galih puji mulyoto - Prodi Pendidikan Pancasila dan

advertisement
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
URGENSI MMODEL DISKUSI ISU-ISU PUBLIK KONTROVERSIAL
DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PARTISIPASI DAN KEMAMPUAN
BERPIKIR KRITIS SISWA
GALIH PUJI MULYOTO
Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected]
ABSTRAK
Fakta yang ada dilapangan menunjukkan pembelajaran PKn di Indonesia masih
didominasi penggunaan metode ceramah dan tanya jawab. Akibatnya, PKn sering
kali dianggap membosankan dan kurang menarik. Sementara kunci dari PKn adalah
membangun partisipasi aktif serta berpikir kritis generasi muda terhadap isu-isu
publik di masyarakat.
Makalah ini bertujuan untuk mengelaborasi arti penting pemilihan isu-isu
publik dan reposisinya dalam kajian PKn di Indonesia dalam Kurikulum 2013.
Penulis mengemukakan alasan-alasan perlunya memilih isu-isu publik yang perlu
diajarkan di sekolah melalui mata pelajaran PKn, baik dari perspektif nasional
maupun internasional. Mengapa isu-isu publik menjadi salah satu topik penting
dalam kajian PKn? Bagaimana berfikir kritis dan partisipasi adalah kunci dari
pendidikan kewarganegaraan?
Hasil pembahasan menunjukkan keterkaitan investigasi dan pemilihan isu-isu
publik harus juga didasarkan dengan kultur atau budaya suatu daerah. Alasannya,
karena isu-isu pubik ini rentan dengan bentuk-bentuk indoktrinasi serta konflik yang
keras, serta menimbulkan kebencian. Hal ini terjadi apabila guru sebagai penengah
atau fasilitator tidak memberikan refleksi yang benar diakhir pembelajaran. Hal ini
disebabkan cara berpikir keritis dalam diskusi isu-isu publik ini akan membawa
emosi serta sikap berfikir ekstrim dari siswa. Oleh karenanya isu-isu publik ini perlu
menjadi perhatian serta penelitian lebih lanjut. Pokok utama adalah membuatkan
modul dengan benar, langkah-langkah yang benar dalam pelaksanaan diskusi isu-isu
publik di kelas.
Kata Kunci: Isu-isu publik, Kewarganegaraan, partisipasi dan berpikir kritis
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Kewarganegaraan oleh kebanyakan literatur Barat dipahami
sebagai Pendidikan Kewarganegaraan demokrasi. Selain itu, Pendidikan
kewarganegaraan bertujuan menanamkan nilai-nilai demokrasi dalam diri warga
terutama warga negara muda agar nantinya mampu berpartisipasi aktif baik
selaku individu maupun kelompok dalam mendukung masyarakat demokratis
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
(Cogan, 1999; Kerr, 1999; Murray Print & Dirk Lange, 2012; Naval, Print &
Veldhuis, 2002; Vontz & Patrick, 2000; James Arthur, Ian Davies & Hahn, 2008;
Branson, 2000; dan Hess & Avery, 2012). Seperti halnya di Indonesia,
kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan dapat dicermati dalam serangkaian
proses perumusan standar isi mata pelajaran PKn, mulai dari konsep Pusat
Kurikulum Balitbang Depdiknas hingga finalisasi di Badan Standar Nasional
Pendidikan
(BSNP)
menunjukkan
kesamaan
dengan
pendidikan
kewargaengaraan di berbagai dunia. Hal ini terlihat misalnya dalam tujuan
pembelajaran PKn dalam Depdiknas (2005:49) adalah untuk memberikan
kompetensi sebagai berikut:
1) Berpikir kritis rasional dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan.
2) Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak
secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
3) Berkembangan secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia
secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi.
Konsep tersebut memiliki kesamaan dengan Qualifications and
Curriculum Authority (1998) dan Patrick & Vontz, (2001) bahwa tujuan
pendidikan kewarganegaraan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi adalah
untuk memberikan kenyamanan dan meningkatkan pengetahuan, keterampilanketerampilan dan nilai-nilai yang relevan dengan hakikat demokrasi partisipatif;
juga untuk meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban, dan perasaan
tanggung jawab yang diperlukan untuk pengembangan para siswa menjadi warga
negara aktif. Meskipun gambaran sejarah PKn di Indonesia pada masa lalu masih
lebih menekankan indoktrinasi pengetahuan tentang Pancasila dan
Kewarganegaraan serta Nilai-Nilai P4 secara normatif (Samsuri 2010; dan
Wahab & Sapriya, 2011). Sehingga perlu merumuskan tujuan pembelajaran
civics dalam tiga bentuk komponen kompetensi kewargaan, yaitu civic
knowledge, civic skills yang memuat kecakapan intelektual dan partisipatori, dan
civic dispositions.
Paparan diatas menunjukan bahwa partisipasi warga negara menjadi
fokus dan topik penting dari pendidikan kewarganegaraan di dunia saat ini. Hal
tersebut dikuatkan menurut Arthur K. Ellis (1998: 225) menyebutkan bahwa kata
kunci pembelajaran PKn ialah partisipasi. Partisipasi warga negara adalah hal
fundamental dalam tata pemerintahan yang demokratis. Masalah ditujukan di
dalam partisipasi warga negara dalam banyak cara, termasuk di dalamnya
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
pemakaian teknologi untuk melibatkan warga negara dalam proses pengambilan
keputusan (D’Agostino, 2006:2). Hal yang lain, misalnya yang dikemukakan
Torney-Purta dkk., (2001) yang melakukan penelitian tentang pendidikan
kewarganegaraan memuji diskusi tentang isu-isu publik yang otentik sebagai
komponen kunci dari jalur menuju pengetahuan politik dan partisipasi yang lebih
besar. Dalam rangka menterjemahkan konsep di atas, khusus dalam soal materi,
perlunya ditekankan keterpaduan antara konten dan proses dalam proses belajar
mengajar pengetahuan, keterampilan dan kebajikan-kebajikan kenegaraan.
