KONSENTRASI LOGAM BERAT Cd DALAM AIR LAUT, SEDIMEN

advertisement
THE CONCETRATION OF HEAVY METAL Cd IN MARINE WATER, SEDIMENT AND
MUSCLE OF GREEN MUSSEL AROUND MARINE ESTUARINE OF MAKASSAR
Liestiaty Fachruddin dan Musbir
Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.
ABSRACT
Industry activity and population crowded in Makassar city could increase heavy metal
contaminant in estuarine water. The objective of the study was to analysis the
concentration of heavy metal Cd in marine water, in sediment, and in mussel muscle
around marine estuarine of Makassar. The concentration of heavy metal Cd in water
entrance of Tallo River was 0,06 mg/l and Losari Beach Makassar was 0,054 mg/l. This
condition was exceed than quality stadard of marine water for tourism and marine
organism. On the other hand, the concentration of heavy metal Cd in sedimen had not
been given a biological effect on marine organism. The concentration of heavy metal
Cd in muscle of green mussel from Losari Beach and Kayangan island less than
maximum standard for food consumption safety. In contras, the concentration of Cd in
green mussel from entrance of Tallo River was exceed than maximum standard for
food consumption safety.
Keywords: Heavy metal Cd, marine water, sediment, green mussel
KONSENTRASI LOGAM BERAT Cd DALAM AIR LAUT, SEDIMEN DAN DAGING
KERANG HIJAU (Perna viridis) DI PERAIRAN PANTAI MAKASSAR
ABSTRAK
Kegiatan industri dan kepadatan penduduk di Kota Makassar bisa mengakibatkan
terjadi peningkatan buangan kontaminan logam berat ke dalam lingkungan perairan
pantai. penelitian bertujuan untuk menganalisis konsentrasi logam berat dalam air laut
, dalam sedimen, dan dalam daging kerang hijau yang berada di perairan pantai
Makassar. Konsentrasi logam berat Cd pada air di pantai muara Sungai Tallo adalah
0,06 mg/l dan pantai Losari Makassar 0,054 mg/l jauh melebihi baku mutu air laut baik
untuk keperluan pariwisata maupun untuk keperluan organisme perairan. Sebaliknya
konsentrasi logam Cd dalam sedimen di perairan pantai Makassar belum menimbulkan
efek biologis pada organisme perairan. Konsentrasi Cd pada daging kerang hijau di
muara Sungai Tallo adalah 3,49 mg/kg, melebihi standar maksimum untuk keamanan
konsumis pangan.
Kata Kunci: Logam Berat Cd,air laut, sedimen, kerang hijau
PENDAHULUAN
Dewasa ini kegiatan industri semakin berkembang dan kepadatan penduduk di
semakin meningkat di perkotaan. Akibatnya, terjadi peningkatan buangan kontaminan
ke dalam lingkungan perairan pantai. Kontaminan ini diakumulasikan di dalam tubuh
1
kerang sampai pada konsentrasi yang melebihi konsentrasi pada
lingkungan
sekitarnya. Kontaminan ini bisa berada dalam tingkat beracun yang menimbulkan efek
biologi pada manusia yang mengkonsumsi kerang. Buangan logam berat ke dalam
lingkungan perairan, baik esensial seperti Fe, Zn, Cu maupun non esensial seperti Hg,
Cd, Pb merupakan racun bagi organisme hidup bila berada dalam konsentrasi yang
tinggi (Anandraj et al.2002; Andersen 1996; Pyatt et al. 2002). Banyak logam berat
terakumulasi kedalam organisme dan beberapa juga terakumulasi dalam rantai
makanan (Andersen 1996; Han et al.1994; Scheifler et al.2002).
Sejak Golberg (1975) memperkenalkan “mussel watch” dengan menggunakan
kerang laut sebagai cara memonitor kontaminasi di perairan estuaria dan pantai, maka
penggunaan kerang laut sebagai bioindikator pencemaran perairan pantai telah
digunakan secara luas di berbagai negara (Andersen et al. 1996; Claisse 1989; Cossa
1988; Fabris et al. 1994; NAS 1980; Triquet et al. 1986; Viarenggo & Canesi 1991),
Akan tetapi hanya sedikit studi dan laporan hasil penelitian menyangkut hal tersebut di
perairan tropis bahkan belum ada sama sekali penelitian menyangkut distribusi
kontaminan logam berat dalam setiap jaringan tubuh kerang di perairan Makassar.
Kerang hijau (Mytilus viridis) sangat melimpah di perairan pantai Makassar dan
merupakan makanan populer baik di pedesaan maupun di perkotaan.
