Volume III Nomor 3, Agustus 2013 ISSN: 2086-3098 \ PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Kami menerima artikel asli berupa hasil penelitian atau tinjauan 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN Diterbitkan oleh: WAHANA RISET KESEHATAN Penanggungjawab: Ketua Wahana Riset Kesehatan Ketua Dewan Redaksi: Heru SWN, S.Kep, Ns, M.M.Kes Anggota Dewan Redaksi: Koekoeh Hardjito, S.Kep, Ns, M.Kes Sunarto, S.Kep, Ns, M.M.Kes Subagyo, S.Pd, M.M.Kes Tutiek Herlina, S.K.M, M.M.Kes Sekretariat: Winarni, A.Md.Keb Nunik Astutik, S.S.T Rahma Nuril Fahmi Rafif Naufi Waskitha Hapsari Alamat: Jl. Raya Danyang-Sukorejo RT 05 RW 01 Desa Serangan Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo Telp. 081335251726, 081335718040 E-mail: [email protected] Website: www.2trik.webs.com Penerbitan perdana: Desember 2011 Diterbitkan setiap tiga bulan Harga per-eksemplar Rp. 25.000,00 hasil penelitian kesehatan, yang belum pernah dipublikasikan, dilengkapi dengan: 1) surat ijin atau halaman pengesahan, 2) jika peneliti lebih dari 1 orang, harus ada kesepakatan urutan peneliti yang ditandatangani oleh seluruh peneliti. Dewan Redaksi berwenang untuk menerima atau menolak artikel yang masuk, dan seluruh artikel tidak akan dikembalikan kepada pengirim. Dewan Redaksi juga berwenang mengubah artikel, namun tidak akan mengubah makna yang terkandung di dalamnya. Artikel berupa karya mahasiswa (karya tulis ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, dsb.) harus menampilkan mahasiswa sebagai peneliti. Persyaratan artikel adalah sebagai berikut: 1. Diketik dengan huruf Arial berukuran 9, dalam 2 kolom, pada kertas HVS A4 dengan margin kiri, kanan, atas, dan bawah masing-masing 3,5 cm. 2. Jumlah maksimum adalah 10 halaman, berbentuk softcopy (flashdisk, CD, DVD atau e-mail). Isi artikel harus memenuhi sistematika sebagai berikut: 1. Judul ditulis dengan ringkas dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris tidak lebih dari 14 kata, menggunakan huruf kapital dan dicetak tebal pada bagian tengah. 2. Nama lengkap penulis tanpa gelar ditulis di bawah judul, dicetak tebal pada bagian tengah. Di bawah nama ditulis institusi asal penulis. 3. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Judul abstrak menggunakan huruf kapital di tengah dan isi abstrak dicetak rata kiri dan kanan dengan awal paragraf masuk 1 cm. Di bawah isi abstrak harus ditambahkan kata kunci. 4. Pendahuluan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan dan paragraf masuk 1 cm. 5. Metode Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Isi bagian ini disesuaikan dengan bahan dan metode penelitian yang diterapkan. 6. Hasil Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Kalau perlu, bagian ini dapat dilengkapi dengan tabel maupun gambar (foto, diagram, gambar ilustrasi dan bentuk sajian lainnya). Judul tabel berada di atas tabel dengan posisi di tengah, sedangkan judul gambar berada di bawah gambar dengan posisi di tengah. 7. Pembahasan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Pada bagian ini, hasil penelitian ini dibahas berdasarkan referensi dan hasil penelitian lain yang relevan . 8. Simpulan dan Saran ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. 9. Daftar Pustaka ditulis dalam Bahasa Indonesia, bentuk paragraf menggantung (baris kedua dan seterusnya masuk 1 cm) rata kanan dan kiri. Daftar Pustaka menggunakan Sistem Harvard. Redaksi Volume III Nomor 3 i Halaman 118 - 185 Agustus 2013 ISSN: 2089-4686 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 ISSN: 2086-3098 EDITORIAL Para pembaca yang terhormat, selamat bersua kembali pada Volume III Nomor 3. Kali ini kami tampilkan hasil-hasil penelitian kesehatan dari Pematangsiantar, Magetan, Nganjuk, Madiun, Surabaya, dan Medan. Anda dapat mengunduh isi jurnal ini melalui http://2trik.webs.com atau dalam bentuk ringkas dapat dilihat di Portal Garuda Dikti Kemendiknas, serta portal PDII LIPI. Semoga kita bisa berjumpa kembali pada Volume III Nomor 4 bulan November 2013 mendatang. Terimakasih. Redaksi DAFTAR JUDUL 1 HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN PERSALINAN SEKSIO SESAREA 118 - 122 DI RUMAH SAKIT HARAPAN PEMATANGSIANTAR Sri Hernawati Sirait 2 HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN 123 - 128 OBESITAS PADA ANAK SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR NEGERI 05 MADIUN LOR KOTA MADIUN Dian Maya Rachmawati, Teta Puji Rahayu, Tumirah 3 GAMBARAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN BAYI DAN BALITA USIA 3-60 BULAN Rima Indra S, Tutiek Herlina, Suparji 4 EKSTRAK DAUN SIRSAK DAN DAUN TEMBAKAU SEBAGAI INSEKTISIDA 136 - 142 NABATI PENGENDALI LALAT Djoko Windu P. Irawan, Denok Indraswati 5 HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KETERATURAN ANTENATAL CARE 143 - 149 PADA IBU HAMIL TRIMESTER III Feni Sulistyaningsih, Agung Suharto, N. Surtinah 6 PERBEDAAN WAKTU KEMBALINYA KESUBURAN PADA IBU PASCA 150 - 154 MENGGUNAKAN KB SUNTIK 1 BULAN DAN KB SUNTIK 3 BULAN DI PUSKESMAS MOJOPURNO KECAMATAN WUNGU, MADIUN. Marminingsih, Muhidin, Suparji 7 KUALITAS UDARA RUANG PERAWATAN KELAS III B RUMAH SAKIT BHAKTI 155 - 160 DHARMA HUSADA SURABAYA TAHUN 2012 Musta’in, Nina Andriyani, Erna Triastuti 8 STUDI BEDA TINGKAT ASFIKSIA DARI TINDAKAN PERSALINAN (SECTIO 161 - 166 CAESAREA, INDUKSI PERSALINAN, VACUM EXTRACTION) DI RSUD dr. SAYIDIMAN MAGETAN AGUSTUS 2013 Prasetianingtyas, Sukardi, Sulikah 9 ANALISIS FAKTOR RISIKO REPRODUKSI YANG BERHUBUNGAN DENGAN 167 - 171 KEJADIAN KANKER PAYUDARA PADA WANITA DI RSUPH.ADAM MALIK DAN RSUD DR.PIRNGADI MEDAN Ardiana Batubara 10 PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR ANAK USIA 6-24 BULAN BERDASARKAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN PENDIDIKAN IBU. Sondang Sidabutar 172 - 178 11 HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DAN SUMBER INFORMASI DENGAN PEMBERIAN MP-ASI DINI PADA BAYI DI KLINIK RUKNI KEC. MEDAN JOHOR Ardiana Batubara 179 - 185 ii KETIDAKSESUAIAN 129 - 135 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 ISSN: 2086-3098 PENDAHULUAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN PERSALINAN SEKSIO SESAREA DI RUMAH SAKIT HARAPAN PEMATANGSIANTAR Sri Hernawati Sirait (Prodi Kebidanan Pematangsiantar, Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Medan) ABSTRAK Latar belakang: Tidak semua kehamilan berakhir dengan persalinan yang berlangsung normal, 30,7% persalinan disertai dengan komplikasi, di mana bila tidak ditangani dengan cepat dan baik dapat meningkatkan kematian ibu. Seksio sesarea adalah jalan keluar untuk penanganan persalinan dengan komplikasi. Survei pendahuluan di Rumah Sakit Harapan tahun 2012 ditemukan dari 801 persalinan terdapat 716 ibu yang bersalin dengan seksio sesarea (89,3%). Tujuan: Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan karakteristik ibu dengan persalinan dengan seksio sesarea di Rumah Sakit Harapan Pematangsiantar tahun 2012. Metode: Jenis penelitian analitik dengan rancangan cross-sectional, populasi yaitu seluruh semua ibu yang melahirkan dengan seksio sesarea di Rumah Sakit Harapan Pematangsiantar tahun 2012 sebanyak 716 orang. Besar sampel 257 orang diperoleh dengan menggunakan teknik simple random sampling. Analisis bivariabel dilakukan dengan uji chi square dengan tingkat kemaknaan p < 0,05. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik ibu yang berhubungan dengan persalinan dengan seksio sesarea yaitu paritas (p= 0,001), sedangkan umur, pendidikan, dan pekerjaan tidak berhubungan dengan seksio sesarea. Persalinan seksio sesarea yang tertinggi yaitu dengan indikasi partus tak maju (30%). Saran: Diharapkan kepada ibu hamil agar meningkatkan frekuensi antenatal care (ANC) selama hamil untuk mencegah terjadinya penyulit persalinan dan kepada petugas kesehatan diharapkan dapat memberikan penyuluhan selama proses pemeriksaan ANC. Kata Kunci: 118 persalinan seksio sesarea, paritas, umur, pendidikan, pekerjaan, Latar Belakang AKI di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan kesepakatan global (MDGs 2000) pada tahun 2015, diharapkan AKI menurun dari 228 pada tahun 2007 menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup. Sementara BPS memproyeksikan bahwa pencapaian AKI baru mencapai angka 163 kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Pencapaian MDGs akan dapat terwujud hanya jika dilakukan upaya yang lebih intensif untuk mempercepat laju penurunannya (Bappenas, 2010). Tidak semua kehamilan berakhir dengan persalinan yang berlangsung normal, 30,7% persalinan disertai dengan komplikasi, dimana bila tidak ditangani dengan cepat dan baik dapat meningkatkan kematian ibu. Seksio sesarea adalah jalan keluar untuk penanganan persalinan dengan komplikasi (Depkes, 2009). Angka kejadian seksio sesarea dari tahun 2009 dibeberapa negara seperti di Amerika serikat dilaporkan dari seluruh persalinan sebanyak 35% mengalami seksio sesarea, di Australia dari seluruh persalinan sebanyak 35% mengalami seksio sesarea, di Skotlandia dari seluruh persalinan sebanyak 43% mengalami seksio sesarea, dan di Perancis dari seluruh persalinan sebanyak 28% mengalami seksio sesarea (Rasyid, 2009). Berdasarkan SDKI tahun 2009-2010 angka persalinan seksio sesarea secara nasional berjumlah kurang lebih 20,5% dari total persalinan. Namun, berbagai survey menemukan bahwa persentase persalinan seksio sesarea pada rumah sakit-rumah sakit di kota besar seperti Jakarta dan Bali berada jauh di atas angka tersebut. Secara umum jumlah persalinan seksio sesarea di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 3035% dari total persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi yaitu sekitar 30-80% dari total persalinan (Rasyid, 2009). Sekalipun terdapat kesan tindakan operasi persalinan makin liberal tetapi bukan tanpa alasan indikasi medis atau indikasi yang tepat. Indikasi pada ibu, indikasi profilaksis seperti ibu dengan penyakit jantung, paru, ginjal, tekanan darah tinggi atau pre-eklamsi/eklamsi. Indikasi vital seperti, rupture uteri, kehamilan dengan perdarahan, panggul sempit, kelainan letak 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 janin, persalinan lama. Indikasi pada janin seperti gawat janin, kematian janin dalam kandungan, tali pusat menumbung (Manuaba dkk, 2009). Hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Harapan Pematangsiantar tahun 2012, dari 801 persalinan ditemukan sebanyak 716 (89,3%) ibu yang bersalin dengan seksio sesarea. ISSN: 2086-3098 Analisis Bivariabel Analisis bivariabel menunjukkan bahwa hanya paritas yang berhubungan dengan persalinan dengan seksio sesarea (p = 0,001). Tabel 2. Hubungan Karakteristik Ibu dengan Indikasi Seksio Sesarea di Rumah Sakit Harapan Tahun 2012 METODE PENELITIAN Tabel 1. Distribusi Karakteristik Ibu Karakteristik Umur - <20 tahun - 20-35 tahun - >35 tahun Pendidikan - SD - SMP - SMA - D3/S1 Pekerjaan - Bekerja - Tidak bekerja Paritas - Primipara - Sekundipara - Multipara - Grandepara Indikasi seksio sesarea - Plasenta previa - Panggul sempit - Ruptur uteri - Gawat janin - Seksio berulang - Partus tak maju - Malpresentasi janin - Preeklampsai/eklampsia - Ketuban pecah dini - Permintaan seksio 119 f % 11 4,3 196 76,3 50 19,5 15 5,8 30 11,7 175 68,1 37 14,4 134 52,1 123 47,9 122 47,5 58 22,6 71 27,6 6 2,3 11 14 0 20 48 77 22 22 33 10 4,3 5,4 0 7,8 18,7 30 8,6 8,6 12,8 3,9 0 11 19 7 11 16 36 60 19 13 23 8 6 3 1 4 12 15 3 6 4 2 50 - >35 th Pendidikan - SD 0 1 0 2 5 1 1 4 1 15 - SMP 1 1 4 2 11 2 6 3 0 30 - SMA 17 9 11 12 34 47 15 17 22 7 5 - D3/S1 1 1 4 9 15 3 1 1 2 37 Pekerjaaan - Bekerja 13 5 6 12 26 43 12 10 14 4 3 - Tidak 12 6 8 8 21 35 9 15 16 6 4 Paritas - Primi 12 3 14 12 0 40 10 15 22 5 2 - Sekundi 2 0 4 27 11 5 4 2 3 58 - Multi 6 0 3 20 24 6 5 5 2 71 - Grande 0 0 1 0 3 0 1 1 0 6 p 3 Total 3 0,287 0 0,622 2 Permintaan seksio PE KPD 0 PTM 0 Malpre janin Gawat janin Panggul sempit 2 Seksio berulang Plasenta previa 1 0,818 Analisis Univariabel Umur - <20 th - 20-35 th 0,001 HASIL PENELITIAN Karakteristik Ibu Indikasi Seksio Sesarea Penelitian ini termasuk dalam penelitian analitik dengan metode retrospektif. Dilaksanakan di Rumah Sakit Harapan Pematangsiantar bulan Mei 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang melahirkan dengan seksio sesarea di Rumah Sakit Harapan Pematangsiantar tahun 2012. Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin, sampel yaitu sebanyak 257 orang yang diambil secara simple random sampling. Analisis data meliputi tahapan analisis univariabel, analisis bivariabel dengan uji chi square dengan kemaknaan p < 0,05. PEMBAHASAN Pada variabel umur hasil uji statistik chisquare didapat nilai p = 0,287, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara umur responden dengan ibu bersalin dengan seksio sesarea. Ini menunjukkan bahwa jumlah ibu hamil dan melahirkan di usia <20 tahun dan >35 tahun lebih sedikit dari usia ibu hamil dan melahirkan di usia 20-35 tahun. Ini sejalan dengan penelitian Maria TN (2011) di RS DKT Gubeng Pojok Surabaya dan penelitian Sinaga EM (2009) di RSU Sidikalang, bahwa ibu bersalin dengan seksio sesarea umur 20-35 tahun sebanyak 226 orang (59,79%) dan 203 orang (78,7%). Menurut Pinem, 2009 bahwa usia 20-35 tahun merupakan usia reproduksi yang baik untuk hamil dan melahirkan. Usia 20-35 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 tahun merupakan usia reproduksi wanita dimana di usia tersebut seorang ibu mampu hamil dalam kondisi yang sehat baik secara fisik maupun secara psikologis. Pada ibu hamil usia ini dianggap ideal untuk menjalani kehamilan dan proses persalinan. Direntang usia ini kondisi fisik wanita dalam keadaan prima dan secara umum siap merawat dan menjaga kehamilannya, rahimpun sudah mampu memberi perlindungan atau kondisi yang maksimal untuk kehamilan (Saifuddin, 2009). Pada ibu seksio sesarea usia 20-35 tahun yang dominan dengan indikasi partus tak maju, partus tak maju selalu memberi resiko/penyulit baik bagi ibu atau janin yang sedang dikandungnya. Kontraksi rahim selama 24 jam dapat mengganggu aliran darah menuju janin sehingga janin dalam rahim dalam situasi berbahaya. (Manuaba dkk, 2009). Partus tak maju adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primipara, dan lebih dari 18 jam pada multipara. Partus tak maju disebabkan oleh kontraksi (power) abnormal, defisiensi/keterlambatan dilatasi (passage) servik, dan abnormalitas penurunan bagian presentasi janin (Liu, 2007). Pada variabel pendidikan hasil uji statistik chi-square didapat nilai p = 0,622, artinya tidak terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan ibu bersalin dengan seksio sesarea. Berdasarkan pendidikan ibu yang terbanyak yang bersalin dengan seksio sesarea adalah pendidikan SMA sebanyak 175 orang (78,1%). Wanita yang mempunyai pendidikan tinggi biasanya mempunyai wawasan lebih luas dibandingkan wanita dengan pendidikan rendah. Bila persalinan dengan seksio sesarea dapat memberikan manfaat yang lebih dibandingkan kerugiannya, maka banyak wanita akan berusaha untuk melakukan persalinan dengan seksio sesarea (Notoatmodjo, 2007). Pada variabel pekerjaan uji statistik chisquare didapat nilai p = 0,0818, artinya tidak terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan ibu bersalin dengan seksio sesarea. Berdasarkan pekerjaan ibu terbanyak yang bersalin dengan seksio sesarea adalah yang bekerja sebanyak 133 (52%). Pada ibu yang bekerja terbanyak dengan indikasi partus tak maju (16,7%), partus tak maju selalu memberi resiko/penyulit baik bagi ibu atau janin yang sedang dikandungnya (Manuaba,dkk, 2009). Partus tak maju disebabkan oleh kontraksi (power) abnormal, defisiensi/keterlambatan dilatasi (passage) servik, dan abnormalitas penurunan bagian presentasi janin (Liu, 2007). 120 ISSN: 2086-3098 Banyaknya ibu yang bekerja dengan melakukan persalinan dengan seksio sesarea menunjukan bahwa ibu yang bekerja memiliki pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan yang tidak bekerja, karena seseorang yang bekerja memiliki kesempatan untuk bertemu dengan banyak orang lebih banyak dan mengunjungi tempat yang berbeda lebih besar sehingga sumber informasi dari berbagai media didapatkan oleh orang yang bekerja. Pada variabel paritas uji statistik chisquare didapat nilai p = 0,001, artinya terdapat hubungan antara paritas dengan ibu bersalin dengan seksio sesarea. Hasil penelitian didapat bahwa pada ibu persalinan dengan seksio sesarea pada paritas primipara dan multipara tinggi (71% dan 47,4%) dengan indikasi partus tak maju masing-masing 15,5% dan 9,3%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sinaga E.M (2009) di RSU Sidikalang bahwa distribusi proporsi ibu yang mengalami persalinan dengan seksio sesarea berdasarkan faktor ibu tertinggi adalah partus tak maju (41,2%). Paritas sangat berpengaruh dalam reproduksi kecendrungan ibu berparitas rendah lebih baik dari berparitas tinggi. Hali ini disebabkan fungsi reproduksi mulai menurun. Paritas 2-3 merupakan paritas yang paling aman jika ditinjau dari sudut kematian maternal sedangkan paritas 1 dan > 3 mempunyai kematian maternal yang lebih tinggi (Prawirohardjo, 2010). Paritas berpengaruh pada ketahanan uterus. Pada grandepara yaitu ibu dengan kehamilan/melahirkan 4 kali atau lebih merupakan risiko persalinan patologis. Keadaan kesehatan yang sering ditemukan pada ibu grande multipara adalah kesehatan terganggu karena anemia dan kurang gizi, kekendoran pada dinding perut dan dinding rahim. Sementara bahaya yang dapat terjadi pada kelompok ini adalah kelainan letak dan persalinan letak lintang, robekan rahim pada kelainan letak lintang, persalinan lama, dan perdarahan paska persalinan. Bahayabahaya inilah yang memungkinkan adanya indikasi seorang ibu grande multipara melahirkan dengan seksio sesarea. Salah satu upaya pemerintah untuk menekan angka kejadian seksio sesarea adalah dengan mempersiapkan tenaga kesehatan yang terlatih dan terampil agar dapat melakukan deteksi dini dan pencegahan komplikasi pada ibu hamil selama kehamilannya sehingga kemungkinan persalinan dengan seksio sesarea dapat diminimalkan dan dapat dicegah sedini mungkin. Selain itu, peran petugas kesehatan sangat dibutuhkan yaitu 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 pada saat pemeriksaan ANC. Petugas kesehatan diharapkan mampu memberikan konseling mengenai bahaya yang ditimbulkan akibat operasi seksio sesarea sehingga masyarakat memahami dan angka kejadian bedah seksio sesarea dapat ditekan (Depkes RI, 2009). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Karakteristik ibu yang berhubungan dengan persalinan dengan seksio sesarea yaitu paritas (p=0,001), sedangkan umur, pendidikan, dan pekerjaan tidak berhubungan dengan seksio sesarea. Persalinan seksio sesarea yang tertinggi yaitu dengan indikasi partus tak maju (30%). Saran Diharapkan kepada ibu hamil agar meningkatkan frekuensi pemeriksaan ANC selama hamil untuk mencegah terjadinya penyulit persalinan dan kepada petugas kesehatan diharapkan dapat memberikan konseling mengenai bahaya yang ditimbulkan akibat persalinan dengan seksio sesarea selama proses pemeriksaan ANC. DAFTAR PUSTAKA Aini, H. 2009. Buku Pintar Menjalani 9 Bulan Kehamilan, Tora Book, Yogyakarta. