ASPEK lingkungan

advertisement
ASPEK lingkungan
JENIS:
TEMBESU
KAYU BAWANG
GELAM
Aspek Lingkungan 2011 75
Program
Judul RPI
Koordinator RPI
Judul Kegiatan
Sub Judul Kegiatan
Pelaksana Kegiatan
: Pengelolaan Hutan Tanaman
: Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil
Kayu Pertukangan
: Drs. Riskan Efendi, MSc.
: Teknik Budidaya Tembesu
: Aspek Lingkungan
: Fatahul Azwar, S.Hut
Etik Ernawati Hadi, S.Hut
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perubahan
keanekaragaman jenis dan lingkungan yang terjadi akibat pembangunan hutan
tanaman tembesu dan kegiatan silvikultur didalamnya. Lokasi penelitian di
KHDTK Benakat, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Perubahan
lingkungan yang terjadi dilihat dari 2 parameter yaitu komposisi tumbuhan
bawah dibawah tegakan dan iklim mikro di hutan tanaman Tembesu. Metode
penelitian yang dilakukan adalah dengan metode analisis vegetasi dengan metode
purposive sampling plot dengan luasan plot 2 x 2 m sebanyak 20 plot utk masingmasing perlakuan jarak tanam Tembesu. Dari data yang diperoleh terlihat bahwa
jenis rumput empritan (Cyrtococcum acrescens (Trin) Stap) selalu mendominasi
disemua areal dan seperti menjadi tanaman perintis setelah kegiatan atau
perlakuan silvikultur yang diberikan. Perlakuan silvikultur seperti pemangkasan,
penjarangan, penebasan, dan penyemprotan gulma tidak berdampak negatif
terhadap perubahan keanekaragaman jenis tumbuhan bawah yang ada dalam
tegakan hutan tanaman tembesu.
Kata kunci : Tembesu, tumbuhan bawah, analisis vegetasi, lingkungan, rumput empritan
(Cyrtococcum acrescens (Trin) Stap)
A. Latar Belakang
Untuk meminimalkan dampak ekologis yang timbul akibat pembangunan
hutan tanaman, saat ini tengah digulirkan wacana pembangunan hutan tanaman
secara lestari. Pamulardi (1995) dalam Sukresno et al. (2004), menjelaskan bahwa
terdapat empat prinsip umum pengelolaan hutan lestari, yaitu : 1). kawasan hutan
yang dikelola secara mantap dan berencana. 2). sistem eksploitasi yang menjamin
tingkat produksi yang berkelanjutan. 3). kawasan hutan yang dikelola dengan
berwawasan lingkungan dan dapat memelihara kelangsungan ekosistem dan
keanekaragaman hayati. 4). berdampak positip pada kondisi sosial ekonomi
masyarakat. CIFOR telah mengembangkan sistem kriteria dan indikator
pengelolaan hutan tanaman lestari, dengan mengacu pada kriteria manajemen,
ekologi, dan sosial. Indikator pada kriteria ekologi antara lain; pemeliharaan
struktur dan fungsi ekosistem, pemeliharaan dan peningkatan sumberdaya air,
serta minimasi dampak lingkungan yang timbul (Muhtaman et al., 2000).
Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauhmana keanekaragaman jenis
Aspek Lingkungan 2011 76
tumbuhan serta kondisi lingkungan (mikro) pada tipe hutan tanaman yang
berbeda.
B. Tujuan dan Sasaran
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh
perubahan keanekaragaman jenis dan lingkungan akibat pembangunan hutan
tanaman. Sasaran penelitian ini yaitu :
1. Tersedianya data komposisi tumbuhan bawah pada hutan tanaman
monokultur Tembesu.
2. Tersedianya data kondisi lingkungan (mikro) pada hutan tanaman
monokultur Tembesu.
C. Metode Penelitian
1. Analisis Komunitas Tumbuhan
Pengambilan contoh tumbuhan pada penelitian ini menggunakan metode
petak ganda (Indriyanto, 2006). Peletakan petak contoh dilakukan secara
sistematik. Dalam penelitian ini digunakan petak ukur berukuran 2m x 2m ,
sebanyak 20 petak ukur pada masing-masing perlakuan jarak tanam, hal ini agar
pengambilan sampel lebih dapat mewakili untuk luasan areal penelitian.
Identifikasi tumbuhan dilakukan dengan cara mencocokkan dengan
gambar-gambar tumbuhan yang sudah diketahui identitasnya. Apabila dijumpai
tumbuhan yang belum berhasil diidentifikasi atau ditemukan keragu-raguan, maka
dibuat specimen herbarium untuk keperluan identifikasi. Dari hasil pengamatan
pada petak contoh yang dibuat dilokasi penelitian, kemudian dihitung nilai
kerapatan jenis, frekuensi, dominasi, indeks nilai penting, indeks
keanekaragaman.
