METODE DAKWAH BAGI MASYARAKAT PEDESAAN (Studi Kasus di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh ISMAIL 12107015 JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2010 i ii PERSETUJUAN PEMBIMBING Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi saudara: Nama : ISMAIL NIM : 12107015 Jurusan : Tarbiyah Program Studi : Pendidikan Agama Islam Judul : METODE DAKWAH BAGI MASYARAKAT PEDESAAN (Studi Kasus di Desa Candi Kecamatan Ampel Boyolali) telah kami setujui untuk dimunaqosahkan. Salatiga, ___________ 2010 Pembimbing, Dra. Maryatin NIP. ________________ iii Kabupaten DEPARTEMEN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. 323706 Fax. 323433 Kode Pos. 50721 http//www.salatiga.ac.id e-mail: [email protected] PENGESAHAN KELULUSAN Skripsi Ismail dengan Nomor Induk Mahasiswa 12107015 yang berjudul “METODE DAKWAH BAGI MASYARAKAT PEDESAAN (Studi Kasus di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali)” telah dimunaqosahkan dalam Sidang Panitia Ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga pada hari Selasa, tanggal 31 Agustus 2010 dan telah diterima sebagai bagian dari syaratsyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.). Salatiga, 31 Agustus 2010 M 21 Ramadhan 1431 H Panitia Ujian Ketua Sidang Sekretaris Sidang Dr. Imam Sutomo, M.Ag NIP 19580827198303 1 002 Dr. Rahmat Haryadi NIP 19670112199203 1 005 Penguji I Penguji II Hj. Maslikhah, M.Si NIP 19702529200003 2 001 Fatchurrahman, M.Pd NIP 19710309200003 1 001 Pembimbing Dra. Maryatin NIP 1969040299803 2 001 iv PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Ismail NIM : 12107015 Jurusan : Tarbiyah Program Studi : Pendidikan Agama Islam menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Salatiga, 4 Agustus 2010 Yang menyatakan, Ismail NIM. 12107015 v MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO "Barang siapa yang bersemangat dalam mencapai tujuannya, maka cepat atau lambat ia akan menggapai tujuannya tersebut" PERSEMBAHAN Karya ini penulis persembahkan bagi Kedua orangtua terkasih dan tersayang, Saudarasaudariku yang tercinta, serta segenap keluarga besar Pondok Pesantren Al-Manar yang penulis cintai. vi KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat karunia, rahmat dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul "METODE DAKWAH BAGI MASYARAKAT PEDESAAN (Studi Kasus di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali)" tanpa ada kendala yang berarti. Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan skripsi ini tentunya tidak lepas dari peran serta dan dukungan dari berbagai pihak yang senantiasa memberikan bantuan baik moril maupun bantuan yang lain kepada penulis, maka sudah sepantasnya penulis dengan rasa hormat mengucapkan terima kasih, terutama kepada: 1. Dr. Imam Sutomo, M.Ag, selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, 2. Dra. Maryatin, selaku Pembimbing Skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis guna terwujudnya penulisan skripsi ini, 3. Para dosen dan staf karyawan STAIN Salatiga, yang membantu dan memberikan kemudahan bagi penulis dalam mencari referensi pustaka. 4. Kedua orangtua yang senantiasa memberikan dukungan do’a kepada penulis hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini tanpa ada kendala yang berarti, 5. Bapak Basuni, Bapak Sidik Waluyo, Saudari Da'watul Khoiriyah, selaku narasumber yang memberikan berbagai keterangan terkait dengan penelitian yang saya laksanakan, 6. Keluarga besar Pondok Pesantren Al-Manar, yang senantiasa menjadi motivator selama penelitian dan penulisan skripsi penulis, dan vii 7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu pada kesempatan kali ini yang telah membantu penulis dengan hati terbuka. Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan, maka kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun akan penulis sambut dengan tangan terbuka. Salatiga, 6 Agustus 2010 Penulis, Ismail NIM 12107015 viii ABSTRAK Ismail. 2010. METODE DAKWAH BAGI MASYARAKAT PEDESAAN (Studi Kasus di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali). Jrusan Tarbiyah PAI. Pembimbing: Dra. Maryatin. STAIN SALATIGA. Kata Kunci: Metode Dakwah, Masyarakat Pedesaan Permasalahan pada penelitian ini adalah; 1) Bagaimana kehidupan sosial keberagamaan masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali?, 2) Bagaimanakah metode dakwah pada masyarakat pedesaan?, dan 3) Faktor apa saja yang dapat mendukung dan menghambat dakwah di pedesaan? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dan menggunakan metode pengumpulan data denagn cara melakukan wawancara dengan para narasumber dan observasi di lapangan. Proses analisis yang digunakan dalam penelitian ini melalui reduksi data, penyajian data kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. Penelitian yang dilakukan ini kemudian menghasilkan suatu kesimpulan bahwa; 1) kehidupan sosial masyarakat Desa Candi Kaecamatan Ampel Kabupaten Boyolali terjalin dengan erat, namun kesadaran individual anggota masyarakat dalam menjalankan ibadah masih sangat kurang, 2) metode dakwah yang tepat untuk diterapkan pada masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali adalah dengan metode ceramah (mauidzoh hasanah), tanya jawab (jadilhum billati hiya ahsan), dan pemberian teladan atau contoh yang baik (uswatun hasanah), dan 3) faktor pendukung dakwah di Desa Candi adalah a) mayoritas penduduk beragama Islam, b) tersedianya fasilitas tempat dalam jumlah yang memadai, c) toleransi masyarakat yang tinggi, dan d) kesabaran, ketelatenan, dan keteladanan dari da'i. Sedangkan faktor penghambat pelaksaaan dakwah di Desa Candi adalah; a) pemahaman keagamaan masyarakat yang masih rendah, dan b) masyarakat masih memercayai mitos Kata Kunci : Metode Dakwah, Masyarakat Pedesaan ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................... i LOGO ALMAMATER ................................................................................ ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ iii HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................ v HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................... vi KATA PENGANTAR ................................................................................. vii ABSTRAK .................................................................................................. ix DAFTAR ISI ............................................................................................... x DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian .................................................................. 6 E. Definisi Istilah ......................................................................... 7 F. Metode Penelitian .................................................................... 9 G. Analisis Data ........................................................................... 11 H. Sistematika Penulisan .............................................................. 12 x BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................... 15 A. Keberagamaan Masyarakat ...................................................... 15 B. Dakwah Islam ......................................................................... 20 C. Metode Dakwah pada Masyarakat Pedesaan ............................ 32 D. Faktor Pendukung dan Penghambat Dakwah di Pedesaan ....... 37 BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ....................... 45 A. Gambaran Umum Desa Candi ................................................. 45 B. Temuan Penelitian ................................................................... 52 1. Kehidupan Sosial Keberagamaan Masyarakat Desa Candi ....................................................................... 52 2. Metode Dakwah yang diterapkan pada Masyarakat Desa Candi ....................................................................... 53 3. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Dakwah di Desa Candi ................................................................... 56 BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................ A. Kehidupan Sosial Keberagamaan Masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali ................................... 58 B. Metode Dakwah pada Masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali ...................................................... 61 C. Faktor Pendukung dan Penghambat Dakwah di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali ................................... 63 xi BAB V PENUTUP ..................................................................................... 69 A. Simpulan ................................................................................. 69 B. Saran ....................................................................................... 70 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP xii DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Desa Candi Menurut Agama ...................... 46 Tabel 3.2 Jumlah Tempat Ibadah Desa Candi .......................................... 46 Tabel 3.3 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Candi ............................ 47 Tabel 3.4 Jumlah Lembaga Pendidikan Desa Candi ................................ 48 Tabel 3.5 Mata Pencaharian Masyarakat Desa Candi .............................. 49 xiii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Biodata Penulis xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama Islam merupakan agama yang sarat dengan tuntunan dan ajaran mulia yang memberikan kemaslahatan kepada umat manusia. Salah satu tuntunan dan ajaran agama Islam adalah mengenai dakwah. Menyitir dari Surat An-Nahl ayat 125 yang berisikan mengenai perintah untuk berdakwah bagi setiap muslim, dapat dijadikan sandaran bahwa dakwah merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim. Arti: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orangorang yang mendapat petunjuk” (Al-Nahl:125) Penggunaan kata yang merupakan kata perintah (fiil amar) dari pada awal ayat di atas inilah yang kemudian menjadi dasar hukum bahwa dakwah merupakan sebuah kewajiban bagi setiap muslim. Hal ini sesuai kaidah ushul fiqh yang berbunyi pada dasarnya setiap perintah itu wajib (Budiharjo, 2007:23). 1 2 Pengklasifikasian hukum dakwah dalam kategori wajib, selain mengacu pada QS. An-Nahl ayat 125 dan dalil Ushul Fiqih di atas, juga mengacu pada QS. Ali Imran ayat 104 yang berisikan perintah untuk menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Arti : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali Imran: 104) Adanya dasar kuat yang menyatakan mengenai perintah dan pengertian bahwa dakwah merupakan kewajiban, maka para ulama pun mengambil sebuah kesepakatan. Para ulama telah sepakat bahwa hukum dakwah adalah wajib, namun mereka tidak sepakat wajibnya itu masuk dalam wajib (fardhu) „ain, atau fardhu kifayah (Budiharjo, 2007:24). Belum adanya kesepakatan para ulama mengenai hukum wajib dakwah dalam artian berhukum fardhu 'ain ataukah fardhu kifayah ini kemudian memunculkan dua golongan yang berbeda pendapat dalam mengklasifikasikan hukum wajib dalam dakwah, yang pada dasarnya mereka hanya berbeda pandangan dalam menafsirkan makna dalam QS. Ali Imran ayat 104 di atas. pada lafadz 3 Golongan pertama berpendapat bahwa hukum dakwah adalah fardhu kifayah, karena mereka menafsirkan kata pada lafadz Ali Imran ayat 104 tersebut menunjukkan makna dalam QS. (untuk sebagian). Jadi yang wajib berdakwah hanya sebagian dari umat saja, tidak secara keseluruahn. Golongan kedua berpendapat bahwa makna adalah pada lafadz (sebagai penjelas), maka yang wajib berdakwah adalah umat secara keseluruhan. Berangkat dari dua pendapat tersebut, maka definisi dakwah dapat digolongkan menjadi dua, yaitu definisi dakwah secara umum dan definisi dakwah secara khusus. Dakwah secara umum yaitu dakwah yang ditujukan kepada pribadi, keluarga, dan kelompok tertentu, sehingga masing-masing individu wajib mengambil peranan sebagai da‟i. Sedangkan dakwah secara khusus yaitu dakwah yang dilakukan oleh orang-orang tertentu yang mengetahui secara baik dan benar rahasia dan hikmah agama serta ilmu-ilmu lainnya. Terlepas dari semua perbedaan tersebut, pada dasarnya kedua golongan ini memiliki tujuan yang sama, yakni menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat luas agar mereka menjalankan kehidupan sehari-hari berdasarkan syari‟at Islam dan memperoleh kemuliaan kehidupan dunia dan akhirat. Pelaksanaan dakwah tentu tidak selamanya berjalan sesuai dengan apa diharapkan, tidak jarang dalam pelaksanaan dakwah di masyarakat timbul 4 hambatan yang komplek, seperti tingkat pengetahuan keagamaan masyarakat yang rendah, tradisi yang diyakini oleh masyarakat yang tidak sesuai dengan tuntunan syari‟at Islam, dan materi dakwah yang tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat, sehingga menghambat proses dakwah yang mengakibatkan lambatnya perkembangan penyampaian materi keagamaan pada masyarakat. Agar dakwah sampai pada sasaran, maka ada beberapa unsur dakwah yang harus dipenuhi dan tidak boleh diabaikan. 