ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. R DENGAN POST SEKSIO SESAREA ATAS INDIKASI LETAK LINTANG HARI KE 3-6 DI RUANG DELIMA RSUD CIAMIS TAHUN 2016 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Program Studi Diploma III Keperawatan Disusun oleh : IIS NOPITASARI NIM : 13DP277028 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN CIAMIS 2016 ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. R DENGAN POST SECTIO CAESAREA ATAS INDIKASI LETAK LINTANG HARI KE 3-6 DI RUANG DELIMA RSUD CIAMIS TAHUN 20161 Iis Nopitasari2, Elis Roslianti3 INTISARI Penyebab langsung kematian ibu adalah faktor yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas seperti perdarahan, pre eklampsia/eklampsia, infeksi, persalinan macet, letak sungsang, letak lintang dan abortus. Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang didalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu, sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Salah satu tindakan persalinan pada ibu hamil dengan letak lintang adalah dilakukannya persalinan dengan tindakan yaitu seksio sesarea. Seksio sesarea atas indikasi letak lintang akan berdampak terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia (KDM) yaitu gangguan rasa nyaman nyeri, kebutuhan istirahat tidur, kebutuhan nutrisi, kebutuhan aktivitas, resiko tinggi infeksi, gangguan konsep diri, ganguan rasa aman; cemas, gangguan fungsi peran, gangguan interaksi sosial dan gangguan spiritual. Tujuan penulisan adalah untuk memperoleh pengalaman secara nyata dalam asuhan keperawatan secara langsung dan komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosialspiritual dengan pendekatan proses keperawatan, metode penulisan yang digunakan dengan metode deskriptif dalam bentuk studi kasus melalui pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Selama penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny. R dari Tanggal 15 Juni18 Juni 2016 penulis menemukan diagnosa keperawatan diantaranya : nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan, kurang pengetahuan tentang ASI eksklusif dan cara menyusui berhubungan dengan kurannya informasi tentang ASI eksklusif dan teknik menyusui. kurang pengetahuan tentang perawatan payudara berhubungan dengan kurangnya informasi tentang perawatan payudara. Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan selama 4 hari yang dimulai dari tanggal 15 Juni-18 Juni 2016 dari ke tiga diagnosa tersebut, satu diagnosa tidak teratasi yaitu nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan. Kata Kunci Kepustakaan Keterangan : : : Sectio Caesarea, Letak Lintang 18 buah (2007-2015) 1 judul, 2 Nama mahasiswi Prodi D III Keperawatan STIKes Muhammadiyah Ciamis, 3 Dosen pembimbing STIKes Muhammadiyah Ciamis iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) di Negara Association of South East Asian Nation (ASEAN) seperti Singapura 3/1000 kelahiran hidup. Malaysia 5,5/1000 kelahiran hidup. Thailand 17/1000 kelahiran hidup. Vietnam 18/1000 kelahiran hidup dan Philipine 26/1000 kelahiran hidup. Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia adalah angka tertinggi di Negara ASEAN. Kematian bayi tersebut terutama di Negara berkembang sebesar 99% dan 40.000 bayi tersebut adalah bayi di Negara Indonesia. Dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, masih ditemukan tantangan besar dalam pembangunan kesehatan, yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Mengutip data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan bahwa AKI sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKB sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Menurut RISKESDAS (2013) sebagian besar kematian ibu terjadi pada masa nifas sehingga pelayanan kesehatan masa nifas berperan penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu. Pelayanan masa nifas adalah pelayanan kesehatan 1 2 yang diberikan pada ibu selama periode 6 jam sampai 42 hari setelah melahirkan. Jawa Barat merupakan provinsi yang memberikan kontribusi terbesar terhadap tingginya AKI di Indonesia. Menurut Bina Pelayanan kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat AKI pada tahun 2014 sebanyak 312/100.000 kelahiran hidup. Kejadian kematian ibu paling banyak terjadi pada masa nifas, yaitu sebesar 35% dengan penyebabnya adalah perdarahan post partum karena atonia uteri (Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2015) Berdasarkan laporan tahunan yang didapat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis pada tahun 2015 Angka Kematian Ibu (AKI) sebanyak 21 orang dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebanyak 137 orang. Penyebab langsung Angka Kematian ibu yaitu pendarahan 6 orang (28,5%), eklampsia 8 orang (38,1%), partus lama 1 orang (4,8%), infeksi 1 orang (4,8%), penyebab-penyebab lain 5 orang (23,8%). Sedangkan penyebab langsung Angka Kematian pada bayi yaitu BBLR 50 orang (36,5%), asfiksia 36 orang (26,3%), cacat bawaan 23 orang (16,8%), hipotermi 1 orang (0,7%), infeksi 3 orang (2,2), penyebab-penyebab lain 24 orang (17,5%) (Dinkes Ciamis, 2015). Setiap wanita menginginkan persalinannya dengan berjalan lancar dan dapat melahirkan dengan sempurna, ada dua cara dalam persalinan yaitu persalinan lewat vagina yang lebih dikenal dengan 3 persalinan alami dan persalinan caesar atau section caesarea yaitu tindakan operasi untuk melahirkan bayi dengan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dalam keadaan untuh serta berat janin diatas 500 gram (Wiknjosatro, 2007). Sectio caesare merupakan metode persalinan yang paling konservatif (Manuaba, 2010). Dalam hal tindakan sectio caesarea ini semakin baik dengan adanya antibiotik, transfusi darah yang memadai, teknik operasi dan anastesi yang lebih baik. Walau demikian, morbiditas maternal setelah melakukan tindakan sectio caesarea masih 4-6 kali lebih tinggi daripada persalinan pervaginam, karena resiko yang berhubungan dengan adanya peningkatan proses persalinan sampai proses perawatan setelah dilakukan pembedahan. Angka kematian pada operasis sectio caesarea adalah 40 – 80 tiap 100.000 kelahiran hidup. Angka ini menunjukkan bahwa risiko 25 kali lebih besar dibanding persalinan normal. Untuk kasus infeksi dalam persalinan sectio caesarea memiliki angka 80 kali lebih tinggi dibandingkan persalinan pervagina maka dari itu faktor rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu setelah persalinan menjadi faktor terpenting dari beberapa faktor yang lain karena bisa menyebabkan kematian, perdarahan, pereklamsia (Kemenkes, 2014). Sedangkan faktor bayi itu sendiri (letak janin) diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir apabila pada kasus janin mallposisi tidak langsung dilakukan tindakan pembedahan. 