2. Pengamatan Kondisi Lingkungan
Pengamatan faktor-faktor (kondisi) lingkungan dilakukan bersamaan dengan
kegiatan analisis komunitas tumbuhan. Parameter yang diamati adalah cahaya,
suhu tanah, dan kelembaban udara.
D. Hasil yang Telah Dicapai
Grafik 3. Jumlah total individu semua jenis pada setiap waktu pengamatan
Aspek Lingkungan 2011 77
100
80
60
3x2
m
3X1m
pengamatan ke-1
40
pengamatan ke-2
20
pengamatan ke-3
0
SU
ST
IN
SU
ST
IN
*) keterangan:
SU = Suhu Udara (oC)
ST = Suhu Tanah (oC)
IN = Intensitas naungan (%)
Grafik 4. Data suhu udara, suhu tanah, dan intensitas naungan (%)
Keterangan (waktu pengamatan dan perlakuan silvikultur yang diteapkan) :
 Pengamatan ke-1 : Tujuh bulan setelah penjarangan pada JT 3x2 m dan tiga
minggu setelah pemangkasan dan penebasan total
 Pengamatan ke-2 : Sembilan bulan setelah penjarangan pada JT 3x2 m dan
sepuluh minggu setelah pemangkasan dan penebasan total
 Pengamatan ke-3 : dua belas bulan setelah penjarangan pada JT 3x2 m, 3
minggu penjarangan pada JT 3x1 m. Tiga minggu setelah pemangkasan dan
penebasan total pada JT 3x2 m, dan tiga minggu setelah pemangkasan,
penebasan total dan penyemprotan gulma pada JT 3x1 m
Dari data diatas terlihat bahwa perlakuan silvikultur yang ada (penjarangan
dan penyiangan gulma) tidak terlalu berpengaruh secara signifikan terhadap
perubahan kelimpahan tumbuhan bawah dan iklim mikro. Perubahan yang terlihat
cukup signifikan lebih disebabkan oleh faktor iklim (musim) dan penyemprotan
gulma secara kimiawi
E. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Dari data hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:
1. Perlakuan silvikultur berupa penjarangan dan penyiangan lahan (penebasan dan
penyemprotan herbisida) tidak berdampak negatif terhadap keanekaragaman
jenis tumbuhan bawah bila dilakukan secara terkendali, bahkan mampu
menaikan jumlah total individu semua jenis tumbuhan bawah.
2. Perlakuan silvikultur penyiangan lahan secara kimiawi (penyemprotan
herbisida) secara signifikan mengurangi jumlah jenis tumbuhan bawah namun
tidak efektif berlangsung lama karena akan terjadi suksesi kembali setelahnya
3. Perubahan jumlah total individu semua jenis serta perubahan dominasi jenis
dikarenakan oleh faktor iklim mikro yang terjadi atau berubah akibat perlakuan
Aspek Lingkungan 2011 78
silvikultur berupa penjarangan dan penyiangan lahan (penebasan dan
penyemprotan herbisida).
Saran
A. Pada tegakan tanaman tembesu yang sudah besar (diatas 4 tahun) pemeliharaan
lahan sebaiknya tidak harus intensif dan pembersihan gulma cukup dilakukan
secara manual (tanpa penyemprotan herbisida) agar tidak berdampak negatif
pada keanekaragaman jenis tumbuhan bawah.
B. Perlakuan Penjarangan perlu dilakukan untuk membuka celah bagi
pertumbuhan tumbuhan bawah agar dapat bersaing mendapatkan pasokan
cahaya
C. Perlakuan silvikultur juga harus memperhatikan keseimbangan ekologis
didalam tegakan dan mempertimbangkan iklim mikro didalamnya
Foto Kegiatan :
Aspek Lingkungan 2011 79
Program
Judul RPI
Koordinator RPI
Judul Kegiatan
Sub Judul Kegiatan
Pelaksana Kegiatan
: Pengelolaan Hutan Tanaman
: Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil
Kayu Pertukangan
: Drs. Riskan Efendi, MSc.
: Teknik Budidaya Jenis Kayu Bawang
: Aspek Lingkungan
: Andika Imanullah, S. Si
Abstrak
Untuk meminimalkan dampak ekologis yang timbul akibat pembangunan
hutan tanaman, saat ini tengah digulirkan wacana pembangunan hutan tanaman
secara lestari. Indikator pada kriteria ekologi antara lain; pemeliharaan struktur
dan fungsi ekosistem, pemeliharaan dan peningkatan sumberdaya air, serta
minimasi dampak lingkungan yang timbul. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui sejauh mana pengaruh perubahan keanekaragaman jenis dan
lingkungan akibat pembangunan hutan tanaman kayu bawang. Sasaran penelitian
ini yaitu : 1) Tersedianya data komposisi tumbuhan pada hutan tanaman kayu
bawang, 2) Tersedianya data kondisi lingkungan (mikro) pada hutan tanaman
kayu bawang. Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah informasi
keanekaragaman jenis dan kondisi lingkungan (mikro) pada hutan tanaman kayu
bawang, untuk melihat sejauh mana perubahan keanekaragaman jenis dan
lingkungan yang terjadi sebagai dampak pembangunan hutan tanaman. Ruang
lingkup penelitian ini meliputi kegiatan analisis komunitas tumbuhan dan
pengamatan kondisi lingkungan (mikro) pada hutan tanaman kayu bawang.