1. Da‟i (pelaku dakwah); 2. Mad‟u (pendengar/audiences); 3. Media Dakwah; 4. Materi Dakwah; dan 5. Metode Dakwah, Semua unsur dakwah tersebut harus dipenuhi, karena ketiadaan salah satu unsur dakwah akan berakibat pada pencapaian target dakwah yang tidak maksimal, seperti halnya yang terjadi pada masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Kendala dakwah yang dihadapi di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali selama ini antara lain karena belum adanya da‟i yang tetap, keyakinan masyarakat dan pengetahuan agama yang masih minim, kegiatan keagamaan yang minim, rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjalankan syariat agama, dan kebudayaan masyarakat berbau kejawen yang sudah mendarah daging, 5 sehingga sulit menerima ajaran Islam yang notabene berseberangan dengan kebudayaan kejawen. Menyadari akan pentingnya penerapan metode yang tepat dalam berdakwah pada masyarakat di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali, maka penulis mengadakan penelitian mengenai metode dakwah yang tepat untuk selanjutnya diterapkan di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali dengan mengambil judul “METODE DAKWAH BAGI MASYARAKAT PEDESAAN (Studi Kasus di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Semarang)”. Penulis berharap, dengan penelitian ini nantinya akan memberikan kontribusi dalam menemukan alternatif metode dakwah yang tepat untuk selanjutnya diterapkan dan dikembangkan di masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali dan sekitarnya. B. Rumusan Masalah Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana kehidupan sosial keberagamaan masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali? 2. Bagaimanakah metode dakwah pada masyarakat pedesaan? 3. Faktor apa saja yang dapat mendukung dan menghambat dakwah di pedesaan? 6 C. Tujuan Penulisan Tujuan penulis mengadakan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui kehidupan sosial keberagamaan masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Semarang. 2. Mengetahui metode dakwah pada masyarakat pedesaan. 3. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat dakwah di pedesaan D. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini diharapkan akan memberikan manfaat, baik manfaat secara teoritis, maupun manfaat secara praktis. 1. Manfaat Teoritis Manfaat secara teoritis yang diperoleh dari penelitian ini adalah menambah khasanah temuan penelitian baru mengenai dakwah di pedesaan dalam kaitannya dengan pembelajaran pendidikan agama Islam, khususnya di Jurusan Tarbiyah. 2. Manfaat Praktis Manfaat secara praktis dari pelaksanaan penelitian ini bagi da‟i yaitu dapat mengetahui sosial keberagamaan masyarakat kemudian dapat menerapkan metode yang tepat sesuai kondisi keagamaan setempat. Sedangkan manfaat bagi masyarakat yaitu dengan metode dakwah yang tepat, da'i dapat menyampaikan materi agama dengan benar kepada mad'u, sehingga masyarakat dapat menjalankan kehidupan sehari-hari sesuai tuntunan nash dan sunnah rasul. 7 E. Definisi Istilah Untuk mempermudah pemahaman serta untuk menentukan arah yang jelas dalam penyusunan skripsi, maka penulis memandang perlu memberikan kajian dan maksud istilah-istilah yang penulis gunakan dalam judul skripsi. 1. Metode Dakwah Metode berasal dari dua perkataan yaitu, Meta (melalui) dan Hados (jalan/cara). (Ma‟arif, 1991:15), dan dalam bahasa Yunani metode berasal dari Methodos yang artinya jalan, dan secara istilah adalah jalan/cara yang harus di tempuh untuk mencapai suatu tujuan (Suparta, 2003:6). Kata dakwah berasal dari Bahasa Arab huruf yang berakar dari yang memiliki arti dasar kecenderungan sesuatu yang disebabkan suara dan kata-kata, atau mencintai sesuatu atau mendekatkan diri pada sesuatu. Dari akar kata ini, terangkai menjadi naqish) yang menjadi asal kata (fi‟il mu‟tal . yang berarti mengundang, meminta tolong, memohon (Yunus, 1972:167). Sedangkan yang isim mashdarnya berarti memanggil, mengundang, mengajak, menyeru (Budiharjo, 2007:1). Arti dakwah menurut Ali Mahfud dalam Harjani Hifni, dkk adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat. 8 Dakwah menurut istilah juga dikemukaan oleh para pakar, diantaranya adalah sebagai berikut. a. Muhammad Abduh mengemukakan bahwa dakwah sama dengan Islah, yaitu memperbaiki keadaan kaum muslimin dan memberikan petunjuk kepada orang-orang kafir agar mau memeluk Islam (Budiharjo, 2007: 3). b. Masyhur Amin berpendapat bahwa dakwah adalah aktivitas yang mendorong manusia untuk memeluk agama Islam melalui cara yang bijaksana dengan ajaran agama Islam agar mereka mendapatkan kesejahteraan dunia akhirat (Amin, 1997:10). c. Rosyad Shaleh menyatakan bahwa dakwah adalah suatu proses penyelenggaraan aktivitas yang dilakukan secara sadar dan sengaja, yang berupa mengajak orang lain untuk beriman dan mentaati Allah memeluk agama Islam serta amar ma’ruf nahi munkar (Saleh, 1997:19). Metode dakwah adalah cara cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da‟i kepada mad‟u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang (Harjani Hilmi, dkk, 2003:8). 2. Masyarakat Pedesaan Definisi masyarakat menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama (Ali, 1991:635). Sedangkan arti masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sekelompok orang 9 yang tinggal dan menetap di wilayah Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Desa adalah wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem pemeritahan sendiri (dikepalai oleh Kepala Desa). Pedesaan adalah daerah pemukiman penduduk yang sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, iklim, dan air sebagai syarat penting (Moeliono, 1988:200). Berdasarkan arti dari kedua istilah tersebut, maka dapat diartikan bahwa masyarakat pedesaan adalah sekelompok orang yang tinggal dan menetap di daerah pemukiman penduduk yang sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, iklim, dan air sebagai syarat penting. F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Suatu penelitian dikatakan menenuhi syarat apabila penelitian tersebut memperhatikan pendekatan penelitian dan konsisten dalam memilih jenis penelitian dalam pelaksanannya. Secara umum, metode penelitia ada dua macam, yakni metode kuantitatif dan metode kualitatif. Penenelitian yang penulis lakukan ini menerapkan metode kualitatif dalam pelaksanannya. Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif, ucapan atau tulisan, dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subjek) itu sendiri (Fuchan, 1992:21). Metode penelitian inilah yang diterapkan dalam menemukan alternatif metode dakwah yang tepat di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Penelitian ini dilakukan dengan 10 cara mengadakan pendekatan induktif di lapangan, kemudian menyusunnya secara deskriptif sesuai keadaan yang sebenarnya di lapangan. 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan tempat dimana suatu penelitian dilaksanakan. Penelitia yang penulis lakukan ini megambil lokasi di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. 3. Subyek Penelitian Sebuah penelitian yang utuh harus memiliki subjek penelitian yang konkret. Penelitian yang dilakukan di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali ini mengambil subjek penelitian aparat desa, tokoh masyarakat, serta tokoh agama yang masing-masing akan dimintai keterangan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. 4. Teknik Pengumpulan Data Sebuah penelitian haruslah tersusun secara sitematis dan memenuhi semua aspek yang menjadi syarat sebuah penelitian. Salah satu aspek yang merupakan syarat dalam penelitian adalah adanya data yang terkumpul melalui beberapa teknik atau cara pengumpulan data. Teknik pengumpulan data yang penulis terapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Observasi Sebagai metode ilmiah, observasi bisa diartikan pengamatan dan pencatatan dengan sistematika fenomena-fenomena yang di selidiki (Hadi, 1989:136). Metode observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan 11 fenomena yang dijadikan pengamatan (Sudiyono, 1996:76). Metode observasi ini digunakan penulis untuk mengetahui secara langsung kegiatan sosial-keagamaan dan metode dakwah yang telah di terapkan di Desa Candi, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali. b. Metode Wawancara Secara umum yang disebut wawancara adalah metode yang dilakukan dengan menggunakan pertanyaan secara lisan kepada orang lain dengan maksud agar orang lain memberi jawaban. Dalam metode wawancara terjadi komunikasi antara penulis dan subyek (Surakhmad 1989:174). Metode wawancara ini diterapkan kepada para ulama dan para pemuka masyarakat yang mempunyai peran penting dalam aktivitas dakwah. Selain itu, wawancara juga diterapkan kepada masyarakat, karena merupakan obyek dakwah yang tidak kalah pentingnya dengan peran para da'i dan tokoh masyarakat dalam kaitannya dalam dakwah ini. G. Analisis Data Milles dan Hubermen (1992: 72) menggambarkan bahwa analisis data kualitatif model alir akan melalui tiga alur, meliputi; reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Sebagaimanna yang dikemukakan Milles dan Hubermen berkatian dengan gambaran mengenai analisis kualitatif model alir, penelitian yang penulis lakukan ini juga menerapkan analisis data kualitatif model alir. