Boks 1

advertisement
Boks 1
PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI
DI PROPINSI RIAU
I. Latar Belakang
Penerapan otonomi daerah pada tahun 2001 telah membawa perubahan yang cukup berarti
bagi kondisi ekonomi di Propinsi Riau. Penelitian yang dilakukan Brodjonegoro (2001)
menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal secara tidak langsung mampu mendorong
peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah melalui peningkatan dalam belanja rutin dan
belanja modal Pemda. Sehingga ketersediaan fasilitas/pelayanan publik yang dibutuhkan
dalam rangka mendukung kegiatan investasi pun semakin meningkat dan pada akhirnya
mendorong pertumbuhan ekonomi Riau.
Sejalan dengan kondisi tersebut, pertumbuhan ekonomi daerah secara optimal dan terpadu
dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan keuntungan komparatif wilayah. Letak
yang strategis (berada diantara Selat Malaka dan berbatasan dengan negara-negara lain)
serta besarnya potensi sumber daya alam di Propinsi Riau merupakan faktor penting dalam
menarik minat para investor untuk berinvestasi, terutama pada sektor unggulan seperti
pertanian, industri, perdagangan, serta keuangan.
Reorientasi terhadap pendekatan dan metode pengelolaan konvensional yang selama ini
digunakan Riau harus diantisipasi untuk bisa menangani wilayah dengan skala dan
keanekaragaman yang lebih besar. Kebijakan pembangunan tersebut harus mampu
mengkoordinasikan investasi untuk lebih mengoptimalkan peran investasi sebagai salah satu
komponen penting dalam pertumbuhan ekonomi Riau (Grafik 2). Oleh karena itu, penting
bagi pemerintah daerah untuk mengetahui sektor yang berpotensi menghasilkan nilai
tambah terhadap pertumbuhan ekonomi serta masalah yang seringkali ditemui investor
(pelaku usaha) ketika akan melakukan investasi di Propinsi Riau.
Grafik 1. Pertumbuhan Ekonomi 2005-2008
Grafik 2. Sumbangan Pertumbuhan Ekonomi
2005-2008
12,00
100%
10,00
80%
(%)
8,00
60%
6,00
40%
(%)
4,00
2,00
20%
0,00
Des‐08
Jun‐08
Sep‐08
Des‐07
Mar‐08
Jun‐07
Sep‐07
Des‐06
Mar‐07
Jun‐06
Sep‐06
Des‐05
Mar‐06
Jun‐05
Sep‐05
Mar‐05
0%
‐20%
‐40%
Migas
Tanpa Migas
Nasional
KONSUMSI PENGELUARAN PEMERINTAH
INVESTASI
NET EKSPOR
II. Analisa ICOR
Disadari bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak hanya peranan dari penggunaan
barang modal atau faktor produksi akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain
seperti tenaga kerja, peningkatan produktivitas dan lain-lain. Meskipun demikian, banyak
studi yang menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi erat kaitannya dengan tingkat
produktifitas penggunaan modal, sehingga penggunaan ICOR untuk menghubungkan
pertumbuhan ekonomi dan faktor produksi dapat dipertanggung jawabkan.
Seperti kita ketahui, penanaman investasi akan menghasilkan lag output. Artinya, investasi
baru akan menghasilkan kapasitas produksi secara penuh pada tahun-tahun berikutnya.
