISPA, dan ibu hendaknya aktif dalam mencari informasi
mengenai ASI eksklusif, diare, dan ISPA pada bayi dari tenaga kesehatan, media massa, dan lain-lain.
Kata Kunci : ASI eksklusif, diare, ISPA
1
Dinamika Kebidanan
vol. 3 no.1 Januari 2013
PENDAHULUAN
Pemberian ASI secara eksklusif dapat mencegah kematian balita sebanyak 13%.
Pemberian ASI pada saat dan jumlah yang tepat dapat mencegah kematian balita
sebanyak 6% sehingga pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dilanjutkan dengan
pemberian ASI sampai kurang dari 2 tahun bersama makanan pendamping ASI yang tepat
dapat mencegah kematian balita sebanyak 19% (Roesli, Suradi, 2008).
UNICEF menyatakan, sebanyak 30.000 kematian bayi di Indonesia dan 10 juta
kematian anak di dunia pada tiap tahunnya, bisa di cegah melalui pemberian ASI, secara
eksklusif selama enam bulan sejak tanggal kelahirannya, tanpa harus memberikan
makanan serta minuman tambahan bayi.meskipun manfaat memberikan ASI eksklusif
dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan anak telah diketahui secara luas, di
Indonesia bayi yang di beri ASI dari lahir hanya 65 %, namun kesadaran ibu untuk
memberikan ASI eksklusif baru sebesar 14 % saja, itupun diberikan hanya sampai bayi
berusia empat bulan (ANTARA, 2006).
Namun sayang sekali masih banyak orang yang tidak paham betul bahwa ASI
memiliki nilai yang tiada tandingannya dibandingkan dengan susu formula atau makanan
tambahan lain. Kenyataan ini mesti disosialisasikan secara lebih gencar dan terusmenerus. Tidak heran bila hasil survei membuktikan masih sedikit bayi yang menerima
ASI eksklusif sampai bayi berusia minimal 4 bulan. Dari Hasil Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2008 tercatat bahwa pemberian ASI eksklusif sampai
bayi berumur 4 bulan di Indonesia hanya 28,96%. Memang, angka pencapaian
tersebut telah meningkat sebesar 36% bila dibandingkan dengan hasil survei serupa
yang diadakan oleh WHO (World Health Organization) pada tahun 2007. Namun, bila
dibandingkan dengan
target yang harus
segera dicapai pada
tahun 2020, angka
2
Dinamika Kebidanan
vol. 3 no.1 Januari 2013
pencapaian tersebut belum menggembirakan, karena belum mencapai target 80%.
(BKKBN, 2002).
Dari suatu penelitian di Denmark tahun 2003 menemukan bahwa bayi yang diberikan
ASI sampai lebih dari 9 bulan akan menjadi dewasa yang lebih cerdas. Hal ini diduga
karena Asi mengandung DHA/AA. Bayi yang diberikan ASI eksklusif samapi 4 bln akan
menurunkan resiko sakit jantung bila mereka dewasa. ASI juga menurunkan resiko diare,
infeksi saluran nafas bagian bawah, infeksi saluran kencing, dan juga menurunkan resiko
kematian bayi mendadak. Memberikan ASI juga membina ikatan kasih sayang antara ibu
dan bayi, Karena begitu besar manfaat dari ASI maka WHO dan UNICEF menganjurkan
agar para ibu memberikan ASI eksklusif yaitu hanya memberikan ASI saja tanpa
makanan pendamping hingga bayi berusia 6 bulan (Suririnah, 2004).
ASI sering kita kenal dengan sebutan ASI eksklusif (exclusive breast feeding). Selain
khusus karena berasal dari spesies yang sama, yakni manusia, kandungan ASI bisa
menyesuaikan kebutuhan bayi dengan perkembangan usianya. ASI yang keluar saat
kelahiran sampai hari ke-4 atau ke-7 disebut kolostrum. ASI yang keluar di hari ke-7
sampai ke-10 atau ke-14 setelah kelahiran disebut ASI transisi. ASI yang keluar sesudah
hari ke-14 kelahiran disebut ASI matang. Komposisi gizi ketiga jenis ASI tersebut
masing-masing berbeda.DHA dan ARA, penyerapan pencernaan bayi tidak akan optimal,
hanya sekitar 20 persen. Padahal, DHA dan ARA yang terdapat dalam ASI bisa diserap
oleh pencernaan bayi sebanyak 100 persen dengan bantuan enzim lipase yang terdapat
pada ASI (Roesli, 2010).