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan, perhatian pada 12 penyederhanaan dan transformasi data yang muncul dari data-data tertulis di lapangan. Gambaran dari penjelasan tersebut dapat dilihat pada gambar 1 berikut. Masa pengumpulan data REDUKSI DATA Antisipasi Selama Pasca PEYAJIAN DATA Selama Pasca PENARIKAN KESIMPULAN/VERIFIKASI Pasca Selama Gambar 1. Komponen-komponen Analisis Data: Model Alir Penyajian data dilakukan dalam rangka pemahaman terhadap informasi yang terkumpul yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan dilakukan secara bertahap, melalui kesimpulankesimpulan sementara untuk menuju kesimpulan akhir yang memiliki kepercayaan tinggi setelah data mencukupi untuk penarikan kesimpulan. H. Sistematika Penulisan Skripsi BAB I: PENDAHULUAN Bab I dalam penulisan skripsi ini merupakan pendahuluan yang berisi tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Istilah, Metode Penelitian, Analisis Data, serta Sistematika Penulisan Skripsi 13 BAB II: LANDASAN TEORI Bab II dalam penulisan skripsi ini mencakup tentang Keberagamaan Masyarakat, Dakwah Islam, Metode Dakwah pada Masyarakat Pedesaan, Faktor Pendukung dan Penghambat Dakwah di Pedesaan yang diungkapkan berdasarkan pendapat para ahli kemudian disimpulkan oleh penulis. BAB III : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN Bab III berisikan tentang paparan data dan temuan penelitian di lapangan. Adapun cakupan dari bab III ini terdiri dari Gambaran Umum Desa Candi, serta Temuan Penelitian yang meliputi Kehidupan Sosial Keberagamaan Masyarakat Desa Candi, Metode Dakwah yang diterapkan pada Masyarakat Desa Candi, dan Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Dakwah di Desa Candi BAB IV : PEMBAHASAN Bab IV merupakan pembahasan dari data yang dipaparkan pada bab sebelumnya dan berisi analisis dari temuan penelitian yang meliputi Kehidupan Sosial Keberagamaan Masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali, Metode Dakwah pada Masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali, dan Faktor Pendukung dan Penghambat Dakwah di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali 14 BABV : PENUTUP Bab V merupakan bab akhir sebagai penutup dalam penulisan skripsi ini. Adapun isi dalam bab V adalah penyampaian Simpulan dan Saran bagi pihak-pihak terkait. BAB II LANDASAN TEORI A. Keberagamaan Masyarakat 1. Keberagamaan Agama adalah segenap kepercayaan kepada Tuhan serta dengan ajaran kebaikan dan kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan. Beragama adalah memeluk agama baik yang beribadah maupun tidak. Sedangkan makna keagamaan adalah sifat-sifat yang terdapat dalam agama, segala sesuatu mengenai agama, perasaan, anasir, soal-soal (Alwi, 2007: 17). J. Milton Yinger seorang ahli sosiologi Agama berpendapat bahwa agama adalah sistem kepercayaan dan praktek dengan makna, suatu masyarakat atau kelompok manusia berjaga-jaga untuk menghadapi masalah terakhir di dunia ini. Agama adalah kata sang sekerta, yang pada mulanya masuk ke Indonesia sebagai nama kitab suci golongan Hindu Syiwa (kitab suci mereka bernama Agama). Pendapat lain agama adalah suatu undangundang/peraturan Tuhan yang diperuntukkan bagi setiap manusia yang berakal, untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak (Suherman, 2010:42). Dalam konteks kata "beragama" menurut Quraish Shihab adalah sebagai upaya manusia untuk mencontoh sifat-sifat yang suci. Sedangkan mengenai kata beragama dan keagamaan dalam Kamus Bahasa Indonesia 15 16 adalah menganut atau memeluk agama, beribadah atau taat kepada agama atau lebih kongkretnya kata beragama dan keagamaan diartikan sebagai memeluk atau taat menjalankan ajaran agama yang dianut. Menurut Dr. Jalaluddin tentang sikap keberagamaan, yaitu "merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorong untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama, sikap keberagamaan tersebut boleh adanya konsisten antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur efektif dan perilaku terhadap agama sebagai unsur konatif"(Ridwansyah, 2008:11). Definisi keberagamaan pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan definisi religiusitas, yang merupakan satu kesatuan unsur-unsur yang komprehensif, yang menjadikan seseorang disebut sebagai orang beragama (being religious), dan bukan sekadar mengaku mempunyai agama (having religion). Religiusitas meliputi pengetahuan agama, keyakinan agama, pengamalan ritual agama, pengalaman agama, perilaku (moralitas) agama, dan sikap sosial keagamaan. Sedangkan menurut Subijantoro Atmosuwito religius berasal dari kata latin religare berarti mengikat, religio berarti ikatan atau pengikatan, dalam arti bahwa manusia harus mengikatkan diri pada Tuhan. Adapun religius adalah keterikatan manusia terhadap Tuhan sebagai sumber ketenteraman dan kebahagiaan (Suherman, 2008: 44). Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap keberagamaan adalah suatu keadaan diri seseorang dimana setiap 17 melakukan aktivitasnya selalu bertautan dengan agamanya. Dalam hal ini pula dirinya sebagai hamba yang mempercayai Tuhannya, berusaha agar dapat merealisasikan atau mempraktekkan setiap ajaran agamanya atas dasar iman yang ada dalam batinnya (Ridwansyah, 2008:11). Lebih mudahnya, berdasarkan berbagai pendapat yang telah disampaikan oleh para ahli mengenai keberagamaan, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan keberagamaan merupakan kesalehan seseorang dalam mengaplikasikan tuntunan agama yang ia yakini dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana dikutip oleh M. Ridwansyah dalam skripsinya yang berjudul "Pembinaan Sikap Keberagamaan Siswa melalui Program Mentoring Ekstrakurikuler Rohani Islam (ROHIS) SMAN Unggulan 57 Jakarta", Yusuf Al Qardhowy menyatakan bahwa keberagamaan dalam agama Islam memiliki dimensi-dimensi atau pokok-pokok Islam yang secara garis besar dibagi 3 yaitu aqidah, ibadah atau praktek agama, dan akhlak. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut. a. Aqidah "Aqidah secara etiomologi yaitu kepercayaan", sedangkan secara terminologi "disamakan dengan keimanan, yang menunjukkan pada seberapa tingkat keyakinan seseorang terhadap kebenaran ajaran-ajaran agamanya yang bersifat fundamental dan dogmatis". 18 b. Ibadah atau Praktek Agama (Syari'ah) Ibadah atau praktek agama atau syariah merupakan peraturanperaturan yang mengatur hubungan langsung seorang muslim dengan Kholiknya dan sesama manusia, yang menunjukan seberapa patuh tingkat ketaatan seorang muslim dalam mengerjakan kegiatankegiatan ritual keagamaan yang diperintahkan dan dianjurkan, baik yang menyangkut ibadah (ritual) dalam arti khusus maupun dalam arti yang luas yang merupakan media komunikasi langsung dan integral serta sarana konsultasi antara Kholik dan mahluk-Nya. Ibadah juga merupakan perwujudan dari sikap keberagamaan seseorang dalam kehidupan. c. Akhlak "Kata akhlak secara etimologi adalah tabiat, budi pekerti, kebiasaan atau adat, keperwiraan, kesatriaan, kejantanan dan kemarahan". Sedangkan menurut Imam Ghozali yang merupakan definisi secara terminologi adalah "sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbutan-perbuatan yang dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan". 2. Masyarakat Orang Inggris menyebut masyarakat dengan society. Masyarakat atau society adalah a relatively independent or self sufficient population characterized by internal organization, territoriality, sulture distinctiveness, and sexual recruitmen. Masyarakat atau society juga 19 berarti civilized community, komunitas yang beradab, atau masyarakat madani, atau –dalam bahasa The Encyclopedia of Religion- disebut dengan istilah median community (Machendrawaty dan Safei, 2001:5). Definisi masyarakat menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama (Ali, 1991:635). Masyarakat itu adalah suatu kumpulan orang-orang dalam jumlah yang banyak dan membentuk kelompok-kelompok sosial yang bekerjsama untuk mencapai kepentingan atau tujuan bersama, menempati suatu wilayah tertentu dalam waktu yang cukup lama dan karenanya menghasilkan suatu kebudayaan (adat istiadat, norma dan nilai) yang dijadikan dasar bersama, sehingga membentuk suatu sistem sosial yang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, baik kebutuhan untuk mengatur diri sendiri, reproduksi sendiri maupun penciptaan sendiri (Ruyadi, 2004:11). Berdasarkan definisi masing-masing istilah tersebut, maka dapat diambil pengertian bahwa yang dimaksud dengan keberagamaan masyarakat adalah sifat-sifat agama yang tertanam dalam diri pribadi sekelompok manusia yang menetap di suatu daerah yang kemudian diimplementasikan dalam keseharian mereka demi mewujudkan kehidupan sosial yang berlandaskan pada nilai luhur ajaran agama. Desa adalah ... pedesaan 20 Faktor keberagamaan masyarakat mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menentukan sukses atau tidaknya dakwah yang dilaksanakan di suatu daerah, karena seorang da'i terlebih dahulu harus melihat kondisi dan latar belakang mad'unya sebelum melakukan dakwah. Penyampaian materi atau isi dakwah akan membekas pada diri mad'u manakala seorang da'i tahu persis keadaan dan kondisi yang sedang dialami serta keadaan lingkungan sekitar mad'u, dengan kata lain seorang da'i tidak hanya memberikan teori tanpa tahu keadaan lapangan, melainkan harus seakan-akan menjadi bagian dari masyarakat dan ikut merasakan sebagaimana kondisi yang sedang dirasakan mad'u. B. Dakwah Islam 1. Pengertian Dakwah Islam Secara etimologi kata dakwah berasal dari bahasa arab berasal dari huruf dan (fi’il mu’tal naqis). Dakwah ( yang yang kemudian terangkai menjadi ) adalah bentuk masdar dari fi’il yaitu yang berarti memanggil, mengundang, mengajak atupun menyeru (Budiharjo, 2007:1). Sedangkan menurut Najamudin dalam bukunya ”Metode Dakwah Menurut Al-qur’an” mengartikan dakwah secara etimologis dakwah berasal dari bahasa Arab berarti ajakan atau seruan (Najamudin, 2005). yang 21 Secara terminologi ada beberapa definisi dakwah yang dikemukakan oleh para pakar, diantaranya adalah sebagai berikut. a. Najamudin mengartikan dakwah adalah mengajak atau menyeru baik pada diri sendiri keluarga maupun orang lain, untuk menjalankan semua perintah dan meninggalkan hal hal yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya (Susilo, 2008:1). b. Menurut Dr. H. Budiharjo dakwah adalah suatu proses penyampaian, ajakan atau seruan kepada orang lain atau kepada masyarakat agar mau memeluk, mempelajari dan mengamalkan agama secara sadar, sehingga membangkitkan dan mengembangkan potensi fitrah mereka. Yang pada akhirnya dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat (Budiharjo, 2007:27). c. Menurut Masyhur Amin dakwah adalah aktifitas yang mendorong manusia untuk memeluk agama Islam melalui cara yang bijaksana dengan materi ajaran agama Islam agar mereka mendapat kesejahteraan dunia dan akhirat (Bachtiar, 1997:10). Syaikhul 'I-Ashar Cairo al-Marhum Mahmud Syaltut, menyatakan, Islam adalah agama Allah yang diperintahkannya untuk mengajarkannya tentang pokok-pokok serta peraturan-peraturannya kepada Nabi Muhammad saw. dan menugaskannya untuk menyampaikan agama tersebut kepada seluruh manusia mengajak mereka untuk memeluknya. H.A. Gaffar Ismail, seorang muballigh terkemuka, berpendapat bahwa Islam adalah nama agama yang dibawa 22 oleh Muhammad saw yang berisi kelengkapan dari pelajaran-pelajaran meliputi kepercayaan, seremono-peribadatan, tata-tertib penghidupan pribadi, tata-tertib pergaulan hidup, dan peraturan-peraturan Tuhan. (Anshari, 1997:74). Berdasarkan definsi masyarakat dan Islam tersebut, maka dapat diartikan bahwa yang dimaksud dengan dakwah Islam adalah penyampaian materi atau ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw kepada masyarakat, dengan harapan mereka dapat melaksanakan ajaran agama yang nantinya akan membawa mereka kepada kebahagiaan dunia akhirat. 2. Unsur-unsur Dakwah Dakwah adalah mengajak atau menyeru baik pada diri sendiri keluarga maupun orang lain, untuk menjalankan semua perintah dan meninggalkan hal hal yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Ajakan atau seruan (dakwah) yang dilakukan tentunya akan berhasil jika memperhatikan unsur atau komponen yang ada dalam dakwah itu sendiri. Keberadaan unsur dakwah ini harus sepenuhnya diperhatikan, karena unsur dakwah ini akan sangat berpengaruh pada hasil dakwah, atau dalam kata lain berhasil-tidaknya sebuah dakwah tergantung pada sudah terpenuhi atau belumnya unsur-unsur dakwah itu sendiri. Adapun unsur-unsur dakwah yang dimaksud adalah sebagai berikut. 23 a. Subyek Dakwah (Da’i) Da’i berasal dari bahasa arab da’i yang berarti orang yang mengajak (orang yang berdakwah). Secara umum seorang pengajak bisa saja mengajak untuk melakukan perbuatan dan perkataan baik ataupun buruk. Tapi da’i dalam Islam adalah orang yang mengajak orang lain kejalan kebenaran, baik dengan perbuatan perkataan, ataupun seruan hati. Jadi da’i hanya mengajak kepada kebaikan (Najamudin, 2008:19). Sedangkan menurut Budiharjo, subyek dakwah (da’i) adalah yang melakukan dakwah kepada seluruh umat agar menyembah kepada Allah SWT, atau dengan kata lain agar melaksanakan ajaranajaran agama Islam (2007:33). Dalam tulisan yang lain da’i adalah seorang muslim yang memiliki syarat-syarat dan kemampuan tertentu yang dapat melaksanakan dakwah dengan baik yaitu melaksanakan dakwah bisa juga disebut mubaligh (Ya’qub, 1972:36). Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang disebut da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah. Sungguhpun demikian, sudah barang tentu tidaklah semua orang muslim dapat berdakwah dengan baik dan sempurna, karena pengetahuan dan kesungguhan mereka berbeda-beda. Seorang da’i adalah pelopor perubahan sekaligus menjadi teladan bagi umat. Hal-hal yang semula menyimpang dari Al-quran 24 dan Hadist diluruskan agar sesuai dengan ajaran Islam, baik aqidah, muamalah, dan aspek-aspek kehidupan lainnya. Oleh karena itu, seorang da’i harus memenuhi kualifikasi dan syarat-syarat tertentu agar proses dakwahnya sesuai dengan target yang ingin dicapai, sebagaimana dijelaskan di bawah ini. 1) Seorang da’i harus mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang Islam. Menjadi keharusan bagi seorang da’i untuk mendalami pengetahuan agama baik masalah Aqidah, Fiqih, Muamalah dan berbagai aspek disiplin keagamaan lainya. Da’i harus terlebih dahulu mengetahui seluk-beluk Islam sebelum terjun ke lapangan untuk berdakwah, sehingga seorang da’i mampu memberikan pemahaman tetang kesempurnaan agama Islam kepada masyarakat. 2) Seorang da’i harus bisa menjadi teladan yang baik bagi umat, sebab perilaku, aktifitas, akhlak, perkataan dan perbuatan seorang da’i memiliki pengaruh yang signifikan terhadap umat. 3) Seorang da’i harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik. Banyak orang mempunyai pesan atau nasehat bagus tetapi dalam menyampaikan atau berkomunikasinya kurang lancar dan tepat sehingga nilai dari pesan atau nasehat tersebut menjadi berkurang. Oleh kerana itu kemampuan berkomunikasi secara baik dan benar adalah syarat yang tidak boleh diabaikan oleh para da’i. 25 4) Pengetahuan psikologi, manusia adalah mahkluk unik yang tidak bisa di prediksi kepribadianya, oleh karena itu da’i di tuntut memahami pengembangan. ilmu Dengan psikologi mengetahui kepribadian kondisi dan kejiwaan seseorang atau sebuah masyarakat da’i akan lebih mudah memberikan solusi yang sesuai dengan masalah yang dihadapi. Maka materi dakwah akan mudah diterima oleh masyarakat (Najamudin, 2008:23) b. Obyek Dakwah Salah satu unsur penting dalam komponen dakwah adalah obyek dakwah (mad’u). Definisi dari obyek dakwah adalah orang yang diajak untuk melaksanakan ajaran agama dengan baik, atau dengan kata lain obyek dakwah adalah seluruh umat manusia. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT. Arti: ”Katakanlah” hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”. (QS. Al-A’rof (7):158) Arti: “Dan kami tidak mengutus kamu melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi berita peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Saba’ (34):28) Obyek dakwah yang disebutkan dalam QS. Saba' ayat 28 di atas merujuk kepada keseluruhan manusia, tidak mengenal apakah 26 mereka orang Arab atau orang non Arab, mereka harus diarahkan untuk mengetahui seruan Rasul Muhammad saw. Walaupun dakwah untuk seluruh manusia, namun harus dijelaskan dari mana dakwah harus dimulai, adapun penjelasannya adalah sebagai berikut. 1) Diri Sendiri dan Keluarga Dakwah sebagai suatu seruan, pertama kali hendaknya dilakukan atau ditujukan kepada diri sendiri, sebagaimana sebagaimana yang telah dinyatakan dalam QS Al-Tahrim (66): 6 berikut ini. Arti: “Hai orang orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka…” Walaupun ayat di atas tidak menggunakan term dakwah, namun sangat jelas bahwa ayat tersebut menjelaskan seruan atau ajakan agar memelihara diri dari siksa api neraka, dalam artian menjaga dari segala bentuk kemaksiatan dan kemadhorotan. Ayat di atas menunjukkan bahwa Al-qur’an secara explicit menekankan mengenai keharusan bagi setiap individu untuk berdakwah kepada orang lain, dengan menjaga diri pribadi masing-masing dan keluarga dari siksa api neraka. Tujuan menjaga diri dan keluarga dari siksaan api neraka ini dapat terealisasikan, salah satunya adalah dengan menyeru atau berdakwah, baik kepada diri sendiri, maupun keluarga agar mereka terbebas dari siksa api neraka. 27 Keluarga bahasa arabnya adalah ahlun, ahlun adalah orang orang yang berkumpul satu rumah, dalam bahasa Indonesia adalah keluarga yang terdiri dari ibu, bapak, dan anak-anak seisi rumah yang menjadi tanggungan (Fuad Hasan, 1989:413). Perintah Allah SWT dalam Al-qur’an surat AlTahrim ayat 6 di atas, bahwa bagi orang-orang yang beriman hendaklah menjaga dirinya dan keluarganya dari siksa dari api neraka, maka dalam suatu keluarga yang pada umumnya terdiri dari ayah-ibu selaku orang tua, mereka dapat berperan sebagai pelindung yang memberikan masukan-masukan keagamaan (berdakwah) kepada anak-anak agar mereka beriman, membenarkan ajaran Islam, mentaati segala perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-larangan Allah SWT. 2) Sanak Keluarga Dekat Selain kepada diri sendiri dan keluarga, dakwah juga ditujukan untuk sanak keluarga dekat, sebagaimana yang dinyatakan dalam Qs Al- Syuaro’ (26):213-215. Arti: “Maka janganlah kamu menyeru(menyembah) Tuhan yang lain selain Allah yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang di ajab dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat dan 28 rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang mengikutimu yaitu orang-orang yang beriman”. yang Setelah ayat tersebut diturunkan, Rasulullah saw. kemudian mulai melakukan dakwah beliau. Dakwah beliau diawali dari keluarga serumah, kemudian beranjak kepada keluarga terdekat. Lambat laun, dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah tersebut ternyata menyulut rasa iri kaum muslimin, sebab mereka diperhatikan, merasa sehingga diabaikan Allah dan SWT kurang menurunkan begitu ayat selanjutnya yaitu ayat 215 yang memuat perintah untuk berdakwah kepada kaum muslimin secara umum. 3) Sebagian Kelompok Sasaran dakwah selain ditujukan untuk diri sendiri, keluarga, dan keluarga dekat juga diharapkan dapat direalisasikan kepada sebagian kelompok atau umat Islam, sebagaimana yang tercermin dalam QS. Al-Taubah (9):122. Arti: “Tidak sepatutnya bagi orang orang mu’min itu pergi semua (kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka. Tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. 29 Ayat di atas menunjukkan mengenai adanya seruan untuk mencetak kader-kader ulama, yang nantinya mampu dan mau menyampaikan ajaran tentang agama kepada masyarakat luas, sehingga konsistensi dan keutuhan ajaran agama sekaligus peran dan tanggung jawab umat Islam dalam berdakwah akan selalu terjaga. 4) Seluruh Umat Manusia Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dakwah juga ditujukan untuk keseluruhan umat manusia dengan dasar QS. Al-A’rof (7):158 dan QS. Al-Saba’ (34):28 yang menjelaskan bahwa Rasulullah saw. diutus untuk semua manusia, maka selain untuk diri sendiri dan keluarga, keluarga dekat, dan sebagian golongan, dakwah juga diperuntukkan bagi seluruh umat manusia tanpa terkecuali, dengan harapan dapat tercipta masyarakat yang berakhlak mulia dan mampu menjaga nilai-nilai agama Islam. Berdasarkan berbagai pemaparan di atas, dapat diambil pokok pengertian bahwa obyek dakwah adalah semua umat manusia dengan dimulai dari dirinya sekeluarga, sanak kerabat yang terdekat, sebagai umat dari golongan yang banyak kemudian seluruh umat manusia (Budiharjo, 2007:39) c. Materi Dakwah 30 Materi dakwah tidak lain adalah Al-Islam yang bersumber dari Al-qur’an dari Hadist sebagai sumber utama yang meliputi Aqidah, Syariah dan Akhlak dengan berbagai macam cabang ilmu yang lain yang diperoleh darinya (Bachtiar, 1997:33). Pendapat ini sama dengan pendapat dari Budiharjo yang mengartikan materi dakwah adalah seluruh ajaran Islam, sunah Rasul yang meliputi tiga prinsip pokok: aqidah, akhlak dan hukum-hukum yang biasa disebut syari’at (Budiharjo, 2007:30). Materi dakwah juga kadang-kadang disebut ideologi dakwah yang merupakan ajaran Islam itu sendiri. Ajaran Islam ini berpangkal pada dua sumber hokum, yakni Alqur’an dan sunah Rasulullah saw. Ajaran-ajaran Islam sangatlah kompleks, yang meliputi aspek dunia dan akhirat. Kenyataan ini tentunya kemudian menimbulkan luasnya materi dakwah yang dapat disampaikan kepada masyarakat sebagaimana di bawah ini. 1) Aqidah Islam, tauhid dan keimanan; 2) Pembentukan pribadi yang sempurna; 3) Membangun masyarakat yang adil dan makmur; 4) Kemakmuran dan kesejahteraan dunia dan akhirat (Hamzah, 1981:30). 31 d. Media Dakwah Media dakwah adalah peralatan yang dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah, umpamanya; TV, video, kaset, rekaman, majalah ataupun surat kabar. (Bachtiar, 1997:35). Definisi lain mengenai media dakwah menyatakan bahwa media dakwah ialah alat obyektif yang menjadi saluran yang menghubungkan antara ide dengan umat. Media dakwah secara umum bisa digolongkan menjadi tiga golongan besar. 1) Lisan, dalam hal ini adalah khutbah, pidato, ceramah, kuliah, diskusi, seminar, musyawarah, ramah-tamah, anjang-sana, obrolan, secara bebas, setiap ada kesempatan yang semuanya dilakukan dengan lidah atau suara. 2) Tulisan, dakwah yang dilakukan dengan perantara tulisan umpamanya: buku, pamphlet, dll. Da’i yang sepesialisnya di bidang ini harus menguasai jurnalistik yakni keterampilan mengarang dan menulis 3) Lukisan, yakni gambar-gambar hasil seni lukis, foto, film, cerita, dan lain-lain. Bentuk terlukis ini banyak menarik perhatian orang dan banyak dipakai untuk menggambarkan maksud ajaran (Qosim, 1997:28) 32 C. Metode Dakwah pada Masyarakat Pedesaan Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu ”meta” (melalui) dan “hodos” (jalan atau cara). Dengan demikian maka metode dapat diartikan sebagai cara yang harus di lalui untuk mencapai tujuan (Yusuf, 2003:6). Dakwah sendiri berarti mengajak, menyeru baik pada diri sendiri, keluarga maupun orang lain untuk menjalankan perintah dan meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya (Najamudin, 2008:1). Adapun metode dakwah adalah cara dakwah yang teratur dan terpogram secara baik agar maksud mengajak melaksanakan ajaran agama Islam dangan baik dan sempurna (Budiharjo, 2007:53). Defisinsi metode dakwah juga dikemukakan oleh Yunan Yusuf (2003:6) yang mendefisinikan metode dakwah sebagai cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seoarang da’i kepada mad’u untuk mencapai tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang. Metode dakwah yang diterapkan oleh seorang da'i saat menghadapi mad'u yang berlatar belakang masyarakat pedesaan tentu berbeda dengan metode yang diterapkan manakala yang menjadi mad'u adalah masyarakat perkotaan. Metode dakwah yang dapat diterapkan kepada masyarakat terdiri atas berbagai macam metode, sebagaimana disebutkan di bawah ini. 1) Hikmah Metode dakwah yang pertama adalah dengan metode hikmah, sebagaimana yang termuat dalam penggalan salah satu ayat dalam QS An- Nahl berikut. 33 Kata (keadilan) al-Hikmah menurut etimologi (kesabaran dan ketabahan), dapat berarti (kenabian) yang dapat mencagah seseorang dari kerusakan dan kehancuran. Setiap perkataan yang sesuai dengan kebenaran, meletakan sesuatu pada tempatnya, kebenaran perkataan, hikmah juga bisa berarti Al-qur’an dan Injil (Budiharjo, 2007:54). Pengertian hikmah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kebijaksanaan, yaitu segala sesuatu yang menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuan) arif dan tajam fikiranya. Hikmah adalah kebijaksanaan yang tercermin dari perkataan lembut, kesabaran, keramahan dan kelapangdadaan serta tidak meletakkan sesuatu melebihi ukuranya (Najamudin, 2008:33). Sedangkan menurut Yunan Yusuf, hikmah bukan hanya berarti”mengenal mad’u, akan tetapi juga bila harus bicara bila harus diam, hikmah bukan hanya mencari titik temu akan tetapi juga toleran yang tampa kehilangan sabqoh” bukan hanya dalam kontek memilih kata yang tepat akan tetapi juga cara berpisah dan akirnya pula bahwa hikmah adalah uswatun hasanah serta lisanul hal (Yusuf, 2003:15). 2) Maui’dzoh Hasanah Maksud dari mauidzoh hasanah adalah pelajaran yang baik. Sebagian ahli tafsir mengatakan "sesungguhnya mauidzotul hasanah" adalah pelajaran atau nasehat yang baik untuk nasehat bagi orang yang berpaling dari yang jelek atau perbuatan buruk melalui anjuran (targhib) dan larangan. Menurut ahli tafsir lainya yaitu menasehati 34 orang lain dengan tujuan tercapainya sesuatu manfaat atau maslahah baginya (Budiharjo, 2007:58). Mauidzotul hasanah juga bisa diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan pendidikan, pengajaran, kisah-kisah berita gembira, peringatan, pesan-pesan positif atau wasiat yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia akhirat. 