Santo Ignatius dari Antiokia

advertisement
1|Page
SEJARAH TERBENTUKNYA KITAB-KITAB PERJANJIAN LAMA
Alkitab Gereja Katolik terdiri dari 73 kitab, yaitu Perjanjian Lama terdiri dari 46 kitab sedangkan Perjanjian Baru
terdiri dari 27 kitab. Bagaimanakah sejarahnya sehingga Alkitab terdiri dari 73 kitab, tidak lebih dan tidak kurang?
Pertama, kita akan mengupas kitab-kitab Perjanjian Lama yang dibagi dalam tiga bagian utama: Hukum-hukum
Taurat, Kitab nabi-nabi dan Naskah-naskah. Lima buku pertama: Kitab Kejadian, Kitab Keluaran, Kitab Imamat dan
Kitab Bilangan dan Kitab Ulangan adalah intisari dan cikal-bakal seluruh kitab-kitab Perjanjian Lama. Pada suatu
ketika dalam sejarah, ini adalah Kitab Suci yang dikenal oleh orang-orang Yahudi dan disebut Kitab Taurat
atau Pentateuch.
Selama lebih dari 2000 tahun, nabi Musa dianggap sebagai penulis dari Kitab Taurat, oleh karena itu kitab ini sering
disebut Kitab Nabi Musa dan sepanjang Alkitab ada referensi kepada "Hukum Nabi Musa". Tidak ada seorangpun
yang dapat memastikan siapa yang menulis Kitab Taurat, tetapi tidak disangkal bahwa nabi Musa memegang peran
yang unik dan penting dalam berbagai peristiwa-peristiwa yang terekam dalam kitab-kitab ini. Sebagai orang
Katolik, kita percaya bahwa Alkitab adalah hasil inspirasi Ilahi dan karenanya identitas para manusia pengarangnya
tidaklah penting.
Nabi Musa menaruh satu set kitab di dalam Tabut Perjanjian (The Ark of The Covenant) kira-kira 3300 tahun yang
lalu. Lama kemudian Kitab Para Nabi dan Naskah-naskah ditambahkan kepada Kitab Taurat dan membentuk Kitabkitab Perjanjian Lama. Kapan tepatnya isi dari Kitab-kitab Perjanjian Lama ditentukan dan dianggap sudah lengkap,
tidaklah diketahui secara pasti. Yang jelas, setidaknya sejak lebih dari 100 tahun sebelum kelahiran Kristus, Kitabkitab Perjanjian Lama sudah ada seperti umat Katolik mengenalnya sekarang.
Kitab-kitab Perjanjian Lama pada awalnya ditulis dalam bahasa Ibrani (Hebrew) bagi Israel, umat pilihan Allah.
Tetapi setelah orang-orang Yahudi terusir dari tanah Palestina dan akhirnya menetap di berbagai tempat, mereka
kehilangan bahasa aslinya dan mulai berbicara dalam bahasa Yunani (Greek) yang pada waktu itu merupakan
bahasa internasional. Oleh karena itu menjadi penting kiranya untuk menyediakan bagi mereka, terjemahan seluruh
Kitab Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani. Pada waktu itu di Alexandria berdiam sejumlah besar orang Yahudi
yang berbahasa Yunani. Selama pemerintahan Ptolemius II Philadelphus (285 - 246 SM) proyek penterjemahan dari
seluruh Kitab Suci orang Yahudi ke dalam bahasa Yunani dimulai oleh 70 atau 72 ahli-kitab Yahudi - menurut tradisi
- 6 orang dipilih mewakili setiap dari 12 suku bangsa Israel. Terjemahan ini diselesaikan sekitar tahun 250 - 125 SM
dan disebut Septuagint, yaitu dari kata Latin yang berarti 70 (LXX), sesuai dengan jumlah penterjemah. Kitab ini
sangat populer dan diakui sebagai Kitab Suci resmi (kanon Alexandria) kaum Yahudi diaspora (=terbuang), yang
tinggal di wilayah Asia Kecil dan Mesir. Pada waktu itu Ibrani adalah bahasa yang nyaris mati dan orang-orang
Yahudi di Palestina umumnya berbicara dalam bahasa Aram. Jadi tidak mengherankan kalau Septuagint adalah
terjemahan yang digunakan oleh Yesus, para Rasul dan para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru. Bahkan, 300
kutipan dari Kitab Perjanjian Lama yang ditemukan dalam Kitab Perjanjian Baru adalah berasal dari Septuagint.
Harap diingat juga bahwa seluruh Kitab Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani.
Setelah Yesus disalibkan dan wafat, para pengikut-Nya tidak menjadi punah tetapi malahan menjadi semakin kuat.
Pada sekitar tahun 100 Masehi, para rabbi (imam Yahudi) berkumpul di Jamnia, Palestina, mungkin sebagai reaksi
terhadap umat Kristen. Dalam konsili Jamnia ini mereka menetapkan empat kriteria untuk menentukan kanon
(=standard) Kitab Suci mereka: [1] Ditulis dalam bahasa Ibrani; [2] Sesuai dengan Kitab Taurat; [3] lebih tua dari
jaman Ezra (sekitar 400 SM); [4] dan ditulis di Palestina. Atas kriteria-kriteria diatas mereka mengeluarkan kanon
baru untuk menolak tujuh buku dari kanon Alexandria, yaitu seperti yang tercantum dalam Septuagint, yaitu: Tobit,
Yudit, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Barukh, 1 Makabe, 2 Makabe, berikut tambahan-tambahan dari kitab Ester
dan Daniel. (Catatan: Surat Nabi Yeremia dianggap sebagai pasal 6 dari kitab Barukh). Hal ini dilakukan atas alasan
bahwa mereka tidak dapat menemukan versi Ibrani dari kitab-kitab yang ditolak diatas.
Gereja Kristen tidak menerima hasil keputusan rabbi-rabbi Yahudi ini dan tetap terus menggunakan Septuagint.
