ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GLIKOSIDA

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GLIKOSIDA SAPONIN PADA HERBA
KROKOT ( Portulaca oleracea L. )
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Puspita Ayu Kristianti
028114075
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tuhanku. . . . . . . . . .
Bicaralah padaku bila aku kesepian
Bisikkanlah dukungan-Mu bila aku dirudung kecemasan
Dengarkanlah suaraku bila aku jatuh
Sudilah menjadi bagiku penghiburan dalam perjalanan
Tempat bernaung diwaktu panas
Tempat berteduh di kala hujan
Tongkat penuntun dalam kelelahan
Dan penolong dalam bahaya
Semoga aku berhasil mencapai tujuanku
Sekarang, dan juga nanti pada akhir hidupku
Karya ini kupersembahkan untuk
ALLAH SWT
Bapak dan Ibuku tercinta,
ungkapan rasa hormat dan baktiKu
Kakakku Andika
Almamaterku
Aku sudah belajar bahwa prestasi
terbesar tidak selalu berupa
penghargaan atau hadiah.
Prestasi terbesarku tidak berupa materi,
melainkan pelajaran berharga
tentang semangat manusia.
Penghargaan bisa memudar,
hadiah bisa kehilangan kilaunya,
tapi pelajaran yang kita peroleh
akan tinggal untuk selamanya
(Leslie Herrel).
Every story has an end. But in life, every ending is just the new beginning.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
. PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim. Assalammualaikum wr.wb.
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “ Isolasi dan Identifikasi Glikosida Saponin pada Herba Krokot ( Portulaca
oleracea L. ) “ sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Allah Swt, baik buruk yang Dia berikan adalah yang terbaik, tergantung dari
kita yang memilih untuk belajar atau tidak.
2. Ibu Rita Suhadi, M.Si, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, saran, pengarahan, pengetahuan dan kesabaran dalam
membimbing selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
4. Ibu Erna Tri Wulandari, M.Si, Apt., selaku dosen penguji yang telah bersedia
menguji, memberikan saran dan masukan yang sangat berguna dalam
penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Christine Patramurti, M.Si, Apt., selaku dosen penguji yang telah bersedia
menguji, memberikan saran dan masukan yang sangat berguna dalam
penyelesaian skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Bapak dan Ibu ku, atas doa, dukungan, pengorbanan dan kasih sayangnya.
Terima kasih sudah mau menjadi kedua sayapku selama ini, tanpa kalian aku
tidak mungkin bisa terbang sejauh ini.
7. Sahabat-sahabatku, Lena, Ulin, Elly, Puri, Asti, Leni, terima kasih sudah mau
berbagi tawa dan air mata denganku. Terima kasih juga karena selama ini
sudah berjalan bersamaku menapaki jalan yang sama.
8. Shinta dan Prima, atas kerjasama dan semangatnya selama penyelesaian
skripsi ini. Terima kasih juga karena sudah mau berjuang bersamaku.
Akhirnya kita bisa melewati semua ini.
9. Semua teman yang melakukan penelitian di Lab.FF, Christin, Yuni, Titien,
Rosa, Wira, Vivi. Terima kasih atas kebersamaan, kerjasama dan informasi
yang diberikan selama penelitian di Lab.
10. Teman-teman satu angkatan (2002), terutama kelompok C, Meta, Ina, Asti,
Lia, Riasa, Ricka, Maria, Tepe, Yiyin, Haryu, Elly, Puri, Wenny, Peter,
Shinta, Nowo, Rika, Ulin, Prima, Leni. Terima kasih sudah menjadi pelangi
dalam hidupku selama masa kuliah.
11. Sarah, Beni, Devi, Didit, Ardian, Yiyin, Vita, atas bantuan dan dukungannya
selama penyelesaian skripsi ini.
12. Mas Wagiran, mas Sigit, mas Sarwanto, mas Andre dan Pak Mukmim, terima
kasih atas semua bantuan dan informasi yang diberikan selama penelitian.
13. Mas Minto, mas Jianto dan mas Purwanto, terima kasih atas bantuannya
mencarikan krokot untuk bahan penelitianku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14. Sahabatku eks-SMUDA, Vida dan Setyo, terima kasih atas dukungan,
semangat, dan persahabatan yang diberikan sejak SMA.
15. Semua orang-orang yang kutemui baik secara sengaja atau tidak, yang telah
banyak memberikan pelajaran hidup yang berharga.
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak
memberikan bantuan, dukungan, dan doanya selama ini.
Semoga Allah Swt membalas semua kebaikan, kasih, dan ketulusan yang
selama ini telah dirasakan penulis.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna dan masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Hal tersebut
dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki. Maka
dari itu, penulis menerima segala saran maupun kritik yang bersifat membangun,
dan yang dapat membantu dan mendukung skripsi ini agar dapat menjadi lebih
sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas dan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang kefarmasian.
Wassalammualaikum wr.wb
Yogyakarta, 10 Februari 2007
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Krokot (Portulaca oleracea L.) dapat dikonsumsi sebagai sayuran, dan dapat
juga digunakan sebagai tanaman obat karena memiliki kandungan kimia yang
cukup bermanfaat. Salah satu golongan senyawa kimia metabolit sekunder yang
terkandung di dalam herba krokot adalah glikosida saponin. Saponin merupakan
senyawa kimia yang mempunyai aktivitas hemolisis, mempunyai sifat
antimikroba, antibakteri, antiinflamasi dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh isolat dan identitas golongan glikosida saponin herba krokot dalam
isolat secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotometri UV.
Melalui penelitian non eksperimental ini diharapkan diperoleh informasi
mengenai golongan saponin yang terkandung di dalam herba krokot. Sebagai
langkah awal dilakukan determinasi tumbuhan krokot, pengumpulan bahan, uji
pendahuluan glikosida saponin, penyarian glikosida saponin herba krokot dengan
pelarut etanol 70%, pemeriksaan KLT ekstrak etanol dan identifikasi glikosida
saponin, isolasi glikosida saponin dengan metode KLT Preparatif, pemeriksaan
kemurnian isolat dengan KLT multi eluen, identifikasi isolat dengan
spektrofotometri UV.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa herba krokot mengandung glikosida
saponin golongan triterpenoida. Pada uji KLT pendahuluan ada dua bercak yang
diprediksi sebagai glikosida saponin. Sehingga dari dua bercak tersebut diisolasi
dan diuji kemurniannya. Isolat 1 dan isolat 2 hasil isolasi menunjukkan 1 macam
bercak pada kromatogram KLT multi eluen, sehingga kedua macam isolat
tersebut dapat dipastikan kemurniannya. Hasil pengukuran pada spektrofotometer
diketahui bahwa isolat 1 memiliki λ (panjang gelombang) maksimum 224nm,
sedangkan isolat 2 memiliki λ maksimum 221nm. Hasil identifikasi isolat tersebut
menunjukkan bahwa isolat 1 dengan λ maksimum 224 nm memiliki bentuk
spektra yang hampir sama dengan isolat 2 (λ maksimum 221 nm), sehingga
keduanya merupakan jenis senyawa yang sama yaitu senyawa glikosida saponin
golongan triterpenoid
Kata kunci : Krokot, Glikosida saponin, KLT, Spektrofotometri UV
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Krokot (Portulaca oleracea L) can consumed as vegetable, and can be use
for medicine (plant drug) because containing chemical compound that very
usefull. One of the chemical compound from secondary metabolit group that
contained in krokot herb is saponin glycoside. Saponin is a chemical compound
which has hemolisis activity, has characteristic as antimikroba, antibacteri,
antiinflamation, etc. This research to get isolate and identify the group saponin
glycoside krokot herb in isolate by using Thin Layer Chromatography (TLC) and
Spectrofotometri ultra violet (UV).
Trough non eksperimental research, it is hoped to get information about
the kind of saponin which is contained in krokot herb. There are many steps to do
this research. First, doing determination of krokot plant, gathering material,
introduction test including saponin with simple test, extracting saponin glycoside
krokot herb with etanol 70%, after that checking TLC extract etanol and
identifying compound, isolate saponin glycoside using TLC Preparative method.
At least cheeking the purity of isolate with TLC multi eluen and identify isolate
with spectrofotometri UV.
The result of this research show that krokot herb contains saponin
glycoside with triterpenoid group. In the first TLC test, there are two spot which
predicted the saponin glycoside. And then, the two of spot had been isolated and
cheeked the purity of isolate. Isolate 1 and isolate 2 showed one spot on TLC
multi eluen chromatogram, so that both of isolate have certainly for those purity.
The result in spectrophotometer UV known that, isolate 1 has λ (wave length)
maximum 224 nm, and the isolate 2 has λ (wave length) maximum 221 nm. The
result of the isolate identification shows that isolate 1 with λ maximum 224 nm
has same spectra with isolate 2 which has λ maximum 221 nm, so both of them is
a same compound that including a saponin glycoside with triterpenoid group.
Keyword : Krokot, Saponin glycoside, TLC, Spectofotometri UV
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...........................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .....................................................................
v
PRAKATA ....................................................................................................
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA..........................................................
ix
INTISARI .....................................................................................................
x
ABSTRACT ....................................................................................................
xi
DAFTAR ISI .................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL..........................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xvii
BAB I . PENGANTAR ...............................................................................
1
A. Latar Belakang ................................................................................
1
1. Permasalahan ......................................................................
3
2. Keaslian penelitian .............................................................
3
3. Manfaat penelitian ..............................................................
4
B. Tujuan Penelitian ............................................................................
4
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA .......................................................
5
A. Tumbuhan Krokot ...........................................................................
5
Keterangan botani...............................................................
5
2. Deskripsi. ............................................................................
5
1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Ekologi ................................................................................
6
4. Khasiat dan kegunaan ........................................................
6
5. Kandungan kimia ...............................................................
6
B. Glikosida Saponin ...........................................................................
6
C. Penyarian. ........................................................................................
12
D. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ...................................................
15
E. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) ...............................
18
F. Spektrofotometri Ultraviolet ..........................................................
20
G. Keterangan Empiris ........................................................................
24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................
25
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .....................................................
25
B. Definisi Operasional .......................................................................
25
C. Bahan dan Alat penelitian ..............................................................
25
D. Tahapan Penelitian ..........................................................................
26
1. Determinasi tanaman krokot ..............................................
26
2. Persiapan bahan ..................................................................
26
3. Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik ....................
27
4. Uji pendahuluan..................................................................
27
5. Penyarian glikosida saponin dari herba krokot dan
dari buah lerak yang digunakan sebagai pembanding......
28
6. Pemeriksaan pendahuluan glikosida saponin
dengan KLT ........................................................................
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7. Isolasi glikosida saponin herba krokot
dengan metode KLTP ........................................................
29
8. Pemeriksaan kemurnian dengan KLT multi eluen ...........
30
9. Spektrofotometri ultraviolet...............................................
30
E. Tata Cara Analisis Hasil .................................................................
31
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................
32
A. Determinasi. ....................................................................................
32
B. Persiapan Bahan ..............................................................................
32
C. Hasil Pemeriksaan Organoleptik dan Makroskopik .....................
33
D. Uji Pendahuluan ..............................................................................
33
E. Penyarian Senyawa Glikosida Saponin .........................................
38
F. Pemeriksaan Glikosida Saponin dengan KLT ..............................
39
G. Isolasi Glikosida Saponin Herba Krokot dengan KLTP ..............
45
H. Pemeriksaan Kemurnian dengan Metode KLT multi eluen .........
48
Spektrofotometri Ultraviolet (UV) ................................................
55
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................
61
A. Kesimpulan......................................................................................
61
B. Saran ................................................................................................
61
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
62
LAMPIRAN ................................................................................................
64
BIOGRAFI PENULIS ................................................................................
81
I.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel I . Hasil kromatogram KLT pendahuluan ...................................
40
Tabel II . Hasil kromatogram KLTP ......................................................
46
Tabel III . Hasil isolat yang diperoleh dari KLTP ..................................
47
Tabel IV . Hasil kromatogram KLT multi eluen ....................................
49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 . Struktur kimia dua macam golongan glikosida saponin ....