Lebih lanjut, Branson (2001: 2) mengungkapkan tentang pengetahuan
apa yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam komunitas maupun sebagai
warga negara? Hal ini menunjukkan konflik atas isi dari kurikulum inti PKn
adalah isu-isu publik tentang apa yang seseorang harus tahu dan harus disiapkan
untuk kewarganegaraan demokrasi. Hal ini apa bila dicermati, akan bermuara
pada pembentukkan warga negara demokratis, serta menjelaskan kepada siswa
bagaimana seharusnya belajar untuk terlibat dalam kehidupan nyata. Dalam hal
ini Pendidikan Kewarganegaraan mungkin bermakna ketika siswa berpartisipasi
aktif dalam kehidupan politik dan warga negara. Sedangkan Parker (2001)
berpendapat guru harus menekankan pengajaran dan pembelajaran secara
mendalam melalui kurikulum mata pelajaran yang terintegrasi atau menyatu
terorganisir dalam hal masalah-masalah sosial. Sehingga dapat dikatakan bahwa
pengembangan kurikulum dan rencana pengajaran, guru perlu didorong untuk
mengajarkan keterampilan-keterampilan partisipatoris maupun intelektual,
karena merupakan hal yang tidak terpisahkan dari konten atau satuan
pengetahuan kenegaraan. Hal ini menunjukkan hubungan antara partisipasi dan
isu-isu kebijakan publik dalam kehidupan masyarakat/ kehidupan nyata memiliki
keterkaitan yang erat dengan proses belajar pendidikan kewarganegaraan di
sekolah.
Berdasarkan hal tersebut, guru harus menekankan siswa untuk berfikir
kritis dan bertindak efektif dalam merespon isu-isu politik, serta memahami
pengertian dalam isu tersebut, asal mulanya, pilihan reaksi terhadapnya dan
konsekuensi logis dari reaksi itu. Pemahaman itu berlandaskan pada pengetahuan
siswa. Penerapan pengetahuan untuk menjelaskan, menilai dan memecahkan isu
bergantung pada keterampilan-keterampilan proses kognitif siswa. Materi bahan
pelajaran dan proses-proses atau operasi-operasi kognitif pokok merupakan
faktor-faktor yang saling terkait dalam belajar mengajar.
Pada bagian lain, Citizenship Foundation (2006: 103) menyebutkan
beberapa model strategi pengajaran dan pembelajaran PKn untuk membentuk
warga negara yang memiliki partisipasi aktif. Model itu ialah (1) Learning
climate, (2) Topical and controversial issues, (3) Active learning, (4) Group
discussions and debates, (5) Developing discussion skills, (6) Project work, dan
(7) Written activities. Ketujuh model itu, melihat kategori Butts (1988),
tergolong dalam kelompok pembelajaran yang bersifat partisipasi
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
kewarganegaraan. Sedangkan Birzea dalam proyek Education for Democratic
Citizenship (2000: 26) menunjukan dalam piramida pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan, yaitu; Experiential learning, Collaborative learning,
Intercultural learning, Action learning, Contextual learning. Sementara Patrick
& Vontz, 2000; Vontz, Metcalf, & Patrick, 2000; Parker, 1999; Pusat Civic
Education, 1997b, 1998, 2006; Tolo, 1998; Haas, 2000; dan Craddock, Fischer &
Subreenduth, 2007 sepakat bahwa model project citizen adalah bagian dari cara
mengajarkan pendidikan kewarganegaraan disekolah melalui praktik
kewarganegaraan kepada siswa berkaitan dengan isu-isu publik dan partisipasi
aktif warga negara.
Tentu saja, beberapa model dan strategi yang diungkapkan di atas bisa
dikatakan
sebagai
praktik
kewarganegaraan.
Penggunaan
praktik
kewarganegaraan tersebut dalam pembelajaran PKn di kelas tentu memiliki
tujuan untuk mengembangkan kompetensi kewarganegaraan siswa, berupa
pengetahuan kewargnegaraan, keterampilan kewarganegaraa dan sikap
kewarganegaraan. Akan tetapi dalam pelaksanaan praktik pedagogisnya terdapat
kesenjangan yang cukup besar tampaknya ada antara teori dan kebijakan
kurikulum yang kurang menekankan pada praktik kewarganegaraan di sekolah.
Beberapa alasan yang melatarbelakangi adalah kesulitan guru dalam menentukan
topik-topik isu-isu publik yang akan digunakan dalam model pembelajaran
praktik kewarganegaraan. Dalam kasus lain, sekolah mengikuti masyarakat dan
mengubah kurikulum untuk mencerminkan konsensus yang muncul tentang apa
yang pernah menjadi isu kontroversial. Hal ini sering guru yang membuat
keputusan tentang apakah masalah harus disajikan sebagai menetap atau
kontroversial (Hess & Avery, 2012).
Studi kasus di Amerika misalnya, Hess (2005) meminta guru US
sekolah menengah dan tinggi untuk menganalisis daftar topik yang memicu
kontroversi di masyarakat (seperti aborsi dan hak gay), dan menemukan
ketidaksepakatan yang signifikan tentang apakah beberapa topik adalah hal yang
sah kontroversi (Hess & Avery, 2012: 10). Lebih lanjut Hess mengungkapkan
guru harus membuat keputusan tentang apakah untuk mengungkapkan
pandangan mereka sendiri tentang isu-isu untuk siswa mereka. Sampai saat ini,
ada kelangkaan penelitian yang diperiksa bagaimana guru memahami pertanyaan
kritis ini. Hess (2005) menganjurkan memuat kurikulum pendidikan
kewarganegaraan dengan
hangat diperdebatkan isu-isu politik untuk
mengajarkan orang-orang muda yang kontroversi bukan sampingan. Gagasan
bahwa isu-isu politik yang kontroversial harus menjadi ciri utama dari berbasis
sekolah.
