Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 KERACUNAN BESI PADA PADI: ASPEK EKOLOGI DAN FISIOLOGI-AGRONOMI Aidi Noor dan Khairuddin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan ABSTRAK Keracunan besi merupakan kendala utama dalam produksi padi di daerah tropikal dan subtropikal, dimana diperkirakan sekitar 4 juta ha lahan sawah di dunia dipengaruhi oleh keracunan besi yang dapat menurunkan hasil padi 30-60 %, bahkan dapat mengakibatkan kegagalan panen pada kasus keracunan besi yang berat. Keracunan besi pada tanaman padi dipengaruhi oleh lingkungan (ekologi) tumbuh tanaman padi dan juga kepekaan varietas tanaman padi. Hasil-hasil penelitian menunjukkan lahan-lahan yang paling potensial keracunan besi dari segi kondisi psiko-kimianya adalah lahan- lahan pasang surut sulfat masam, tanah liat masam, dan sawah bukaan baru. Keracunan besi pada padi terjadi karena kelebihan serapan Fe yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti tingginya kadar Fe, defisiensi atau ketidakseimbangan hara, pH rendah, drainase buruk (selalu tergenang) atau kepekaan varietas padi. Keracunan besi mempengaruhi beberapa karakter agronomi dan fisiologi tanaman yang berakibat terganggunya pertumbuhan dan menurunkan hasil padi. Kelebihan serapan Fe menyebabkan terganggunya serapan hara, menurunnya kadar gula larut dan klorofil, dan proses fotosintesis tanaman.Pengendalian keracunan besi dapat dilakukan dengan mengkombinasikan antara penggunaan varietas toleran/agak toleran dengan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman seperti perbaikan drainase, pemupukan berimbang, pemberian kapur dan pupuk organik. Kata kunci: ekologi, fisiologi, keracunan besi, padi PENDAHULUAN Tanaman padi merupakan komoditas yang penting dan strategis, terutama bagi negara-negara yang berkembang. Diperkirakan sekitar 100 juta ha lahan pertanian padi diseluruh dunia mengalami penurunan produksi yang disebabkan oleh defisiensi atau keracunan hara. Keracunan besi merupakan kendala utama dalam produksi padi di daerah tropikal dan subtropikal, dimana diperkirakan sekitar 4 juta ha lahan dipengaruhi oleh keracunan besi yang dapat menurunkan hasil padi 30-60 % (Sahrawat 2000; Majerus et al. 2007). Berdasarkan hasil penelitian Audebert dan Sahrawat (2000), keracunan besi pada tanaman padi yang terserang berat mengakibatkan pertumbuhan sangat jelek, anakan tidak tumbuh sehingga hasil yang didapatkan sangat rendah dan bahkan dapat mengakibatkan kegagalan panen. Keracunan besi pada tanaman padi dipengaruhi oleh lingkungan (ekologi) tumbuh tanaman padi dan juga kepekaan varietas tanaman padi terhadap kandungan Fe tinggi. Menurut laporan Harahap et al. (1989), keracunan besi merupakan kendala 305 Aidi Noor dan Khairuddin: Keracunan Besi pada: Aspek …. utama pada pertanaman padi sawah di Indonesia terutama di lahan pasang surut, sawah bukaan baru, sawah berdrainase jelek dan daerah depresi yang tersebar di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Selain konsentrasi Fe lingkungan tumbuh tanaman yang tinggi, keracunan Fe juga berhubungan dengan berbagai faktor seperti stres berbagai hara (K, P, Ca, dan /atau Mg) yang cenderung mengurangi kemampuan oksidasi akar, kondisi lingkungan seperti drainase buruk dan tanah selalu tergenang, maupun varietas yang peka keracunan Fe seperti IR64 (Makarim dan Supriadi 1989; Makarim et al. 1989). Gejala keracunan besi pada padi hanya terjadi pada kondisi spesifik yaitu dalam kondisi tergenang. Kondisi reduksi di lahan sawah tergenang memperlihatkan gejala keracunan besi melalui pelarutan semua bentuk Fe menjadi bentuk terlarut (Fe+2) yang melibatkan mikroba pelarut (Beckers dan Ash 2005; Audebert 2006b). Jumlah besi ferro yang tinggi di dalam larutan tanah juga dapat mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan hara mineral yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Besi ferro yang diserap tanaman dan terkonsentrasi pada daun mengakibatkan discolaration pada daun, mengurangi jumlah anakan dan secara