Kerang hijau
dapat dijadikan sebagai organisme surveilance.karena termasuk spesies yang dapat
mengakumulasi logam ke dalam jaringan tubuhnya, hidup menetap (sessile), memiliki
umur yang relatif panjang, berada dalam jumlah yang cukup banyak untuk keperluan
analisis, dapat mentolerir perubahan suhu dan salinitas dengan range yang besar
(Phillip 1977).
Di Sulawesi Selatan, kerang hijau adalah makanan populer baik di pedesaan
maupun di perkotaan namun kurang publikasi tentang konsentrasi logam berat dalam
daging kerang. Disamping itu dengan minimnya pengetahuan masyarakat serta
kurangnya informasi yang tersedia maka masyarakat akan menghadapi bahaya resiko
kesehatan melalui konsumsi kerang yang mengandung logam berat yang tinggi. Oleh
karena itu, penelitian bertujuan untuk menganalisis konsentrasi logam berat dalam air,
dalam sedimen, dan dalam daging kerang hijau yang berada di perairan pantai
Makassar.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di perairan pantai Makassar dari bulan April sampai
dengan Juli 2009, dengan memilih tiga stasion pengambilan sampel yakni: (1) Perairan
Pantai Losari dimana perairan ini dekat lokasi padat penduduk dengan asumsi bahwa
banyak limbah yang terbuang dari pemukiman; (2) perairan muara Sungai Tallo dimana
perairan ini dekat daerah industri dengan asumsi bahwa banyak limbah yang terbuang
dari Kawasan Industri Makassar; (3) perairan pantai pinggiran kota dimana perairan ini
jauh dari pemukiman dan daerah industri dengan asumsi bahwa perairan tersebut tidak
tercemar.
Sampel kerang dan sedimen diambil dari setiap stasion. Sampel kerang untuk
analisis logam berat diambil dari tiga stasion dengan menggunakan tangan secara
acak. Kemudian disimpan pada freezer dengan temperatur –20 0C Sampel sedimen
untuk analisis logam berat juga diambil dengan menggunakan sedimen core yang
2
berukuran panjang 30 cm dan diameter 5,2 cm. Semua sampel sedimen diangkut ke
laboratorium untuk di analisis. Pengambilan sampel pada setiap stasion dilakukan
ulangan sebanyak tiga kali. Kemudian sampel dianalisis untuk mengetahui konsentrasi
logam berat Cd dengan menggunakan alat Perkin-Elmer Analyst 300 Atomic Absorption
Spectrometer (The Perkin Elmer Corporation. 1994).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tiga lokasi yang dijadikan pengambilan sampel yaitu pertama, perairan muara
Sungai Tallo sebagai daerah yang berdekatan dengan kawasan industri Makassar dan
inddustri kapal indonesia. Kedua, perairan laut pantai Losari sebagai daerah yang
berdekatan dengan perkotaan sebagai tempat pembuangan limbah perkotaan. Ketiga,
perairan laut sekitar pulau Kayangan. baik air laut, sedimen maupun kerang hijau
Konsentrasi logam berat kadmium (Cd) dalam air laut di perairan pantai Makassar
ditampilkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Konsentrasi Logam Berat Cd Dalam Air Laut Perairan Pantai Makassar.
Gambar 1 memperlihatkan bahwa konsentrasi Cd pada air di muara Sungai Tallo
adalah 0,06 mg/l, pantai Losari 0,054 mg/l dan air Pulau Kayangan 0,001 mg/L. Secara
umum konsetrasi logam berat Cd pada seluruh air di pantai Makassar jauh melebihi
baku mutu air laut baik untuk keperluan pariwisata maupun untuk keperluan organisme
perairan (Tabel 1).
3
Tabel 1. Konsentrasi Logam Berat Cd Berdasarkan Baku Mutu Air Laut Menurut SK
MEN KLH No. 51/1/2004.
Satuan
No.
1.
Parameter Logam
Kadmium (Cd)
mg/L
Pariwisata
0,005
Baku Mutu
Organisme Perairan
0,008
Konsetrasi logam berat Cd yang tertinggi berada pada air laut di muara Sungai
Tallo. Hal ini disebabkan bahwa pembuangan limbah dari Kawasan Industri Makassar
bermuara pada Sungai Tallo. Kemudian diikuti oleh pantai Losari yang merupakan
tempat bermuaranya drainase perkotaan dan pemukiman. Sebaliknya konsetrasi Cd
dalam ar air laut di Pulau Kayangan adalah rendah karena air yang terbawa arus ke
area tersebut mengalami pengenceran sehingga konsetrasinya menurun. Selanjutnya
Konsentrasi logam berat kadmium (Cd) dalam Sedimen di perairan pantai Makassar
ditampilkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Konsentrasi Logam Berat Cd Dalam Sedimen Laut di Perairan Pantai Makassar
Gambar 2 memperlihatkan bahwa konsentrasi Cd pada sedimen laut di muara
Sungai Tallo adalah 1,65 mg/kg, pantai Losari 1,1 mg/kg dan Pulau Kayangan 0,01
mg/kg. Tingginya konsetrasi Cd pada sedimen muara Sungai Tallo dan pantai Losari
karena buangan limbah dari industri dan dari perkotaan. Hal ini dibenarkan oleh Cossa
(1988) dan Phillips (1991) bahwa pencemaran sedimen pada pantai perkotaan
sebagain besar berasal dari limbah padat, limbah cair, limbah rumah tangga dan
limbahperkotaan.