Pemaparan di atas menunjukkan bahwa masih diperlukan kajian secara
mendalam tentang keterkaitan isu-isu publik dalam pembelajaran mata pelajaran
pendidikan kewarganegaraan. Berdasarkan masalah tersebut, pemakalah akan
melakukan kajian tetang urgensi dari pemilihan dan investigasi isu-isu publik
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
dalam pendidikan kewarganegaraan. Dalam hal ini pemakalah ingin
menunjukkan posisinya terhadap kajian dari litelatur Chapter 39: Discussion of
Controversial Issues as a Form and Goal of Democratic Education yang ditulis
oleh Diana Hess and Patricia G. Avery dan litelatur The Use of a Jurisprudential
Framework in the Teaching of Public Issues yang ditulis oleh Donald W. Oliver
and James P. Shaver.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dalam makalah ini
pemakalah merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah isu-isu publik?
2. Apa pertimbangan untuk melaksanakan isu-isu publik?
3. Bagaimana keterkaitan isu-isu publik dengan pendidikan kewarganegaraan?
4. Bagaimana melakukan pemilihan dan investigasi isu-isu publik dalam
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan?
5. Bagaimana urgensi isu-isu publik dalam pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan?
C. Tujuan
Tujuan dari makalah posisi ini adalah:
Mengetahui tentang isu-isu publik.
Mengetahui pertimbangan untuk melaksanakan isu-isu publik.
Mengetahui keterkaitan isu-isu publik dengan pendidikan kewarganegaraan.
Mengetahui pemilihan dan investigasi isu-isu publik dalam pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan.
5. Mengetahui urgensi isu-isu publik dalam pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan.
1.
2.
3.
4.
D. Sistematika Makalah
Sistematika penulisan makah ini adalah:
1. Pada BAB 1 pendahuluan: menggambarkan latar belakang penulisan dan
rumusan serta tujuan dari makalah ini.
2. Pada BAB 2 Pembahasan: menjelaskan dan mencoba menjawab dari
rumusan masalah. Hal ini berkaitan dengan isu-isu publik dalam pendidikan
kewarganegaraan, cara pemilihan dan investigasi isu-isu publik dalam
pendidikan kewarganegaraan serta urgensi isu-isu publik dalam pendidikan
kewarganegaraan.
3. Pada BAB 3 Penutup: berupa kesimpulan dari isi makalah.
A. Isu-Isu Publik dalam Pendidikan Kewarganegaraan
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
Perkembangan Inti dari demokrasi yang sehat adalah dialog terbuka
tentang isu-isu yang menjadi perhatian publik. Harwood, Angela & Carole
(1990: 1) mengungkapkan hal ini merupakan bagian integral dari pelatihan warga
muda, oleh karena itu, termasuk pembahasan kebijakan sosial, politik, dan
ekonomi yang kontroversial. Lebih lanjut, Harwood, Angela & Carole (1990: 2)
memberikan definisi tentang isu-isu kontroversial sebagai dialog reflektif
kalangan siswa, atau antara siswa dan guru, tentang masalah yang yang menjadi
ketidakkesepakatan. Biasanya diskusi yang dipicu oleh sebuah pertanyaan atau
pernyataan yang dibuat baik oleh siswa atau guru. Dialog berikutnya kemudian
memungkinkan untuk presentasi bukti yang mendukung, komentar, dan ekspresi
yang berbeda-beda poin pandang. Oleh karena itu diskusi, sebuah usaha
interaktif, dan dialog reflektif menimbulkan mendengarkan dan menanggapi ideide yang diungkapkan.
Padangan lain, Hess & Avery, (2012: 2) mengungkapkan bahwa dalam
masyarakat demokratis, diskusi di sekolah dipandang sebagai komponen penting
dari pendidikan kewarganegaraan. Penelitian pada pengembangan nilai-nilai
demokrasi memberikan dukungan yang kuat untuk dimasukkannya isu-isu
kontroversial dalam pendidikan demokratis. Lebih lanjut, Hess & Avery, (2012:
13) menunjukkan ada bukti bahwa berpartisipasi dalam isu-isu kontroversial
diskusi dapat membangun nilai-nilai pro-demokrasi, meningkatkan pemahaman
konten, dan menyebabkan siswa untuk terlibat lebih dalam dunia politik. Adapun
tujuan dari pengajaran isu-isu publik ini, menurut Harwood, Angela & Carole
(1990: 3);
1. mempersiapkan siswa untuk peran mereka sebagai warga negara dalam
demokrasi pluralistik,
2. mengembangkan kemampuan berpikir kritis, dan
3. meningkatkan keterampilan interpersonal.
Penjelasan di atas memberikan titik terang bahwa dalam isu-isu publik
yang diajarkan di kelas, akan menimbulkan ketertarikan siswa akan pembelajaran
PKn sehingga secara otomatis ketertarikan ini menjadi bentuk partisipasi aktif.