nyata mengurangi hasil (Audebert 2006b). Penurunan hasil padi karena keracunan besi juga disebabkan karena terganggunya proses metabolisme di dalam tanaman yang berakibat terjadinya perubahan karakter agronomi maupun fisiologi dalam tanaman padi. KARAKTERISTIK EKOLOGI PADI KERACUNAN BESI Sahrawat dan Diatta (1995), mengemukakan beberapa faktor di dalam tanah yang dapat mengakibatkan keracunan besi pada padi adalah 1) mineralogy (kaolinit) dan kandungan liat tanah, 2) jumlah Fe yang dapat dipertukarkan di dalam tanah, 3) pH tanah, 4) adanya factor stress hara. Lahan-lahan yang paling potensial keracunan besi dari segi kondisi psiko-kimianya adalah seperti tanah sulfat masam (Tinh 1999), tanah liat masam,tanah rawa (Deturk 1994), lahan sawah yang menerima aliran runoff dari lahan diatasnya. Konsentrasi besi ferro dalam larutan di lahan sawah yang dapat mengakibatkan keracunan besi mempunyai kisaran antara 10-2000 ppm. Dobermann dan Fairhurst (2000) mengemukakan mengenai prinsif terjadinya keracunan Fe pada tanaman : 1) Konsentrasi Fe+2 yang tinggi dalam larutan tanah yang disebabkan oleh kondisi reduksi yang kuat dalam tanah dan atau pH yang rendah, 2) Status hara yang rendah & tidak seimbang di dalam tanah, 3)kurangnya oksidasi akar dan rendahnya daya ekslusi Fe+2 oleh akar yang disebabkan karena 306 Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 defisiensi hara P, Ca, Mg atau K, 4) Kurangnya daya oksidasi akar (eksklusi Fe+2) akibat terjadinya akumulasi bahan-bahan yang menghambat asam organik), 5) Aplikasi respirasi (H2S, FeS, bahan organik dalam jumlah besar yang belum terdekomposisi, 6) Suplai Fe secara terus menerus dari air bawah tanah atau rembesan secara lateral dari tempat yang lebih tinggi Keracunan besi pada padi di Indonesia banyak dijumpai terutama pada lahan pasang surut yang mempunyai beberapa kendala seperti kahat hara, kemasaman yang tinggi, kadar Al, Fe dan H2S yang tinggi (Sarwani et al. 1994).Masalah fisikokimia lahan pasang surut untuk pengembangan tanaman pangan meliputi antara lain genangan air dan kondisi fisik lahan, kemasaman tanah dan asam organik pada lahan gambut tinggi, mengandung zat beracun dan intrusi air garam, kesuburan alami tanah rendah dan keragaman kondisi lahan tinggi (Adimihardja et al. 1998 dan Sarwani et al. 1994). Berdasarkan jangkauan air pasang, lahan pasang surut dibagi berdasarkan tipe luapannya yaitu : 1) tipe luapan A, terluapi air pasang baik pasang besar maupun kecil, 2) tipe luapan B, hanya terluapi air pada pasang besar saja, 3) tipe luapan C, tidak terluapi air pasang tapi kedalaman air tanahnya < 50 cm, 4) tipe luapan D, tidak terluapi air kedalaman air tanahnya > 50 cm (Widjaya 1986). Lahan pasang surut berdasarkan tipologi lahannya, dibagi menurut macam dan tingkat masalah fisika- kimia tanahnya, yaitu 1) lahan potensial, kedalaman lapisan pirit > 50 cm dari permukaan tanah, 2) lahan sulfat masam (sulfat masam potensial dan sulfat masam aktual), bila kedalaman lapisan pirit < 50 cm dari permukaan tanah, 3) lahan gambut, mengandung lapisan sisa-sisa tanaman yang sudah lapuk secara alami, 4) lahan salin, dipengaruhi oleh intrusi alir laut selama lebih 3 bulan dalam setahunnya. Berdasarkan tipologinya, lahan gambut merupakan tipe lahan pasang surut yang terluas (10,9 juta ha), kemudian diikuti lahan sulfat masam (6,7 juta ha), lahan potensial ( 2,1 juta ha) dan lahan salin 0,4 juta ha (Widjaya 1986). Dari ketiga tipologi lahan di lahan pasang surut, lahan sulfat masam merupakan lahan yang mempunyai kendala lebih berat, karena mempunyai pH tanah yang masam sampai sangat masam, kandungan unsur meracun Al dan Fe yang tinggi serta kandungan dan ketersediaan hara yang rendah. Pada kondisi tergenang besi ferro biasanya berlebihan pada lahan sulfat masam yang dapat menyebabkan keracunan besi pada padi. Hasil analisis tanah lahan pasang surut di Blandean dan Puntik Dalam, kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan menunjukkan pada kedua tanah tersebut 307 Aidi Noor dan Khairuddin: Keracunan Besi pada: Aspek …. pH sangat masam dengan kandungan hara terutama basa-basa tukar yang rendah, dan unsur meracun Al dan Fe yang tinggi (Tabel 1). Tabel 1. Karakteristik tanah di lahan rawa pasang surut, Blandean dan Puntik Dalam, Kabupaten Barito Kuala Sifat Tanah pH C. Organik (%) N total (%) P Bray I (ppm P2O5) P total (mg/100g P2O5) K total (mg/100 g K2O) Basa-basa tukar (me/100g) Ca Mg K Na KTK (me/100 g) Al-dd (me/100 g) Fe (ppm) Tekstur (%): Liat Debu Pasir Sumber : 1) Noor et al. (2006), 2) Blandean 1) Nilai Kriteria 4,00 SM 8,47 T 0,45 S 8,11 S 31,20 S 13,27 R 0,33 1,23 0,20 0,27 37,57 8,87 407,61 48,5 43,1 8,4 SR R R R T T Liat berdebu Puntik Dalam 2) Nilai Kriteria 3,77 SM 4.06 T 0.13 R 10.75 S 13.17 SR 8.25 SR 0.80 0.32 0.25 0.14 5.76 699,0 SR R S R T - 56.77 33.67 Liat berdebu 9.56 Noor et al (2007) Keracunan besi pada padi disebabkan tingginya kadar Fe tanah atau dalam larutan tanah, hasil-hasil penelitian menunjukkan kadar Fe dalam larutan yang menyebabkan keracunan Fe pada tanaman sangat beragam. Batas kritis konsentrasi Fe dalam larutan tanah yang menyebabkan keracunan besi adalah sekitar 100 ppm pada pH 3.7 dan 300 ppm atau lebih tinggi pada pH 5.0 (Sahrawatet al. 1996). Menurut Ash et al. (2005), kadar Fe dalam larutan yang menyebabkan keracunan bervariasi sangat luas berkisar antara 10-500 ppm Fe. Hasil penelitian Majerus et al. (2007) dan Mehraban et al. (2008) menunjukkan kadar Fe dalam larutan hara 250-500 ppm dengan pH 4.5-6.0 meningkatkan secara nyata kadar Fe dalam jaringan tanaman dan menunjukkan gejala keracunan Fe pada tanaman yang peka. Hasil penelitian Dorlodot et al. (2005) pada konsentrasi Fe dalam larutan hara > 250 ppm menunjukkan gejala keracunan besi dan menurunnya pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian Noor et al. (2012) menunjukkan konsentrasi Fe dalam larutan yang menyebabkan gejala keracunan Fe padi varietas IR 64 yang ringan (skoring 3) adalah 52 ppm Fe, gejala keracunan Fe sedang (skoring = 5) = 143 ppm Fe, dan 308 Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 gejala keracunan Fe yang berat (skoring ≥ 9) adalah ≥ 325 ppm Fe. Pada konsentrasi 400 ppm Fe menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman padi, bobot kering tanaman menurun dari 2,69 g (kontrol tidak ada gejala keracunan besi) menjadi 0,39 g/rumpun atau menurun 85.5%. KARAKTER TANAMAN PADI KERACUNAN BESI Gejala keracunan Fe dalam tanaman Keracunan besi pada padi menyebabkan terjadinya perubahan baik karakter morfologi maupun fisiologi tanaman, dimana respon setiap genotipe berbeda-beda tergantung sifat toleransi atau kepekaanya terhadap keracunan besi. Penampilan tanaman keracunan besi berhubungan dengan tingginya serapan Fe+2 oleh akar dan ditransportasikan ke daun melalui aliran trasnspirasi. Kelebihan kadar Fe dalam jaringan tanaman padi menyebabkan terjadinya perubahan beberapa karakter fisiologi seperti kadar protein larut (Dorlodot et al. 2005), gula larut (Mehraban et al. 2008), klorofil (Mehraban et al. 2008), ethylene (Yamauchi and Feng 1993; 1995), proline (Majerus et al. 2007), dan laju fotosintesis (Audebert 2006b). Mekanisme keracunan besi dimulai dari meningkatnya permeabilitas sel-sel akar terhadap ion Fe2+ seiring dengan meningkatnya aktivitas mikroba pereduksi Fe didaerah perakaran tanaman, sehingga penyerapan ion ferro meningkat pesat. Reduksi Fe3+ yang terjadi didaerah perakaran secara terus menerus menyebabkan rusaknya oksidasi Fe sehingga influks Fe2+ tidak terkendali masuk dalam perakaran padi(Makarim dan Supriadi, 1989; Makarim et al. 1989). Gejala keracunan besi beragam diantara genotipe padi, dan umumnya adalah adanya bercak coklat keunguan dari daun yang diikuti dengan pengeringan. Gejala visual yang khas berhubungan dengan proses keracunan besi, terutama terjadinya akumulasi dari polyphenol-teroksidasi yang disebut bronzing atau yellowing pada padi. Karena mobilitas Fe yang rendah dalam tanaman, gejala yang khas dimulai dengan bercak berwarna coklat kemerahan dari