Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013 ANALISIS KUALITAS KECAP MANIS INSTAN DARI DAGING SAPI TETELAN Rini Rahayu Sihmawati, Dwi Agustiyah Rosida & Ambar Fidyasari UNTAG Surabaya [email protected] ABSTRACT This study aimed to determine the effect of the concentration of the enzyme papain (E) and incubation time (T) on the quality of the “tetelan” beef sauce. The research was conducted in June 2010 at the Faculty of Food Industry University of 17 Agustus 1945 Surabaya. The method used is an experimental method using a randomized block design (RBD) factorial pattern that consists of two factors. The first factor is the addition of papain enzyme concentration (E) with level E1 = 7.5% w/w, E2 = 12.5% w/w and E3 = 17.5% w/w. The second factor is the incubation time (T) with a standard T1 and T2 = 24 hours and 48 hours. Observed data include: Water content, water activity (Aw) and protein levels. The results showed variations in the concentration of the papain enzyme and incubation time on making soy “tetelan” beef there are very real differences in the influence of the protein content. Highest protein content in E3T2 treatment is 4.080%, and lowest in E1T1 treatment is 2.163%. Treatment E1T1 to E3T2 treatment meets quality standards soy sauce, if viewed from the protein content, as a minimum protein content is 2%. Judging from the value of nutrition and food preservation E3T2 treatment is the best treatment for a higher protein content (4.080%), moisture content and water activity (Aw) was lower (2.057%, 0.685%). Kata Kunci : Enzim, Mutu kecap daging sapi tetelan PENDAHULUAN Daging sapi merupakan sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi relatif besar dan seimbang. Sifat salah satu bahan pangan asal ternak adalah mudah rusak ( perishable) bila tidak ditangani dengan baik dan dapat mengalami berbagai macam perubahan fisiologis, kimiawi, mekanik dan mikrobiologis. Kerusakan daging oleh aktifitas mikroorganisme relatif cepat terjadi karena komposisi gizinya selain baik untuk manusia juga baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, karena kadar airnya yang tinggi, pH mendekati normal dan tingginya kandungan zat-zat makanan ( Padaga & Purnomo, 1989). Namun sampai saat ini konsumsi daging dapi di Indonesia masih rendah dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. Produksi daging sapi menduduki peringkat pertama perkembangan produksi daging non unggas di Indonesia, dengan produksi mencapai 392,5 ton tahun 2008, meningkat dari tahun sebelumnya 339.5 ton. Pada tahun 2009 menjadi 409,300 ton.( Departemen Pertanian, 2010). Daging sapi tetelan dikenal senagai salah satu bahan makanan yang banyak digunakan dalam berbagai masakan rawon, bakso, sup, dendeng dan lain-lain. Meskipun demikian daging sapi tetelan masih mengandung gizi yang lengkap dan dibutuhkan oleh tubuh berupa protein, energi, air, mineral dan vitamin. Komposisi rata-rata kandungan daging sapi tetelan tercantun dalam Tabel 1. ISSN 2302-2612 1 Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013 Tabel 1. Komposisi Zat Gizi per 100 gram Daging Sapi Tetelan Zat Gizi Jumlah Energi (kal) 207 Protein (g) 18 Lemak (g) 14 Air (ml) 66 Vitamin A (RE) 9 Vitamin B1(mg) 0,08 Kalsium(mg) 11 Fosfor(mg) 470 Besi (mg) 2,8 Sumber : Sutanto dan Elvina ( 1996) Untuk menghambat kerusakan daging (tetelan) dan meningkatkan nilai ekonomisnya salah satu alternatif yang dapat ditempuh adalah dengan mengelola daging (tetelan) menjadi kecap. Alasan pemanfaatan daging tetelan menjadi bahan baku pembuatan kecap instan adalah : (1). Daging tetelan merupakan sumber protein hewani dengan kandungan protein yang cukup tinggi sekitar 18%. (2). Meningkatkan paraebilitas (kesukaan) konsumen dan (3). menambah keragaman komoditi pangan serta meningkatkan nilai tambah produk daging sendiri. Menurut Indriastutik (1990), kecap