II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kayu Kayu adalah jaringan vascular yang menghantarkan air dan garam-garam mineral yang diserap akar keseluruh bagian tumbuhan dan sekaligus sebagai penunjang mekanik, selain itu kayu merupakan bahan mentah yang dapat diproses untuk dijadikan barang sesuai dengan kemajuan teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat yang tidak dapat ditiru oleh bahan-bahan lain, yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan penggunaan, baik kayu pertukangan, kayu industri maupun kayu bakar (Abdurrohim, 2004). Kayu dapat juga disebut sebagai suatu bahan yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut, setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dimanfaatkan untuk sesuatu tujuan penggunaan. Pusat penelitian dan pengembangan hasil hutan sudah menyimpan contoh kayu lebih kurang 4.000 jenis pohon yang mencakup 119 suku, 675 marga dan 3.233 jenis, yang dikumpulkan sejak Tahun 1915. Pohon yang kayunya dikenal dalam perdagangan sampai saat ini diperkirakan 400 jenis spesies, tercakup dalam 198 marga dari 68 suku. Selanjutnya berdasarkan pertimbangan persamaan ciri dan sifat, kayu dari jenis pohon tersebut dikelompokkan kembali menjadi 186 nama perdagangan, dengan nama perdangan masing-masing (Abdurrohim, 2004). 2.2. Perkembangan Mebel di Indonesia6 Mebel sebenarnya merupakan artifak baru bagi masyarakat Jawa setelah meredupnya kebudayaan Hindu di tanah Jawa dan mulai memasuki era pemerintahan kolonial. Semasa kebudayaan Hindu, masyarakat Jawa telah memiliki sejenis ‘mebel’, baik yang terbuat dari batu, kayu, bambu maupun logam. Beberapa jenis singgasana raja, sejenis lemari batu, lampu batu dan hiasan ruang, masih dapat dilihat pada sejumlah peninggalan yang ditinggalkannya. Meskipun terjadi perubahan dalam gaya hidup masyarakat Jawa pengaruh ragam 6 Perkembangan Mebel Indonesia. 2009.http://invitedtodesign.com [09 Oktober 2009] hias Hindu masih bertahan dan mengalami proses akulturasi dengan artifak baru tersebut. Kemampuan orang Jawa membuat mebel sebenarnya telah ada sejak masa peralihan dari kebudayaan Hindu-Budha ke kebudayaan Islam, kemudian berkembang semasa pemerintahan kolonial, dan puncaknya ditandai dengan kemampuan mengekspor beberapa jenis kursi ke pelbagai negara, antara lain: “Burgomaster chair” atau dikenal dengan kursi “Bakul” secara besar-besaran ke benua Eropa oleh Burgomaster (berkebangsaan Belanda) pada Tahun 1650. Kemudian pada masa VOC juga terdapat upaya mengimpor mebel dari Eropa, khsususnya Perancis yang kemudian di Jawa disebut model “Perancisan” pada Tahun 1700. Hal tersebut masih berlanjut pada masa pemerintahan Thomas Stanford Raffles, seorang Gubernur Jenderal yang mewakili pemerintahan Inggris di Jawa (1811-1816), dengan mendatangkan kursi Eropa dengan gaya Rococo di Perancis abad ke-15, kemudian kursi tersebut dikenal oleh masyarakat pertukangan sebagai kursi “Rafflesan”. Keraton merupakan refleksi dari kebudayaan Jawa yang berakulturasi dengan kebudayaan asing kemudian berkembang di masyarakat, bahkan untuk hal tertentu merupakan refleksi kualitas terbaik dari kebudayaan yang tumbuh di sekitarnya. Hal itu terlihat pada desain bangunan keraton, pakaian para raja hingga mebel yang menjadi bagian dari kehidupan keraton itu. Pengaruh Budaya Eropa Di wilayah Yogyakarta, sejak bangsa Eropa, Portugis, Inggris, dan Belanda datang ke tanah Jawa, kebudayaan Jawa mulai terpengaruh oleh kebudayaan Eropa tersebut. Gaya estetik yang sebelumnya banyak dipengaruhi kebudayaan Hindu, yang kemudian disebut kebudayaan Hindu-Jawa, mulai memudar dan sedikit demi sedikit berubah menjadi gaya Jawa-Eropa. Mebel jenis Portugis berkembang pada beberapa jenis mebel yang awalnya dibawa bangsa Portugis ke tanah Jawa. Hal ini terjadi karena pada Tahun 1510 bangsa Portugis pernah berhubungan langsung dengan masyarakat sekitar Jawa. Yaitu dengan membandingkan ciri-ciri visual model Portugisan dengan model pada ’kebudayaan Portugis’ di negeri asalnya. Masa tersebut di Portugis sendiri dikenal sebagai periode ’kebudayaan Spanyol’. 