daun tua. Bercak berwarna tembaga kemudian meluas keseluruh daun, perkembangan gejala selanjutnya ujung daun menjadi kuningjingga kemudian kering dari bagian atas (Peng dan Yamauchi 1993). Gejala ini dapat terjadi pada tahap pertumbuhan yang berbeda dan dapat mempengaruhi padi pada tahap tanaman muda yaitu selama tahap pertumbuhan vegetatif, dan tahap reproduktif. Dalam kasus keracunan pada tahap pembibitan. perkembangan tanaman padi terhenti, dan pembentukan anakan secara ekstrim terhambat. Keracunan pada tahap vegetatif menyebabkan menurunnya tinggi dan 309 Aidi Noor dan Khairuddin: Keracunan Besi pada: Aspek …. berat kering tanaman, berkurangnya anakan, berkurangnya klorofil tanaman (Fageria et al. 2008). Pembentukan anakan dan jumlah anakan produktif secara drastis menurun. Bila keracunan besi terjadi pada tahap akhir vegetatif, atau pada awal tahap reproduktif, jumlah malai turun, gabah hampa meningkat dan pada tahap pembungaan dan pematangan menjadi tertunda. Tanaman yang keracunan besi akarnya menjadi sedikit, kasar, pendek dan tumpul, berwarna coklat gelap (Sahrawat 2004; Fageria et al. 2008). Kadar Fe dan hara lain dalam tanaman Hasil penelitian Mehraban et al. (2008) menunjukkan kandungan besi dalam akar dan tajuk (shoot) tanaman meningkat secara nyata dengan peningkatan perlakuan konsentrasi besi. Di bawah perlakuan Fe tinggi, penambahan hara K tidak menurunkan kandungan Fe dalam tanaman. Kecuali pada perlakuan Fe 250 dan 500 mgl-1, kandungan K dalam akar dan tajuk lebih tinggi dengan meningkatnya perlakuan K. Pada kedua organ peningkatan konsentrasi Fe menurunkan kandungan K. Hasil penelitian Majerus et al. (2007) menunjukkan konsentrasi Fe dalam akar, batang dan daun secara nyata meningkat bila aplikasi Fe ditingkatkan sampai 500 mg l-1 Fe+2. Meskipun pada dosis Fe lebih tinggi varietas TOG mengakumulasi Fe lebih banyak selama 5 hari pertama dibandingkan dengan varietas IRGC, cenderung terbalik kalau dilihat setelah 10 hari. Konsentrasi Fe dalam daun lebih tinggi pada genotipe IRGC dari pada TOG setelah 5 dan 10 hari untuk kedua perlakuan Fe . Stress Fe juga menurunkan konsentrasi Ca, Mg dan P, perubahan penyebab stress selalu lebih terlihat pada genotype toleran dari pada genotipe peka (Majerus et al. 2007). Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi konsentrasi besi dalam larutan semakin rendah kandungan hara K, Ca, Mg dan P dalam organ batang maupun daun terutama untuk genotipe yang peka. Pada genotipe yang tolerant, kosentrasi Fe dalam larutan hara tidak terlalu mempengaruhi kandungan hara K baik dalam daun maupun batang dan kandungan Ca dalam daun (Tabel 2). 310 Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 Tabel 2. Kandungan hara (µmol g-1 dw) dalam batang dan daun dari dua genotipe padi IRGC10407 (peka terhadap keracunan besi) dan TOG7105 (toleran terhadap keracunan besi) pada 10 hari dalam larutan hara yang mengandung 0, 250, 500 mg l-1 Fe. Organ Batang Genotipe IRGC (Peka) TOG (Toleran) Daun IRGC Perlakuan Fe 0 250 500 0 250 500 0 250 500 K 1524 1408 671 1361 1331 1303 592 661 534 Ca 15,6 14,3 9,3 14,5 17,5 19,8 74,1 52,1 62,3 Mg 136 95 84 145 117 109 213 148 205 P 268 199 184 214 178 186 177 136 132 0 250 500 607 640 639 70,0 54,4 44,1 217 150 135 162 144 117 TOG Sumber : Majerus et al. (2007) Kalium adalah hara makro yang umum dalam tanaman yang mengaktivasi beberapa enzim yang meliputi fotosintesis dan respirasi. Kalium memegang peranan penting seperti sintesis pati dan protein, pembesaran sel, pergerakan stomata dan mengurangi stress (Marchner 1995). Kalium juga terlibat dalam keseimbangan anionkation, pengaturan muatan listrik, dan menjaga pH menyeberang membrane biological. Hasil penelitian Sahrawat(2004), menunjukkan pemberian K dapat meningkatkan eksklusi besi dari akar dan menurunkan translokasi besi kebagian atas (tajuk) tanaman terutama ke bagian daun lebih atas. Li et al. (2001) melaporkan bahwa penambahan K dalam medium akar dapat meningkatkan potensial oksidasi akar dan menghasilkan