merupakan salah satu jenis makanan fermentasi yang paling banyak di konsumsi di Indonesia, berupa produk cair berwarna gelap, mempunyai rasa manis dan asin. Ditinjau dari wujudnya kecap merupakan cairan yang memerlukan tempat cukup besar, biaya transportasi yang tinggi dan juga dimungkinkan terjadinya kontaminasi selama pemasaran maupun selama penggunaan. Memperhatikan masalah tersebut perlu adanya pengolahan kecap dalam bentuk instan agar produk mudah dan cepat ditangani, dibawa, disajikan serta disimpan. Kecap dibuat dari bahan hidrolisat protein. Hidrolisis merupakan pemecahan suatu substrat menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dengan pertolongan air. Hidrolisis dapat dilakukan secara tradisional, kimiawi maupun dengan menggunakan enzim. Pada proses hidrolisis tersebut zat kimia atau enzim berfungsi sebagai katalisator. Sedangkan hidrolisat protein di definisikan sebagai protein yang mengalami degradasi baik secara hidrolitik, fermentasi dan enzimatis dengan hasil akhir berupa senyawa protein yang lebih sederhana (Girindra, 1993). Salah satu usaha untuk mempercepat pembuatan kecap daging sapi tetelan dapat dilakukan dengan menambah enzim dari luar. Menurut Martoharsono (1993), enzim adalah protein yang khusus disentesis oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi yang berlangsung didalamnya. Enzim yang ditambahkan atau dimanfaatkan adalah enzim proteolitik karena dapat menghidrolisis ikatan peptida pada molekul protein menjadi senyawasenyawa yang lebih sederhana. Enzim proteolitik dari tumbuhan seperti papain mempunyai aktivitas tinggi untuk menghidrolisis protein. Produk kecap daging sapi tetelan hidrolisis enzimatis ini adalah produk kecap yang dalam pembuatannya ditambahkan enzim yang berfungsi untuk mempercepat hidrolisis protein daging sapi tetelan, sebagai salah satu cara mengatasi waktu fermentasi yang lama (6 – 12 bulan). Menurut Hardoko (1999) pembuatan kecap ikan dipengaruhi oleh suhu, konsentrasi enzim, konsentrasi substrat,pH serta waktu inkubasi. penggunaan enzim untuk menghidrolisa protein akan dihasilkan hidrolisat protein ikan yang tinggi. Selain konsentrasi enzim, waktu inkubasi juga menentukan lama kontak antara substrat dan enzim. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu inkubasi semakin banyak hasil hidrolisis yang diperoleh akan konstan. Dengan memperhatikan hal diatas, maka diperlukan penelitian yang dapat memberikan informasi tentang pengaruh konsentrasi enzim papain dan waktu inkubasi yang tepat guna menghasilkan produk kecap daging sapi tetelan yang optimal. ISSN 2302-2612 2 Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013 MATERI DAN METODA HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2010 dan bertempat di Laboratorium Kimia Dasar dan Mikrobiologi Fakultas Industri Pangan Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. Dari hasil penelitian diperoleh sebaran data sebagaimana terlihat pada Tabel 2 Bahan dan Alat Penelitian Diagram pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1 : Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Kecap Manis Instan Daging Sapi Tetelan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi tetelan, enzim papain kasar merk PAYA, gula pasir, gula kelapa, garam , rempahrempah dan bahan-bahan kimia untuk analisa. Sedangkan alat yang digunakan adalah timbangan analitik, pisau, talenan, wajan, kompor, dandang, baskom, blender, alat saring dan alat untuk analisa kimia Tabel 2. Data Rata-rata Kadar Air, Kadar Protein dan Kadar Aw dari Masing-masing Perlakuan Perlakuan Kadar Air Kadar Protein Kadar Aw E1T1 E2T1 E3T1 E1T2 E2T2 E3T2 2,903 2,637 2,323 2,800 2,460 2,057 2,163 2,573 2,610 2,603 2,690 2,080 0,728 0,717 0,705 0,723 0,685 0,685 Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa baik konsentrasi enzim papain (E) maupun waktu inkubasi (T) tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air dan tidak terjadi interaksi antar keduanya (P>0,05), demikian juga halnya dengan aktivitas air (Aw) sehingga tidak dilakukan pembahasan lebih lanjut. Untuk kadar protein, hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi enzim papain (E) dan waktu inkubasi (T) memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein dan terjadi interaksi antar keduanya (P<0,01), oleh karena itu dilanjutkan dengan uji polynomial orthogonal. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel & gambar berikut : a. Lama Waktu Inkubasi Terhadap Taraf Penambahan Enzim Tabel 3. Lama Waktu Inkubasi Terhadap Taraf Penambahan Enzim Kontras F.hitung F.Tabel No 1 *Tlin(e1) 12.21** 2 3 4 *Tlin(e2) *Tlin(e3) *Tlin(E) 0,86 136.25** 5875.54** ISSN 2302-2612 .05 .01 4.9 6 10.0 4 3 Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013 Hasil pengujian pada kontras 1 menunjukkan interaksi linier yang sangat nyata diantara pengaruh sederhananya, dalam hal ini adalah pengaruh sederhana masing-masing taraf lama inkubasi dalam penambahan enzim 7,5%. dengan kata lain, masing-masing taraf lama inkubasi menunjukkan beda respon yang sangat nyata terhadap kadar protein. Fenomena yang sama ditemukan juga pada penambahan enzim 17,5% yaitu pada kontras 3. Sedangkan pada taraf penambahan enzim 12,5% yaitu pada kontras 2 tidak menunjukkan beda respon yang nyata terhadap kadar protein. Sedang kontras 4 adalah interaksi gabungan masing-masing taraf lama inkubasi pada masing-asing taraf penambahan enzim. Disini juga menunjukkan pengaruh yang sangat nyata. Dengan nyatanya interaksi ini berarti respon kadar protein terhadap lama inkubasi pada masing-masing taraf penambahan enzim tidak homogen. Gambaran ketidak homogenan respon ini ditunjukkan oleh adanya beda koefisien regresinya (kemiringan kurva) dan dapat dilihat pada kurva regresi di bawah ini : Gambar 2. Respon Protein Terhadap Lama Waktu Inkubasi Pada Masing-masing Taraf Perlakuan Gambar 2. menunjukkan kadar protein mempunyai kecenderungan meningkat dengan semakin lamanya waktu inkubasi. Kadar protein tertinggi dihasilkan pada perlakuan waktu inkubasi 48 jam. Peningkatan ini disebabkan lamanya kontak enzim dengan substrat, sehingga reaksi hidrolisa enzim dengan substrat semakin meningkat. Menurut Muchtadi ( 1992), pengaruh lama inkubasi protein dan konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi. Makin lama waktu inkubasi protein yang dipecah semakin banyak sampai mencapai angka tertinggi. waktu inkubasi yang lama memberi kesempatan lebih panjang bagi enzim untuk kontak dengan substrat, hal ini yang menyebabkan protein semakin meningkat. b.Penambahan Enzim Terhadap Taraf Lama Waktu inkubasi Tabel 4. Penambahan Enzim Terhadap Taraf Lama Inkubasi No Kontras 1 2 3 F.hitung F.tabel .05 .01 *Elin(T1) 12.58** 4.1 7.56 *Elin(T2) 137.49** Elin(T) 33.45** Hasil pengujian pada kontras 1 menunjukkan interaksi linier yang sangat nyata diantara pengaruh sederhananya, dalam hal ini adalah pengaruh sederhana masing-masing penambahan enzim dalam lama inkubasi 24 jam, dengan kata lain masing-masing taraf penambahan enzim menunjukkan beda respon yang sangat nyata terhadap kadar protein. Fenomena yang sama ditemukan juga pada lama inkubasi 48 jam yaitu pada kontras 2. Sedangkan kontras 3 adalah interaksi gabungan masing-masing taraf penambahan enzim pada masing-masing taraf lama inkubasi yang juga menunjukkan pengaruh yang sangat nyata. Dengan nyatanya interaksi ini berarti respon kadar protein terhadap peningkatan enzim pada masing-masing taraf lama inkubasi tidak homogen. Gambaran ketidakhomogenan respon ini ditunjukkan oleh adanya beda koefisien regresinya (kemiringan kurva) dan dapat dilihat pada kurva regresi di bawah ini : ISSN 2302-2612 4 Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013 oleh kegiatan enzim proteoilitik menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana adalah sebagai berikut : · Protein (berat molekul 10.000) · Proteosa (berat molekul 5.000) · Pepton (berat molekul 2.000) · Peptida (berat molekul 1.000 sampai 500) · Dipeptida (berat molekul 200) · Asam Amino (berat molekul 120) KESIMPULAN Gambar 3. Respon Protein Terhadap Peningkatan Enzim Pada Masing-masing Taraf Lama Waktu Inkubasi Gambar 3. menunjukkan kadar protein kecap mempunyai kecenderungan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi enzim papain. Enzim papain termasuk dalam golongan enzim proteolitik yaitu enzim yang bekerja memecah molekul protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Semakin tinggi konsentrasi enzim papain yang digunakan dalam proses hidrolisa maka semakin banyak pula protein substrat yang terpecah dan larut dalam filtrate. Kadar protein tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan lama inkubasi 48 jam dan tingkat konsentrasi enzim 17,5%. Hal ini disebabkan karena pada lama inkubasi 48 jam dan tingkat konsentrasi penambahan enzim 17,5% protein yang terdapat pada daging tetelan dapat terhidrolisa secara sempurna artinya substrat berikatan dengan lokasi aktif enzim. Dengan semakin tinggi konsentrasi enzim maka kecepatan reaksinya juga semakin tinggi, tetapi pada batas-batas tertentu hasil hidrolisa yang diperoleh akan konstan dengan meningkatnya konsentrasi enzim. (Winarno, 1992). Menurut Muchtadi (1992) bahwa dengan adanya aktivitas proteolitik (enzim papain) maka protein substrat yang bersifat tidak larut dalam air (memiliki berat molekul tinggi) akan diubah menjadi protein dengan berat molekul rendah yang bersifat larut dalam air. Dimana tahapan pemecahan protein 1. Variasi konsentrasi enzim papain dan waktu inkubasi pada pembuatan kecap instan daging sapi tetelan menunjukkan perbedaan pengaruh sangat nyata terhadap kadar protein. Kadar protein tertinggi yang terdapat pada produk akhir adalah perlakun E3T2 dengan konsentrasi enzim 17,5% dan waktu inkubasi 48 jam dengan kadar jumlah protein yang dihasilkan 4,080% dan terendah adalah perlakuan E1T1 dengan konsentrasi enzim 7,5% dan waktu inkubasi 24 jam dengan jumlah kadar protein 2,163%. 2. Perlakuan E1T1 sampai dengan perlakuan E3T2 telah memenuhi standar mutu kecap jika ditinjau dari kandungan protein, karena standar mutu untuk protein minimal adalah 2%. 3. Ditinjau dari kandungan gizi dan keawetan pangan perlakuan E3T2 merupakan perlakuan terbaik karena kandungan proteinnya lebih tinggi ( 4,080% ) dan kadar air serta aktivitas air (Aw) nya juga lebih rendah ( kadar air 2,057%, Aw 0,685% ) sehingga lebih tahan lama. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Produksi Daging Di Indonesia. Departemen Pertanian. Www. deptan.go.id Girindra A.1993. Biokimia Jilid I. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. ISSN 2302-2612 5 Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013 Hardoko.1999. Upaya perbaikan Teknologi Pembuatan Kecap Ikan di Indonesia. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang. Indriastuti I. 1990. Proses Pembuatan Kecap Tawon FE Eka Jaya Madiun. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Lawri R.A. 1995. Ilmu Daging. Edisi Kelima. Diterjemahkan oleh Aminuddin Parakasi. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Martoharsono S. 1993. Biokimia Jilid I. Gajah Mada University Pres. Yogyakarta. Muchtadi D. Palupi dan Astawan. 1992. Enzim Dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor. Padaga M. CH dan PurnomoH. 1989. Ilmu Daging. NUFFIC Universitas Brawijaya. Malang Susanto T. dan Elvina. 1996. Ikan, Pindang dan Daging. Panebar Swadaya. Jakarta. Winarno F.G. 1986. Enzim Pangan. Puslitbang IPB. Bogor. __________. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. __________. 1993. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. ISSN 2302-2612 6