4 Kemudian pada kejadian kehamilan mallposisi janin letak lintang diperkirakan sekitar 1:500. Dalam faktor yang berkaitan dengan penyebab letak lintang itu sendiri adalah lemahnya otot-otot uterus biasanya secara disebabkan karena sudah lebih dari 2 kali melahirkan normal maupun spontan dan disamping itu juga ada faktor yang belum diketahui bagaimana penyebab terjaninya janin letak lintang. Angka Kematian Ibu (AKI) di pengaruhi oleh berbagai penyulit persalinan, salah satu diantaranya yaitu persalinan dengan diagnosa Letak Lintang. Data penyulit persalinan dengan diagnosa Letak Lintang dapat dilihat pada tabel berikut di bawah ini : Tabel 1.1 Data 5 Besar Penyulit Persalinan Rawat Inap Bagian Obstetri dan Ginekologi di Ruang Delima Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis Tahun 2015 NO 1 2 3 4 5 DIAGNOSA KPD Kala II Lama PPT DKP Lintang TOTAL JUMLAH 274 229 49 38 14 604 % 45,36 37,91 8,11 6,29 2,32 100 Sumber : Medical Record RSUD Ciamis Tahun 2015 Berdasarkan data pada tabel di atas yang di peroleh dari Medical Record RSUD Ciamis tahun 2015, jumlah pasien yang dirawat akibat 5 penyulit persalinan dengan diagnosa Lintang adalah sebanyak 14 orang dengan persentase 2,32% dari 604 kasus. Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang didalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu, sedangkan bokong berada pada sisi yang lain (Marisah dkk, 2010). Faktor penyebab letak lintang diantaranya adalah, multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang lembek, Fiksasi kepala tidak ada indikasi CPD, hidrosefalus, pertumbuhan janiun terhambat atau janin mati, kehamilan premature, kehamilan kembar, anggul sempit, tumor di daerah panggul, kelainan bentuk rahim (uterus arkuatus atau uterus subseptus), kandung kemih serta rektum yang penuh dan plasenta Previa. (Sukrisno 2010) Dampak Persalinan letak lintang yang dapat mempengaruhi kematian ibu dan janin, disamping kemungkinan terjadinya letak lintang kasep dan ruptura uteri, juga adanya tali pusat menumbung serta trauma akibat versi ekstraksi untuk mengeluarkan janin. Kehamilan letak lintang sangat dipengaruhi oleh riwayat pemeriksaan kehamilan, kecepatan penegakkan diagnosa dan sarana-prasarana kesehatan yang ada. Semakin lambat diagnosa letak lintang ditegakkan, maka kemungkinan bayi akan tetap berada dalam posisi lintang pada saat persalinan akan semakin besar Berdasarkan penelitian diatas, setiap wanita yang hendak melahirkan mengalami cobaan yang begitu berat apalagi ketika mengalami kesulitan ketika melahirkan sebagaimana dijelaskan dalam 6 al-qur’an surah ayat al-qur’an tentang persalinan dimuat bersama- sama dengan ayat tentang kehamilan, antara lain ada dalam QS. AlAhqaf ayat 15 yang berbunyi : ……. Artinya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan… (QS. Al-Ahqaf ayat 15). Ayat tersebut menjelaskan bahwa salah satu alasan kenapa Allah memberi wasiat pada manusia agar berbakti pada kedua orang tua adalah karena proses persalinan yang dialami ibu merupakan suatu proses yang sangat berat. Pengaruh kontraksi rahim ketika bayi mau lahir, menyebabkan ibu merasakan sangat kesakitan, bahkan dalam keadaan tertentu, dapat menyebabkan kematian. Karena perjuangan ibu ketika melahirkan dan resiko yang sangat berat yang ditanggung seorang ibu, Nabi cukup bijaksana dan memberi empati pada ibu yang meninggal karena melahirkan sebagai syahid, setara dengan perjuangan jihad di medan perang. Penghargaan itu diberikan Nabi sebagai rasa impati karena musibah yang dialami dan juga beratnya resiko kehamilan dan melahirkan bagi seorang ibu. Hal ini bukan berarti membiarkan ibu yang akan melahirkan agar mati syahid, 7 tetapi justru memberi isyarat agar dilakukan upaya-upaya perlindungan, pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pada ibu pada masa-masa kehamilan dan melahirkan. Namun bila ibu meninggal karena melahirkan, Allah menilainya sebagai perjuangan dan meninggal dalam keadaan syahid. Sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya: “Ada tujuh mati syahid selain mati dalam peperangan membela agama : orang yang mati karena terserang wabah tha’un (kolera), orang yang mati karena tenggelam, orang yang mati karena sakit pinggang, orang yang mati karena sakit perut, orang yang mati terbakar, orang yang mati karena tertimpa reruntuhan dan wanita yang mati karena kehamilan dan persalinan” (HR. Abu Dawud). Asuhan keperawatan pasca persalinan sangat diperlukan untuk meningkatkan status kesehatan ibu dan anak sehingga tidak terjadi resiko yang bisa membahayakan ibu dan anak. Periode masa nifas ini lama sekitar 42 hari atau 6 minggu. Dalam hal ini apabila persalinan telah selesai bukan berarti tidak akan terjadi komplikasi apalagi dalam proses persalinan melalui Sectio Caesarea. Dampak masalah post operasi seksio sesarea atas indikasi letak lintang terhadap kebutuhan dasar manusia diantaranya gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka post op sc, ASI susah keluar berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan defisit perawatan diri berhubungan dengan cemas pada luka post op sc. Dalam hal ini perawat berperan dalam menangani masalah tersebut, yaitu dengan cara memberikan asuhan keperawatan post operasi sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab profesi keperawatan. 