10
Gambar 2. Mekanisme terbentuknya buih .........................................
34
Gambar 3
Adsorpsi molekul-molekul saponin pada batas antar
permukaan air-udara ........................................................
35
Gambar 4. Reaksi Liebermann-Burchard...........................................
36
Gambar 5. Reaksi Salkowski.............................................................
37
Gambar 6 . Hasil kromatogram KLT pendahuluan .............................
41
Gambar 7. Reaksi antara saponin triterpenoid dengan deteksi
Anisaldehida-asam sulfat ..................................................
43
Gambar 8 . Hasil kromatogram KLTP sampel
(ekstrak etanol herba krokot)............................................
46
Gambar 9 . Hasil kromatogram KLTmulti eluen isolat 1 ....................
50
Gambar 10 . Hasil kromatogram KLT multi eluen isolat 1 ..................
51
Gambar 11 . Hasil kromatogram KLTmulti eluen isolat 2 ...................
52
Gambar 12 . Hasil kromatogram KLTmulti eluen isolat 2 ...................
53
Gambar 13. Hasil spektra isolat 1........................................................
58
Gambar 14. Hasil spektra isolat 2........................................................
59
Gambar 15. Hasil spektra etanol 70%...................................................
60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 . Surat determinasi...........................................................
64
Lampiran 2 . Foto herba krokot..........................................................
65
Lampiran 3 . Foto hasil uji pendahuluan glikosida saponin.................
66
Lampiran 4 . Foto hasil kromatogram KLT pendahuluan....................
67
Lampiran 5 . Foto hasil kromatogram KLT multi eluen pada isolat 1
dengan fase gerak etil asetat, metanol, air
(100:16,5:13,5 v/v) .......................................................
68
Lampiran 6 . Foto hasil kromatogram KLT multi eluen pada isolat 1
dengan fase gerak kloroform, metanol
(95 : 5 v/v) .....................................................................
70
Lampiran 7 . Foto hasil kromatogram KLT multi eluen pada isolat 1
dengan fase gerak kloroform, metanol, air
( 70 : 30 : 4 v/v ) ...........................................................
72
Lampiran 8 . Foto hasil kromatogram KLT multi eluen pada isolat 2
dengan fase gerak etil asetat, metanol, air
( 100 : 16,5 : 13,5 v/v )...................................................
74
Lampiran 9 . Foto hasil kromatogram KLT multi eluen pada isolat 2
dengan fase gerak kloroform, metanol
( 95 : 5 v/v ) ...................................................................
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 10 . Foto hasil kromatogram KLT multi eluen pada isolat 2
dengan fase gerak kloroform, metanol, air
( 70 : 30 : 4 v/v ) ...........................................................
78
Lampiran 11. Foto alat yang digunakan untuk penyarian.....................
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Manusia sering memanfaatkan berbagai macam tanaman untuk kelangsungan
hidupnya. Dalam hal ini, bukan saja tanaman pangan tetapi juga tanaman obat
yang mengandung metabolit sekunder yang cukup bermanfaat dalam pengobatan.
Berbagai jenis senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan memiliki khasiat
dan manfaat yang spesifik. Tanaman obat merupakan tanaman yang dapat
digunakan dalam pengobatan baik sebagai pemeliharaan kesehatan maupun untuk
penyembuhan penyakit. Hal ini telah dikenal sejak jaman dahulu dan digunakan
berdasarkan pengalaman secara turun temurun. Salah satu jenis tanaman obat
yang belum begitu dikenal oleh masyarakat adalah krokot (Portulaca oleracea
L.). Selama ini masyarakat mengenal krokot sebagai sayuran atau gulma bukan
sebagai tanaman obat.
Krokot merupakan tanaman gulma yang pada daerah tertentu sering
dikonsumsi sebagai sayuran. Tanaman ini merupakan gulma pada tanaman
semusim, palawija, sayuran, maupun tanaman perkebunan (Djauhariya,2004).
Selain dikonsumsi sebagai sayuran, ternyata krokot juga dapat digunakan untuk
pengobatan pada beberapa penyakit, seperti disentri, radang usus buntu, sakit
perut, radang gusi, demam, digigit binatang berbisa, eczema, jantung berdebar,
kencing darah dan bisul. Cara penggunaanya bisa dengan di makan langsung
ataupun dengan direbus bersama bahan lain (Djauhariya,2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tanaman krokot diperkirakan memiliki kandungan kimia berupa KCl, K2SO4,
KNO3, asam nikotinat, tanin, saponin, vitamin A, vitamin B, vitamin C,
1-Noradrenalin, noradrenalin, dopamine, dan dopa (Djauhariya,2004).
Berdasarkan hal tersebut, krokot memiliki dua fungsi yaitu selain dikonsumsi
sebagai sayuran ternyata dapat juga digunakan sebagai tanaman obat karena
memiliki kandungan kimia yang cukup bermanfaat. Biasanya masyarakat
mengenal tanaman obat sebagai jamu yang memiliki rasa yang tidak enak,
sehingga membuat mereka malas untuk menggunakannya. Tetapi lain halnya jika
tanaman obat tersebut dapat dimakan sebagai sayuran sekaligus dapat mengobati
penyakit seperti yang telah disebutkan diatas, tentu masyarakat akan merasa lebih
diuntungkan.
Dalam setiap bagian tanaman pasti terdapat metabolit sekunder. Metabolit
sekunder ini biasanya mempunyai efek fisiologis yang dapat dimanfaatkan untuk
pengobatan. Salah satu senyawa kimia yang termasuk dalam golongan metabolit
sekunder yang terkandung di dalam herba krokot adalah glikosida saponin.
Glikosida saponin adalah glikosida yang terdiri dari gugus gula yang berikatan
dengan aglikon berupa sapogenin. Menurut struktur aglikonnya, saponin dapat
dibedakan menjadi dua macam tipe yaitu tipe steroida dan triterpenoida
(Evans,2002). Saponin steroid dapat digunakan untuk pengobatan pada penyakit
syphilis, reumatik, penyakit kulit, psoriasis, eczema, pada anemia, diabetes,
gastritis, dan impotensi (Evans, 1989). Sedangkan saponin triterpenoid dapat
digunakan sebagai emulsifying agent, sebagai stimulant expectoran pada
bronkhitis kronik dan sebagai antiinflamasi, antifungi, antibakteri (Evans, 1989).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Seperti yang telah disebutkan diatas, krokot dapat digunakan untuk
pengobatan penyakit disentri. Hal ini mungkin dikarenakan adanya glikosida
saponin yang memiliki aktivitas sebagai antimikroba dan antibakteri. Demikian
juga dengan digunakannya krokot sebagai obat untuk bisul, radang gusi, radang
usus buntu. Karena saponin memiliki sifat sebagai antiinflamasi, antieksudatif dan
antibakteri (Brotosisworo,1979; Djauhariya,2004).
Untuk lebih mendalami dan mengetahui golongan glikosida saponin yang
terkandung di dalam herba krokot, maka akan dilakukan penelitian ini.
1. Permasalahan
Apakah glikosida saponin herba krokot dapat diisolasi kemudian
selanjutnya diidentifikasi untuk mengetahui golongan glikosida saponinnya
dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotometri
ultraviolet ?
2. Keaslian penelitian
Isolasi dan identifikasi aglikon saponin herba lerak (Sapindus rarak D.C)
pernah dilakukan oleh Yanuarsih (2001). Perbedaan dari penelitian ini adalah
tanaman yang digunakan. Penelitian tentang isolasi dan identifikasi glikosida
saponin pada herba krokot belum pernah dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan baru bagi
perkembangan ilmu kefarmasian, kedokteran, maupun kesehatan pada umumnya.
Hal tersebut dapat berupa manfaat teoritis dan manfaat praktis.
a. Manfaat secara teoritis
Untuk melengkapi informasi mengenai golongan glikosida saponin yang
terkandung dalam herba krokot dan juga dapat memberikan pengetahuan dalam
bidang fitofarmaka.
b. Manfaat secara praktis
Untuk melengkapi informasi tentang penggunaan herba krokot berdasarkan
dari efektivitas golongan glikosida saponin yang terkandung dalam herba krokot.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian tentang isolasi dan identifikasi glikosida
saponin herba krokot ada dua yaitu :
1. Umum : Untuk lebih mendalami pengetahuan tentang herba krokot dalam
hal fitokimia.
2. Khusus : Untuk memperoleh isolat dan identitas golongan glikosida
saponin
herba krokot dalam isolat secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
dan Spektrofotometri UV
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tumbuhan Krokot
1. Keterangan botani
Krokot memiliki nama ilmiah Portulaca oleracea L. , termasuk dalam suku
Portulacaceae. Tanaman krokot juga dikenal dengan berbagai nama daerah seperti
Krokot (Jawa), Gelang (Sunda), Re-serejan (Madura), Gelang (Sumatera), Jalujalu kiki (Ternate) (Anonim,1995).
2. Deskripsi
Krokot memiliki daun tunggal, tersebar atau berhadapan, umumnya rontok,
dalam keadaan segar berdaging dan berwarna hijau. Helaian daun berbentuk
bundar telur atau bundar telur terbalik, ujung dan pangkal membundar atau
tumpul, panjang tiap helaian sampai 10 mm dan lebar sampai 4 mm
(Anonim,1995). Ujung daun melekuk ke dalam. Pangkal daun meruncing, tepi
daun rata, panjang 1-4 cm. Permukaan atas daun warna hijau tua sedangkan
bagian bawah merah tua. Bunga berkelompok, keluar dari ujung-ujung cabang,
mahkota bunga kecil, berjumlah 5, warna kuning. Bunga mekar dari jam 8-10
pagi, layu menjelang sore. Buah berkotak, biji banyak, kecil. Buah yang sudah
matang bijinya warna hitam. Tumbuhan ini berkembang biak dengan biji. Krokot
merupakan tumbuhan berumur setahun, batang merebah, bentuk bulat, lunak dan
berair, tidak berkayu, kulit batang warna coklat keunguan, panjang batang 10-50
cm (Djauhariya, 2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Ekologi
Krokot tumbuh liar di tempat terbuka, tempat agak terlindung, dan pada tanah
agak lembab seperti di pekarangan, pinggiran kampung, pinggir selokan, dan
pinggir jalan (Djauhariya, 2004).
4. Khasiat dan kegunaan
Krokot berkhasiat sebagai obat disentri, radang usus buntu, sakit perut, radang
gusi, demam, digigit binatang berbisa, eksim, jantung berdebar, kencing darah,
dan bisul (Djauhariya,2004). Dalam MMI, disebutkan bahwa krokot dapat
digunakan sebagai obat gatal dan memperbaiki pencernaan.
5. Kandungan kimia
Diperkirakan krokot mempunyai kandungan kimia berupa KCl, K2SO4,
KNO3, asam nikotinat, tannin, saponin, vitamin A, vitamin B, vitamin C,
1-noradrenalin, noradrenalin, dopamine, dan dopa (Djauhariya, 2004).
B. Glikosida Saponin
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan busa
jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan
hemolisis sel darah merah. Dalam larutan yang sangat encer saponin sangat
beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan
sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun. Beberapa saponin bekerja sebagai
antimikroba (Robinson,1995).
Saponin adalah glikosida, yaitu metabolit sekunder yang banyak terdapat di
alam, terdiri dari gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sifat-sifat saponin : berasa pahit, berbusa dalam air, mempunyai sifat deterjen
yang baik, beracun bagi binatang berdarah dingin, mempunyai aktivitas
haemolisis, merusak sel darah merah, tidak beracun bagi binatang berdarah panas,
mempunyai sifat antieksudatif, mempunyai sifat antiinflamasi.
Beberapa daya kerja dan pemakaian dari saponin adalah sebagai berikut:
1. Semua saponin menyebabkan hemolisa, karena itu beracun untuk semua
organisme bila diberikan secara parenteral setengah sampai beberapa mg per
kg berat badan ,dapat mematikan pada pemberian intravena.
2. Pengaruh terhadap alat pernafasan dapat dibuktikan dengan kenyataan dengan
digunakannya obat yang mengandung saponin untuk mencari ikan oleh rakyat
yang primitif. Kadar saponin yang sangat kecil melumpuhkan fungsi
pernafasan dari insang.