Metodologi yang dilaksanakan adalah analisis Komunitas Tumbuhan dan
pengamatan Kondisi Lingkungan dan Pengambilan Contoh tanah. Pengamatan
faktor-faktor (kondisi) lingkungan dilakukan bersamaan dengan kegiatan analisis
komunitas tumbuhan. Parameter yang diamati adalah cahaya, suhu tanah, dan
kelembaban udara.
Kata kunci : ekologis, lingkungan, hutan tanaman, kayu bawang
A. Latar Belakang
Kayu Bawang merupakan salah satu jenis kayu yang telah banyak
dibudidayakan oleh masyarakat di daerah Bengkulu Utara. Kayu ini menjadi jenis
unggulan di Propinsi Bengkulu. Tanaman ini mampu tumbuh pada jenis tanah
Alluvial dan Podsolik Merah Kuning serta tidak memerlukan persyaratan tempat
tumbuh yang spesifik (Dinas Kehutanan Kabupaten Bengkulu Utara, 2004 dalam
Effendi 2009). Program kebijakan pembangunan hutan tanaman tertuang dalam
PP nomor 7 tahun 1990 yaitu untuk meningkatkan produktivitas lahan yang
kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta menjamin
tersedianya secara lestari bahan baku industri hasil hutan perlu dilaksanakan
pengusahaan hutan tanaman berdasarkan asas kelestarian dengan menerapkan
silvikultur intensif. Namun konsep pembangunan hutan tanaman monokultur ini
Aspek Lingkungan 2011 80
masih menimbulkan berbagai silang pendapat, terutama dari aspek lingkungan
hidup. Kalangan ini beranggapan sistem monokultur disamping mengurangi
keragaman hayati juga sangat rentan terhadap gangguan hama dan penyakit
(Simon, 1999).
Untuk meminimalkan dampak ekologis yang timbul akibat pembangunan
hutan tanaman, saat ini tengah digulirkan wacana pembangunan hutan tanaman
secara lestari. Pamulardi (1995) dalam Sukresno et al. (2004), menjelaskan bahwa
terdapat empat prinsip umum pengelolaan hutan lestari, yaitu : 1). kawasan hutan
yang dikelola secara mantap dan berencana. 2). sistem eksploitasi yang menjamin
tingkat produksi yang berkelanjutan. 3). kawasan hutan yang dikelola dengan
berwawasan lingkungan dan dapat memelihara kelangsungan ekosistem dan
keanekaragaman hayati. 4). berdampak positip pada kondisi sosial ekonomi
masyarakat. Perhatian akan konsep pembangunan hutan tanaman secara lestari
tidak saja datang dari pemerintah, namun juga dari lembaga-lembaga non
pemerintah yang konsisten dalam mendorong terwujudnya sistem pengelolaan
hutan secara berkelanjutan. Salah satunya datang dari CIFOR yang telah
mengembangkan sistem kriteria dan indikator pengelolaan hutan tanaman lestari,
dengan mengacu pada kriteria manajemen, ekologi, dan sosial. Indikator pada
kriteria ekologi antara lain; pemeliharaan struktur dan fungsi ekosistem,
pemeliharaan dan peningkatan sumberdaya air, serta minimasi dampak
lingkungan yang timbul (Muhtaman et al., 2000).
Pemanfaatan tanah yang tidak dibarengi dengan pengelolaan tanah yang
baik dapat mengakibatkan penurunan kualitas (degradasi) lahan dan berdampak
luas bagi lingkungan. Erosi merupakan salah satu akibat yang terjadi dari
pemanfaatan tanah yang tidak dibarengi dengan pengelolaan tanah yang baik.
Pengelolaan tanah yang mengabaikan tindakan konservasi lahan dapat
mengakibatkan degradasi nilai tanah dengan berkurangnya kesuburan tanah dan
terancamnya biodiversitas yang ada. Akibat lanjut dari degradasi tanah yaitu
bertambahnya lahan-lahan yang tidak produktif atau lahan kritis. Usaha-usaha
untuk menghindari degradasi lahan telah banyak dilakukan, dari beberapa metode,
konservasi menggunakan vegetasi merupakan cara yang relatif sederhana untuk
mencegah erosi. Vegetasi berupa tumbuhan bawah yang menutupi permukaan
tanah dapat mengurangi energi kinetik dari air hujan yang dapat memecah partikel
tanah dan juga mampu menahan aliran permukaan yang dapat mengangkut
partikel-partikel tanah yang pecah akibat air hujan.
