1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perang antara Israel dan Lebanon Selatan bermula ketika pasukan Hizbullah
melakukan serangan udara (operasi True Promise) ke wilayah kota Shlomi
perbatasan Israel Utara dan menembakkan roket ke arah Angkatan Pertahanan Israel
IDF (Israeli Defence Force). IDF yang sedang melakukan patroli di perbatasan
menjadi korban yang mengakibatkan delapan tentara IDF tewas serta ditangkapnya
dua tentara lainnya (Ehud Goldwasser dan Elgad Regev). Tentara Hizbullah juga
menembakkan roket dan mortil secara beruntun ke wilayah utara Israel lainnya
sebagai suatu pengalihan perhatian pada waktu yang sama.1
Israel membalas menyerang Lebanon dengan menggunakan alasan penawanan
dua tentara Israel oleh Hizbullah dalam suatu serangan lintas perbatasan. Menurut
pejabat Israel diduga kedua tentara itu dibawa ke Iran. Hizbullah berencana
melakukan penukaran tawanan dalam membebaskan warga Lebanon dan Palestina
yang ditahan Israel. Serangan besar Israel ini diluar dugaan Hizbullah yang
sebelumnya memperkirakan Israel hanya akan membalasnya dengan Operasi
Komando untuk membalas menculik anggota Hizbullah,seperti yang sebelumnya
pernah dilakukan. Tampaknya Israel telah lama mempersiapkan serangan ini atas
dukungan dari Amerika Serikat, sebagai penjajakan untuk serangan berikutnya ke
Iran. Hizbullah membalas kembali dengan meluncurkan roket-roket ke kawasan utara
Israel.
Perdana Menteri Israel Ehud Olmert mengatakan serangan akan dihentikan
jika Hizbullah membebaskan dua tentara Israel yang disandera. Israel menuduh
Hizbullah telah meluncurkan 130 roket dalam waktu 48 jam yang menyebabkan
1
“Lebanon Tolak Draf Resolusi” http://www.suaramerdeka.com/harian/0608/07. htm
1
belasan warga tewas dan ratusan lainnya luka-luka.2 Di saat yang sama, milisi
Hizbullah meminta Israel segera menghentikan agresi militernya di wilayah Palestina.
Namun, Israel sejak awal menolak berkompromi, dan kemudian melancarkan
serangan ke sejumlah kamp milik Fatah dan Hamas. Termasuk beberapa lokasi yang
dicurigai potensial untuk melarikan Kopral Gilad Shalit dari tempat penyergapannya
di selatan Gaza.3
Dalam tujuh malam berturut-turut sejak penculikan tentara Israel, Jalur Gaza
digempur serangan udara. Israel berusaha meningkatkan aksi militernya untuk
membebaskan anggotanya. Selain dari darat, militer Israel menggempur Beirut dari
udara. Sebuah kawasan pinggiran kota yang banyak dihuni kelompok Hizbullah
hancur. Jembatan diwilayah Akkar, beberapa tempat di lembah Bekaa, serta ruas
jalan dekat perbatasan Suriah juga tidak luput dari serangan peluru kendali Israel.4
Akibatnya distribusi makanan dan obat-obatan bagi warga sipil sulit disalurkan.
Menurut Perdana Menteri Lebanon Fouad Siniora, dalam serangan itu sepertiga dari
jumlah korban tewas berusia dibawah 12 tahun. Satu juta warga Lebanon atau
seperempat populasinya kini kehilangan tempat tinggal.5
Selain itu, Israel juga menyerang Lebanon pada tanggal 5-6 Agustus 2006.
