KEBIJAKAN DEPARTEMEN AGAMA DALAM PELAKSANAAN DAKWAH YANG EFEKTIF DI TENGAH KOMPLEKSITAS PROBLEM PLURALISME, SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT Oleh: Muhammad M. Basyuni (Menteri Agama RI) Pendahuluan Agama memiliki kedudukan yang penting dalam kehidupan bangsa Indonesia. Sila pertama dari Pancasila sebagai falsafah dan dasar negara adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain itu, Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa". Rumusan ini merefleksikan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan YME dan menyerap nilai-nilai keagamaan yang berkembang di masyarakat. Secara formal, diakui bahwa kepercayaan terhadap Tuhan YME adalah landasan pokok dari berbagai agama yang berkembang di masyarakat. Agama telah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia untuk waktu yang lama. Keadaan ini diharapkan agar semakin berkembang pada masa yang akan datang. Harapan ini sejalan dengan sikap bangsa kita yang mempunyai cara pandang yang positif terhadap agama. Dalam ungkapan lain, agama sebagaimana diyakini oleh pemeluknya mempunyai tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi umatnya dan juga untuk kedamaian umat manusia. Agama bukan sumber perpecahan, sebab hal itu tidak sesuai dengan esensi agama. Cara pandang positif semacam itu juga menjadi acuan pemerintah dalam pembinaan kehidupan beragama. Dalam kaitan ini, pengembangan agama termasuk dakwah Islamiyah diharapkan dapat memberi kontribusi yang nyata dan sebesar-besarnya dalam rangka memajukan kehidupan bangsa dari segi lahir dan batin, untuk memelihara persatuan bangsa, dan menciptakan rasa aman dan kedamaian bagi segenap lapisan masyarakat. Kita berharap agar nilai-nilai keagamaan atau nilai ketuhanan senantiasa menjadi pedoman dalam tingkah laku sehari-hari umat beragama. Namun demikian, disadari bahwa hal itu bukanlah perkara yang mudah. Kehidupan beragama tidak akan berkembang dengan sendirinya tanpa perjuangan yang sunguh-sungguh, tanpa dukungan berbagai pihak, dan tanpa kerja sama yang baik antara pemerintah dan warga masyarakat. Sejumlah Tantangan Keterbelakangan dalam berbagai bentuknya, seperti kemiskinan dan kebodohan, adalah tantangan besar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia hingga dewasa ini. Pada umumnya bangsa kita mengalami kedua bentuk keterbelakangan ini pada masa penjajahan. Berangkat dan kondisi pada masa lalu itu, para pejuang kemerdekaan menjadikan upaya untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dan cita-cita proklamasi. Keinginan untuk mengembalikan martabat bangsa yang sedang dijajah oleh bangsa lain dan untuk meraih kemajuan memberi dorongan yang kuat bagi para pejuang bangsa untuk menghadapi kaum penjajah. Bangsa kita secara bertahap dapat meraih kemajuan di bidang material. Tingkat kesejahteraan masyarakat dewasa ini jauh lebih baik dibandingkan masa-masa yang silam. Namun demikian, harus diakui bahwa problem kesulitan ekonomi yang dialami oleh warga masyarakat mengalami fluktuasi. Jumlah warga masyarakat penyandang kemiskinan 1 mengalami pasang naik dan pasang surut karena berbagai faktor. Oleh karena itu, upaya untuk menanggulangi kemiskinan dan problem ekonomi secara umum memerlukan usaha yang berkesinambungan dan kesiagaan secara terus menerus. Kesulitan ekonomi dapat terjadi sewaktuwaktu karena bencana alam, karena prilaku ekonomi masyarakat yang tidak sehat, karena percaturan ekonomi global, atau karena sebab lain. Tingkat pendidikan warga masyarakat dewasa ini juga jauh lebih maju dibandingkan dengan masa-masa yang silam. Kesadaran warga masyarakat untuk mengikuti pendidikan formal di sekolah atau madrasah sudah hampir merata di semua pelosok tanah air. Namun demikian, kesadaran ini juga mengalami fluktuasi dan masa-masa. Minat warga masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi terkadang meningkat dan terkadang menurun. Penurunan minat tersebut terutama dialami oleh anak-anak dari keluarga yang kurang mampu. Banyak di antara mereka meninggalkan bangku sekolah dan memilih untuk bekerja dengan mengandalkan kekuatan fisik atau menganggur karena faktor biaya dan motivasi yang rendah. Indikator yang sangat jelas mengenai hal ini adalah tingkat pendidikan tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri yang umumnya rendah dan kurang