Sudah menjadi hal yang seharusnya apabila pengelolaan hutan tanaman
dimasa mendatang menuntut sistem pengelolaan hutan tanaman secara lestari,
yang mengacu pada kriteria manajemen, ekologi, dan sosial.
B. Tujuan dan Sasaran
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh
perubahan keanekaragaman jenis dan lingkungan, tingkat bahaya erosi yang dapat
Aspek Lingkungan 2011 81
terjadi serta pengaruh tutupan tumbuhan bawah terhadap besarnya erosi yang
terjadi dari akibat pembangunan hutan tanaman khususnya pada tegakan Kayu
Bawang. Sasaran penelitian ini yaitu :1) Tersedianya data komposisi tumbuhan
pada tegakan Kayu Bawang, 2) Tersedianya data makrofauna tanah pada tegakan
Kayu Bawang, 3) Tersedianya data kondisi lingkungan (mikro) pada tegakan
Kayu Bawang, 4) Tersedianya data Tingkat Bahaya Erosi yang dapat terjadi pada
plot tanaman Kayu Bawang. 5) Tersedianya data tutupan tumbuhan bawah
terhadap besarnya erosi yang terjadi.
C. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di plot Tanaman Kayu Bawang KHDTK
Kemampo Kabupaten Banyuasin, propinsi Sumatra Selatan.
2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol dan spiritus,
serta data curah hujan harian dan bulanan dari BMG. Sedangkan alat yang
digunakan adalah kompas, peta lokasi, gunting, plant-press, tali raphia, tambang
plastik, pi-band, kaliper, pengukur tinggi, kertas koran, tally-sheet, kertas pH, dan
pensil, bor tanah, ring sampler, kantong plastik 5 kg, kantong plastik hitam dan
stiker label, alat untuk penelitian pendugaan erosi dilapangan, yaitu klinometer,
plastik dengan lebar ± 1.5 m, patok, cangkul, timbangan, alat tulis dan alat untuk
dokumentasi kegiatan. yaitu buku catatan, spidol permanent, pulpen dan kamera.
3. Prosedur Kerja
a. Analisis Komunitas Tumbuhan
Pengambilan contoh tumbuhan pada penelitian ini menggunakan metode
petak ganda (Indriyanto, 2006). Identifikasi tumbuhan dilakukan dengan cara
mencocokkan dengan gambar-gambar tumbuhan Dari hasil pengamatan pada
petak contoh yang dibuat dilokasi penelitian, kemudian dihitung kerapatan jenis,
frekuensi, dominansi, indeks nilai penting, indeks keanekaragaman dan
indekskesamaan.
b. Analisis Komunitas Makrofauna
Makrofauna tanah yang diamati meliputi makrofauna yang aktif di
permukaan tanah dan makrofauna yang hidup didalam tanah. Makrofauna di
permukaan tanah dengan pengambilan sampel dengan cara menggunakan
toples/bejana jebak (pitfall trap), yang dipasang pada plot penelitian, juga dengan
metode hand sortir, kemudian diidentifikasi jenisnya dan dihitung jumlah tiap
jenisnya. Fauna yang didapatkan kemudian dikoleksi di botol koleksi, kemudian
diidentifikasi (ditentukan nama yang benar sesuai sistem klasifikasi) dengan
menggunakan kunci determinasi. Kemudian dihitung Indeks Keanekaragaman
Jenis dan Indeks Dominansi.
Aspek Lingkungan 2011 82
c. Pengamatan Kondisi Lingkungan dan Pengambilan Contoh tanah
Pengamatan faktor-faktor (kondisi) lingkungan dilakukan bersamaan
dengan kegiatan analisis komunitas tumbuhan. Parameter yang diamati adalah
cahaya, suhu tanah, dan kelembaban udara.
d. Analisis Tingkat Erosi
Penelitian ini menggunakan dua metode dalam pendugaan erosi di plot
kayu bawang KHDTK Kemampo. Metode pertama berdasarkan rumus USLE
yaitu metode yang memperkirakan jumlah erosi yang dapat terjadi pada suatu
lahan bila pengelolaan tanahnya tidak mengalami perubahan dan metode kedua
menggunakan bak penampung tanah tererosi untuk mengetahui hubungan tutupan
tumbuhan bawah dengan jumalah erosi yang terjadi. Kemudian dihitung dengan
beberapa rumusan : Faktor erosivitas hujan (R) didapat dengan menjumlahkan
erosivitas hujan bulanan (RM). Erosivitas hujan bulanan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Lenvain dan di ambil dari BMG Kenten Palembang, serta
faktor erodibilitas tanah (K). Penentuan tekstur, % C, Bobot Isi dan Permeabilitas
dilakukan di Laboratorium Kesuburan Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Universitas
Sriwijaya. Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) dihitung berdasarkan
persamaan. Faktor tanaman (C) yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu areal
dengan vegetasi dan pengelolaan tanaman.tertentu terhadap besarnya erosi dari
tanah yang identik dan tanpa tanaman. Faktor teknik konservasi tanah (P) tidak
hanya tindakan konservasi tanah secara mekanik atau fisik saja,
penentuan
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dan tingkat bahaya erosi yang diperkenankan
(Tolerable Soil Loss)
Analisa Data
Analisis data dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan pada areal studi dilakukan
analisis dan korelasi menggunakan program SPSS.