8 Berdasarkan data di atas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan pada persalinan. Dengan mengambil judul “Asuhan Keperawatan Pada Ny. R Dengan Post op Seksio Sesarea atas Indikasi Letak Lintang Pada Hari ke-3 di Ruang Delima RSUD Ciamis Tahun 2016”. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan adalah : a. Penulis mampu memperoleh pengalaman secara nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan post operasi seksio sesarea atas indikasi letak lintang hari ke-3. b. Penulis mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosialspiritual pada klien dengan post operasi seksio sesarea atas indikasi letak lintang hari ke-3 dengan pendekatan persepsi keperawatan. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penulisan adalah : a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada klien dengan post operasi seksio sesarea atas indikasi letak lintang hari ke-3. b. Penulis mampu menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan post operasi seksio sesarea atas indikasi letak lintang hari ke-3. 9 c. Penulis mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada klien dengan post operasi seksio sesarea atas indikasi Letak lintang hari ke-3. d. Penulis mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah ditentukan pada ibu dengan post operasi seksio sesarea atas indikasi letak lintang hari ke-3. e. Penulis mampu melaksanakan evaluasi pada ibu dengan post operasi seksio sesarea atas indikasi letak lintang hari ke-3. f. Penulis mampu mendokumentasikan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan post operasi seksio sesarea atas indikasi letak lintang hari ke-3. C. Metode Penulisan dan Teknik Pengumpulan Data Metode penulisan dan teknik pengumpulan data yang penulis lakukan adalah sebagai berikut : 1. Metode Penulisan Metode penulisan karya tulis yang dipergunakan oleh penulis adalah metode deskriptif yang berbentuk studi kasus. 2. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu dengan cara : a. Wawancara Yaitu melakukan wawancara dengan klien, keluarga dan tim kesehatan lainnya sehingga data yang diperoleh lebih akurat. 10 b. Observasi Langsung Yaitu pengamatan langsung pada klien, dengan menggunakan teknik inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi. c. Studi Dokumentasi Yaitu sebagian data diperoleh penulis dari dokumentasi klien diruangan, seperti catatan medis dan hasil laboratorium. d. Studi Kepustakaan Yaitu mencari bahan-bahan berupa teori yang diperlukan untuk menunjang materi penulisan. e. Partisipasi Aktif Yaitu kegiatan penulis dalam melakukan tindakan secara langsung terhadap klien. D. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam penyusunan karya tulis ini, maka penulis menguraikan sistematika sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode dan teknik penulisan dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Teoritis 11 Bab ini membahas tentang konsep dasar dan proses keperawatan serta teori pada klien dengan post operasi seksio sesarea atas indikasi letak lintang hari ke-3. BAB III : Tinjauan Kasus dan Pembahasan Bab ini membahas tentang tinjauan kasus yang memuat pelaksanaan asuhan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa masalah, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Bab ini membahas tentang pembahasan yang memuat kesenjangan-kesenjangan yang ditemukan dari perbandingan antara pendekatan teoritis dan pelayanan langsung pada kasus. BAB IV : Simpulan dan Saran Bab ini memuat tentang simpulan setelah melaksanakan kegiatan asuhan keperawatan dan saran untuk perbaikan. BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar 1. Seksio Sesarea a Definisi Seksio sesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat (Harnawatiaj, 2008). Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Prawirohardjo, 2011). Seksio sesarea adalah persalinan lama sampai persalinan terlambat, ruptura uteri iminen, gawat janin, janin besar melebihi 4000 gram, dan perdarahan antepartum (Manuaba, 2010). b Etiologi 1) Etiologi yang berasal dari ibu Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan letak ada, sejarah persalinan dan kehamilan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta previa terutama pada primigravida. 12 13 2) Etiologi yang berasal dari janin Fetal disstres atau gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forseps ekstraksi. c Patofisiologi SEKSIO SESAREA (SC) Indikasi Klasik Prolong/neglected labour Gawat janin Berat badan bayi 4000 g Indikasi SC (1960) Well Born Baby Iindikasi klinis SC letak sungsang SC perdarahan anterpartum Kehamilan prematuritas Kehamilan resiko tinggi Kehamilan ganda Pre-eklamsia/eklamsia Kegagalan induksi Seksio berulang Lain-lain permintaan SC Faktor Pendukung Seksio sesarea Kemampuan teknik operasi Anestesia Antibiotik bervariasi Keseimbangan elektrolit Transfusi darah Perawatan pasca operasi lebih tinggi Ternyata SC dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi. Liberalisasi Seksio Sesarea Tindakan SC di atas 20% perlu dilakukan evaluasi Beberapa klinik SC dapat melebihi 30% Upaya Menurunkan Tindakan Seksio Sesarea Memberikan kesempatan pasien SC sebelumnya mengalami persalinan per vagina Evaluasi periodik indikasi Mempertajam indikasi seksio untuk meningkatkan tanggung jawab moral profesional Meningkatkan honor persalinan per vagina Well Born Baby dan Well Health Mother Mempertinggi kemampuan profesional (pertajam indikasi seksio sesarea, persalinan bayi dalam waktu 2 menit dan hindari hipoglikemia). Menempatkan seksio sesarea tindakan paling konservatif dalam obstetri. Gambar 2.1 Pathway Seksio Sesarea (Manuaba, 2010) 14 d Tipe-tipe seksio sesarea 1) Seksio sesarea segmen bawah (SCSB) Insisi melintang yang dilakukan pada segmen bawah uterus karena segmen bawah uterus tidak begitu banyak mengandung pembuluh darah dibandingkan segmen atas sehingga resiko perdarahan lebih kecil. 