12 Model Kompeni diperkirakan berkembang pada masa kekuasaan Kompeni di Jawa yaitu sekitar abad ke 17. Hadirnya Model Kompeni mencerminkan adanya akulturasi antara ragam Eropa dan Cina. Pengaruh Eropa terlihat dari bentuk kaki sedangkan pengaruh ragam Cina terlihat pada bentuk-bentuk lengkung pembatas bidang, terutama pada bidang; sandaran kursi. Hal ini terjadi karena beberapa negara berkembang di Eropa mulai muncul perhatian dan rasa senang terhadap seni Timur. Hal yang paling disenangi adalah yang berasal dari kebudayaan atau kesenian Cina. Perkembangan gaya “campuran” ini mencapai puncaknya di Inggris pada masa pemerintahan Queen Anne, Tahun 1702-1714. Selanjutnya gaya ini disebut model Queen Anne. Model Kompeni ndapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Model Mebel Kompeni/Queen Anne Sumber : http://invitedtodesign.com/2009/03/perkembangan-mebel-diindonesia/ Model mebel Perancis dilihat dari segi visual, terdapat kesesuaian dengan model mebel di Perancis pada jaman Louis XIV, karena Perancis pernah berkuasa di Jawa dan Daendels sebagai seorang Gubernur Jenderal yang mewakili 13 pemerintahan Napoleon di Jawa. Di masa ini diterapkan tata cara baru yaitu mengharuskan pihak keraton menyediakan perlengkapan permebelan bagi Residen atau para pembesar Belanda yang bertamu. Bukti yang mendukung adanya pengaruh model mebel Perancis adalah adanya jenis mebel yang menurut sebutan di Jawa dinamakan lemari komodo dan kursi “medallion”. Prinsip dasar model Perancis adalah merubah bentuk kaku dan garis lurus, menjadi bentuk yang lembut atau luwes. Model Perancis dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Mebel Model Perancis Sumber : http://invitedtodesign.com/2009/03/perkembangan-mebel-diindonesia/ Tahun 1804 merupakan awal perkembangan dunia industri mebel di Jepara, dan di abad ke-19 itu merupakan abad penting dalam pertumbuhan industri seni dan kerajinan di wilayah Nusantara pada masa kolonial. Kegiatan industri seni dan kerajinan merupakan bagian perekonomian masyarakat Jawa. Di abad ke-20 mebel ukir berhasil memasuki rumah-rumah hunian kalangan atas masyarakat kolonial. Produk mebel dihasilkan pada waktu itu antara 14 lain berupa kursi dan bangku teras berukuran panjang yang dikombinasikan dengan rotan dan menyerupai kursi buatan industri mebel Moris dan Co yang dibuat pada Tahun 1893 di Eropa. Hal itu dapat dilihat pada alas duduk dan sandaran kursi dan juga meja tamu. Di antara kursi-kursi yang di produksi tersebut di atas yang paling populer adalah kursi yang kemudian disebut sebagai kursi model ’Majapahitan’ yaitu kursi dengan ukiran dengan ragam hias corak Majapahit berupa paduan ragam hias Hindu, Mataram dan Yogya ditambah dengan penggunaan rotan untuk sandaran punggung dan alas sarana duduk. Mebel model Majapahitan dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Mebel Model Majapahitan Sumber : http://invitedtodesign.com/2009/03/perkembangan-mebel-diindonesia/ 2.3. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian usaha yang bergerak dibidang mebel sebelumnya juga dilakukan oleh Styowati (2008), yaitu mengenai strategi pemasaran mebel kayu (studi kasus di sentra industri kecil Pondok Bambu, Jakarta Timur). Alat analisis yang digunakan yaitu analisis regresi dan analisis SWOT. Hasil penelitian untuk persamaan regresi pemasaran mebel kayu Y= 9.001 – 0.6798 X1 – 1.4834 X2 – 1.4834 X3 + 0.4818 X4 dengan nilai R2 sebesar 51.3persen. Uji signifikansi model menunjukkan bahwa nilai F Hitung sebesar 6.57 yaitu pada taraf α = 1persen. Faktor-faktor yang mempengaruhi volume penjualan mebel kayu (Y) 15 adalah variasi produk (X1), harga mebel (X2), sistem distribusi (X3) dan promosi (X4). Hubungan antara volume penjualan dengan variabel variasi produk, harga mebel, dan sistem distribusi adalah nyata (significant) dengan arah hubungan negatif. Artinya semakin sedikit variasi produk, makin rendah harga mebel, dan semakin efisien sistem distribusi; maka volume penjualan mebel makin besar. Semetara hubungan antara volume penjualan dengan variabel promosi adalah tidak nyata dengan arah hubungan positif. Artinya kegiatan