memiliki ketrampilan yang memadai. Selain itu, kita pun masih berhadapan dengan kualitas pendidikan yang belum merata di semua lembaga pendidikan dan semua daerah. Karenanya, penciptaan akses untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat mendapat perhatian yang besar dan pemerintah. Keterbelakangan pendidikan dan kesulitan ekonomi membawa dampak yang serius dalam kehidupan sosial. Kita prihatin dengan nasib sebagian saudara kita yang dihimpit oleh kesulitan ekonomi dan kurang memiliki ketrampilan. Hal yang lebih memprihatinkan lagi, mereka sering menjadi obyek pemerasan dan eksploitasi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Mereka juga terkadang mudah diprovokasi untuk melakukan tindakan anarkis yang mendatangkan kerusakan dalam berbagai bentuknya. Masyarakat di seantero negeri ini hampir tidak pernah sepi dan tindakan destruktif yang dapat bermuara pada pencitraan negatif terhadap bangsa ini di mata bangsa-bangsa lain. Selanjutnya, gagasan tentang pluralisme bukanlah hal yang baru bagi para pemimpin bangsa Indonesia dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara. Pluralitas dalam arti kebhinneka-an dan segi suku bangsa, agama dan budaya masyarakat Indonesia sudah disadari oleh para pejuang bangsa yang mendirikan republik ini. Mereka sejak semula memandang kemajemukan sebagai suatu kekuatan di dalam membangun bangsa ini, bukan sebagai penghalang di dalam mewujudkan cita-cita bersama, yakni menuju masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan bersatu. Para pejuang bangsa pada masa lalu berhasil menjembatani perbedaan pendapat dan aspirasi di antara mereka melalui musyawarah yang melahirkan berbagai bentuk kompromi. Mereka mengembangkan cara-cara yang elegan dan semangat persaudaraan sebagai warga bangsa dalam menyelesaikan aneka masalah. Cara pandang semacam ini sejalan dengan ajaran Islam yang menyatakan bahwa keragaman suku bangsa, bahasa, dan agama adalah sunatullah dalam penciptaan-Nya. Di balik keragaman itu terdapat banyak hikmah yang dapat dipetik oleh manusia. Kebijakan Pembagunan Bidang Agama Misi pembangunan nasional sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 adalah: 1) Mewujudkan Indonesia yang aman dan damai; 2) Mewujudkan Indonesia yang demokratis; serta 3) Mewujudkan Indonesia yang sejahtera. Dengan mengacu pada RPJMN tersebut kebijakan Departemen Agama dalam hal peningkatan kualitas kehidupan beragama mengarah kepada dua hal pokok, yakni: 1) peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman serta kehidupan beragama; dan 2) peningkatan kualitas kerukunan intern dan antarumat beragama. 1) Aspek Peningkatan Kualitas Pelayanan dan Pemahaman serta Kehidupan Beragama Umat Islam sebagai bagian dari umat beragama di Indonesia diharapkan dapat mengembangkan dakwah Islamiyah yang dapat meningkatkan pemahaman dan penghayatan 2 keagamaan di kalangan umatnya. Pemahaman keagamaan yang dalam dan luas akan melahirkan sikap moderat, luwes, bijak dan toleran. Metode dan substansi dakwah diharapkan dapat menangkal pemahaman keagamaan yang dangkal, sempit dan kaku; sebab pemahaman yang demikian dapat membawa kepada sikap beragama yang radikal dan eksklusif. Radikalisme mudah melahirkan benturan bagi penganutnya dengan pihak lain, sementara eksklusivisme mempersulit kerja sama dengan pihak lain. Selain itu, dakwah Islam diharapkan dapat menghindarkan umat Islam dari pemahaman keagamaan yang liberal, sebab hal itu dapat mengarah kepada hilangnya sendi-sendi agama. Dengan kata lain, dakwah diharapkan dapat mencegah dua sikap yang ekstrim dalam memahami dan menghayati serta mengamalkan agama, yakni radikal dan liberal. Pemerintah memberi dorongan kepada umat Islam untuk mengembangkan penafsiran terhadap teks-teks keagamaan yang disesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Upaya pengayaan makna terhadap teks-teks keagamaan tak dapat dihindarkan, sebab masyarakat mengalami perkembangan dari zaman ke zaman. Meskipun demikian, disadari pula bahwa penafsiran itu bukan tanpa rambu-rambu dan batasan yang jelas. Pemikiran-pemikiran yang secara jelas bertentangan dengan esensi ajaran suatu agama perlu dikaji dan diantisipasi agar tidak menimbulkan keresahan dan tindakan anarkis di antara sesama warga masyarakat. Pengangkatan penyuluh agama di lingkungan Departemen Agama