3. Kegunaan saponin dalam pengobatan nampaknya terutama oleh sifatnya yang
berpengaruh terhadap absorbsi zat aktif secara farmakologi. Beberapa contoh
untuk menggambarkan sifat tersebut antara lain: Penggunaan secara simultan
digitoksin dan saponin digitonin, meningkatkan efek digitoksin sampai kurang
lebih 50 kali bila diberikan secara oral terhadap katak.
4. Saponin juga menaikkan permeabilitas kertas saring. Filter dengan pori yang
cukup kecil untuk menahan partikel yang berukuran tertentu akan dapat
meloloskan partikel tersebut karena adanya saponin.
5. Secara teknik saponin digunakan sebagai emulsifier.
6. Saponin menimbulkan iritasi berbagai tingkat terhadap selaput lendir mulut,
perut, dan usus bergantung dari sifat masing-masing saponin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7. Saponin merangsang keluarnya secret dari bronchial, hal ini diterangkan
dengan begitu banyak penggunaan obat semacam senega dan Liquiritse
sebagai ekspektoran dan bahan sekretolitik dalam pengobatan penyakit alat
pernafasan.
8. Saponin juga meningkatkan absorbsi zat diuretika (garam-garam) dan
nampaknya juga merangsang ginjal untuk lebih aktif. Hal ini mungkin
menerangkan kenyataan mengapa obat saponin sangat sering digunakan untuk
rematik dalam pengobatan rakyat.
9. Dalam industri, saponin digunakan dalam jumlah besar sebagai emulsifier
terutama dalam pemadam kebakaran, pekerjaan pencucian, dan lain-lain
(Brotosisworo,1979).
Adanya saponin dalam tanaman juga dapat ditunjukkan dengan beberapa
cara antara lain:
a . Indeks buih (foam index)
Indeks buih menunjukkan angka pengenceran dari zat atau obat yang diperiksa
yang akan memberikan suatu lapisan buih yang tingginya 1 cm sampai 10 cm, bila
larutan digojok dalam gelas ukur selama 15 detik dan selanjutnya dibiarkan dulu
selama 10 menit sebelum dilakukan pembacaan (Anonim,1995).
b.
Haemolisa
Campur bahan yang akan diperiksa dengan larutan dapar fosfat pH 7,4 ,
panaskan,dinginkan, saring. Ambil filtrat campur dengan suspensi darah.
Diamkan selama 30 menit, terjadi haemolisa total berarti menunjukkan adanya
saponin (Anonim,1995).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Reaksi warna
Reaksi warna dapat digunakan untuk menggolongkan saponin (sapogenin)
yang digunakan untuk membuktikan identitas dari suatu obat, dan jika perlu untuk
memonitor pada waktu pemisahan. Tidak ada reaksi warna yang secara spesifik
untuk tiap jenis saponin. Reaksi berikut ini dapat digunakan yaitu:
1) Dengan menggunakan asam asetat anhidrat dan asam sulfat ( disebut reaksi
Liebermannn-Burchard). Hasilnya ditunjukkan dengan adanya perubahan
warna yang bergantung dari aglikonnya yaitu, merah muda sampai merah
berarti termasuk golongan triterpenoid. Sedangkan jika warnanya biru hijau
maka menunjukkan adanya senyawa golongan steroid (Bruneton,1999).
2) Dengan menggunakan vanillin, anisaldehid, dan aldehid aromatik lainnya
yang ditambah dengan asam mineral kuat. Senyawa yang mengandung
saponin akan berwarna kuat, yang kemungkinan hasil reaksi antara aldehid
dan aglikon (Bruneton,1999).
Dikenal dua jenis saponin yaitu, glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida
struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai samping spiroketal. Kedua jenis
saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter
(Robinson,1995).
Menurut struktur aglikon atau sapogenin, saponin dapat dibedakan menjadi
dua macam tipe yaitu tipe steroida dan triterpenoida. Kedua macam senyawa
tersebut mempunyai hubungan glikosidal pada C-3 dan mempunyai asal-usul
biogenetika yang sama melalui asam mevalonat dan satuan isoprenoid.
(Brotosisworo,1979; Evans,2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
26
O
25
23
22
20
24
18
E
O
12
17
13
15
11
D
C
19
R1
16
14
1
9
R2
2
8
10
A
B
H
3
7
5
4
6
OH
H
Kerangka steroid
29
30
20
21
19
E
12
22
18
13
17
28
11
C
COOH
D
25
9
14
16
26
15
1
R1
8
2
10
A
27
B
3
7
5
4
6
OH
H
23
24
R2
Kerangka triterpenoid
Gambar 1. Struktur kimia dua macam golongan glikosida saponin
Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana
perhidrofenantrena. Dahulu sterol terutama dianggap sebagai senyawa satwa
(sebagai hormon kelamin, asam empedu, dan lain-lain), tetapi pada tahun-tahun
terakhir ini makin banyak senyawa tersebut yang ditemukan dalam jaringan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tumbuhan (Harborne, 1987). Nama sterol digunakan khusus untuk steroid alkohol,
tetapi karena ternyata semua steroid tumbuhan adalah alkohol dengan sebuah
hidroksi group pada C-3, maka steroid tumbuhan sering disebut sterol.
Triterpenoida adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprene dan secara biosintetis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,
yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang nisbi rumit, kebanyakan
berupa senyawa tidak berwarna, berbentuk kristal, seringkali titik leleh tinggi dan
aktif optik, yang umumnya sukar dicirikan karena tidak ada kereaktifan kimianya
(Harborne, 1987). Saponin triterpenoida dapat dibedakan dalam tiga golongan
yang diwakili oleh α–amirin, β -amirin, dan lupeol.
Saponin steroid kebanyakan ditemukan di dalam famili monokotil, terutama
Liliaceae (Allium, Smilax, Asparagus), Agavaceae (Agave, Yucca) dan
Dioscoreaceae (Dioscorea). Selain itu juga ditemukan dalam Fabaceae (fenugrek),
Solanaceae (tobacco), atau Scrophulariaceae (foxgloves). Berbeda dengan steroid,
saponin triterpenoid jarang terdapat pada monokotil. Sebagian besar terdapat
dalam famili dikotil seperti Araliaceae, Caryophyllaceae, Cucurbitaceae, Fabales,
Primulaceae, Ranunculaceae, Rosaceae dan Sapindaceae (Bruneton,1999).
Saponin steroid mempunyai peran penting pada bidang pharmaceutical karena
hubungannya dengan beberapa senyawa seperti hormon sex, kortison, diuretic
steroid, vitamin D dan glikosida jantung. Beberapa saponin digunakan sebagai
starting material pada sintesis senyawa tersebut. Selain itu kandungan saponin
steroid dalam akar Sarsaparilla dapat digunakan untuk pengobatan pada penyakit
syphilis, reumatik, penyakit kulit, psoriasis, dan eczema. Saponin steroid pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
akar Ginseng sering digunakan untuk pengobatan pada anemia, diabetes, gastritis,
dan impotensi (Evans, 1989). Saponin triterpenoid pada kulit kayu Quillaia dapat
digunakan sebagai emulsifying agent. Sedangkan pada akar Senega dan akar
Primula digunakan sebagai stimulant expectoran pada bronkhitis kronik. Selain itu
saponin triterpenoid juga digunakan sebagai antiinflamasi, antifungi, antibakteri
(Evans, 1989).
C. Penyarian
Penyarian adalah kegiatan pengambilan zat yang dapat larut dari bahan yang
tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang disari ,mengandung zat aktif
yang dapat larut dan zat yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein dan
lain-lain.
Beberapa golongan zat aktif yang terdapat dalam simplisia adalah alkaloida,
glikosida dan flavonoid. Stuktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi
kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa terhadap pemanasan, logam berat,
udara, cahaya, dan derajat keasaman. Jika zat aktif yang dikandung simplisia
diketahui maka akan lebih mudah dalam pemilihan cairan penyari dan cara
penyariannya.
Penyarian disamping memperhatikan sifat-sifat fisik simplisia dan sifat zat
aktifnya, harus juga memperhatikan zat-zat yang sering terdapat dalam simplisia
seperti protein, karbohidrat, lemak, dan gula.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penyarian dipengaruhi oleh:
1. Derajat kehalusan serbuk
Simplisia yang terlalu halus akan mempersulit pada proses penyarian. Hal ini
karena jika serbuknya terlalu halus maka ruang antar selnya akan berkurang.
Padahal ruang antar sel ini merupakan jalan yang mudah ditembus oleh cairan.
Serbuk yang terlalu halus dapat membentuk suspensi yang sulit dipisahkan
dengan hasil penyarian. Dengan demikian hasil penyarian tidak murni lagi
tetapi bercampur dengan partikel-partikel halus tadi. Jadi untuk masingmasing simplisia perlu ditetapkan derajat halus yang paling tepat untuk
memperoleh hasil penyarian yang baik.
2. Perbedaan konsentrasi yang terdapat mulai dari pusat butir serbuk simplisia
sampai ke permukaannya, maupun pada perbedaan konsentrasi yang terdapat
lapisan batas, sehingga suatu titik akan dicapai, oleh zat-zat yang tersari jika
ada daya dorong yang cukup untuk melanjutkan pemindahan massa. Makin
besar perbedaan konsentrasi, makin besar daya dorong tersebut hingga makin
cepat penyarian.
Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria berikut ini: murah dan
mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah
menguap dan tidak mudah terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat
yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, diperbolehkan oleh
peraturan (Anonim,1986).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Cara penyarian dapat dibedakan menjadi beberapa macam yaitu:
a. Infudasi
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air
pada suhu 900C selama 15 menit (Anonim,1986). Infudasi adalah proses
penyarian yang biasanya digunakan untuk menyari kandungan zat aktif yang larut
dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari
yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Maka dari itu, sari
yang diperoleh tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.
b. Maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan
penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga
sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka
larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan di dalam sel
(Anonim,1986). Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung
zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang
mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan
lain-lain.
c. Perkolasi
Perkolasi adalah penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari
melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi adalah serbuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi
sekat berpori (Anonim,1986). Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui
serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui
sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya
berat sendiri dan cairan diatasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung
untuk menahan.
d. Penyarian berkesinambungan
Penyarian berkesinambungan menggabungkan antara proses menghasilkan
ekstrak cair dan proses penguapan. Penyarian berkesinambungan dapat dilakukan
dalam skala laboratorium dan skala besar tergantung dari keperluannya dan alat
yang digunakan. Intinya cairan penyari dipanaskan hingga mendidih, uap penyari
akan naik keatas melalui serbuk simplisia. Uap penyari mengembun karena
didinginkan oleh pendingin balik. Embun turun melalui serbuk simplisia sambil
melarutkan zat aktifnya dan kembali ke labu. Cairan akan menguap kembali dan
prosesnya akan berulang (Anonim,1986) .
D. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua
cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu fasa tetap (stationary) dan fasa
bergerak (mobile). KLT dapat digunakan untuk keperluan yang luas dalam
pemisahan-pemisahan senyawa yang berwarna maupun tidak berwarna. Selain itu
juga memberikan hasil pemisahan yang lebih baik dan juga membutuhkan waktu
yang lebih cepat (Harborne,1987) .
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Secara garis besar KLT dapat dilakukan dengan cara membuat lempeng
kromatografi, yaitu untuk membentangkan penjerap dalam lapis tipis yang
berkelakuan sebagai penyokong yang inert. Penjerap padat yang berbentuk
bubukan halus biasanya dibuat menjadi bubur (slurry) dengan air dan
dibentangkan di atas plat gelas. Pembuatan lapis tipis di atas kaca ada beberapa
cara yaitu dengan jalan penyemprotan atau pencelupan, disamping dikerjakan
dengan tangan dapat juga dengan mesin. Plat yang telah dilapisi dipanaskan atau
diaktifkan dengan jalan memanaskannya pada suhu kira-kira 1000C selama waktu
tertentu. Campuran yang akan dikromatografi harus dilarutkan di dalam pelarut
yang agak nonpolar untuk ditotolkan pada lempang KLT. Pada umumnya, dipakai
larutan 0,1-1%. Hampir segala macam pelarut dapat dipakai, tetapi yang terbaik
yang bertitik didih antara 500-1000C. Pelarut yang demikian mudah ditangani dan
mudah menguap dari lempeng. Larutan cuplikan dalam pelarut yang akan
diidentifikasi ditotolkan dengan menggunakan pipet kapiler atau pipet mikro.