Pada konsili di Hippo tahun 393 Masehi dan konsili Kartago tahun 397 Masehi, Gereja secara resmi menetapkan 46
kitab hasil dari kanon Alexandria sebagai kanon bagi Kitab-kitab Perjanjian Lama. Selama enam belas abad, kanon
Alexandria diterima secara bulat oleh Gereja. Masing-masing dari tujuh kitab yang ditolak oleh konsili Jamnia,
dikutip oleh para Bapa Gereja perdana (Church Fathers) sebagai kitab-kitab yang setara dengan kitab-kitab lainnya
dalam Perjanjian Lama. Bapa-bapa Gereja, beberapa diantaranya disebutkan disini: St. Polycarpus, St. Irenaeus,
Paus St. Clement, dan St. Cyprianus adalah para pemimpin spiritual umat Kristen yang hidup pada abad-abad
pertama dan tulisan-tulisan mereka - meskipun tidak dimasukkan dalam Perjanjian Baru - menjadi bagian dari
Deposit Iman. Tujuh kitab berikut dua tambahan kitab yang ditolak tersebut dikenal oleh Gereja Katolik
2|Page
sebagaiDeuterokanonika (second-listed), atau kanon kedua. Disebut demikian karena disertakan dalam kanon
Kitab Suci setelah melalui banyak perdebatan.
GEREJA KATOLIK MENDAHULUI KITAB PERJANJIAN BARU
Seperti Kitab-kitab Perjanjian Lama, Kitab-kitab Perjanjian Baru juga tidak ditulis oleh satu orang, tetapi adalah hasil
karya setidaknya delapan orang. Kitab Perjanjian Baru terdiri dari 4 kitab Injil, 14 surat Rasul Paulus, 2 surat Rasul
Petrus, 1 surat Rasul Yakobus, 1 surat Rasul Yudas, 3 surat Rasul Yohanes dan Wahyu Rasul Yohanes dan Kisah Para
Rasul yang ditulis oleh Santo Lukas, yang juga menulis Kitab Injil yang ketiga. Sejak kitab Injil yang pertama yaitu
Injil Matius sampai kitab Wahyu Yohanes, ada kira-kira memakan waktu 50 tahun. Tuhan Yesus sendiri, sejauh yang
kita ketahui, tidak pernah menuliskan satu barispun dari kitab Perjanjian Baru. Dia tidak pernah memerintahkan
para Rasul untuk menuliskan apapun yang diajarkan oleh-Nya. Melainkan Dia berkata: "Maka pergilah dan ajarlah
segala bangsa" (Matius 28:19-20), "Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku" (Lukas 10:16).
Apa yang Yesus perintahkan kepada mereka persis sama seperti apa yang Yesus sendiri lakukan: menyampaikan
Firman Allah kepada orang-orang melalui kata-kata, meyakinkan, mengajar, dan menpertobatkan mereka dengan
bertemu muka. Jadi bukan melalui sebuah buku yang mungkin bisa rusak dan hilang, dan disalah tafsirkan dan
diubah-ubah isinya, melainkan melalui cara yang lebih aman dan alami dalam menyampaikan firman yaitu dari
mulut ke mulut. Demikianlah para Rasul mengajar generasi seterusnya untuk melakukan hal yang serupa setelah
mereka meninggal. Oleh karena itu melalui Tradisi seperti inilah Firman Allah disampaikan kepada generasi-generasi
umat Kristen sebagaimana pertama kali diterima oleh para Rasul.
Tidak satu barispun dari kitab-kitab Perjanjian Baru dituliskan sampai setidaknya 10 tahun setelah wafatnya Kristus.
Yesus disalibkan pada circa tahun 33 dan kitab Perjanjian Baru yang pertama ditulis yaitu surat 1 Tesalonika baru
ditulis sekitar tahun 50 Masehi. Sedangkan kitab terakhir yang ditulis yaitu kitab Wahyu Yohanes pada sekitar 90100 Masehi. Jadi anda bisa melihat kesimpulan penting disini: Gereja dan iman Katolik sudah ada sebelum Alkitab
dijadikan. Beribu-ribu orang bertobat menjadi Kristen melalui khotbah para Rasul dan missionaris di berbagai
wilayah, dan mereka percaya kepada kebenaran Ilahi seperti kita percaya sekarang, dan bahkan menjadi orangorang kudus tanpa pernah melihat ataupun membaca satu kalimatpun dari kitab Perjanjian Baru. Ini karena alasan
yang sederhana yaitu bahwa pada waktu itu Alkitab seperti yang kita kenal, belum ada. Jadi, bagaimanakah mereka
menjadi Kristen tanpa pernah melihat Alkitab? Yaitu dengan cara yang sama orang non-Kristen menjadi Kristen pada
masa kini, yaitu dengan mendengar Firman Allah dari mulut para misionaris.
GEREJA KATOLIK MENETAPKAN KITAB PERJANJIAN BARU
Ke-dua puluh tujuh kitab diterima sebagai Kitab Suci Perjanjian Baru baik oleh umat Kristen Katolik maupun Kristen
lain. Pertanyaannya adalah: Siapa yang memutuskan kanonisasi Perjanjian Baru sebagai kitab-kitab yang berasal
dari inspirasi Allah? Kita tahu bahwa Alkitab tidak jatuh dari langit, jadi darimana kita tahu bahwa kita bisa percaya
kepada setiap kita-kitab tersebut?
Berbagai uskup membuat daftar kitab-kitab yang diakui sebagai inspirasi Ilahi, diantaranya: [1] Mileto, uskup Sardis
pada tahun 175 Masehi; [2] Santo Irenaeus, uskup Lyons - Perancis pada tahun 185 Masehi; [3] Eusebius, uskup
Caesarea pada tahun 325 Masehi.
Pada tahun 382 Masehi, didahului oleh Konsili Roma, Paus Damasus menulis dekrit yang menulis daftar kitab-kitab
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang terdiri dari 73 kitab.
Konsili Hippo di Afrika Utara pada tahun 393 menetapkan ke 73 kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Konsili Kartago di Afrika Utara pada tahun 397 menetapkan kanon yang sama untuk Alkitab Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru. Catatan: Ini adalah konsili yang dianggap oleh banyak pihak non-Katolik sebagai yang menentukan
bagi kanonisasi kitab-kitab dalam Perjanjian Baru.
Paus Santo Innocentius I (401-417) pada tahun 405 Masehi menyetujui kanonisasi ke 73 kitab-kitab dalam Alkitab
dan menutup kanonisasi Alkitab.