penyerapan K yang lebih tinggi dan penyerapan Fe yang lebih rendah. Audebert (2006a) mempelajari mengenai karakteristik morfo-fenologi dan serapan Fe tanaman dari beberapa varietas menunjukkan adanya perbedaan distribusi Fe dalam organ tanaman padi (akar, batang dan daun) (Tabel 3). Tabel 3. Konsentrasi Fe (ppm) pada organ tanaman padi yang berbeda pada beberapa varietas padi Varietas Akar Bouaké 189 (sedang) CK4 (toleran) Tox 3069 (peka) 70.200 61.300 85.300 Sumber : Audebert (2006a) 311 Organ tanaman padi Daun 2.000 1.420 3.430 Batang 1.800 2.300 3.140 Aidi Noor dan Khairuddin: Keracunan Besi pada: Aspek …. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme penghindaran (avoidance) secara fisiologi yang spesifik pada masing-masing varietas. Pada genotipe toleran (CK4), lebih banyak menimbun Fe di batang dan lebih sedikit di daun di bandingkan genotype yang peka. Genotipe yang sangat peka (Tox 3069) tidak mempunyai mekanisme penghambat (barrier) Fe diantara organ yang berbeda dan kandungan Fe lebih tinggi dalam semua organ, hal ini menunjukkan genotype peka tidak mempunyai selektivitas Fe diantara organ tanaman. Kemampuan padi untuk mengatasi Fe eksternal tinggi kemungkinan hasil dari kedua strategi penghindaran (avoidance) dan atau toleransi jaringan. Avoidance pada padi mungkin berhubungan dengan kemampuan oksidasi Fe+2 menjadi Fe+3 pada permukaan akar, sehingga membentuk endapan orange yang khas yang dikenal sebagai “iron plaque” (Asch et al. 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotype toleran (TOG) lebih efisien dari pada genotype peka (IRGC) karena dapat menahan lebih banyak Fe di dalam akar setelah 10 hari perlakuan dari pada selanjutnya. Konsentrasi besi yang rendah dalam tajuk (Shoot) dari genotype toleran TOG juga diperkirakan adalah mekanisme avoidance yang mungkin bermanfaat dalam memberikan kontribusi pertahanan tanaman seperti yang telah dikemukan oleh Audebert dan Sahrawat (2000). Karakter Agronomi-Fisiologi Keracunan besi menyebabkan terjadinya baik perubahan agronomis maupun fisiologi pada tanaman padi. Hasil penelitian di lahan pasang surut sulfat masam Blandean menunjukkan genotipe padi mempunyai respon yang berbeda-berda terhadap keracunan besi yang ditunjukkan oleh berbedanya hasil yaitu berkisar antara 2,24-5,09 t/ha dan skoring keracunan besi berkisar antara 1,3-6,3. Nilai skoring besi menunjukkan seberapa berat tanaman keracunan, semakin tinggi nilai skoring semakin berat tanaman keracunan besi dan semakin rendah nilai scoring semakin ringan keracunan. Pada nilai sekoring 5 menunjukkan tanaman peka terhadap keracunan besi sedangkan pada nilai 3 menunjukkan tanaman toleran terhadap keracunan besi. Padi yang toleran terhadap keracunan menunjukkan hasil gabah yang lebih tinggi dibandingkan padi yang kurang toleran atau tidak toleran (Tabel 4 ). 312 Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 Tabel 4. Hasil padi dan gejala keracunan besi pada tanaman padi di lahan pasang surut, Blandean, Kal-Sel, MK. 2004 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 Galur/Varietas IR35664 IR58511 IR61242 B8239G-KN-13 B10214F-KN-2-3-1-2 BP1126D-92-2-2-2 Margasari IR.64 Hasil (t/ha) 5,09 4,51 4,45 4,28 3,61 2,24 3,34 3,24 Skoring Fe 2,3 3,0 3,0 3,3 3,7 6,3 1,3 5,0 Skor keracunan besi (IRRI, 1996) : 1 = tidak ada gejala, 2 = ringan, 3 = sedang, 5 = agak berat, 7 = berat, 9 = sangat berat Sumber : Noor et al. (2007) Hasil gabah kering dari varietas yang diuji di lahan pasang surut sulfat masam di Puntik Dalam menunjukkan varietas Indragiri memberikan hasil tertinggi (4,56 t/ha), kemudian diikuti oleh varietas Tenggulang (4,11 t/ha), Ciherang (3,75 t/ha), Lambur (3,65 t/ha), Banyu Asin (3,61 t/ha) dan terendah Bondoyudo 3,23 t/ha. Gejala keracunan besi yang diamati pada saat akhir vegetatif menunjukkan varietas Indragiri, Tenggulang, Lambur dan Banyu Asin tergolong toleran dengan skoring berkisar antara 1-3, sedangkan Ciherang dan Bondoyudo tergolong agak toleran dengan skoring berkisar antara 3-5 (Tabel 5). Tabel 