Israel antara lain menggempur kota Tirus, Nakburah dan Nabatiyeh di Lebanon
Selatan. Israel juga menyerang markas Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina
(PFLP) di Lembah Bekaa. Serangan Israel itu telah menewaskan sedikitnya lima
penduduk dan 12 lainnya luka-luka di Desa Al-Ansar dekat Nabatiyeh. Menurut
laporan AFP, kelimanya tewas ketika rudal Israel jatuh di sebuah rumah. Selain itu,
tiga orang tewas di Nakoura, Lebanon Selatan. Mereka juga tewas akibat tembakan
rudal Israel.6
2
“Lebanon War 2006” http://www.globalresearch.ca/kidnapped-in-israel-or-captured-in-lebanonofficial-justification-for-israel-s-invasion-on-thin-ice/2813 diakses 15 April 2013
3
Ibid.
4
“Yulianto, Ari Mayor “Lebanon Pra dan Pasca Perang 34 Hari Irael-Hizbullah“ ,Gramedia Pustaka
Utama Jakarta 2010, hal. 212
5
Ibid
6
Ibid.
2
Dari paparan diatas tampak bahwa Israel jelas telah melanggar prinsip-prinsip
kemanusiaan dalam berbagai tindakan atau aksi militernya terhadap Lebanon. Dalam
memperjuangkan kepentingan nasionalnya, Israel telah menggunakan cara-cara yang
tidak berprikemanusiaan, seperti dengan sengaja menghancurkan secara besarbesaran instalasi listrik dan air disamping infrastruktur, transportasi yang vital untuk
bantuan makanan dan kemanusiaan.7
Tindakan ini melanggah HAM dan
mengabaikan Hukum Humaniter seperti terdapat dalam pasal 3 ayat 1 Konvensi
Jenewa Tahun 1949. Ayat tersebut berbunyi “Orang-orang yang tidak turut aktif
dalam sengketa termasuk anggota angkatan perang yang telah meletakkan senjatasenjata mereka serta mereka yang tidak lagi turut serta (hors de combat) karena
sakit, luka-luka, penahanan, atau sebab lain apapun , dalam keadaan bagimanapun
harus diperlakukan dengan kemanusiaan, tanpa perbedaan merugikan apapun juga
yang didasarkan atas suku, warna kulit, agama atau kepercayaan, kelamin,
keturunan atau kekayaan, atau setiap kriteria lainnya serupa itu“.
Tindakan Israel juga tidak sesuai dengan doktrin Just War yang bermakna
bahwa ada justifikasi atau alasan pembenaran untuk melakukan serangan, bahwa
perang dilakukan berdasarkan alasan logis dan dapat dibenarkan, bahwa perang
berlangsung secara adil dan seimbang, bahwa perang dilakukan terbatas untuk
mencapai tujuan tertantu dan bukan untuk menghancurkan atau memusnahkan pihak
lawan (suatu negara, suatu bangsa, etnis dan suku bangsa, kelompok/oposisi, dll ).8
Pada dasarnya hukum humaniter bertujuan melindungi masyarakat dan
membatasi akibat yang tidak perlu atau berlebihan, yang ditimbulkan oleh peristiwaperistiwa konflik dan perang seperti pembatasan penggunaan senjata dalam perang
dan adanya perlindungan terhadap orang yang terlibat maupun tidak terlibat dalam
peperangan seperti penduduk sipil, kombatan, wanita dan anak-anak. Pada dasarnya
7
“Israel Lakukan Kejahatan Perang di Lebanon”
http://tempointeraktif.com/hg/luarnegeri/2006/08/23/brk,20060823-82461,id.html diakses 15
September 2012
8
“Serangan Israel ke Lebanon: Pelanggaran Hukum Humaniter Dan Hak Asasi Manusia”
http://conformeast.multiply.com/journal (pelanggaran hukum humaniter) diakses 12 Agustus 2012
3
hukum humaniter merupakan sejumlah prinsip dasar dan aturan mengenai
pembatasan penggunaan kekerasan dalam situasi konflik bersenjata.9
Dengan demikian dari sudut pandang ini, bahwa Israel telah melakukan
bentuk-bentuk pelanggaran yang terdapat di dalam hukum humaniter sehingga
mengakibatkan kehancuran terhadap wilayah dan kesengsaraan terhadap warga sipil.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada paparan latar belakang masalah diatas, maka penulis
membuat rumusan masalah yaitu :
1. Apa saja bentuk pelanggaran Hukum Humaniter Internasional yang
dilakukan Israel dalam serangannya ke Lebanon Selatan tahun 2006?