3|Page
Jadi kanonisasi Alkitab telah ditetapkan di abad ke empat oleh konsili-konsili Gereja Katolik dan para Paus pada
masa itu. Sebelum kanon Alkitab ditetapkan, ada banyak perdebatan. Ada yang beranggapan bahwa beberapa kitab
Perjanjian Baru seperti surat Ibrani, surat Yudas, kitab Wahyu, dan surat 2 Petrus, adalah bukan hasil inspirasi Allah.
Sementara pihak lain berpendapat bahwa beberapa kitab yang tidak dikanonisasi seperti: Gembala Hermas, Injil
Petrus dan Thomas, surat-surat Barnabas dan Clement adalah hasil inspirasi Allah. Keputusan resmi wewenang
Gereja Katolik menyelesaikan hal diatas sampai sekitar 1100 tahun kemudian. Hingga jaman Reformasi Protestan,
praktis tidak ada lagi perdebatan akan kitab-kitab dalam Alkitab.
Melihat sejarah, Gereja Katolik menggunakan wibawa dan kuasanya untuk menentukan kitab-kitab yang mana yang
termasuk dalam Alkitab dan memastikan bahwa segala yang tertulis dalam Alkitab adalah hasil inspirasi Allah. Jika
bukan karena Gereja Katolik, maka umat Kristen tidak akan dapat mengetahui yang mana yang benar.
KITAB VULGATA - KARYA SANTO YEREMIA
Ketika Kabar Gembira telah tersebar luas dan banyak orang menjadi Kristen, merekapun dibekali dengan
terjemahan Kitab Perjanjian Lama dalam bahasa asli mereka yaitu Armenia, Siria, Koptik, Arab dan Ethiopia bagi
umat Kristen perdana di wilayah-wilayah ini. Bagi umat Kristen di Afrika dimana bahasa Latin paling luas digunakan,
ada terjemahan kedalam bahasa Latin yang dibuat sekitar tahun 150 Masehi dan juga terjemahan berikutnya bagi
umat di Italia. Akan tetapi semua ini akhirnya digantikan oleh karya besar yang dibuat oleh Santo Yeremia dalam
bahasa Latin yang disebut "Vulgata" pada abad ke-empat. Pada masa itu ada kebutuhan besar akan Kitab Suci dan
ada bahaya karena variasi terjemahan yang ada. Oleh karena itu sang biarawan, yang mungkin pada waktu itu
adalah orang yang paling terpelajar, atas perintah Paus Santo Damascus pada tahun 382, membuat terjemahan
Kitab Perjanjian Baru dalam bahasa Latin dan mengoreksi versi-versi yang ada dalam bahasa Yunani. Lantas di
Bethlehem antara tahun 392-404, dia juga menterjemahkan Kitab-kitab Perjanjian Lama langsung dari bahasa
Ibrani (jadi bukan dari Septuagint) kedalam bahasa Latin, kecuali kitab Mazmur yang direvisi dari versi Latin yang
sudah ada. Ini adalah Alkitab lengkap yang diakui resmi oleh wewenang Gereja Katolik, yang nilainya tak terukur
menurut para ahli alkitab masa kini, dan terus mempengaruhi versi-versi lainnya sampai pada jaman Reformasi
Protestan. Dari Vulgata inilah dihasilkan terjemahan dalam bahasa Inggris yang terkenal yaitu Douai-Rheims Bible.
HILANGNYA KITAB-KITAB ASLI
Hingga ditemukannya mesin cetak pada tahun 1450, semua Alkitab adalah hasil salinan tangan yang kita sebut
manuskrip. Alkitab lengkap tertua yang masih ada hingga sekarang berasal dari abad ke-empat, dan isinya sama
dengan Alkitab yang dipegang oleh umat Katolik yaitu terdiri dari 73 kitab. Apa yang terjadi dengan manuskripmanuskrip asli yang ditulis oleh para penulis kitab Injil? Ada beberapa alasan akan hilangnya kitab-kitab asli
tersebut:
Beberapa ratus tahun pertama adalah masa-masa penganiayaan terhadap umat Kristen. Para penguasa yang
menindas Gereja Katolik menghancurkan segala hal yang menyangkut Kristenitas yang bisa mereka temukan.
Selanjutnya, kaum pagan (non-Kristen) juga secara berulang-ulang menyerang kota-kota dan perkampungan
Kristen dan membakar dan menghancurkan gereja dan segala benda-benda religius yang dapat mereka temukan
disana. Lebih jauh lagi, mereka bahkan memaksa umat Kristen untuk menyerahkan kitab-kitab suci dibawah
ancaman nyawa, lantas membakar kitab-kitab tersebut.
Alasan lainnya: media yang dipakai untuk menuliskan ayat-ayat Alkitab, disebut papirus - sangat mudah hancur dan
tidak tahan lama, sedangkan perkamen, yang terbuat dari kulit binatang dan lebih tahan lama, sulit didapat. Kedua
materi inilah yang disebutkan dalam 2 Yohanes 1:12 dan 2 Timotius 4:13. Umat Kristen perdana, setelah membuat
salinan Alkitab, juga tampak tidak terlalu peduli untuk menjaga kitab aslinya. Mereka tidak beranggapan penting
untuk memelihara tulisan-tulisan asli oleh Santo Paulus atau Santo Matius oleh karena mereka percaya penuh
kepada kuasa mengajar Gereja Katolik yang mengajarkan iman Kristen melalui para Paus dan para uskup-uskupnya.
Umat Katolik tidak melandaskan ajaran-ajarannya pada Alkitab semata-mata, tetapi juga kepada Tradisi Hidup, dari
Gereja Katolik yang infallible. ubi Ecclesia, ibi Christus.