Demikian juga dengan produksi atau output yang dihasilkan pada tahun ini belum tentu
merupakan hasil dari investasi pada tahun ini, tetapi merupakan output dari investasi yang
ditanamkan pada tahun-tahun sebelumnya. Adapun hasil perhitungan ICOR propinsi Riau
ditampilkan pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. ICOR Propinsi Riau Berdasarkan Sektor UsahaTahun 2003-2007
Lapangan Usaha (Sektor)
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan
2. Pertambangan dan Penggalian
3. Industri Pengolahan
4. Listrik, Gas dan Air Bersih
5. Bangunan (2004)
ICOR
1.95
0
Indragiri Hulu
9.25
Indragiri Hilir
0
Pelalawan
0.21
Bangunan (2006)
Kabupaten/ Kota
Kuantan Singingi
Siak
ICOR
36.12
0.67
10.11
0.59
0.03
Kampar
6. Perdagangan, Hotel & Restorant
0.12
Rokan Hulu
7. Pengangkutan dan Komunikasi
25.56
Bengkalis
2.44
0
Rokan Hilir
0.54
0.01
Pekanbaru
0.07
0.71
Dumai
8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
9. Jasa-jasa (2003)
Jasa-jasa (2005-2006)
Propinsi Riau
3.09
Propinsi Riau
13.61
-
2.51
3.09
Makna dari angka ICOR tersebut adalah, bahwa untuk meningkatkan produksi atau output
sebesar 1 unit dibutuhkan investasi sebesar 3,09 unit. Angka ini berada dibawah ICOR
nasional yang tercatat sebesar 3,8. Hal ini menunjukkan bahwa investasi di Riau berjalan
dengan penggunaan capital yang lebih efisien dibandingkan angka nasional (Indonesia).
Studi yang dilakukan oleh PBB juga hasilnya sejalan dengan hal tersebut, bahwa sepuluh
tahun terakhir tahun 1963 ICOR di negara berkembang berkisar antara 3 dan 4.
Pada Tabel 1, terlihat bahwa nilai ICOR untuk sektor penganggkutan relatif besar
dibandingkan dengan sektor lainnya. Salah satu penyebab tingginya angka ICOR tersebut
adalah dikarenakan adanya investasi asing senilai Rp 7.238,81 miliar. Namun, investasi yang
dilakukan berupa pipa angkutan gas PT. Transportasi Gas Indonesia yang melalui tiga
propinsi (Sumatera Selatan, Jambi dan Riau). Sehingga investasi fisik tersebut tidak
berpengaruh secara signfikan terhadap PDRB Riau. Sejalan dengan temuan tersebut, ICOR
yang dihasilkan di Provinsi Riau periode tahun 2003-2007 tergolong masih cukup baik.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah tahun 2001 di Provinsi Riau, terjadi beberapa kondisi
yang secara langsung maupun tidak langsung ikut mempengaruhi turun naiknya angka
ICOR Provinsi Riau. Kondisi tersebut diantaranya adalah :
1. Munculnya kabupaten/kota baru sebagai hasil pemekaran dari kabupaten induk, serta
terpisahnya Kepulauan Riau menjadi Provinsi sendiri (tahun 2004). Padahal sebagaimana
diketahui, terpisahnya Kepulauan Riau berarti berkurang pula nilai realisasi investasi
untuk Provinsi Riau.
2. Minimnya prasarana dan sarana infrastruktur di Provinsi Riau, menyebabkan biaya
pembangunan lebih banyak digunakan untuk overhead sosial ekonomi seperti sekolah,
rumah sakit, jalan raya, jembatan, listrik (infrastruktur) dan sebagainya, sehingga kondisi
ini sangat mempengaruhi nilai ICOR Riau.
3. Nilai ICOR di Provinsi Riau, dan terutama di beberapa kabupaten, sangat dipengaruhi
oleh modal yang digunakan untuk menyedot sumber-sumber daya alam yang belum
tergali sehingga memerlukan modal besar, seperti HTI dan perkebunan kelapa sawit.
Sehingga masih memerlukan beberapa tahun untuk menghasilkan output yang
diinginkan.
4. Kebijakan penggalakan teknik padat karya yang dilakukan oleh Pemda Riau memerlukan
modal yang lebih besar. Pada akhirnya kondisi inilah yang turut serta mempengaruhi
output industri maupun perusahaan.
5.
Adanya beberapa pabrik, perusahaan dan usaha baru yang didirikan jauh dari sumber
bahan mentah, sehingga modal yang digunakan lebih besar dibandingkan output yang
dihasilkan.
III. Hambatan Pelaksanaan Investasi di Propinsi Riau
Sementara itu, untuk mengidentifikasi hambatan dalam pelaksanaan investasi, dilakukan
survei kepada responden terkait. Hasil survei ini kemudian dikonversi menggunakan skala
likert untuk menentukan peringkat iklim investasi di kabupaten/kota Riau (Grafik 3.)