promosi tidak berpengaruh nyata terhadap volume penjualan mebel. Hal ini dikarenakan sumber bahan baku dan disain produk mebel antar industri relatif sama, sudah dalam bentuk produk setengah jadi dari Jepara. Posisi pasar berdasarkan matrik SWOT pada kuadaran I yaitu posisi SO (Strength-Opportunities) artinya industri kecil mebel harus menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Strategi SO yang diterapkan adalah menjual produk dengan harga lebih murah, meningkatkan pelayanan kepada konsumen, memanfaatkan lokasi yang strategis untuk menarik pelanggan dan meningkatkan kualitas produk. Berdasarkan penelitian Arissa (2008) mengenai analisis kelayakan finansial dan bauran pemasaran mebel kayu studi kasus di CV Anditya Furniture, Bogor, Jawa Barat. Dapat dilihat bahwa yang berpengaruh terhadap perusahaan mebel adalah perubahan harga input, terutama bahan baku. Penelitian tersebut dilaksakan pada bulan Mei-Juni 2008, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui potensi dan kendala pengusahaan mebel kayu ditinjau dari aspek teknis, dan aspek institusional. Analisis kelayakan usaha mebel kayu dilakukan berdasarkan kriteria NPV, BCR, dan IRR, mengetahui jangka waktu pengembalian investasi (payback period) perusahaan jika terjadi peningkatan biaya produksi dan penurunan harga produk, mengetahui strategi bauran pemasaran yang dilakukan oleh CV Anditya Furniture. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa pengusahaan mebel kayu memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan, dimana ditinjau dari aspek institusional, pengusahaan mebel kayu dapat dijalankan untuk berbagai skala usaha, sedangkan pada aspek teknis pengusahaan mebel kayu merupakan jenis usaha yang banyak diusahakan di Indonesia dengan menggunakan teknologi yang dapat dikuasai masyarakat. 16 Berdasarkan hasil analisis dapat dikatakan bahwa usaha mebel kayu yang dilaksanakan oleh CV Anditya Furniture layak untuk dilaksanakan karena dapat memberikan keuntungan pada perusahaan, dari hasil analisis kelayakan finansial pada tingkat suku bunga 10 persen diperoleh NVP sebesar Rp. 3.225.554.289,-. Perhitungan B/C rasio diperoleh nilai sebesar 2,19 persen artinya bahwa setiap pengeluaran sebesar Rp. 1,- akan memberikan manfaat sebsar Rp. 2,19,- dan perhitungan IRR diperoleh nilai sebesar 34,12 persen. Berdasarkan kriteria pengembalian investasi perusahaan dari perhitungan diperoleh masa pengembalian investasi perusahaan sekitar 2 tahun 8 bulan, artinya dalam jangka waktu tersebut biaya investasi yang dikeluarkan dapat kembali. Semakin cepat jangka waktu pengembalian investasi, maka usaha yang dijalankan semakin baik. Hasil analisis sensitivitas perusahaan menunjukkan usaha mebel kayu sensitif terhadap perubahan biaya. Berdasarkan perhitungan apabila terjadi penurunan harga sebesar 10 persen nilai NPV turun sebesar 57,21 persen, BCR turun sebesar 15,07 persen, sedangkan IRR turun sebesar17,62 persen, begitu juga dengan payback period yang mengalami kemunduran sekitar 6 bulan, dari perhitungan tersebut masih dalam kondisi layak. Lain halnya apabila terjadi peningkatan biaya produksi sebesar 10persen, nilai NPV mengalami penurunan sebesar 80 persen, dari perhitungan BCR turun sebesar 43,40 persen, sedangkan IRR mengalami penurunan dari kondisi normal sebesar 18,09 persen, dan nilai dari perhitungan payback period memperoleh nilai sebesar 4,96 yang mengalami kemunduran sekitar 2,15 tahun. CV Anditya telah melaksanakan aspek bauran pemasaran dengan baik, tetapi perlu diperhatikan dalam aspek distribusi pada komponen sarana transportasi. Penelitian tentang usaha mebel juga dilakukan Rahayu (2005) yaitu mengenai analisis pengambilan keputusan strategi peningkatan daya tarik investasi sektor industri mebel di Kabupaten Jepara povinsi Jawa Tengah. Dari hasil penelitian ini faktor sosial ekonomi sangat berpengaruh terhadap industri mebel di Jepara. Identifikasi strategi peningkatan daya tarik investasi sektor industri mebel di Kabupaten Jepara meliputi Kelembagaan, Sosial Politik, Ekonomi Daerah, Tenaga Kerja dan Infrastruktur Fisik dimana