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2010. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia 2010. Childinfo, 2011. A Global Overview of Maternal Mortality. http://www.childinfo.org/maternal mortality.html. Diakses tanggal 13 Maret 2013. Cunningham, F.G., N.F., Norman, K.J., Leveno, L.C., Gilshap, J.C., Hanth, K.D., Wenstrom, 2005., Obstetri William, Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Depkes, 2009. Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA). Staff.blog.ui.ac.id/rsuti/files/2010/ 03/buku-pws-bab-i-pendahuluan.pdf. Diakses tanggal 16 Maret 2013. Gant, N.F., dan F.G., Cunningham, 2010. Dasar-Dasar Ginekologi dan Obstetri, Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 121 ISSN: 2086-3098 Kasdu D., 2005. Operasi Caesar Masalah dan Solusinya. Puspa Swara. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011, Jakarta. Liu, D.T.Y., 2007. Manual Persalinan, Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Lukas, E. 2010. Peningkatan Angka Kejadian Seksio Sesaria : Suatu Fenomena, http://med.unhas.ac.id/ obgin/index.php? option=com_content & task=view&id=89&Itemid=1. Diakses tanggal 02-04-2013. Manuaba, I.A.C., Manuaba, I.B.G.F., Manuaba, I.B.G., 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita, Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Maria, T.N., 2012. Indikasi persalinan Sectio Caesarea Berdasarkan Umur dan Paritas di Rumah Sakit DKT Gubeng Pojok Surabaya Tahun 2011, Akademi Kebidanan Griya Husada, Surabaya. Nasution, Indah Afriani, 2011. Prevalensi Persalinan Seksio Sesarea atas Indikasi Plasenta Previa di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. Nugroho, T. 2012. Patologi Kebidanan, Nuha Medika,Yogyakarta. Nugroho, T. 2011. Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan, Nuha Medika, Yogyakarta. Pillitteri, A., 2002. Buku Asuhan Ibu dan Anak, Buku kedokteran EGC, Jakarta. Pinem, S., 2009, Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi, Trans Info Media, Jakarta. Prawirohardjo, S, 2010. Ilmu Kebidanan, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Saifuddin, A.B., 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sinaga, Ezra M., 2009. Karakteristik Ibu Yang Mengalami Persalinan Dengan Seksio Sesarea Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Tahun 2007 : USU Repository © 2009. Rasyid, 2009. Pengaruh hipnoterapi terhadap tingkat kecemasan ibu yang 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 ISSN: 2086-3098 akan menjalani seksio sesarea, http://darsananursejiwa.blogspot.com/20 12/01/pengaruh-hipnoterapi-terhadaptingkat.html. Diakses tanggal 18-032013. Sari, D.S., Persalinan Normal vs Operasi Caesar? Pahami, Pilih, dan Tentukan dari Sekarang, http://www.kemangmedicalcare.com/kmc -tips/tips-dewasa/1019-%09persalinannormal-vs-operasi-caesar-pahami-pilihdan-tentukan-dari-%09sekarang.html. 122 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 ISSN: 2086-3098 PENDAHULUAN HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA ANAK SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR NEGERI 05 MADIUN LOR KOTA MADIUN Dian Maya Rachmawati Alumnus Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya) Teta Puji Rahayu Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya) Tumirah (Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya) ABSTRAK Latar belakang: Di indonesia, terutama di kota-kota besar angka kejadian obesitas terus meningkat, karena adanya perubahan pola makan serta pandangan masyarakat yang keliru bahwa sehat adalah identik dengan gemuk. Tujuan: Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada anak sekolah di SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun. Metode: Jenis penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi seluruh anak kelas I–V yang mengalami obesitas di SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun (41 anak) dengan besar sampel 38 anak. Analisis menggunakan uji Spearman Rank dengan α=0,05. Hasil: Sebagian besar anak berpola makan sangat baik yang melakukan aktivitas fisik berat mengalami obesitas ringan sebanyak 8 anak (66,7%) dan obesitas sedang sebanyak 4 anak (33,3%). Hasil uji statistik p=0,012 dan p=0,025 yang berarti p<0,05 (Ho ditolak), jadi ada hubungan antara pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada anak sekolah kelas I–V di SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun. Simpulan: Ada hubungan negatif antara pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada anak sekolah, artinya semakin baik pola makan dan semakin berat aktivitas fisik anak akan berisiko terjadinya obesitas pada anak sekolah. Saran: Penimbangan BB dan pengukuran TB secara berkala perlu dilakukan guna memantau pertumbuhan anak. Orangtua perlu menambah pengetahuan tentang menu makanan seimbang dan cara penurunan berat badan bagi anak yang mengalami obesitas. Kata kunci: Pola Makan, Aktivitas Fisik, Obesitas 123 Latar Belakang Kegemukan dan obesitas merupakan masalah gizi berlebih yang kian marak dijumpai pada anak di seluruh dunia. Kegemukan dan obesitas pada anak merupakan konsekuensi dari asupan kalori (energi) yang melebihi jumlah kalori yang dilepaskan atau dibakar melalui proses metabolisme di dalam tubuh (Wahyu, 2009:1). Di Indonesia, angka kejadian obesitas terus meningkat, hal ini disebabkan perubahan pola makan serta pandangan masyarakat yang keliru bahwa sehat adalah identik dengan gemuk (Soetjiningsih, 1998). Masa usia sekolah atau masa prapubertas merupakan masa kanak-kanak yang berangsur dari usia 6 tahun hingga kira-kira usia 11 tahun atau 12 tahun. Usia ini ditandai dengan pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan masa prasekolah dengan ketrampilan dan intelektual makin berkembang (Tanuwidjaya, 2002:3). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2010, prevalensi kegemukan dan obesitas pada anak sekolah secara nasional sebesar 14%. Terjadi peningkatan dibanding hasil riset serupa pada tahun 2007, yakni 12,2%. Di Jawa Timur, prevalensi anak gemuk mencapai angka yang cukup tinggi, yaitu sebesar 17,1% (Endriyana, 2011). Di kota Madiun prevalensi kegemukan dan obesitas pada anak sekolah mencapai 9,6% berdasarkan data yang diambil dari Puskesmas Patihan. Penyebab kegemukan dan obesitas pada anak adalah faktor genetik, pola makan berlebih, kurang gerak, emosi, dan faktor lingkungan yang dapat menyebabkan gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin, diabetes tipe 2 pada remaja, hipertensi, dan obstruksi pernafasan saat tidur. Orangtua hendaknya tak memaksakan diet ketat untuk anak tetapi dengan cara membatasi asupan kalori menu harian anak dan memotivasi mereka untuk lebih aktif bergerak dan berolahraga (Hadi, 2005:9). Rumusan Masalah “Adakah hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada anak sekolah di SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun?” Tujuan Penelitian Mengetahui hubungan antara pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 obesitas pada anak sekolah di SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun. METODE PENELITIAN 60,5 23,7 10,5 5,3 Sa at ng ik ba ik Ba ik ba p ku ik Cu ba Gambaran distribusi frekuensi anak kelas I–V yang mengalami obesitas dengan pola makan dan aktivitas fisik. Usia Anak 34,2 Gambar 3. Persentase Pola Makan Anak Sekolah Kelas I–V di SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun 70 60 50 40 30 20 10 0 63,1 23,7 13,2 21 ra t 23,7 Be an un h ta un un h ta n 76,3 ng da ng 12 11 h ta hu ta n n hu ta hu ta 10 9 8 7 Gambar 4. Persentase Aktivitas Fisik Anak Sekolah Kelas I–V di SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun Obesitas 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Jenis Kelamin Anak Se 13,2 Ri 13,2 7,9 10,5 Gambar 1. Persentase Usia Anak di SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun 71 23,7 5,3 t ra an -l ki i ak pu m re Pe La ng da Be Se ng Ri 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 70 60 50 40 30 20 10 0 Aktivitas Fisik Anak HASIL PENELITIAN 40 30 20 10 0 Pola Makan anak ng ra Ku Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei analitik menggunakan rancangan penelitian Cross Sectional. Lokasi dari penelitian ini adalah SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun. Populasi penelitian ini adalah anak kelas I-V yang mengalami obesitas SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun dengan jumlah populasi 41 anak. Sampel penelitian ini 38 anak. Teknik random yang digunakan Simple Random Sampling. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pola makan dan aktivitas fisik. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian obesitas. Analisa data menggunakan uji statistik Spearman Rank dengan taraf signifikansi (p<0,05). ISSN: 2086-3098 an Gambar 5. Persentase Obesitas pada Anak Sekolah Kelas I–V di SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun Gambar 2. Persentase Jenis Kelamin Anak di SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun 124 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Anak Dengan Kejadian Obesitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak dengan pola makan kurang baik dan aktivitas berat mengalami obesitas ringan sebanyak 2 anak (100%). Anak dengan pola makan cukup baik dan aktivitas sedang mengalami obesitas ringan sebanyak 1 anak (100%) dan anak dengan pola makan cukup baik dan aktivitas fisik berat mengalami obesitas ringan sebanyak 3 anak (100%). Anak dengan pola makan baik dan aktivitas sedang mengalami obesitas ringan sebanyak 1 anak (50%) dan obesitas sedang sebanyak 1 anak (50%). Anak dengan pola makan baik dan aktivitas fisik berat mengalami obesitas ringan sebanyak 7 anak (100%). Anak dengan pola makan sangat baik dan aktivitas fisik ringan mengalami obesitas ringan sebanyak 3 anak (60%) dan obesitas berat sebanyak 2 anak (40%). Anak dengan pola makan sangat baik dan aktivitas sedang mengalami obesitas ringan sebanyak 2 anak (33,3%) dan obesitas sedang sebanyak 4 anak (66,7%). Anak dengan pola makan sangat baik dan aktivitas fisik berat mengalami obesitas ringan sebanyak 8 anak (66,7%) dan obesitas sedang sebanyak 4 anak (33,3%). PEMBAHASAN Usia Anak Berdasarkan Gambar 1, anak yang berusia 7 tahun sebanyak 3 anak (7,9%) dan anak yang berusia 11 tahun sebanyak 13 anak (34,2%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa obesitas paling banyak terjadi pada anak usia 11 tahun daripada anak usia 7–10 tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Reistanti (2012) obesitas pada anak telah menjadi masalah yang serius di dunia dan negara Indonesia akhir-akhir ini. Lebih dari sembilan juta anak di dunia berusia 6 tahun ke atas mengalami obesitas, hingga kini angkanya terus melonjak dua kali lipat pada anak usia 12–19 tahun, bahkan meningkat tiga kali lipat pada anak usia 10– 12 tahun. Jenis Kelamin Anak Berdasarkan Gambar 2, anak yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 29 anak (76,3%) dan anak yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 9 anak (23,7%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa obesitas lebih banyak terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. 125 ISSN: 2086-3098 Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan Arisman (2004) anak sekolah adalah anak yang berusia 6– 14 tahun, memiliki fisik lebih kuat dengan pertumbuhan anak perempuan lebih cepat daripada anak laki-laki. Anak perempuan lebih rentan terhadap obesitas selama masa pubertas. Sekitar 80% anak perempuan yang mengalami obesitas di masa pubertas akan terus menjadi obesitas, dibandingkan pada anak laki-laki sebesar 30%. Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan pendapat Brown (2005) yang menyatakan bahwa pertumbuhan anak perempuan lebih cepat daripada anak lakilaki dikarenakan lemak tubuh anak perempuan dan anak laki-laki berbeda. Pada usia 10–12 tahun ini terjadi peningkatan persen lemak tubuh minimal sebesar 16% pada anak perempuan dan 13% pada anak laki-laki. Pola Makan Anak Berdasarkan Gambar 3, anak yang mengalami obesitas paling banyak didapatkan pada anak dengan pola makan sangat baik sebanyak 23 anak (60,5%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa obesitas lebih banyak terjadi pada anak dengan pola makan sangat baik. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Anna (2010) yang menyatakan bahwa pada anak dengan obesitas memiliki pola makan tidak baik yaitu pola makan yang berulang-ulang, tidak terjadwal, dalam porsi besar, dan minim aktivitas. Pola makan yang dianut oleh anak dimiliki melalui proses belajar yang menghasilkan kebiasaan makan yang terjadi sejak dini sampai dewasa dan akan berlangsung selama hidupnya, hingga kebiasaan makan dan susunan hidangan masih bertahan sampai ada pengaruh yang dapat mengubahnya. Aktivitas Fisik Anak Berdasarkan Gambar 4, anak yang mengalami obesitas paling banyak didapatkan pada anak dengan aktivitas fisik berat sebanyak 24 anak (63,1%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa obesitas lebih banyak terjadi pada anak dengan aktivitas fisik berat. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan Brown (2005) anak yang mengalami obesitas biasanya melakukan aktivitas fisik ringan karena enggan untuk melakukan olahraga. Anakanak yang jarang bergerak akan lebih mudah mengalami kenaikan berat badan 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 karena mereka tidak membakar kalori melalui aktivitas fisik. Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan pendapat Subardja (2004) berdasarkan jenis kelamin anak yang menyatakan bahwa tingkat aktivitas anak laki-laki dan anak perempuan sangat berbeda, untuk anak laki-laki tingkat aktivitasnya lebih tinggi dari pada perempuan. Obesitas Anak Berdasarkan Gambar 5, anak yang mengalami obesitas paling banyak didapatkan pada anak dengan obesitas ringan sebanyak 27 anak (71%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa obesitas lebih banyak terjadi pada anak yang mengalami obesitas ringan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Brown (2005) yang menyatakan bahwa pada umumnya anak dengan obesitas yang enggan melakukan olahraga akan mengalami obesitas berat karena terjadi kelebihan energi bila konsumsi energi ini melalui makanan melebihi energi yang dikeluarkan, maka kelebihan energi ini akan diubah menjadi lemak tubuh. Menurut Subardja (2004) anak-anak membutuhkan nutrisi dan kalori tambahan untuk pertumbuhan dan perkembangan mereka. Jadi, bila anak mengkonsumsi kalori dalam jumlah yang cukup untuk aktivitas sehari-hari, maka pertambahan berat badan mereka akan seimbang dengan pertambahan tinggi badan anak. Hasil Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik Anak dengan Kejadian Obesitas Hasil Uji Statistik menunjukkan bahwa sebagian besar anak memiliki pola makan sangat baik yang melakukan aktivitas fisik berat mengalami obesitas ringan sebanyak 8 anak (66,7%) dan obesitas sedang sebanyak 4 anak (33,3%). Sesuai dengan hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif antara pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada anak sekolah kelas I–V SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun, yang berarti semakin baik pola makan dan semakin berat aktivitas fisik anak akan berisiko terjadinya obesitas pada anak. Padahal menurut teori Anna (2010) anak dengan obesitas memiliki pola makan tidak baik yaitu pola makan yang berulang-ulang, tidak terjadwal, dalam porsi besar, dan minim aktivitas. Teori ini didukung oleh teori Brown (2005) yang menyatakan bahwa anak yang mengalami obesitas biasanya 126 ISSN: 2086-3098 melakukan aktivitas fisik ringan karena enggan untuk melakukan olahraga. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian-penelitian terdahulu mengingat obesitas bersifat multifaktor, kemungkinan pertama disebabkan karena faktor yang lebih dominan, seperti faktor genetik dari orangtua yang obesitas. Kemungkinan kedua disebabkan karena adanya perbedaan kecepatan metabolisme tubuh antara satu individu dan individu lainnya sehingga individu yang memiliki kecepatan metabolisme lebih lambat memiliki risiko lebih besar menderita obesitas. Kemungkinan ketiga disebabkan oleh pola makan keluarga yang mempengaruhi pola makan anak yang melebihi kebutuhan gizi tubuh sehingga terjadi penyimpangan kelebihan kalori yang disimpan sebagai lemak di bawah tubuh. Meskipun anak melakukan aktivitas berat, namun anak tidak bisa terhindar dari kebiasaan mengudap makanan dan minuman ringan yang biasanya memiliki kadar kalori, garam maupun gula yang tinggi sewaktu di rumah maupun saat jajan di sekolah. Jika hal ini dibiarkan dalam waktu yang lama maka akan menyebabkan terjadinya obesitas berat pada anak sekolah. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada penelitian yang dilakukan di SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun tanggal 11-12 Mei 2012 sejumlah 38 anak dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pola makan sangat baik didapatkan paling banyak pada anak sekolah yang mengalami obesitas di SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun. 2. Aktivitas fisik berat didapatkan paling banyak pada anak sekolah yang mengalami obesitas di SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun. 3. Obesitas ringan didapatkan paling banyak pada anak sekolah di SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun. 4. Ada hubungan negatif antara pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada anak sekolah di SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun. Saran Berdasarkan dari hasil penelitian yang diuraikan di atas maka disarankan: 1. Institusi Pendidikan Unit Kesehatan Sekolah (UKS) perlu membuat program pemantauan 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 pertumbuhan anak sekolah secara berkala dapat direncanakan pencegahan dan penanggulangan obesitas yang dapat menekan prevalensi obesitas pada anak sekolah. 2. Masyarakat Orangtua dan anak sekolah perlu menambah pengetahuan tentang menu makanan seimbang dan program penurunan berat badan pada anak yang mengalami obesitas. 3. Peneliti Hasil penelitian ini dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya dengan mengambil populasi penelitian di beberapa wilayah sekolah sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasikan dengan sampel yang lebih besar terutama lebih banyak pada anak perempuan yang mengalami obesitas. DAFTAR PUSTAKA Agoes, Dina dan Maria Poppy. 2003. Mencegah dan Mengatasi Kegemukan Pada Balita. Jakarta: Puspa Swara Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Anggota IKAP Anna, Hapsari. 2010. Awasi jajanan Anak, Waspadai Obesitas. http://republica.online.com/2010/04/awasi -jajanan-anak-waspadai-besitas.html. Post 20 April 2010. (diakses tanggal 8 Juli 2012) Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta _____. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta Arisman, dkk. 2004. Pengaruh Intervensi Diet dan Olahraga Terhadap Indeks Massa Tubuh, Lemak Tubuh dan Kesegaran Jasmani Pada Anak Obesitas, Artikel Penelitian, Program Studi Ilmu Gizi FK UNDIP, Semarang Baliwati, Yayuk Farida, dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya BKKBN. 2000. Gizi Pada Anak Sekolah. Jakarta: YBPSP 127 ISSN: 2086-3098 Brown and World Health Organisation. 2005. Obesity: Preventing and Managing The Global Epidemic. Report of WHO Consultation on Obesity, Geneva, 3-5 June 1997. Geneva: WHO Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Health Statistics. 2009. Growth Charts. http://www.cdc.gov/ growthcharts.htm. (diakses tanggal 10 April 2012) Devi, Nirmala. 2012. Gizi Anak Sekolah. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara Fathonah, Siti, dkk. 2000. Prevalensi Gizi Lebih Pada Anak-Anak SMA dan Faktorfaktor yang Mempengaruhinya. Tesis, IKIP, Semarang Firman. 2012. Pengaruh kesehatan dan gizi terhadap tingkat kemiskinan. http://firmanharjuanjaya.com/. Post 18 Februari 2012. (diakses tanggal 28 Maret 2012) Galletta, Gayle. 2005. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta: Balai penerbit FK-UI Hadi, H. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya Terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional. Yogyakarta: UGM Hidayati, Siti Nurul, dkk. 2002. Obesitas Pada Anak. Surabaya: FK Unair Manurung, Nelly Katharina. 2008. Pengaruh Karakteristik Remaja, Genetik, Pendapatan Keluarga, Pendidikan Ibu, Pola Makan dan Aktivitas Fisik Terhadap Kejadian Obesitas Di SMU RK Tri Sakti Medan, Tesis, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatra Utara, Medan Novitasari, Dewi. 2009. Hubungan Pola Makan dengan Obesitas Pada Anak di Kelurahan Gandaria Utara Jakarta Selatan, Karya Tulis Ilmiah, Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Jakarta Mutadin, Zainun. 2002. Obesitas dan Faktor Penyebab. Jakarta: UI Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Konsep dan Penetapan Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta ______. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 ______. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Nursalam. 2001. Metodologi Riset Keperawatan. Surabaya: Airlangga University Press _______. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Padmonodewo, Soemiarti. 2004. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta Purwanti, Eko. 2011. Hubungan Antara Jenis dan Frekuensi Makan Dengan Aktivitas Fisik Anak Sekolah Dasar Negeri Kartasura 1 Sukoharjo Jawa Tengah, Karya Tulis Ilmiah, Prodi DIII Gizi FIK Universitas Muhammadiyah Surakarta. ISSN: 2086-3098 Suprihatun, Niken. 2007. Aktivitas Fisik dan Perilaku Ibu sebagai Faktor Resiko Terjadinya Obesitas Pada Anak TK, Artikel Penelitian, Program Studi Ilmu Gizi FK Universitas Diponegoro, Semarang Sugiyono. 2006. Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta Wahyu, Genis Ginanjar. 2009. Obesitas Pada Anak. Jakarta: PT. Mizan Publika Wijayanti, Faizah. 2007. Faktor Risiko Obesitas Pada Murid Sekolah Dasar Usia 6-7 Tahun di Semarang. Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang Yatim, Faisal. 2008. 30 Gangguan Kesehatan Pada Anak Usia Sekolah. Jakarta: Pustaka Populer Obor Reistanti, Anggi. 2012. Obesitas Pada Anak Usia Sekolah Dasar. http://bylenterasenja.blogspot.com/2012/ 06/obesitas-pada-anak-usia-sekolahdasar.html. Post 2 Juni 2012. (diakses tanggal 8 Juli 2012) Rosiani, Retno. 2011. Obesitas Pada Anak Usia Sekolah, Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2000. Ilmu Gizi. Jakarta Timur: Dian Rakyat Soegeng, Santoso dan Anne Lies Ranti. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya Soejanto, Agoes. 2005. Psikologi perkembangan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Soekirman, Hardinsyah, M. Latifah, dan C.M. Dwiriani. 2006. Data Studi Status Gizi Pola Makan dan Aktivitas fisik Anak Sekolah Dasar. Bogor: ILSI-IPB Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Anak. Jakarta: EGC Kembang Subardja, Dedi. 2004. Obesitas Primer Pada Anak. Bandung: PT. Kiblat Buku Utama Suhardjo. 2005. Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat. Bogor: IPB Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC 128 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 ISSN: 2086-3098 PENDAHULUAN GAMBARAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKSESUAIAN PERKEMBANGAN BAYI DAN BALITA USIA 3-60 BULAN Rima Indra S (Alumnus Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya) Tutiek Herlina (Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya) Suparji (Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya) ABSTRAK Latar belakang: Di Desa Tawun, Kasreman, Ngawi, jumlah bayi dan balita sebanyak 287, 63 anak (22%) memiliki perkembangan yang tidak sesuai usia. Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian perkembangan bayi dan balita usia 3-60 bulan. Metode: Jenis penelitian ini adalah deskriptif, dengan populasi semua ibu yang mempunyai bayi dan balita usia 3-60 bulan dengan perkembangan tidak sesuai usia (63 orang) dan seluruhnya diteliti. Variabel penelitian adalah faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian perkembangan bayi dan balita usia 3-60 bulan. Data dikumpulkan dengan kuesioner, lalu dianalisis secara deskriptif dan disajikan berupa diagram. Hasil: Gambaran faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian perkembangan bayi yaitu jenis kelamin laki-laki (61,9%), umur ibu saat hamil <20 dan >35 tahun (79,4%), jumlah saudara lebih dari satu (58,7%), status ibu bekerja (63,5%), penyakit kronis pada bayi dan balita BGM (4,7%), tidak terdapat penyakit infeksi saat ibu hamil kelahiran dengan tindakan vakum ekstraksi (1,6%), dan pemberian stimulasi kurang baik (82,5%). Saran: Disarankan pihak yang terkait, utamnya orang tua, pengasuh, kader dan masyarakat, pendidik, tenaga kesehatan, petugas sosial dan penyelenggara pelayanan bagi anak lainnya dapat memberikan stimulasi perkembangan anak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi serta terselenggaranya deteksi dan intervensi dini di semua fasilitas pelayanan kesehatan dasar atau fasilitas pelayanan lainya. Kata kunci: perkembangan, bayi, balita 129 Latar Belakang Kualitas anak masa kini merupakan penentu kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang. Pembangunan manusia masa depan dimulai dengan pembinaan anak masa sekarang. Untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang maka anak perlu dipersiapkan agar bisa tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuanya (Narendra, 2002). Masa 5 tahun pertama kehidupan merupakan masa yang sangat peka terhadap lingkungan dan (masa ini berlangsung sangat pendek serta tidak dapat di ulang lagi, maka masa balita disebut sebagai “masa keemasan” (golden periode), “jendela kesempatan” (window of opportunity) dan “masa kritis” (critical period) (Depkes RI, 2007). Masa balita adalah masa emas dalam rentang perkembangan seorang individu. Pada masa ini, pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, keterampilan motorik dan sosial emosi berjalan demikian pesatnya. Masa balita juga merupakan masa kritis yang akan menentukan hasil proses tumbuh kembang anak selanjutnya. Dalam masa perkembangan balita, anak mengalami perubahan yang terjadi dalam hal perubahan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan motorik kasar, motorik halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian (Soetjiningsih, 2002). Mengingat jumlah bayi dan balita yang sangat besar yaitu sekitar 10% dari seluruh populasi, maka sebagai calon generasi penerus, kualitas tumbuh kembang bayi dan balita perlu mendapat perhatian serius. Berdasarkan Sensus Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2010 jumlah anak usia dini 0-6 tahun sebanyak 26,09 juta. Dari jumlah tersebut 13,5 juta di antaranya berusia antara 0-3 tahun dan anak usia 4-5 tahun mencapai 12,6 juta anak, dari jumlah anak tersebut sekitar 14,08% anak mengalami keterlambatan perkembangan (Darsana, 2012). Menurut penelitian bahwa pada perkembangan anak sering didapatkan kelainan perkembangan, antara lain sebesar 0,3% dari seluruh populasi terjadi retardasi mental, 1-5 per 1000 anak menderita Palsi Serebralis, 0,9% pada anak dibawah 5 tahun dan 1,94% pada anak berusia 5-14 tahun mengalami gangguan bicara dan bahasa, 1,0-1,2 per 1000 kelahiran hidup mengalami Sindroma Down, kesulitan belajar dan sindrom yang menyangkut konsentrasi dan 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 perhatian anak sebesar 5-7% (Soetjiningsih, 2002). Data Dinas Kesehatan Kabupatern Ngawi, target untuk bayi dan balita dengan perkembangan sesuai adalah 90% sampai bulan Desember 2011 pencapaian program mencapai 53.122 atau 85,56 %, dari keseluruhan bayi dan balita yang berjumlah 62.088. Puskesmas Kasreman Kabupaten Ngawi merupakan salah satu puskesmas yang mempunyai jumlah bayi dan balita adalah 3082 dengan perkembangan yang tidak sesuai usia terbanyak di Kabupaten Ngawi yaitu 332 anak (11%). Di wilayah Puskesmas Kasreman yang terbanyak di desa Tawun dengan jumlah bayi dan balita adalah 287, dan perkembangannya tidak sesuai usia sebayak 63 anak (22%). Usaha atau upaya yang bisa dilakukan untuk menurunkan masalah perkembangan seorang anak, maka harus dilakukan upaya pencegahan sedini mungkin yakni sejak pembuahan janin dalam kandungan ibu, pada saat persalinan sampai masa krisis proses perkembangan manusia yaitu masa di bawah lima tahun (Soetjiningsih, 2002). Pada anak tersebut apabila dilakukan intervensi dini yaitu dapat dilakukan dengan stimulasi apabila dilakukan secara benar dan intensif sebagian besar gejala-gejala penyimpangan dapat diatasi dan anak akan tumbuh berkembang normal seperti anak sebaya lainya (Depkes RI, 2007). Berdasarkan hal tersebut di atas, dirasa perlu dilakukan penelitian tentang gambaran faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian perkembangan bayi dan balita usia 3-60 bulan di desa Tawun Kecamatan Kasreman Kabupaten Ngawi. Identifikasi Faktor Penyebab Masalah Menurut Soetjiningsih (2002), faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak secara umum adalah faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan merupakan faktor yang sangat menetukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Faktor lingkungan secara garis besar dibagi menjadi: a) faktor pranatal adalah faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih di dalam kandungan b) faktor persalinan c) faktor postnatal adalah faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak setelah lahir. Pembatasan Masalah Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan bayi dan balita pada penelitian ini dibatasi pada 1) jenis kelamin bayi dan balita, 2) umur ibu saat hamil, 3) 130 ISSN: 2086-3098 jumlah saudara, 4) status pekerjaan ibu, 5) penyakit kronis pada bayi dan balita, 6) penyakit infeksi saat ibu hamil, 7) riwayat kelahiran dengan tindakan, 8) tingkat pemberian stimulasi pada bayi dan balita di desa Tawun Kecamatan Kasreman Kabupaten Ngawi. Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan pada latar belakang di atas maka disusun rumusan masalah “Bagaimanakah gambaran faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian perkembangan bayi dan balita usia 3-60 bulan di desa Tawun Kecamatan Kasreman Kabupaten Ngawi?”. Tujuan Penelitian Tujuan umum peneilitian ini adalah mengetahui gambaran faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian perkembangan bayi dan balita usia 3-60 bulan. Tujuan khusus khusus penelitian adalah: 1. Mengidentifikasi jenis kelamin dari bayi dan balita usia 3-60 bulan. 2. Mengidentifikasi umur ibu waktu hamil dari bayi dan balita usia 3-60 bulan. 3. Mengidentifikasi jumlah saudara dari bayi dan balita usia 3-60 bulan. 4. Mengidentifikasi status pekerjaan ibu dari bayi dan balita 3-60 bulan. 5. Mengidentifikasi penyakit kronis dari bayi dan balita 3-60 bulan. 6. Mengidentifikasi penyakit infeksi saat ibu hamil dari bayi dan balita usia 3-60 bulan. 7. Mengidentifikasi riwayat kelahiran dengan tindakan dari bayi dan balita usia 3-60 bulan. 8. Mengidentifikasi tingkat pemberian stimulasi dari bayi dan balita usia 3-60 bulan. Manfaat Penelitian. Manfaat teoritis yang diharapkan adalah dapat meningkatkan ilmu pengetahuan tentang perkembangan bayi dan balita. Manfaat praktis yang diharapkan antara lain:. 1. Bagi masyarakat. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dan digunakan sebagai masukan bagi ibu yang memiliki anak bayi dan balita untuk lebih mencermati perkembangan anaknya. 2. Bagi institusi pelayanan kesehatan Sebagai bahan masukan yang dapat dipergunakan untuk bahan pengembangan dan evaluasi dalam 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 rangka peningkatan pelayanan kesehatan secara optimal. 3. Bagi Institusi Pendidikan Memberikan masukan kepada institusi pendidikan khususnya dalam bidang perpustakaan dan mahasiswa pada umumnya untuk menambah wawasan tentang faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian perkembangan bayi dan balita. 4. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan dan dapat dikembangankan pada penulisan karya tulis selanjutnya. ISSN: 2086-3098 rekapitulasi data dan dilanjutkan pemberian kode. Semua kuesioner yang terkumpul terisi lengkap. Coding Penelitian dilakukan di desa Tawun Kecamatan Kasreman Kabupaten Ngawi, pada bulan Maret 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 Coding dirinci sebagai berikut: 1) Jenis kelamin: kode 1= perempuan, kode 2= laki-laki. 2) Usia ibu saat hamil anak terakhir: kode 1 =20-35 tahun, kode 2=<18 tahun dan >35 tahun 3) Jumlah saudara: kode 1= satu; kode 2= >satu. 4) Pekerjaan ibu: kode 1= tidak bekerja, kode 2= ibu bekerja. 5) Penyakit kronis pada bayi dan balita: kode 1= tidak menderita penyakit kronis, kode 2= menderita penyakit kronis. 6) Penyakit infeksi saat ibu hamil: kode 1= tidak menderita penyakit infeksi; kode 2= menderita penyakit infeksi. 7) Riwayat kelahiran dengan tindakan: kode 1= tidak dengan tindakan; kode 2= dengan tindakan. 8) Tingkat pemberian stimulasi: kode 1= stimulasi baik; kode 2= stimulasi kurang baik. Populasi dan Sampel Analyzing Populasi penelitian dalah semua ibu yang mempunyai bayi dan balita usia 3-60 bulan dengan perkembangan yang tidak sesuai usia di desa Tawun pada bulan Desember tahun 2011. Besar populasi adalah 63 orang. Besar sampel adalah 63 orang. Sampel diambil dengan teknik non-probability yaitu sampling jenuh. Data dianalisis secara deskriptif berupa frekuensi, lalu disajikan menggunakan diagram. METODE PENELITIAN Jenis penelitian Jenis deskriptif. penelitian adalah penelitian Lokasi dan waktu peneliti Teknik Pengumpulan Data Setelah mendapat ijin penelitian dari Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Ngawi. Pengumpulan data dilakukan di lima posyandu yang pelaksanaanya disesusaikan dengan jadwal posyandu yang sudah ada, kemudian menyebarkan kuesioner pada responden. Keluarga yang telah memenuhi kriteria sebagai responden diberi kuesioner, kemudian menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. Setelah itu dipersilahkan mengisi kuesioner. Instrumen pengumpulan data Pengolahan dan Analisis Data Etik Penelitian Mengajukan ijin kepada Koordinator Pelaksana Prodi DIII Kebidanan Kampus Magetan dan Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Ngawi sebagai lokasi penelitian. Informed Consent Semua subyek menandatangani tidak ada yang menolak. dan Anonimity Penelitian ini tidak mencantumkan nama pengumpulan data, tetapi cukup meberi kode . Confidentiality (kerahasiaan) Hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan dalam penelitian ini. Editing Data yang diperoleh dari kuesioner yang telah diisi dimasukan dalam formulir 131 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 HASIL PENELITIAN ISSN: 2086-3098 Status Pekerjaan Ibu Jenis kelamin anak bayi dan balita 39 24 40 23 kb tida r eke ja n pua em Per ki i-la La k erja bek 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Penyakit Kronis Usia Ibu Saat Hamil 60 70 60 50 40 30 20 10 0 50 50 40 30 0 ah <2 0 / >3 35 20- ern kp nah 10 a Tid 13 3 Per 20 60 5 Penyakit Infeksi Saat Ibu Hamil Jumlah Saudara 37 26 0 ak Ti d ah n per nah tu >sa u sat 132 63 Per 40 35 30 25 20 15 10 5 0 70 60 50 40 30 20 10 0 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 Riwayat Kelahiran dengan Tindakan 70 62 60 50 ISSN: 2086-3098 2008). Upaya yang dilakukan untuk mencegah ketidaksesuaian perkembangan bayi dan balita baik laki-laki maupun perempuan yaitu ibu dan balita datang setiap bulan ke Posyandu agar bisa mendeteksi balita sedini mungkin. Bila terjadi penyimpangan tumbuh kembang segera dideteksi oleh petugas kesehatan. 40 Usia Ibu Saat Hamil 30 20 10 1 0 ak Tid da k Tin an Tingkat Pemberian Stimulasi 60 50 40 30 20 10 0 52 11 k ng a Kur Bai k bai PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa umur ibu waktu hamil yang paling banyak adalah umur beresiko yaitu umur < 20 dan > 35 tahun. Hal ini sesuai dengan penjelasan Hartanto (2004) usia ibu untuk hamil adalah: dibawah 20 tahun adalah usia yang sebaiknya tidak mempunyai anak dulu,di atas 30 tahun terutama diatas 35 tahun dianjurkan untuk tidak hamil karena alasan medis dan lainya. Hal tersebut kurang menguntungkan bagi ibu dan bayinya. Menurut Narendra (2002) dianjurkan agar wanita tidak hamil sebelum umur 18tahun atau lebih dari 35 tahun, untuk mengurangi resiko bagi ibu maupun bayinya. Resiko lahirnya bayi dengan Sindroma Down bertambah tinggi pada ibu yang hamil diatas 35 tahun. Sejumlah kelainan kongenital antara lain, Sindroma Down, anensefali, spinabifida dan lainya meningkat dengan bertambahnya usia ibu diwaktu hamil. Dalam penelitian ini meskipun ada ibu hamil pada usia <20 dan >35 tahun tetapi tidak ditemukan diagnosa Sindroma Down, anensefali, spinabifida pada bayi yang dilahirkan. Oleh karena itu untuk menurunkan resiko pada bayi yang dilahirkan sebaiknya ibu untuk hamil dalam usia produktif. Jumlah Saudara Jenis Kelamin Bayi dan Balita Pada penelitian ini didapatkan bahwa jenis kelamin paling banyak adalah laki-laki. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Soetjiningsih (2002) dikatakan anak laki-laki lebih sering sakit dibandingkan anak perempuan, tetapi belum diketahui mengapa demikian. Dalam penelitian ini ditemukan 3 balita BGM, 2 diantaranya berjenis kelamin laki-laki. Gizi kurang berdampak langsung terhadap kesakitan dan kematian, gizi kurang juga berdampak terhadap pertumbuhan, perkembangan intelektual dan produktivitas. Anak yang kekurangan gizi pada usia balita, akan tumbuh pendek dan mengalami gangguan pertumbuhan serta perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan (Adisasmito, 133 Pada penelitian didapatkan bahwa jumlah saudara paling banyak adalah lebih dari satu. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori. Menurut Soetjiningsih (2002), jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan kurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima anak, sehingga anak kurang mendapatkan stimulasi yang optimal. Pendapat lain menurut Narendra dkk (2002), semakin sedikit jumlah anak semakin mudah dan optimal seorang ibu dalam memberikan stimulasi. Dan perhatian yang terbagi dengan jumlah saudara sedikit maka dimungkinkan pelaksanaan stimulasi lebih optimal. Dari hasil penelitian diharapkan orang tua untuk mengatur jarak kehamilan dan jumlah anak dalam keluarga agar ibu dapat memiliki waktu luang yang lebih banyak dalam memberikan stimulasi dan 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 mengamati perkembangan sehingga tidak terjadi perkembangan pada anak. anaknya kelainan Status Pekerjaan Ibu Hasil penelitian menunjukkan bahwa status pekerjaan ibu yang terbanyak adalah bekerja. Hal ini kurang menguntungkan untuk perkembangan anak karena menurut Notoatmodjo (2007) Bahwa masyarakat yang sibuk mempunyai sedikit waktu untuk memeproleh informasi karena ada pekerjaan yang memerlukan waktu dan tenaga. Oleh karena itu bagi ibu balita yang bekerja untuk lebih meluangkan waktu menemani anaknya dirumah dan membawa anaknya ke pelayanan kesehatan sehingga memperoleh informasi tentang perkembangan anaknya. Penyakit Kronis pada Bayi dan Balita Dalam penelitian ini ditemukan adanya penyakit kronis yaitu dengan status BGM, pada bayi dan balita usia 3-60 bulan yang perkembanganya tidak sesuai usia sebanyak 3 anak . Hal ini sesuai dengan pendapat Soetjiningsih (2002) yang mengatakan bahwa, Tuberkulosis, anemia, kelainan jantung bawaan mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani. Anak yang menderita penyakit menahun akan terganggu tumbuh kembangnya dan pendidikanya, disamping itu anak juga mengalami stres yang berkepanjangan akibat dari penyakitnya. Meskipun bayi dan balita tersebut tidak menderita penyakit kronis tetapi dengan status BGM berarti anak tersebut kekurangan gizi, sehingga akan mengalami gangguan pada pertumbuhan dan perkembanganya. ISSN: 2086-3098 vakum ekstraksi. Menurut Soetjiningsih (2002) Riwayat kelahiran dengan vakum ekstraksi atau forseps dapat menyebabkan trauma kepala pada bayi sehingga berisiko terjadinya kerusakan pada otak. Pada bayi dan balita yang lahir tidak dengan tindakan yang mengalami ketidaksesuaian perkembangan kemungkinan disebabkan oleh faktor yang lain. Tingkat Pemberian Stimulasi Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bayi dan balita usia 3-60 bulan lebih banyak mendapatkan stimulasi yang kurang baik.Pendapat Soetjiningsih (2002) yang mengatakan bahwa anak yang banyak mendapatkan stimulasi perkembanganya akan lebih cepat berkembang dari pada anak yang kurang atau bahkan tidak mendapat stimulasi karena perkembangan memerlukan stimulasi khususnya dalam keluarga. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian yang telah dilakukan Suharni (2011) yang mengatakan bahwa stimulasi seharusnya dilakukan oleh ibu secara optimal dan benar. Sedang menurut Depkes RI, (2005), stimulasi mempunyai tujuan agar anak usia 0-5 tahun dan anak prasekolah usia 5-6 tahun tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya. Pemberian stimulasi pada anak yang kurang baik akan mengakibatkan penyimpangan perkembangan sehingga orang tua perlu melaksanakan peranannya lebih baik lagi dalam menstimulasi anaknya. Untuk hal ini orang tua bisa mendiskusikanya dengan orang yang lebih mengerti tentang pemberian stimulasi atau mencari informasi dari buku majalah, internet dll. Penyakit Infeksi saat Ibu hamil SIMPULAN DAN SARAN Pada penelitian ini tidak didapatkan penyakit infeksi saat ibu hamil dari bayi dan balita usia 3-60 bulan yang perkembanganya tidak sesuai usia. Menurut Soetjiningsih (2002), Infeksi intrauterine yang sering menyebabkan cacat bawaan adalah TORCH (Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes simplex). Sedangkan infeksi lainya adalah Varssela, Malaria Lues, HIV, Polio, Campak, Laptospira, Virus influenza dan Virus Hepatitis. Riwayat Kelahiran Dengan Tindakan Dalam penelitian ini ditemukan satu balita yang perkembanganya tidak sesuai usia dengan riwayat kelahiran dengan tindakan 134 Simpulan Kesimpulan 1. Jenis kelamin pada bayi dan balita yang lebih banyak adalah laki laki yaitu 39 (69,1%). 2. Usia ibu saat hamil yang lebih banyak adalah umur beresiko yaitu < 20 dan >35 tahun yaitu 50 (79,4%). 3. Jumlah saudara yang lebih banyak adalah lebih dari satu yaitu 37 (58,7%). 4. Status pekerjaan ibu yang lebih banyak adalah bekerja yaitu 40 (63,5%). 5. Penyakit kronis pada bayi dan balita didapatkan 3 bayi dan balita dengan penyakit kronis (4,7%). 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 6. Tidak didapatkan ibu yang mengalami infeksi saat hamil yaitu 0 (0%). 7. Riwayat kelahiran dengan tindakan didapatakan 1 balita (1,6%). 8. Tingkat pemberian stimulasi adalah kurang baik yaitu 52 (82,53%). Saran 1. Bagi Masyarakat Peranan keluarga dalam perkembangan anak cukup besar, maka harus dipersiapkan lebih matang bila akan membina suatu keluarga. Diperlukan perencanaan kehamilan, memeriksakan kehamilan secara rutin pada petugas kesehatan. Selain itu perlu intervensi dini yaitu dapat dilakukan dengan stimulasi 2. Bagi institusi pelayanan kesehatan Diharapkan hasil penelitian ini dapat dipergunakan pada program pelayanan kesehatan seperti posyandu, puskesmas, dalam menanggulangi kelainan perkembangan pada bayi dan balita. 3. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat menambah kepustakaan di fasilitas pendidikan anak seperi PAUD dan TK dan sebagai sarana memperkaya ilmu pengetahuan pembaca dan peneliti 4. Bagi peneliti berikutnya Disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan wilayah yang lebih luas, penelitian analitik, variabel yang lebih komplek dan menggunakan analisi bivariat agar lebih sempurna dimasa yang akan datang. . DAFTAR PUSTAKA Adisasmito, Wiku. 2008. Sistem Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Azwar, S. 2002. Ilmu Sosial Yogyakarta: Pustaka Pelajar ISSN: 2086-3098 Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Frankenburg WK, Dodds Josiah B. 2004. Pemantauan Perkembangan Denver II. Penerjemah: Ismail Djanuhari dkk. Jogyakarta: Sub Bagian Pediatri Sosial/Tumbuh Kembang Bagian Ilmu Kesehatan Anak/INSKA Fakultas Kedokteran UGM/RS Dr.Sardjito Hartanto Hanadi, 2004. Keluarga Berencana Dan Kontrasepsi, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hasan. I. 2004. Analisa Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara Narendra, M. B., dkk. 2002. Tumbuh Kembang Anak Dan Remaja. Jakarta: Sagung Seto. Nursalam. 2008. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. ---------. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika Notoatmodjo Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku: Rineka Cipta ---------. 2010. Metode Penelitian Kesehatann. Jakarta: Rineka Cipta. Rossita Dewi, Siambary, 2009. Hubungan Sikap dan Keaktifan Ibu dalam Menstimulasi dengan Perkembangan Anak Balita. http://skripsostikes.wordpress.com/2009/ 05703/ikpiii46/ (diakses 26 Maret 2012) Dasar. Arikunto, Suharsimi, 2003. Metodologi penelitian. Adi Mahasatya, Jakarta. Darsana . 2012. http://darsananursejiwa.blogspot.com/20 12/01/ubungan-stimulas-kecerdasanmultipel.html. (diakses tanggal 20 Maret 2012) Sudijono, Anas. 2006. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo 72 Soegiyono. 2005. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alvabeta. Soetjiningsih. 2002. Tumbuh Anak. Jakarta: EGC Kembang DepKesRI. 2005. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Suharni. 2011. Hubungan Pemberian Stimulasi Dengan Pencapaian Perkembangan Pada Balita 6-18 Bulan. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi DIII Kebidanan Kampus Magetan Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya. ---------. 2007. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Supartini, Yani. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta. EGC. 135 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 ISSN: 2086-3098 PENDAHULUAN Latar Belakang EKSTRAK DAUN SIRSAK DAN DAUN TEMBAKAU SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI PENGENDALI LALAT Djoko Windu P. Irawan (Prodi Kesehatan Lingkungan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya) Denok Indraswati (Prodi Kesehatan Lingkungan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya) ABSTRAK Latar Belakang: Tingginya populasi Musca domestica (lalat rumah) meningkatkan resiko bagi masyarakat terhadap penularan penyakit yang diakibatkan oleh vektor tersebut. Pengendalian lalat paling banyak digunakan insectisida kimia. Akan tetapi penggunaan insectisida kimia yang kurang tepat dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, membunuh organisme bukan sasaran dan menyebabkan resistensi vektor. Tujuan: Penelitian ini bertujuan menganalisa efektifitas dan perbedaan pengaruh antar variasi dosis campuran ekstrak daun sirsak dan daun tembakau sebagai insectisida nabati dalam mengendalikan lalat Musca domestica. Metode: Sampel daun sirsak diambil dari perkebunan masyarakat Kabupaten Magetan dan daun tembakau diambil dari Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur. Penelitian dilakukan dalam 4 tahap yaitu : a. Pengambilan sample. b. Ekstraksi daun. c. Aklimatisasi lalat Musca domestica. d. Uji hayati. Variabel penelitian adalah angka kematian lalat Musca domestica selama masa penyemprotan 30 menit. Data yang terkumpul dianalisis dengan metode Analisis Varian (ANOVA) dan Metode Tukey. Dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Nopember 2009. Hasil: Konsentrasi kelompok E (perbandingan daun sirsak 50 gram drngan daun tembakau 50 gram) paling efektif dan terdapat perbedaan pengaruh yang signifikans antar variasi konsentrasi. Kata Kunci: Insektisida Nabati, Musca domestica. 136 Jenis lalat Musca domestica (lalat rumah) tersebar merata di berbagai penjuru dunia, beberapa penyakit yang ditularkan melalui makanan oleh lalat ini seperti disentri, kholera, typhoid, diare, gatal-gatal pada kulit. Penularan terjadi secara mekanis, kulit tubuh dan kaki-kaki lalat yang kotor merupakan tempat menempelnya mikroorganisme penyakit perut kemudian hinggap pada makanan. Lalat dapat membawa kuman dari sampah atau kotorannya pada makanan dan menimbulkan penyakit bawaan makanan. Lalat membawa bakteri pada tubuh dan kakikakinya, sewaktu lalat menikmati makanan akan mencemari makanan melalui cairan yang dikeluarkan oleh makanan yang dicerna dan masuk kembali ke dalam permukaan makanan. Lalat dapat membuang kotoran di atas makanan, sehingga makanan menjadi tercemar oleh telur atau larva lalat, ada juga gangguan kenyamanan merusak pemandangan geli / jijik, menimbulkan tidak nyaman akhirnya nafsu makan berkurang, dari segi estetika terkesan jorok. Populasinya sangat mudah berkembang, khususnya di lingkungan tempat pembuangan sampah, tempat-tempat umum, tempat penjualan makanan dan minuman dan di lingkungan perumahan sehingga berbahaya bagi kelangsungan kesehatan masyarakat. Upaya pencegahan dan pembasmian lalat harus terus dilakukan sebab jika lalai dan dibiarkan dalam penanganannya, dikhawatirkan penyakit yang dibawa lalat ini bisa menjadi bencana bagi masyarakat, mengingat sifat lalat suka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya, serta sulit dilakukan pembasmiannya jika tidak dilakukan secara serentak dan mengikuti aturan yang ada. Pada umumnya masyarakat masih sering mengambil jalan pintas dalam pembasmiannya memilih/ menggunakan insectisida kimia. Seiring dengan tingginya penggunaan insektisida, disisi lain insectisida sebagai indikator pembawa dampak lingkungan yang membahayakan. World Health Organization (WHO) / Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan hampir 500 ribu - 1 juta orang di dunia telah keracunan insectisida setiap tahunnya, sekitar 5 - 10 ribu orang diantaranya mengalami penderitaan fatal, timbulnya bahaya kanker dan dari 45 ribu sampel air sumur gali 11 ribu diantaranya beraroma insectisida. Fakta tersebut membuka wawasan betapa penggunaan 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 METODE PENELITIAN Jenis penelitian eksperimen sungguhan (True Experiment), mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol di samping 137 Pre Test T1 Perlakuan X Post Test T2 Keterangan: T1= Jumlah lalat sebelum diberi perlakuan. X= Proses masuknya ekstrak daun sirsak dengan daun tembakau ke dalam tubuh lalat, dengan konsentrasi yang sudah ditentukan. T2= Jumlah lalat sesudah diberi perlakuan. Variabel bebas adalah konsentrasi dosis ekstrak daun sirsak dengan daun tembakau. Konsentrasi/ variasi dosis yaitu : Tabel 2. Konsentrasi / Variasi dosis ekstrak daun sirsak dengan daun tembakau A Perbandingan daun (gram) Perlakuan pada lalat Tembakau Tujuan umum penelitian adalah mengembangkan alternatif bahan insectisida yang efektif dan efisien serta ramah lingkungan dengan memanfaatkan campuran ekstrak daun sirsak (Annona muricata Linn) - Famili Annonaceae dan daun tembakau (Nicotiana tabacum Linn) – Famili Solanaceae untuk mengendalikan lalat Musca domestica. Tujuan khusus penelitian adalah: a) menganalisa efektifitas campuran ekstrak daun sirsak dengan daun tembakau sebagai insectisida, b) menentukan perbedaan pengaruh antar variasi dosis campuran ekstrak daun sirsak dengan daun tembakau. Tabel 1. Desain Penelitian Sirsak Tujuan Penelitian kelompok eksperimen yang dipilah dengan menggunakan teknik acak. Lokasi penelitian adalah: a) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2OT) Tawangmangu, Karanganyar, Surakarta, Jawa Tengah sebagai tempat analisa laboratorium kandungan bahan aktif dan pembuatan ekstrak daun sirsak dengan daun tembakau, b) Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP), Salatiga, Jawa Tengah sebagai tempat mengembangbiakan lalat sekaligus mengaplikasikan efektifitas ekstrak daun sirsak dengan daun tembakau sebagai insectisida nabati Desain penelitian yang digunakan adalah One Group Pre Test – Post Test. Kelompok insectisida kimia menjadi bumerang dan momok bagi lingkungan hidup, khususnya kesehatan manusia. Untuk mengurangi dampak negatif perlu diupayakan alternatif yang bisa dianggap cocok sebagai pengganti. Sudah tiba saatnya memasyarakatkan insectisida nabati yang ramah lingkungan. Secara umum insectisida nabati diartikan sebagai suatu insectisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Oleh karena terbuat dari bahan alami/ nabati maka jenis insectisida ini bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak, karena residunya mudah hilang. Insectisida nabati bersifat pukul dan lari (hit and run) yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh vektor pada waktu itu dan setelah vektornya terbunuh maka residunya akan cepat menghilang di alam. Dengan demikian lingkungan akan terbebas dari residu insectisida dan aman digunakan. Penggunaan insectisida nabati dimaksudkan bukan untuk meninggalkan dan mengganggap tabu penggunaan insectisida sintetis, tetapi merupakan cara alternatif dengan tujuan pengguna tidak hanya tergantung kepada insectisida sintetis. Daun Sirsak (Annona muricata Linn) Famili Annonaceae mengandung senyawa bioaktif Acetogenin, sedangkan daun Tembakau (Nicotiana tabacum Linn) – Famili Solanaceae mengandung senyawa bioaktif Nicotin, diharapkan dari kedua bahan pokok ini dapat mengendalikan jenis lalat Musca domestica. ISSN: 2086-3098 - - B tidak disemprot disemprot 5 50 C disemprot 15 50 D disemprot 25 50 E disemprot 50 50 F disemprot 50 5 G disemprot 50 15 H disemprot 50 25 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 138 memakan waktu lebih kurang 7 hari, 0 hidup normal pada suhu 32,2 C, kelembaban relatif 42%-55%. Lalat dewasa tubuhnya terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut. 4. Uji hayati di Laboratorium B2P2VRP Salatiga, Jawa Tengah. HASIL PENELITIAN Determinasi tumbuhan adalah: 1. Tumbuhan sirsak : daun tunggal, bulat telur atau lanset, ujung runcing, tepi rata, panjang antara 6-18 cm, lebar 2-6 cm dan berwarna hijau kekuningan. 2. Tumbuhan Tembakau : daun tunggal, berbulu, bulat telur, tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul, panjang 20-50 cm dan lebar 5-30 cm. Hasil analisa laboratorium bahan aktif residu daun sirsak mengandung: Asimisin, Bulatacin, Squamosin. Hasil analisa laboratorium bahan aktif residu daun tembakau mengandung: Anabarine, Anatobine, Myosinine, Nocotinoid, Nicotelline, Nicotine, Nicotyrine, Norcotine, Piperidine, Pirrolidine. Hasil 30 kali pengukuran terhadap beberapa parameter adalah sebagai berikut: Tabel 3. Hasil Pengukuran Parameter-Parameter 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. pH ektrak daun sirsak difermentasi Suhu ektrak daun sirsak difermentasi pH ektrak daun tembakau difermentasi Suhu ektrak daun tembakau difermentasi pH ektrak daun sirsak dengan daun tembakau difermentasi Suhu ektrak daun sirsak dengan daun tembakau difermentasi Suhu udara Kelembaban udara 7,3 8,0 Daerah penelitian Sesudah No Sebelum Rerata hasil pengukuran selama 30 hari Parameter Variabel terikat adalah kematian lalat Musca domestica, variabel intervening adalah proses masuknya ekstrak daun sirsak dengan daun tembakau ke dalam tubuh lalat, dan variabel kontrol adalah makanan (sisa makan, sayuran, daging, buah dan lain-lain), air, temperatur/suhu udara, sinar matahari, angin, tempat istirahat, pH, umur lalat Musca domestica, waktu kontak dan kelembaban. Jalan Penelitian dirinci sebagai berikut: 1. Pengambilan sampel daun Sampel daun sirsak diambil dari perkebunan masyarakat Kabupaten Magetan dan daun tembakau diambil dari Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur. 2. Ekstraksi daun dengan cara Maserasi dilakukan di Laboratorium B2P2OT Tawangmangu, Karanganyar, Surakarta. 3. Aklimatisasi lalat Musca domestica. Siklus hidup lalat mengalami metamorphosa sempurna melalui 4 (empat) tahapan yaitu: telur, larva, kepompong (pupa) dan dewasa. Pada penelitian ini lalat betina Musca domestica yang dijadikan sampel uji berumur 4-20 hari dikembangbiakan di Laboratorium B2P2VRP Salatiga. 1). Telur lalat berbentuk oval, berwarna putih, panjang 0,1 cm. Sekali bertelur 75-150 butir. Telur diletakkan dalam sangkar berisi bahan organik lembab atau basah, kotoran hewan, sampah tumbuhan atau sayuran membusuk, tidak langsung terkena sinar matahari, menetas selama 8-30 jam, 0 temperatur 30-35 C. 2). Larva. Terdapat 3 (tiga) tingkatan, Tingkat 1: telur baru menetas, disebut instar I berukuran panjang 2 mm, berwarna putih, tidak bermata dan berkaki, amat aktif dan rakus terhadap makanan, setelah 1-4 hari melepas kulit, keluar instar II. Tingkat 2: ukuran besarnya 2 kali instar I, sesudah satu sampai beberapa hari kulit mengelupas keluar instar III. Tingkat 3: larva berukuran 12 mm atau lebih, memakan waktu 3-9 hari, 0 temperatur 30-35 C. 3). Kepompong (pupa). Lama stadium berlangsung 2-8 hari, tergantung pada temperatur, pupa berbentuk bulat lonjong dengan warna coklat hitam, dengan panjang kurang lebih 5 mm, mempunyai selaput luar yang keras disebut chitine. Di bagian depan terdapat spiracle yang berguna untuk menentukan jenisnya. 