Konsentrasi maksimum dari logam Cd dalam sedimen yang dapat diterma oleh
organisme perairan adalah sebesar 1 mg/kg. Konsentrasi Cd yang menimbulan efek
biologis adalah sebesar 8,6 mg/kg. Konsentrasi logam berat dalam sedimen lebih tinggi
dibanding konsentrasi dalam air laut di perairan pantai Makassar , hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor antara lain pertama unsur logam Cd cenderung terikat dengan
partikel dan gravitasi maka partikel-partikel tersebut tenggelam ke dasar dan
mengalami deposisi di sedimen. Kedua semakin halus tekstur sedimen maka semakin
kuat sedimen mengikat logam. Selanjutnya Konsentrasi logam berat kadmium (Cd)
dalam daging kerang hijau di perairan pantai Makassar ditampilkan pada Gambar 4.
4
Gambar 3.
Konsentrasi Logam Berat Cd Dalam Kerang Hijau di Perairan Pantai
Makassar
Gambar 3 memperlihatkan bahwa konsentrasi Cd pada daging kerang hijau di
muara Sungai Tallo adalah 3,49 mg/kg, pantai Losari 0,87 mg/kg dan Pulau Kayangan
0,49 mg/kg.
Standar maksimum kadar logam berat Cd pada makanan yang
diperbolehkan untuk konsumsi adalah 2,0 mg/kg (FAO. 1994). Merujuk pada FAO
tersebut maka kerang hijau yang berada di muara Sungai Tallo tidak aman untuk
konsumsi. Jadi alasan utama mengetahui tingkat kontaminasi pencemar pada perairan
pantai adalah untuk melindungi kesehatan manusia yang mengkonsumsi kerang
seafood yang tercemar dan untuk melindungi sumberdaya hayati perairan.
Kadmium (Cd) menjadi populer setelah timbulnya pencemaran sungai di wilayah
Kumamoto Jepang yang menyebabkan keracunan pada manusia. Pencemaran
lingkungan oleh kadmium sudah merupakan masalah penting, dimana pencemaran
kadmium pada air minum di Jepang menyebabkan terjadinya penyakit itai-itai. Gejala
penyakit ini ditandai dengan ketidak-normalan tulang dan beberapa organ tubuh
menjadi mati. Konsentrasi standar maksimum yang diperbolehkan untuk Cd dalam air
menurut Departemen Kesehatan RI dan WHO adalah 0,01 mg/l, (Sutrisno dan
Suciastuti, 1987) namun untuk standar negara-negara Eropa adalah 0,05 mg/l
(Andersen et al. 1996). FAO dan WHO merekomendasikan bahwa konsesentrasi Cd
pada daging makanan laut yang layak bagi kesehatan adalah lebih kecil dari 0,95
mg/kg berat (Andersen et al. 1996) sebaliknya Dirjen Pengawasan Obat dan makanan
merekomendasikan tidak lebih dari 2,0 mg/kg (Gan et al.1995). Keracunan kronis yang
disebabkan oleh Cd terutama pada kerusakan sistem fisiologis tubuh seperti sistem
urinaria (ginjal), sistem respirasi, sistem sirkulasi darah dan jantung, penciuman,
kelenjar reproduksi, dan kerapuhan tulang (Frenet & Alliot 1985; Darmono, 1995).
Kerang adalah filter feeder yang efisien mampu mengambil mengumpulkan
partikel-partikel dari kolom perairan dan menumpuknya dalam jaringan tubuh.
Kebanyakan logam terjadi dalam bentuk terlarut dalam air, (Bourdelyn,1996). Karena
kerang adalah filter feeder yang efisien, maka masuknya kontaminan ke dalam tubuh
hewan ini melalui rute ini.
5
KESIMPULAN DAN SARAN
Konsetrasi logam berat Cd pada air di pantai muara Sungai Tallo dan pantai
Losari Makassar jauh melebihi baku mutu air laut baik untuk keperluan pariwisata
maupun untuk keperluan organisme perairan. Sebaliknya konsentrasi logam Cd dalam
sedimen di perairan pantai Makassar belum menimbulkan efek biologis pada
organisme perairan. Konsentrasi Cd pada daging kerang hijau di muara Sungai Tallo
adalah 3,49 mg/kg, melebihi standar maksimum untuk keamanan konsumis pangan.