indikator-indikator tersebut merupakan indikator yang digunakan dalam penelitian KPOOD pada 17 Tahun 2002, 2003 dan 2004 yang menitikberatkan pada pemeringkatan daya tarik investasi kabupaten/kota di Indonesia. Analisis dari indikator-indikator tersebut didasarkan pada permasalahan yang terjadi di Kabupaten Jepara sehubungan dengan indokator-indikator yang dianalisis. Penetapan program strategis didasarkan pada pemanfaatan potensi dan kemampuan lokal Kabupaten Jepara yang bertujuan untuk memecahkan berbagai permasalahan yang krusial melalui optimisasi sumberdaya daerah yang relatif luas. Hasil analisis yang diperoleh untuk mencapai tujuan meningkatkan daya tarik investasi di sektor industri mebel adalah pemerintahan Kabuparen Jepara memprioritaskan indikator sosial politik menjadi indikator yang paling utama dalam menyusun strategi. Hal ini dikarenakan sosial politik di Jepara sangat berpengaruh dalam industri mebel di Jepara. Sub indikator yang diprioritaskan untuk indikator sosial politik adalah keamanan. Indikator yang menjadi prioritas kedua adalah tenaga kerja dan infrastruktur fisik. Dalam indikator tenaga kerja lebih meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja, sementara untuk infrastruktur fisik, skenario yang dipilih adalah meningkatkan ketersediaan serta kualitas jalan darat dan listrik. Indikator yang menjadi prioritas ketiga adalah indikator ekonomi daerah yang lebih menekankan potensi ekonomi terutama meningkatkan indeks pembangunan manusia. Program yang dijalankan sejalan penigkatakan IPM Jepara adalah pendidikan, kesehatan dan ketenagakerjaan. Trisdawanto (2004) melakukan penelitian mengenai strategi pemasaran mebel kayu pada CV Permata 7 di Kabupaten Wonogiri. CV Permata 7 merupakan perusahaan mebel yang menggarap pasar luar negeri (ekspor). Dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa kelemahan dari usaha mebel antara lain adalah harganya yang mahal dan juga fluktuasi dari bahan baku. Namun perusahaan ini masih dihadapkan pada permasalahan seperti penentuan dan penetapan strategi pemasaran yang tepat guna menghadapi lingkungan yang selalu berubah dan semakin kompetitif. CV Permata 7 harus mampu membuat suatu perencanaan yang menyeluruh, terintegrasi dan komprehensif untuk dijadikan pedoman bagi perencanaan fungsi-fungsi operasional perusahaan. Kegiatan produksi di CV Permata 7 dimulai dari proses perencanaan bahan baku sampai dengan pengemasan. Bahan baku yang digunakan berupa barang setengah jadi 18 yaitu mebel dalam bentuk kasar yang belum dihaluskan. Setelah pembelian bahan baku tahap selanjutnya dalam proses produksi adalah proses seleksi bahan baku melalui quality control yang sangat ketat agar keseragaman mebel dapat dihasilkan. Setelah tahap penyortiran bahan baku, dilakukan penghalusan kemudian dicat dengan menggunakan pelitur kayu. Dalam kegiatan produksi perusahaan selalu mengadakan quality control agar didapatkan produk yang berkualitas. Dengan menggunakan analisis matriks IFE didapatkan faktor internal yang menjadi kekuatan utama bagi CV Permata 7, yaitu pengalaman dalam menghasilkan produk-produk yang berkualitas dan loyalitas distributor yang kuat, sedangkan kelemahan utama adalah harga relatif mahal. Hasil analsis matriks EFE, menunjukkan bahwa faktor eksternal yang menjadi peluang bagi CV Permata 7 adalah kebijakan yang mendukung perkembangan usaha kecil dan menengah, sedangkan yang menjadi ancaman perusahaan adalah fluktuasi harga bahan baku. Berdasarkan penjumlahan total skor terbobot pada matriks IFE-EFE maka didapatkan hasil masing-masing sebesar 2,916 dan 2,693. Skor terbobot tersebut dipetakan dalam matriks IE, maka posisi perusahaan saat ini berada di kuadran V, yang berarti strategi yang diterapkan perusahaan adalah Growth and Stability Strategy. Berdasarkan posisi perusahaan tersebut maka strategi tingkat perusahaan yang dapat diimplementasikan adalah strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Hasil analisis matriks SWOT menunjukkan ada empat alternatif strategi. Berdasarkan keempat alternatif strategi yang dimasukkan dalam analisis QSPM diperoleh