ALKITAB PADA ABAD PERTENGAHAN
4|Page
Segenap umat Kristen berhutang budi kepada para kaum religius, imam, biarawan dan biarawati yang menyalin,
memperbanyak, memelihara dan menyebar-luaskan Alkitab selama berabad-abad. Para biarawan adalah kaum yang
paling terpelajar pada jamannya dan salah satu kegiatan utama mereka adalah menyalin isi Alkitab sedangkan
biara-biara menjadi pusat penyimpanan naskah-naskah Alkitab ini. Umumnya masing-masing biara-biara di abad
pertengahan memiliki perpustakaan tersendiri. Tidak kurang dari para raja dan kaum bangsawan dan orang-orang
terkenal meminjam dari biara-biara ini. Para raja dan kaum bangsawan itu sendiri, bersama para Paus, uskup dan
kepala-kepala biara, sering menghadiahkan Kitab Suci yang diberi hiasan yang indah kepada biara-biara dan gerejagereja di seluruh Eropa.
Untuk menyalin satu Alkitab lengkap, diperlukan sekurangnya 10 bulan tenaga kerja dan sejumlah besar perkamen
yang mahal harganya untuk memuat lebih dari 35000 ayat-ayat dalam Alkitab. Hal ini menjelaskan mengapa orang
banyak tidak mampu memiliki setidaknya satu set Alkitab lengkap di rumah-rumah mereka. Mereka biasanya hanya
memiliki salinan dari sejumlah pasal dalam Alkitab yang populer. Jadi kebiasaan memiliki bagian tertentu dari Alkitab
secara terpisah adalah kebiasaan yang sepenuhnya Katolik dan yang hingga kini masih dilakukan.
Alkitab pada abad pertengahan umumnya ditulis dalam bahasa Latin. Hal ini dilakukan sama sekali bukan
dimaksudkan untuk menyulitkan umat yang ingin membacanya. Kebanyakan orang pada masa itu buta huruf,
sedangkan mereka yang mampu membaca, juga dapat mengerti bahasa Latin. Latin adalah bahasa universal pada
waktu itu. Mereka yang mampu membaca lebih menyukai membaca Vulgata, versi Latin dari Alkitab. Oleh karena
kenyataan tersebut, tidak ada alasan kuat untuk menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa setempat secara
besar-besaran. Namun meski demikian harap diingat bahwa sepanjang sejarah Gereja Katolik tetap menyediakan
terjemahan Alkitab dalam bahasa-bahasa setempat.
MARTIN LUTHER DAN ALKITAB PROTESTAN
Pada tahun 1529, Martin Luther mengajukan kanon Palestina yang menetapkan 39 kitab dalam bahasa Ibrani
sebagai kanon Perjanjian Lama. Luther mencari pembenaran dari keputusan konsili Jamnia (yang adalah konsili
imam Yahudi, jadi bukan sebuah konsili Gereja Kristen!) bahwa tujuh kitab yang dikeluarkan dari Perjanjian Lama
tidak memiliki kitab-kitab aslinya dalam bahasa Ibrani. Luther melakukan hal tersebut terutama karena sejumlah
ayat-ayat yang terdapat pada kitab-kitab tersebut justru menguatkan doktrin-doktrin Gereja Katolik dan
bertentangan dengan doktrin-doktrin baru yang dikembangkan oleh Martin Luther sendiri.
Oleh karena alasan yang serupa, Martin Luther juga nyaris membuang beberapa kitab-kitab lainnya: surat Yakobus,
surat Ibrani, kitab Ester dan kitab Wahyu. Hanya karena bujukan kuat oleh para pendukung kaum reformasi
Protestan yang lebih konservatif maka kitab-kitab diatas tetap dipertahankan dalam Alkitab Protestan. Namun
demikian, tidak kurang Martin Luther mengecam bahwa surat Yakobus tidak pantas dimasukkan dalam Alkitab.
Untuk mendukung salah satu doktrinnya yang terkenal yaitu Sola Fide (bahwa kita dibenarkan hanya oleh iman
saja), dalam Alkitab terjemahan bahasa Jerman, Martin Luther menambahkan kata 'saja' pada surat Roma 3:28.
Sehingga ayat tersebut berbunyi: "Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman saja, dan bukan
karena ia melakukan hukum Taurat". Tidak heran kalau Martin Luther meremehkan surat Rasul Yakobus dan
berusaha untuk membuangnya dari Perjanjian Baru, karena justru dalam surat Yakobus ada banyak ayat yang
menjatuhkan doktrinSola Fide yang diciptakan oleh Martin Luther tersebut. Antara lain, dalam Yakobus 2:14-15
tertulis: "Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia
tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?" dan Yakobus 2:17 "Demikian juga halnya
dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati" dan Yakobus 2:24
"Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman."
Pertanyaannya sekarang adalah: Kitab Perjanjian Lama manakah yang lebih baik anda baca? Kitab Perjanjian Lama
yang digunakan oleh Yesus, para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru dan Gereja purba? Atau Kitab Perjanjian Lama
yang ditetapkan oleh imam-imam Yahudi yang menolak Yesus Kristus dan menindas umat Kristen purba?
ALKITAB KATOLIK
Bahkan sebelum pecahnya Reformasi Protestan, ada banyak versi-versi Alkitab yang beredar pada masa itu. Banyak
diantaranya mengandung kesalahan-kesalahan yang disengaja - seperti dalam kasus-kasus kaum bidaah,
5|Page
penyeleweng ajaran gereja yang berusaha mendukung doktrin-doktrin yang mereka ciptakan sendiri, dengan
menuliskan Alkitab yang sudah diganti-ganti isinya. Ada juga kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja oleh karena
faktor manusia (human error), mengingat pekerjaan menyalin Alkitab dilakukan dengan tulisan tangan, ayat demi
ayat, yang sangat memakan waktu dan tenaga.
Oleh karena itu pada Konsili di Florence pada abad ke lima belas, para pemimpin Gereja menguatkan keputusan
yang dibuat pada konsili-konsili sebelumnya mengenai kitab-kitab yang ada dalam Alkitab.
Setelah meletusnya Reformasi Protestan, pada Konsili Trente oleh Gereja Katolik pada tahun 1546 dikeluarkanlah
dekrit yang mensahkan Vulgata, versi Latin dari Alkitab sebagai satu-satunya versi resmi yang diakui dan sah untuk
umat Katolik. Alkitab ini direvisi oleh Paus Sixtus V pada tahun 1590 dan juga oleh Paus Clement VIII pada tahun
1593.
Selanjutnya pada konsili Vatikan I, kembali Gereja Katolik menegaskan keputusan konsili-konsili sebelumnya
tentang Alkitab.