3) Al-Mujadalah billati hiya Ahsan Mujadalah berasal dari kata sehingga menjadi dan mendapat tambahan alif, mengikuti wazan yang memiliki makna berdebat, sedangkan makna mujadalah sendiri adalah perdebatan. Mujadalah dari segi istilah adalah upaya bertukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis tanpa adanya suasana yang mengharuskan adanya lahirnya permusuhan di antara keduanya (Munir, 2003:19). Budiharjo mendefinisikan mujadalah billah hiya ahsan sebagai fiil amar yang fail madhinya adalah yang berakar dari huruf jim, dal,dan lam yang memiliki makna pintu kekuatan. Al Raghib Al Asfahani menjelaskan bahwa maksud adalah perbandingan atau percakapan dengan jalan berbantah-bantahan dan adu argumentasi untuk memenangkannya. 35 4) Kisah (Qoshosh) Kata berasal dari fiil yang berakar dari rangkaian huruf hijaiyah qof dan shod bersyaddah yang bermakna seruan untuk mengikuti sesuatu selangkah demi selangkah. Kisah (Qoshosh) juga bisa diartikan menyampaikan berita atau menceritakan sesuatu kepada seseorang. Sedangkan kisah (qoshosh) dalam bahasa Indonesia berarti kejadian (riwayat) dikehidupan seseorang. Apabila berbagai definisi tersebut kemudian dikaitkan dengan Al-qur’an, maka dapat diberikan pengertian bahwa kisah dalam Al-qur’an adalah suatu cerita tentang kejadian umat terdahulu, Nabi-nabi, atau Rasul, serta kejadian kejadian lain yang benar-benar terjadi dimasa kini maupun yang akan datang yang dapat diikuti jejaknya. Penyampaian dakwah dengan metode kisah berarti sesuatu metode dakwah yang dilakukan dengan menyampaikan kisah atau carita seseorang dimasa lampau maupun kejadian yang akan datang yang ada dalam Al-qur’an, dengan tujuan mengambil pelajaran dari cerita atau kisah yang disampaian tersebut. 5) Tanya Jawab Penyampaian dakwah dengan metode tanya jawab yang dimaksudkan adalah penyampaian dakwah dalam bentuk pertanyaan yang disampaikan oleh umat kepada da'i mengenai suatu masalah, kemudian da'i memberikan jawaban atas pertanyaan yang disampaikan tersebut. Jadi, dalam metode ini umat menyampaikan pertanyaan 36 mengenai hal-hal yang belum diketahuinya kepada seorang yang dianggap lebih tahu yang pada akhirnya dapat memberikan jawaban yang sesuai dan memuaskan hatinya (Budiharjo, 2007:80). 6) Keteladanan yang Baik (Uswatun Hasanah) Kata uswah berarti keteladanan seseorang yang diikuti oleh orang lain, baik itu keteladanan tentang kebaikan atau keburukan. Kata hasanah juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang sesuai dengan pandangan mata dan perbuatan-perbuatan maupun hal ihwal yang sesuai dengan hati nurani. Uswah hasanah atau keteladanan yang baik berarti perbuatan-perbuatan baik, atau hal ihwal yang sesuai dengan hati nurani, yang diikuti orang lain atau obyek dakwah (Budiharjo, 2007:86). Setiap da’i dalam hubungannya dengan penggunaan metode dakwah berupa keteladanan ini, diharapkan dapat memberi keteladanan yang baik secara langsung maupun tidak langsung dan mengajak orang lain (mad’u) untuk meneladani tingkah lakunya tersebut. Kaitannya dengan keteladanan, Rasulullah saw juga memberikan keteladanan yang baik bagi umat manusia dalam setiap kali beliau berdakwah, sebagaimana telah tersurat dalam QS. Al-Ahzab (33):21. 37 Arti: “Sesungguhnya sudah ada pada diri Rasulullah saw. itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang orang yang mengharap rahmat Allah SWT dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah SWT”. D. Faktor Pendukung dan Penghambat Dakwah di Pedesaan 1. Faktor Pendukung a. Faktor Internal Da'i 1) Kemampuan mengontrol diri Seorang da’i harus selalu menguasai diri sendiri, menguasai emosi (perasaan) dan selalu berusaha menjaga agar mental selalu berada dalam keadaan stabil. 2) Keinginan yang kuat Adalah menjadi keharusan bagi setiap pekerjaan yang hebat dan mulia memerlukan kemauan dan keinginan yang kuat dan keras dalam melaksanakannya, supaya pekerjaan itu dapat terlaksana dengan sesempurna mungkin. Tanpa adanya keinginan atau tekad yang kuat dalam diri seorang da’i, mustahil sebuah hasil yang memuaskan dapat ia capai. 3) Persiapan yang matang Persiapan adalah hal paling urgent dalam sebuah pekerjaan atau kegiatan, demikian halnya dengan dakwah. Dakwah yang dipersiapkan dengan matang akan menghasilkan rasa atau kesan yang mendalam pada diri pendengarnya. Persiapan dalam dakwah meliputi persiapan fikiran, bahan 38 dakwah, gaya dakwah yang menarik, mengingat babak atau tahapan dakwa yang telah disusun, pengucapan intonasi dakwah. 4) Latihan yang cukup Keberhasilan dakwah juga didukung karena adanya latihan melalui proses trial and error berkali-kali, karena latihan akan menghasilkan pengalaman, sedangkan pengalaman adalah merupakan guru terbaik dalam proses pencapaian keberhasilan dalam dakwah. 5) Keyakinan yang tangguh Seseorang tidak akan bisa meyakinkan orang lain, jika dia sendiri tidak yakin akan kebenaran yang dia sampaikan kepada ummat. 6) Kesadaran yang sempurna Seorang da'i dituntut dalam keadaan sadar yang sesadarsadarnya dalam mengemukakan dakwahnya. Kesadaran seorang da'i dalam mengemukakan dakwah ini berpengaruh pada isi dakwah yang disampaikan. Seorang da'i tentunya tidak akan benar-benar memahami apa yang disampaikan manakala kesadarannya tidak sempurna, baik karena lelah, mengantuk atau sebab yang lain yang menyebabkan konsentrasinya terganggu. 7) Kerja yang continue 39 Sebuah kerja keras akan membuahkan hasil manakala dilakukan secara berkesinambungan. Dakwah juga demikian, akan menampakkan hasilnya manakala dilakukan secara continue dan jauh dari rasa putus asa (Budiharjo, 2007:96). b. Faktor Eksternal Da'i 1) Adanya dukungan fasilitas yang memadai dari masyarakat maupun pemerintah Program atau kebijakan dapat berjalan lancar jika mendapatkan dukungan baik berupa partisipasi umum maupun dukungan sarana dan fasilitas penunjang kegiatan terebut. Dawkah sebagaimana kegiatan pada umumnya, juga memerlukan adanya sarana penunjang, seperti halnya tempat atau lokasi dakwah dan sarana prasarana yang lain. Suatu kegiatan dakwah akan sangat mustahil dapat dilaksanakan tanpa adanya fasilitas tersebut, maka fasilitas yang memadai baik fasilitas yang disediakan oleh pemerintah maupun swadaya masyarakat dapat menunjang kegiatan dakwah yang baik. 2) Adanya dukungan dari pihak ulama atau ustadz di sekitar wilayah dakwah Sebuah program akan berjalan sesuai dengan rencana manakala semua pihak yang terkait di dalamnya ikut memberikan sumbangsih dan berperan aktif dalam mensukseskan jalannya program tersebut. Dakwah yang 40 merupakan suatu program amar ma'ruf nahi munkar, juga memerlukan peran serta semua komponen yang terlibat di dalamnya. Peran serta tokoh agama di suatu wilayah akan sangat membantu jalannya dakwah. Tanpa adanya dukungan para tokoh agama dan tokoh masyarakat, mustahil dakwah akan berjalan dengan lancar. Hal ini dikarenakan para tokoh agama dan tokoh masyarakat sangat berpengaruh dalam masyarakat, sehingga peran serta mereka akan mengundang simpati dari masyarakat untuk berperan serta dalam mensukseskan jalannya dakwah (Susilo, 2005:83) 2. Faktor Penghambat Penyampaian materi dakwah yang dapat membekas di hati masyarakat memang memerlukan waktu yang tidak singkat dan bukan merupakan proses yang bebas dari hambatan. Ada kalanya dalam perjalan dakwahnya seorang da'i mendapatkan kesulitan dan hambatanhambatan. Seperti halnya pendukung dakwah, hambatan dalam dakwah tersebut bisa juga berasal dari faktor internal maupun eksternal dari diri seorang da'i. a. Faktor Internal Da'i 1) Diam setelah bergerak Diam setelah bergerak atau dalam bahasa keagamaan sering disebut dengan futur merupakan keadaan dimana seorang 41 da'i sudah tidak lagi memiliki semangat keagamaan seperti semula, atau bahkan berbalik arah menjadi pecinta kedhaliman. Muhammad bin Husein Ya'qub mengatakan bahwa banyak sebab yang dapat menimbulkan penyakit futur. Salah satunya adalah gila popularitas dan panjang angan-angan. (Najamudin, 2008:98). 2) Berlebihan Berlebihan dalam hal apapun dilarang dalam agama. Kaitannya dengan dakwah, perilaku yang berlebihan juga akan mengakibatkan gagalnya dakwah. Seorang da'i yang terlalu 'menggebu-gebu' dalam menyampaikan materi dakwahnya, sedangkan para pendengar belum memahami secara seksama mengenai materi yang disampaikannya tersebut, justru akan mengakibatkan para pendengar menjadi bosan. 3) Bangga diri Bangga diri sangatlah dibenci oleh Allah, karena merupakan sifat Iblis. Bangga diri hanya boleh disandang oleh Dzat yang Serba Maha, Allah SWT. Rasul dan para sahabat, juga sangat menjauhi sifat sombong dan membanggakan diri dalam hal apapun. Oleh karena itu seorang da'i juga harus menjauhkan diri dari sifat bangga diri. 4) Pamer 42 Pamer adalah menampakkan dengan sengaja perbuatanperbuatan baik yang dilakukan dengan tujuan orang yang melihatnya memberikan pujian dan sanjungan. Sifat ini seharusnya tidak ada dalam diri seorang da'i, karena dakwah merupakan kegiatan mulia yang jauh dari rasa egois dan mementingkan diri sendiri. Seorang da'i yang memiliki sifat pamer, tentunya dakwah yang dilakukan tidak lagi berdasarkan rasa ikhlas dan mengharap ridha Allah, melainkan hanya untuk meningkatkan citra baiknya di masyarakat. 5) Pesimis Pesimis adalah rasa tidak percaya diri, dan memandang sesuatu dari sudut pandang negatifnya saja. Sifat ini tidak boleh dimiliki oleh seorang da'i, karena seburuk apapun Allah memberikan suatu perumpamaan, pasti ada hikmah yang positif. Orang yang memiliki sifat pesimis, tidak akan berfikir sejauh itu, mereka hanya akan melihat dari sisi negaifnya saja, tanpa menelaah hikmah yang bisa diambil darinya (Najamudin, 2008:114). 43 6) Kejenuhan aktivitas Kendala yang muncul di medan dakwah bisa berupa kelelahan baik fisik maupun psikis karena da’i terlalu banyak beraktivitas. Sebetulnya masalah utamanya terletak pada ketidakseimbangan antara aktifitas kedalam dan keluar. Kejenuhan aktivitas ini cenderung terjadi apabila terlalu memprioritaskan gerak keluar sedang gerak yang menyangkut kapasitas pribadi cenderung diabaikan. Mereka akan cepat dihinggapi rasa kelelahan disebabkan banyak disibukan oleh pekerjaan melayani umat, sibuk dengan berbagai pogram organisasi, tatapi dirinya sendiri tidak dilayani secara proporsional. 7) Isti'jal Sementara itu, dalam artikelnya yang berjudul Metode Dakwah secara Langsung, Dadang Ramadhan, dkk menambahkan bahwa jenis penyakit juru da'wah yang ingin mencapai perubahan atas reality yang dialami kaum muslimin dalam waktu yang sesingkat-singkatnya tanpa memperhatikan lingkungan, akibat, dan tanpa melihat kenyataan, juga tanpa persiapan yang cukup sebelumnya baik sistem maupun sarana. Dengan kata lain, Isti'jal merupakan cara-cara da'wah yang menginginkan hasil yang maksimal dengan waktu yang sesingkat mungkin (Najamudin, 2008:117) 44 b. Faktor Eksternal Da'i 1) Latar belakang keagamaan keluarga Tidak semua da'i dilahirkan dari keluarga yang faham dengan ajaran Islam. Problem yang biasa muncul bagi para da'i yang keluarganya tidak faham ajaran Islam antara lain lemah dalam tsaqofah Islam dan tekanan kelurga yang kurang mendukung aktivitas dakwahnya, sehingga tidak jarang seorang da'i yang berasal dari keluarga semacam ini menerima tekanan dari pihak keluarga sendiri. 