2. Apa yang melatarbelakangi Israel tetap melakukan pelanggaran tersebut
selama perang?
C. KERANGKA PEMIKIRAN
Istilah
Hukum
Humaniter
atau
lengkapnya
disebut
international
humanitarian law applicable in armed conflict berawal dari istilah hukum perang
(laws of war), yang kemudian berkembang menjadi hukum sengketa bersenjata (laws
of armed conflict), yang akhirnya pada saat ini dikenal dengan istilah hukum
humaniter.10
Menurut Jean-Jadques Rouseau, dijelaskan bahwa Prinsip-prinsip perang
antar Negara diartikan sebagai suatu hubungan perang antar Negara, dimana secara
individual menjadi musuh hanya karena kebetulan, tidak sebagai manusia atau
sebagai warga Negara, tetapi sebagai prajurit. Karena tujuan perang adalah
menghancurkan negara musuh, dan sah secara hukum apabila membunuh prajurit
yang menjadi pertahanan terakhir musuh sejauh mereka membawa senjata, tetapi
9
“Pokok-Pokok_HAM-Intl”, http://www.elsam.or.id/pdf/kursusham/Pokok-Pokok HAM Intl diakses
pada tanggal 10 Agutus 2012
10
Arlina Permanasari,dkk op.citra hal 117
4
segera setelah mereka meletakkannya dan menyerah, mereka bukan lagi musuh,
menjadi orang biasa, dan tidak lagi sah secara hukum untuk mengambil kehidupan
mereka.11
Selain itu, Rouseau dan Martens menyusun prinsip-prinsip kemanusiaan
dengan
memformulasikan
prinsip-prinsip
pembedaan,
prinsip
pencegahan
penderitaan yang tidak perlu dan prinsip kepentingan kemanusiaan dan keperluan
militer. Bahwa satu-satunya objek yang paling sah untuk dicapai oleh suatu negara
selama masa perang adalah melemahkan angkatan bersenjata dari pihak lawan.12
Menurut prinsip ini objek tersebut bisa dijadikan sasaran dalam perang tanpa perlu
memperburuk penderitaan orang-orang yang tidak berdaya, atau membawa kematian
bagi warga sipil.
Protokol Tambahan 1977 merinci dan menegaskan kembali prinsip-prinsip
ini, khususnya mengenal prinsip pembedaan, yang berisi pihak-pihak yang terlibat
dalam konflik setiap saat harus dapat membedakan antara penduduk sipil dan
kombatan dan antara objek sipil dan objek militer dan karena itu pula pihak-pihak
yang terlibat dalam konflik harus mengarahkan operasinya semata-mata hanya untuk
menyerang objek militer.13
Haryomataram membagi hukum humaniter menjadi dua aturan-aturan
pokok, yaitu :14
1. Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang boleh dipakai untuk
berperang (Hukum Den Haag/The Hague Laws), cara berperang yang
tercantum dalam pasal 23 (b) Hague Regulations 1899 (HR) yang
melarang membunuh atau melukai orang dari pihak musuh secara curang
atau berkhianat (treacherously) . Larangan membunuh atau melukai
musuh yang telah berstatus hors de combat atau yang telah menyerah,
11
“Delegasi ICRC Jakarta, “Hukum Humaniter Internasional, ICRC Jakarta, Indonesia 2004, hal. 7
Ambawati,dkk “Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubugan Internasional”, RajaGrafindo
Persada, Jakarta 2009, hal. 40
13
Ibid.