5. Hasil gabah kering giling varietas yang diuji di lahan rawa pasang surut, Desa Puntik Dalam, Kal-Sel, MK.2006 Varietas Indragiri Tenggulang Ciherang Lambur Bondoyudo Hasil gabah 4,56 4,11 3,75 3,65 3,23 Skoring Fe 2,0 2,3 4,0 2,3 4,0 Sumber : Noor et al (2006) Pemberian bahan amelioran seperti kapur dan bahan organik jerami padi dapat mengurangi keracunan besi pada tanaman dan meningkatkan produktivitas padi. Padi yang peka memerlukan lebih banyak kapur dibandingkan padi yang toleran untuk mendapatkan hasil yang sama. Rata-rata varietas Kapuas (toleran) memberikan hasil gabah yang lebih tinggi dibandingkan varietas yang peka IR.64 (Tabel 6). 313 Aidi Noor dan Khairuddin: Keracunan Besi pada: Aspek …. Tabel 6. Pengaruh pemberian bahan amelioran terhadap hasil gabah dan skoring keracunan Fe di lahan sulfat masam bukaan baru, Unit Tatas, Kal-Teng Perlakuan Kontrol Kapur 0,5 t/ha Kapur 1,0 t/ha Jerami 5,0 t/ha Jerami 5,0 t/ha + Kp 0,5 t/ha Hasil gabah (t/ha) IR64 Kapuas 1,61 2,05 2,23 3,46 3,40 3,68 2,04 3,24 2,78 4,19 Skoring Fe IR64 Kapuas 6 4 2 2 2 1 6 2 2 1 Sumber : Noor dan Jumberi (1998) Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi keracunan besi (yang dapat dilihat dari semakin tingginya skoring Fe) pada tanaman padi semakin rendah hasil padi. Rendahnya hasil padi disebabkan karena adanya perubahan fisiologis dari tanaman padi yang disebabkan tinggi kadar Fe dalam tanaman. Hasil penelitian Audebert (2006) menunjukkan kandungan Fe yang tinggi dalam daun berpengaruh negatif terhadap laju fotosintesis, penurunan gejala keracunan besi berkorelasi dengan laju fotosintesis dan meningkatkan hasil padi. Terdapat korelasi antara skoring keracunan Fe dengan hasi padi, semakin tinggi skoring keracunan besi semakin menurun hasil padi (Audebert 2006a). Korelasi antara hasil padi dengan distribusi Fe diantara organ tanaman dapat digunakan sebagai kriteria pemuliaan padi dalam menyeleksi dan memperbaiki genotipe padi. Pertumbuhan padi dipengaruhi secara nyata oleh konsentrasi Fe terutama dibawah 250 mg l-1 Fe yang menurunkan secara drastis, sedangkan pada konsentrasi diatas 250 mgl-1 Fe penurunan pertumbuhan relatif konstan (Mehraban 2008). Hasil penelitian Mehraban (2008) menunjukkan keracunan besi pada tanaman padi mengakibatkan menurunnya kandungan gula larut total dan kandungan klorofil. Penurunan gula larut dan klorofil dalam tanaman terutama apabila konsentrasi Fe dalam media larutan lebih dari 50 ppm Fe, peningkatan konsentrasi K dapat meningkatkan kandungan gula larut dibandingkan tanpa diberi K. Menurut hasil penelitian Majerus et al. (2007), kandungan gula larut dalam daun juga dipengaruhi oleh perbedaan kepekaan genotipe padi terhadap keracunan besi. Keracunan besi pada padi menunjukkan terjadinya akumulasi unsur dalam jaringan tanaman yang diiringi dengan biosintesis ethylene dalam akar, menurunnya pertumbuhan akar dengan drastis dan hilangnya hasil (Yamauchi and Feng 1995; Becker and Ash 2005; Dorlodot et al. 2005). Penampilan tanaman keracunan besi berhubungan dengan tingginya serapan Fe+2 oleh akar dan ditransportasikan ke daun melalui aliran transpirasi. Oksidasi Fe+2 adalah fungsi langsung dari jumlah oksigen 314 Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 yang dilepaskan oleh akar dan hasil dari pembentukan aerenchyma. Etilen dilaporkan berperan penting dalam diferensiasi aerenchyma. Penelitian sebelumnya telah menghitung sintesis etilen pada padi dalam merespon stress Fe (Yamauchi dan Peng, 1995; Peng dan Yamauchi, 1993). STRATEGI PENGENDALIAN KERACUNAN BESI Strategi pengendalian besi dan peningkatan produktivitas padi pada lingkungan yang bermasalah dengan keracunan Fe (stres Fe) tergantung penyebab utama terjadinya keracunan pada tanaman. Menurut Ismunadji et al. (1989) untuk mengatasi keracunan besi dan meningkatkan produksi padi pada lahan keracunan Fe, dapat dilakukan dengan teknologi tata air seperti perbaikan drainase, pemupukan berimbang, penambahan bahan organik dan pengapuran.. Selain teknologi