Selain itu, isu-isu publik diterapkan dalam proses pembelajaran baik melalui
praktik-praktik kewarganegaraan, maupun metode-metode yang mendukung
dalam pembelajaran PKn, sebagai contoh metode diskusi. Dalam penelitian yang
dilakukan IEA (1999) mengungkapkan guru mendorong untuk mendiskusikan
politik atau masalah sosial tentang yang orang memiliki pendapat yang berbeda
'dimasukkan sebagai bagian dari terbuka membangun iklim kelas. Skala ini
mengukur sejauh mana siswa mengalami kelas mereka sebagai tempat untuk
menyelidiki masalah dan mengeksplorasi pendapat mereka dan orang-orang dari
rekan-rekan mereka (Torney-Purta dkk, 2001:. 137). Para peneliti melaporkan
bahwa iklim kelas terbuka untuk diskusi adalah prediktor signifikan terutama
sipil pengetahuan dan keterlibatan politik (2001: 155). Hasil di atas menunjukkan
bahwa isu-isu publik yang diangkat dalam proses pembelajaran PKn melalui
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
metode diskusi, tidak hanya topik yang biasa, melainkan kontroversial. Namun
dalam penentuannya perlu lebih dijelaskan kembali.
Salah satu faktor yang mempengaruhi apakah isu-isu publik akan
digunakan oleh guru adalah karakteristik siswa mereka (Davies & Hahn, 2008:
7). Guru yang terampil dalam memfasilitasi diskusi kualitas tinggi dari isu-isu
publik melaporkan beberapa kesamaan dalam kedua praktek mereka dan dalam
isu-isu pedagogis yang mengantang (Cotton, 2006; dan Hess, 2005). Sehingga
hal ini mengaitkan bahwa guru memiliki peran penting dalam menentukan isuisu publik yang akan disampaikan dalam pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Perlu perhatian khusus karena ini akan menentukan
keterampilan siswa berkaitan dengan kompetensi yang akan dimiliki siswa.
Berkaitan dengan karakteristik siswa, guru diharapkan peka terhadap
kemampuan siswa serta keadaan yang mendukung untuk melaksanaan
pembelajaran metode diskusi isu-isu publik dalam pembelajaran PKn.
Dalam kasus lain, sekolah mengikuti masyarakat dan mengubah
kurikulum untuk mencerminkan konsensus yang muncul tentang apa yang pernah
menjadi isu–isu publik. Apabila merunut hal tersebut, mungkin perlu melihat
tentang kajian-kajian dari pendidikan kewarganegaraan berkaitan dengan isu-isu
kewarganegaraan. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, mengikuti Gerhard Himmelmann
(2013), mengubah paradigma Pendidikan Kewarganegaraan yang semula
berfokus kepada program pengajaran dan transfer pengetahuan kewarganegaraan
menjadi pendekatan yang menekankan sikap-sikap personal-individual, moral
dan perilaku sosial sebagaimana disposisi dan nilai-nilai bersama dari warga
negara dalam kehidupan bersama yang menghargai hak-hak asasi manusia dan
demokrasi di dunia yang penuh konflik. Hal ini menjadi penting karena dalam
pendidikan kewarganegaraan merupakan multidisplin ilmu, yang mana terdapat
berbagai kajian ilmu lain didalamnya.
Hal ini menarik dan tampaknya menjadi common sense dari teoretisi
pendidikan kewarganegaraan di dunia, yakni dengan mulai diperkenalkan istilah
paradigma baru pendidikan kewarganegaraan. Dalam hal ini, Print (1999: 12)
menawarkan ciri-ciri utama pendidikan kewarganegaraan paradigma baru, yang
sedikitnya memuat kajian tentang:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
rights and responsibilities of citizens;
government and institutions;
history and constitutions;
national identity;
legal system and the rule of law;
human, political, economic and social rights;
democratic principles and processes;
active citizen participation in civic issues;
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
9. international perspectives; and
10. values of democratic citizenship (Print, 1999: 12).
Sementara Patrick dan Vontz (2001: 46) menjabarkan ke dalam materi
pokok kajian pengetahuan pendidikan kewarganegaraan menjadi tujuh topik,
yaitu: (1) demokrasi perwakilan (representative democracy); (2)
konstitusionalisme; (3) hak asasi (liberalisme); (4) kewarganegaraan
(citizenship); (5) masyarakat kewargaan (civil society); (6) ekonomi pasar (free
and open economic system); dan, (7) tipe-tipe isu publik. Sehingga dalam
penentuan isu-isu tersebut tidak jauh dari apa yang menjadi kajian dari
pendidikan kewarganegaraan. Pemakalah setuju bahwa keterkaitan antara kajian
PKn dengan isu-isu publik guru sebaiknya memperhatikan ketertarikan siswa
akan isu-isu yang akan dibahas, karena ini penting untuk menciptakan kelas yang
aktif dan menyenangkan. Hal ini sependapat yang di ungkapkan oleh Zukin et al,
(2006) bahwa isu-isu publik meningkatkan minat siswa untuk terlibat dalam
kehidupan publik; meningkatkan berpikir kritis, atau membangun lebih
keterampilan interpersonal canggih (Johnson dan Johnson, 1995).
Berdasarkan hal di atas, dengan pembelajaran PKn menggunakan
metode diskusi isu-isu publik yang kontroversial guru harus menekankan siswa
untuk berfikir kritis dan bertindak efektif dalam merespon isu-isu politik, serta
memahami pengertian dalam isu tersebut, asal mulanya, pilihan reaksi
terhadapnya dan konsekuensi logis dari reaksi itu. Pemahaman itu berlandaskan
pada pengetahuan siswa. Penerapan pengetahuan untuk menjelaskan, menilai dan
memecahkan isu bergantung pada keterampilan-keterampilan proses kognitif
siswa. Materi bahan pelajaran dan proses-proses atau operasi-operasi kognitif
pokok merupakan faktor-faktor yang saling terkait dalam belajar mengajar. Baik
materi akademis maupun proses-proses harus diajarkan dan dipelajari bersamasama agar misi PKN untuk mengembangkan kemampuan individu dalam
membangun, memelihara dan memperbaiki pemerintahan dan kewarganegaraan
demokratis di negaranya atau di seluruh dunia terpenuhi/terwujud. Hal ini
didasarkan pada masyarakat yang otonom, artinya warga negara adalah pembuat
keputusan. Sehingga siswa perlu mengembangkan dan terus mengasah
kemampuan mengevaluasi, mengambil, dan mempertahankan pendapat.