14
Haryomataram. Sekelumit Tentang Hukum Humaniter , Sebelas Maret University Press, Surakarta
1994, hal.1
12
5
sebagaimana yang tercantum dalam pasal 23 (c) serta ketentuan dalam
pasal 25 HR mengenai larangan pemboman terhadap kota, pedesaan,
daerah-daerah atau daerah yang tidak dipertahankan.15
2. Hukum yang mengatur mengenai perlindungan terhadap kombatan dan
penduduk sipil dari akibat perang (Hukum Jenewa/The Geneva Laws).
Berkaitan dengan kedudukan dan perlakuan orang-orang yang dilindungi
dalam konflik, mereka berhak akan :16
a. Penghormatan atas diri pribadi,
b. Hak kekeluargaan, keyakinan, praktek keagamaan,
c. Adat-istiadat dan kebiasaan.
Selanjutnya, dalam pasal 27-34 konvensi Jenewa ditentukan tindakantindakan yang dilarang yaitu :17
a. Memaksa baik jasmani maupun rohani, untuk memperoleh keterangan,
b. Menimbulkan penderitaan jasmani,
c. Menjatuhkan hukuman kolektif,
d. Mengadakan intimidasi, terorisme, perampokan,
e. Tindakan pembalasan terhadap penduduk sipil,
f. Menangkap penduduk sipil untuk ditahan sebagai sandera.
Sedangkan Pasal 3 Konvensi Jenewa tahun 1949 yang disebut sebagai
konvensi Mini,18 pada ayat 1 memerintahkan para pihak yang bersengketa
untuk memperlakukan semua orang yang tidak aktif atau tidak lagi ikut serta
dalam tindakan permusuhan, secara manusiawi tanpa perbedaan yang
merugikan dalam segala keadaan. 19 Pasal 3 melarang :
1. Kekerasan terhadap jiwa orang, terutama pembunuhan dalam semua
jenisnya,
15
Arlina Permanasari dkk, op.cit., hal.23
Ibid. hal. 96
17
Departemen Hukum dan HAM “Terjemahan Konvensi Jenewa 1949”, Jakarta 2009, hal 15
18
Frits Kalshoven , “Constrain on The Waging of War” , ICRC, 1997, hal. 59
19
Arlina Permanasari dkk, op.cit., hal.114
16
6
2. Penyanderaan,
3. Merendahkan martabat pribadi, khususnya perlakuan yang bersifat
menghina dan merendahkan martabat,
4. Penghukuman dan pelaksanaan putusan tanpa putusan yang diumumkan
terlebih dahulu oleh pengadilan yang dilakukan secara lazim yang
memberikan jaminan hukum yang diakui karena sangat dibutuhkan oleh
semua bangsa yang beradab.
Pasal ini juga mengharuskan pihak-pihak peserta perang memperlakukan
korban konflik bersenjata dalam negeri sesuai dengan prinsip-prinsip yang tercantum
dalam ayat (1), dan pasal 3 ini bagi Mahkamah Internasional merupakan asas umum
Hukum Internasional. Pasal ini melarang penjatuhan dan pelaksanaan hukuman tanpa
proses hukum.20
Perlu ditekankan bahwa di dalam Hukum Humaniter Internasional ada suatu
prinsip atau asas yang membedakan atau membagi penduduk dari suatu Negara yang
terlibat konflik bersenjata ke dalam dua golongan, yakni kombatan (combatan) dan
penduduk sipil (civilan). Kombatan adalah golongan penduduk yang secara aktif turut
serta dalam permusuhan (hostilities), sedangkan penduduk sipil adalah golongan
penduduk yang tidak turut serta dalam permusuhan.21 Sedangkan menurut F.Sugeng
Istanto, penduduk sipil ialah mereka yang tidak tergolong kombatan. Penduduk sipil
tidak berhak ikut serta dalam permusuhan. Penduduk sipil juga tidak boleh dijadikan
sasaran secara langsung perbuatan perang.22
Dalam Protokol Tambahan II diatur dalam bagian IV tentang penduduk sipil.