2) Sifat dan perilaku jahiliyah masa lalu Tidak semua da'i tumbuh dan berkembang dalam lingkungan Islam sejak kecilnya, bisa jadi sebelum tumbuh kesadaran keislamanya ia adalah seorang yang banyak melakukan kejahilan serta tempramen yang tidak baik. Kadang hal itu bisa memunculkan masalah-masalah dalam aktivitas dakwah, dimana sifat dan perilaku tersebut selalu dikaitkan dengan keadaan sekarang. Sifat dan perilaku masa lalu demikian itu bisa membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi kredibilitas seorang da’i yang akhirnya menghambat proses dakwah. BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Desa Candi 1. Keadaan Geografis Desa Candi Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali merupakan sebuah wilayah pedesaan yang memiliki luas 399,6515 Ha yang diri atas tanah persawahan seluas 39,6000 Ha dan tanah kering seluas 151,5518 Ha. Menurut topografinya, Desa Candi terdiri dari 5 perdusunan, 28 pedukuhan, 16 rukun warga dan 42 rukun tetangga. Sedangkan secara geografis, Desa Candi memiliki batas wilayah sebagai berikut. a. Sebelah Utara : Desa Urutsewu b. Sebelah Timur : Desa Ngenden c. Sebelah Selatan : Desa Sidomulyo d. Sebelah Barat : Jl. Raya Solo-Semarang (Sumber: Monografi Desa Candi) 2. Demografi Desa Candi Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali memiliki penduduk sebanyak 7.217 jiwa yang sebagian besar beragama Islam, namun ada juga penduduk Desa Candi yang memeluk agama lain seperti Agama Kristen/Katolik, Budha, atau Hindu. 45 46 Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Desa Candi Menurut Agama No Agama Jumlah 1 Islam 6.727 orang 2 Kristen/Katolik 3 Budha 7 orang 4 Hindu 34 orang 449 orang Sumber : Demografi Desa Candi Tabel 3.1 menggambarkan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali memeluk agama Isam. Kenyataan ini dapat dilihat dari jumlah pemeluk agama Islam yang berjumlah 6.727 orang, sedangkan penduduk Desa Candi yang beragama Kristen/Katolik berjumlah 499 orang, penduduk yang beragama Budha sebanyak 7 orang, dan penduduk yang beragama Hindu sejumlah 34 orang. Tabel 3.2 Jumlah Tempat Ibadah Desa Candi No Agama Jumlah 1 Masjid 13 buah 2 Mushola 24 buah 3 Gereja 3 buah Sumber : Demografi Desa Candi Tabel 3.2 menggambarkan jumlah fasilitas tempat ibadah yang dibangun di Desa Candi untuk memenuhi kebutuhan rohani bagi 47 masyarakat setempat. Keberadaan tempat ibadah dengan jumlah yang memadai di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali tentunya sangat mendukung setiap umat agama dalam menjalankan ibadah. Selain dalam hal keagamaan dan sosial yang memiliki toleransi tinggi, masyarakat Desa Candi juga termasuk masyarakat yang memiliki pendidikan yang cukup, meskipun hanya dapat mengenyam pendidikan pada tingkat dasar. Tabel 3.3 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Candi No Tingkat Pendidikan Jumlah 1 SD 2.285 orang 2 SLTP 2.460 orang 3 SLTA 1.835 orang 4 S1/S2 196 orang 5 Tidak/belum sekolah 441 orang Sumber : Demografi Desa Candi Tabel 3.3 menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Desa Candi telah mengenyam pendidikan, walaupun hanya tingkat dasar. Bukti ini dapat diamati pada tabel 3.3, bahwa penduduk Desa Candi yang mengenyam pendidikan setingkat SD adalah sejumlah 2.285 orang, setingkat SLTP sejumlah 2.460 orang, setingkat SLTA sejumlah 1.835 48 orang, Sarjana dan/atau Pascasarjana sejumlah 196 orang, dan 441 orang yang belum atau tidak mengenyam pendidikan. Tabel 3.4 Jumlah Lembaga Pendidikan Desa Candi No Jenis Lembaga Pendidikan 1 Taman Kanak-kanak Jumlah 3 buah 2 Sekolah Dasar 3 buah 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 4 buah 4 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas 4 buah Sumber : Demografi Desa Candi Tabel 3.4 menunjukkan adanya partisipasi masyarakat dalam mencetak generasi yang berpendidikan. Hal ini dibuktikan dengan dilegalkannya pendirian sarana pendidikan, mulai dari tingkat Taman kanak-kanak hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Desa Candi memiliki 3 buah lembga pendidikan setingkat Taman Kanak-kanak, 3 lembaga pendidikan setingkat Sekolah Dasar, 4 lembaga pendidikan setingkat SLTP, dan 4 lembaga pendidikan setingkat SLTA. Selain dalam bidang pendidikan, dalam bidang ekonomipun anggota masyarakat Desa Candi tergolong masyarakat yang tidak ingin berpangku tangan. Hal ini terbukti dengan beragamnya jenis mata pencaharian yang ditekuni oleh anggota masyarakat Desa Candi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 49 Tabel 3.5 Mata Pencaharian Masyarakat Desa Candi No Jenis Mata Pencaharian 1 Petani / Peternak 2 Pegawai / Polri dan TNI 3 Pedagang / Wiraswasta 4 Musiman 5 Buruh 6 Usia Belum/tidak produktif Jumlah 4.398 orang 115 orang 160 orang 918 orang 1.417 orang 209 orang Sumber : Demografi Desa Candi Tabel 3.5 menggambarkan bahwa sebagian besar anggota masyarakat yang berdomisili di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali memiliki mata pencaharian sebagai petani/peternak, yakni sebanyak 4.398 orang. Adapun jumlah penduduk yang lain terbagi dalam beberapa jenis mata pencaharian, yakni 115 orang yang menekuni mata pencaharian sebagai Pegawai/Polri dan TNI, 160 orang sebagai pedagang/wiraswastawan, 918 orang merupakan pekerja musiman, 1.417 orang sebagai buruh, dan 209 orang merupakan penduduk yang berusia belum/sudah tidak produktif. 3. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Desa Candi Sebuah masyarakat memiliki kaitan erat dengan kehidupan sosial dan budaya-budaya setempat, karena adanya kehidupan sosial budaya merupakan ciri sebuah masyarakat yang "hidup". Sebuah masyarakat dikatakan "hidup" manakala anggota masyarakatnya menjalin kehidupan sosial dan memiliki budaya yang merupakan nilai- 50 nilai luhur dari masyarakat itu sendiri. Demikian pula yang terdapat pada masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Semarang. Kondisi sosial budaya masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali tergolong kondusif. Hal ini terlihat dari toleransi sosial kemasyarakatan yang terjalin antar anggota masyarakat, meskipun mereka memiliki keyakinan keagamaan yang berbeda-beda. Kondisi sosial budaya yang kondusif ini juga dibuktikan dengan tutut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam kegiatan-kegiatan kebudayaan Desa Candi, seperti Sadranan, Nyekar, pemberian sesaji, dan penyelenggaraan Merti Desa. a. Sadranan Sadranan adalah salah satu kebudayaan Jawa yang bertujuan sebagai salah satu bentuk rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa dan merupakan salah satu media sedekah dan syiar agama yang dilaksanakan pada bulan Sya'ban. b. Nyekar Nyekar merupakan salah satu kebudayaan masyarakat Desa Candi yang merupakan kegiatan untuk mengirim do'a kepada sesepuh yang sudah meninggal sebagai salah satu perwujudan dari birul walidain. 51 c. Sesaji Pemberian sesaji merupakan salah satu kebudayaan masyarakat di Desa Candi dengan meletakkan jajanan pasar di tempat-tempat keramat pada saat akan mengadakan acara (hajat) tertentu dengan tujuan agar hajat yang dilaksanakan dapat berjalan dengan lancar. d. Merti Desa Merti Desa adalah salah satu kebudayaan di Desa Candi yang dilaksanakan pada saat panen massal atau panen raya sebagai salah satu bentuk rasa syukur atas panen yang didapat. e. Punggahan Punggahan dalam masyarakat Desa Candi merupakan istilah lain dari peringatan nisfu sya'ban yang menurut agama pada waktu itu para malaikat mencatat amal manusia, sehingga masyarakat diajak untuk beramal baik dengan memberikan sedekah kepada yang membutuhkan. f. Pudunan Pudunan adalah kebudayaan masyarakat Desa Candi yang bertujuan untuk menyambut Nuzulul Qur'an dan Lailatul Qodar. Peringatan ini disambut masyarakat desa dengan mengeluarkan sedekah kepada pihak yang memerlukan. 52 B. Temuan Penelitian 1. Kehidupan Sosial Keberagamaan Masyarakat Desa Candi Kehidupan sosial keberagamaan merupakan "ruh" dari sebuah masyarakat di samping kehidupan sosial kebudayaan masyarakat. Masyarakat akan kehilangan "cita rasanya" seandainya dalam sebuah masyarakat tidak terjalin interaksi sosial antar anggota masyarakatnya, dan tidak memiliki kebudayaan dan pedoman agama yang melekat dalam diri anggota masyarakat itu sendiri. "Dari segi kehidupan sosial, masyarakat Desa Candi sangat baik seperti masih lestarinya budaya gotong royong, kerja bakti, dan adanya toleransi antar umat beragama yang tinggi" (Tokoh Masyarakat: Bp. M.B.) "Kerukunan warga sangat erat, bahu membahu baik dari beberapa golongan dalam segala bidang termasuk kegiatan agama, hanya saja kesadaran individu untuk melakukan kewajiban sebagai seorang muslim seperti melaksanakan shalat, puasa, zakat dan lain-lain masih sangat rendah walaupun mayoritas penduduk Desa Candi beragama Islam" (Tokoh Agama: Bp. S.W.) 2. Metode Dakwah yang diterapkan pada Masyarakat Desa Candi "Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain pula ikannya". Barangkali peribahasa ini sangat cocok dengan keadaan masyarakat Desa Candi, karena dalam menghadapi masyarakat yang memiliki kebiasaan dan kepribadian yang berbeda, tentunya juga harus menerapkan metode atau cara dakwah yang berbeda, sehingga keberhasilan dalam menyampaikan ajaran Illahi mencapai keberhasilan sebagaimana yang diinginkan. 53 a. Yasinan Kaum Ibu Masyarakat Desa Candi yang memiliki penduduk beragama Islam sebagai penduduk mayoritas, merupakan salah satu masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Berdasarkan observasi pada tanggal 15 Juli 2010, maka penulis mendapatkan data sebagai berikut. 1. Pemateri Warga masyarakat yang memiliki kepedulian pada kegiatan Yasinan ini antara lain Ibu Da'watul Khoiriyah dan Ibu Lasminah. Beliau juga merupakan salah satu penggerak yang menggalakkan kaum ibu Desa Candi agar melaksanakan ajaran agama dalam kegiatan sehari-hari. 2. Materi Materi yang dikemas dalam kegiatan Yasinan antara lain pembacaan tahlil, yasin, Al-barzanji, dan pelaksanaan mujahadah, sebagaimana yang diutarakan oleh Bp. S.W. dalam wawancara penulis pada tanggal 18 Juli 2010 berikut. "Kegiatan jamaah Yasinan kaum ibu di desa ini tidak hanya melakukan kegiatan pembacaan yasin semata, melaikan juga juga diadakan kegiatan-kegiatan lain seperti pembacaan Al-Barzanji, pembacaan tahlil, dan pelaksanaan mujahadah" 3. Waktu pelaksanan Waktu pelaksanaan kegiatan yasinan adalah tiap satu minggu sekali yang dilaksanakan bergilir di kediaman jamaah Yasinan. 54 Hal ini juga diungkapkan oleh Bp. S.W. dalam wawancara penulis dengan beliau selaku tokoh agama. "Kegiatan Yasinan Kaum Ibu ini sudah berjalan lancar, adapun pelaksanannya kita pilih setiap malam jumat" 4. Metode yang diterapkan Metode yang diterapkan dalam penyampaian materi dalam kegiatan Yasinan kaum ibu adalah dengan metode ceramah, tanya jawab, dan juga pemberian teladan. Berikut ini penuturan Bp. S.W. dalam wawancara penulis dengan beliau pada tanggal 18 Juli 2010. "Dalam pemilihan metode penyampaian materi keagamaan pada kegiatan Yasinan Kaum Ibu kami memilih menggunakan metode yang sederhana seperti ceramah dan pemberian teladan yang baik kepada para jamaah" b. Tahlilan Kaum Bapak Sebagaimana penyelenggaraan acara Yasinan Kaum Ibu, yang merupakan implementasi kepedulian masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali dalam aktivitas keagamaan, kaum bapakpun tidak ketinggalan, salah satunya dengan mengadakan aktivitas keagamaan Tahlilan Kaum Bapak. Berikut ini data yang penulis dapatkan pada saat melakukan observasi pada tanggal 18 Juli 2010. 55 1. Pemateri Warga masyarakat yang memiliki kepedulian pada kegiatan Tahlilan Kaum Bapak ini antara lain adalah Bapak Sidik Waluyo, Kaur Kesra, dan Ketua RT. 2. Materi Materi yang dikemas dalam kegiatan ini adalah materi ubudiah dan muamalah keseharian, khususya bagi kaum bapak. Dalam pelaksanaan kegiatan ini juga sesekali diadakan musyawarah, membahas mengenai masalah-masalah keagamaan dan juga desa. "Materi yang sering kita angkat dalam kegiatan Tahlilan Kaum Bapak ini merupakan materi-materi yang dekat dengan kehidupan keseharian seperti dalam hal ubudiah dan muamalah. Namun terkadang juga kita sisipkan mengenai pembahasan urusan-urusan desa" 3. Waktu pelaksanan Waktu pelaksanaan kegiatan Tahlilan Kaum Bapak adalah tiap satu bulan sekali yang dilaksanakan bergilir di kediaman jamaah. "Dalam kegiatan Tahilan di Desa Candi, kami menyelenggarakannya setiap bulan sekali yang dilaksanakan secara bergilir atau anjangsana di rumah para jamaah " 56 4. Metode yang diterapkan Metode yang diterapkan dalam penyampaian materi dalam kegiatan Yasinan kaum ibu adalah dengan metode ceramah, tanya jawab. "Metode yang diterapkan dalam penyampaian materi keagaman pada kegiatan tahlilan ini adalah metode ceramah dan sesekali mengadakan tanya jawab dengan jamaah" c. TPA Penanaman nilai-nilai keagamaan akan lebih efektif bila dilaksanakan sedini mungkin. Menyadari hal tersebut, masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali memberikan "wadah" bagi generasi muda untuk menambah wawasan keagamaan mereka dengan mendirikan sebuah Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA).Berikut ini data yang diperoleh dalam observasi yang dilakukan pada tanggal 19 Juli 2010. 