4). Lalat Dewasa. Merupakan stadium terakhir yang berujud lalat. Dari bentuk telur menjadi dewasa ISSN: 2086-3098 290C 300C 8,1 8,2 290C 300C 7,7 8,1 290C 300C 290C 75% 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 ISSN: 2086-3098 Hasil 30 kali pengamatan Lalat Musca domestica selama diaklimatisasi adalah: Hasil 30 kali intervensi terhadap Lalat Musca domestica selama disemprot. Tabel 4. Lalat Musca domestica Selama Diaklimatisasi. Tabel 5. Kematian Lalat Musca domestica Setelah Disemprot Ektrak Daun Sirsak dan Setelah Disemprot Ektrak Daun Tembakau. D E F G H 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0 0 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 11 0 0 0 0 0 0 0 0 12 0 0 0 0 0 0 0 0 13 0 0 0 0 0 0 0 0 14 0 0 0 0 0 0 0 0 15 0 0 0 0 0 0 0 0 16 0 0 0 0 0 0 0 0 17 0 0 0 0 0 0 0 0 18 0 0 0 0 0 0 0 0 19 0 0 0 0 0 0 0 0 20 0 0 0 0 0 0 0 0 21 0 0 0 0 0 0 0 0 22 0 0 0 0 0 0 0 0 23 0 0 0 0 0 0 0 0 24 0 0 0 0 0 0 0 0 25 0 0 0 0 0 0 0 0 26 0 0 0 0 0 0 0 0 27 0 0 0 0 0 0 0 0 28 0 0 0 0 0 0 0 0 29 0 0 0 0 0 0 0 0 30 0 0 0 0 0 0 0 0 Rata-rata 0 0 0 0 0 0 0 0 139 Residu daun tembakau C Residu daun sirsak B Kontrol A Lalat Musca domestica yang mati ( ekor ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 1 3 1 1 1 1 1 2 0 1 1 2 2 1 3 2 3 1 1 2 2 1 1 2 2 2 1 2 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 Rata rata Percobaan ke Percobaan ke Lalat yang tidak aktif 0 2 0 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 ISSN: 2086-3098 Hasil 30 kali intervensi Lalat Musca domestica selama disemprot bahan uji. Lalat Musca domestica yang mati ( ekor ) A B C D E F G H 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 2 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 1 2 2 2 2 2 2 3 2 2 4 3 3 2 2 3 4 5 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 5 4 5 4 5 5 5 4 4 4 5 6 4 6 5 5 5 4 4 4 5 5 6 6 5 6 5 6 7 7 6 6 6 6 7 6 6 6 4 5 8 9 7 8 8 8 10 9 7 8 7 7 8 9 9 10 10 9 10 9 7 9 10 8 10 9 8 9 7 7 4 4 2 4 4 3 3 3 2 4 2 2 3 3 3 3 4 3 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 2 2 4 5 4 4 4 4 5 4 3 4 2 3 4 4 4 4 4 4 5 4 3 4 4 3 4 5 4 4 3 2 6 6 5 6 6 6 7 7 6 6 6 4 5 6 6 6 7 6 6 7 5 6 6 4 5 7 6 6 4 4 Rata-Rata Percobaan ke Tabel 6. Kematian Lalat Musca domestica Setelah Disemprot dengan Ektrak Campuran Daun Sirsak dan Daun Tembakau. 0 2 4 5 9 3 4 6 Tabel 7. Persentase Keberhasilan Penggunaan Ektrak Campuran Daun Sirsak dan Daun Tembakau 140 Terhadap Lalat Musca domestica. Percobaan ke A Persentase keberhasilan ( % ) B F G H 1 0 20 40 50 80 40 40 60 2 0 20 50 60 90 40 50 60 3 0 20 30 40 70 20 40 50 4 0 20 30 60 80 40 40 60 5 0 30 30 50 80 40 40 60 6 0 20 30 50 80 30 40 60 7 0 30 30 50 100 30 50 70 8 0 20 40 40 90 30 40 70 9 0 30 30 40 70 20 30 60 10 0 30 40 40 80 40 40 60 11 0 30 30 50 70 20 20 60 12 0 20 30 50 70 20 30 40 13 0 30 30 60 80 30 40 50 14 0 30 40 60 90 30 40 60 15 0 10 30 50 90 30 40 60 16 0 30 30 60 100 30 40 60 17 0 20 30 50 100 40 40 70 18 0 20 40 60 90 30 40 60 19 0 20 40 70 100 40 50 60 20 0 20 40 70 90 30 40 70 21 0 20 50 60 70 30 30 50 22 0 10 40 60 90 40 40 60 23 0 30 50 60 90 40 40 60 24 0 20 40 60 80 30 30 40 25 0 40 50 70 100 30 40 50 26 0 30 50 60 90 30 50 70 27 0 30 50 60 80 30 40 60 28 0 20 40 60 90 30 40 60 29 0 20 40 40 70 20 30 40 30 0 30 40 50 70 20 20 40 Rata-Rata 0 24 38 55 86 31 38 58 C D E Untuk membuktikan hipotesis digunakan analisis varian satu arah (One Way Anova), diperoleh angka signifikans (0,000) setelah 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 dibandingkan dengan harga (0,05) harganya lebih kecil, jadi ada perbedaan yang signifikans (bermakna). Karena ada perbedaan yang signifikans (bermakna) maka dilanjutkan uji beda (Tukey) untuk mengetahui konsentrasi yang berbeda dari 7 kelompok konsentrasi . Tabel 8. Perbedaan Kelompok Konsentrasi Sirsak Tembakau No Kelompok Perbandingan daun (gram) Berbeda dengan kelompok 1 A --- --- --- 2 B 5 50 C,D,E,F,G,H 3 C 15 50 B,D,E,F,H 4 D 25 50 B,C,E,F,G 5 E 50 50 B,C,D,F,G,H 6 F 50 5 B,C,D,E,G,H 7 G 50 15 B,D,E,F,H 8 H 50 25 B,C,E,F,G Konsentrasi kelompok: D dengan H tidak ada perbedaan, C dengan G tidak ada perbedaan. PEMBAHASAN Binatang coba (Lalat Musca domestica). Lalat dalam hidupnya sangat tergantung pada ketersediaan makanan, suhu dan kelembaban. Lalat dewasa sangat aktif makan sepanjang hari, aktifitas optimal pada 0 0 suhu 21 C, pada suhu dibawah 7,5 C lalat 0 tidak aktif, suhu diatas 45 C lalat mati. Pada 0 saat aklimatisasi suhu terendah adalah 27 C 0 dan tertinggi 30 C, sehingga meskipun tidak pada suhu optimumnya untuk beraktifitas, suhu ini tidak berpengaruh terhadap kematian lalat. Untuk Kelembaban relatif: 70–78%, kelembaban yang paling sesuai adalah 42%-55%. Hasil akhir dari proses aklimatisasi 2 hari (48 jam) terhadap lalat Musca domestica tidak ada lalat yang mati. Hasil analisa laboratorium daun sirsak mengandung bahan alkaloid, senyawa yang bersifat bioaktif disebut Acetogenin terdiri dari Asimisin, Bulatacin dan Squamosin. pHnya 7,3 setelah difermentasi 2 hari (48 jam) kandungan pH-nya 8,0 kondisi ini tidak 141 ISSN: 2086-3098 mempengaruhi kehidupan lalat. Suhu 0 ekstrak sebelum difermentasi 29 C dan 0 setelah difermentasi menjadi 30 C, kondisi ini memenuhi syarat bagi kehidupan lalat Musca domestica. Saat dilakukan penyemprotan terhadap lalat Musca domestica hasilnya kurang memuaskan, dari 10 lalat Musca domestica rata-rata yang mati sebanyak 2 ekor. Kematian ini disebabkan bahwa senyawa-senyawa acetogenin dari tumbuhan sirsak bersifat anti feedant bagi serangga, sehingga serangga tidak mau makan. Senyawa-senyawa acetogenin ini bersifat sitotoksik sehingga menyebabkan kematian sel. Hasil laboratorium menunjukkan bahwa daun tembakau mengandung bahan aktif disebut Nicotin terdiri dari: Anabarine, Anatobine, Myosinine, Nocotinoid, Nicotelline, Nicotine, Nicotyrine, Norcotine, Piperidine. pH sebesar 8,1 setelah difermentasi 48 jam kandungan pH-nya 8,2. 0 Suhu sebelum difermentasi 29 C dan 0 setelah difermentasi 30 C. Saat dilakukan penyemprotan terhadap lalat Musca domestica hasilnya juga kurang memuaskan, dari 10 lalat yang disemprot tidak ada yang mati. Hal ini dikarenakan ekstrak daun tembakau berfungsi sebagai bahan repellent. Untuk daun sirsak dan daun tembakau, 0 selama penelitian rata-rata: Suhu 29 C, Kelembaban 75% dan pH 7,7 setelah difermentasi kandungan pH 8,1. Suhu 0 sebelum difermentasi 29 C dan setelah 0 difermentasi menjadi 30 C. Saat dilakukan penyemprotan terhadap lalat Musca domestica hasilnya cukup memuaskan, yaitu untuk konsentrasi kelompok: B rata-rata lalat yang mati 2 ekor, prosentase keberhasilan 24%. C rata-rata lalat yang mati 4 ekor, prosentase keberhasilan 38%. D rata-rata lalat yang mati 5 ekor, prosentase keberhasilan 55%. E rata-rata lalat yang mati: 9 ekor, prosentase keberhasilan 86%. F rata-rata lalat yang mati 3 ekor, prosentase keberhasilan 31%. G rata-rata lalat yang mati 4 ekor, prosentase keberhasilan 38%. H rata-rata lalat yang mati 6 ekor, prosentase keberhasilan 58%. Pada umumnya variasi campuran ekstrak daun sirsak dan daun tembakau setelah dicampur sama-sama mempunyai kesempatan yang efektif dapat membunuh lalat, hal ini dapat terjadi karena ekstrak daun sirsak merupakan bahan sinergist terhadap ekstrak daun tembakau yaitu bahan yang satu dapat meningkatkan aktifitas bahan yang lain. Variasi konsentrasi kelompok E efektif dalam membunuh lalat Musca domestica. Hasil uji One Way Anova membuktikan adanya perbedaan yang signifikans (bermakna). Konsentrasi kelompok: D 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 dengan H tidak ada perbedaan, C dengan G tidak ada perbedaan. ISSN: 2086-3098 Novizan, 2002, Membuat dan memanfaatkan Pestisida Ramah lingkungan, Jakarta, Agro Media Pustaka. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Campuran ekstrak daun sirsak dengan daun tembakau cukup efektif sebagai insectisida nabati dalam mengendalikan lalat. 2. Konsentrasi kelompok E mempunyai pengaruh yang kuat dalam mengendalikan lalat Musca domestica, kemudian diikuti konsentrasi kelompok H, D, C, G, F dan B. 3. Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikans antara variasi dosis/ konsentrasi campuran ekstrak daun sirsak dan daun tembakau dalam mengendalikan lalat Musca domestica. Romaser WS, 1973, The Entomology, New York, Publishing Ico. Inc. Science of Mac Milan, Syamsuhidayat, dkk, 1996, Inventaris Tanaman Obat Indonesia, Jakarta, Dep.Kes RI. SARAN. Perlu diteliti lebih lanjut tentang prosentase zat-zat aktif yang terkadung dalam ekstrak : daun sirsak, daun tembakau, campuran daun sirsak dan daun tembakau. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1986, Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan, Jakarta, Ditjend Perlindungan Tanaman Pangan, Departemen Pertanian. Basrin Madry, 1994, Pedoman Pengenalan Pestisida, Jakarta, Dirjen Perkebunan, Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Perkebunan. Departemen Kehutanan RI, 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Kasumbogo Untung, 1984, Pengantar Analisis Pengendalian Hama Terpadu, Yogyakarta Andi Offset. Mangun Diharja, 1970, Ilmu Hama Khusus Tanaman Keras, Yogyakarta, Yayasan Pembina Fakultas Pertanian, Universitas Gajah Mada. Natson TF, L More an G.W war., 1975, Partical Insect Management, San Francisco, MH Fiseman and Co. 142 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 ISSN: 2086-3098 PENDAHULUAN HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KETERATURAN ANTENATAL CARE PADA IBU HAMIL TRIMESTER III Feni Sulistyaningsih (Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk) Agung Suharto (Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya N. Surtinah (Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya) ABSTRAK Latar belakang: Perawatan kehamilan sangat penting untuk dilakukan oleh ibu hamil, selama kehamilannya mulai TM I sampai dengan TM III. Tetapi di Desa Kutorejo Kec. Bagor Kab. Nganjuk cakupan K4 hanya 70,96% dari target 90%. Dari keterangan di atas hal ini perlu diadakan penelitian lebih lanjut. Kurangnya dukungan suami dalam melakukan ANC disebabkan oleh suami sibuk bekerja sehingga tidak mempunyai waktu untuk mengantarkan ibu melakukan ANC. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan suami dengan keteraturan ANC pada ibu hamil trimester III di BPS Ny. F Metode: Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan studi cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil trimester III yang bersedia diteliti sejumlah 20 orang dengan sampel 20 orang yang diambil berdasarkan teknik total sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner (angket) serta lembar pengumpulan data (lembar observasi) kemudian dianalisis dengan menggunakan uji Fisher’s Exact Test dengan tingkat signifikan = 0,05. Hasil: Berdasarkan hasil pengolahan data dukungan suami, keteraturan ANC dan hubungan dukungan suami dengan keteraturan ANC pada ibu hamil trimester III didapatkan = 0,032 maka Ho ditolak, H1 diterima, dan koefisien korelasi = 0,924. sehingga ada hubungan sangat kuat antara kedua variabel. Simpulan: Terdapat hubungan sangat kuat antara dukungan suami dengan keteraturan antenatal care pada ibu hamil trimester III. Saran: Suami lebih meningkatkan dukungan kepada ibu khususnya suami ada waktu untuk mengantarkan pada saat ANC. Kata kunci: dukungan suami, keteraturan, antenatal care 143 Latar Belakang Antenal care adalah perawatan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan janin secara berkala, yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan. Perawatan kehamilan dapat mendeteksi faktor risiko sejak sebelum konsepsi terjadi. Keteraturan ibu hamil melakukan antenatal care sangat dipengaruhi oleh dukungan suami misalnya mengantarkan ibu dalam melakukan pemeriksaan kehamilan, mempersiapkan penolong persalinan, memilih tempat dan tenaga kesehatan dalam melakukan antenatal care, mengingatkan ibu untuk minum obat dan mempersiapkan perlengkapan bayi dan ibu menjelang persalinan (Suririnah, 2008). Menurut Saifuddin (2008) pada tanggal 12 Oktober 2000 Presiden RI mencanangkan Making Pregnancy Safer sebagai strategi sektor kesehatan yang bertujuan mempercepat penurunan AKI dan AKB. Dalam rencana strategi nasional Making Pregnancy Safer di Indonesia 20012010 oleh Depkes, tahun 2000 telah mengacu tujuan global MPS, mencatat AKI pada tahun 2010 226/100.000 kelahiran hidup, AKB 35,32/1000 kelahiran hidup. Sedangkan target pemerintah yaitu 1) menurunkan AKI sebesar 75% pada tahun 2015 menjadi 115/100.000 KH dan 2) menurunkan AKB menjadi kurang dari 35/1.000 KH pada tahun 2015. Walaupun angka kematian ibu dan kematian bayi mengalami penurunan, tetapi angka tersebut masih tergolong tinggi. Penyebab kematian ibu, sesuai penelitian beberapa pihak, paling banyak adalah akibat perdarahan, dan penyebab tidak langsung lainnya seperti terlambat mengenali tanda bahaya karena tidak mengetahui kehamilannya dalam risiko yang cukup tinggi, terlambat mencapai fasilitas untuk persalinan, dan terlambat untuk mendapatkan pelayanan. Hal tersebut diatas merupakan akibat dari kurangnya pemeriksaan antenatal yang dilakukan oleh ibu hamil. Gambaran persentase cakupan pelayanan K1 di Kabupaten Nganjuk pada tahun 2010 sebesar 18.818 atau 96%, sedangkan cakupan K4 adalah sebesar 18.309 atau 84,45% (Dinkes Nganjuk, 2010). Untuk kecamatan Bagor cakupan pelayanan K1 1046 (102%), sedangkan cakupan K4 917 (90,25%). Dari data PWS KIA Puskesmas Kec.Bagor dijelaskan sebagai berikut :Pada tahun 2010 didesa Kutorejo pencapaian K1 33 orang (106%), sedangkan 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 K4 22 orang (70,96%) dari target 95%. Dari keterangan di atas hal ini perlu diadakan penelitian lebih lanjut. Menurut Wiknjosastro, (2008) upaya yang sudah dilakukan untuk meningkatkan keteraturan antenatal care antara lain 1). Menciptakan suasana nyaman dan aman bagi pasien, 2). Menimbulkan rasa saling percaya diantara pasien dan petugas kesehatan, 3). menghormati hak pasien, membantu, dan memperhatikan. Menurut Niven Neil (2002), faktor yang mempengaruhi keteraturan Antenatal Care pada ibu hamil trimester III yaitu Pendidikan, Status ekonomi, Akomodasi, Modifikasi faktor lingkungan dan sosial, Perubahan model terapi, meningkatkan profesional kesehatan dengan klien, menurut Kurniawan (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan suami, Kelas sosial, Bentuk Keluarga, Latar Belakang Keluarga (kesadaran dan kebiasaan keluarga, sumber daya keluarga, siklus keluarga). Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ada hubungan dukungan suami dengan keteraturan Antenatal Care pada ibu hamil trimester III di BPS Ny. F Desa Kutorejo Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik. Peneliti ingin meneliti hubungan antara dukungan suami dengan keteraturan Antenatal Care pada ibu hamil trimester III. Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran/observasi data variabel independen dan dependen dinilai secara simultan pada suatu saat (Nursalam 2003). Penelitian ini dilakukan di BPS Ny.F Desa Kutorejo Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk. Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan Juli 2011. Pada penelitian ini populasinya adalah semua ibu hamil di BPS Ny.F Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk sejumlah 20 ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu: 1) Ibu hamil trimester III di desa Kutorejo, 2) Bersedia menjadi responden, 3) Ibu hamil trimester III periksa di bidan F, 4) Tidak ada hambatan secara psikologis. Sedangkan kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah: 1) Ibu hamil trimester III yang tidak bersedia menjadi responden, 2) Ibu hamil trimester III yang mempunyai 144 ISSN: 2086-3098 gangguan psikologis, 3) Ibu hamil trimester III yang bepergian keluar kota. Pada penelitian ini sampelnya adalah semua ibu hamil trimester III di BPS Ny.F Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk sejumlah 20 ibu hamil maka pengambilan sampel secara total populasi. Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimilki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2005), meliputi: 1) Variabel Independent yaitu dukungan suami; dan 2) Variabel Dependent yaitu keteraturan antenatal care pada ibu hamil trimester III. Definisi operasional dalam penelitian ini dilihat dari variabel independent yaitu dukungan suami yang didapat dari jawaban responden tentang bantuan / support yang diberikan oleh suami antara lain: informasi, kontrol, perhatian suami, komunikasi, perhatian kesehatan, membantu diet, olah raga jalan pagi, memandikan dan memotong kuku dan relaksasi. Dengan kriteria penilaian apabila suami mendukung maka jawaban responden >50-100% dan bila suami tidak mendukung maka jawaban 0-≤ 50 %. Dilihat dari variabel dependen yaitu keteraturan antenatal care pada ibu hamil trimester III yang didapat dari pemeriksaan kehamilan yang dilakukan secara berkala selama kehamilan dari trimester I sampai dengan trimester III. Kriteria teratur : ANC 4 kali dengan distribusi:TM 1 = 1 x, TM 2 = 1 x, TM 3 = 2 x atau 3 – 4 x, kriteria tidak teratur jika bumil sampai TM III ANC tidak memenuhi kriteria diatas atau < 3 x. Teknik dan instrumen pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan ijin dari Akademik kemudian peneliti mengadakan pendekatan dengan responden untuk mendapatkan persetujuan dari responden sebagai subjek penelitian. Cara pengambilan data dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada responden. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup yaitu kuesioner yang sudah disediakan jawabanya sehingga responden tinggal memilih. Untuk dukungan suami menggunakan kuesioner, sedangkan keteraturan antenatal care menggunakan buku KIA dengan cara mengutip atau menyalin. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan setelah data terkumpul, maka dilakukan pengolahan data melalui tahapan Editing, Coding, dan Tabulasi. Analisa data dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel, dilakukan uji statistik Fisher's Exact Test dengan tingkat signifikan 0,05 dengan 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 in -la in ta La -la in La in a st Karakteristik responden berdasarkan pendidikan suami didapatkan bahwa sebagian besar suami berpendidikan dasar sebanyak 12 orang (60%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut: 80% 60% 40% 20% 0% 60% 30% 10% ah ng i gg Tin ne Me r sa Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan suami didapatkan bahwa sebagian besar responden suami bekerja sebagai Wiraswasta sebanyak 9 orang (45%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar berikut: a sw Persentase (%) 5 65 30 100 Gambar 2. Distribusi Pekerjaan Ibu di Desa Kutorejo Kec. Bagor Kab.Nganjuk Da Frekuensi (f) 1 13 6 20 5% ira W 1 2 3 Umur (Tahun) 20-25 26-30 >30 Total as sw No ira W Tabel 2. Distribusi Frekuensi Umur Ibu di Desa Kutorejo Kec. Bagor Kab. Nganjuk 35% 30% 30% S PN Karakteristik responden berdasarkan umur ibu didapatkan bahwa sebagian besar ibu berumur 26-30 tahun sebanyak 13 orang (65%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut: 100% 80% 60% 40% 20% 0% a Persentase (%) 0 40 60 100 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan ibu didapatkan bahwa sebagian besar ibu bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 7 orang (35%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar berikut: st Frekuensi (f) 0 8 12 20 Gambar 1. Distribusi Pekerjaan Suami di Desa Kutorejo Kec. Bagor Kab.Nganjuk a Sw Umur (Tahun) 1 20-25 2 26-30 3 >30 Total No 5% S PN Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur Suami di Desa Kutorejo Kec. Bagor Kab. Nganjuk 40% 15% a Karakteristik responden berdasarkan umur suami didapatkan bahwa sebagian besar suami responden berumur > 30 tahun sebanyak 12 orang (60%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut: 40% st HASIL PENELITIAN 100% 80% 60% 40% 20% 0% a Sw bantuan program komputer untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung yang berskala nominal dan nominal. Jika ρ < 0,05 maka Ho (hipotesa nol) ditolak, artinya ada hubungan antara dukungan suami dengan keteraturan antenatal care pada ibu hamil trimester III. Etika dalam penelitian ini adalah: 1) Informed Consent (Lembar persetujuan); 2) Anonimity (Tanpa nama); 3) Confidentiality (Kerahasiaan). Keterbatasan yang dihadapi waktu yang pendek, kemampuan peneliti dalam menganalisa dan kuesioner yang digunakan tidak diuji validitas dan reliabilitas. ISSN: 2086-3098 Gambar 3. Distribusi Pendidikan Suami di Desa Kutorejo Kec. Bagor Kab. Nganjuk Karakteristik responden berdasarkan pendidikan ibu didapatkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan Dasar sebanyak 13 orang (65%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut: 145 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 80% 60% 40% 20% 0% 65% ISSN: 2086-3098 Karakteristik keteraturan ANC dalam penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar ibu teratur dalam melaksanakan antenatal care sebanyak 18 orang (90%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar berikut: 30% 5% gi g Tin r ng ne Me sa Da 100% 90% ah 50% Gambar 4. Distribusi Pendidikan Ibu di Desa Kutorejo Kec. Bagor Kab.Nganjuk 10% 0% Teratur Karakteristik responden berdasarkan urutan kelahiran anak didapatkan bahwa sebagian besar ibu melahirkan anak kedua sebanyak 11 orang (55%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar berikut: 60% 40% 20% 0% 55% 20% 15% 10% at mp e Ke a tig Ke ua d Ke a am rt Pe Gambar 5. Distribusi Urutan Kelahiran Anak di Desa Kutorejo Kec. Bagor Kab. Nganjuk Karakteristik dukungan suami dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar suami mendukung ibu sebanyak 16 orang (80%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar berikut: 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Gambar 7. Distribusi Keteraturan ANC di Desa Kutorejo Kec. Bagor Kab.Nganjuk Dari hasil pengumpulan data tentang Hubungan Dukungan Suami dan Keteraturan ANC (Antenatal Care) kemudian dibuat tabulasi silang, dengan hasil sebagai berikut: Suami yang mendukung Istrinya selama kehamilannya dan teraturan untuk kontrol sebanyak 16 orang (80%), sedangkan suami yang tidak mendukung istrinya selama kehamilannya tetapi teratur kontrol selama kehamilannya sebanyak 2 orang (10%), dan suami yang tidak mendukung selama kehamilannya dan tidak teratur kontrol selama kehamilannya sebanyak 2 orang (10%). Tabel 3. Hubungan antara Dukungan Suami dengan Keteraturan ANC Dukungan Suami 80% 20% Tidak Teratur Keteraturan ANC Tidak Teratur Jumlah teratur ∑ % ∑ % ∑ % Mendukung 16 80 0 Tidak mendukung 2 10 2 10 4 0 16 80 Jumlah 18 90 2 10 20 100 20 ng du en uku kM a Tid nd Me kun g Hasil analisa melalui uji Fisher's Exact Test dengan bantuan komputer, pada taraf kesalahan 0,05 dan nilai sebesar 0,032, dimana = 0,032 < 0,05 maka H0 ditolak dan hasil koefisien korelasi didapatkan hasil 0,924 artinya bahwa ada hubungan sangat kuat dukungan suami dengan keteraturan antenatal care pada ibu hamil trimester III. PEMBAHASAN Gambar 6. Distribusi Dukungan Suami di Desa Kutorejo Kec. Bagor Kab.Nganjuk 146 Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar suami mendukung ibu hamil 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 sebanyak 16 orang (80%). Persentase tersebut menunjukkan bahwa dukungan suami sangat dibutuhkan oleh ibu yang sedang hamil dan ini dapat dilihat dari konsep dukungan suami yang mengacu pada pendapat (Kuntjoro, 2006) bentukbentuk dukungan suami yang dapat diberikan pada istri adalah adanya kedekatan emosional, suami mengijinkan istri terlibat dalam suatu kelompok yang memungkinkannya untuk berbagi minat, perhatian, suami menghargai atas kemampuan dan keahlian istri, suami dapat diandalkan ketika istri membutuhkan bantuan, dan suami merupakan tempat bergantung untuk menyelesaikan masalah istri. Dukungan suami tersebut dipengaruhi oleh sebagian besar umur suami > 30 tahun, yang mana umur ini merupakan umur reproduktif sehingga responden matang untuk berpikir bahwa antenatal care sangat bermanfaat bagi ibu dan bayi. Selain itu dukungan suami dipengaruhi oleh pekerjaan suami adalah wiraswasta, karena suami yang bekerja sebagai wiraswasta mempunyai banyak waktu luang bersama istri untuk bertukar informasi seputar kehamilan dan mengantarkan ibu untuk melakukan pemeriksaan kehamilan. Dari hasil tabel distribusi pendidikan suami didapatkan pendidikan suami yang tidak mendukung istri dalam melakukan pemeriksaan kehamilan adalah Pendidikan Dasar, karena suami kurang dapat menyerap informasi dan mendapatkan informasi mengenai kehamilan sehingga kurang mendukung istri dalam melakukan antenatal care. Dukungan suami pada istri untuk melakukan antenatal care dipengaruhi oleh pendidikan, hal ini dapat dilihat dari tabel distribusi pendidikan suami didapatkan bahwa dari 12 responden yang mempunyai pendidikan dasar, mendukung istri dalam melakukan antenatal care. Tingginya pendidikan seseorang menyebabkan orang tersebut lebih berpikir rasional dan paham bahwa istri sangat membutuhkannya untuk melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur dalam rangka memantau pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam kandungan (Saifudin, 2005). Menurut (Harymawan, 2007) dukungan sosial suami yang sangat diharapkan oleh sang istri antara lain suami mendambakan bayi dalam kandungan istri, suami menunjukkan kebahagiaan pada kelahiran bayi, memperhatikan kesehatan istri, mengantar dan memahami istrinya, tidak menyakiti istri, berdo’a untuk keselamatan istri dan suami 147 ISSN: 2086-3098 menunggu ketika istri dalam proses persalinan. Selain faktor umur, pekerjaan juga mempengaruhi dukungan suami. Sebagian besar pekerjaan suami yang tidak memberi dukungan pada istri adalah suami yang tidak bekerja karena tidak memiliki cukup uang, sehingga suami enggan untuk mengantarkan istri dalam antenatal care. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu teratur dalam melaksanakan Antenatal Care yaitu sebanyak 18 orang (90%). Keteraturan ibu dalam melakukan antenatal care (ANC) dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pendidikan, pengalaman, pekerjaan, dukungan keluarga, kebudayaan dan geografis. Menurut Notoatmodjo (2003), pekerjaan adalah serangkaian tugas atau kegiatan yang harus dilaksanakan atau diselesaikan oleh seseorang sesuai dengan jabatan atau profesi masing-masing. Ibu yang bekerja sebagai Wiraswasta cenderung mempunyai uang sendiri dan waktu untuk melakukan pemeriksaan kehamilan. Keteraturan ibu dalam melakukan antenatal care (ANC) juga dipengaruhi lebih dari separuh responden adalah hamil anak kedua. Dimana responden yang mempunyai anak kedua akan lebih memperhatikan kehamilannya sehingga ibu akan rutin dalam melakukan pemeriksaan kehamilan, karena anak kedua adalah anak yang dinanti setelah kehadiran anak pertama sehingga saat diberi kesempatan untuk hamil lagi maka ibu akan menjaga dengan penuh hatihati. Dari tabel distribusi pendidikan ibu, didapatkan bahwa ibu yang tidak teratur dalam melakukan Antenatal Care salah satunya dipengaruhi oleh pendidikan yaitu pendidikan dasar. Hasil penelitian ini didukung oleh teori dari (Saifuddin, 2005) bahwa faktor yang mempengaruhi keteraturan Antenatal Care adalah salah satunya pendidikan dan dukungan suami dimana pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi, semakain tinggi pendidikan seseorang maka pengetahuan seseoarang akan bertambah. Sedangkan dukungan merupakan sokongan dan bantuan dari orang terdekat. Dari pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa sangat penting bagi ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur sehingga keadaan ibu dan janin dapat terpantau serta dapat mendeteksi resiko tinggi secara dini. Hasil analisa melalui uji chi square bahwa didapatkan bahwa ada hubungan dukungan suami dengan keteraturan antenatal care pada ibu hamil trimester III dan berdasarkan tabel 4.3 didapatkan bahwa 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 sebagian suami mendukung ibu sebanyak 16 responden dan 16 responden teratur dalam melakukan antenatal care. Analisa statistik menunjukkan bahwa dukungan fisik, dukungan moral dan dukungan materi dari suami secara bersama-sama berpengaruh terhadap keteraturan antenatal care. Keteraturan ibu hamil untuk melakukan Antenatal Care ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Seseorang tidak mau melakukan Antenatal Care ke petugas kesehatan disebabkan orang tersebut tidak mendapatkan dukungan dari keluarga khususnya suami sehingga ibu malas untuk melakukan pemeriksaan kehamilan, sebaliknya suami yang siaga maka ibu akan lebih tenang dalam melakukan pemeriksaan kehamilan. Dukungan suami tersebut diantaranya mengantarkan ibu dalam melakukan pemeriksaan kehamilan, mempersiapkan biaya persalinan, memilih tempat dan tenaga kesehatan, mengingatkan ibu untuk minum obat dan lain-lain. Dalam kamus besar bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa dukungan adalah bantuan yang dapat menentukan sikap orang terdekat untuk melakukan kunjungan ulang perawatan kehamilan. Selain faktor dukungan suami yang mempengaruhi keteraturan antenatal care adalah umur ibu yaitu 26-30 tahun. Dimana semakin cukup umur maka tingkat kematangan seseorang akan lebih dipercaya dari pada orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya, jika kematangan usia seseorang cukup tinggi maka pola berfikir seseorang akan lebih dewasa (Saifudin, 2008). Hasil dari tabulasi silang pada lampiran menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan responden adalah dasar sebanyak 13 responden, diantaranya teratur dalam melakukan Antenatal Care. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan mempengaruhi keteraturan Antenatal Care karena semakin tinggi pendidikan responden maka kemampuan responden dalam menyerap informasi tentang Antenatal Care lebih mudah dipahami. Keteraturan ibu dalam melakukan antenatal care juga dipengaruhi oleh lebih dari separuh responden adalah hamil anak kedua. Dimana responden yang mempunyai anak kedua akan lebih memperhatikan kehamilannya sehingga ibu akan rutin dalam melakukan pemeriksaan kehamilan, karena anak kedua adalah anak yang dinanti setelah kelahiran anak pertama sehingga saat diberi kesempatan untuk hamil lagi 148 ISSN: 2086-3098 maka ibu akan menjaga dengan penuh hatihati. Dari hasil tabulasi dukungan suami, didapatkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi ibu dalam melakukan Antenatal Care adalah pekerjaan, dimana suami yang bekerja sebagai Wiraswasta akan mempunyai waktu banyak untuk mengantarkan istri dalam melakukan pemeriksaan kehamilan sehingga istri teratur dalam melakukan Antenatal Care. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang Hubungan Dukungan Suami Dengan Keteraturan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Trimester III di BPS Ny.F Desa Kutorejo Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk tahun 2011 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dukungan suami pada ibu hamil menunjukkan (80%) suami mendukung ibu selama kehamilannya 2. Keteraturan Antenatal Care selama kehamilannya menunjukkan (90%) ibu periksa dengan teratur 3. Ada hubungan sangat kuat dukungan suami dengan Keteraturan Antenatal Care pada ibu hamil terimester III Saran Adapun saran yang bisa disampaikan dalam penelitian ini adalah: 1. Kepada Profesi Kebidanan Tenaga kesehatan khususnya bagi bidan lebih meningkatkan mutu pelayanan dengan cara memberikan penyuluhan pada ibu hamil tentang pentingnya perawatan kehamilan (Antenatal Care). 2. Kepada Institusi Pendidikan Diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi dan menambah referensi tentang dukungan suami dengan keteraturan antenatal care pada ibu hamil trimester III. 3. Kepada Tempat Penelitian Diharapkan lebih meningkatkan pelayanan Antenatal care dengan memberitahu suami tentang kebutuhan ibu hamil terutama dalam hal memandikan dan memotong kuku ibu hamil. 4. Kepada Ibu Hamil Hendaknya ibu hamil dapat memberitahu suaminya tentang kebutuhan dalam hal suami ada waktu untuk mengantarkan pada saat ANC. 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 ISSN: 2086-3098 DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. Arry Handayani, 2009. Dukungan Suami Kebutuhan Wanita Karier. http://id.shvoong.com/socialsciences/psy cholog. (Diakses pada tanggal 12 Maret 2011). Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk 2010, Pfofil Kesehatan Kabupaten Nganjuk. Dinkes Nganjuk Hamilton mary Persis, 2002. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Edisi 6. Jakarta : EGC Hidayat. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta Salemba Medika. Kristin, 2008. Penelitian Peran Suami dalam Perawatan Kehamilan dengan Kecemasan Primigravida TM I, Progsus Kebidanan DIII Kampus Magetan Kurniawan, 2008. Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Peran Suami. http://id.shvoong.com/socialsciences/ psycholog (Diakses pada tanggal 12 Maret 2011). Listyorini, 2008.Spesifikasi SkripsiHubungan Dukungan dengan Keteraturan ANC. http://Kumpulan Spesifikasi Skripsi Indonesia.go.id (Diaskses pada tanggal 12 Maret 2011 ) Saifuddin, 2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yogyakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Saifuddin, 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Sri Windi Setyorini, 2010. Hubungan Pendampingan Suami dengan Berkurangnya Kecemasan pada Ibu Bersalin Kala I. Prodi Kebidanan STIKES ICME. Jombang Sudjana Nana Dan Ibrahim, 2007. Penelitin dan Penilaian Pendidkan. Bandung: Sinar Baru Algensindo Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung: ALFABETA Suparyanto, 2009. Konsep Peran Suami. http: Konsep Peran Suami.go.id (Diakses Tgl 12 Maret 2011) Suririnah. 2008. Perawatan Kehamilan/ANC. http://www.info- wikipedia.com. (Diakses tanggal 12 Maret 2011). Wijaya Kusuma, 2008. Dukungan Suami dalam Kehamilan. http://Konsep Peran Suami.go.id (Diakses pada tanggal 12 Maret 2011 ) Wiknjosastro, 2008. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 2 . Jakarta: Salemba Medika. Niven Neil, 2002. Psikologi Kesehatan: Pengantar Untuk Perawat dan Profesional. Jakarta : EGC. Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka. Cipta. Notoatmodjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta. Poerwodarminto. 2003. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Indonesia. Puskesmas Bagor 2010. PWS Puskesmas Kecamatan Bagor 149 Besar Ghalia KIA. 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 ISSN: 2086-3098 PENDAHULUAN PERBEDAAN WAKTU KEMBALINYA KESUBURAN PADA IBU PASCA MENGGUNAKAN KB SUNTIK 1 BULAN DAN KB SUNTIK 3 BULAN DI PUSKESMAS MOJOPURNO KECAMATAN WUNGU, MADIUN. Marminingsih Muhidin (Akper Soedono Madiun) Suparji (Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Suarabaya) ABSTRAKS Latar belakang: KB suntik merupakan kontrasepsi hormonal yang paling banyak diminati oleh wanita usia subur. Sedangkan pengertian dari kesuburan sendiri adalah kemampuan untuk menghasilkan keturunan. Tujuan: Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan waktu kembalinya kesuburan pada ibu pasca menggunakan KB suntik 1 bulan dan KB suntik 3 bulan di Puskesmas Mojopurno Kecamatan Wungu Kabupaten Madiun. Metode: Desain penelitian yang dipakai adalah survey analitik dengan pendekatan “Cross Sectional”. Populasinya sebanyak 160 ibu hamil dengan besar sampel yang diambil 58 orang serta tehnik pengambilan sampelnya menggunakan cluster sampling. Data dikumpulkan melalui data sekunder buku register KB dan buku KIA serta melalui observasi. Analisa data yang digunakan adalah menggunakan uji-t sampel independen. Hasil: Rata-rata kembalinya kesuburan pada ibu pasca menggunakan KB suntik 1 bulan selama 9,42 bulan dan ibu pasca menggunakan KB suntik 3 bulan mendapatkan kembali kesuburannya selama 20,84 bulan. Uji t beda varian didapatkan bahwa ρ 0,004 ≤ 0,05 yang artinya ada perbedaan yang signifikan waktu kembalinya kesuburan pasca menggunakan KB suntik 1 bulan dan KB suntik 3 bulan. Simpulan: Kembalinya kesuburan pada ibu pasca menggunakan KB suntik 1 bulan lebih cepat 11,42 bulan jika dibandingkan dengan KB suntik 3 bulan. Kata kunci: kontrasepsi suntik, kembalinya kesuburan. 150 Latar Belakang Keluarga Berencana (KB) adalah suatu tindakan untuk menghindari atau mendapatkan kelahiran, mengatur interval kehamilan dan menentukan jumlah anak dalam keluarga. KB merupakan suatu cara yang efektif untuk mencegah mortalitas ibu dan anak karena dapat menolong pasangan suami istri menghindari kehamilan resiko tinggi, dapat menyelamatkan jiwa dan mengurangi angka kesakitan. Menurut Hartanto (2004: 32), dengan KB ibu juga dapat terhindar dari “4” terlalu, too Young (terlalu muda), too old (terlalu tua), too many (terlalu banyak) dan too cloose (terlalu dekat jaraknya). Selain itu, metode kontrasepsi yang digunakan menurut Manuaba (2006: 292293), terdiri dari 2 macam yaitu metode alamiah (kondom, spermiside, koitus interuptus, pantang berkala) dan metode efektif (hormonal, mekanis dan metode KB darurat). Salah satu jenis kontrasepsi efektif yang menjadi pilihan terbanyak adalah KB suntik, hal ini disebabkan karena aman, efektif, sederhana dan murah (Mochtar, 2002). Menurut penelitian yang dilakukan oleh WHO terhadap 5332 wanita yang telah mempunyai anak di 14 negara berkembang menunjukkan bahwa banyak wanita berhenti menggunakan kontrasepsi IUD, oral dan suntik dikarenakan mereka tidak dapat menerima perubahan pola menstruasi (Klobinsky, 1997). Siklus haid seorang wanita juga dipengaruhi oleh keseimbangan hormon. Wanita yang mengalamai masalah siklus haid cenderung memiliki kesuburan yang rendah sehingga dapat mempengaruhi kualitas sel telur yang dihasilkan. Padahal sel telur yang kualitasnya rendah akan sulit untuk dibuahi akibatnya wanitapun menjadi sulit hamil (Fauziah, 2012:30). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Februari 2013, jumlah seluruh ibu hamil yang ada di wilayah kerja puskesmas Mojopurno sebanyak 160 orang. Dari data yang didapatkan terdapat 36 ibu hamil pasca menggunakn KB suntik 1 bulan dan 44 ibu hamil pasca menggunakan KB sunik 3 bulan. Kemudian peneliti mengambil secara acak 3 ibu hamil pasca menggunakan KB suntik 1 bulan dan 4 ibu hamil pasca menggunakan KB suntik 3 bulan dan diketahui 1 orang mengalami kehamilan setelah 5 bulan pasca menggunakan KB suntik 1 bulan dan 2 orang mendapatkan kehamilan setelah 12 bulan pasca menggunakan KB suntik 3 bulan. 