Bagian ini mengatur tentang perlindungan umum, bantuan terhadap penduduk sipil,
serta perlakuan orang-orang yang berada dalam salah satu kekuasaan pihak yang
bersengketa, termasuk di dalamnya perlindungan terhadap pengungsi, orang yang
20
Ibid. hal. 115
Haryomataram “Hukum Humaniter” dalam Arlina Permanasari dkk, “Pengantar Hukum
Humaniter”, Rajawali Press, Jakarta 1999, hal. 73
22
F. Sugeng Istanto, “Hukum Internasional”, Penerbitan Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 1994,
hal.110
21
7
tidak memiliki kewarganegaraan, anak-anak, wanita dan wartawan. Selain itu
terdapat perlindungan khusus bagi penduduk sipil yaitu mereka yang umumnya
tergabung dalam suatu organisasi sosial yang melaksanakan tugas-tugas yang bersifat
sosial, membantu penduduk sipil lainnya pada waktu terjadinya sengketa bersenjata.
Mereka terhimpun dalam Perhimpunan Palang Merah Nasional dan anggota
Perhimpunan Penolong Sukarela Lainnya, termasuk anggota Pertahanan Sipil.23
Selain menggunakan teori hukum humaniter, penulis juga menggunakan
Doktrin Just War (Perang yang Sah).24 Doktrin Just War adalah upaya untuk
membedakan antara cara-cara yang dapat dibenarkan dengan yang tidak dapat
dibenarkan dalam penggunaan angkatan bersenjata yang terorganisasi. Teori doktrin
tentang perang yang sah berupaya untuk memahami bagaimana penggunaan senjata
dapat dikendalikan, dilakukan dengan cara yang lebih manusiawi, dan pada akhirnya
ditujukan pada upaya untuk menciptakan perdamaian dan keadilan yang abadi.
Tradisi perang yang sah membahas moralitas penggunaan kekuatan dalam dua
bagian, yaitu : pertama, kapan suatu pihak dapat dibenarkan dalam menggunakan
angkatan bersenjatanya (keprihatinan tentang Jus ad bellum) dan kedua, cara-cara apa
yang harus dilakukan dalam menggunakan angkatan bersenjata itu (keprihatinan
tentang Jus in bello).25
Serangan Israel ke Lebanon dengan melakukan pengeboman lewat udara
ternyata bukan hanya diarahkan kepada basis-basis Hizbullah tetapi juga infrastruktur
penting lainnya di Lebanon, seperti Bandara Internasional Beirut (Rafiq Al-Hariri),
Rumah Sakit di Zafed, penyerangan terhadap tempat pengungsian di kota Qana,
jembatan yang menghubungkan Beirut dan Damaskus, pembangkit tenaga listrik,
tangki-tangki
Hizbullah).
26
minyak
hingga
pemukiman
(termasuk
kediaman
pemimpin
Israel juga mengebom stasiun televise milik Hizbullah (Al-Manar) di
23
Arlina Permanasari dkk, op.cit., hal. 170-177
Agus, Fadillah “Doktrin Tentang Perang Yang Sah” , ELSAM, Lembaga Studi dan Advokasi
Masyarakat, Jakarta 200, 7 hal.48
25
Ibid.
26
“Perang Lebanon 2006” op.cit.,
24
8
Distrik Harey Hreik, daerah pinggiran kota Beirut serta kota-kota besar di Lebanon
lainnya seperti wilayah utara Lebanon, (Irus,Tripoli, serta perkampungan nelayan
Abdeh), wilayah Timur (Baakbek), wilayah barat (Zahleh), serta pemblokadean
terhadap wilayah darat dan udara Lebanon. Banyak bangunan, rumah, dan sarana
pelayanan publik yang hancur di Lebanon, penduduk meninggal dan luka-luka,
ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal.27
Serangan Israel ini tidak membawa keuntungan bagi Israel sendiri tetapi malah
mengalami kekalahan, bahkan tujuan yang sebenarnya untuk membebaskan kedua
tentaranya tidak bisa tercapai. Serangan Israel banyak yang tidak tepat sasaran,
sehingga mengakibatkan banyaknya korban jiwa. Persoalan ini yang kemudian
mendapat kecaman masyarakat internasional.