1. Pemateri Meskipun kesadaran anggota masyarakat Desa Candi dalam menjalanakan ibadah masih tergolong rendah, namun dengan keterbatasan tersebut masih ada anggota masyarakat yang respect untuk mencetak generasi yang Islami dengan mengadakan kegiatan TPA bagi anak-anak Desa Candi. Warga yang berperan aktif dalam kegiatan ini antara lain Bapak M. Basuni, Ibu Dakwatul Khoiriah, dan Bapak Sidik Waluyo. 57 2. Materi Materi yang dikemas dalam kegiatan TPA ini adalah materi dasar agama, semisal tatacara dan bacaan dalam sholat, pengamalan doa sehari-hari, dan taracara membaca Al-qur'an yang benar. 3. Waktu pelaksanan Waktu pelaksanaan kegiatan TPA ini adalah tiap hari, kecuali hari Jum'at yang merupakan hari libur untuk kegiatan TPA ini. 4. Metode yang diterapkan Metode yang diterapkan dalam penyampaian materi dalam kegiatan TPA ini, selain dengan ceramah dan tanya jawab, juga menerapkan pemberian teladan yang merupakan hal yang terpenting, mengingat anak-anak TPA masih memerlukan figur yang dapat mereka jadikan sebagai panutan dalam pelaksanan ajaran agama dalam kegiatan sehari-hari. 3. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Dakwah di Desa Candi a. Faktor Pendukung Pelaksanan dakwah di Desa Candi didukung oleh berbagai faktor sebagaimana sebagaimana yang disampaikan Bp. M.B. dalam wawancara penulis pada tanggal 19 Juli 2010 ada enam faktor. Berikut ini penuturan beliau, Bp. M.B. 58 "Faktor pendukung pelaksanaan dakwah di Desa Candi ini ada beberapa faktor dominan, seperti kenyataan bahwa mayoritas penduduk Desa Candi beragama Islam; ketersediaan fasilitas tempat ibadah dalam jumlah yang memadai; adanya toleransi masyarakat yang tinggi; adanya dukungan dari berbagai pihak; kesabaran, ketelatenan, dan keteladanan dari da'i; serta tingkat pendidikan masyarakat Desa Candi yang sudah tergolong cukup" b. Faktor Penghambat Pelaksanaan dakwah di Desa Candi selain memiliki faktor yang mendukung keberhasilan dalam pelaksanaannya, di sisi lain juga terdapat beberapa faktor yang menghambat pelaksanaan dakwah di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Berikut ini penuturan Bp. S.W. dalam wawancara penulis pada tanggal 19 Juli 2010 terkait faktor penghambat pelaksanaan dakwah ini. "Memang, tidak bisa dielakkan lagi bahwa dalam pelaksanaan setiap kegiatan pasti ada faktor yang dapat menjadi penghambat. Nah, faktor yang menjadi penghambat pelaksanaan dakwah di Desa Candi ini di antaranya adalah masih minimnya kesadaran individu dalam beribadah; pemahaman keagamaan masyarakat yang masih rendah; pola pikir masyarakat yang materialistis; serta masih percayanya masyarakat pada mitos-mitos. BAB IV PEMBAHASAN A. Kehidupan Sosial Keberagamaan Masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Meskipun anggota masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali memiliki berbagai macam perbedaan dalam keyakinan, namun hal ini tidak lantas menimbulkan adanya kesenjangan dan ketiadaan rasa tenggang rasa antar pemeluk agama, melaikan sebaliknya mereka tetap menjalin persaudaraan dan bertenggang rasa antar sesama. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya kebudayaan gotong royong dalam pembangunan sarana dan tempat ibadah, serta pembersihan lingkungan sekitar desa. Kerukunan antar umat beragama yang tertanam dalam diri anggota masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali juga diimplentasikan pada saat diselenggarakannya kegiatan-kegiatan desa, seperti Merti Desa. Saat diadakan acara Merti Desa ini, semua lapisan masyarakat Desa Candi senantiasa berpartisipasi untuk memeriahkannya. Tidak memandang anggota masyarakat tersebut berasal dari pemeluk agama tertentu, semua anggota masyarakat bersatu padu untuk memeriahkanny, karena masyarakat Desa Candi merupakan masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kerukunan dalam beragama. Berawal dari kebiasaan dan kehidupan sosial semacam ini, maka lahirlah sebuah kebudayaan dimana anggota masyarakat tidak lagi terpaku dan hanya mementingkan individu atau 58 59 kelompok agama mereka sendiri, melainkan saling bahu membahu untuk menciptakan sebuah suasana sosial yang rukun dan tenteram. "Kerukunan warga sangat erat, bahu membahu baik dari beberapa golongan dalam segala bidang termasuk kegiatan agama, hanya saja kesadaran individu untuk melakukan kewajiban sebagai seorang muslim seperti melaksanakan shalat, puasa, zakat dan lain-lain masih sangat rendah walaupun mayoritas penduduk Desa Candi beragama Islam" (Tokoh Agama: Bp. Sidik Waluyo) Kegiatan sosial keberagamaan yang berjalan di Desa Candi, khususnya bagi masyarakat yang beragama Islam sangat beragam, mulai dari penyelenggaraan Yasinan kaum ibu, Tahlilan kaum bapak yang diadakan tiap satu bulan sekali, pengajian rutin tiap malam Jum'at, dan adanya kegiatan Taman Pendidikan Al-qur'an (TPA) tiap sore hari bagi anak-anak. Kegiatankegiatan ini merupakan sebuah wujud nyata yang dilakukan oleh masyarakat Desa Candi yang memandang sangat penting untuk menjunjung tinggi nilainilai agama. Melihat beragamnya kegiatan sosial keberagamaan yang diselenggarakan di Desa Candi tentu akan membuahkan anggapan bahwa kesadaran beragama dalam diri individu anggota masyarakat Desa Candi sudah sangat matang. Namun, pada kenyataannya anggapan tersebut sangat bertolak belakang. Kenyataannya, masih banyak anggota masyarakat Desa Candi yang belum memiliki kesadaran dalam menjalankan ibadah agamanya masing-masing. Seperti halnya masih banyaknya anggota masyarakat yang jarang melaksanakan ibadah shalat lima waktu, puasa di bulan ramadhan, dan 60 masih adanya anggota masyarakat yang belum terbuka hatinya untuk membayarkan zakat fitrah dan/atau zakat malnya. Kenyataan seperti ini, harus segera ditindaklanjuti dengan mengadakan pendekatan sosial, atau dalam bahasa keagamaan lebih dikenal dengan sebuatan dakwah. Pendekatan sosial atau dakwah ini tentu harus menggunakan cara yang tepat bila menghendaki keberhasilan dalam mengubah perilaku masyarakat menjadi pribadi yang taat menjalankan ibadah agamanya. Pendekatan sosial yang dilakukan harus dilakukan dari hati ke hati, tanpa menyinggung dan "mengorek" kekurangan pihak tertentu dalam pelaksanaan ibadahnya. Kebijakan ini akan membuahkan hasil yang lebih efektif dibandingkan dengan apabila penanganan individu masyarakat Desa Candi dilakukan dengan cara arogan, karena cara yang arogan dalam penanganan masalah keagamaan hanya akan membuahkan sebuah kebuntuan jalan keluar. Orang atau pribadi yang bersangkutan tentunya tidak akan nyaman apabila terus-menerus dihakimi sebagai seorang "kafir", karena tidak menjalankan perintah dan ibadah sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh Allah. Jadi, untuk memecahkan masalah tersebut, dimana masyarakat Desa Candi belum sepenuhnya mau dan bersedia menjalankan aktivitas agama sesuai yang telah ditetapkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah, perlu dilakukan pendekatan yang lebih bersifat kekeluargaan, tanpa menghakimi dan memfonis pribadi tertentu, hanya karena mereka belum mau menjalankan perintah agama sesuai yang tertuang dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. 61 B. Metode Dakwah pada Masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Metode dakwah yang tepat akan sangat menentukan hasil akhir dakwah. Kaitannya dengan metode dakwah yang tepat bagi masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali, berdasarkan keadaan masyarakat dan keadaan kebudayaan yang tumbuh di Desa Candi, maka penggunaan metode ceramah (mauidzoh khasanah), tanya jawab (jadilhum billati hiya ahsan), dan pemberian teladan yang sesuai dengan kaidah agama (uswatun hasanah) merupakan cara atau metode yang tepat untuk membangun masyarakat Desa Candi yang memiliki kesadaran beragama tinggi. 1. Metode Ceramah (mauidzoh khasanah) Metode ceramah (mauidzoh khasanah) dipandang tepat untuk mengubah masyarakat Desa Candi menjadi masyarakat yang memiliki kesadaran tinggi dalam menjalankan ajaran-ajaran agama Islam, karena pada umumnya masyarakat Desa Candi tidak menjalankan ibadah sesuai tuntunan agama lebih karena mereka belum mengetahui secara mendalam hikmah dari pelaksanaan ibadah-ibadah yang telah ditentukan oleh ajaran Agama Islam. Melalui metode ceramah ini, masyarakat Desa Candi akan memperoleh wawasan keagamaan yang memadai yang disampaikan oleh para tokoh agama di Desa Candi itu sendiri. Pelaksanaan caramah ini bisa dilakukan dalam berbagai acara keagamaan 62 yang sudah berjalan selama ini, misalnya dalam acara Yasinan dan Tahlilan. 2. Metode Tanya Jawab (jadilhum billati hiya ahsan) Metode dakwah yang kedua yang tepat bagi masyarakat Desa Candi adalah metode tanya jawab. Metode ini merupakan salah satu metode yang tepat bagi masyarakat Desa Candi karena selain masyarakat yang sebagian besar belum menjalankan perintah agama karena mereka belum memahami dan mengetahui ajaran itu secara mendalam, masyarakat Desa Candi juga kurang mendapatkan "ruang curhat" untuk memecahkan masalah keseharian mereka dalam kehidupan sehari-hari. Melalui metode tanya jawab ini, akan sangat membantu masyarakat dalam mendapatkan pengetahuan dan mendapatkan solusi dari masalah mereka yang seringkali tidak terpecahkan. Dengan diadakannya tanya jawab membahas masalah agama oleh tokoh-tokoh agana desa, diharapkan nanti akan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang nilai penting pelaksanaan ajaran agama dan sekaligus memecahkan permasalahan yang mereka hadapi dalah hubungannya dengan pelaksanaan ajaran agama sehari-hari. 3. Metode Pemberian Teladan yang Baik (uswatun hasanah) Metode dakwah yang ketiga, yang merupakan metode yang sangat tepat bagi pembangunan religiusitas masyarakat Desa Candi adalah metode pemberian teladan yang sesuai dengan tuntunan agama. Metode ini sangat tepat karena seperti yang kita ketahui di lapangan bahwa 63 keadaan masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten sangat memerlukan sosok teladan yang dapat mereka jadikan sebagai panutan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari sesuai dengan aturan dan ketentuan agama Islam, karena walau bagaimanapun juga tindakan nyata akan lebih berarti daripada hanya sekedar orasi yang tanpa bukti. "Seorang da'i sejati adalah orang yang tidak hanya pandai dan mahir berorasi, melainkan lebih dari itu, ia mampu mengaplikasikan dan menerapkan ajaran agama dalam kehidupan kesehariannya. Itulah da'i yang mempunyai karisma" (Tokoh Agama: Bp. Sidik Waluyo). C. Faktor Pendukung dan Penghambat Dakwah di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Kegiatan dakwah di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali seperti halnya kegiatan-kegiatan pada umumnya, tentunya mempunyai berbagai macam faktor pendukung dan penghambat jalannya kegiatan. Adapun faktor pendukung dan penghambat kegiatan dakwah yang dilaksanakan di Desa Candi ini akan dibahas sebagai berikut. 1. Faktor Pendukung a. Mayoritas Penduduk Beragama Islam Secara statistik, mayoritas penduduk Desa Candi memilih agama Islam sebagai agama mereka. Kenyataan ini merupakan modal utama tercapainya pembangunan masyarakat Islami di Desa Candi, karena dengan jumlah pemeluk agama Islam sebanyak itu akan menjadi pendukung tercapainya cita-cita pembangunan masyarakat Islami. 