Penelitian menunjukkan, bayi yang diberi ASI secara khusus terlindung dari serangan
penyakit sistem pernapasan dan pencernaan diantaranya yaitu diare dan ISPA. Hal itu
disebabkan zat-zat kekebalan tubuh di dalam ASI memberikan perlindungan langsung
3
Dinamika Kebidanan
vol. 3 no.1 Januari 2013
melawan serangan penyakit. Sifat lain dari ASI yang juga memberikan perlindungan
terhadap
penyakit
adalah
penyediaan
lingkungan
yang
ramah
bagi
bakteri
”menguntungkan” yang disebut ”flora normal”. Keberadaan bakteri ini menghambat
perkembangan bakteri, virus dan parasit berbahaya. Tambahan lagi, telah dibuktikan pula
bahwa terdapat unsur-unsur di dalam ASI yang dapat membentuk sistem kekebalan
melawan penyakit-penyakit menular dan membantunya agar bekerja dengan benar.
Karena telah diramu secara istimewa, ASI merupakan makanan yang paling mudah
dicerna bayi. Meskipun sangat kaya akan zat gizi, ASI sangat mudah dicerna sistem
pencernaan bayi yang masih rentan. Karena itulah bayi mengeluarkan lebih sedikit energi
dalam mencerna ASI, sehingga ia dapat menggunakan energi selebihnya untuk kegiatan
tubuh lainnya, pertumbuhan dan perkembahan organ (yahya, 2005).
Penambahan makanan selain ASI pada usia yang terlalu dini dapat meningkatkan
kesakitan(morbiditas) diantaranya diare dan ISPA. Bayi tersebut akan mudah terkena
infeksi saluran pencernaan maupun pernafasan.Angka kematian bayi di Indonesia yang
cukup tinggi diantaranya di sebabkan oleh tingginya kejadian infeksi saluran pencernaan
dan pernafasan pada bayi. Jika di bandingkan dengan negara ASEAN lainnya 51 per 1000
kelahiran (Depkes, 2003).
Diare Infeksius adalah suatu keadaan dimana anak sering buang air besar dengan tinja
yang encer sebagai akibat dari suatu infeksi. Diare (mencret) terutama pada Balita Sangat
Berbahaya. Karena dapat menyebabkan kematian akibat kekurangan cairan. Kematian
akibat diare (mencret) dapat dicegah. Sebagian besar diare akut (diare mendadak) pada
anak dapat disembuhkan hanya dengan pemberian cairan dan meneruskan pemberian
makanan saja. Penyakit diare dapat dicegah melalui: Pemberian ASI (Air Susu Ibu), dan
pemberian makanan pendamping ASI yang bersih dan bergizi setelah bayi berumur 6
bulan (Milis Balita, 2009).
4
Dinamika Kebidanan
vol. 3 no.1 Januari 2013
Batuk pilek (common cold) adalah infeksi primer nasofaring dan hidung yang sering
mengenai bayi dan anak. Penyakit batuk pilek juga dapat mengenai orang dewasa tetapi
berbeda karakteristiknya. Pada bayi dan anak penyakit ini cenderung berlangsung lebih
berat karena infeksi mencakup daerah sinus paranasal, telinga tengah dan nasofring
disertai demam yang tinggi, sedangkan pada orang dewasa hanya terbatas dan tidak
menimbulkan demam yang tinggi. Penyakit ini adalah virus. Masa menular beberapa jam
sebelum gejala timbul sampai 1-2 hari sesudah gejala hilang. Komplikasi timbul akibat
invasi sekunder bakteri pathogen seperti pneumokokus, streptokokus, haemophilus
influenzae atau stafilokokus. Masa tunasnya adalah 1-2 hari, dengan faktor predisposisi
kelelahan, gizi buruk, anemia dan kedinginan. Pada umumnya penyakit terjadi pada
waktu pergantian musim. Komplikasi lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil dari
pada anak yang lebih besar (Ngastiyah, 1997).