Demi kencegah penyakit itai-itai disarankan agar menghindari mengkonsumsi
kerang yang mengandung logam bert melebihi standar keamanan pangan. Disarankan
pula agar dilakukan penelitian tetang distribusi logam berat dalam setiap jaringan tubuh
kerang hijau serta penelitian penurunan konsentrasi loga berat dalam tubuh kerang
hijau.
DAFTAR PUSTAKA
Anandraj, A., D.J.Marshall, M.A. Gregory, T.P.M.Cclung. 2002. Metal accumulation,
filtration, and O2 uptake rate in the mussel Perna perna (Molusca: Bivalvia)
exposed to Hg2+, Cu2+, and Zn2+. Comparative Biochemistry and Physiology.
Part C. 132: 355-363.
Andersen, V., A. Maage, P.J. Johannensen. 1996. Heavy metals in blue mussels
(Mytilus edulis) in the Bergen Harbor area, Western Norway.
Bulletin
Environmental Contamination Toxicology 57: 589-596.
Bourdelyn, F. 1996. Physiological Response of the Tropical mussels, Modiolus
auriculatus, a possible biological monitor in French Polynesia. Marine Pollution
Bulletin 32(6): 480-485.
Claisse, D. 1989. Chemical contamination of French coast. The result of a ten years
mussels watch. Marine Pollution Bulletin 20: 523-528.
Cossa, D. 1988. Cadmium in Mytilus spp.: worldwide survey and relationship between
seawater and mussel content. Marine Environmetal Research. 26: 265-284.
Darmono, D. 1995. Logam dalam Sistem Mahluk Hidup. UI Press, Jakarta.
Fabris, J.G., B.J. Richardson, J.E. Sullivan, & P.C. Brown. 1994. Estimation of
cadmium, lead, and mercury concentrations in estuarine using the mussel Mytilus
edulis planulatus L. Environmental Toxicology Journal 9: 183-192.
FAO, 1994. FAO Years book. Fishery statistic Vol 74. FAO Rome.
Frenet, M., A. Alliot. 1985. A Comparatibe bioaccumulation of metal in Palaemonetes
varians in polluted and polluted environments. Marine Environement Resources.
17: 19-44.
Gan, S., B. Sunarto, S.Syamsuddin, R. Setiabudi, Setawati. 1995. Farmakologi dan
Terapi. Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
Golberg, E.D. 1975. The mussel watch- A first step in global marine monitoring. Marine
Pollution Bulletin 6:111.
6
Han, B,C., W.L. Jeng, T.C.Hung, M.S.Jeng. 1994. Copper intake and health threat by
consuming seafood from copper-contaminated coastal environments in Taiwan.
Environmental Toxicology and Chemistry 13(5): 775-780.
NAS. 1980. The International Mussel Watch.
Washington D.C. 248 pp.
National Academy of Science.
Phillips, D.J.H. 1977. The use biological indicator organism to monitor trace metal
pollution in marine environment- a reviw. Environmental Pollution 13: 281-317.
Pyatt, F.B., D.Amos, J.P. Grattant, A.J.Pyatt, C.E.Terrel-Nield. 2002. Invertebrates of
ancient heavy metal spoil and smelting tip site in southern Jordan: Their
distribution and use as bioindicators of metalliferous pollutionderived from ancient
sources. Journal of Arid Environments 52:53-62.
Scheifler, R., A.Gomat-de Vaufleury, P.M.Badot. 2002. Transfer of cadmium from plant
leaves and vegetable flour to the snail Helix aspera: Bioaccumulation and effects.
Ecotoxicology and Eenvironmetntal Safety 53:148-153.
Sutrisno, C.T. dan E. Suciastuti, 1987.
Cipta. Jakarta.
Tehnologi Penyediaan Airs Bersih. Rineka
The Perkin Elmer Corporation. 1994. Analytical Methods for atomic Absorption
Spectroscopy. The Perkin Elmer Corporation, the United State of America. 229
pp.
Triquet, C.A., B.Berthet, C.Metayer, J.C.Amiard. 1986. Contribution to the
ecotoxicological study of cadmium, copper and zinc in the mussel Mytilus edulis.
Experimental study. Marine Biology 92: 7-13.
Viarenggo, A., & L. Canesi. 1991.
Aquaculture 94: 225-243.
Mussels as biological indicators of pollution.
Widdows, J. & P. Donkin. 1992.
Mussels and environmetal contaminants:
Bioaccumulation and physiological aspects. Development in Aquaculture and
Fisheries Science 25: 383-424.
7
Download