Bila bercak hasil penotolan telah kering plat diletakkan secara vertikal dalam
bejana yang sesuai dengan tepi yang dibawah dicelupkan dalam fase bergerak
yang dipilih, maka pemisahan kromatografi akan diperoleh. Pada akhir
pengembangan, pelarut dibiarkan menguap dari plat dan bercak yang terpisah
dilokalisir dan diidentifikasi dengan cara-cara fisika dan kimia (Sastrohamidjojo,
2002).
Penjerap yang dipakai untuk KLT ialah silika gel, alumina, kiselgur, dan
selulosa. Silika gel merupakan penjerap yang paling banyak dipakai dalam KLT
dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Karena sebagian besar silika gel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bersifat sedikit asam, maka asam sering agak mudah dipisahkan. Jadi
meminimumkan reaksi asam-basa antara penjerap dan senyawa yang dipisahkan.
Alumina, berbeda dengan silika gel alumina bersifat sedikit basa dan sering
dipakai untuk pemisahan basa. Cara ini juga meminimumkan reaksi asam-basa.
Kiselgur dan selulosa merupakan bahan penyangga lapisan zat cair yang dipakai
dalam sistem Kromatografi Cair-cair (KCC). Kromatografi jenis ini selalu dipakai
untuk pemisahan senyawa polar seperti asam amino, karbohidrat, nukleotida, dan
berbagai senyawa hidrofil alam lainnya (Gritter, 1985).
Lapisan penjerap dapat terikat dan melekat pada pelat kaca karena adanya
berbagai pengikat. Pengikat yang paling umum digunakan adalah kalsium sulfat
(CaSO4) yang ditambahkan ke dalam penjerap sampai 10-15%. Maka nama dari
penjerap biasanya diberi tanda G, misal silica gel G (Redja, 1980). Lapisan
penjerap sering mengandung indikator fluoresensi yang ditambahkan untuk
membantu penampakan bercak tidak berwarna pada lapisan yang telah
dikembangkan. Indikator fluoresensi adalah senyawa yang memancarkan sinar
tampak jika disinari dengan sinar berpanjang gelombang lain, biasanya sinar
ultraviolet. Dan biasanya penjerap yang dicampur dengan indikator fluoresensi
diberi tanda F, misalnya silica gel GF. Jika senyawa pada bercak yang
ditampakkan mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatis, maka
sinar UV yang mengeksitasi tidak dapat mencapai indikator fluoresensi sehingga
tidak ada cahaya yang dipancarkan. Dengan demikian hasilnya ialah bercak gelap
dengan latar belakang yang bersinar. Cara ini sangat peka dan tidak merusak
senyawa yang ditampakkan. Indikator fluoresensi yang paling sering digunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
adalah sulfida anorganik, yang dapat memancarkan cahaya jika disinari pada 254
nm (Gritter, 1985).
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada KLT lebih baik
dikerjakan dengan pereaksi kimia dan reaksi-reaksi warna. Tetapi dapat juga
menggunakan harga Rf, hal ini dapat didefinisikan sebagai berikut :
Jarak titik pusat bercak dari titik awal penotolan
Harga Rf =
Jarak pengembangan
Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga
Rf standar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan bercak dalam KLT yang juga
mempengaruhi harga Rf adalah struktur kimia dari senyawa yang sedang
dipisahkan, sifat dari penjerap dan derajat aktifitasnya, tebal dan kerataan dari
lapisan penjerap, pelarut (dan derajat kemurnian) fasa bergerak, derajat kejenuhan
dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan, teknik percobaan, jumlah
cuplikan yang digunakan, suhu, kesetimbangan antara atmosfer dalam bejana
jenuh dengan uap pelarut (Sastrohamidjojo, 2002).
E. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)
KLTP adalah salah satu metode yang paling mudah dan murah yang
digunakan untuk isolasi komponen suatu senyawa. Tetapi membutuhkan kerja
yang lebih intensif dan tiap-tiap fraksi yang diperoleh hanya dalam jumlah kecil.
Sebenarnya prinsip dasar KLTP sama dengan KLT pada umumnya. Tetapi ada
perbedaan yang paling mendasar yaitu tentang ukuran ketebalan penjerap dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
metode penotolannya. Pada KLTP, cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan
berupa garis lurus mendatar pada salah satu sisi pelat lapisan besar dan
dikembangkan secara tegak lurus pada garis cuplikan sehingga campuran akan
terpisah menjadi beberapa pita. Pita akan nampak dengan cara yang tidak merusak
jika senyawa itu berwarna. Setelah itu penjerap yang mengandung pita dikerok
dari pelat kaca. Kemudian cuplikan dielusi dari penjerap dengan pelarut polar
(Gritter, 1985).
Ukuran ketebalan penjerap pada pelat KLTP yang paling sering dipakai adalah
0,5-2 mm. Sedangkan ukuran pelat yang sering digunakan biasanya 20 x 20 cm
atau 20 x 40 cm (Hostettmann, 1995). Adanya pembatasan ketebalan lapisan dan
ukuran pelat tentu saja akan mengurangi jumlah bahan yang dapat dipisahkan
dengan KLTP. Penjerap yang paling umum dipakai ialah silica gel dan dipakai
untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil.
Untuk pembuatan lapisan tanpa retak dianjurkan memakai penjerap niaga yang
tersedia.
Penotolan cuplikan pada pelat KLTP dapat dilakukan dengan tangan
menggunakan pipa kapiler atau pipet mikroliter, tetapi lebih baik jika
menggunakan penotol otomatis. Pada KLTP kita harus menyebarkan larutan
cuplikan yang volumnya agak besar (sampai 2ml) berbentuk pita seragam yang
tipis (lebar 1-5 mm) tanpa mengganggu permukaan lapisan (Gritter,1985). Pelarut
apa saja yang mempunyai titik didih antara 500C dan 900C cocok untuk pelarut
cuplikan. Konsentrasi cuplikan harus sekitar 5-10%. Cuplikan tersebut ditotolkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berupa pita yang harus sesempit mungkin karena pemisahan bergantung pada
lebar pita.
Pada umumnya penjerap pada KLTP mengandung indikator fluoresensi yang
membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah, asalkan senyawa yang akan
dipisahkan menyerap sinar UV. Pita penjerap yang diperkirakan mengandung
komponen campuran murni, kemudian dari pelat kaca dengan spatula, silet, atau
pengaduk karet pipih dan selanjutnya hasi kerokan ditampung. Penjerap
diletakkan di dalam corong kaca memakai kertas saring lalu diekstraksi (di elusi)
beberapa kali dengan pelarut yang cocok. Pelarut yang digunakan harus cukup
polar untuk mengekstraksi cuplikan (Gritter, 1985).
F. Spektrofotometri Ultraviolet
Di bidang farmasi, analisa spektrofotometri cahaya tampak dan ultraviolet
telah dikenal sebagai metode utama baik untuk identifikasi, karakterisasi,
pemeriksaan kemurnian maupun penetapan kadar obat. Metode ini disamping
dapat dipakai untuk analisis zat dalam jumlah atau kadar kecil, cepat, sederhana,
spesifik, sensitif dan non destruktif. Selain itu dalam batas-batas tertentu dapat
juga dilakukan analisa zat campuran (Redja, 1980).
Spektrofotometri ultraviolet merupakan tehnik analisis spektroskopik yang
memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat 190-380 nm. Satuan
yang akan digunakan untuk memberikan panjang gelombang ini adalah nanometer
( 1nm = 10-9 m) (Fessenden & Fessenden, 1986).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Spektrum ultraviolet adalah suatu gambar antara panjang gelombang atau
frekuensi serapan lawan intensitas serapan (transmitasi atau absorbansi).
Kromofor merupakan gugus yang bertanggung jawab atas peresapan cahaya pada
daerah UV-Vis. Sedangkan auksokrom merupakan gugus dengan ikatan jenuh
yang bila terikat pada sebuah kromofor akan merubah baik panjang gelombang
maupun intensitas serapan maksimum (Redja, 1980).
Panjang gelombang di mana terjadi eksitasi elektronik yang memberikan
absorban maksimum disebut panjang gelombang maksimum. Penentuan panjang
gelombang maksimum dapat digunakan untuk mengidentifikasi molekul (Mulja &
Suharman, 1995). Panjang gelombang maksimum sangat berkaitan dengan puncak
absorbsi. Pada panjang gelombang maksimum, perubahan absorbansi persatuan
konsentrasi paling besar sehingga diperoleh sensitivitas yang maksimum (Skoog,
Holler & Noeman, 1998).
Spektrum serapan kandungan tumbuhan dapat diukur dalam larutan yang
sangat encer dengan pembanding
blangko pelarut serta
menggunakan
spektrofotometer yang merekam otomatis. Senyawa tak berwarna diukur pada
panjang gelombang 200-400 nm, senyawa berwarna pada panjang gelombang
200-700 nm. Panjang gelombang serapan maksimum dan minimum pada
spektrum serapan yang diperoleh direkam (dalam nm), demikian juga kekuatan
absorbansi. Bahan yang diperlukan hanya sedikit saja karena sel spektrofotometri
baku (1 x 1 cm) hanya dapat diisi 3 ml larutan. Pengukuran spektrum yang
demikian penting pada identifikasi kandungan tumbuhan, yaitu untuk memantau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
eluat dari kolom kromatografi sewaktu pemurnian dan untuk mendeteksi
golongan senyawa tertentu (Harborne, 1987).
Karakteristik serapan suatu zat dalam pelarut tertentu, yaitu panjang
gelombang pada serapan maksimum dan daya serapnya dapat dipakai untuk
identifikasi atau penetapan kemurniannya. Tetapi cara ini tidak mutlak dapat
dijadikan kesimpulan akhir untuk menetapkan identitas suatu zat, karena zat yang
berbeda dapat menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang yang
sama. Jadi uji yang lain, seperti uji kimia dan fisika juga harus dilakukan untuk
memastikannya (Redja, 1980).
Pelarut yang banyak digunakan untuk spekstroskopi UV adalah etanol 95%.
Karena kebanyakan golongan senyawa larut dalam pelarut tersebut. Dan
sebaiknya alkohol mutlak niaga harus dihindari karena mengandung benzena yang
menyerap di daerah UV pendek (Harborne, 1987).
Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi : (1) sumber
tenaga radiasi yang stabil, (2) sistem yang terdiri atas lensa-lensa, cermin, celahcelah, dan lain-lain, (3) monokromator untuk mengubah radiasi menjadi
komponen-komponen panjang gelombang tunggal, (4) tempat cuplikan yang
transparan, dan (5) detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau
pencatat (Sastrohamidjojo, 2001).
Dari spektrum serapan maka identifikasi suatu senyawa dapat dilakukan
sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Membandingkan panjang gelombang (λ) maksimum.
Panjang gelombang pada serapan maksimum dari zat yang diperiksa
dibandingkan dengan data yang dimuat di literatur, atau zat pembanding.
2. Membandingkan serapan.
Serapan atau turunannya yang dinyatakan dengan daya serap, daya serap
molar, atau serapan jenis E (1%,1cm) dari larutan zat yang diperiksa
dibandingkan dengan data literatur atau zat pembanding.
3. Membandingkan harga resapan relatif.
Disamping menetapkan panjang gelombang serapan maksimum, dihitung
juga harga resapan relatif yaitu perbandingan serapan dari dua panjang
gelombang serapan maksimum.
4. Membandingkan spektrun serapan.
Spektrum serapan zat yang diperiksa dibandingkan dengan zat
pembanding (Redja, 1980).
Spektrokopi UV digunakan terbatas pada sistem-sistem terkonjugasi.