budidaya dan pengelolaan tanah dan air, penggunaan varietas yang toleran atau cukup toleran lebih efisien dalam mengendalikan keracunan besi. Penggunaan varietas padi hendaknya disesuaikan dengan kemampuan padi untuk beradaptasi pada lingkungan yang spesifik. Penggunaan varietas toleran merupakan cara yang paling murah dan mudah diaplikasikan oleh petani, hanya saja untuk mendapatkan varietas yang toleran dengan hasil tinggi sangat sulit dan memerlukan waktu yang lama. Perbaikan lingkungan tumbuh agar tanaman dapat tumbuh optimal dan memberikan hasil tinggi apabila menggunakan varietas yang tidak toleran memerlukan input yang tinggi sehingga biaya produksi juga menjadi tinggi. Untuk mengendalikan keracunan besi dan meningkatkan produktivitas padi dapat dilakukan dengan mengkombinasikan antara varietas toleran/agak toleran dengan perbaikan lingkungan tumbuh. Pada lingkungan dengan cekaman Fe yang ringan dapat menggunakan varietas dengan potensi hasil tinggi yang agak toleran terhadap keracunan Fe. Pada lingkungan dengan cekaman Fe sedang dapat menggunakan varietas toleran atau agak toleran yang mempunyai potensi hasil tinggi dengan mengkombinasikan perbaikan lingkungan tumbuh dengan input rendah. Pada lingkungan dengan cekaman Fe berat sebaiknya menggunakan varietas toleran Fe yang dikombinasikan dengan perbaikan lingkungan tumbuh. 315 Aidi Noor dan Khairuddin: Keracunan Besi pada: Aspek …. KESIMPULAN 1. Lahan-lahan yang paling potensial keracunan besi dari segi kondisi psiko- kimianya adalah tanah lahan pasang surut sulfat masam, tanah liat masam dan sawah bukaan baru. Keracunan besi pada padi terjadi karena kelebihan serapan Fe yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti tingginya kadar Fe, defisiensi atau ketidakseimbangan hara, pH rendah, drainase buruk atau kepekaan varietas padi. 2. Keracunan besi mempengaruhi beberapa karakter agronomi dan fisiologi tanaman yang berakibat terganggunya pertumbuhan dan menurunkan hasil padi. Kelebihan serapan Fe menyebabkan terganggunya serapan hara, menurunnya kadar gula larut dan klorofil, dan proses fotosintesis tanaman 3. Pengendalian keracunan besi dapat dilakukan dengan mengkombinasikan antara penggunaan varietas toleran/agak toleran dengan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman seperti perbaikan drainase, pemupukan berimbang, pemberian kapur dan pupuk organik. DAFTAR PUSTAKA Adimihardja A, Sudarman K, Suriadikarta DA. 1998. Pengembangan Lahan Pasang Surut : Keberhasilan dan kegagalan ditinjau dari fisiko kimia lahan pasang surut. Dalam. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Menunjang Akselerasi Pengembangan Lahan Pasang Surut. Balittra, Banjarbaru. Asch, F., M. Becker, D.S. Kpongor, 2005. A quick and efficient screen for tolerance to iron toxicity in lowland rice, J. Plant Nutr. Soil Sci. 168: 764–773. Audebert. A. 2006a. Iron partitioning as a mechanism for iron toxicity tolerance in lowland rice. In : Audebert. A.. L.T. Narteh. D. Millar and B. Beks. 2006. Iron Toxicity in Rice-Based System in West Africa. Africa Rice Center (WARDA). Audebert. A. 2006b. Toxicity in rice-environmental condition and symptoms In : Audebert. A.. L.T. Narteh. D. Millar and B. Beks. 2006. Iron Toxicity in RiceBased System in West Africa. Africa Rice Center (WARDA). Becker, M. and F. Asch. 2005. Iron toxicity in rice-condition and management concept. J. Plant Nutr. Soil Sci, 168 (4) : 558-573. Deturck P. 1994. Iron toxicity to rainfed lowland rice in Sri Lanka. KULFLTB, Leuven, Belgium. 162 p. Dobermann A, Fairhurst T. 2000. Iron toxicity. In. Rice: Nutrient Disorders and Nutrient Management (eds). International Rice Research Institute, Manila. 121-125. 316 Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 Dorlodot, S., S. Lutts, and P. Bertin. 2005. Effect of ferrous iron toxicity on the growth and mineral competition of and interspecific rice. J. Plant Nutr. , 28 (1) : 1-20. Fairhurst TH and C Witt. 2002. Rice: A practical guide to nutrient management. Manila, The Philippines: International Rice Research Institute. Harahap, Z., M. Ismunadji, J. Sujitno, A.M. Fagi dan D.S. Damardjati. 