D. Hasil yang telah dicapai
A. Jumlah total jenis
1. Jumlah Total Jenis Tumbuhan Bawah
Pada pengambilan dilakukan di areal sekitar Plot tanaman Kayu bawang
ditemukan jumlah total individu sebesar 5473 dengan jenis individu terbanyak
yaitu jenis Paspalum conjugatum.ntuk perlakuan ini di ambil di areal sekitar plot
penanaman kayu bawang karena dianggap mewaliki kondisi areal sebelum
dilakukan penanaman.
a. 4 minggu setelah pemeliharaan plot (pemangkasan total & penyemprotan
herbisida)
Pengamatan dan pengambilan data dilakukan setelah 4 minggu (bulan
April 2011) dari pemeliharaan plot (bulan Maret 2011) dengan perlakuan
Pemangkasan total dan peyemprotan herbisida. Hasil analisa vegetasi pada tiga
perlakuan jarak tanam menemukan jumlah total individu semua sebagai berikut :
Aspek Lingkungan 2011 83
jarak tanam 3 x 3 m jumlah total indvidu semua jenis 361 jenis individu
terbanyak Acasia Mangium; jarak tanam 3 x 4 m jumlah total indvidu semua jenis
1098 jenis individu terbanyak A (serunai), jarak tanam 4 x 5 m jumlah total
indvidu semua jenis 968 jenis individu terbanyak A (serunai)
b. 3 minggu setelah pemeliharaan plot (pemangkasan jalur & penyemprotan
herbisida)
Pengamatan dan pengambilan data dilakukan setelah 3 minggu (bulan Juli
2011) dari pemeliharaan plot (bulan Juni 2011) Hasil analisa vegetasi pada tiga
perlakuan jarak tanam menemukan jumlah total individu semua sebagai berikut :
jarak tanam 3 x 3 m jumlah total indvidu semua jenis 224 jenis individu
terbanyak jenis Acasia Mangium; jarak tanam 3 x 4 m jumlah total indvidu semua
jenis 59 jenis individu terbanyak jenis Echinocoa colonum jarak tanam 4 x 5 m
jumlah total indvidu semua jenis47 jenis individu terbanyak Akar Ripit.
c. 4 minggu setelah pemeliharaan plot (pemangkasan jalur & penyemprotan
herbisida)
Pengamatan dan pengambilan data dilakukan setelah 7 minggu (bulan
Oktober 2011) dari pemeliharaan plot (bulan April 2011) dan pemeliharaan
secara manual di bulan September. Hasil analisa vegetasi pada tiga perlakuan
jarak tanam menemukan jumlah total individu semua sebagai berikut : jarak
tanam 3 x 3 m jumlah total indvidu semua jenis 1121 jenis individu terbanyak
jenis Acasia Mangium; jarak tanam 4 x 3 m jumlah total individu 762 semua jenis
jenis individu terbanyak jenis Acasia Mangium ; jarak tanam 4 x 5 m jumlah total
indvidu semua jenis 737 jenis individu terbanyak jenis Acasia Mangium.
2. Jumlah Total Jenis Makrofauna tanah
a. areal sekitar plot penanaman Plot kayu Bawang
Pada pengambilan dilakukan di areal sekitar Plot tanaman Kayu bawang
ditemukan jumlah total individu sebesar 475 dengan jenis individu terbanyak
yaitu jenis Cacing tanah (Megaloscolecidae).
b. 4 minggu setelah pemeliharaan plot (pemangkasan total & penyemprotan
herbisida)
Pengamatan dan pengambilan data dilakukan setelah 4 minggu (bulan
April 2011) dari pemeliharaan plot (bulan Maret 2011), Hasil analisa makrofauna
tanah pada tiga perlakuan jarak tanam menemukan jumlah total individu semua
sebagai berikut : jarak tanam 3 x 3 m jumlah total indvidu semua jenis 179 jenis
individu terbanyak jenis Semut Hitam (Formicidae) ; jarak tanam 3 x 4 m jumlah
total indvidu semua jenis 66 jenis individu terbanyak jenis Cacing tanah
(Megaloscolecidae). jarak tanam 4 x 5 m jumlah total indvidu semua jenis 93
jenis individu terbanyak Cacing tanah (Megaloscolecidae).