Keuntungan yang selektif dari serapan UV yaitu gugus-gugus yang karakteristik
dapat dikenal didalam molekul-molekul yang sangat kompleks. Glikosida saponin
dapat diidentifikasi dengan menggunakan spektrofotometer UV karena dilihat dari
strukturnya mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi, sehingga glikosida saponin
mempunyai pita serapan didaerah UV. Selain itu glikosida saponin juga memiliki
kromofor sederhana yaitu gugus tidak jenuh kovalen yang dapat menyerap sinar
tampak dan UV, hal ini disebabkan adanya transisi elektronik. Kromofor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
digunakan pada sistem yang menyebabkan terjadinya warna pada suatu senyawa
(Sastrohamidjojo, 2001 ).
G. Keterangan empirik yang diharapkan
Melalui penelitian ini, diharapkan dapat diketahui golongan glikosida
saponin dalam herba krokot.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian non eksperimental, karena di dalam
penelitian ini tidak dilakukan manipulasi atau intervensi terhadap subjek uji.
B. Definisi Operasional
1. Tanaman krokot yang digunakan untuk penelitian ini adalah krokot yang
mempunyai batang berwarna merah yang diperoleh dari sawah di Jampirejo,
Temanggung, Jawa Tengah.
2. Uji saponin secara sederhana adalah uji untuk memastikan adanya glikosida
saponin dengan menggunakan uji indeks buih, reaksi Lieberman-Burchard dan
reaksi Salkowski.
3. Isolasi glikosida saponin adalah pengambilan glikosida saponin pada herba
krokot dengan menggunakan metode KLTP.
4. Identifikasi
glikosida
saponin
secara
kualitatif
dilakukan
dengan
menggunakan metode KLT dan Spektrofotometri UV.
C. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan dan alat yang digunakan selama penelitian adalah sebagai berikut :
1. Bahan utama penelitian yaitu tumbuhan krokot yang segar diperoleh dari
sawah di Jampirejo, Temanggung, Jawa Tengah, dan bahan-bahan kimia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan derajat pro analisis, produksi MERCK yaitu anisaldehida, asam sulfat,
asam asetat anhidrida, etil asetat, kloroform, metanol, etanol, dan silika gel
GF254. Bahan pembanding sekunder glikosida saponin yaitu buah lerak
(Sapindi rarak Fructus).
2. Alat penelitian
Alat-alat gelas (Pyrex), neraca analitik (Metler Toledo), oven, seperangkat alat
refluks, Rotary vacuum evaporator ( Janke & Kunkel RV 05-ST), sintered
glass, waterbath, pipet mikroliter, seperangkat alat KLT dan KLTP,
seperangkat alat spektrofotometer ultra violet (Genesis TM 6), alat fotografi.
D. Tahapan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:
1. Determinasi tanaman krokot.
Determinasi dilakukan menggunakan buku acuan determinasi menurut Van
Stennis (1992).
2. Persiapan bahan
Persiapan yang dilakukan meliputi, pengumpulan herba, pencucian, dan
perajangan. Pengumpulan herba krokot dilakukan dan diambil dari sawah di
Jampirejo, Temanggung pada bulan Febuari 2006. Pada penelitian ini semua
bagian tanaman dapat digunakan mulai dari akar, batang, daun dan bunga.
Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan sortasi awal yaitu
memisahkan herba dari bahan asing seperti kotoran hewan, tanah, kerikil, rumput,
bagian tanaman lain yang mungkin melekat atau ikut terambil pada waktu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pengumpulan herba krokot, dan juga bahan pengotor lain yang akan mengacaukan
penelitian dan mempengaruhi hasil penelitian. Setelah itu herba krokot dicuci
dengan air mengalir agar kotoran yang sudah lepas dari herba tidak menempel
kembali sehingga herba yang akan digunakan benar-benar bersih. Herba yang
sudah dicuci dengan air mengalir dirajang halus untuk memperoleh ukuran herba
yang lebih kecil.
3. Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik
Pemeriksaan
organoleptik
dan
makroskopik
dilakukan
berdasarkan
pengamatan terhadap rasa, warna, bau, dan bentuk herba krokot. Pemeriksaan ini
diharapkan dapat memberikan informasi mengenai ciri khas yang dapat digunakan
untuk pengenalan terhadap tanaman krokot.
4. Uji pendahuluan
a. Uji indeks buih
Sebanyak 500 mg herba segar yang akan diperiksa, dihancurkan, kemudian
dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambahkan air kemudian dikocok kuat-kuat
selama 10 detik. Terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit
(Anonim,1995).
b. Reaksi Lieberman- Burchard
Diambil sebanyak 3 mg bahan (herba segar yang sudah dihancurkan), dipanasi
dengan 1 ml asam asetat anhidrida lalu ditetesi dengan asam sulfat pekat 2 tetes,
jika terbentuk warna hijau biru menandakan adanya senyawa steroid dan jika
terbentuk warna merah muda sampai merah menandakan adanya senyawa
triterpenoid (Bruneton,1999).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Reaksi Salkowski
Sebanyak 3 mg krokot yang sudah dihancurkan, ditambah kloroform,
kemudian ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat. Apabila terbentuk warna kuning
yang lama-kelamaan berubah menjadi merah tua membuktikan adanya senyawa
triterpenoid (Paech and Tracey,1955).
5. Penyarian glikosida saponin dari herba krokot dan buah lerak (Sapindi
rarak Fructus) yang digunakan sebagai pembanding.
Sebanyak 20 gram herba krokot diekstraksi menggunakan pemanasan
dengan refluks selama 10 menit dengan 50ml etanol 70%. Kemudian filtrat yang
didapat diuapkan. Lalu 25-40 μl dari fraksi etanol tersebut digunakan untuk
Kromatografi Lapis Tipis (Wagner, 1984).
Sebanyak 2 gram buah lerak diekstraksi menggunakan pemanasan dengan
refluks selama 10 menit dengan 10ml etanol 70%. Kemudian filtrat yang didapat
diuapkan. Lalu 25-40 μl dari fraksi etanol tersebut digunakan sebagai pembanding
pada uji Kromatografi Lapis Tipis (Wagner, 1984).
6. Pemeriksaan pendahuluan glikosida saponin dengan KLT
Pemisahan dengan metode KLT ini menggunakan fase diam silika gel GF254
dan fase gerak etil asetat, metanol, air (100:16,5:13,5 v/v). Pada titik pertama
lempeng ditotolkan ekstrak etanol buah lerak (pembanding) sebanyak 25 μl dan
pada titik kedua ditotolkan ekstrak etanol herba krokot dengan jumlah yang sama.
Jarak penotolan 1,5 cm dari tepi bawah lempeng dengan jarak pengembangan 10
cm. Setelah elusi mencapai batas tersebut, lempeng diangkat dan dikeringkan di
udara selama 10 menit, lalu diamati dengan sinar tampak, dibawah lampu UV 254
nm dan 365 nm. Kemudian, disemprot dengan pereaksi anisaldehida-asam sulfat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LP, dipanaskan pada suhu 1100C selama 5-10 menit lalu diamati dengan sinar
tampak.
7. Isolasi glikosida saponin herba krokot dengan metode KLT Preparatif
Isolasi atau pemisahan glikosida saponin dari senyawa-senyawa lain
dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP). Tebal
penjerap yang digunakan adalah 0,6 mm dengan ukuran pelat kaca 15 x 10 cm.
Metode ini menggunakan fase diam silika gel GF254 dan fase geraknya adalah etil
asetat, metanol, air (100:16,5:13,5 v/v).
Ekstrak etanol dari herba krokot ditotolkan berupa pita atau garis di pelat
KLTP dengan menggunakan pipet mikroliter 5µl. Jumlah totolan pada satu baris
ada 10 totolan. Jumlah cuplikan yang ditotolkan adalah 25µl tiap totolan. Karena
jika jumlah cuplikan yang ditotolkan terlalu sedikit dikhawatirkan bercak yang
timbul sulit diidentifikasi karena kurang tebal. Setelah dikembangkan dengan
menggunakan fase geraknya, dilihat pada sinar UV 254nm dan 365nm. Pita
penjerap yang diperkirakan mengandung glikosida saponin dikerok. Hasil
kerokannya dikumpulkan untuk kemudian dilarutkan dengan etanol Pa dan
disaring dengan sintered glass. Hasil yang diperoleh diuapkan sampai kering.
Kemudian dihitung bobot keringnya. Filtrat yang diperoleh itu diperkirakan isolat
glikosida saponin. Filtrat yang merupakan isolat glikosida saponin herba krokot
kemudian diuji kemurniannya dengan KLT multi eluen dan diidentifikasi dengan
spektrofotometri ultra violet.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8.
Pemeriksaan kemurnian dengan metode KLT multi eluen
Uji kemurnian
dengan metode KLT multi eluen pada penelitian ini
menggunakan silika gel GF254 sebagai fase diam dan menggunakan 3 fase gerak
yang berbeda. Ketiga fase gerak yang digunakan adalah :
1. etil asetat, metanol, air dengan perbandingan volume 100:16,5:13,5 v/v.
2. kloroform, metanol dengan perbandingan volume 95 : 5 v/v.
3. kloroform, metanol, air dengan perbandingan volume 70: 30: 4 v/v
Pada lempeng ditotolkan isolat glikosida saponin yang sebelumnya telah
dilarutkan dengan etanol. Cuplikan ditotolkan sebanyak 50 µl dengan jarak 1,5
cm dari tepi bawah lempeng. Selanjutnya ketiga lempeng dielusi dengan ketiga
fase gerak tersebut dalam bejana yang sudah dijenuhkan dengan batas elusi 10
cm. Setelah elusi mencapai batas tersebut, lempeng diangkat dan dikeringkan di
udara selama 10 menit, lalu diamati dengan sinar tampak, dibawah lampu UV 254
nm dan 365 nm. Selanjutnya disemprot dengan pereaksi anisaldehida-asam sulfat
LP, dipanaskan pada suhu 1100 C selama 5-10 menit lalu diamati dengan sinar
tampak.
9 Spektrofotometri Ultra Violet (UV)
Isolat yang berisi glikosida saponin herba krokot diencerkan dengan etanol
sesuai dengan kadar pengenceran yang di butuhkan, larutan ini kemudian dibaca
serapannya dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200-350 nm.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
E. Tata Cara Analisis Hasil
Data yang telah diperoleh berupa data kualitatif dan akan dipaparkan secara
eksploratif deskriptif.
Analisis kandungan kimia herba krokot, dalam hal ini untuk mengetahui
golongan glikosida saponin dilakukan dengan cara uji pendahuluan yang berupa
uji indeks buih dan reaksi warna (reaksi Liebermann-Burchard dan reaksi
Salkowski). Selain itu untuk analisis golongan glikosida saponin pada herba
krokot dilakukan juga KLT, dengan cara membandingkan warna bercak dan hRf
dari ekstrak herba krokot dan ekstrak buah lerak (yang digunakan sebagai
pembanding ) secara kualitatif.
Isolasi glikosida saponin herba krokot dilakukan dengan metode KLT
preparatif, sedangkan uji kemurnian isolat dengan menggunakan metode KLT
multi eluen. Analisis hasil KLT multieluen dilihat dari kromatogramnya yang
hanya menghasilkan satu macam bercak. Untuk menambah data dilakukan juga
analisis secara kualitatif dengan menggunakan spektrofotometri UV untuk melihat
identitas dari isolat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi
Tanaman krokot yang akan digunakan dalam penelitian ini dideterminasi
terlebih dahulu. Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan bahwa
tanaman yang diteliti sesuai dengan yang dimaksud sehingga tidak terjadi
kekeliruan pada jenis tanaman yang digunakan dalam penelitian ini. Determinasi
dilakukan menggunakan buku acuan determinasi menurut Van Stennis (1992).
Berdasarkan hasil determinasi dapat disimpulkan bahwa tanaman yang
digunakan dalam penelitian ini benar yaitu Portulaca oleracea L. (krokot)
(lampiran 1).