Data bayi sakit dari Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang tahun 2009, diketahui
bahwa jumlah penderita sakit pada bayi sebanyak 6.822 jiwa dari jumlah bayi di Kota
Semarang sebanyak 12.737 jiwa yang tersebar di 16 Puskesmas. Kelurahan Sekaran
persentase penderita diare pada bayi sebesar 18,30 %, dan ISPA sebesar 25,78% dari
jumlah bayi di Sekaran sebanyak 187 jiwa, jumlah tersebut termasuk besar di bandingkan
dengan Kelurahan Mijen yang hanya 13,4 % kejadian diare dan 12 % ISPA dari jumlah
bayi 320 jiwa (DKK, 2009).
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis ingin meneliti Adakah
hubungan status pemberian ASI eksklusif dengan kejadian morbiditas pada bayi umur 712 bulan di Kelurahan Sekaran.
5
Dinamika Kebidanan
vol. 3 no.1 Januari 2013
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional penelitian dengan melakukan
pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (Alimul, 2007). Pada penelitian ini
digunakan rancangan cross sectional yaitu melakukan pengukuran variabel independen
dan variabel dependen dalam periode yang sama. Menurut sifat dasar penelitian,
penelitian ini termasuk jenis penelitian “survey” yaitu penelitian yang menggunakan
sampel untuk mengambil kesimpulan pada populasi (Notoatmodjo, 2005).
Populasi penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi umur 7-12 bulan di
Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunungpati Kota Semarang sejumlah 94 bayi. Sampel
yang dipakai 48 orang dengan teknik purposive sampling.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Univariat
a. Status Pemberian ASI
Tabel 1 Status Pemberian ASI pada Bayi Umur 7-12 bulan di Kelurahan
Sekaran, Semarang
Status Pemberian ASI
Eksklusif
Tidak Eksklusif
Total
Frekuensi
15
33
48
%
31,30
68,80
100
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebagaimana tersaji dalam tabel 1 di
atas, sebagian besar responden tidak memberikan ASI eksklusif yaitu sebanyak 33
orang (68,80%) responden, sedangkan sisanya yaitu 15 orang (31,30%) responden
memberikan ASI eksklusif.
6
Dinamika Kebidanan
vol. 3 no.1 Januari 2013
b. Morbiditas Diare
Tabel 2 Morbiditas Diare pada Bayi Umur 7-12 bulan di Kelurahan Sekaran,
Semarang
Mobiditas Diare
Diare
Tidak diare
Total
Frekuensi
19
29
48
%
39,60
60,40
100
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebagaimana tersaji dalam tabel 2 di
atas, sebagian besar bayi tidak mengalami morbiditas diare yaitu sebanyak 29
(60,40%) bayi, sedangkan sisanya yaitu 19 (39,60%) bayi mengalami morbiditas
diare.
c. Morbiditas ISPA
Tabel 3 Morbiditas ISPA pada Bayi Umur 7-12 bulan di Kelurahan Sekaran,
Semarang
Mobiditas ISPA
Terkena ISPA
Tidak terkena ISPA
Total
Frekuensi
14
34
48
%
29,20
70,80
100
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebagaimana tersaji dalam tabel 3 di
atas, sebagian besar bayi tidak mengalami morbiditas ISPA yaitu sebanyak 34
(70,80%) bayi, sedangkan sisanya yaitu 14 (29,20%) bayi mengalami morbiditas
ISPA.