2) Seksio sesarea klasik Insisi klasik hanya kadang-kadang dilakukan. Cara ini dikerjakan kalau segmen bawah tidak terjangkau karena adanya pelekatan atau rintangan plasenta. (Manuaba, 2010) e Indikasi 1) Plasenta previa 2) Letak janin yang tidak stabil dan tidak bisa dikoreksi 3) Riwayat obstetrik yang jelek 4) Cephalopelpic Disproportion (CPD) 5) Infeksi herpesvirus tipe II (genital) 6) Riwayat seksio sesarea klasik 7) Diabetes (kadang-kadang) 8) Presentasi bokong (kadang-kadang) 9) Penyakit atau kelainan yang berat pada janin (Manuaba, 2010) Seksio sesarea emergensi dilakukan untuk : 1) Induksi persalinan yang gagal 2) Kegagalan dalam kemajuan persalinan 3) Penyakit fetal atau maternal 15 4) Diabetes atau preeklamsia yang berat 5) Persalinan macet 6) Perdarahan hebat dalam persalinan 7) Tipe tertentu malpresentasi janin dalam persalinan (Manuaba, 2010) f Komplikasi 1) Infeksi peurperal Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis. 2) Perdarahan Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri. 3) Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru-paru dan sebagainya sangat jarang terjadi. 4) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kuatnya perut pada dinding uterus sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. 2. Letak Lintang a Definisi Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul. Punggung janin dapat 16 berada di depan (dorsoanterior), di belakang( dorsoposterior), di atas (dorsosuperior), di bawah (dorsoinferior) (Prawiroharjdo, 2010). Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang didalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu, sedangkan bokong berada pada sisi yang lain (Marisah dkk, 2010). Jadi pengertian letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang didalam uterus dengan sumbu panjang anak tegak lurus atau hampir tegak lurus pada sumbu panjang ibu. b Klasifikasi Klasifikasi letak lintang menurut (Mochtar, 2012) dapat dibagi menjadi 2 macam, yang dibagi berdasarkan : 1) Letak kepala a) Kepala anak bisa di sebelah kiri ibu. b) Kepala anak bisa di sebelah kanan ibu. 2) Letak Punggung a) Jika punggung terletak di sebelah depan ibu, disebut dorso-anterior. b) Jika punggung terletak di sebelah belakang ibu, disebut dorso-posterior. 17 c) Jika punggung terletak di sebelah atas ibu, disebut dorso- superior. d) Jika punggung terletak di sebelah bawah ibu, disebut dorso-inferior. c Etiologi Menurut Sukrisno (2010) penyebab terjadinya letak lintang adalah : 1) Multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang lembek 2) Fiksasi kepala tidak ada indikasi CPD 3) Hidrosefalus 4) Pertumbuhan janiun terhambat atau janin mati 5) Kehamilan premature 6) Kehamilan kembar 7) Panggul sempit 8) Tumor di daerah panggul 9) Kelainan bentuk rahim (uterus arkuatus atau uterus subseptus) 10) Kandung kemih serta rektum yang penuh 11) Plasenta Previa d Manifestasi Klinis 1) Dengan inspeksi biasanya abdomen melebar kesamping dan fundus uteri membentang sedikit diatas umbilikus. 18 2) Ukuran tinggi fundus uterus lebih rendah tidak sesuai dengan umur kehamilan. 3) Pada palpasi : a) Leopold 1 tidak ditemukan bagian bayi di daerah fundus uteri. b) Leopold 2 balotemen kepala teraba pada salah satu fosa iliaka dan bokong pada fosa iliaka yang lain. c) Leopold 3 & 4 memberikan hasil negative 4) Punggung mudah diketahui dengan palpasi, pada punggung anterior suatu dataran keras terletak melintang dibagian depan perut ibu. Pada punggung posterior bagian kecil dapat ditemukan pada tempat yang sama. 5) Bunyi jantung janin terdengar di di sekitar umbilicus (Harry Oxorn William R. Forte. 2010). e Patofisiologi Relaksasi dinding abdomen pada perut yang menggantung menyebabkan uterus beralih ke depan, sehingga menimbulkan defleksi sumbu memanjang bayi menjauhi sumbu jalan lahir, menyebabkan terjadinya posisi obliq atau melintang. Dalam persalinan terjadi dari posisi logitudinal semula dengan berpindahnya kepala atau bokong ke salah satu fosa iliaka Diagnosis letak lintang (Harry Oxorn William R. Forte. 2010). 19 Gambar 2.2 Pathway Letak Lintang Sumber : Manuaba, 2010 20 f Penatalaksanaan Letak Lintang Menurut Manuaba (2010), penanganan yang dapat dilakukan pada ibu dengan letak lintang antara lain : 1) Sewaktu Hamil Usahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Sebelum melakukan versi luar harus dilakukan pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta previa, sebab dapat membahayakan janin meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan memutar kembali. Untuk mencegah janin memutar kembali ibu dianjurkan untuk menggunakan korset, dan dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan untuk menilai letak janin 2) Sewaktu Partus Pada permulaan persalinan masih diusahakan mengubah letak lintang janin menjadi presentasi kepala asalkan pembukaan masih kurang dari 4 cm dan ketuban belum pecah atau utuh, umur kehamilan 36 sampai 38 minggu, bagian terendah belum masuk atau masih dapat dikeluarkan dari PAP, dan bayi dapat lahir pervagina. Pada seseorang primigravida bila versi luar tidak berhasil, sebaiknya segera dilakukan seksio sesaria. Sikap ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : 21 bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks dengan baik, sehingga pada seorang primgravida kala I menjadi lama dan pembukaan serviks sukar menjadi lengkap, tidak ada bagian janin yang menahan tekanan intra – uteri pada waktu his, maka lebih sering terjadi pecah ketuban sebelum pembukaan serviks sempurna dan dapat mengakibatkan terjadinya prolapsus funikuli, dan pada primigravida versi ekstraksi sukar dilakukan. Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung kepada beberapa faktor. Apabila riwayat obstetrik wanita yang bersangkutan baik, tidak didapatkan kesempitan panggul, dan janin tidak seberapa besar, dapat ditunggu dan di awasi sampai pembukaan serviks lengkap untuk kemudian melakukan versi ekstraksi. Selama menunggu harus diusahakan supaya ketuban tetap utuh dan melarang wanita tersebut bangun dan meneran. Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan terdapat prolapsus funikuli, harus segera dilakukan seksio sesarea. Jika ketuban pecah, tetapi tidak ada prolapsus funikuli, maka bergantung kepada tekanan, dapat ditunggu sampai pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi ekstraksi atau mengakhiri persalinan dengan seksio sesarea. Dalam hal ini persalinan dapat diawasi untuk 22 beberapa waktu guna mengetahui apakah pembukaan berlangsung dengan lancer atau tidak. Versi ekstraksi dapat dilakukan pula pada kehamilan kembar apabila setelah bayi pertama lahir, ditemukan bayi kedua berada dalam letak lintang. Pada letak lintang kasep, versi ekstraksi akan mengakibatkan rupture uteri, sehingga bila janin masih hidup, hendaknya dilakukan seksio sesarea dengan segera, sedangkan pada janin yang sudah mati dilahirkan per vaginam dengan dekapitasi atau embriotomi. 3. Dampak masalah post partum seksio sesarea terhadap kebutuhan dasar manusia. Klien pada ibu post partum seksio sesarea akan mengalami dampak terhadap kebutuhan dasar manusia sebagai mahluk holistik diantaranya : a. Gangguan rasa nyaman nyeri Karena adanya luka insisi akibat pembedahan yang menyebabkan jaringan rusak pada syaraf bebas didalam jaringan yang terus berjalan ke modula spinalis dan keotak sehingga dipersepsikan sebagai rasa byeri dan rasa nyaman klien terganggu (Sujiyantini, 2010) b. Gangguan Pola Istirahat Tidur Serabut nyeri merasakan system aktivitas retikulas yang mempunyai efek yang sangat kuat dan menggiatkan seluruh system syaraf untuk membangunkan seseorang dari tidur, oleh 23 karena itu istirahat dan tidur klien mengalami gangguan. (Sujiyantini, 2010) c. Gangguan Aktivitas Sehari-hari Klien dengan operasi seksio sesarea akan menimbulkan rasa nyeri pada daerah operasi, maka ada keterbatasan klien untuk bergerak, sehingga menimbulkan imobilisasi, keluhan atau yang mengakibatkan klien tidak dapat memenuhi atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang diinginkan (Sujiyantini, 2010). d. Gangguan Rasa nyaman Cemas Rasa aman cemas dapatterjadi pada klien dimana diharapkan pada suatu yang belum diketahui sebelumnya (dianggap masih asing oleh klien) seperti pada klien post operasi seksio sesarea nyerinya akan menimbulkan keluhan-keluhan dan pertanyaanpertanyaan sehingga timbul gangguan rasa aman cemas (Sujiyantini, 2010). e. Potensial Terjadi Infeksi Pada pasien post operasi seksio sesarea yang dirawat dengan teknik septic akan memudahkan kuman mikroorganisme masuk kedalam tubuh melalui luka sehingga beresiko untuk terjadinya infeksi (Sujiyantini, 2010) f. Gangguan Eliminasi Pada pasien post operasi seksio sesarea terjadi retention urine, karena terjadi retensi kandung kemih sangat distensi. Suplai darah menurun, bakteri berkembang biak dan infeksi dapat terjadi pada bedah ginekologi (Sujiyantini, 2010) 24 g. Pemenuhan kebutuhan nutrisi Nyeri yang terus menerus dapat menimbulkan ransangan RAS, kemudian dialirkan ke hipothalamus yang merupakan pusat lapar sehingga asam lambung meningkat mengakibatkan nafsu makan menurun (Sujiyantini, 2010). B. Pendekatan Proses Keperawatan Proses keperawatan yaitu merupakan rangkaian tindak asuh keperawatan yang harus dilakukan perawat secara sistematis, sinambung, terencana dan profesional. Mulai dari mengidentifikasi masalah kesehatan, mencegah merencanakan terjadinya masalah tindakan, baru, mengurangi melaksanakan dan tindakan keperawatan hingga mengevaluasi hasil dari tindakan tersebut. Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yang “Sequensial” dan berhubungan : pengkajian diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Rohmah, 2009). 1. Pengkajian Merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi mengidentifikasi status kesehatan klien (Mitayani, 2009). dan 25 Pengkajian terdiri dari : a. Biodata 1) Identitas Klien Terdiri dari identitas klien yang terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, status marital, tanggal masuk RS, tanggal operasi, nomor CM, ruang / kamar, diagnosa medis, tanggal pengkajian, alamat. 2) Identitas Penanggung Jawab Identitas penanggung jawab terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, alamat. b. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan Utama Keluhan yang paling menonjol dan yang paling dirasakan oleh klien dengan post partum seksio sesarea. Pada saat dilakukan pengkajian pada umumnya klien mengeluh nyeri luka operasi di daerah abdomen. 2) Riwayat Penyakit Sekarang Didalamnya terdapat keluhan dan keadaan pasien dari rumah hingga dirawat di rumah sakit, sehingga diberikan tindakan berdasarkan Paliatif (P) yaitu faktor utama keluhan, Q (kualitatif) yaitu kualitas, Region (R) atau daerah penyebaran nyeri, Safety (S) yaitu kenyamanan klien, Time (T) yaitu waktu terjadinya keluhan. 26 3) Riwayat Kesehatan Dahulu Mengenai penyakit dahulu yang dirasakan dan dialami oleh klien yang dapat mempengaruhi keadaan sekarang. 4) Riwayat Kesehatan Keluarga Apakah terdapat anggota keluarga yang mengidap penyakit menular dan diturunkan, seperti penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan lain - lain. 5) Riwayat Obstetri dan Ginekologi a) Riwayat Obstetri Riwayat kehamilan : GPA Tabel 2.1 Riwayat Obstetri No Waktu Umur Jenis Tempat / Jenis Partus Kehamilan Partus Penolong Kelamin Berat Keadaan Bayi Anak Lahir Sekarang b) Riwayat Ginekologi Mengkaji tentang kelainan atau keluhan pada waktu hamil yang dapat mempengaruhi keadaan sekarang. 