PENDAHULUAN Latar Belakang Satwa primata merupakan satwa liar yang mempunyai sifat biologis, anatomis dan fisiologis yang mendekati manusia, dan oleh sebab itu banyak digunakan sebagai hewan model dalam percobaan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya pengembangan bidang biologi dan kesehatan manusia. Percobaan-percobaan yang menggunakan hewan model primata antara lain penelitian untuk pengujian obat-obatan dan pembuatan vaksin, dan kemampuan biologis kekebalan alami terhadap penyakit yang dimiliki. Satwa primata yang dipakai sebagai hewan model antara lain monyet ekor panjang (MEP) (Macaca fascicularis), oleh karena itu kebutuhan akan MEP dari tahun ke tahun semakin bertambah sejalan dengan peningkatan kemajuan ilmu pengetahuan yang ada. Pasar komoditi MEP antara lain Amerika Serikat, Jepang dan beberapa negara Eropa. Dilaporkan, negara Amerika Serikat saja membutuhkan lebih kurang 15.000 ekor/tahun, dan kontribusi yang dapat dipenuhi oleh Indonesia hanya sekitar 3.000 ekor (20%), padahal populasi di ne gara kita sangat melimpah bahkan pada beberapa daerah keberadaannya ini merupakan hama bagi petani. Dewasa ini Indonesia dihadapkan pada masalah penolakan untuk pengangkutan satwa hidup oleh perusahan pengangkutan udara nasional dan internasional karena te kanan LSM. Penolakan ini terjadi dengan alasan pengelolaan atau penanganan yang kurang menjamin kesejahteraan dan kenyamanan satwa selama perjalanan. Hal ini jelas sangat merugikan Indonesia sebagai pengekspor satwa primata. Selama ini dalam proses pengiriman monyet untuk sampai ketempat tujuan, perusahaan eksportir tidak mempunyai prosedur operasi baku yang jelas mengenai penanganan selama pengangkutan berlangsung, baik itu berupa pemberian pakan maupun penggunaan kandang, sehigga para perusahaan melakuka nnya berdasarkan pengalaman yang dimiliki, padahal kedua hal tersebut sangat berpengaruh pada kenyamanan monyet. Kajian tentang kesejahteraan dan kenyamanan dalam pelaksanaan pengangkutan MEP serta satwa primata lainnya masih kurang, belum banyak informasi yang ada sebagai referensi bagi eksportir, sehingga perlu dilakukan penelitian. Mengacu pada kenyataan tersebut, maka telah dilakukan penelitian untuk mendapatkan informasi pengaruh pengangkutan dengan berbagai pakan yang diberi dan bentuk kandang berbeda terhadap beberapa aspek biologis dan tingkah laku MEP. Dasar Pemikiran Perubahan lingkungan sangat mudah terjadi, hal ini sangat mengganggu kehidupan organisme, sehingga organisme harus melakukan adaptasi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan yang ada. Organisme mempunyai batas toleransi menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan sekitarnya, dan ketidak-mampuan mentolerir perubahan lingkungan menyebabkan terjadinya cekaman, yang dapat diketahui melalui aktivitas biologis dan fisiologis yang menyimpang dari biasanya. Untuk memenuhi materi penelitian yang menggunakan hewan model MEP yang dilakukan negara maju, maka dilakukan proses eksportasi. Salah satu faktor yang penting dalam eksportasi adalah pengangkutan, terlebih pengangkutan satwa hidup seperti monyet yang sangat rumit, sehingga perlu penanganan yang tepat agar supaya tidak mengakibatkan kerugian. Penanganan pengangkutan selama pengiriman monyet meliputi: persiapan sebelum pengangkutan, pelaksanaan pengangkutan, dan penanganan sesuda h pengangkutan. Persiapan sebelum pengangkutan dimulai dari monyet dikarantinakan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi kesehatan dan kebugaran. Selain itu dalam periode karantina dilaksanakan proses penyesuaian diri satwa terhadap kondisi pengangkutan berupa penggunaan kandang individu yang berukuran lebih sempit, cara pemberian pakan yang khusus untuk pengangkutan, serta penggunaan peralatan lain seperti tempat minum. Pada pengangkutan monyet terjadi perubahan lingkungan, dan setiap perubahan lingkungan dapat memicu terjadinya cekaman. Gejala -gejala yang dapat dilihat akibat cekaman antara lain kelelahan, kondisi fisik menurun, proses metabolisme terganggu, penurunan agresivitas, ketakutan, kegelisahan, depresi, dan perubahan kebiasaan makan. Tingkah laku yang merupakan ekspresi satwa, 2 menggambarkan suatu interaksi antara reaksi tubuh dengan lingkungannya, sehingga dapat dijadikan indikator reaksi tubuh terhadap kondisi lingkungannya. MEP dalam pengangkutan, akan mengalami cekaman, sehingga diperlukan penanganan yang tepat agar supaya monyet dapat bertahan lebih baik, bahkan kalau bisa dapat meminimalkan cekaman yang terjadi. Cekaman yang terjadi selama pengangkutan menyebabkan adanya gangguan fisiologis dan perubahan aktivitas fisik. Untuk melakukan aktivitas fisik ini, monyet membutuhkan zat-zat nutrisi yang terkandung dalam pakan, sehigga perlu upaya yang tepat untuk pemenuhan zat nutrisi dengan pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan monyet selama pengangkutan. Kebutuhan zat makanan yang penting untuk aktivitas tubuh antara lain energi. Pada monyet yang mengalami cekaman, kebutuhan energi untuk hidup pokok meningkat sejalan dengan peningkatan laju metabolisme yang terjadi. Peningkatan energi dapat terpenuhi oleh pemberian pakan yang kaya sumber ene rgi, akan tetapi untuk metabolisme energi tersebut dibutuhkan proses yang cukup panjang. Untuk mengatasi kondisi ini, dapat dilakukan dengan penambahan energi siap pakai secara langsung. Cekaman juga dapat mengakibatkan reaksi fisik yang tidak terkendalika n, dapat memberikan efek merusak pada diri sendiri. Pada kondisi tersebut diperlukan pemberian obat penenang ( tranquiliser). Penggunaan kandang dalam pengangkutan yang dilakukan selama ini menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi monyet, karena keterbatasannya bergerak pada kandang pengangkutan yang sempit. Oleh sebab itu perlu diberikan bentuk kandang yang dapat mengurangi dampak negatifnya. Tujuan Untuk mengetahui kondisi biologis MEP (konsumsi dan kecernaan semu zat-zat makanan, bobot badan serta tingkah laku) yang mengalami pengangkutan dengan pemberian pakan berbeda, dan dengan penggunaan model kandang angkut yang berbeda pula. 3 Manfaat 1. Memperoleh jenis pakan yang sesuai selama pengangkutan MEP 2. Mendapatkan model kandang yang paling cocok untuk pengangkutan MEP. 3. Mendapatkan informasi derajat cekaman akibat pengangkutan MEP. Hipotesis 1. Perbedaan pemberian pakan selama pengangkutan mempengaruhi konsumsi dan kecernaan semu zat-zat makanan, bobot badan serta tingkah laku MEP. 2. Penggunaan model kandang yang berbeda untuk pengangkutan mempengaruhi konsumsi dan kecernaan semu zat-zat makanan, bobot badan, serta tingkah laku MEP selama pengangkutan. 3. Lama pengangkutan mempengaruhi derajat cekaman yang dirasakan MEP. 4