7
Dinamika Kebidanan
vol. 3 no.1 Januari 2013
Analisa Bivariat
Tabel 4 Hasil Tabel Silang Hubungan Status Pemberian ASI Eksklusif dengan
Kejadian Morbiditas Diare pada Bayi Umur 7-12 bulan di Kelurahan
Sekaran, Semarang
Morbiditas Diare
Diare
Tidak Diare
f
%
F
%
0
0
15
31,30
f
15
%
31,30
Tidak eksklusif
19
39,60
14
29,20
33
68,80
Total
19
39,60
29
60,40
48
100
Status Pemberian
ASI eksklusif
Eksklusif
Total
Hasil : p-value 0,000 < 0,05.
Tabel 4, diatas menunjukkan bahwa dari 19 responden yang merupakan
kelompok diare terdapat sebanyak 19 (39,60%) responden yang tidak memberikan
ASI eksklusif. Sedangkan pada 29 responden yang merupakan kelompok tidak
diare diperoleh 15 (31,30%) responden memberikan ASI eksklusif dan sebanyak
14 (29,20%) responden tidak memberikan ASI eksklusif.
Berdasarkan data tersebut, dilakukan uji statistik menggunakan Chi Square
sehingga didapat p-value 0,000 < 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara status pemberian
ASI eksklusif pada bayi umur 7-12 bulan dengan kejadian morbiditas diare.
Tabel 5 Hasil Tabel Silang Hubungan Status Pemberian ASI Eksklusif dengan
Kejadian Morbiditas ISPA pada Bayi Umur 7-12 bulan di Kelurahan
Sekaran, Semarang
Morbiditas ISPA
Total
Status Pemberian
Terkena
Tidak Terkena
ASI eksklusif
f
%
f
%
f
%
Eksklusif
1
2,10
14
29,20
15
31,30
Tidak eksklusif
13
27,10
20
41,70
33
68,80
Total
14
29,20
Hasil : p-value 0,037 < 0,05.
34
70,80
48
100
8
Dinamika Kebidanan
vol. 3 no.1 Januari 2013
Tabel 5, diatas menunjukkan bahwa dari 14 responden yang merupakan
kelompok yang terkena ISPA terdapat sebanyak 13 (27,10%) responden yang
tidak memberikan ASI eksklusif dan sebanyak 1 (2,10%) responden memberikan
ASI eksklusif. Sedangkan pada 34 responden yang merupakan kelompok yang
tidak terkena ISPA diperoleh 20 (41,70%) responden tidak memberikan ASI
eksklusif dan sebanyak 14 (29,20%) responden memberikan ASI eksklusif.
Berdasarkan data tersebut, dilakukan uji statistik menggunakan Chi Square
sehingga didapat p-value 0,037 < 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara status pemberian
ASI eksklusif pada bayi umur 7-12 bulan dengan kejadian morbiditas ISPA.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara status pemberian ASI
eksklusif dengan kejadian morbiditas pada bayi umur 7-12 bulan, didapatkan hasil
bahwa sebagian besar ibu bayi di Kelurahan Sekaran, Semarang 33 orang (68,80%)
responden, sedangkan sisanya yaitu 15 orang (31,30%) responden memberikan ASI
eksklusif. Hal ini berarti bahwa ibu kurang mendapatkan informasi tentang manfaat
dan kelebihan ASI bagi bayi. Pemberian makanan berupa ASI sampai bayi mencapai
usia 4-6 bulan, akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam
penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat
melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh
karena itu, dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi ASI eksklusif akan
terlindungi dari berbagai macam infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus,
jamur dan parasit (Roesli, 2001). Pernyataan tersebut didukung oleh Syahmien
Moehji (2002) yang mengatakan bahwa ASI merupakan makanan yang mutlak untuk
9
Dinamika Kebidanan
vol. 3 no.1 Januari 2013
bayi yaitu pada usia 6 bulan pertama kehidupannya. ASI mengandung semua zat
gizi yang diperlukan oleh bayi dengan komposisi yang sesuai dengan kebutuhan bayi.