Oleh karena itu di akhir tulisan ini, kita dapat membuat beberapa kesimpulan:
Berdasarkan sejarah, Alkitab adalah sebuah kitab Katolik. Perjanjian Baru ditulis, disalin dan dikoleksi oleh umat
Kristen Katolik. Kanon resmi dari kitab-kitab yang membentuk Alkitab - Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ditentukan secara berwibawa oleh wewenang Gereja Katolik pada abad ke empat.
Menuruti akal sehat dan logika, Gereja Katolik yang memiliki kuasa untuk menentukan Firman Allah yang infallible bebas dari kesalahan -, pasti juga memiliki otoritas yang infallible - bebas dari kesalahan - dan juga bimbingan dari
Roh Kudus. Seperti telah anda lihat, terlepas dari deklarasi oleh Gereja Katolik, kita sama sekali tidak memiliki
jaminan bahwa apa yang tertulis dalam Alkitab adalah Firman Allah yang asli. Jika anda percaya kepada isi Alkitab
maka anda juga harus percaya kepada wibawa Gereja Katolik yang menjamin keaslian Alkitab. Adalah suatu
kontradiksi bagi seseorang untuk menerima kebenaran Alkitab tetapi menolak wibawa Gereja Katolik. Logikanya,
mereka mestinya tidak mengutip isi Alkitab sama sekali, karena mereka tidak memiliki pegangan untuk menentukan
kitab-kitab mana saja yang asli, kecuali tentunya kalau mereka menerima wibawa mengajar Gereja Katolik.
TANYA - JAWAB
Pertanyaan: Mengapa Alkitab umat Katolik terdiri dari 73 kitab sedangkan Alkitab umat Protestan terdiri dari 66
kitab?
Jawaban: Gereja Katolik melandaskan Perjanjian Lama pada Kanon Alexandria - lebih dari satu abad sebelum
kelahiran Yesus Kristus - yang menetapkan 43 kitab yang disebut Septuagint sebagai kitab-kitab Perjanjian Lama.
Protestan melandaskan Perjanjian Lama pada Kanon Palestina yang diadakan oleh imam-imam Yahudi untuk
memerangi umat Kristen, sekitar tahun 100 Masehi. Perlu dicatat bahwa baik Yesus maupun para murid-muridNya
menggunakan Septuagint yaitu berdasarkan Kanon Alexandria. Tidakkah anda sebagai umat Kristen, mestinya
memakai Kitab Perjanjian Lama yang dipergunakan oleh Yesus dan para murid-muridNya, dan bukan malahan
menggunakan versi Perjanjian Lama yang ditetapkan oleh para imam Yahudi yang ditetapkan puluhan tahun setelah
wafat dan kebangkitan Yesus?
Pertanyaan: Benarkah bahwa Gereja Katolik pernah melarang umat Kristen untuk membaca Alkitab dan apakah
benar bahwa atas berkat jasa Martin Luther maka umat Katolik sekarang boleh membaca Alkitab?
Jawaban: Satu-satunya kejadian dalam sejarah Gereja menyangkut larangan kaum awam membaca/memiliki Alkitab
dikeluarkan hanya oleh beberapa uskup di Perancis pada abad ke-13 untuk memerangi kaum bidaah Albigensian di
Perancis. Larangan itu dihapuskan 40 tahun kemudian setelah pupusnya pendukung bidaah tersebut. Jadi wewenang
Gereja Katolik tidak pernah mengeluarkan larangan kepada umat Katolik untuk membaca Alkitab. Apalagi anggapan
bahwa Martin Luther memiliki jasa apapun atas Gereja Katolik. Ada dongeng yang mengisahkan bahwa Martin
Luther-lah yang "menemukan" Alkitab. Tapi kalau anda membaca buku-buku sejarah gereja yang berbobot, maka
anda akan menemukan bahwa justru Martin Luther-lah yang bertanggung jawab menghapuskan kitab-kitab
Deuterokanonika dari Perjanjian Lama, dan bahkan nyaris menghapuskan lebih banyak lagi kitab-kitab dari dalam
Alkitab.
6|Page
Pertanyaan: Benarkah bahwa Gereja Katolik mempersulit umat Kristen untuk membaca Alkitab dengan hanya
menyediakan terjemahan dalam bahasa Latin?
Jawaban: Pada waktu itu, orang yang mampu membaca, juga mampu membaca Latin. Karena Latin adalah bahasa
internasional pada jaman itu. Lebih jauh lagi, Vulgata, versi Latin dari Alkitab hasil karya Santo Yeremia amat
digemari oleh umat Kristen. Jadi tidak ada kebutuhan yang mendesak untuk menyediakan Alkitab dalam berbagai
bahasa. Namun demikian ada juga terjemahan Kitab Suci dalam bahasa-bahasa setempat.
Pertanyaan: Benarkah bahwa Gereja Katolik pernah membakar Alkitab?
Jawaban: Selama berabad-abad Gereja dilanda oleh berbagai bidaah (heresy). Para pendukung bidaah
menggunakan Alkitab yang sudah diselewengkan isinya untuk mendukung doktrin-doktrin mereka sendiri. Gereja
Katolik sebagai penjaga keaslian Alkitab juga berhak dan berwibawa untuk memastikan bahwa umat Kristen
memiliki Alkitab yang isinya tidak dikorupsi demi kepentingan sekelompok orang. Oleh karena itu otoritas Gereja
Katolik memusnahkan alkitab-alkitab yang isinya mengandung kesalahan ini dan sebagai gantinya menyediakan
Alkitab yang murni isinya. Martin Luther bukan satu-satunya orang yang pernah mengubah isi Alkitab.
Pertanyaan: Jika penggunaan Alkitab meluas pada abad-abad pertengahan, mengapa hanya sedikit kitab-kitab kuno
ini yang tertinggal?
Jawaban: Ada beberapa alasan. Pertama, ada banyak terjadi peperangan sehingga banyak manuskrip-manuskrip
kuno ini ikut musnah. Kedua, media yang dipergunakan mudah rusak dan tidak tahan lama. Ketiga, pengrusakan
besar-besaran yang dilakukan dengan sengaja seperti pada masa pecahnya reformasi Protestan. Kaum pendukung
reformasi Protestan menghancurkan segala hal yang berbau Katolik. Gereja-gereja, biara-biara, tempat-tempat
ziarah beserta penghuni dan semua isinya yang bernilai tinggi menjadi korban pergolakan.