B. Persiapan bahan
Tanaman krokot yang digunakan sebagai bahan penelitian diambil di
daerah sawah karena tanaman krokot merupakan tanaman liar berupa gulma yang
biasanya banyak tumbuh di daerah sawah (lampiran 2). Herba yang digunakan
pada penelitian ini digunakan herba segar, dengan alasan bahwa herba krokot sulit
untuk dikeringkan karena mengandung banyak air. Jika dipaksakan dikeringkan
maka herba tersebut justru akan busuk. Untuk itu lebih dipilih menggunakan
herba segar untuk penelitian ini, walaupun bahan yang digunakan menjadi
semakin banyak dibandingkan jika menggunakan herba kering.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Herba krokot dirajang halus dimaksudkan untuk memperkecil ukuran
diameter herba, agar luas permukaan herba yang kontak dengan pelarut semakin
besar sehingga zat aktif atau senyawa aktif yang terlarut dalam pelarut lebih
banyak.
C. Hasil Pemeriksaan Organoleptik dan Makroskopik
Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik herba krokot dilakukan
berdasarkan pengamatan terhadap bentuk, rasa, warna, dan bau dari herba
tersebut. Dari hasil pemeriksaan didapat hasil:
Rasa
: asam agak sepet
Warna : akar berwarna coklat ; batang berwarna coklat ungu kemerahan
; daun berwarna hijau tua bunga berwarna kuning.
Bau
: baunya seperti sayuran pada umumnya
Bentuk : daun berbentuk bundar telur ; bunga berkelompok, keluar dari
ujung-ujung cabang ; mahkota bunga kecil, berjumlah 5 ;
batang merebah, bentuk bulat, lunak dan berair, tidak berkayu.
D. Uji pendahuluan
1.
Uji indeks buih
Dari uji tersebut dihasilkan data bahwa setelah dibiarkan lebih kurang 10
menit buih mencapai tinggi lebih kurang 5 cm. Hal tersebut menunjukkan bahwa
herba krokot mengandung saponin. Hasil uji yang diperoleh tersebut sudah sesuai
dengan ketentuan yang digunakan sebagai panduan (Anonim,1995) yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terbentuknya buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit. Dapat
terbentuk buih dikarenakan oleh sifat saponin yang dapat menurunkan tegangan
permukaan air. Seperti sabun atau detergen, saponin mempunyai molekul besar
yang mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik (hidrofobik). Dalam air, molekul
saponin mensejajarkan atau meluruskan diri secara vertikal pada permukaannya,
dengan gugus lipofilik (hidrofobik) menjauhi air (gambar 2 ).
k
i
ofil
li p
s
u
g
gu
29
30
20
21
19
gu g
u
E
s hi
12
drof
22
il ik
18
13
17
28
11
C
COO H
D
25
9
14
16
gugus hidrofilik
26
15
1
R1
8
2
10
A
B
27
3
7
5
O
4
6
H
H
OH
H
23
R2
24
O
H
H
Gambar 2. Mekanisme terbentuknya buih
Dengan adanya air, gugus hidrofil akan berikatan dengan air sedangkan
gugus hidrofob akan menjauhi air atau mengarah ke atas (udara). Bagian polar
(hidrofil) dapat bergabung dengan molekul air, tetapi bagian nonpolar (hidrofob)
ditolak karena gaya adhesif yang dapat terjadi dengan air lebih kecil dibandingkan
dengan gaya kohesif antara molekul-molekul air. Akibatnya zat tersebut
diadsorpsi pada antarmuka air-udara (Martin,1993) ( gambar 3 ).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 3. Adsorpsi molekul-molekul saponin padabatas antar permukaan
air-udara.
Adsorpsi molekul saponin pada permukaan air dapat mengakibatkan
penurunan tegangan permukaan air yang dapat menimbulkan buih. Buih
merupakan suatu struktur yang relatif stabil yang terdiri dari kantong-kantong
udara terbungkus dalam lapisan tipis cairan, dispersi gas dalam cairan yang
distabilkan oleh suatu zat penurun tegangan permukaan. Dengan adanya alasan ini
saponin diklasifikasikan sebagai zat penurun tegangan permukaan (Mills,2000).
2.
Reaksi Liebermann-Burchard
Uji reaksi ini dilakukan untuk membuktikan ada tidaknya senyawa
triterpenoid atau steroid dalam herba krokot. Karena reaksi ini positif dengan
kebanyakan triterpenoid dan steroid. Hasil dari uji reaksi ini menunjukkan bahwa
herba krokot mengandung senyawa triterpenoid, karena setelah dipanasi dengan
asam asetat anhidrat sebagai pereaksi menghasilkan warna kuning kecoklatan
yang berubah menjadi merah keunguan setelah ditetesi dengan asam sulfat yang
berfungsi sebagai oksidator (gambar 4 ).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
30
20
21
19
E
12
22
18
13
17
28
11
C
H 2SO 4
COO H
D
25
9
14
16
26
+
(CH 3 CO)2O
15
1
R1
8
2
10
A
27
B
3
7
5
4
6
OH
H
23
24
R2
Asam asetat anhidrat
Glikosida saponin triterpenoid
29
30
20
21
19
E
12
22
18
13
17
28
11
C
COOH
D
CH 3 COOH
25
9
14
16
+
26
15
1
R1
8
2
10
A
B
27
3
7
5
4
6
H
CH3 COO
23
24
R2
Glikosida saponin triterpenoid
( Warna merah keunguan )
Gambar 4. Reaksi Liebermann-Burchard
Dimana R1 dan R2 , merupakan rantai samping dari struktur saponin
triterpenoid yang biasanya berbeda satu sama lain tergantung jenisnya. Misalnya
Hederagenin
: R1 = H , R2 = CH2OH
Gypsogenin
:
R1 = H , R2 = CHO
Asam oleat
:
R1 = H , R2 = CH3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Reaksi Salkowski
3.
Reaksi warna lain yang digunakan adalah reaksi Salkowski. Reaksi ini
untuk menentukan atau mempertegas bahwa senyawa yang terdapat dalam herba
krokot adalah triterpenoid. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil positif adanya
warna kuning kecoklatan yang lama-kelamaan berubah menjadi merah tua setelah
ditambah dengan asam sulfat pekat. Kloroform digunakan sebagai pelarut, karena
aglikon yang terdapat dalam herba krokot larut dalam kloroform. Sedangkan asam
sulfat pekat yang ditambahkan digunakan sebagai katalis dalam reaksi tersebut.
Dari warna yang terbentuk herba krokot mengandung saponin golongan
triterpenoid (gambar 5).
29
30
20
21
19
E
12
22
18
13
17
28
11
C
COO H
D
25
9
14
16
+
H 2 SO 4
26
15
-H +
1
R1
8
2
10
A
B
27
3
7
5
4
6
OH
H
23
24
R2
Glikosida saponin triterpenoid
29
30
20
21
19
E
12
22
18
13
17
28
11
C
COO H
D
25
9
14
16
26
15
1
R1
8
2
10
A
B
3
27
7
5
4
6
H
O
23
24
R2
Glikosida saponin triterpenoid
( warna merah tua )
Gambar 5. Reaksi Salkowski
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dari hasil uji pendahuluan ini dapat disimpulkan bahwa senyawa ini
merupakan saponin jenis triterpenoid (lampiran 3).
E. Penyarian Senyawa Glikosida Saponin
Pelarut polar yang digunakan pada proses penyarian ini adalah etanol
70%. Digunakan pelarut etanol karena kedua jenis saponin (triterpenoid dan
steroid) larut dalam air dan etanol (Robinson,1995).
Penyarian glikosida saponin dalam penelitian ini menggunakan cara
penyarian digesti. Digesti merupakan cara maserasi yang dimodifikasi, yaitu
dengan menggunakan pemanasan. Cara ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia
yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan (Anonim,1986). Prinsip dasar dari
penyarian yang dilakukan yaitu pemanasan pada bahan herba segar krokot di
dalam pelarut etanol 70% selama 10 menit setelah suhu pemanasan dicapai yaitu
0
sekitar 78
C. Digunakan pemanasan dalam penyarian ini, karena sifat saponin
yang tahan terhadap pemanasan. Dilihat dari strukturnya yang rigid dan planar
maka saponin bersifat sangat stabil dalam keadaan apapun.
Herba krokot yang digunakan untuk penyarian ini sebanyak 20 gram di
dalam cairan penyari (etanol 70%) sebanyak 50 ml. Ekstrak yang diperoleh dari
proses penyarian disaring dan dikumpulkan, kemudian diuapkan di atas waterbath
untuk memperoleh ekstrak etanol herba krokot yang lebih pekat sebanyak 5 ml
yang akan digunakan untuk proses penelitian lebih lanjut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
F. Pemeriksaan Pendahuluan Glikosida Saponin dengan KLT
Pemeriksaan glikosida saponin pada herba krokot dilakukan untuk
mengetahui saponin jenis apa yang terkandung di dalam ekstrak etanol herba
krokot. Hal tersebut dapat ditentukan berdasarkan harga hRf dan warna bercak
yang
ditimbulkan
dibandingkan
dengan
pembanding
yang
digunakan.
Pembanding sekunder yang digunakan disini adalah buah lerak, digunakan
pembanding tersebut karena sesuai dengan penelitian yang lalu bahwa buah lerak
mengandung saponin triterpenoid golongan β-amirin (Yanuarsih, 2001). Hal
tersebut diperkuat dengan adanya jurnal yang menyebutkan bahwa buah lerak
mengandung sekitar 12% saponin triterpenoid (Siti,1998).
Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF254 dan fase gerak yang
digunakan dalam penelitian ini adalah etil asetat, metanol, air (100:16,5:13,5 v/v)
yang bersifat non polar. Sehingga KLT pada penelitian ini termasuk kromatografi
fase normal, karena fase diam bersifat polar dan fase gerak bersifat non polar
(tabel 1, gambar 6).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel I .
Hasil kromatogram KLT pendahuluan dengan menggunakan fase
diam silika gel GF245 dan fase gerak etil asetat, metanol, air
(100:16,5:13,5 v/v)
Warna bercak
No
Nama bercak
hRf
bercak
A1
UV254nm
UV365nm
hijau
kuning
muda
terang
10
Sinar tampak (deteksi
anisaldehide-asam
sulfat)
ungu tua
A2
28
kuning
kelabu
ungu coklat
A3
42
hijau
kelabu
Ungu biru
A4
55
hijau
kelabu
hijau
A5
89
hijau
kelabu
hijau keunguan
B1
11
kelabu
kuning
A
(Pembanding)
merah
muda
hijau
B
B2
38
kelabu
coklat
terang
(Sampel)
merah
B3
51
hijau
hijau
orange
B4
89
hijau
kelabu
Keterangan :
A (pembanding) = ekstrak etanol buah lerak
B (sampel)
= ekstrak etanol herba krokot
hijau keunguan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 6. Hasil kromatogram KLT pendahuluan denganmenggunakan fase
diam silika gel GF245 dan fase gerak etil asetat, metanol, air
(100:16,5:13,5 v/v), dengan deteksi pereaksi anisaldehid-asam
sulfat dipanaskan pada suhu 1100C selama 5 – 10 menit
Keterangan gambar : A = ekstrak etanol buah lerak
B = ekstrak etanol herba krokot
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dari hasil kromarogram dapat dilihat bahwa terdapat 5 bercak yang
berasal dari cuplikan pembanding (ekstrak buah lerak) dan 4 bercak dari cuplikan
sampel (ekstrak herba krokot). Dari bercak tersebut terdapat 2 bercak yang
mempunyai harga hRf dan warna bercak yang hampir sama. Bercak tersebut
adalah bercak A4 dan B3, begitu juga dengan kedua bercak dari A5 dan B4. Dari
tabel dapat dilihat untuk bercak A4 dan B3, mempunyai hRf 55 dan 51 dengan
warna bercak setelah disemprot dengan pereaksi anisaldehid-asam sulfat dan
dipanaskan 1100C selama 5-10 menit, keduanya menghasilkan warna hijau.
Begitu juga dengan bercak A5 dan B4, mempunyai hRf 89 dengan warna bercak
setelah disemprot dengan pereaksi anisaldehid-asam sulfat dan dipanaskan 1100C
selama 5-10 menit, keduanya menghasilkan warna hijau keunguan.