Jika dibandingkan dengan susu sapi, Air Susu Ibu (ASI) mempunyai kelebihan antara
lain mampu mencegah penyakit infeksi, ASI mudah didapat dan tidak perlu
dipersiapkan terlebih dahulu. Tentang kejadian diare, dari hasil penelitian, didapatkan
hasil bahwa sebagian besar ibu bayi di Kelurahan Sekaran Semarang didapatkan hasil
bahwa sebagian besar bayi tidak mengalami diare 29 (60,40%) responden
dikarenakan sebagian besar bayi tidak terpapar faktor risiko diare. Diare merupakan
penyakit yang lazim ditemui pada bayi maupun anak-anak. Menurut WHO, diare
merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari,
dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Pada bayi, konsistensi tinja
lebih diperhatikan daripada frekuensi BAB, hal ini dikarenakan frekuensi BAB pada
bayi lebih sering dibandingkan orang dewasa, bisa sampai lima kali dalam sehari.
Frekuensi BAB yang sering pada bayi belum tentu dikatakan diare apabila konsistensi
tinjanya seperti hari-hari pada umumnya. Seorang ibu dapat mengetahui kapan
anaknya terkena diare, dan bergantung pada situasi anak (Masri, 2004). Orang tua
berperan besar dalam menentukan penyebab anak terkena diare. Bayi yang masih
menyusui dengan ASI eksklusif umumnya jarang diare karena tidak terkontaminasi
dari luar. Namun, susu formula dan makanan pendamping ASI dapat terkontaminasi
bakteri dan virus (Medicastor, 2006). Tentang ISPA berdasarkan hasil penelitian,
didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu bayi di Kelurahan Sekaran Semarang
didapatkan hasil bahwa sebagian besar bayi tidak mengalami ISPA 34 (70,80%)
responden. Hal ini berarti sebagian besar bayi tidak terpapar faktor risiko ISPA. ISPA
dapat menyerang semua manusia baik pria maupun wanita pada semua tingkat usia,
terutama pada usia kurang dari 5 tahun karena daya tahan tubuh balita lebih rendah
10
Dinamika Kebidanan
vol. 3 no.1 Januari 2013
dari orang dewasa sehingga mudah menderita ISPA. Umur diduga terkait dengan
sistem kekebalan tubuhnya. Bayi dan balita merupakan kelompok yang kekebalan
tubuhnya belum sempurna, sehingga masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi.
Hal senada dikemukakan oleh Suwendra (1988), bahkan semakin muda usia anak
makin sering mendapat serangan ISPA (Dinkes, 2001). Keadaan gizi yang buruk
muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa
penelitian telah membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi
paru, sehingga bayi yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia (Dinkes, 2001).
Bayi dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan bayi
dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi
sendiri akan menyebabkan bayi tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan
kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, bayi lebih mudah terserang “ISPA berat”
bahkan serangannya lebih lama (Dinkes, 2001).
Hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Sekaran Semarang didapatkan hasil
bahwa ada hubungan antara status pemberian ASI pada bayi umur 7-12 bulan dengan
kejadian diare. Sebanyak 19 responden yang merupakan kelompok diare terdapat
sebanyak 19 (39,60%) responden yang tidak memberikan ASI eksklusif. Sedangkan
pada 29 responden yang merupakan kelompok tidak diare diperoleh 15 (31,30%)
responden memberikan ASI eksklusif dan sebanyak 14 (29,20%) responden tidak
memberikan ASI eksklusif.
Dari hasil analisis tersebut dapat digambarkan bahwa sebagian banyak bayi yang
tidak diberikan ASI Eksklusif kecenderungan mengalami diare
Selama enam bulan pertama, bayi harus diberikan ASI eksklusif. Hal ini berarti
bahwa bayi yang sehat hanya menerima ASI, dan tidak ada cairan lain termasuk air
11
Dinamika Kebidanan
vol. 3 no.1 Januari 2013
putih, teh, jus, dan susu formula. Bayi yang diberikan ASI secara eksklusif lebih
jarang mengalami diare atau mengalami kematian akibatnya, dibandingkan bayi yang
tdak mendapatkan ASI, atau mendapatkan ASI tidak eksklusif. Memberikan ASI juga
melindungi bayi dari risiko alergi, dan infeksi lain seperti pneumonia (Soraya, 2008).