c. 3 minggu setelah pemeliharaan plot (pemangkasan jalur & penyemprotan
herbisida)
Aspek Lingkungan 2011 84
Pengamatan dan pengambilan data dilakukan setelah 3 minggu (bulan Juli
2011) dari pemeliharaan plot (bulan Juni 2011) Hasil analisa makrofauna tanah
pada tiga perlakuan jarak tanam menemukan jumlah total individu semua sebagai
berikut : jarak tanam 3 x 3 m jumlah total indvidu semua jenis 87 jenis individu
terbanyak Cacing tanah (Megaloscolecidae) ; jarak tanam 3 x 4 m jumlah total
indvidu semua jenis 75 jenis individu terbanyak jenis Cacing tanah
(Megaloscolecidae). jarak tanam 4 x 5 m jumlah total indvidu semua jenis 187
jenis individu terbanyak Semut Hitam (Formicidae)
d. 7 minggu setelah pemeliharaan plot (pemangkasan jalur & penyemprotan
herbisida)
Pengamatan dan pengambilan data dilakukan setelah 7 minggu (bulan
Oktober 2011) dari pemeliharaan plot (bulan April 2011) dan pemeliharaan
secara manual di bulan September yaitu dengan mengambil gadung yang ada di
seluruh plot. Kegiatan penyiangan ini dilakukan pada seluruh perlakuan jarak
tanam. Hasil analisa makrofauna tanah pada tiga perlakuan jarak tanam
menemukan jumlah total individu semua sebagai berikut : jarak tanam 3 x 3 m
jumlah total indvidu semua jenis 30 jenis individu terbanyak Semut Hitam
(Formicidae) ; jarak tanam 3 x 4 m jumlah total indvidu semua jenis 35 jenis
individu terbanyak jenis Semut Hitam (Formicidae). jarak tanam 4 x 5 m jumlah
total indvidu semua jenis 1146 jenis individu terbanyak Semut Hitam
(Formicidae)
3. Iklim Mikro
Pengamatan dan penambilan data iklim mikro yang dilakukan meliputi
kegiatan pengambilan data suhu lingkungan dibawah tegakan, suhu tanah, dan
intensitas cahaya pada masing-masing perlakuan jarak tanam (3 x 3 m, 3 x 4m dan
4 x 5 m). Hasil data yang diperoleh untuk parameter iklim mikro adalah sebagai
berikut : di luar plot pengamatan rata-rata suhu udara dan suhu tanah 30,92 oC dan
26,50 oC, rata-rata kelembaban 78,95 % dan rata-rata intensitas cahaya 12,19 %.
Pengamatan bulan April, jarak tanam 3 x 3 m rata-rata suhu udara dan suhu tanah
32,37 oC dan 26,66 oC, rata-rata kelembaban 58,29 % dan rata-rata intensitas
cahaya 74,65 %, jarak tanam 3 x 4 m rata-rata suhu udara dan suhu tanah 36,19 oC
dan 27,14 oC, rata-rata kelembaban 63,43 % dan rata-rata intensitas cahaya 62,02
%. jarak tanam 4 x 5 m rata-rata suhu udara dan suhu tanah 39,4 oC dan 27,85 oC,
rata-rata kelembaban 54,00 % dan rata-rata intensitas cahaya 75,23 %. %.
Pengamatan bulan Juli, jarak tanam 3 x 3 m rata-rata suhu udara dan suhu tanah
39,63 oC dan 28,30 oC, rata-rata kelembaban 43,86 % dan rata-rata intensitas
cahaya 50,73 %, jarak tanam 3 x 4 m rata-rata suhu udara dan suhu tanah 43,37 oC
dan 29,26 oC, rata-rata kelembaban 34,86 % dan rata-rata intensitas cahaya 50,03
%. jarak tanam 4 x 5 m rata-rata suhu udara dan suhu tanah 42,95 oC dan 29,35
o
C, rata-rata kelembaban 31,83 % dan rata-rata intensitas cahaya 45,28 %.
Pengamatan bulan Oktober, jarak tanam 3 x 3 m rata-rata suhu udara dan suhu
Aspek Lingkungan 2011 85
tanah 43,37 oC dan 29,59 oC, rata-rata kelembaban 39,71 % dan rata-rata
intensitas cahaya 67,67 %, jarak tanam 3 x 4 m rata-rata suhu udara dan suhu
tanah 37,24 oC dan 29,86 oC, rata-rata kelembaban 49,86 % dan rata-rata
intensitas cahaya 80,49 %. jarak tanam 4 x 5 m rata-rata suhu udara dan suhu
tanah 32,8 oC dan 30,95 oC, rata-rata kelembaban 57,86 % dan rata-rata intensitas
cahaya 52,81 %.
B. Analisis Tingkat Erosi
Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa lahan pada lokasi
pengamatan bertekstur lempung dan memiliki rata-rata kadar C-organik yang
rendah. Nilai Erodibilitas (K) pada lahan penelitian sebesar 0,37 dengan struktur
tanah granular sedang sampai kasar dan permeabilitas yang termasuk sedang.