Pertanyaan: Mengapa kitab-kitab yang ditolak dari Perjanjian Lama oleh imam-imam Yahudi itu disebut sebagai
Deuterokanonika?
Jawaban: Deuterokanonika artinya kira-kira kanon kedua. Disebut demikian karena disertakan setelah melalui
banyak perdebatan. Santo Yeremia sendiri pernah mengutarakan kekhawatirannya akan keaslian kitab-kitab
tersebut. Akan tetapi keputusan konsili-konsili Gereja Katolik dan para Paus menghentikan perdebatan dan
menghapus kekhawatiran para ahli teologi pada masa itu. Santo Agustinus dari Hippo - salah satu Bapa dan
Pujangga Gereja - pernah mengatakan begini: "Aku tidak akan meletakkan imanku pada kitab Injil, jika bukan
karena otoritas Gereja Katolik yang mengarahkan aku untuk berbuat demikian." Bahwa keputusan Gereja Katolik
untuk tetap mempertahankan kitab-kitab Deuterokanonika dan mengabaikan Kanon Palestina, menunjukkan
bimbingan Roh Kudus yang membawa kepada segala kebenaran (Yohanes 16:13). Ketika Gulungan-gulungan Laut
Mati (Dead Sea Scrolls) ditemukan di Qumran, tepi barat sungai Yordan pada abad ke-20 ini, diantaranya terdapat
sebagian salinan-salinan asli dalam bahasa Ibrani atas sejumlah kitab-kitab Deuterokanonika.
Pertanyaan: Mengapa disebutkan bahwa Deuterokanonika terdiri dari tujuh kitab sedangkan dalam Alkitab bahasa
Indonesia yang saya miliki ada sepuluh bagian dalam Deuterokanonika?
Jawaban: Tujuh kitab-kitab tersebut adalah Tobit, Yudit, Kebijaksanaan Salomo, Yesus bin Sirakh, Barukh, 1 Makabe
dan 2 Makabe. Tambahan-tambahan pada kitab Ester dan Daniel tentunya dimasukkan kedalam kitab-kitab yang
bersangkutan sedangkan Surat Nabi Yeremia dimasukkan sebagai pasal 6 dari kitab Barukh. Dalam Alkitab bahasa
Indonesia terbitan Lembaga Alkitab Indonesia, kitab-kitab Deuterokanonika diletakkan ditengah, jadi tidak sesuai
urutan yang semestinya. Ini untuk memudahkan penerbit yang sama menerbitkan Alkitab versi Protestan, yaitu
tanpa Deuterokanonika. Jika anda membeli Alkitab dalam bahasa Inggris seperti di Amerika contohnya, kitab-kitab
Deuterokanonika dimasukkan dalam urutannya yang alami. Perlu juga disebutkan disini bahwa versi-versi Alkitab
Protestan pada awalnya - seperti versi asli King James Bible - masih memiliki Deuterokanonika di dalamnya.
Pertanyaan: Ada berapakah versi Alkitab dalam bahasa Inggris?
Jawaban: Dalam bahasa Inggris, ada beberapa versi Alkitab baik bagi umat Katolik maupun Protestan. Bagi umat
Katolik ada versi RSVCE (Revised Standard Version Catholic Edition) yang dipakai sebagai terjemahan resmi. Ada
NAB (New American Bible) yaitu yang merupakan Alkitab yang populer di kalangan umat Katolik di Amerika Serikat.
Ada juga NJB (New Jerusalem Bible) yaitu Alkitab yang diterjemahkan dari bahasa Ibrani dan dipakai oleh sebagian
kalangan Gereja Katolik dari ritus-ritus Timur. RSVCE adalah versi yang paling serupa dengan bahasa asli kitab suci
karena merupakan terjemahan kata-demi-kata. Sedangkan NAB dan NJB serta beberapa versi lainnya merupakan
terjemahan yang sudah disesuaikan dengan pemakaian bahasa Inggris pada masa kini, jadi penekanan pada segi
arti dari kata-kata/kalimat yang dipakai pada bahasa asli kitab suci. Beberapa versi Alkitab Protestan, diantaranya
adalah: RSV (Revised Standard Version), KJV (King James Version), NIV (New International Version), Tyndale Bible
dan Zonderfan Bible. Untuk mengenalinya mudah saja, di dalamnya tidak terdapat kitab-kitab Deuterokanonika.
Sebetulnya ada juga yang menyertakan kitab-kitab Deuterokanonika, yaitu yang diterbitkan oleh penerbit-penerbit
7|Page
sekuler seperti Oxford dan lain-lain. Namun mereka menyebut Deuterokanonika dengan sebutan
Apokrif (Apocripha). Alkitab-alkitab Katolik juga memiliki Imprimatur dan Nihil-Obstat yang dapat anda temukan
pada bagian muka dari Alkitab tersebut. Ini praktisnya adalah tanda bahwa buku yang bersangkutan telah diperiksa
oleh Gereja Katolik, apakah itu imam ataupun uskup. Jika anda ingin memiliki Alkitab Katolik bahasa Inggris, silakan
membeli salah satu versi Katolik yang telah disebutkan diatas. Alkitab NAB selalu memiliki catatan kaki yang
membantu memperjelas ayat-ayat dan perikop-perikop dalam Kitab Suci. NAB study-bible terbitan Oxford juga
dilengkapi dengan penjelasan-penjelasan sejarah PL dan PB. Harga Alkitab NAB bahasa Inggris bervariasi sekitar
US$7 sampai US$24.
Pertanyaan: Ada sementara orang yang percaya bahwa di dalam Alkitab umat Kristiani telah terjadi salah
terjemahan yang sangat fatal: yaitu kata "Lord" dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai "Tuhan" dalam bahasa
Indonesia, padahal kamus Inggris-Indonesia menyebutkan bahwa kata "lord" mestinya diterjemahkan sebagai
"tuan", bukan "Tuhan". Dengan demikian hal ini mendukung teori agama mereka yang mengatakan bahwa Yesus
jelas bukan Tuhan dan sekedar manusia biasa.