Orang tua berperan besar dalam menentukan penyebab anak diare. Bayi dan balita
yang masih menyusui dengan ASI eksklusif umumnya jarang diare karena tidak
terkontaminasi dari luar. Namun, susu formula dan makanan pendamping ASI dapat
terkontaminasi bakteri dan virus (Soraya, 2008).
Zat kekebalan pada ASI dapat melindungi bayi dari penyakit diare, ASI juga
menurunkan kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi, telinga, batuk, pilek, dan
penyakit alergi. Dan pada kenyataannya bayi yang diberi ASI eksklusif akan lebih
sehat dan jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI
eksklusif (Depkes RI, 2001).
Dari penelitian yang dilakukan maka hipotesis yang menyatakan ada hubungan
antara status pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 7-12 bulan dengan kejadian
diare dapat dibuktikan (Depkes RI, 2001).
Hubungan Status Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi umur 7-12 bulan dengan
Kejadian Diare
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Sekaran Semarang
didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara pemberian MP-ASI pada bayi umur 1-6
bulan dengan kejadian diare.
Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobulin (zat kekebalan
tubuh) dari ibunya lewat plasenta. Tubuh bayi dapat membuat sistem kekebalan tubuh
12
Dinamika Kebidanan
vol. 3 no.1 Januari 2013
sendiri waktu berusia sekitar 9-12 bulan. Sistem imun bawaan pada bayi menurun
namun sistem imun yang dibentuk oleh bayi itu sendiri belum bisa mencukupi
sehingga dapat mengakibatkan adanya kesenjangan zat kekebalan pada bayi dan hal
ini akan hilang atau berkurang bila bayi diberi ASI. Kolostrum mengandung zat
kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari susu matang (Depkes RI, 2001).
Penelitian yang dilaksanakan oleh Pisacane membuktikan bahwa pemberian ASI
memberikan efek yang tinggi terhadap ISPA. Sedang penelitian yang dilakukan oleh
Shah juga menunjukkan bahwa ASI mengandung bahan-bahan dan anti infeksi yang
penting dalam mencegah invasi saluran pernapasan oleh bakteri dan virus. Walaupun
balita sudah mendapat ASI lebih dari 6 bulan namun bila status gizi dan lingkungan
kurang mendukung dapat merupakan risiko penyebab ISPA bayi (Dinkes, 2001).
Dari penelitian yang dilakukan maka hipotesis yang menyatakan ada hubungan
antara status pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 7-12 bulan dengan kejadian
ISPA dapat dibuktikan.
SIMPULAN
Status pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 7-12 bulan sebagian besar tidak
mendapatkan ASI eksklusif yaitu sebanyak 33 (68,80%) responden.
Kejadian mobiditas diare pada bayi umur 7-12 bulan sebagian besar adalah tidak
diare yaitu 29 (60,40%) responden.
Kejadian mobiditas ISPA pada bayi umur 7-12 bulan sebagian besar adalah tidak
terkena ISPA yaitu 34 (70,80%) responden.
13
Dinamika Kebidanan
vol. 3 no.1 Januari 2013
Ada hubungan yang bermakna antara status pemberian ASI eksklusif pada bayi umur
7-12 bulan dengan kejadian morbiditas diare dengan p-value 0,000 di Kelurahan Sekaran
Semarang.
Ada hubungan yang bermakna antara status pemberian ASI eksklusif pada bayi umur
7-12 bulan dengan kejadian morbiditas ISPA dengan p-value 0,037 di Kelurahan Sekaran
Semarang.
KEPUSTAKAAN
Admin.
2004.
Dorong
ASI
eksklusif.
budiw/index.php?m=200411-20k-22
http://www.
lycos.co.ok/
Antara.2006. ASI Eksklusif. http://www. Koran-antara.com:artikel
BKKBN.
2002.
ASI
Eksklusif
Turunkan
Kematian
pikas.bkkbn.go.id/print.php?tid+2&rid=136-6k-sp
Bayi. http://www.