Warna tampak meredam pada sinar UV 254 yang berarti bahwa terdapat
gugus kromofor dan ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik jenis apa
saja pada senyawa tersebut. Sebenarnya tidak ada saponin yang dapat dideteksi
atau diamati secara spesifik dengan menggunakan sinar lampu UV 254 dan 365
nm, kecuali asam glycyrrhetic (Wagner, 1984). Jadi untuk memperjelas
identifikasi saponin harus menggunakan pereaksi semprot seperti anisaldehidasam sulfat. Digunakan pereaksi tersebut karena berdasarkan dari hasil orientasi
yang dapat menunjukkan intensitas warna yang lebih baik (gambar 7).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
H + + HSO 4 -
H2SO 4
29
30
20
21
19
OCH3
E
12
22
18
13
17
28
11
C
H+
COOH
D
+
25
9
14
16
26
15
1
R1
8
2
10
A
27
B
C
3
7
5
4
6
OH
H
O-
23
H
24
R2
Saponin triterpenoid
anisaldehid
29
30
20
OCH3
21
19
E
12
22
18
13
17
28
11
C
COOH
+
D
25
9
14
16
26
15
1
R1
+C
8
2
10
A
27
B
3
7
5
4
6
H
OH
OH
H
23
R2
24
29
30
20
21
19
E
12
22
-H+
18
13
17
28
11
C
COOH
D
25
9
OCH3
14
16
26
OH
15
1
R1
8
2
10
A
B
3
6
O
C
H
23
24
R2
H
H
27
7
5
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
30
20
21
19
E
12
22
18
13
17
28
11
C
CO OH
D
25
9
14
OCH 3
16
26
15
OH
1
R1
8
2
10
A
B
27
3
7
5
4
6
O
C
H
23
[O ]
24
R2
H
29
30
20
21
19
E
12
22
18
13
17
28
11
C
C OOH
D
25
9
14
16
+
OCH 3
H2
26
15
1
O
R1
8
2
10
A
27
B
3
7
5
4
6
O
C
H
23
24
R2
warna hijau
Gambar 7. Reaksi antara saponin triterpenoid dengan deteksi
anisaldehid-asam sulfat
Disimpulkan bahwa
bercak B3 dan B4 merupakan glikosida saponin
triterpenoid dilihat dari hasil hRf dan warna bercak yang hampir mirip dengan
pembanding. Hal tersebut ditunjang juga dengan adanya literatur, yang
menyatakan bahwa glikosida saponin triterpenoid memiliki rentang hRf sekitar
50-89 (Stahl, 1973). Selain itu dari hasil penelitian sebelumnya tentang aglikon
saponin yang menyatakan bahwa hRf saponin triterpenoid golongan β-amirin
sekitar 55 dengan warna hijau setelah dideteksi dengan anisaldehid-asam sulfat
(Yanuarsih, 2001). Bercak tersebut diyakini sebagai saponin triterpenoid dan
bukannya saponin steroid, karena dari literatur disebutkan bahwa saponin steroid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mempunyai hRf pada rentang 60-69, 83-87 yang dengan pereaksi asam
kebanyakan menghasilkan warna kuning (Tarigan,1980).
G. Isolasi Glikosida Saponin Herba Krokot dengan Metode KLT Preparatif
Ekstrak etanol glikosida saponin di isolasi secara KLTP untuk
mendapatkan jumlah yang memadai yang nantinya digunakan untuk analisis
saponin tahap selanjutnya. Digunakan metode isolasi secara KLTP, karena
merupakan cara yang baik jika dikerjakan dengan benar dan tepat.
Isolasi dilakukan dengan menggunakan fase diam silika gel GF254 dan fase
gerak etil asetat, metanol, air (100:16,5:13,5 v/v), karena pada KLT sebelumnya
menghasilkan bercak dengan pemisahan yang lebih baik secara visibel, dibawah
sinar UV 365 dan UV 254 dan setelah disemprot dengan deteksi.
Cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan pada pelat dan dikembangkan
secara tegak lurus pada pita penotolan cuplikan sehingga campuran akan terpisah
menjadi beberapa pita. Jumlah cuplikan yang ditotolkan adalah 25µl tiap totolan.
Karena jika jumlah cuplikan yang ditotolkan terlalu sedikit dikhawatirkan bercak
yang timbul sulit diidentifikasi karena kurang tebal.
Pemisahan dari KLTP ini menghasilkan 4 bercak berupa pita dengan hRf
18, 24, 51, 79 dilihat pada sinar UV 254nm dan 365nm. Untuk analisis lebih
lanjut diambil 2 bercak pada hRf 51 dan 79 yang memiliki intensitas warna lebih
kuat dan diprediksi sebagai saponin karena mendekati nilai hRf pada KLT
pendahuluan. Hasil KLTP orientasi dapat dilihat pada kromatogram (Tabel II dan
gambar 8).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel II . Hasil kromatogram KLTP dengan menggunakan fase diam silica
gel GF245 dan fase gerak etil asetat, metanol, air (100:16,5:13,5 v/v), dengan
0
deteksi pereaksi anisaldehid-asam sulfat dipanaskan pada suhu 110
C selama
5 – 10 menit.
Warna bercak
Nama
bercak
B
(sampel)
Keterangan :
No
hRf
bercak
B1
18
B2
B3
B4
24
51
79
UV
254 nm
Merah
muda
kelabu
hijau
hijau
UV
365 nm
Sinar tampak (deteksi
Anisaldehid-Asam
sulfat)
kelabu
orange
kelabu
kelabu
kelabu
Ungu keabu-abuan
Hijau tua
Hijau keunguan
B (sampel) = ekstrak etanol herba krokot
Gambar 8. Hasil kromatogram KLTP sampel (ekstrak etanol herba krokot) dengan
menggunakan fase diam silica gel GF245 dan fase gerak etil asetat,
metanol, air (100:16,5:13,5 v/v), dengan deteksi pereaksi anisaldehid
0
asam sulfat dipanaskan pada suhu 110
C selama 5 – 10 menit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dari hasil kromatogram tersebut yang dikerok adalah bercak B3 dan B4
dengan intensitas warna hijau dilihat pada UV 254 nm. Hal tersebut sesuai dari
hasil KLT pendahuluan yang diprediksi merupakan saponin. Maka untuk analisis
lebih lanjut, untuk bercak B3 diberi nama isolat 1 dan untuk bercak B4 diberi
nama isolat 2. Kedua bercak yang membentuk pita tersebut dikerok dan dilarutkan
dalam etanol.
Setelah dilarutkan dengan etanol, kedua isolat tersebut diuapkan untuk
memperoleh bobot keringnya. Dari 10 lempeng KLTP yang dilakukan diperoleh
hasil (tabel III).
Tabel III . Hasil isolat glikosida saponin yang diperoleh dari KLTP
Nama isolat
Berat isolat kering
Isolat 1
6,8 mg
Isolat 2
3,2 mg
Dari hasil bobot kering yang diperoleh, dapat diprediksi bahwa dari 2,5 ml
(2500μl) ekstrak etanol herba krokot mengandung 10 mg (6,8mg + 3,2mg)
glikosida saponin triterpenoid. Walaupun harga tersebut tidak mutlak sepenuhnya,
karena tidak bisa dipastikan. Isolat 1 dibuat konsentrasi 0,2 % sedangkan untuk
isolat 2 dibuat konsentrasi 0,1%. Konsentrasi isolat dibuat demikian dengan
pertimbangan agar jumlah kedua isolat tersebut cukup untuk digunakan analisis
lebih lanjut.
Selanjutnya dari hasil isolat 1 dan 2 masing-masing dianalisis untuk uji
kemurnian dengan menggunakan metode KLT multi eluen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
H. Pemeriksaan Kemurnian dengan Metode KLT multi eluen
Uji kemurnian ini dilakukan untuk memastikan apakah senyawa yang telah
dipisahkan benar-benar murni hasil dari isolasi senyawa yang diinginkan, dan
tidak tercampur dengan senyawa lain. Masing-masing isolat 1 dan 2 diuji
kemurniannya dengan 3 macam fase gerak yang berbeda, jika isolat tersebut
murni dari 1 senyawa maka hanya akan menimbulkan satu macam bercak.
Pemilihan 3 fase gerak tersebut berdasarkan dari sifat saponin yang bersifat polar,
maka agar dapat mengelusi saponin dengan baik digunakan fase gerak yang
bersifat lebih non polar. Ketiga macam fase gerak yang digunakan tersebut juga
sesuai dengan literatur yang ada, yang pernah diterapkan sebelumnya
(Wagner,1984).
Masing-masing isolat ditotolkan sejumlah 50 µl, karena jumlah tersebut dapat
menghasilkan intensitas warna bercak yang cukup jelas sehingga mudah dalam
identifikasinya (tabel IV dan gambar 9,10,11,12).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel IV. Hasil kromatogram KLTmultieluen dengan menggunakan fase diam
silica gel GF245 dengan deteksi pereaksi anisaldehid-asam sulfat
dipanaskan pada suhu 1100C selama 5 – 10 menit
Warna bercak
Nama
Sinar tampak (deteksi
No
Fase gerak
hRf
isolat
Anisaldehid -Asam
254 nm
365 nm
sulfat)
Hijau
etil asetat,metanol,air
85
1
Ungu muda kuning
Ungu kemerahan
(100:16,5:13,5 v/v)
terang
Hijau
Kloroform,metanol
2
81
Ungu
Ungu muda kuning
ISOLAT
(95 : 5 v/v)
1
terang
Hijau
Kloroform,metanol,
3
83
Ungu
Ungu muda kuning
air (70: 30: 4 v/v)
terang
Hijau
Ungu
etil asetat,metanol,air
1
83
Ungu kemerahan
kuning
(100:16,5:13,5 v/v)
muda
terang
Hijau
Kloroform,metanol
2
Ungu
82
Ungu kemerahan
kuning
ISOLAT
(95 : 5 v/v)
muda
2
terang
Hijau
Kloroform,metanol,
3
Ungu
81
Ungu kemerahan
kuning
air (70: 30: 4 v/v)
muda
terang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
2
Gambar 9. Hasil kromatogram KLTmulti eluen isolat 1 dengan menggunakan
fase diam silica gel GF245 dengan deteksi pereaksi anisaldehid0
asam sulfat dipanaskan pada suhu 110
C selama 5 – 10 menit
Keterangan gambar :
1 = isolat 1 dengan fase gerak etil asetat, metanol, air (100:16,5:13,5 v/v)
2 = isolat 1 dengan fase gerak kloroform, metanol (95 : 5 v/v)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Gambar 10. Hasil kromatogram KLT multi eluen isolat 1 dengan
menggunakan fase diam silica gel GF245 dengan deteksi pereaksi
anisaldehid-asam sulfat dipanaskan pada suhu 1100C selama 5 –
10 menit
Keterangan gambar :
3 = isolat 1 dengan fase gerak kloroform, metanol, air (70: 30: 4 v/v)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
Gambar11.
2
Hasil kromatogram KLTmulti eluen isolat 2 dengan
menggunakan fase diam silica gel GF245 dengan deteksi
0
pereaksi anisaldehid-asam sulfat dipanaskan pada suhu 110
C
selama 5 – 10 menit
Keterangan gambar :
1 = isolat 2 dengan fase gerak etil asetat, metanol, air (100:16,5:13,5 v/v)
2 = isolat 2 dengan fase gerak kloroform, metanol (95 : 5 v/v)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Gambar12.Hasil kromatogram KLTmulti eluen isolat 2 dengan menggunakan
fase diam silica gel GF245 dengan deteksi pereaksi anisaldehidasam sulfat dipanaskan pada suhu 100C selama 5 – 10 menit
Keterangan gambar :
3 = isolat 2 dengan fase gerak kloroform, metanol, air (70: 30: 4 v/v)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dari hasil KLT multi eluen tersebut dapat dilihat bahwa, dari kedua isolat
tersebut sama-sama menghasilkan satu macam bercak pada kromatogramnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua isolat tersebut merupakan senyawa
murni hasil isolasi. Tetapi dari hasil kromatogram tersebut terdapat suatu
kejanggalan, yaitu dari kedua isolat tersebut setelah diuji kemurniannya ternyata
menghasilkan hRf dan warna bercak yang hampir mirip (setelah disemprot
menggunakan pereaksi anisaldehid-asam sulfat dan dipanaskan selama 5-10 menit
dan dilihat pada sinar tampak). Padahal dari hasil KLT pendahuluan dan hasil
KLT preparatif kedua isolat tersebut memiliki hRf dan warna bercak yang berbeda
satu sama lain, walaupun keduanya diprediksi sebagai glikosida saponin. Untuk
isolat 1 , hRf dari ketiga kromatogramnya adalah 85, 81, 83 dengan warna bercak
ungu, hal tersebut ternyata berbeda dengan hasil KLT pendahuluan dan KLTP
yang mempunyai hRf 51 dengan warna bercak hijau. Sedangkan untuk isolat 2 ,
hRf ketiga kromatogram KLT multi eluen 83, 82, 81 dengan warna bercak merah
keunguan., hasil tersebut hampir mirip jika dibandingkan dengan KLT
pendahuluan dan KLT preparatif, yaitu hRf 89 dengan warna bercak pada sinar
tampak hijau keunguan.