Jawaban: Pertama-tama perlu ditegaskan disini, bahwa Alkitab bahasa Indonesia tidaklah diterjemahkan dari Alkitab
bahasa Inggris. Lihatlah pada bagian awal Alkitab dimana tertulis bahwa "Teks Perjanjian Lama diterjemahkan dari
Bahasa Ibrani. Teks Perjanjian Baru diterjemahkan dari Bahasa Yunani. Teks Deuterokanonika diterjemahkan dari
Bahasa Yunani". Kedua, perlu diketahui bagi orang Indonesia yang jelas bukan native English speaker - bahwa kata
"Lord" dalam Alkitab berarti "God" atau "Tuhan". Kata "Lord" bukan hanya digunakan pada Yesus, tetapi juga pada
Allah Bapa dalam ayat-ayat Perjanjian Lama.
Santo Ignatius dari Antiokia
Uskup Antiokia, Bapa Gereja perdana
Pesta: 17 Oktober
Santo Ignatius adalah Uskup Antiokia pada akhir abad pertama. Dia menggunakan "Theophorus" yang berarti
"pembawa Allah" sebagai nama belakangnya, dan dia hidup sesuai dengan namanya tersebut.
Menurut biografinya yang paling awal, St.Ignatius awalnya bukan seorang Kristen, dan dia masuk Kristen dan
menjadi murid Rasul Yohanes. Kisah sejarah abad ke-4 menuliskan bahwa Ignatius melayani sebagai Uskup Antiokia
selama empat puluh tahun, setelah diangkat disana oleh Rasul Petrus dan Paulus. Antiokia adalah salah satu dari
pusat komunitas Kristen perdana yang paling penting (lihat Kisah 11:26) dan mengaku bahwa St.Petrus sendiri
sebagai Uskupnya yang pertama.
Kita nyaris tidak tahu apa-apa tentang tindakan-tindakan Uskup Ignatius sewaktu dia menjabat sebagai uskup.
Pekerjaannya yang terbesar dikerjakannya sewaktu dia digiring untuk dieksekusi di Roma dalam perjalanan yang
panjang "membawa Allah" kepada umat dan gereja-gereja di Asia Kecil.
St.Ignatius dihukum mati selama penindasan dalam masa pemerintahan Kaisar Trajan (98-117). Ketika penindasan
berlangsung, Trajan sendiri tidak terlalu ambisius atau habis-habisan, sehingga para pakar menduga bahwa entah
St.Ignatius melakukan suatu hal yang memprovokasi penguasa Roma, atau mungkin dia dihianati oleh kaum bidaah.
Tetapi mungkin hal itu tidak perlu. Pamornya saja sudah cukup membuat dia menjadi sasaran. Antiokia adalah
sebuah kota Romawi yang penting, dan pada masa itu, kota terpenting kedua di kekaisaran Romawi. Dan Gereja di
Antiokia, dengan akar-akar apostolik, sangat dihormati oleh umat Kristen dimana-mana. Sebagai Uskup Antiokia
selama 40 tahun, dapat dipastikan bahwa pada masa akhir hidupnya, dia adalah seorang yang sangat terkenal.
Lebih jauh lagi, kekaisaran Romawi cenderung mengarahkan penindasan mereka terhadap para uskup-uskup Gereja
ketimbang orang-orang awam. Penguasa Romawi berasumsi bahwa kalau mereka menyiksa dan membunuh-bunuhi
pemimpin Kristen di hadapan umum, maka hal itu akan menggentarkan umat Kristen dan mencerai-beraikan
mereka. Kepandaian berbicara dan kecerdasannya St.Ignatius seperti tampak dalam surat-suratnya, boleh jadi telah
membawa namanya termasyur jauh melebihi batas-batas wilayah keuskupannya. Penguasa Romawi tampaknya
telah menemukan dalam diri Uskup ini, korban yang ideal bagi tujuan mereka.
8|Page
Sang Uskup sendiri adalah seorang korban yang rela mati. Keinginannya untuk mati demi Kristus adalah topik yang
berulang kali muncul dalam surat-suratnya. Dia mendesak umat Kristen di Roma, misalnya, untuk tidak menengahi
urusannya kepada kaisar Romawi: "Aku memohon kepadamu untuk tidak menunjukkan itikad baik yang tidak perlu
kepadaku. Biarlah aku menjadi makanan bagi binatang-binatang buas, agar melaluinya aku boleh sampai kepada
Allah."
Dia ditangkap dan diinterogasi di Antiokia. Menurut legenda yang kurang dapat dipastikan, pemeriksaan dilakukan
oleh Kaisar Trajan sendiri. Setelah dijatuhi hukuman mati, seperti yang dialami oleh Rasul Paulus sebelumnya, dia
dipindahkan dibawah pengawalan militer ke tempat eksekusinya di Roma.
Di tempat-tempat perhentian sepanjang perjalanan, dia menerima kunjungan umat dari gereja-gereja disekitarnya.
Justru karena sebentar lagi menjadi martir iman, malahan makin membuatnya terkenal dan sangat dihormati, dan
karavannya menjadi sasaran ziarah umat Kristen. Bahkan para uskup-uskup lainpun melakukan perjalanan untuk
menemuinya.
Hukuman mati malah menaikan pamor St.Ignatius dimata Gereja Universal. Selama dua perhentian panjang di
Smyrna dan Troas (keduanya ada di wilayah Turki masa kini), dia mengarang enam surat kepada gereja-gereja di
Asio Minor dan Eropa: Efesus, Magnesia, Troas, Roma, Filadelfia, dan Smyrna. Surat yang ketujuh adalah pesan
pribadi kepada St.Polycarpus - Uskup Smyrna. Surat-surat yang ditulisnya bersifat pastoral, berisi doktrin-doktrin,
dan memberi semangat. St.Ignatius memberikan kesaksiannya tentang pengajaran Kristen perdana menyangkut:
perkawinan, Trinitas, Inkarnasi, Kehadiran Sejati Yesus dalam Ekaristi, primasi Gereja di Roma, dan otoritas para
imam dan uskup. Dia sangat khawatir terhadap berkembangnya ajaran bidaah, terutama docetisme, dan juga umat
Kristen yang lambat-laun cenderung menekankan praktek-praktek Yahudi.