Deddy Muchtadi. 1996. Gizi untuk Bayi: ASI, Susu Formula dan Makanan
Tambahan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Dep Kes. 1997. Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan ASI Eksklusif Bagi Petugas
Puskesmas. Jakarta: Dep Kes Jakarta.
________. 2003. Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan ASI Eksklusif Bagi Petugas
Puskesmas. Jakarta: Dep Kes Jakarta.
Dinas Kesehatan Kota. 2009. Data Bayi
Diah Krisnatuti dan Rina Yenrina. 2000. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI. Jakarta:
Puspa Swara.
Dinas Kesehatan.2002. Diare. http://www.Dinkes-dki.go.id/penyakit.html.
________. 2001. Buletin Epidemiologi Provinsi Jawa Tengah. Semarang.
Depkes RI. 2001. Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA. Semarang.
FK UNDIP. 2003. Peningaktan Pemberian ASI dan Masalah Laktasi. Semarang.
Depkes RI, Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA, 2001
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 1999. Profil Kesehatan Jawa Tengah.
Semarang
________ . 2005. Profil Kesehatan Jawa Tengah. Semarang
14
Dinamika Kebidanan
vol. 3 no.1 Januari 2013
Krinastuti, diah. ASI Ekdklusif. 2001. :Jakarta: Medical book
Komalasari,
Yeni.
2010.
ASI
Makanan
Terbaik
Bagi
Bayi.
[Jakarta]http://www.radar.co.id/berita/read/7112/2010/ASI-Makanan-TerbaikBagi-Bayi
Kristiyansari, weni. 2009. ASI Menyusui Dan Sadari. Nuha Medika:Yogyakarta
Nuraini Irma Susanti. 2004. Usia Tepat Mendapat Makanan
http://www.tabloit-nakita.com/artikel-ph3?edisi=0406rubrik
Tambahan.
Notoatmodjo, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta.
. 2005. Metodologi Penelitian Research, Rineka Cipta. Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawtan Anak Sakit. Penerbit EGC Buku Kedokteran. Jakarta.
Prabu.1996. Penyakit-Penyakit Infeksi Umum Jilid I. Jakarta: Widya Medika. Profil
Kesehatan Puskesmas Kedungwuni I Tahun 2004.
Pudjiadi. 2003. Air Susu Ibu.Jakarta:PT MULIA
Singgih Santoso. 2004. Mengatasi Berbagai Masalah Statistik dengan SPSS Versi
11.5. Jakarta: Penerbit PT Elex Komputindo.
Siti Habsyah Masri. 2004. Diare Penyebab Kematian 4 Juta Balita Per Tahun.
http://www.waspada.co.id/serba-serbi/kesehatan/artikel.,php?artikelSjahmien Moehji. 2002. Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita. Jakara: Bhratara.
______________. 2003. Ilmu Gizi 2. Jakarta: Penerbit Papas Sinar Sinanti.
Soekidjo Notoadmojo.2002. Metodelogi
Cipta.
Penelitian
Kesehatan.
Jakarta:
Rineka
Soetjiningsih. 1997. Seri Gizi Klinik ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sugiyono. 2002. Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta.
Suririnah. 2004. Air Susu Ibu Memberi Keuntungan Ganda untuk Ibu dan Bayi.
http://abcnews.go.co/sections/living/dailyNews/breastreeding990923.html.
Suyudi. 2002. Penyakit Pada Anak .Jakarta :PT SURYA
Sunoto. 2001. Di Balik Kontrovensi ASI- Susu Formula. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Utami Roesli. 2000. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: PT Elex Komputindo.
__________. 2001. Bayi Sehat Berkat ASI Eksklusif. Jakarta: PT Elex Komputindo.
15
Dinamika Kebidanan
vol. 3 no.1 Januari 2013
UNICEF. 2005. Rekomendasi tentang Pemberian Makanan Bayi pada Situasi
Yahya Harun. 2010. Cairan ajaib Air Susu Ibu. Jakarta: Rineka Cipta
16
Download