Kemampuan itu sangat penting jika nanti mereka diminta menilai isu-isu yang
ada dalam agenda publik, dan mendiskusikan penilaian siswa dengan orang lain
dalam masalah privat dan publik.
B. Pemilihan dan Investigasi Isu-Isu Publik dalam Pendidikan
Kewarganegaraan
Pemilihan dan investigasi isu-isu publik dalam pendidikan
kewarganegaraan ini merupakan langkah-langkah dari penerapan isu-isu publik
dalam pembelajaran PKn. Sebelum melangkah lebih jauh, perlu terlebih dahulu
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
diulas tentang aspek-aspek pendidikan kewarganegaraan. Patrick dan Vontz
(2001: 46) mengungkapkan bahwa Keterampilan mengajar dan belajar
kewarganegaraan, baik kognitif dan partisipatif. Pengetahuan tentang isu-isu
publik harus menjadi bagian dari pendidikan kewarganegaraan yang berpusat
guru. Guru tidak mungkin pengembang efektif keterampilan kewarganegaraan di
antara siswa di sekolah-sekolah dasar dan menengah kecuali mereka telah
mengembangkan keterampilan ini melalui pelajaran.
Dengan demikian, Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan berpusat
kepada siswa. Guru harus terus ditantang untuk menggunakan informasi dan ideide, secara individual dan kolektif, untuk menganalisis dan menanggapi isu-isu
publik sebagai pemikir reflektif, pengambil keputusan musyawarah, dan
partisipasi aktif, bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat.
Dalam hal ini, penting bagi guru ketika akan melakukan pemilihan dan
investigasi isu-isu publik yang akan digunakan dalam pembelajaran PKn di kelas.
Sementara Hess (2002: 258) mengungkapkan dasar pemikiran untuk mengajar
siswa untuk mendiskusikan isu-isu politik yang kontroversial di sekolah melalui
diskusi.
Meskipun seperti yang diungkapkan pada latar belakang makalah ini,
bahwa dalam kasus lain, sekolah mengikuti masyarakat dan mengubah
kurikulum untuk mencerminkan konsensus yang muncul tentang apa yang pernah
menjadi isu kontroversial. Hal ini sering guru yang membuat keputusan tentang
apakah masalah harus disajikan sebagai menetap atau kontroversial (Hess &
Avery, 2012). Studi kasus di Amerika misalnya, Hess (2002) meminta guru US
sekolah menengah dan tinggi untuk menganalisis daftar topik yang memicu
kontroversi di masyarakat (seperti aborsi dan hak gay), dan menemukan
ketidaksepakatan yang signifikan tentang apakah beberapa topik adalah hal yang
sah kontroversi (Hess & Avery, 2012: 10). Lebih lanjut Hess mengungkapkan
guru harus membuat keputusan tentang apakah untuk mengungkapkan
pandangan mereka sendiri tentang isu-isu untuk siswa mereka. Sampai saat ini,
ada kelangkaan penelitian yang diperiksa bagaimana guru memahami pertanyaan
kritis ini. Hess (2005) menganjurkan memuat kurikulum pendidikan
kewarganegaraan dengan hangat diperdebatkan isu-isu politik untuk
mengajarkan orang-orang muda yang kontroversi bukan sampingan disayangkan
demokrasi, tapi satu dari inti dan elemen penting. Gagasan bahwa isu-isu politik
yang kontroversial harus menjadi ciri utama dari berbasis sekolah.
Selain itu, tampaknya menjadi hubungan terbalik antara tingkat ras dan
keragaman etnis yang ada di dalam kelas dan kemauan guru untuk menanamkan
isu-isu publik ke dalam kurikulum (Campbell, 2007). Hal ini menjadi acuan jika
melihat apa yang digambarkan dalam penelitian yang dilakukan Hess (2005) dan
Donald W. Oliver and James P. Shaver. Mereka mendefinisikan keterampilan
partisipatif yang paling penting (1) berinteraksi dengan orang lain; (2)
pemantauan politik dan memerintah pemerintah; dan (3) mempengaruhi proses
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
pemerintahan. Bersama keterampilan ini memungkinkan siswa menggunakan
pengetahuan mereka untuk berpikir dan bertindak secara efektif dan dengan cara
yang beralasan dalam menanggapi tantangan hidup. Sementara, para penulis di
National Assessment of Educational Progress (1998) mendefinisikan
keterampilan intelektual yang paling penting dalam kewarganegaraan sebagai (1)
mengidentifikasi; (2) menjelaskan dan menganalisis; dan (3) mengevaluasi,
mengambil, dan membela posisi.
Faktor penting adalah pemilihan topik dalam isu-isu publik perlu
menjadi perhatian khusus. Hess & Avery, (2012) menjelaskan langkah pertama
adalah menentukan kriteria apa yang harus digunakan untuk memutuskan apakah
topik adalah benar masalah, atau pertanyaan yang ada hak menjawab. Kedua
adalah apakah seorang guru harus mengungkapkan pandangan pribadinya
dikontroversial masalah siswa mendiskusikan. Sementara Harwood, Angela &
Carole (1990: ) Dalam memilih isu publik, guru harus mempertimbangkan minat
siswa mereka, pengalaman, dan keahlian tentang masalah ini; relevansi masalah
untuk siswa mereka hidup; tingkat kematangan siswa mereka; dan pentingnya
masalah ini ke masyarakat. Selain itu, Guru dan siswa harus kooperatif
menentukan pedoman untuk interaksi, dan keduanya harus menyadari bahwa
untuk membangun irama dan aliran untuk diskusi akan membutuhkan latihan dan
kesabaran serta menyediakan informasi yang memadai sebagai sumber. Hal lain
tidak kalah penting adalah fokus dalam isu-isu publik yang akan dibahas. Penting
karena pada umumnya terjadi pergeseran diskusi ketika menggunakan isu-isu ini
didalam kelas.