1989. Perkembangan dan Sumbangan Penelitian untuk Pelestarian Swasembada Beras. Dalam : M. Syam (Eds). Buku I. Risalah Simposium II Penelitian Tanaman Pangan. Ciloto, 21-23 Maret 1988. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. p : 135-185 Ismunadji, M., W.S. Ardjasaand H.R. von Uexkull. 1989. increasing productivity of lowland rice grown on iron toxic soil. Paper presented at International Symposium on Rice production on Acid Soils of tropics, june 26-30, 1989. Kandy, Sri Lanka. Li, H., X. Yang, and A. Luo. 2001. Ameliorating effect of potassium on iron toxicity in hybrid rice. J. Plant Nutr., 24 (12) : 1849-1860. Majerus, V., P. Bertin, S. Lutts . 2007. Effects of iron toxicity on osmotic potential, osmolytes and polyamines concentrations in the African rice (Oryza glaberrima Steud.). Plant Science. 173: 96–105 Makarim , A.K., M. Ismunadji, and von Uexkull. 1989. An overview of major nutritional constrain to rice production on acid soils of Indonesia. In. P. Deturck and F.N. Ponnamperuma (eds). Rice production on acid soils of the tropics. Kandy, Sri Lanka. p. 199-203. Makarim, K., O. Sudarman, dan H. Supriadi. 1989. Status hara tanaman padi berkeracunan Fe di daerah Batumarta, Sumatera Selatan. Penelitian Pertanian 9(4):166-170. Mehraban, P., A. Abdol Zadeh and H. Reza Sadeghipour. 2008. Iron toxicity in rice (Oryza sativa L.) under different potassium nutritiom. Asian J. of Plant Sci. 1-9 Noor A., I.Lubis, M. Ghulamahdi, M. A. Chozin, K. Anwar, dan D. Wirnas. 2012. Pengaruh Konsentrasi Besi dalam Larutan Hara terhadap Gejala Keracunan Besi dan Pertumbuhan Tanaman Padi. J. Agronomi Indonesia. 15 (2): 91-98. Perhimpunan Agronomi Indonesia dan Institut Pertanian Bogor. Noor, A. dan A. Jumberi. 1998. Peranan bahan amelioran, pupuk kalium dan varietas dalam mengatasi keracunan besi pada tanaman padi di lahan pasang surut. Dalam : Prosiding Lokakarya Strategi Pembangunan Pertanian Wilayah Kalimantan, 2-3 Desember 1997 di Banjarbaru. Badan Litbang Pertanian. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Banjarbaru. p: 275279. Noor, A. I. Khairullah, R. D. Ningsih, dan Sumanto. 2006. Evaluasi toleransi galurgalur padi terhadap keracunan besi di lahan sulfat masam. Jurnal Pertanian Agric, 2006. Univ. Satyawacana 317 Aidi Noor dan Khairuddin: Keracunan Besi pada: Aspek …. Noor, A., Khairuddin dan D. I. Saderi. Keragaan beberapa varietas unggul padi di lahan rawa pasang surut sulfat masam. 2007. Dalam. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Lahan Rawa : Revitalisasi Kawasan PLG dan Lahan Rawa Lainnya untuk Membangun Lumbung Pangan Nasional, Kuala Kapuas, 3-4 Agustus 2007. Badan Litbang Pertanian-Pemerintah Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah. Peng, X.X. and M. Yamauchi. 1993. Ethylene production in rice bronzing leaves induced by ferrous iron, Plant Soil 149: 227–234. Sahrawat, K.L. 2004. Iron to xicity in wetland rice and the role of other nutrient. J. Plant Nutr, 27 (8) : 1471-1504. Sahrawat, KL. 2000. Elemental composition of the rice plant as affected by iron toxicity under field conditions. Comm. Soil Sci. Plant Anal. 31, 2819-2827. Sahrawat, KL. and S. Diatta. 1995. Nutrient management and season affect soil iron toxicity. Annual Report 1994. Bouaké, Côte d’Ivoire: West Africa Rice Development Association. p 34-35. Tinh, TK. 1999. Reduction chemistry of acid sulphate soils: Reduction rates and influence of rice cropping. Acta Universitatis Agriculturae Sueciae, Agraria 206, Uppsala, Sweden. Widajaya Adhi, IPG. l986. Pengelolaan lahan pasang surut dan lebak. Jurnal Litbang Pertanian V (1), Januari 1996. Badan Litbang Pertanian. Yamauchi, M. and X.X. Peng. 1995. Iron toxicity and stress-induced ethylene production in rice leaves. Plant and Soil 173: 21-28. 1995 Yamauchi, M. and X Peng. 1993. Ethylene production in rice bronzing leaves induced by ferrous iron. Plant Soil 149, 227-234. 318