Selama tahun 2011 intensitas curah hujan tertinggi terjadi pada saat penelitian
dilakukan yaitu pada bulan Oktober dan November 2011 termasuk kategori
sedang. Nilai Erosivitas (R) berdasarkan data curah hujan selama setahun terakhir
sebesar 243,45 cm/tahun.
Lokasi penelitian memiliki lereng dengan panjang lereng dan kemiringan
yang relatif seragam yaitu panjang 35 meter dengan kemiringan 11%, sehingga
faktor panjang lereng dan kemiringan (LS) pada lokasi penelitian dapat diketahui
sebesar 1,70. Penggunaan lahan pada lokasi yang diamati merupakan plot
penelitian tanaman kayu bawang dengan solum dalam. Nilai faktor C merupakan
pohon-pohon dibawahnya diolah dengan nilai faktor P tanaman dengan penutup
tanah sedang, sehingga nilai CP nya adalah 0,105. Dari hasil analisis dan
pengamatan lapangan pada lokasi penelitian dapat dihitung menggunakan rumus
USLE besarnya erosi yang dapat terjadi dalam satu tahun. Perkiraan jumlah erosi
(A) yang dapat terjadi pada lokasi penelitian sebesar 16,23 ton/ha/tahun. Hasil
pendugaan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) lokasi penelitian termasuk kedalam
kategori rendah, namun tidak dapat dikesampingkan bahwa dari nilai kategori
TBE yang rendah dapat berpotensi meningkat menjadi lebih tinggi nilainya.
Pengamatan pengaruh luas tutupan tumbuhan bawah terhadap erosi
dilakukan selama bulan Oktober – November 2011 menggunakan petak percobaan
dengan kondisi panjang dan kemiringan lereng yang relatif sama. Petak pertama
terdapat beberapa tumbuhan bawah seperti akasia, rumput gajah, empritan,
gadung dan patikan yang menutupi <5% dari luas petak serta serasah sekitar 70%
dari luas petak. Petak kedua terdapat tumbuhan bawah, berupa akasia, jarongan,
empritan, lawatan dan patikan yang menutupi sekitar 50% dari luas petak serta
serasah sekitar 70% dari luas petak. Hasil pengamatan pada petak pertama, tanah
hasil erosi pada bak/lubang penampung sebesar 8,79 kg/m2 sedangkan pada petak
kedua tanah hasil erosi yang tertampung pada bak/lubang penampung sebesar 1,49
kg/m2 (tabel 5). Perbedaan jumlah tanah tererosi petak pertama dibandingkan
petak kedua hampir mencapai enam kali lipat, hal ini membuktikan bahwa tutupan
tumbuhan bawah dapat berperan mengurangi laju erosi.
Aspek Lingkungan 2011 86
E. Kesimpulan dan Rekomendasi
Dari kegiatan ini dapat di ambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1)
Perlakuan pemeliharaan berupa penebasan dan penyemprotan herbisida tidak
berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan bawah dan makrofauna
bila dilakukan secara terkendali. 2) Perlakuan pemeliharaan mempengaruhi
dominansi tumbuhan bawah. 3) Perlakuan penebasan mempengaruhi dominansi
makrofauna tanah dimana perlakuan tersebut menyebabkan meningkatnya bahan
organik di plot kayu bawang. 4) Perubahan dominasi jenis dapat disebabkan oleh
faktor iklim mikro yang terjadi akibat perlakuan pemeliharaan. 5) Plot penelitian
Kayu Bawang di KHDTK Kemampo memiliki potensi erosi sebesar 16,23
ton/ha/tahun dan memiliki nilai TBE 0,68 yang termasuk dalam kategori rendah.
6) Tutupan tumbuhan bawah dapat berperan dalam mengurangi laju erosi.
Tutupan tanaman bawah dengan luas tutupan 50% dari petak percobaan mampu
menekan erosi dengan menghasilkan erosi sebesar 1,49 kg/m2 sedangkan petak
percobaan dengan luas tutupan < 5% menghasilkan erosi sebesar 8,79 kg/m2.
Foto Kegiatan :
Pengukuran kondisi
lingkungan
Pembuatan Petak ukur
Pengkoleksian
Tumbuhan bawah
Penghitungan tumbuhan bawah
Herbarium
Aspek Lingkungan 2011 87
Program
Judul RPI
Koordinator RPI
Judul Kegiatan
Sub Judul Kegiatan
Pelaksana Kegiatan
: Pengelolaan Hutan Tanaman
: Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil
Kayu Pertukangan
: Drs. Riskan Efendi, MSc.
: Teknik Pembudidayaan Gelam
: Aspek Lingkungan
: Ir. Bastoni
Etik Ernawati Hadi, S.Hut
Nesti Andriani.