6) Riwayat Menstruasi Umur pertama mengalami haid, lama haid, banyaknya perdarahan, siklus, HPHT, taksiran persalinan, dan usia kehamilan. 27 7) Riwayat Perkawinan Umur klien dan suami pada waktu nikah, lama menikah, berapa kali menikah. 8) Riwayat Kontrasepsi Mengenai jenis kontrasepsi yang digunakan sebelum hamil, waktu dan lamanya penggunaan, masalah yang dihadapi dengan menggunakan kontrasepsi, jenis kontrasepsi yang direncanakan setelah persalinan sekarang. 9) Riwayat Kehamilan Sekarang Riwayat yang berisi tentang keadaan klien selama kehamilan sekarang yaitu: keluhan saat kehamilan, pergerakan janin, keadaan janin, kebiasaan memeriksakan kehamilan, tempat pemeriksaan, immunisasi. 10) Riwayat Persalinan Sekarang. Riwayat klien dari mulai merasakan tanda – tanda persalinan kemudian diperiksa oleh dokter atau bidan dan diketahui hasil pemeriksaannya yang apabila keadaan gawat, langsung dirujuk ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan selanjutnya. 11) Riwayat Nifas Sekarang Di kaji ada tidaknya perdarahan, bau, dan keluhan pada daerah luka post operasi pada saat bergerak. 28 c. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan Umum Mengkaji tentang kesadaran klien, tanda-tanda vital (temperatur, nadi, respirasi dan tekanan darah), BB, TB. 2) Sistem Integumen Suhu tubuh, lesi dan dekubitus, keadaan luka operasi, skala nyeri, turgor, striae gravidarum, warna rambut, penyebaran rambut, kebersihan kulit kepala dan rambut, keadaan dan warna kuku klien. 3) Sistem Sensori a) Mata Keadaan konjungtiva, sklera, pupil, reflek terhadap cahaya, alat bantu penglihatan, dan keluhan. b) Telinga Bentuk, fungsi pendengaran, kebersihan, alat bantu yang di gunakan dan keluhan. c) Hidung Bentuk, fungsi penciuman, kebersihan, alat yang terpasang dan keluhan. d) Mulut Mukosa bibir, kondisi gigi, fungsi pengecapan dan menelan, kondisi lidah dan keluhan. 29 e) Leher Peninggian jugularis vena pressure, pembesaran kelenjar getah bening, kelenjar thyroid dan keluhan. 4) Sistem Pernapasan Bentuk dada, rasio pernafasan inspirasi dan ekspirasi, pola nafas, frekuensi pernafasan, bunyi pernafasan, kebersihan dan keluhan. 5) Sistem Kardiovaskuler Tekanan darah, nadi, capillary refilling time, denyut nadi, bunyi jantung. 6) Sistem Gastrointestinal Bising usus frekuensi 4-8 kali/menit 7) Sistem Perkemihan Alat yang terpasang, warna urine, volume urine. 8) Sistem Muskuloskeletal Ekstremitas atas : bentuk dan ukuran, alat yang terpasang. Ekstremitas bawah : oedema, bentuk dan ukuran, disertai keluhan. 9) Sistem Persyarafan Glasgow Coma Scale, fungsi saraf cranialis dari I sampai XII. 30 10) Sistem Endokrin Apakah klien mempunyai riwayat Diabetes Melitus, pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar getah bening dan gangguan hormonal lain. 11) Sistem Reproduksi a) Mamae Bentuk, keadaan puting susu, keluhan. b) Genetalia Bentuk, loche dan warna, bau dan kebersihan. c) Uterus Tinggi Fundus Uteri. d. Aktivitas sehari - hari 1) Nutrisi dan cairan a) Nutrisi Kaji tentang jenis, frekuensi, pantangan, keluhan yang dirasakan. b) Cairan Kaji tentang jenis, frekuensi, jumlah per hari, keluhan. 2) Eliminasi a) Buang Air Besar Kaji tentang frekuensi, konsistensi, warna, dan keluhan. 31 b) Buang Air Kecil Kaji tentang frekuensi, warna, alat yang terpasang dan keluhan. 3) Istirahat Tidur Dikaji tentang lamanya tidur, dan keluhan. 4) Personal Hygiene Dikaji tentang mandi, mencuci rambut, gunting kuku, gosok gigi, ganti pakaian dan keluhan. 5) Aktivitas Dikaji tentang aktivitas sehari – hari, dan keluhan. e. Aspek Psikososial Mengkaji tentang status emosi klien, konsep diri (body image, identitas klien, peran, ideal diri, dan harga diri). f. Aspek Sosial Kaji tentang komunikasi klien dengan keluarga dan petugas kesehatan. g. Aspek Spiritual Mengkaji apa agama klien, keadaan ibadah klien sebelum sakit dan sesudah nifas. h. Pengetahuan Klien dan Keluarga Mengenai: 1) Immunisasi 2) Perawatan payudara 3) Teknik pemberian ASI 4) KB 32 i. Data Penunjang 1) Hasil pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan yang meliputi Darah, Urine, Rontgen 2) Obat - obatan therapy Obat - obatan yang diberikan oleh dokter kepada klien sesuai dengan penyakitnya. 2. Analisa Data Pengelompokan data adalah pengelompokan data - data klien atau keadaan dimana klien mengalami permasalahan kesehatan atau keperawatan berdasarkan kriteria permasalahannya setelah data dikelompokan maka perawat dapat mengidentifikasi masalah keperawatan klien dan merumuskannya. Dari data yang dikumpulkan, maka perawat dapat mengidentifikasi daftar kebutuhan dan masalah klien dengan menggambarkan adanya sebab akibat yang digambarkan sebagai pohon masalah (Nursalam, 2008). 3. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan 33 menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2008). Menurut Marilynn G. Doenges dan M.F. Moorhouse (2005) dalam Hartini (2014) bahwa kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien post operasi seksio sesarea karena letak lintang adalah sebagai berikut : a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan. b. Kecemasan berhubungan dengan ancaman pada konsep diri. c. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan efek-efek anestesi. d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit. e. Konstipasi berhubungan dengan efek-efek anestesi. f. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan efek-efek anestesi. g. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan. h. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri. 4. Perencanaan (Tujuan, Intervensi dan Rasionalisasi) Perencanaan merupakan tahap ketiga dari proses keperawatan dimana tujuan / hasil ditentukan dan intervensi dipilih. Rencana perawatan adalah bukti tertulis dari tahap dua dan tiga proses keperawatan yang mengidentifikasi masalah / kebutuhan pasien, tujuan / hasil perawatan dan intervensi untuk 34 mecapai hasil yang diharapkan dan menangani masalah / kebutuhan pasien (Doengoes, 2005 dalam Hartini, 2014). Menurut Gordon (1976) mendefinisikan bahwa diagnosa keperawatan adalah “Masalah kesehatan aktual dan potensial dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, dia mampu dan mempunyai kewenangan untuk memberikan tindakan keperawatan” (Nursalam, 2008). Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat (Doengoes, 2005 dalam Hartini, 2014). Adapun perencanaan dan rasionalisasi pada klien dengan post operasi SC atas indikasi letak lintang yaitu : a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan. Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi Kriteria hasil : a) Nyeri tidak ada. a) Tampak rileks. b) Mampu tidur atau istirahat dengan tepat Tabel 2.2 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Intervensi Rasionalisasi 1. Tentukan karakteristik dan 1. Membedakan karakteristik lokasi ketidaknyamanan khusus dari nyeri membantu nyeri. membedakan nyeri pasca operasi dan terjadinya komplikasi. 2. Obsertasi TD dan nadi 2. Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan dari nadi meningkat. 3. Ubah posisi klien 3. Merilekskan otot dan mengalihkan perhatian dari sensasi nyeri. 35 4. Lakukan latihan nafas dalam. 4. Meningkatkan upaya pernafasan, menurunkan regangan dan ketegangan area insisi, mengurangi dari ketidaknyamanan. 5. Inspeksi jaringan payudara 5. Pada 24 jam pasca partum, dan puting payudara harus lunak dan tak nyeri, nyeri dan pembesaran payudara dapat terjadi 2 – 3 hari pasca partum (Doengoes, 2005 dalam Hartini, 2014). b. Kecemasan berhubungan dengan ancaman pada konsep diri. Tujuan : kecemasan tidak ada Kriteria hasil : a) Kecemasan hilang b) Klien dapat istirahat c) Klien kelihatan rileks Tabel 2.3 Kecemasan Intervensi 1. Beri support mental. Rasionalisasi 1. Memberikan dukungan emosional, dapat mendorong pengungkapan masalah. 2. Berikan informasi yang akurat 2. Khayalan yang disebabkan oleh tentang keadaanya. kurangnya informasi atau kesalahanpahaman dapat meningkatkan tingkat ansietas. 3. Tentukan tingkat ansietas klien 3. Kelahiran sesaria mungkin dipandang sebagai suatu kegagalan dalam hidup oleh klien / pasangan dan hal tersebut dapat memiliki dampak negatif dalam proses ikatan / menjadi orang tua. (Doengoes, 2005 dalam Hartini, 2014). 36 c. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan efek-efek anestesi. Tujuan : Tidak terjadi cidera Kriteria hasil : a) Klien bebas dari komplikasi b) Klien dapat melindungi dirinya Tabel 2.4 Resiko Tinggi Terhadap Cidera Rasionalisasi dan 1. Meningkatkan sirkulasi dan aliran balik vena dari eksemitas bawah, menurunkan resiko pembentukan trombus. 2. Bantu klien pada ambulansi 2. Hipotensi ortostatik dapat terjadi awal. pada perubahan dari posisi terlentang ke berdiri. 3. Peregangan berlebihan pada 3. Inspeksi insisi secara teratur. insisi atau pelambatan penyembuhan dapat menyebabkan klien cenderung terhadap pemisahan jaringan dan kemungkinan nemoragi. (Doengoes, 2005 dalam Hartini, 2014). 1. Anjurkan latihan. Intervensi ambulasi dini d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit. Tujuan : Infeksi tidak terjadi Kriteria hasil : a) Luka menunjukan awal penyembuhan. b) klien bebas dari infeksi, tidak demam. Tabel 2.5 Resiko Tinggi Terhadap Infeksi Intervensi Rasionalisasi 1. Anjurkan dan gunakan teknik 1. Membantu mencegah atau mencuci tangan. membatasi penyebaran infeksi. 2. Tinjau ulang HB / HT pranatal, 2. Anemia, diabetes dan persalinan perhatikan adanya kondisi yang yang lama sebelum kelahiran 37 mempredisposisikan klien pada sesaria meningkatkan resiko infeksi pasca operasi. infeksi dan pelambatan 3. Inspeksi insisi terhadap proses penyembuhan. penyembuhan, perhatikan 3. Tanda-tanda ini menandakan kemerahan, edema, nyeri, infeksi luka, biasanya eksudat, atau gangguan disebabkan oleh streptokokus, penyatuan. stafolokokus atau spesies 4. Bersihkan luka dan ganti balutan pseudomonas. bila basah. 4. Lingkungan lembab merupakan media paling baik untuk pertumbuhan bakteri, bakteri dapat berpindah melalui aliran kapiler melalui balutan basah ke luka. (Doengoes, 2005 dalam Hartini, 2014). e. Konstipasi berhubungan dengan efek-efek anestesi. Tujuan : Eliminasi teratur Kriteria hasil : a) BAB lancar b) Bising usus terdengar aktif c) Keluarnya flatus Tabel 2.6 Konstipasi Intervensi Rasionalisasi 1. Auskultasi terhadap adanya 1. Menentukan kesiapan terhadap bising usus pada keempat pemberian makan peroral dan kuadran setiap 4 jam setelah kemungkinan terjadinya kelahiran sesaria. komplikasi. 2. Palpasi abdomen, perhatikan 2. Menandakan pembentukan gas distensi atau ketidaknyamanan. dan akumulasi atau kemungkinan ileus paralitik. 3. Anjurkan latihan kaki dan 3. Latihan kaki mengencangkan pengencanganabdominal, otot-otot abdomen dan tingkatkan ambulasi dini. memperbaiki mobilitas 4. Identifikasi aktifitas-aktifitas abdomen. dimana klien dapat 4. Membantu dalam menciptakan menggunakannya dirumah untuk kembali pola evakuasi normal merangsang kerja usus. dan meningkatkan kemandirian. (Doengoes, 2005 dalam Hartini, 2014). 38 f. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan efek-efek anestesi. Tujuan : Pola eliminasi teratur Kriteria hasil : a) klien dapat berkemih optimal. b) Urine keluar teratur. Tabel 2.7 Perubahan Eliminasi Urine Intervensi Rasionalisasi 1. Perhatikan dan catat jumlah, 1. Oliguri (keluaran urine kurang warna, dan konsentrasi drainase dari 30 ml/jam) mungkin urine. disebabkan oleh efek-efek anti diuretik dan infus oksitosin. 2. Tinggi fundus mengakibatkan 2. Palpasi kandung kemih, pantau peningkatan pengisian kandung tinggi fundus, dan lokasi dan kemih. Menyebabkan jumlah aliran lochea. peningkatan relaksasi uterus dan aliran lochea. 