Meskipun, menurut Hess (2012: 259) ada hambatan dalam pengajaran
isu-isu publik dalam kelas, termasuk: (1) pandangan tentang tujuan pendidikan
demokrasi yang berbeda; (2) kekhawatiran bahwa guru, siswa lain, atau
instrumen "kurikulum resmi" (seperti buku pelajaran dan film) akan
mengindoktrinasi siswa ke posisi tertentu pada isu-isu; (3) konflik yang tajam
tentang apa yang harus benar menjadi dianggap sebagai masalah. Hambatanhambatan tersebut merupakan saran untuk guru dalam mempertimbangkan setiap
rinci dari tahapan pemilihan dan investigasi isu-isu publik dalam pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan.
C. Urgensi isu-isu publik dalam pembelajaran PKn
Isu kontroversial adalah seni yang membutuhkan keterampilan dan
praktek. Antusiasme untuk pendekatan ini berlanjut hari ini di antara beberapa
pendidik yang dibuktikan dengan baru-baru ini merilis Laporan Civic Mission
(2002), yang mendukung meliputi isu-isu publik dalam kurikulum. Secara
khusus, itu merekomendasikan bahwa sekolah: Memasukkan pembahasan isu-isu
lokal, nasional, dan internasional ke dalam kelas. Ketika orang-orang muda
memiliki kesempatan untuk mendiskusikan isu-isu saat ini dalam ruang kelas,
mereka cenderung memiliki kepentingan yang lebih besar dalam politik,
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
ditingkatkan berpikir kritis dan komunikasi keterampilan, pengetahuan lebih
sipil, dan lebih bunga dalam membahas urusan publik dari sekolah (Hess &
Avery, 2012: 13). Hal ini menunjukan kesepakatan bersama bahwa partisipasi
aktif siswa akan muncul apabila mereka diajak kedalam ranah pembelajaran
keterampilan untuk berfikir kritis, yaitu melalui diskusi isu-isu publik yang
kontroversi.
Kebanyakan guru, siswa, teori, dan peneliti percaya bahwa isu-isu
publik memegang tempat penting dalam pendidikan orang muda. Baik sebagai
bentuk dan tujuan pendidikan demokrasi. isu-isu publik adalah salah satu cara
menciptakan keterlibatan warga negara (Oliver & Shaver, 1966). Penelitian pada
pengembangan nilai-nilai demokrasi memberikan dukungan yang kuat untuk
memasukkan isu-isu publik dalam pendidikan demokratis. Hess & Avery, (2012:
13) menunjukkan ada bukti bahwa berpartisipasi dalam isu-isu publik dapat
membangun nilai-nilai pro-demokrasi, meningkatkan pemahaman konten, dan
menyebabkan siswa untuk terlibat lebih dalam dunia politik. Namun, banyak
penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami jalur kausal antara diskusi
masalah dan hasil tersebut. hal ini memberikan pandangan, bahwa isu-isu publik
membawa siswa kedalam bentuk partispasi terhadap masalah-masalah yang
terjadi di masyarakat.
Isu-isu publik ini untuk membantu siswa dalam pemecahan masalah,
berpikir kritis, keterampilan intelektual dan teori kognitif, itu adalah cara berpikir
yang kita temukan untuk menjadi kontribusi besar untuk pemikiran pendidikan.
Masalah utama definisi muncul untuk apa yang merupakan kebebasan berbicara
(Oliver & Shaver, 1966: 385). Pandangan Oliver dan Shaver memberikan
gambaran bagaimana dalam mengidentifikasi definisi, evaluatif, atau faktual
tentang masalah yang lebih luas dalam isu-isu publik tetapi juga kesadaran yang
lebih kompleks hubungan di antara berbagai jenis masalah. Selain itu, Isu-isu
publik akan memberikan kesempatan bagi guru maupun siswa untuk
merefleksikan cara mereka menangani topik isu-isu publik di dalam kelas.
Partisipasi dalam diskusi topik isu-isu publik dapat mempengaruhi siswa
yang sebenarnya sipil dan politik keterlibatan. Sebuah studi longitudinal kuasieksperimental dari dampak Voting Anak USA, kurikulum interaktif yang
meliputi diskusi kelas kontroversial masalah, menunjukkan siswa yang
berpartisipasi dalam kurikulum lebih mungkin untuk terlibat dalam tindakan
yang berkaitan dengan demokrasi (McDevitt dan Kiousis, 2006). Lebih lanjut,
penelitian tersebut menunjukkan studi efek positif dari kurikulum pada hasil
seperti pengetahuan politik, isu-isu publik dengan teman-teman dan keluarga,
relawan, dan beberapa bentuk konvensional dan aktivisme politik yang tidak
konvensional.
Di studi pertimbangan dalam kelas menengah di enam negara
(Azerbaijan, Republik Ceko, Estonia, Lithuania, Rusia dan Amerika Serikat).
Kebanyakan siswa dalam isu-isu yang kaya kelas memiliki sikap positif terhadap
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
diskusi. Selain itu juga perlu memahami dampak dari pedagogis guru keputusan
berkenaan dengan isu-isu kontroversial diskusi. Penelitian juga diperlukan ke
dalam kesempatan yang berbeda orang-orang muda harus berpartisipasi dalam
diskusi tentang isu-isu publik di sekolah mereka. Meskipun jelas bahwa beberapa
siswa keseluruhan pengalaman masalah signifikan diskusi di sekolah, perkotaan
imigran, status sosial ekonomi rendah, dan minoritas siswa terutama tidak
mungkin memiliki kesempatan untuk terlibat dalam diskusi ini. Dengan
demikian, siswa cenderung memiliki modal politik dan sosial dalam
mengembangkan modal yang melalui isu-isu publik.