Sairun
Abstrak
Gelam (Melaleuca leucadendron L.) adalah salah satu jenis pohon
andalan yang sudah lama dan telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan di Indonesia, termasuk di wilayah Sumatera Selatan. Permudaan alam
gelam memiliki karakteristik yang unik, umumnya ditandai oleh pembentukan
permudaan seumur sehingga memiliki tinggi dan diameter tegakan alam yang
relatif seragam. Permudaan alam gelam juga baru muncul setelah lahan terbuka
oleh kebakaran. Fenomena ini diduga sangat terkait dengan aspek lingkungan
yang perlu dikaji lebih lanjut. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh faktorfaktor lingkungan yang mempengaruhi perkecambahan benih dan pertumbuhan
permudaan alam gelam. Metodologi yang digunakan adalah percobaan lapangan
dan uji statistik. Kegiatan penelitian yang dilakukan terdiri dari pembuatan plot
pengamatan permudaan alam gelam, pengamatan dan pengumpulan data.
Kata kunci: gelam, lingkungan, permudaan alam
A. Latar Belakang
Permudaan alam gelam memiliki karakteristik yang unik, umumnya
ditandai oleh pembentukan permudaan seumur sehingga memiliki tinggi dan
diameter tegakan alam yang relatif seragam, sangat sulit dijumpai tegakan alam
yang tersusun atas berbagai kelas diameter. Permudaan alam gelam juga baru
muncul setelah lahan terbuka oleh kebakaran dan sangat sulit dijumpai
perkecambahan benih pada lahan yang tidak terbakar. Fenomena ini diduga sangat
terkait dengan aspek lingkungan yang perlu dikaji lebih lanjut.
B. Tujuan dan Sasaran
Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi perkecambahan benih dan pertumbuhan permudaan alam gelam.
Sedangkan sasaran penelitian adalah untuk memperoleh data dan informasi
karakteristik permudaan alam gelam pada beberapa kondisi lingkungan
tumbuhnya.
Aspek Lingkungan 2011 88
C. Metode Penelitian
Kegiatan penelitian terdiri dari: (1) pembuatan plot pengamatan
permudaan alam gelam, (2) pengamatan dan pengumpulan data. Plot pengamatan
dibuat di dalam tegakan dan di luar tegakan hutan gelam. Rancangan percobaan
yang digunakan untuk penelitian ini adalah rancangan acak kelompok dengan
perlakuan yang digunakan terdiri dari: (1) kondisi alami sebagai kontrol, (2)
pembersihan total lantai hutan dari serasah dan tumbuhan bawah secara manual,
(3) penyemprotan tumbuhan bawah dengan herbisida. Plot pengamatan potensi
invasif permudaan alam gelam pada areal bekas kebakaran menggunakan
rancangan acak kelompok dengan perlakuan jarak plot dari tegakan pohon induk
gelam (0, 10, 20, 30, 40 dan 50 meter). Faktor lingkungan yang diamati adalah:
komposisi vegetasi, karakteristik tanah dan hidrologi. Parameter permudaan alam
gelam yang diamati adalah jumlah kecambah gelam dan tinggi anakan gelam.
D. Hasil yang Telah Dicapai (2011)
Plot pengamatan sebanyak 12 plot untuk mengamati karakteristik
perkecambahan biji dan pertumbuhan permudaan alam gelam di Daerah Gasing
Kabupaten Banyuasin. Plot pengamatan sebanyak 18 plot untuk mengamati
potensi invasif permudaan alam gelam pada areal bekas kebakaran di daerah
Indralaya Kabupaten Ogan Ilir. Plot pengamatan sebanyak 12 plot untuk
mengamati biodibersitas pada habitat gelam di daerah Indralaya Kabupaten Ogan
Ilir dan Gasing Kabupaten Banyuasin. Plot pengamatan sebanyak 12 plot untuk
mengamati biodibersitas pada habitat gelam di daerah Indralaya Kabupaten Ogan
Ilir dan Gasing Kabupaten Banyuasin. Permudaan alam gelam yang tumbuh pada
areal yang tidak terbakar (3 kecambah/m2) lebih sedikit dibandingkan dengan
permudaan alam pada areal yang terbakar (40 kecambah/m2). Jumlah permudaan
alam gelam menurun dengan bertambahnya jarak areal dari pohon induk. Pada
jarak 0 m (di bawah pondok induk) jumlah kecambah mencapai 2.625
kecambah/m2 dan pada jarak 50 m dari pohon induk terdapat 8 kecambah/m2.
E. Kesimpulan dan Rekomendasi
1. Penelitian karakteristik permudaan alam gelam dan faktor-faktor lingkungan
yang mempengaruhinya sangat diperlukan untuk memperoleh landasan
pengelolaan hutan gelam yang tepat.
2. Penelitian masih perlu dilanjutkan untuk memperoleh data dan informasi yang
lebih lengkap.
Aspek Lingkungan 2011 89
Foto Kegiatan :
Gambar 1. Plot Pengamatan Permudaan Alam Gelam
Gambar 2. Permudaan Alam Gelam pada Areal yang terbakar
Permudaan alam di bawah pohon induk (kiri), permudaan alam pada jarak 20 m dari
pohon induk (kanan)
Aspek Lingkungan 2011 90
Download