setidaknya mengandung isyarat bahwa tugas-tugas dakwah di masyarakat sudah semestinya dijalankan secara profesional. Juru dakwah semestinya mencurahkan perhatian sepenuhnya untuk membina umat. Juru dakwah semestinya mengkaji masalah-masalah yang dihadapi oleh umat dalam kehidupan sehari-hari, menjadi penolong di dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi, dan menyiapkan materi bimbingan sesuai dengan kebutuhan umat. Cara kerja seperti itu akan membawa hasil yang efektif. Selain mengandalkan juru dakwah yang bersifat perorangan, aktivitas dakwah juga harus didukung dengan institusi keagamaan yang kuat. Institusi keagamaan, bagi umat Islam, yang dipandang penting difungsikan secara optimal adalah masjid. Masjid selama ini pada umumnya dikelola oleh pengurusnya sebagai tugas sampingan. Karena itu, berbagai fungsi mesjid tidak dapat dikembangkan dengan sebaik-baiknya. Masjid sebagai lembaga pembinaan umat semestinya mampu mengembangkan kegiatan yang meliputi berbagai aspek seperti ibadah, pendidikan, ekonomi, sosial, dan budaya. Masjid yang mampu mengembangkan aneka fungsi seperti yang disebutkan itu masih sangat sedikit. Organisasi dan lembaga sosial keagamaan selama ini telah memainkan peran yang nyata dalam membina umat Islam di berbagai daerah. Berbagai bentuk pelayanan sosial keagamaan, seperti pendidikan, telah dimotori oleh organisasi dan lembaga sosial ini. Sejalan dengan realitãs itu, maka kualitas dan bidang pelayanan tersebut diharapkan dapat ditingkatkan. Salah satu bentuk kebutuhan umat yang perlu direspons lebih besar lagi oleh lembaga sosial keagamaan adalah pelayanan di bidang ekonomi yang mengacu kepada sistem syariah. Di satu sisi umat Islam membutuhkan informasi yang lebih banyak tentang sistem atau aktivitas ekonomi yang berbasis syariah, pada sisi lain lembaga yang mengelola kegiatan semacam itu membutuhkan dukungan yang lebih besar dan umat Islam. Contoh yang sangat jelas mengenai hal itu adalah pengembangan bank syariah. Hal lain yang dipandang penting dalam rangka pengamalan agama ialah mendorong peningkatan partisipasi umat Islam dalam mengumpulkan dana sosial keagamaan. Selama ini umat Islam telah menunjukkan partisipasinya dalam memberikan dana sosial keagamaan dalam berbagai bentuknya, seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Namun demikian, partisipasi tersebut masih perlu ditingkatkan dari segi jumlah dana dan perbaikan manajemen pengelolaannya. Diharapkan agar pengelolaan dana umat ke depan dapat dikelola secara lebih profesional, transparan, produktif, dan lebih berdaya guna. Berbagai bentuk program telah dijalankan oleh Departemen Agama di Pusat dan daerah yang mengarah kepada pencapaian sasaran yang disebutkan itu. 3 2) Aspek Peningkatan Kualitas Kerukunan Intern dan Antarumat Beragama Pengembangan agama dalam bentuk penyiaran dan aktivitas keagamaan diharapkan senantiasa memperhatikan aspek pemeliharaan kerukunan, baik sifatnya interen maupun antar umat beragama. Harapan ini berlaku bagi semua pemeluk agama, termasuk umat Islam. Dengan kata lain, pelaksanaan dakwah dari segi bentuk kegiatan, cara pelaksanaan, media yang digunakan, pesan, tempat, waktu dan sebagainya diharapkan agar tidak menimbulkan keretakan, ketegangan, dan permusuhan di antara sesama umat Islam maupun dengan penganut agama lain. Penutup Umat Islam, sebagai bagian dari umat beragama di Indonesia, diharapkan dapat melakukan usaha yang sungguh-sungguh untuk meningkatkan pemahaman dan penghayatan serta pengamalan agama di kalangan pemeluknya. Dakwah sebagai kegiatan profesinal yang bertumpu pada kekuatan umat diharapkan dapat ditingkatkan pada masa datang. Peningkatan pemahaman dan pengamalan agama di kalangan umat Islam diharapkan dapat membentuk daya tahan keimanan dan daya tahan kultural bagi umat Islam dalam menghadapi pengaruh negatif dalam kehidupan sehari-hari. Dakwah diharapkan dapat diarahkan untuk membantu terciptanya kesejahteraan bagi umat Islam dan kedamaian bagi semua umat serta memperkuat persatuan bangsa. Pelaksanaan dakwah diharapkan senantiasa mengembangkan kerukunan interen umat Islam dan kerukunan antar umat beragama. Di antaranya dengan jalan mematuhi ketentuanketentuan yang terkait dengan penyiaran agama dan pengembangan agama. Batam, Maret 2006 Menteri Agama RI, ttd Muhammad M. Basyuni 4