prioritas strategi pertama adalah penetrasi pasar dengan cara mempertahankan dan meningkatkan hubungan dengan distributor melalui peningkatan pelayanan serta mencari pemasok alternatif yang dapat memberikan bahan baku dengan mutu yang sama dengan harga yang relatif murah dengan jumlah total nilai data tarik sebesar 5,728. Saran yang diberikan oleh penulis yaitu : 1. CV Permata 7 melakukan penetrasi pasar dengan cara mempertahankan dan meningkatkan hubungan dengan distributor melalui peningkatan pelayanan serta mencari pemasok alternatif yang dapat memberikan bahan baku dengan mutu yang sama dengan harga yang relatif murah. 2. Meningkatkan kerjasama dengan bebagai pihak termasuk kerja sama dengan pemerintah dalam mengembangkan 19 pemasaran produk keluar negeri dan juga memasarkan produknya kedalam negeri, khususnya dalam mendapatkan distributor/pembeli potensial yang baru. 3. CV Permata membentuk tim kerja khusus untuk pemasaran dalam rangka mencari pasar potensial baru dan pembeli-pembeli potensial melalui penelusuran informasi kepada berbagai pihak guna meningkatkan volume penjualan. Dari penelitian yang telah dilakukan dan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, terdapat persamaan, perbedaan dan hal-hal yang mungkin akan dimanfaatkan oleh penulis di dalam menulis skripsi. Dari hasil penelitian terdahulu ada beberapa hal yang dimanfaatkan ataupun dijadikan acuan bagi penulis. Hal yang menjadi acuan atau yang dimanfaatkan penulis adalah kondisi eksternal dan internal dari perusahaan yang bergerak dibidang mebel. Walaupun akan terdapat perbedaan dilapangan, tetapi hal tersebut dapat memberikan gambaran serta acuan bagi penulis didalam pelaksanakan penelitian. Alat analisis serta pengolahan data penelitian terdahulu juga menjadi acuan karena ada beberapa penelitian yang menggunakan alat analisis yang sama dengan penulis. Hal ini menjadi acuan terutama di dalam menghasilkan strategi yang tepat bagi perusahaan. Persamaan antara penelitian terdahulu dan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yaitu, terdapat pada subjek penelitian yaitu mebel. Penelitian tersebut dilakukan pada perusahaan yang bergerak dibidang mebel, baik yang menghasilkan produk setengah jadi ataupun produk jadi. Persamaan lainnya yaitu pada alat analisis yang digunakan, beberapa dari penelitian tersebut menggunakan matriks SWOT dan matriks IE di dalam tahap pencocokkan. Sementara perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu, terdapat pada tema penelitian/pokok bahasan yang akan dibahas. Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yaitu mengenai strategi pengembangan usaha, dimana penelitian yang dilakukan sebelumnya belum ada yang membahas tentang strategi pengembangan usaha pada mebel. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut, akan digunakan oleh penulis sebagai acuan di dalam analisis eksternal dan internal perusahaan. Walaupun lokasi dan perusahaan yang berbeda (perusahaan yang diteliti ada yang bergerak dibidang ekspor, setengah jadi dan barang jadi), tetapi hal tersebut setidaknya dapat memberikan gambaran kepada penulis mengenai masalah-masalah yang akan dihadapi di lapangan. Penelitian ini 20 juga bertujuan untuk melengkapi penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga pembaca semakin mengerti dan memahami perusahaan yang bergerak di bidang mebel. Tabel 7. Penelitian Terdahulu Nama Judul Styowati (2008) Strategi Alat Analisis Pemasaran Mebel Analisis Regresi dan Kayu (Studi Kasus di Sentra Analisis SWOT Industri Kecil Pondok Bambu, Jakarta Timur) Arissa (2008) Analisis Kelayakan Finansial NPV, BCR, IRR, dan dan Bauran Pemasaran Mebel Payback Period Kayu Studi Kasus di CV Anditya Furniture, Bogor, Jawa Barat Rahayu (2005) Analasis Pengambilan Keputusan Kelembagaan, Strategi Sosial Politik, Ekonomi Peningkatan Investasi Analisis Daya Sektor Tarik Daerah, Tenaga Kerja Industri dan Infrastruktur Fisik Mebel di Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah Trisdawanto (2004) Strategi Pemasaran Mebel Matriks IE, Matriks Kayu Pada CV Permata 7 di SWOT dan QSPM Kabupaten Wonogiri 21