64 b. Tersedianya Fasilitas Tempat dalam Jumlah yang Memadai Tersedianya fasilitas berupa masjid atau mushola merupakan modal yang tidak kalah pentingnya dalam mewujudkan sebuah masyarakat yang sadar akan hukum dan peraturan agama. Masjid atau mushola ini dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk berbagi wawasan keagamaan dengan orang lain, sehingga dengan cara ini pemahaman tentang agama masyarakat Desa Candi akan merata dan pada akhirnya terbentuk sebuah masyarakat yang memiliki kesadaran beragama tinggi. c. Toleransi Masyarakat yang Tinggi Toleransi masyarakat Desa Candi tidak diragukan lagi, dengan berbagai macam pemeluk agama dalam satu desa, tidak membuat perpecahan antar sesama. Toleransi antar sesama ini merupakan modal yang berharga dalam membentuk masyarakat yang religius tanpa harus mencemooh dan menimbulkan perpecahan antar umat seagama. d. Adanya Dukungan dari Semua Pihak Kegiatan apapun, event apapun, tidak bisa lepas dari dukungan dan peran serta semua pihak yang terkait. Dakwah yang dilakukan di Desa Candi juga demikian, tidak akan bisa berjalan dengan lancar tanpa adanya dukungan dari semua element masyarakat Desa Candi. Tokoh masyarakat dapat memberikan dukungan dengan kebijakannya dan masyarakat umum dapat memberikan dukungan 65 dengan berpartisipasi dalam pelaksanan dakwah, entah itu dalam menyediakan sarana dan prasarana penunjang seperti pengeras suara, atau setidaknya sebagai pendengar saat pelaksanan acara semisal pengajian. e. Masyarakat yang Sudah "Melek" Pendidikan Kehadiran masyarakat yang memiliki wawasan luas tentunya akan sangat mendukung kegiatan dakwah, karena masyarakat yang berwawasan luas memiliki pemikiran yang cenderung maju dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki wawasan dangkal. Faktor ini sangat mendukung dalam pelaksanaan dakwah di Desa Candi karena da'i akan lebih mudah memberikan masukan kepada masyarakat berwawasan luas dibanding kepada masyarakat yang berwawasan sempit. Masyarakat yang memiliki wawasan luas lebih mudah menerima perubahan yang bersifat kebenaran daripada masyarakat yang berwawasan sempit, sehingga pencapaian pembentukan masyarakat yang religi di Desa Candi dapat terwujud sesuai harapan. f. Kesabaran, Ketelatenan, dan Keteladanan dari Da'i Selain faktor yang berasal dari luar pribadi da'i, faktor pendukung dakwah di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali adalah faktor yang berasal dari dalam diri da'i itu sendiri. Adanya kesabaran, ketelatenan dan keteladanan dari da'i merupakan faktor penting dalam mendukung dakwah di Desa Candi, karena 66 tanpa adanya kesabaran, ketelatenan dan keteladanan sang da'i mustahil cita-cita untuk membangun masyarakat Islami di Desa Candi dapat terwujud. Hal ini disebabkan karena masyarakat Desa Candi masih sangat memerlukan sosok seorang figur panutan dalam kehidupan keberagamaan, dan tentunya seorang da'i yang sabar, telaten dan dapat memberikan teladan-teladan yang sesuai dengan kaidah agama Islam sangat dibutuhkan. 2. Faktor Penghambat a. Rendahnya Pemahaman Agama Masyarakat Masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali yang notabene mayoritas memeluk Islam sebagai agamanya, belum sepenuhnya memahami ajaran-ajaran agama secara mendalam, sehingga peran serta da'i dan tokoh agama lain sangat dibutuhkan dalam membimbing masyarakat ini. b. Minimnya Kesadaran Individu dalam Beribadah Rendahnya pemahaman masyarakat tentang agama berimbas pada minimnya kesadaran masyarakat dalam menjalankan ibadah sesusi ajaran agama. Masyarakat Desa Candi yang mayoritas beragama Islam merupakan salah satu faktor pendukung pelaksanaan kegiatan dakwah di Desa Candi, namun di lain pihak kesadaran masyarakat secara individual dalam melaksanakan ajaran-ajaran agama masih sangat minim, sehingga hal ini dapat menghambat 67 tercapainya tujuan kegiatan dakwah, yakni membentuk masyarakat yang Islami. c. Pola Pikir Masyarakat yang Materialistis Pola pikir materialistis yang masih tertanam pada sebagian masyarakat Desa Candi juga mempengaruhi tercapai-tidaknya tujuan dakwah dalam membangun masyarakat yang sadar agama. Kebanyakan dari masyarakat yang memiliki pikiran materialistis ini beranggapan bahwa meskipun mereka tidak sholat, puasa, zakat atau ibadah-ibadah lainnya mereka tetap bisa makan, mendapatkan kecukupan kebutuhan sehari-hari, bahkan kaya. Pola pikir semacam inilah yang menjadi penghambat tujuan dakwah untuk menyadarkan masyarakat bahwa melaksanakan ibadah agama itu sangat penting. Hal ini menjadi sebuah tanggung jawab besar bagi semua kalangan muslim, terutama para tokoh agama untuk mengubah cara pandang dan berpikir masyarakat. d. Masyarakat Masih Memercayai Mitos Tingkat pemahaman agama masyarakat yang rendah dan tingkat pendidikan masyarakat yang juga rendah mengakibatkan pola pikir meraka sulit untuk menerima perubahan, sehingga kebanyakan masyarakat masih melestarikan kepercayaan dan kebudayaan nenek moyang yang kadang bertentangan dengan kaidah agama Islam. Misalnya saja, masyarakat masih melestarikan kebudayaan memberi sesaji pada tempat-tempat tertentu pada saat akan mengadakan acara 68 atau hajat desa. Pemberian sesaji ini tentu bertentangan dengan ajaran agama Islam yang murni, karena sejak jaman Rasulullah saw, beliau tidak pernah mengajarkan yang demikian, memberikan sesaji pada tempat-tempat tertentu saat akan mengadakan acara tertetntu. Hal ini menjadi PR tersendiri bagi seorang da'i untuk bisa mengubah cara pandang masyarakat menjadi masyarakat yang jauh dari budaya syirik. e. Kurangnya Da'i Mengubah kebudayaan dan cara pandang suatu masyarakat menjadi masyarakat yang berpandangan dan berorientasi pada kemurnian agama memerlukan kerjasama dari semua pihak. Kehadiran seorang da'i juga sangat berperan dalam mewujudkan harapan tersebut. Kehadiran sosok da'i yang memiliki telenta dan karisma tinggi adalah sosok da'i yang sangat dibutuhkan dalam melakukan perubahan pada masyarakat ini. Kenyataan ini ternyata bertolak berlakang dengan yang ada di Desa Candi, dimana jumlah da'i yang ada di Desa Candi jumlahnya sangat sedikit, sehingga untuk membangun masyarakat yang faham tentang ajaran agama memerlukan waktu yang lebih lama. BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Kehidupan sosial keberagamaan masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali secara umum sudah baik, solidaritas sosial antar warga terjalin dengan baik, akan tetapi kesadaran secara individu dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan tuntunan agama masih minim, disebabkan kurangnya pengetahuan mereka tentang agama; 2. Metode dakwah yang tepat untuk diterapkan pada masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali dalam berbagai kegiatan keagamaan yang meliputi kegiatan Yasinan Kaum Ibu, Tahlilan Kaum Bapak, dan kegiatan TPA adalah metode ceramah (mauidzoh khasanah), metode tanya jawab (jadilhum bullati hiya ahsan), dan pemberian teladan yang baik (uswatun hasanah); 3. Faktor pendukung dan Penghambat dakwah di Desa Candi a. Faktor pendukung Faktor pendukung dakwah di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali adalah; mayoritas penduduk beragama Islam, tersedianya fasilitas tempat dalam jumlah yang memadai, toleransi 69 70 masyarakat yang tinggi, dan kesabaran, ketelatenan, dan keteladanan dari da'i; b. Faktor Penghambat Faktor penghambat dakwah di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali adalah; pemahaman keagamaan masyarakat yang masih rendah, masyarakat masih memercayai mitos. B. Saran 1. Bagi Tokoh Agama Kenyataan bahwa sebagian masyarakat muslim di Desa Candi belum melaksanakan ajaran agama secara total, menjadi tanggung jawab utama para tokoh agama masyarakat Desa Candi. Tindakan yang yang perlu dilakukan antara lain. a. Memberikan masukan berupa wawasan keagamaan bagi masyarakat; b. Memberikan tanggapan bagi masyarakat yang mempunyai masalah keseharian sesuai dengan tuntunan agama; c. Memberikan teladan kehidupan keseharian bagi masyarakat Desa Candi yang masih sangat memerlukan seorang figur yang bisa menjadi panutan dalam bidang keagamaan. 2. Bagi Tokoh Pemerintahan/Perangkat Desa Perangkat desa dapat juga berperan aktif dalam mewujudkan masyarakat Desa Candi yang memiliki pribadi religius yang tinggi. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara. 71 a. Memberikan kebijakan berupa kemudahan ijin dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan keagamaan; Ijin ini sangat diperlukan, terkait pada pelaksanaan kegiatan semisal Pengajian Memperingati Isra' dan Mi'raj Nabi Muhammad saw, Pengajian Memperingati Maulud Nabi Muhammad saw, dan kegiatan-kegiatan keagamaan yang lain. b. Memberikan payung hukum dalam artian memberikan jaminan secara perundang-undangan sesuai ketentuan yang diatur oleh pemerintah desa dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan; c. Memberikan fasilitas yang memadai untuk pelaksanaan kegiatan pengembangan jiwa agamis bagi masyarakat. 3. Bagi Masyarakat Umum Masyarakat Desa Candi yang beragama Islam juga dapat memberikan sumbangan partisipasi dalam mewujudkan cita-cita pembangunan masyarakat yang memiliki pribadi religius tinggi dengan ikut serta dalam berbagai acara keagamaan sebagaimana yang sudah berjalan selama ini, seperti tersebut di bawah ini. a. Ikut serta dan aktif dalam acara Yasinan yang dilaksanakan tiap satu minggu sekali bagi kaum ibu; b. Ikut serta dan aktif dalam acara Tahlilan yang dilaksanakan tiap satu bulan sekali bagi kaum bapak; dan c. Mengarahkan putra-putrinya untuk mengaji dan menimba ilmu agama di TPA. DAFTAR PUSTAKA Amin, Masyhur. 1997. Dakwah Islam Dan Pesan Moral. Yogyakarta: Al-Amien Press. Anshari, Endang Saifuddin. 1997. Kuliah Al-Islam (Pendidikan Islam di Perguruan Tinggi). Jakarta: CV. Rajawali. Bakhtiar, Wardi. 1997. Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah. Jakarta: logos. Budiharjo. 2007. Dakwah dan Pengentasan Kemiskinan. Yogyakarta: Sumbangsih Press. Dadang Ramadhan, Nanda Rizal Wahyu Pratama, Triyono Setyo Nugroho, Karimatun Nisa’, Novita Irawati Nazah, Upik Priyani, Zidny Zahrotus Sya’adah R. Tanpa tahun. Metode Da’wah secara Langsung (Online), http://www.man2madiun.net/.../Microsoft%20Word%20%20dakwah%20kelompok%20langsung.pdf, diakses 7 Juli 2010. Dra. Nanih Machendrawaty, M.Ag. dan Agus Ahmad Safei, M.Ag. 2001. Pengembangan Masyarakat Islam (dari Ideologi, Strategi sampai Tradisi). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Fuchan, Arif. 1992. Pengantar Metode Penulisan Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional. H. Sudirman. 1972. Problematika Dakwah Islam di Indonesia. Jakarta: Forum Dakwah. Hadi, Sutrisno. 1989. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset. Hasan, Alwi. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. M. Moeliono, Anton. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. M. Ridwansyah, 2008. (Pembinaan Sikap Keberagamaan Siswa Melalui Program Mentoring Ekstrakurikuler Rohani Islam (ROHIS) di SMA N Unggulan 57 Jakarta, (Online), (http://www. komunitas.wikispaces.com/.../pengembangan+masyarakat+melalui+dak wah+bil+hal.pdf -, diakses 24 Juni 2010). Ma’arif, Syafi’i. 1991. Islam dan Politik Upaya Membingkai Peradaban. Jakarta: Pustaka Dinamika. Najamudin. 2008. Metode Dakwah Menurut Al-Qur'an. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. Qosim, Ahmad. 1997. Metodologi Dakwah dalam Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Basritama. Ruyadi, Yadi. 2004. Arti Penting Kerjasama dalam Keberagamaan Masyarakat, (Online), http://www.libbook2008.googlepages.com/arti_penting_kerjasama_dala m__kebera.pdf, diakses 6 Juli 2010. Shaleh, Rosyad. 1997. Managemen Dakwah Islam. Yogyakarka: Bulan Bintang. Suherman, Ahmad. 2008. Essensi Beragama dalam Kerukunan Hidup Antarumat Beragama, (Online), http://www.file.upi.edu/Direktori/C .../JUR.../ESSENSI BERAGAMA.pdf, diakses 6 Juli 2010. Suparta, Munzier. 2003. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana. Sutopo, Djoko. 2003. Pedoman Penyusunan Proposal. Salatiga: STAIN. Yusuf, Yunan. 2003. Metode Dakwah.Jakarta: Prenada Media.