3. Berikan cairan peroral 6 – 8 3. Cairan meningkatkan hidrasi dan gelas per hari. fungsi ginjal, dan membantu mecegah statis kandung kemih. (Doengoes, 2005 dalam Hartini, 2014). g. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan. Tujuan : Perawatan diri terpenuhi. Kriteria hasil : a) klien dapat melakukan perawatan diri b) klien tampak segar Tabel 2.8 Kurang Perawatan Diri Intervensi 1. pastikan berat / ketidaknyamanan Rasionalisasi durasi 1. nyeri berat mempangaruhi respon emosi dan prilaku, sehingga klien mungkin tidak mampu terfokus pada aktivitas 2. ubah posisi klien setiap 1 – 2 jam perawatan diri. 2. Membantu mencegah komplikasi 39 3. berikan bantuan sesuai bedah. kebutuhan dengan hygiene 3. Memperbaiki (misalnya perawatan mulut, meningkatkan mandi, gosok punggung, dan kesejahteraan. pesineal) (Doengoes, 2005 dalam Hartini, 2014). harga diri perasaan h. Gangguan pola istirahat dan tidur berhubungan dengan nyeri. Tujuan : Kebutuhan tidur terpenuhi Kriteria hasil : a) Klien tidur malam dan siang. b) Tidur mencapai 8 jam perhari c) Klien merasa segar setelah istirahat. Tabel 2.9 Gangguan Pola Istirahat dan Tidur Intervensi Rasionalisasi 1. Kaji pesepsi klien tentang 1. Mengidentifikasi persepsi klien kelelahan, kebutujhan tidur, dan tentang masalah tidur. kekurangan tidur. 2. Bantu klien dengan 2. Kaji lingkungan rumah, ukuran merencanakan periode tidur / dan situasi keluarga, rutinitas istirahat selama siang hari, dan ketersediaan bantuan. secara realitas, dalam jadwal anggota keluarga. 3. Berikan informasi yang 3. Tidur dan ketidak aktifan berhubungan dengan aspekmenurunkan laju metabolik basal aspek positif tentang tidur dan dan memungkinkan oksigen dan istirahat. nutrien digunakan untuk pemulihan. 4. Anjurkan pembatasan jumlah 4. Kelelahan berlebihan dapat dan lamanya waktu kunjungan. diakibatkan dari penggunaan waktu kunjungan yang sering. (Doengoes, 2005 dalam Hartini, 2014). 5. Implementasi Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi 40 respon klien selama dan sesudah pelaksanana tindakan dan menilai data yang baru (Rohmah, 2009). Implementasi merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan yang telah mengetahui direncanakan.dalam berbagai hal tahap diantaranya ini perawat bahaya fisik harus dan perlindungan terhadap pasien,tekhnik komunikas, kemampuan dalam prosedur tindakan dan pemahaman tentang hak-hak pasien.Dalam tahap pelaksanaan terdapat dua tindakan yaitu tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi (Potter, 2009). 6. Evaluasi Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah, 2009). Ada 2 jenis mengevaluasi kualifikasi tindakan keperawatan yaitu : a. Evaluasi Formatif Yaitu evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan, berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara terus menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai. 41 b. Evaluasi Sumatif Yaitu evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan secara paripurna berorientasi pada masalah keperawatan, menjelaskan keberhasilan atau ketidakberhasilan dan rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan. (Rohmah, 2009) Adapun evaluasi yang menggunakan pendekatan dengan format SOAPIER adalah : S : Subjektif adalah informasi yang didapat dari pasien O : Objektif adalah data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung kepada klien, dan yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan. A : Assesment (pengkajian) adalah suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi, atau juga dapat dituliskan masalah atau diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan objektif. P : Planning adalah rencana tindakan yang diambil. I : Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan instruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen P (Perencanaan). 42 E : Evaluasi adalah respon klien setelah dilakukan tindakan keperawatan. R : Reassesment adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana tindakan perlu dilanjutkan, dimotifikasi, atau dihentikan. (Rohmah, 2009). DAFTAR PUSTAKA Al – Quran Surat Al-Ahqaf ayat (15) dan HR. Abu Dhawud. Dinkes Ciamis (2015). Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis. Harnawatiaj, (2008). Askep post seksio sesarea. Tersedia dalam https://harnawatiaj.wordpress.com). [Diakses 20 Juni 2016]. Hartini, (2014). Asuhan Keperawatan paDa ny. D dengan Post Seksio Sesarea atas Indikasi Cephalopelvic Disproportion (CPD) Hari ke 1-4 di Ruang Delima RSUD Ciamis. tahun 2014. KTI STIKes Muhamadiyah Ciamis. Kemenkes, (2013). Upaya Penekanan Angka kematian Ibu di Indonesia. Tersedia dalam http://www.depkes.go.id. [Diakses 20 Juni 2016]. ________, (2014), Lindungi Ibu Dan Bayi Dengan Imunisasi. Tersedia Dalam http://www.depkes.go.id/ [Diakses 20 Juni 2016]. Manuaba dkk. (2010). Ilmu Kandungan, penyakit kandungan, dan KB. Jakarta: EGC. Marisah dkk. (2010). Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan. Jakarta : Salemba Medika. Mochtar. (2012). Letak Lintang (Transverse Lie) dalam Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta : EGC. Nursalam. (2008). Proses & Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktik. Jakarta : Salemba Medika. Oxorn, Harry dan William R. Forte. (2010). Ilmu Kebidanan, Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta: Yayasan Esentia Medika. Potter. (2009). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, konsep, proses dan praktik. Jakarta : Almatsier. Prawirohardjo, (2010) Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. ___________, (2011) Buku Ajar Bidan. Jakarta : EGC. Rohmah, Nikmatur at, al. (2009). Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi (Edisi 1). Jakarta : Ar. Ruzzmedia. Sujiyatini, DKK. (2010). Asuhan Ibu Nifas ASKEB II, Cetakan I, Yogyakarta. Sukrisno. (2010). Asuhan Kebidanan IV Patologi Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media. Wiknjosatro. (2007). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.