Selain menyangkut pelanggaran terhadap aturan di dalam Hukum Humaniter
yang berlaku, serangan Israel ke Lebanon memiliki beberapa tujuan politis demi
pencapaian kepentingan nasionalnya (National Interest). Dalam beberapa teori,
kepentingan nasional sering dijadikan tolok ukur atau kriteria pokok bagi para
pengambil keputusan (decision makers) masing-masing negara sebelum merumuskan
dan menetapkan sikap atau tindakan. Bahkan setiap langkah kebijakan luar negeri
(Foreign Policy) perlu dilandaskan kepada tujuan nasional dan diarahkan untuk
mencapai serta melindungi apa yang dikategorikan atau ditetapkan sebagai
”Kepentingan Nasional”. Menurut Morgenthau :”Kepentingan nasional adalah
kemampuan minimum negara untuk melindungi, dan mempertahankan identitas fisik,
politik, dan kultur dari gangguan negara lain. Dari tinjauan ini para pemimpin
negara menurunkan kebijakan spesifik terhadap negara lain yang sifatnya kerjasama
atau konflik”.28
27
Human Right Watch “Pelanggaran Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia” ,
http://www.hrw.org/sites/default/files/reports/lebanon0806webwcover.pdf diakses pada 15 April 2013
28
T.May Rudy, Study Strategis dalam transformasi sistem Internasional Pasca Perang Dingin, Refika
Aditama, Bandung, 2002, hal 116
9
Serangan Israel ke Lebanon Selatan merupakan langkah kebijakan luar negeri
pemerintah Israel yang dilatarbelakangi oleh beberapa alasan. Pertama, faktor internal
seperti National Security menjadi alasan utama Israel menyerang Lebanon demi
mempertahankan kedaulatan mereka di wilayah perbatasan demi menjaga keamanan
dan kesejahteraan warganya. Kedua, misi balas dendam (Revenge) atas kekalahannya
pada perang tahun 2000 melawan Lebanon juga menjadi faktor yang memperkuat
alasan mengapa Israel membalas menyerang penculikan dua tentaranya dengan
kekuatan militer penuh.29 Ketiga, alasan dominasi Israel di kawasan Timur Tengah
sebagai negara yang paling berpengaruh turut didukung Amerika Serikat turut
menjadi faktor alasan penyerangan ini. Dengan melakukan serangan ke markasmarkas pasukan Hizbullah berarti mampu melemahkan salah satu kekuatan gerakan
anti- Israel di perbatasan utara mereka yaitu Kelompok Hizbullah. Israel yakin
dengan dilumpuhkannya Hizbullah, Israel akan tetap menjaga hegemoninya di Timur
Tengah atas dukungan Amerika Serikat dengan tujuan melemahkan kekuatan Iran
dan Hamas yang juga merupakan Negara dan kelompok yang anti Israel dan Barat di
Timur Tengah. Iran, terutama pasca lemahnya kekuatan Irak setelah Sadam Husein
terguling telah menjadi kekuatan terdepan dalam menentang hegemoni AS di Timur
Tengah. Melalui isu nuklir, AS berusaha memojokkan Iran agar Negara tersebut
menjadi lemah. Tetapi dengan berjalannya waktu, setelah terbukti Iran tidak
menggunakan nuklir untuk kepentingan militer, kini AS berusaha menggunakan isu
perdamaian Palestina-Israel untuk mengucilkan pemerintahan negara itu. Iran dan
sekutu-sekutunya (Suriah, Hamas, Hizbullah, Gerakan perlawanan Syi’ah Irak) yang
dipersepsikan telah mengganggu perluasan dominasi AS di Timur Tengah.