Sebagai seorang guru yang hebat, St.Ignatius dapat merangkumkan kebenaran-kebenaran iman yang mendalam
dengan gambaran-gambaran yang jelas. Dia juga adalah seorang mahaguru dalam hal menyarikan syahadat iman
atau kredo secara ringkas.
St.Ignatius tiba di Roma, menurut cerita, pada hari terakhir tontonan di arena, mungkin pada tahun 107. Dia
digiring ke dalam amfiteater, dimana tubuhnya dicabik-cabik oleh singa. Segera setelah kematiannya, suratsuratnya dihormati dimana-mana, dan bahkan dianggap sebagai kanonikal Kitab Suci oleh beberapa gereja.
St.Polycarpus bersaksi, dalam suratnya sendiri, "Surat kepada umat di Filipi", bahwa surat-surat St.Ignatius sangat
diinginkan dimana-mana di seluruh Gereja bahkan sebelum St.Ignatius menjadi martir.
Surat St.Ignatius kepada umat di Smyrna adalah suatu catatan sejarah yang penting dari ajaran Gereja perdana
menyangkut Ekaristi, jabatan imam, dan hirarki Gereja. Juga mencatat penggunaan yang paling awal dari istilah
"Gereja Katolik" untuk menggambarkan himpunan umat Kristen secara keseluruhan. Sang Uskup khawatir terutama
pada dampak yang serious dari bidaah docetisme, yang mengajarkan bahwa Yesus bukan manusia sesungguhnya
dan bahwa dia hanya tampaknya saja mempunyai tubuh, untuk menderita dan wafat. Berikut cuplikan tulisannya
tersebut:
....Sekarang, Kristus menderita segala hal ini demi kamu, supaya kita bisa diselamatkan. Dan dia sungguh-sungguh
menderita, dan Dia juga sungguh-sungguh membangkitkan diri-Nya sendiri, tidak seperti pendapat orang-orang
yang tidak percaya, bahwa Dia hanya tampaknya saja menderita, seperti layaknya mereka hanya tampaknya saja
sebagai umat Kristen. Sama seperti kepercayaan mereka, demikian juga yang akan terjadi pada mereka, ketika
mereka terpisah dari raganya, dan semata-mata menjadi roh jahat.
Karena aku tahu bahwa setelah Kebangkitan-Nya juga, Dia masih memiliki daging, dan aku percaya bahwa Dia
memiliki jasad sekarang. Ketika misalnya, Dia datang kepada mereka yang berada bersama-sama Petrus, Dia
berkata kepada mereka, "Rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya" (Luk 24:39). Dan
segera mereka menyentuh-Nya dan percaya, diyakinkan oleh daging dan roh-Nya. Karena alasan ini, mereka
meremehkan kematian dan mengalahkannya. Dan setelah kebangkitan-Nya Dia makan dan minum bersama mereka
karena berdaging, meskipun secara spiritual Dia menjadi satu dengan Bapa.
9|Page
Aku memberikan kamu pengajaran-pengajaran ini, yang terkasih, yakinlah bahwa kamu memegang pendapatpendapat yang sama denganku. Aku mengawal kamu dari binatang-binatang buas itu dalam rupa manusia, yang
tidak boleh kamu terima, dan jika mungkin, bahkan jangan sampai bertemu dengannya. Meski demikian, kamu
harus berdoa kepada Allah bagi mereka, karena mereka mungkin menyesali perbuatannya. Hal itu sulit, tetapi Yesus
Kristus, yang adalah hidup kita yang sejati, memiliki kuasa untuk mencapainya.....
Sementara orang menyangkal-Nya dengan acuh tak acuh...tidak mengakui bahwa Dia sungguh-sungguh memiliki
jasad. Tetapi barangsiapa tidak mengakui hal ini, praktisnya menyangkal Dia seluruhnya, terselimuti oleh
kematian..... Orang-orang seperti itu sesungguhnya tidak percaya.
Mereka absen dari Ekaristi dan dari doa, karena mereka tidak mengakui bahwa Ekaristi adalah Tubuh dari Juru
Selamat kita Yesus Kristus, yang telah menderita bagi dosa-dosa kita, dan yang mana Bapa, oleh kebaikan-Nya,
membangkitkan-Nya kembali. Oleh karena itu, mereka yang berbicara menentang karunia Allah ini, mendapat upah
kematian ditengah-tengah pertentangan mereka.
Perhatikanlah supaya kamu semua mengikuti bapa uskup, seperti Yesus Kristus mengikuti Bapa, dan mengikuti para
imam, seperti kamu mengikuti para rasul. Hormatilah para deakon sebagai mereka yang membawa tugas dari Allah.
Jangan ada seorangpun melakukan sesuatu sehubungan dengan Gereja tanpa bapa uskup. Supaya diperhatikan,
suatu Ekaristi yang sebagaimana mestinya, yang dilayani entah oleh uskup atau oleh salah satu orang yang telah
dipercayakan olehnya. Dimana uskup berada, maka disana pula umat berada, sama seperti dimana ada Yesus
Kristus, maka disana juga ada Gereja Katolik. Tidak sah juga untuk membaptis atau merayakan suatu perayaankasih tanpa uskup; tetapi apapun yang disahkan olehnya, yang juga menyenangkan bagi Allah, supaya segala hal
yang dilakukan menjadi aman dan sah adanya.
Kepada umat di Roma, St.Ignatius menyatakan keinginannya yang mendalam untuk mati sebagai martir, seorang
saksi bagi iman Kristen. Bagi umat Kristen, tidak ada kemuliaan yang lebih besar, untuk meniru Yesus Kristus
daripada wafat seperti Dia telah wafat. Dalam surat ini, St.Ignatius mengindentifikasi dirinya sebagai roti bagi
kurban ekaristi. Rasa sungkannya terhadap Gereja Roma, suatu rasa sungkan yang tidak ditunjukkannya kepada
gereja-gereja manapun lainnya, adalah suatu bukti dini dari primasi (keutamaan) Tahta Roma.
10 | P a g e
Download