Menurut Suryanto, (2011: 7) Setidaknya ada empat alasan menapa isuisu publik perlu diangkat dan menjadi urgen dalam pembelajaran PKn, yaitu:
1. Dalam pembelajaran PKn terkandung muatan-muatan kajian tentang
peran lembaga-lembaga negara dan partisipasi warga negara dalam
pemerintahan.
2. pembelajaran isu-isu publik dapat digunakan guru untuk
mengembangkan kemampuan persepsi, emosi, komunikasi, sikap
positif dan keyakinan yang merupakan kemampuan dasar untuk
mencegah berkembangnya sikap dan tindakan anarkis.
3. pembelajaran isu-isu publik dapat digunakan untuk melatih
kemampuan berfikir kritis siswa, karena memungkinkan siswa
berbeda pemahaman dan pandangan terhadap sebuah isu yang
dibahas dikelas.
4. perbedaan pandangan diantara siswa, akan memberikan wawasan
dan kesadaran akan adanya perbedaan kehidupan, sehingga pada
akhirnya akan memiliki sikap demokratis dalam sikap aspek
kehidupan sesuai dengan realita kehidupan dalam masyarakat.
PENUTUP
Berdasarkan hasil dari pendahuluan dan pembahasan, maka dapat
disimpulkan bahwa perkembangan Inti dari demokrasi yang sehat adalah dialog
terbuka tentang isu-isu yang menjadi perhatian publik. Isu-isu publik
kontroversial sebagai dialog reflektif kalangan siswa, atau antara siswa dan guru,
tentang masalah yang yang menjadi ketidakkesepakatan. Biasanya diskusi yang
dipicu oleh sebuah pertanyaan atau pernyataan yang dibuat baik oleh siswa atau
guru. Dialog berikutnya kemudian memungkinkan untuk presentasi bukti yang
mendukung, komentar, dan ekspresi yang berbeda-beda poin pandang.
Langkah-langkah pemilihan isu-isu publik adalah pertama menentukan
kriteria apa yang harus digunakan untuk memutuskan apakah topik adalah benar
masalah, atau pertanyaan yang ada hak menjawab. Kedua adalah apakah seorang
guru harus mengungkapkan pandangan pribadinya dikontroversial masalah siswa
mendiskusikan. Guru harus menekankan siswa untuk berfikir kritis dan bertindak
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
efektif dalam merespon isu-isu politik, serta memahami pengertian dalam isu
tersebut, asal mulanya, pilihan reaksi terhadapnya dan konsekuensi logis dari
reaksi itu. Pemahaman itu berlandaskan pada pengetahuan siswa.
Penerapan pengetahuan untuk menjelaskan, menilai dan memecahkan
isu bergantung pada keterampilan-keterampilan proses kognitif siswa. Materi
bahan pelajaran dan proses-proses atau operasi-operasi kognitif pokok
merupakan faktor-faktor yang saling terkait dalam belajar mengajar. Baik materi
akademis maupun proses-proses harus diajarkan dan dipelajari bersama-sama
agar misi PKN untuk mengembangkan kemampuan individu dalam membangun,
memelihara dan memperbaiki pemerintahan dan kewarganegaraan demokratis di
negaranya atau di seluruh dunia terpenuhi/terwujud. Hal ini didasarkan pada
masyarakat yang otonom, artinya warga negara adalah pembuat keputusan.
Sehingga siswa perlu mengembangkan dan terus mengasah kemampuan
mengevaluasi, mengambil, dan mempertahankan pendapat. Kemampuan itu
sangat penting jika nanti mereka diminta menilai isu-isu yang ada dalam agenda
publik, dan mendiskusikan penilaian siswa dengan orang lain dalam masalah
Posisi penulis sepenuhnya mendukung Isu-isu publik menjadi bagian
penting dalam proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan untuk
menumbuhkan partisipasi aktif dikalangan siswa. Meskipun ada beberapa catatan
dan tambahan. Salah satunya adalah keterkaitan investigasi dan pemilihan ini
harus juga didasarkan dengan kultur atau budaya suatu daerah. Alasannya,
karena isu-isu pubik ini rentan dengan bentuk-bentuk indoktrinasi serta konflik
yang keras, serta menimbulkan kebencian. hal ini terjadi apabila guru sebagai
penengah atau fasilitator tidak memberikan refleksi yang benar diakhir
pembelajaran. Hal ini disebabkan cara berfikir keritis dalam diskusi isu-isu
publik ini akan membawa emosi serta sikap berfikir ekstrim dari siswa. Oleh
karenanya Isu-isu publik ini perlu menjadi perhatian serta penelitian lebih lanjut.
pokok utama adalah membuatkan modul dengan benar, langkah-langkah yang
benar dalam pelaksanaan diskusi isu-isu publik di kelas. Sebagai penutup, Guru
menjadi kunci dari masalah ini, karena akan menjadi sukses atau sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Bîrzéa, C. (2000). Education for Democratic Citizenship; A Lifelong Learning
Perspectives. Strasbourg: Council of Europe.
Branson, Margaret Stimmann. (2001) “Content at the Core of Education for
Citizenship in a Democracy”. dalam John J. Patrick dan Robert S. Leming
(eds.). Principles and Practices of Democracy in the Education of Social
Studies Teachers, Bloomington, IN: ERIC Clearinghouse for Social
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
Studies/Social Science Education, ERIC Clearinghouse for International
Civic Education, and Civitas, pp. 21-38.