D. ARGUMEN POKOK
Berdasarkan latar belakang masalah dan kerangka pemikiran yang sudah
penulis utarakan diatas, maka bentuk-bentuk pelanggaran serangan Israel ke Lebanon
29
“Yulianto, Ari “Lebanon Pra dan Pasca Perang 34 Hari Irael-Hizbullah“ ,Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta 2010, hal. 225
10
Selatan terhadap Hukum Humaniter, yaitu meliputi : Pertama, pelanggaran pada
metode dan penggunaan alat-alat berperang yang diatur dalam Hague Regulations
(HR) tahun 1899 pasal 25 (Hukum Den Haag/Hague Regulations) dengan
menggunakan bomb Cluster yang tidak diperbolehkan dalam perang. Kedua,
pelanggaran terhadap perlakuan yang tidak manusiawi kepada non kombatan yang
tertuang dalam Konvensi Jenewa 1949 pasal 3 dengan menyerang secara membabi
buta tanpa membedakan antara kombatan dan penduduk sipil. Ketiga, pelanggaran
pada prinsip pembedaan dan proporsionalitas yang dilakukan Israel dengan serangan
pada objek publik seperti tempat ibadah, bandar udara, jalan umum, bukan pada objek
militer. Selain itu, beberapa alasan politis menjadi salah satu konsideran penyerangan
Israel secara membabi buta dan terus melakukan pelanggaran selama perang
berlangsung seperti alasan National Security demi pencapaian kepentingan
nasionalnya, dukungan Amerika Serikat dan misi balas dendam atas kekalahan
mereka pada perang tahun 2000.
E. METODE PENULISAN
1. Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis.
Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang secara holistic (utuh).30
2. Teknik Pengumpulan Data
Mentode pengumpulan data menggunakan teknik penelitian kepustakaan
(Library Reserach). Data yang digunakan adalah data-data yang diperoleh dari
pemanfaatan buku-buku, diktat kuliah, majalah, jurnal, artikel internet maupun
sumber tertulis lainnya.
3. Teknik Analisis Data
30
Lexy J.Moleong , Metodologi Penelitian Kualitatif , Remaja Rosdakarya Bandung 1995, hal.3
11
Penelitian
ini
dipaparkan
dengan
teknik
analisis
deskriptif
kualitatif,
menggunakan analisis data secara induktif. Analisa Induktif ini digunakan karena
beberapa alasan, pertama, proses induktif lebih bnayak menemukan kenyataankenyataan yang terdapat di dalam data. Kedua, analisis induktif lebih dapat
menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-hubungan antar
variabel. Ketiga, analisis demikan dapat memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit
sebagai bagian dari struktur analitik.31 Dengan demikian dapat ditarik hubunganhubungan antar data dan variabel yang ada, diintrepretasi selanjutnya ditarik
kesimpulan.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan yang penulis pakai dalam menyusun skripsi ini adalah
sebagai baerikut :
BAB I : Membahas tentang konstruksi skripsi secara keseluruhan yang
meliputi : alasan dari penulis yang memilih masalah ini sebagai obyek
penelitian, latar be;lakang masalah, rumusan masalah, kerangka pemikiran,
argumen pokok, dan sistematika penulisan.
BAB II : Mendeskripsikan tentang sekilas sengketa antara Israel dan Lebanon
serta tentang klausula-klausula subtantif Hukum Humaniter yang terkait
dengan perang dan deskripsi serangan Israel ke Lebanon pada Juli sampai
Agustus 2006
BAB III : Membahas tentang bentuk-bentuk pelanggaran
Israel selama
perang terhadap Hukum The Hague 1899 dan 1907, Konvensi Jenewa 1949
BAB IV : Membahas tentang hal-hal yang melatarbelakangi Israel melakukan
pelanggaran perang secara terus menerus selama perang berlangsung
BAB V : Adalah bab terakhir yang berisikan tentang kesimpulan dari
pembahasan pada bab-bab sebelumnya.
31
Ibid.
12
Download