Hasil KLT multi eluen dari isolat 1 bisa berbeda dari KLT pendahuluan,
diprediksikan karena ketidakstabilan dari rantai samping yang terdapat dalam
struktur kimia saponin triterpenoid. Seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa
struktur kimia saponin triterpenoid sangat rigid dan planar, sehingga dengan
kondisi apapun tidak mungkin berubah. Tetapi dalam struktur kimia saponin
terdapat rantai samping (R1 dan R2 ) yang berbeda-beda tergantung jenisnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dengan adanya ketidakstabilan rantai samping tresebut dapat mempengaruhi hasil
bercak pada KLT multi eluen. Untuk memastikan lebih dalam lagi tentang hal ini,
maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Maka dari itu dapat disimpulkan, untuk isolat 2 dapat dipastikan kemurnian
senyawanya dan disimpulkan bahwa isolat 2 termasuk glikosida saponin jenis
triterpenoid. Sedangkan untuk isolat 1, walaupun hasilnya berbeda dari yang
diprediksikan tetapi dapat dipastikan kemurniannya dan kemungkinan termasuk
glikosida saponin jenis triterpenoid. Karena hasil dari uji kemurnian isolat 1
hampir mirip dengan hasil isolat 2, dilihat dari hRf dan warna bercaknya.
I. Spektrofotometri Ultra Violet (UV)
Pemeriksaan spektra dengan spektrofotometer UV ini dilakukan untuk
melihat identitas atau pencirian dari kedua isolat, yaitu dengan cara melihat
panjang gelombang (λ) maksimum dari isolat 1 dan isolat 2 dan bentuk spektra
yang dihasilkan dari kedua isolat. Dari hasil KLT pendahuluan dan KLTP, warna
bercak dan hRf nya berbeda dari hasil KLT multi eluen, sehingga pemeriksaan
spektra ini dilakukan untuk memastikan apakah kedua isolat tersebut merupakan
jenis senyawa yang sama.
Pemeriksaan spektra dengan spektrofotometer UV ini dilakukan pada
panjang gelombang 200 – 350 nm karena senyawa tersebut tidak berwarna.
Blangko yang digunakan adalah etanol, yang disesuaikan dengan pelarut
senyawanya. Etanol memenuhi persyaratan pelarut untuk spektrofotometri UV,
yaitu tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi, tidak terjadi interaksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan molekul senyawa yang dianalisis, dan kemurnian atau derajat untuk
analisisnya tinggi.
Hasil spektra isolat 1 menunjukkan puncak tunggal pada panjang
gelombang 224 nm. Untuk isolat 2 menunjukkan puncak tunggal pada panjang
gelombang 221 nm. Dilihat dari selisih panjang gelombang isolat 1 dan isolat 2
sebesar 3 nm (masih dalam batas toleransi), dan bentuk spektra kedua isolat yang
hampir mirip, maka dapat dikatakan bahwa isolat 1 dan isolat 2 merupakan dua
jenis senyawa yang sama. Sehingga disimpulkan kedua isolat tersebut merupakan
senyawa golongan saponin triterpenoid (gambar 13, 14).
Dari jurnal yang diperoleh, disebutkan bahwa absorbansi maksimum isolat
triterpenoid dalam tumbuhan krokot pada panjang gelombang 209,0 nm (Efendi,
1995). Hasil spektra panjang gelombang maksimum tersebut berbeda dengan hasil
spektra panjang gelombang maksimum yang diperoleh dari penelitian ini (221 nm
dan 224 nm). Hal tersebut dikarenakan dalam jurnal tersebut hanya
mencantumkan hasil absorbansi maksimum isolat triterpenoid secara umum dan
bukannya saponin triterpenoid. Selain itu penelitian dalam jurnal tersebut
menggunakan pelarut yang berbeda dengan yang digunakan dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini menggunakan pelarut etanol yang bersifat lebih polar,
sedangkan penelitian yang disebutkan dalam jurnal tersebut menggunakan pelarut
eter minyak tanah yang bersifat lebih nonpolar. Polaritas semakin tinggi maka
akan mempengaruhi bentuk, intensitas, dan letak serapan maksimum dari
spektrum peresapan suatu zat (Redja,1980). Spektrofotometri UV merupakan
metode yang spesifik dan sensitif, sehingga dengan adanya perbedaan pelarut,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kadar larutan, tebal larutan, kalibrasi alat, dan lain sebagainya akan dapat
menyebabkan
perbedaan
panjang
gelombang
maksimum
yang
didapat
(Redja,1980).
Isolat 1 dengan konsentrasi 0,02% menunjukkan puncak tunggal dengan
panjang gelombang maksimum (224 nm) dengan absorbansi sekitar 0,7.
Sedangkan untuk isolat 2 dengan konsentrasi 0,01% baru dapat menunjukkan
puncak tunggal gelombang maksimum (221 nm) dengan absorbansi sekitar 0,8.
Adanya perbedaan konsentrasi dan absorbansi yang diperoleh dikarenakan
perbedaan kandungan senyawa yang terkandung di dalam isolat. Selain itu
konsentrasi yang digunakan untuk pengukuran spektra berbeda, karena didasarkan
pada perolehan absorbansi yang lebih baik jika berada pada rentang 0,2 – 0,8
(Skoog,1998).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 13. Hasil spektra λ max isolat 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 14. Hasil spektra λ max isolat 2
Untuk memastikan bahwa kedua spektra isolat tersebut memang benarbenar spektra isolat hasil isolasi yang dilakukan, dan bukannya spektra pelarut
yang digunakan maka dapat dilihat bentuk spektra etanol 70% sebagai berikut :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 15. Hasil spektra λ max. etanol 70%
Bentuk spektra dan panjang gelombang maksimum dari isolat 1 dan 2, jika
dibandingkan dengan bentuk spektra dan panjang gelombang maksimum dari
etanol sangat berbeda, sehingga dapat dipastikan bahwa hasil spektra isolat 1 dan
2 merupakan spektra isolat murni hasil isolasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Herba krokot mengandung glikosida saponin golongan triterpenoid.
B. Saran
1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang uji stabilitas dari isolat 1
senyawa tersebut dengan menggunakan metode KLT. Dengan cara
setelah isolasi, isolat diperiksa hasil kromatogramnya tiap hari dengan
metode KLT.
2.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan golongan
saponin triterpenoid ( α-amirin, β-amirin, Lupeol ) yang terkandung
dalam herba krokot.
3.
Isolasi glikosida saponin dalam herba krokot dengan menggunakan
metode lain, misal kromatografi kolom.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1986, Sediaan Galenik, 4-27, Departemen Kesehatan RI , Jakarta.
Anonim, 1995, Materia Medika Indonesia, 210-215,336, Departemen Kesehatan
RI, Jakarta.
Brotosisworo, S, 1979, Obat Hayati Golongan Glikosida, 44-45, Fakultas Farmasi
UGM, Yogyakarta.
Bruneton, J, 1999, Pharmacognosy Phytochemistry Medical Plant,2nd edition,
677-680, translated by Caroline K. Halton, Intercept Ltd., New York.
Djauhariya, E, 2004, Gulma Berkhasiat Obat, 96-99, Penebar Swadaya, Jakarta.
Efendi, Irwan, 1995, Pemeriksaan Pendahuluan Kandungan Kimia Tumbuhan
Krokot
(Portulaca
oleracea
Linn.),
Available
from
http://iptek.apjii.or.id/artikel/ttg tanaman_obat/depkes/buku 1/1-25 , Di
akses pada 17 Desember 2006, 20:18:52 .
Evans, W.C, 2002, Pharmacognosy, fifteenth edition, W.B SAUNDERS, 289299, New York.
Fessenden, J.R., & Fessenden, S.J., 1986, Organic Chemistry, Third Edition, 136137, diterjemahkan oleh Aloysius Hadyana Pudjaatmaka, Ph.D, Erlangga,
Jakarta.
Gritter,
J.R, Bobbit, J.M, Schwarting, A.E., 1985, Introduction to
Chtomatography, Terbitan ke-2, diterjemahkan oleh Kosasih
Padmawinata, 107-115, 141-147, ITB, Bandung.
Harborne, JB, 1987, Phytochemical Methods, Terbitan kedua diterjemahkan oleh
Padmawinata.K dan Soediro L, 14-15, 21-24,147-156, ITB, Bandung.
Hostettmann, K, Hostettmann, M, Marston, A , 1995, Preparatif Chromatography
Techniques, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, 9-11, ITB,
Bandung.
Martin, Alfred, Swarbrick,James, Cammarata,Arthur, 1993, Physical Pharmacy,
diterjemahkan oleh Yoshita, 922-951, UI-Press, Jakarta.
Mills, S, 2000, Principles and Practise of Phytoteraphy, 43-47, Churchill
Livingstone, China.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Mulja, M.H., Soeharman, 1995, Analisis Instrumental, 6-11, 26-32, 236-238,
244, Airlangga University Press, Surabaya.
Paech, K and Tracey, M.V, 1995, Modern Methoden der Pflanzenanalyse, vol III,
64, Springer-Verlag, Berlin.
Robinson, T, 1995, The Organic Constituent of Higher Plants, diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, edisi VI, 156-158, ITB,
Bandung.
Redja, W., 1980, Teori Dasar Analisa Farmasi, Ed I, 99-102, 109, Sekolah Tinggi
Laboratorium Kimia Farmasi, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Sastrohamidjojo, H, 2001, Spektroskopi, 11-12, 22-23, 39, Lieberty Yogyakarta,
Yogyakarta.
Sastrohamidjojo, H,
Yogyakarta.
2002,
Kromatografi,
26-36,
Lieberty
Yogyakarta,
Siti, Nunik, 1998, Penggunaan Buah Lerak Sapindus Rarak De Candole sebagai
Insektisida, Available from http://digilib.litbang.depkes.go.id , Di akses
pada 17 Desember 2006, 20:36:04 .
Skoog, D.A., Holler, F.J., Noeman, T.A., 1998, Principles of Instrumental
Analysis, Fifth Ed., 11-14, 314-316, 329-332, Harcout Brace College,
Philadelphia.
Stahl, E, 1973, Drug Analisis by Chromatography, diterjemahkan oleh Kosasih
Padmawinata dan Soediro L, 119-123, ITB-Press, Bandung.
Tarigan, Ponis, 1980, Sapogenin Steroid, 151, Penerbit Alumni, Bandung.
Van Steenis, C.G.G.J, 1992, Flora, cetakan ke-6, 34-37,48-56,182-183,
PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Wagner, H , Bladt, S, Zgainski, E.M, 1984, Plant Drug Analysis, 225-227,
translated by Th.A.Scott, Springer-Verlag, Berlin.
William,Dudley H, Fleming, Ian, 1980, Spectroskopic Methods in Organic
Chemistry, 24-25, McGrow-Hill book company, UK.
Yanuarsih, Sri Siswati, 2001, Isolasi dan Identifikasi Aglikon Saponin Herba
Lerak (Sapindus rarak D.C), Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Download