Berdasarkan hasil survei, disimpulkan bahwa Kota Pekanbaru dinilai paling kondusif dan
prospektif dalam penanaman modal diikuti oleh kabupaten Kampar dan kota Dumai. Relatif
baiknya iklim investasi pada ketiga wilayah ini disebabkan oleh kemudahan dalam birokrasi
dan administrasi,
Grafik 3. Peringkat Iklim Investasi di Kabupaten/Kota Riau
5
4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
P.Baru
Dumai
K ampar
Keterbukaan Sistem Ekonomi
Iptek
Kebijakan Pemerintah
Pelalaw an
Inhu
Inhil
Bengkalis
Sistem Keuangan
Sumber Daya Manusia
S iak
Rohul
K uans ing
Rohil
Infrastruktur dan Sumber Daya Alam
Kelembagaan
Berdasarkan survei tersebut diketahui bahwa mayoritas responden berpendapat bahwa tiga
hambatan utama yang mengganggu iklim investasi investasi di propinsi Riau adalah
ketersediaan infrastruktur yang baik, proses peradilan dan penegakan hukum yang bersih
serta sistem pemerintahan (kebijakan dan tata kelola).
Permasalahan infrastruktur yang dihadapi pelaku usaha dalam melakukan investasi di
kabupaten/kota propinsi Riau diantaranya adalah ketersediaan jangkauan transportasi udara
serta ketersediaan jaringan telepon dan internet. Hal ini menjadi perhatian penting, sebab
ketersediaan infrastruktur dan jaringan komunikasi yang baik akan turut serta memberikan
efisiensi bagi pelaku usaha dalam menjalankan usahanya.
Sementara
itu, aspek kelembagaan yang
menjadi
kendala bagi
investor
dalam
menginvestasikan dananya di Riau adalah proses peradilan dan penegakan hukum yang
bersih, lembaga penegakan hukum yang memiliki integritas yang baik serta biaya peradilan
sengketa bisnis yang wajar.
Kemudian, permasalahan dalam aspek pemerintahan yang menjadi hambatan utama bagi
investor adalah pungutan tidak resmi terkait dengan perijinan investasi serta budaya malu
yang dimiliki oleh aparat apabila melakukan kecurangan. Pada survei ini, juga diketahui
bahwa peraturan pemerintah daerah relatif tidak mengganggu iklim investasi di Propinsi
Riau. Namun demikian, pelaku usaha berpendapat bahwa peraturan tentang pendirian
usaha baru masih perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah.
Grafik 4. Hambatan Pelaksanaan Investasi di Propinsi Riau
3,65
3,6
3,55
3,5
3,45
3,4
3,35
3,3
3,25
3,2
Keterbukaan
Sistem Ekonomi
Sistem Keuangan
Infrastruktur dan
Sumber Daya Alam
Iptek
Sumber Daya
Manusia
Kelembagaan
Kebijakan
Pemerintah
IV. Implikasi Kebijakan
Berdasarkan uraian di atas, maka implikasi kebijakan yang dapat direkomendasikan
diantaranya adalah :
1. Pemerintah Provinsi Riau harus meningkatkan pelayanan infrastruktur berupa
penyediaan jaringan komunikasi yang lebih baik. Disamping itu, perbaikan pada aspek
tata kelola pemerintahan juga wajib dilakukan yaitu dengan melakukan pembenahan di
bidang keadilan dan kelembagaan seperti penyederhanaan sistem dan perijinan,
penurunan berbagai pungutan yang tumpang tindih serta melakukan full disclosure
terhadap biaya perijinan.
2. Melakukan agenda reformasi dalam peraturan daerah yaitu dengan bekerjasama
dengan pemerintah pusat dan provinsi lain dalam mengembangkan prosedur dan
standar pengkajian Perda yang terkait dengan perizinan persetujuan investasi yang
cenderung memiliki rantai panjang.
3. Pemerintah provinsi dan kabupaten sebaiknya mengintegrasikan kebijakan dan program
pengembangan investasi (penanaman modal) sesuai dengan sektor/sub sektor dan
komoditas berdaya saing tinggi yang ada di daerahnya.
4. Perlu dibentuk forum investor secara resmi serta dilakukan secara berkala. Hal ini
bermanfaat untuk mengembangkan komoditas yang memiliki daya saing tinggi di
masing-masing kabupaten/kota Riau.
Download