Center for Civic Education. (1994). National Standards for Civics and Government.
Calabasas, California: Center for Civic Education.
_______. (1996). We The People... Project Citizen. Calabasas, CA: Center for Civic
Education.
Citizenship Foundation. (2006). CPD Handbook, Section 3. Citizenship in Secondary
Schools. London: Citizenship Foundation.
Cotton, D.R.E. (2006). Teaching Controversial Environmental Issues: Neutrality And
Balance In The Reality Oh The Clasroom. University Of Plymounth. UK.
Di
unduh:
http://www.vtaide.com/png/ERIC/Controversional-PublikIssues.html. (1 September 2015).
Ellis, Arthur K. (1998). Teaching and Learning Elementary Social Studies. Boston:
Ally and Bacon.
Haas, Nancy. (2001). "Using We the People.... Programs in Social Studies Teacher
Education," dalam John J. Patrick dan Robert S. Leming, Principles and
Practices of Democracy in the Education of Social Studies Teachers,
Bloomington, IN: ERIC Clearinghouse for Social Studies/Social Science
Education, ERIC Clearinghouse for International Civic Education, and
Civitas, pp. 167-185.
Harwood, Angela M. Hahn, Carole L., (1990). Controversial Issues In The Clasroom.
di unduh : http://www.ericdigests.org/pre-9218/issues.html. (2 September
2015).
Hess, Diana & Posselt. (2001). Teaching Students To Discuss Controversial Issues.
Hess, Diana and Patricia G. Avery. 2008. Chapter 39: Discussion of Controversial
Issues as a Form and Goal of Democratic Education. dalam James Arthur &
Ian Davies & Carole Hahn. The SAGE Handbook of Education for
Citizenship and Democracy: Discussion of Controversial Issues as a Form
and Goal of Democratic Education. SAGE Public. pp. 506-519.
Hess, Diana E. (2005). Controversial About Controversial Issues In Democratic
Education. PSOnline. Di unduh : www..apsanet.org. (2 September 2015.
Hess, Diana. (2001). “Teaching to Public Controversy in a Democracy.” dalam John
J. Patrick dan Robert S. Leming (eds.). Principles and Practices of
Democracy in the Education of Social Studies Teachers, Bloomington, IN:
ERIC Clearinghouse for Social Studies/Social Science Education, ERIC
Clearinghouse for International Civic Education, and Civitas, pp. 87-109.
Johnson, D.W. & Johnson, R.T. 1989. Cooperation And Competition: Theory And
Reasearch. Edina. MN: Interaction Book Company.
Kerr, D. (1999). “Citizenship Education: an International Comparison”. London:
National Foundation for Educational Research-NFER.
Oliver, Donald W. and James P. Shaver. (1966). The Use of a Jurisprudential
Framework in the Teaching of Public Issues. Boston, Houghton Mifflin.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
Parker, Walter C. (2001). “Teaching Teachers to tit Discussions: Democratic
Educationin Content and “. dalam John J. Patrick dan Robert S. Leming
(eds.). Principles and Practices of Democracy in the Education of Social
Studies Teachers, Bloomington, IN: ERIC Clearinghouse for Social
Studies/Social Science Education, ERIC Clearinghouse for International
Civic Education, and Civitas, pp. 111-134.
Patrick, John J. and Thomas S. Vontz. (2001). “Components of Education for
Democratic Citizenship in the Preparation of Social Studies Teacher”.
dalam John J. Patrick dan Robert S. Leming (eds.). Principles and Practices
of Democracy in the Education of Social Studies Teachers, Bloomington,
IN: ERIC Clearinghouse for Social Studies/Social Science Education, ERIC
Clearinghouse for International Civic Education, and Civitas, pp. 39-64.
Print, M. (1999). Introduction, Civic Education and Civil Society in the Asia-Pacific.‖
dalam Murray Print, James Ellickson-Brown and Abdul Razak Baginda.
(eds.). Civic Education for Civil Society. London: ASEAN Academic Press,
pp. 9-18.
Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. (2005). Laporan Akhir Naskah Akademik
Pengembangan Standar Isi Pendidikan. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang
Depdiknas.
Qualifications and Curriculum Authority. (1998). Education for Citizenship and the
Teaching of Democracy in Schools: Final Report of the Advisory Group for
Citizenship. (Chair: Bernard Crick). London: QCA.
Samsuri. (2010). “Transformasi Gagagan Masyarakat Kewargaab (Civil Society)
Melalui Reformasi Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia (Studi
Pengembangan Kebijakan Pendidikan Kewarganegaraan pada Jenjang
Pendidikan Dasar dan Menengah Era Reformasi).” Disertasi Tidak
Diterbitkan. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia.
Suryanto. (2011). Pembelajaran Pkn Berlatar Isu-Isu Kontroversial Kebijakan Publik
Untuk Meningkatkan Kompetensi Kewarganegaraan (Studi Pada Siswa Sma
Di Kediri). S3 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.
Torney-Purta, J., Lehmann, R., Oswald, H. dan Schulz, W. (2001). Citizenship and
Education in Twenty-eight Countries: Civic Knowledge and Engagement at Age
Fourteen, Amsterdam: The International Association for the Evaluation of
Educational Achievement.
Torney-Purta, J., Schwille, J. and Amadeo, J-A. (1999) ―Mapping the distinctive and
common features of citizenship education in twenty-four countries, in Judith
Torney-Purta, John Schwille, and Jo-Ann Amadeo, Citizenship education cross
Countries: twenty-four national case studies from the IEA citizenship education
project. (Amsterdam: International Association for the Evaluation of
Educational Achievement), pp 11-35.
Wahab. AA & Sapriya. 2011. Teori dan Landasan PKn. Bandung: Alvabeta.
Download