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kebidanan terkait dengan perbedaan waktu kembalinya kesuburan pada ibu pasca menggunakan KB suntik 1 bulan dan KB suntik 3 bulan. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk jenis penelitian komparatif, yaitu penelitian yang bertujuan membandingkan satu variabel dengan satu atau lebih variabel lain, difokuskan untuk mengkaji perbandingan terhadap pengaruh (efek) pada kelompok subjek tanpa adanya perlakuan/ rekayasa dari penelitian. Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah (survey) analitik dengan pendekatan “crossectional . Populasi dalam penelitian ini sebanyak 160 orang yang terdiri dari 36 ibu yang sebelum hamil menggunakan suntik 1 bulan dan 44 ibu yang sebelum hamil menggunakan KB suntik 3 bulan. Jadi total ibu yang sebelum hamil menggunakan KB suntik sebanyak 80 orang. Sampel penelitian ini adalah sebagian ibu hamil pasca menggunakan KB suntik 1 bulan dan KB suntik 3 bulan di Puskesmas Mojopurno Kecamatan Wungu kabupaten Madiun. Jadi jumlah ibu hamil yang menjadi responden dalam penelitian (ibu hamil pasca menggunakan KB suntik 1 bulan dan 3 bulan) masing-masing sebanyak 26 dan 32 orang. Dalam penelitian ini tehnik sampling yang digunakan yaitu menggunakan probability sampling dengan cluster sampling yaitu dengan mendaftar banyaknya gugus/kelompok dalam populasi kemudian 151 HASIL PENELITIAN Lama Waktu Kembalinya Kesuburan Pasca Menggunakan KB Suntik SD Manfaat Min-Max Mengetahui perbedaan waktu kembalinya kesuburan pada ibu pasca menggunakan KB sunik 1 bulan dan KB suntik 3 bulan di Puskesmas Mojopurno Kecamatan Wungu Kabupaten Madiun. Modus Tujuan Penelitian 9,42 8,50 18 1-18 5,81 Lama kembalinya kesuburan pada ibu paca 20,84 4,50 menggunakan KB suntik 3 bulan ( n : 32 orang) 5 3-108 20,08 Variabel Lama kembalinya kesuburan pada ibu paca menggunakan KB suntik 1 bulan ( n: 26 orang) Median Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis membuat rumusan masalah “Apakah Ada Perbedaan Waktu Kembalinya kesuburan Pada Ibu Pasca Menggunakan KB Sunik 1 Bulan Dan KB Suntik 3 Bulan di Puskesmas Mojopurno Kecamatan Wungu Kabupaten Madiun?” mengambil beberapa sampel berdasarkan gugus-gugus tersebut. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah metode kontrasepsi suntik 1 bulan dan KB suntik 3 bulan dan yang menjadi dependen adalah waktu kembalinya kesuburan pasca menggunakan KB suntik 1 bulan dan KB suntik 3 bulan. Untuk pengumpulan data dari variabel metode KB yang digunakan sebelum hamil menggunakan data sekunder dari buku KIA dan regestrasi KB, sedangkan untuk variabel waktu kembalinya kesuburan pasca menggunakan KB suntik 1 bulan dan KB suntik 3 bulan peneliti menggunakan lembar observasi. Analisis yang digunakan untuk mengetahui perbedaan waktu kembalinya kesuburan pada ibu pasca menggunakan KB suntik 1 bulan dan KB suntik 3 bulan adalah uji T sampel independen yaitu Equal variance case dan unequal variance case, Mean Rumusan Masalah ISSN: 2086-3098 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan SD Min-Max Modus Median Variabel Mean Volume III Nomor 3, Agustus 2013 Lama penggunaan KB Suntik 1 Bulan oleh 19,19 16,00 8 Ibu (n : 26 orang) 2-48 12,687 Lama penggunaan KB Suntik 3 Bulan oleh 42,66 31,50 12 ibu (n : 32 orang) 6-132 42,66 Analisis Perbedaan Waktu Kembalinya Kesuburan pasca Menggunakan KB Suntik 1 Bulan dan KB Suntik 3 Bulan Untuk menguji ada tidaknya perbedaan waktu kembalinya kesuburan pada ibu pasca menggunakan KB suntik 1 bulan dan KB suntik 3 bulan digunakan uji analitik. Mean dari KB suntik 1 bulan yaitu 9,42 bulan dan KB suntik 3 bulan yaitu 20,84 bulan sehingga beda meannya yaitu 11,42 bulan. Langkah awal untuk melakukan uji ini adalah dengan malakukan uji homogenitas varian (uji F) dan hasil dari uji F menunjukan bahwa nilai ρ sebesar 0,013 ≤ α 0,05. Sehingga Ho ditolak artinya varian kedua sampel berbeda. Maka uji t yang digunakan adalah uji t beda varian, serta hasil uji yang didapatkan bahwa ρ 0,004 ≤ 0,05 yang artinya H0 ditolak bahwa ada perbedaan yang signifikan masa kembalinya kesuburan pasca menggunakan KB suntik 1 bulan dan KB suntik 3 bulan. PEMBAHASAN Waktu Kembalinya Kesuburan Pada Ibu Pasca Menggunakan KB Suntik 1 Bulan Dari hasil penelitian lama waktu kembalinya kesuburan pada ibu pasca menggunakan KB suntik 1 bulan yang berjumlah 26 orang, didapatkan rata-rata kembalinya kesuburan yaitu 9,42 bulan, waktu yang paling cepat 1 bulan dan yang paling lama kembalinya kesuburan yaitu 18 bulan. Dengan rata-rata usia ibu 30,58 tahun serta rata-rata pemakaian selama 19,19 bulan dan 19 orang (73,1%) adalah ibu yang telah memiliki 2 anak. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Hartanto (2004), 152 ISSN: 2086-3098 tentang waktu yang normal untuk kembalinya kesuburan setelah pemakaian KB suntik 1 bulan adalah 3-5 bulan. Tetapi hal ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Gayatri (2007), rata-rata kembaliya kesuburan setelah berhenti menggunakan alat kontrasepsi suntik adalah selama 9 bulan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Andayani (2007) rata-rata kembalinya kesuburan adalah selama 17 bulan. Meskipun usia 30,58 tahun masih temasuk dalam ketegori masa yang paling subur tetapi tetap saja wanita pada usia tersebut sudah hampir mengalami penurunan kesuburan. Sehingga dalam hal ini bisa saja wanita usia muda mempunyai kemungkinan hamil lebih cepat dibandingkan wanita yang lebih tua setelah menghentikan pemakaian suntikan. Selain dari faktor di atas, bedasarkan analisa peneliti bahwa faktor lain yang mempengaruhi kembalinya kesuburan setelah berhenti memakai KB suntik 1 bulan adalah parietas atau jumlah anak yang lahir hidup. Wanita yang mempunyai jumlah anak lebih banyak cenderung lebih cepat hamil setelah berhenti memakai suntikan dibandingkan wanita yang mempunyai anak sedikit (Maria, 2007). Hal ini sesuai dengan tabel 5.2 bahwa 19 orang (73,1%) mempunyai jumlah anak 2 dan 4 orang (15,4%) mempunyai jumlah anak 3, dan 3 orang (11,5%) mempunyai jumlah anak 4. Sehingga dapat disimpulkan bahwa parietas dapat mempengaruhi kembalinya kesuburan seorang wanita setelah memakai KB suntik 1 bulan. Jadi berdasarkan penelitian ini, usia, parietas, dan juga lama penggunaan KB suntik dapat berpengaruh terhadap waktu kembalinya kesuburan pemakainya. Tetapi meskipun penggunaan KB dalam jangka panjang tidak berpengaruh terhadap proses kembalinya kesuburan, seharusnya bagi tenaga kesehatan selalu memberikan konseling kepada calon akseptor tentang fisiologi cara kerja KB suntik 1 bulan, efek samping, keuntungan, dan batas pemaikaian KB suntik hormonal khususnya suntik 1 bulan sehingga tidak ada penyesalan bagi akseptor tentang efek samping yang dirasakan. Dan untuk ibu yang baru memiliki anak 1 dan ibu yang usianya lebih dari 35 tahun yang masih ingin memiliki anak lagi sebaiknya menggunkan KB suntik 1 bulan karena hormon estrogen dan progesteron yang terkandung dalam KB suntik 1 bulan dapat mempertahankan kesuburan rahim ibu. 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 Waktu Kembalinya Kesuburan Pada Ibu Pasca Menggunakan KB Suntik 3 Bulan Dari hasil penelitian lama waktu kembalinya kesuburan pada ibu pasca menggunakan KB suntik 3 bulan yang berjumlah 32 orang, didapatkan rata-rata kembalinya kesuburan yaitu 20,84 bulan, waktu yang paling cepat 3 bulan dan yang paling lama kembalinya kesuburan yaitu 108 bulan. Dengan rata-rata usia ibu 31,34 tahun serta rata-rata pemakaian selama 42,66 bulan dan 22 orang (68,8%) adalah ibu yang telah memiliki 2 anak. Waktu yang normal untuk kembalinya kesuburan setelah pemakaian KB suntik 3 bulan adalah 6-12 bulan (Hartanto, 2004). Berdasarkan penelitan yang dilakukan oleh Sulianti (2012), rata-rata kembalinya kesuburan setelah pemakaian KB suntik 3 bulan adalah selama 8 bulan. Hal ini berbeda dengan penelitian yang telah peneliti lakukan, dari 32 ibu hamil yang sebelumnya menggunakan KB suntik 3 bulan didapatkan rata-rata kembalinya kesuburan yaitu 20,84 bulan. Wanita yang mempunyai tiga anak atau lebih cenderung membutuhkan waktu yang singkat untuk hamil setelah berhenti memakai KB suntik 3 bulan bila dibandingkan dengan wanita yang mempunyai dua anak (Gayatri, 2007). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan bawa dari 22 orang (68,8%) telah memiliki dua anak. Sehingga ini juga meruapakan faktor penting yang menyebabkan keterlambatan kembalinya kesuburan pada ibu hamil pasca menggunakan KB suntik 3 bulan yag diteliti. Jadi kesimpulannya adalah bahwa usia, parietas, dan lama pemakaian dapat berpengaruh terhadap kembalinya kesuburan pasca menggunkan KB suntik 3 bulan. Tetapi selain hal diatas, faktor lain juga berpengaruh penting terhadap kesuburan seorang ibu seperti obesitas, kelainan organ reproduksi, kebiasaan merokok, dan kebiasaan minum alkohol (Junaidi, 2011). Perbedaan waktu Kembalinya Kesuburan Pada Ibu Pasca Menggunakan KB Suntik 1 Bulan dan KB Suntik 3 Bulan Dari 26 ibu pasca menggunakan KB suntik 1 bulan yang diteliti, didapatkan ratarata kembalinya kesuburan yaitu 9,42 bulan yang mana hal ini berbeda dengan teori yang di kemukakan oleh Hartanto (2004) bahwa seharusnya waktu yang normal untuk kembalinya kesuburan yaitu 3-5 bulan. Tetapi, disini ada bebearapa faktor yang 153 ISSN: 2086-3098 dimungkinkan mempengaruhi kesuburan seorang wanita pasca menggunakan KB suntik 1 bulan diantaranya rata-rata usia dari ibu hamil adalah 30,58 tahun, dengan parietas terbanyak adalah ibu hamil yang kedua, serta dengan rata-rata pemakaian KB suntik 3 bulan selama 19,19 bulan. Dari 32 ibu pasca menggunakan KB suntik 3 bulan didapatkan rata-rata kembalinya kesuburan selama 20,84 bulan dan hal ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hartanto: 2004, yaitu seharusnya waktu normal untuk kembalinya kesuburan yaitu dalam rentang waktu 6-12 bulan. Hal ini bisa saja terjadi karena beberapa faktor seperti rata-rata uis ibu 31,34 tahun, dengan parietas terbanyak adalah ibu hamil kedua serta dengan ratarata pemakaian yang melebihi normal yaitu 42,66 bulan. Dari hasil analisis statistik diperoleh harga ρ 0,004 dan jika dibandingakan dengan harga α 0,05 dengan itu didapatkan kesimpulan bahwa ada perbedaan yag signifikan waktu kembalinya kesuburan pasca menggunakan KB suntik 1 bulan dan KB suntik 3 bulan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Dari 26 ibu hamil pasca menggunakan KB suntik 1 bulan rata-rata mendapatkan kembali kesuburannya setelah 9,42 bulan. 2. Dari 32 ibu hamil pacsa menggunakan KB suntik 3 bulan rata-rata mendapatkan kembali kesuburannya setelah 20,84 bulan. 3. Dari uji-t sampel independent untuk menganialisa perbedaan waktu kembalinya kesuburan pada ibu pasca menggunakan KB suntik 1 bulan dan KB suntik 3 bulan didapatkan hasil ρ 0,004 yang berati ada perbedaan yang signifikan kembalinya kesuburan pada ibu pasca menggunakan KB suntik 1 bulan dan KB suntik 3 bulan. Saran 1. Diharapkan setelah mendapatkan informasi yang jelas dari tenaga kesehatan tentang metode kontrasepsi yang akan digunakan, ibu dapat memahami proses fisiologi dari kerja KB suntik 1 bulan dan KB suntik 3 Bulan serta dapat mempertimbangkan kembali tentang efek langsung KB yang berhubungan dengan kembalinya kesuburan dan pengaturan jarak 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 ISSN: 2086-3098 kehamilannya sehingga tepat dan sesuai dengan program yang ingin dilakukan. 2. Bagi ibu yang baru memiliki anak 1 diharapkan bisa memilih untuk menggunakan KB suntik 1 bulan dari pada KB suntik 3 bulan. Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2010. Ilmu Kebidanan, Ilmu Kandungan, Dan KB. Jakarta: EGC DAFTAR PUSTAKA Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri Jilid 2. Jakarta: EGC Andayani, Sestu Retno Dwi. 2007. Waktu menjadi hamil kembali setelah berhenti memakai Alat kontrasepsi hormonal dibandingkan dengan Alat kontrasepsi dalam rahim di indonesia (analisis data sdki 2002-2003). Yogyakarta. (http://etd.ugm.ac.id), diakses pada tanggal 25 April 2013 Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Fauziah, Azida. 2012. Buku Praktis Capat Hamil, Saat Hamil, Dan Pasca Melahirkan. Yogyakarta: Real Books Fertilitas. (http://kamusbahasaindonesia.org/ fertilitas, diakses pada tanggal 28 Januari 2013 --------------. (http://kamuskesehatan.com/arti/ fertilitas/, diakses pada tanggal 28 Januari 2013 Gayatri, Maria. 2007. Kembalinya Kesuburan Setelah Berhenti Memakai Alat Kontrasepsi Di Indonesia. (http://xa.yimg.com), diakses pada tanggal 25 April 2013 Guyton dan Hall. 1997. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Hartanto, Hanafi. 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: CV Muliasarin Junaidi, Iskandar. 2012. Kehamilan Sehat dan Mengatur jenis Kelamin Anak. Yogyakarta: CV. Andi Ofset Laporan Hasil Pelayanan Kontrasepsi Desember 2012. (http://aplikasi.bkkbn.go.id, diakses pada tanggal 25 Januari 2013) Kolbinsky. 1997. (http://referensikebidanan. blogspot.com/2011/05/faktor-faktor-yangberhubungan-dengan.html, diakses pada tanggal 25 Januari 2013) 154 Martha, Nina. 2012. Tips Jitu Agar Cepat Hamil. Yogyakarta: Buku Biru Munir, Miftahul. 2007. Penggunaan Kontrasepsi Suntik Dengan Efek Samping Amenorhea. Tuban. (http://jurnal.stikesnu.com), diakses pada tanggal 27 Januari 2013) Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Kandungan. Jakarta: YBPSP Ilmu Profil Kesehatan Jawa Timur Tahun 2011. (http://dinkes.jatimprov.go.id, diakses pada tanggal 23 Januari 2013) Saifuddin, Abdul Bari. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: YBPSP Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Sulianty, Ati. 2012. Pengaruh Penggunaan Injeksi Dmpa (Depo Medroxy Progesteron Acetate) Terhadap Fertilitas. Mataram. (http://lpsdimataram.com), diakses pada tanggal 25 April 2013 Suroso, Hendarko. 2011. KB Hormonal Tidak Untuk Jangka Waktu Lama. (http://banyumas.com, diakses pada tanggal 27 Januari 2013) Syarifah, Fitri. 2012. 11 Cara Meningkatkan Kasuburan Wanita Secara Alami. (http://liputan6.com, diakses pada tanggal 22 Januari 2013) Varney, Helen. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 2. Jakarta: EGC 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 KUALITAS UDARA RUANG PERAWATAN KELAS III B RUMAH SAKIT BHAKTI DHARMA HUSADA SURABAYA TAHUN 2012 Musta’in (Prodi Kesehatan Lingkungan Surabaya, Poltekkes Kemenkes Surabaya) Nina Andriyani (Prodi Kesehatan Lingkungan Surabaya, Poltekkes Kemenkes Surabaya) Erna Triastuti (Prodi Kesehatan Lingkungan Surabaya, Poltekkes Kemenkes Surabaya) ABSTRACT Background: General hospital Bhakti Dharma Husada is government hospital in surabaya who new standing at August 2010. The treatment room class IIIB inhabited by the most patients and have the largest capacity of bed among the other treatment rooms. So, risk of the infection of disease higher than the other treatment rooms. Purpose: The purpose of the research to knew the quality of air according to microbiology in the treatment room class IIIB Bhakti Dharma Husada Surabaya Hospital. Method: This research includes research of descriptive through crossectional approach. Result: According to KepMenKes RI/1204/MENKES/SK/X/2004 about the environmental health Requirements of hospitals, the research results in the treatment of Class IIIB consisting of 4 rooms. Number of germs in the air of Sadewa 1 room was 1460/m3, Sadewa 2 room was 1015 CFU/m3, Sadewa 3 room was 1080 CFU/m3, and Sadewa 4 room was 2070 0 CFU/m3. The average temperature of 30 C. The average humidity of 75%. Conclussion: It was concluded that the number of germ in the air, the temperature as well as air humidity the treatment of room class IIIB didn ' t qualify. The number of occupant in the room cause high numbers of germs. Beside that, the cleaning materials used have not been able to lower the number of germs. Recomendation: For it is recommended to repair Exhaust Fan, the addition of Air Conditioning to improve the physical quality, expected to cleaning service in the room to replace the cleaning materials with disinfectant, is expected to apply to employees of the room attendant rules about hours visit patients and the number of patient’s family. Keywords: germs, air, physical quality. 155 ISSN: 2086-3098 PENDAHULUAN Latar Belakang Udara merupakan zat paling penting dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi, oleh karena itu metabolisme yang berada di dalam tubuh makhluk hidup tidak mungkin dapat berlangsung tanpa Oksigen yang berasal dari udara. Kualitas udara dalam ruang sangat mempengaruhi kesehatan manusia, karena hampir 90% hidup manusia berada di dalam ruangan. Rumah Sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, dimana tempat berkumpulnya baik orang sakit maupun orang sehat. Serangkaian kegiatan dirumah sakit tidak hanya memberikan dampak positif bagi masyarakat baik didalam maupun disekitarnya, tetapi juga menimbulkan dampak negatif yaitu terjadinya pencemaran, gangguan kesehatan, infeksi nosokomial dan penularan penyakit. Salah satu penyebabnya adalah karena kualitas udara ruang belum memenuhi syarat. Kualitas udara dalam ruangan (Indoor Air Quality) yang belum memenuhi persyaratan merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian karena akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Rumah Sakit Umum Bhakti Dharma Husada (RSU BDH) yaitu Rumah Sakit Umum Pemerintah Kota Surabaya yang baru berdiri bulan Agustus 2010. Dimana RSUD BDH rutin melakukan pengukuran kualitas udara ruangan setiap 6 bulan sekali, akan tetapi pengukuran kualitas udara hanya pada ruang OKA 1, ruang OKA 2, dan ruang ICU yang termasuk zona risiko sangat tinggi. Untuk zona risiko tinggi seperti ruang perawatan belum pernah dilakukan pengukuran kualitas udara ruang, sedangkan penularan penyakit yang melalui udara mudah terjadi pada kondisi ruangan tertutup yang berada didalam gedung seperti ruang perawatan merupakan tempat kumpulan manusia baik itu orang sakit (pasien), tenaga kesehatan, karyawan maupun pengunjung. Ruang perawatan kelas III-B di Rumah Sakit Umum Bhakti Dharma Husada ( RSU BDH ) merupakan penghuni pasien paling banyak, dan memiliki kapasitas tempat tidur terbesar diantara ruang perawatan yang lain. Sehingga risiko terjadinya penularan penyakit lebih tinggi daripada ruang perawatan lainnya. Tujuan Penelitian Mengetahui kualitas udara secara mikrobiologi ruang perawatan kelas III-B Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada Surabaya. 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 METODE PENELITIAN ISSN: 2086-3098 keempat ruangan semuanya tidak memenuhi syarat. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian bersifat deskriptif melalui pendekatan cross Sectional. Obyek Penelitian, Besar Sampel dan Kriteria Sampel Obyek penelitian adalah udara pada semua ruang perawatan kelas III-B di Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada Surabaya yang terdiri dari 4 ruang tanpa AC. Dengan pengambilan sampel udara sebanyak 4 sampel udara ruang, ditentukan secara purposive sampel, dimana sampel dipilih berdasarkan karakteristik. (Notoadmodjo, 2010). Variabel dan Teknik Pengumpulan Data Variabel Bebas dalam penelitian ini meliputi suhu, kelembaban, pencahayaan, kecepatan angin, proses pembersihan, kondisi ruang perawatan, rasio luas lantai dengan tempat tidur pasien ruang perawatan kelas III-B Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada Surabaya. Sedangkan Variabel Terikatnya adalah kualitas udara secara mikrobiologis (angka kuman udara) pada ruang perawatan Kelas III-B Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada Surabaya. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan wawancara, observasi, pengukuran dan pemeriksaan laboratorium. Tabel 1. Angka Kuman Udara Ruang Perawatan Kelas IIIB RSUD BDH Surabaya Tahun 2012 Batas Rata-rata standar Ruang Indeks (CFU/m) PeraAngka Kategori KepMenKes watan kuman RI No. 1204/ Kelas IIIB udara Menkes/RI/ 3 (CFU/m ) SK/X/2004 Ruang sadewa 1 200-500 (Non 1460 TMS 3 CFU/m Infeksius Wanita) Ruang sadewa 2 200-500 1015 TMS 3 (Infeksius CFU/m Wanita) Ruang sadewa 3 200-500 (Non 1080 TMS 3 CFU/m Infeksius Pria) Ruang sadewa 4 200-500 2070 TMS 3 (Infeksius CFU/m Pria) Data yang diperoleh diolah dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran obyek yang diteliti, serta menarik suatu kesimpulan. Tingginya angka kuman udara pada keempat ruangan tersebut disebabkan karena padatnya penghuni, serta kurangnya aliran udara/kecepatan angin dalam ruangan sehingga membuat suhu dan kelembaban tinggi, juga ditunjang dengan adanya pasien infeksius dalam ruang tersebut. Dalam proses pembersihan ruangan, mereka tidak menggunakan bahan desinfektan yang dapat membunuh kuman. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Suhu Udara Ruang Perawatan Kelas III-B Angka Kuman Udara Berdasarkan pengukuran suhu udara yang telah dilakukan di tiap ruangan diketahui bahwa suhu udara pada ruang 0 Sadewa 1 adalah 30 C , ruang Sadewa 2 0 0 sebesar 30 C, untuk ruang Sadewa 3, 30 C 0 dan ruang Sadewa 4 yaitu 31 C, dimana suhu udara pada tiap ruangan tersebut tidak memenuhi syarat. Hal ini disebabkan suhu disemua ruang diatas Nilai Ambang Batas yang dipersyaratkan untuk ruang perawatan 0 berkisar 22-24 C. Analisis Data Dari hasil pengukuran angka kuman udara di setiap ruang perawatan kelas III-B, diperoleha angka kuman udara terbanyak terdapat pada ruangan Sadewa 4 (Infeksius 3 Pria) yaitu sebanyak 2070 CFU/m dan ruang Sadewa 1 (Non Infeksius Wanita) 3 sebesar 1460 CFU/m . Sedangkan angka kuman ruang Sadewa 3 (Non Infeksius Pria) 3 didapatkan 1080 CFU/m dan ruang 3 Sadewa 2 (Infeksius Wanita) 1015 CFU/m . Angka kuman udara yang diperoleh dari 156 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 Tabel 2. Suhu Udara Ruang Perawatan Kelas III-B RSUD BDH Surabaya Tahun 2012 Ruang Suhu 0 Perawatan ( C) Kelas IIIB Ruang sadewa 1 (Non Infeksius Wanita) Ruang sadewa 2 (Infeksius Wanita) Ruang sadewa 3 (Non Infeksius Pria) Ruang sadewa 4 (Infeksius Pria) 0 30 C 0 30 C Batas 0 Standar ( C) Kate- KepMenKes gori RI No. 1204/ MENKES/RI/ SK/X/2004 TMS TMS 0 0 22-24 C 0 TMS 22-24 C 0 0 TMS 22-24 C 0 Suhu udara yang tinggi pada tiap ruangan tersebut dikarenakan jendela tidak dibuka sebagaimana mestinya oleh pasien, tidak tersedianya AC dalam ruangan yang menyebabkan udara terasa panas, sehingga suhu menjadi meningkat. Selain itu banyaknya pengunjung dan penjaga pasien serta ada aktivitas di ruang itu yang juga turut mempengaruhi keadaan tingginya suhu dalam ruangan tersebut. Kelembaban Ruang Perawatan Kelas III-B Hasil kelembaban udara untuk ruang Sadewa 1 dan ruang Sadewa 2 sebesar 74%, 76 % untuk ruang Sadewa 3, dan ruang Sadewa 4 yaitu 70%. Berdasarkan pengukuran kelembaban udara yang telah dilakukan di masing-masing ruangan tersebut, semuanya tidak memenuhi syarat, sebab hasil kelembabannya diatas Nilai Ambang Batas yang dipersyaratkan untuk ruang perawatan berkisar 45-60%. Hal tersebut dikarenakan proses pembersihan tidak memenuhi syarat. Dilihat dari cara pembersihan lantai, setelah proses pengepelan, kain pel tidak dikeringkan kembali sehingga menambah kadar air dalam udara. Selain itu pintu ruangan dan 157 ada beberapa jendela yang selalu terbuka sehingga menyebabkan suhu dan kelembaban dapat naik karena udara dari luar. Dimana suhu yang tinggi juga mempengaruhi tingginya kelembaban udara karena dengan adanya suhu yang tinggi dan didukung aliran udara yang kurang lancar akan mempengaruhi penguapan kadar air dari kulit manusia karena terhambatnya proses pendinginan, sehingga akan menambah kadar uap air di udara, hal ini yang menyebabkan kelembaban udara menjadi tinggi 22-24 C 30 C 31 C ISSN: 2086-3098 Tabel 3. Kelembaban Udara Ruang Perawatan Kelas III-B RSUD BDH Surabaya Tahun 2012 Batas Standar (%) Ruang KelemKepMenKes Perawatan baban Kategori RI No. Kelas IIIB (%) 1204/ MENKES/R I/SK/X/2004 Ruang sadewa 1 (Non 74% TMS 45-60% Infeksius Wanita) Ruang sadewa 2 74% TMS 45-60% (Infeksius Wanita) Ruang sadewa 3 (Non 76% TMS 45-60% Infeksius Pria) Ruang sadewa 4 70% TMS 45-60% (Infeksius Pria) Pencahayaan Ruang Perawatan Kelas IIIB Berdasarkan pengukuran pencahayaan yang telah dilakukan di masing-masing ruang perawatan kelas III-B, bahwa pencahayaan disemua ruangan telah memenuhi syarat, dimana Nilai Ambang Batas yang dipersyaratkan untuk ruang perawatan yaitu 100-200 Lux. 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 Tabel 4. Pencahayaan Udara Ruang Perawatan Kelas III-B RSUD BDH Surabaya Tahun 2012 Ruang Perawatan Kelas IIIB Ruang sadewa 1 (Non Infeksius Wanita) Ruang sadewa 2 (Infeksius Wanita) Ruang sadewa 3 (Non Infeksius Pria) Ruang sadewa 4 (Infeksius Pria) Pencahayaan ( Lux ) 168,8 Lux Batas Standar (Lux) KepMen KateKes RI gori No. 1204/ME NKES/RI/ SK/X/ 2004 MS 100-200 Lux 148 Lux MS 100-200 Lux 111,6 Lux MS 100-200 Lux 142 Lux MS 100-200 Lux ISSN: 2086-3098 Tabel 5. Kecepatan Angin Ruang Perawatan Kelas III-B RSUD BDH Surabaya Tahun 2012 Batas Standar Ruang Kecepatan (m/det) KatePerawatan Angin KepMenKes gori Kelas IIIB (m/det) RI No. 1204/ MENKES/RI/ SK/X/2004 Ruang sadewa 1 (Non 0,01 m/det MS ≤ 0,25m/det Infeksius Wanita) Ruang sadewa 2 (Infeksius 0,00 m/det MS ≤ 0,25m/det Wanita) Ruang sadewa 3 (Non 0,00 m/det MS ≤ 0,25m/det Infeksius Pria) Ruang sadewa 4 (Infeksius 0,01 m/det MS ≤ 0,25m/det Pria) Proses Pembersihan Ruang Perawatan Kelas IIIB Kecepatan Angin dalam Ruang Perawatan Kelas III-B Dari hasil pengukuran kecepatan angin yang dilakukan pada 4 ruang perawatan kelas III-B RSUD BDH Surabaya dapat diketahui bahwa kecepatan angin ruang perawatan kelas III-B telah memenuhi syarat, dimana dari hasil pengukuran untuk ruang Sadewa 1 sebesar 0,01m/det, ruang Sadewa 2 dan ruang Sadewa 3 sebesar 0,00 m/det, dan 0,01 m/det untuk ruang Sadewa 4. Hasil tersebut sesuai standart kecepatan angin yang dipersyaratkan untuk ruang perawatan di Rumah Sakit yaitu ≤ 0,25m/det. 158 Hasil penilaian pada proses pembersihan di ruang perawatan kelas III-B (Ruang Sadewa) tidak memenuhi syarat dengan rata-rata prosentase sebesar 20,6%. Pengamatan yang dilakuan pada petugas kebersihan didapatkan yaitu pada saat membersihkan sudut yang tidak konus menggunakan sikat dan soklin, tanpa menggunakan bahan desinfektan, pengamatan yang kedua saat membersihkan lantai, kain pel yang telah digunakan dibiarkan kering dengan sendirinya, kain pel langsung digunakan tanpa direndam dengan antiseptic satu malam sebelum digunakan, Petugas pembersihan tidak menggunakan APD lengkap, APD yang digunakan hanya sarung tangan atau masker saja, tanpa menggunakan sandal khusus. 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 ISSN: 2086-3098 17 170 35 20,6% 65% TMS 17 170 35 20,6% 65% TMS 17 170 35 20,6% 65% TMS Hasil penilaian pada proses pembersihan di ruang perawatan kelas III-B (Ruang Sadewa) tidak memenuhi syarat dengan rata-rata prosentase sebesar 20,6%. Pengamatan yang dilakuan pada petugas kebersihan didapatkan yaitu pada saat membersihkan sudut yang tidak konus menggunakan sikat dan soklin, tanpa menggunakan bahan desinfektan, pengamatan yang kedua saat membersihkan lantai, kain pel yang telah digunakan dibiarkan kering dengan sendirinya, kain pel langsung digunakan tanpa direndam dengan antiseptic satu malam sebelum digunakan, Petugas pembersihan tidak menggunakan APD lengkap, APD yang digunakan hanya sarung tangan atau masker saja, tanpa menggunakan sandal khusus. Kondisi Ruang Perawatan Kelas IIIB Penilaian pada empat ruang perawatan kelas III-B telah memenuhi syarat dengan rata-rata prosentase sebesar 85,7%. Namun ada beberapa item penilaian pada kondisi 159 Ruang sadewa 1 (Non Infeksius Wanita) Ruang sadewa 2 (Infeksius Wanita) Ruang sadewa 3 (Non Infeksius Pria) Ruang sadewa 4 (Infeksius Pria) Rata-Rata Standar Penilaian KepMenKes RI No. 1204/MENKES/RI/SK/X/2004 Kategori Persentase Skor hasil Skor Maksimal 17 170 35 20,6% 65% TMS Bobot Kategori Standar Penilaian KepMenKes RI No. 1204/MENKES/RI/SK/X/2004 Persentase Skor hasil Skor Maksimal 17 170 35 20,6% 65% TMS ruang perwatan kelas III-B yang tidak memenuhi syarat, yaitu keadaan langit ruangan masih kotor/masih terdapat sarang laba-laba, dengan keadaan pintu yang selalu terbuka, sehingga memungkinkan binantang serangga dapat masuk, sudut pertemuan antara dinding dan lantai yang tidak konus sehingga menyulitkan dalam proses pembersihan ruangan serta aliran udara yang masuk pada ventilasi ruangan tidak berjalan dengan baik. Tabel 7 Kondisi Ruang Perawatan Kelas III-B RSUD BDH Surabaya Tahun 2012 Ruang Perawatan Kelas IIIB Ruang sadewa 1 (Non Infeksius Wanita) Ruang sadewa 2 (Infeksius Wanita) Ruang sadewa 3 (Non Infeksius Pria) Ruang sadewa 4 (Infeksius Pria) Rata-Rata Bobot Ruang Perawatan Kelas IIIB Tabel 6. Proses Pembersihan Ruang Perawatan Kelas III-B RSUD BDH Surabaya Tahun 2012 14 140 120 85,7% 65% MS 14 140 120 85,7% 65% MS 14 140 120 85,7% 65% MS 14 140 120 85,7% 65% MS 14 140 120 85,7% 65% MS Rasio luas lantai dengan tempat tidur Ruang Perawatan Kelas IIIB Dari hasil observasi rasio luas lantai dengan tempat tidur pasien pada ruang perawatan kelas III-B, khusus untuk pasien dewasa memenuhi syarat yaitu ruang Sadewa 1 berisi 7 bed, ruang Sadewa 2 berisi 6 bed, Sadewa 3 berisi 6 bed dan Sadewa 4 berisi 6 bed. Dengan luas ruangan dan ukuran bed semuanya sama yaitu 2 seluas 56 m dan ukuran bed 2m x 1m. Hal ini dikarenakan rasio luas lantai dengan 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 ISSN: 2086-3098 2 tempat tidur pasien adalah 8m /bed - 9,3 2 2 m /bed, dan persyaratan min 4,5 m /bed. KESIMPULAN Angka kuman, suhu dan kelembaban udara serta dalam proses pembersihan pada ruang perawatan kelas III-B Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada Surabaya yang terdiri dari 4 ruang, semuanya tidak memenuhi syarat. Sedangkan yang telah memenuhi syarat yaitu pencahayaan, kecepatan angin, rasio luas lantai dengan tempat tidur pasien dan juga kondisi ruang perawatan kelas III-B Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada Surabaya. Memperbaikan Exhaust Fan dengan mengganti split/daya hisap alat terhadap udara agar supaya daya hisap menjadi lebih besar, pintu jendela setiap hari dibuka dan dipasang kawat kasa agar mengurangi masuknya nyamuk serta debu, dan supaya aliran udara tetap berfungsi dengan baik atau menambahankan alat penyejuk ruangan berupa : AC serta memberi tanaman-tanaman diarea luar ruangan agar sirkulasi udara dapat lebih sejuk, segar dan untuk menahan debu. Melakukan pemeriksaan kualitas udara (kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi) dalam ruang perawatan kelas IIIB secara berkala setiap 6 bulan sekali DAFTAR RUJUKAN Astri S, 2010. Evaluasi Kualitas Bakteriologis Udara dan Usap Lantai Pada Ruang Perawatan Neonatus RSUD Ibnu Sina Gresik. Skripsi. Surabaya, Unair. Candra, Budiman, 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC:75. Depkes RI, 1989. Komponen Sanitasi Rumah Sakit Untuk Institusi Pendidikan Tenaga Sanitasi:28 dan 35. Direktorat Jenderal PPM & PL, 1992. Tentang Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta. Ditjen PPM & PL, 1995. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia:116. Departeman Kesehatan, RI, 1992. Pedoman Pencahayaan di Rumah Sakit. Jakarta:35. Departeman Kesehatan, RI, 2007. Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C. Jakarta. 160 Departeman Kesehatan, RI, 2001. Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit: 24. Darmadi, 2008. Infeksi Nosokomial problematika dan pengendaliannya. Jakarta: Salemba Medika. Fadilatus, S, 2011. Evaluasi Kualitas Bakteriologis Udara dan Usap Lantai Pada Ruang Perawatan Kelas Tiga Anak RSI Siti Hajar Sidoarjo. Skripsi. Surabaya : Universitas Airlangga Hunter, Beatrice Trum, 2004. Udara dan Kesehatan Anda. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer : 27. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004. Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1335/MENKES/SK/X/2002. Standar Operasional Pengambilan dan Pengukuran Sampel Kualitas Udara Ruangan Rumah Sakit. KepMenKes No.1407/MENKES/SK/XI/2002 tentang Pedoman Dampak Pencemaran Udara. Okky, M, 2011. Studi Kualitas Mikroorganisme Udara Pada Ruang Tunggu Poliklinik di Rumah Sakit Premier Surabaya Tahun 2011. Proposal Penelitian. Surabaya : Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya Jurusan Kesehatan Lingkungan Surabaya. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1077/MENKES/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Rumah Sakit. Pudjiastutik, Lily dkk, 1998. Kualitas Udara Dalam Ruang. Jakarta : Dirjen Pendidikan Tinggi Depatemen Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Winardi, Sugeng, 1993. Pengelolaan Kualitas Lingkungan Bagi Pembangunan Berkelanjutan Udara dan Air. Surabaya: Bidang KLH LEMLIT-ITS : 11. 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 ISSN: 2086-3098 PENDAHULUAN STUDI BEDA TINGKAT ASFIKSIA DARI TINDAKAN PERSALINAN (SECTIO CAESAREA, INDUKSI PERSALINAN, VACUM EXTRACTION) DI RSUD dr. SAYIDIMAN MAGETAN AGUSTUS 2013 Prasetianingtyas (Alumnus Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya) Sukardi (Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya) Sulikah (Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya) ABSTRAK Latar belakang: Asfiksia neonatorum di RSUD dr. Sayidiman Magetan pada tahun 2012 meningkat pada kasus asfiksia berat yaitu 17,83%. Demikian juga pada kasus persalinan tindakan meningkat menjadi 49,86% dari total persalinan. Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan tingkat asfiksia dari tindakan sectio caesarea, induksi persalinan, vacum extraction. Metode: Metode penelitian ex post facto dengan rancangan penelitian factorial design. Besar populasi adalah 515, sampel diambil dengan teknik proportionated random sampling, sectio caesarea: 146, induksi persalinan: 52 dan vacum extraction: 20. Teknik pengumpulan data melalui studi dokumentasi. Data dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis dengan α=0,05. Hasil: Kejadian asfiksia berat lebih banyak terjadi pada persalinan dengan vacum extraction. Hasil uji Kruskall-Wallis diperoleh: Hhitung= 19,592, harga Chi square tabel dengan dk=4 dan taraf kesalahan α=0,05 adalah 9,488. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Hhitung > harga Chi square tabel, maka Ho ditolak pada taraf kesalahan α=0,05. Simpulan: Terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis persalinan tindakan terhadap kejadian asfiksia bayi baru lahir. Saran: Dalam setiap persalinan harus dihadiri oleh paling tidak seorang tenaga terlatih dalam resusitasi neonatus. Di samping itu, setiap ibu hamil hendaknya rutin periksa kehamilan difasilitas kesehatan sehingga komplikasi dapat dihindari. Kata Kunci: 161 Asfiksia, sectio caesarea, induksi persalinan, vacum extraction Latar Belakang Diseluruh dunia setiap tahun diperkirakan empat juta bayi meninggal pada tahun pertama kehidupannya dan dua per tiganya meningggal pada bulan pertama. Dua per tiga dari yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada minggu pertama, meninggal pada hari pertama. Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi berat lahir rendah. Penyebab utama dari kematian neonatus tersebut berhubungan secara intrinsik dengan kesehatan ibu dan perawatan yang diterima sebelum, selama dan setelah melahirkan. (Depkes RI. 2008a). Survei WHO (World Health Organization) tahun 2002 dan 2004 menyebutkan bahwa sekitar 23% seluruh kematian neonatal disebabkan oleh asfiksia. Menurut data dari Dinas Kesehatan Magetan tahun 2010 jumlah kematian bayi sebanyak 10/1000 KH, sedangkan persentase target kinerja RSUD dr. Sayidiman Magetan tahun 2010 tentang angka kematian bayi adalah ≤ 0,20%. IMR (Infant Mortality Rate) atau AKB (Angka Kematian Bayi) pada ruang Perinatologi RSUD dr. Sayidiman Magetan masih sebanyak 65/1000 KH dengan resiko kematian yang dikarenakan asfiksia sebesar 46,8%. Dari hasil studi pendahuluan di RSUD dr.Sayidiman Magetan pada tahun 2011 didapatkan persentase persalinan tindakan sebesar 29,38% dari total persalinan selama satu tahun. Terdapat peningkatan persentase pada tahun 2012 untuk kasus persalinan tindakan yaitu menjadi 49,86% dari total persalinan selama satu tahun. Dari total persalinan pada tahun 2011, diperoleh bayi yang mengalami asfiksia ringan sebesar 46,52%, asfiksia sedang 41,95% dan asfiksia berat 11,53%. Terdapat peningkatan pada tahun 2012, yaitu bayi yang mengalami asfiksia berat sebesar 17,83%, sedangkan yang lainnya mengalami penurunan, yaitu bayi yang mengalami asfiksia sedang sebesar 40,5%, asfiksia berat sebesar 41,67%. Kasus asfiksia neonatorum pada umumnya disebabkan oleh manajemen persalinan yang tidak sesuai dengan standard dan kurangnya kesadaran ibu untuk memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan. (Leonardo, 2008). Persalinan tindakan adalah suatu persalinan yang membutuhkan bantuan alat-alat kedokteran atau kepandaian skill penolong 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 (Siswosuharjo. 2010). Cara pengakhiran kehamilan bisa dengan persalinan pervaginam maupun sectio caesarea. Efek anestesi pada Sectio caesarea dapat menyebabkan depresi pernafasan sehingga memicu terjadinya asfiksia (Wiknjosastro, 2007:865). Asfiksia juga dapat disebabkan oleh hiperstimulasi uterus atau tetania uteri yang merupakan komplikasi dari induksi persalinan, hiperstimulasi uterus yang berlebihan dan relaksasinya terlalu singkat, maka akan terjadi hipoksia dan asidosis pada janin. Tetani atau spasme uterus dapat mengurangi aliran darah uterus hingga suatu taraf dimana janin akan mengalami asfiksia (Jordan, 2003:160). Sedangkan pada persalinan dengan Vacum Extraction, terdapat komplikasi yang terjadi pada bayi, yaitu terjadi kaput suksedaneum, sefalhematom, perdarahan intrakranial, juga dapat menimbulkan gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan asfiksia (Manuaba, 1998:134). Tujuan Penelitian HASIL PENELITIAN Data hasil penelitian di RSUD dr. Sayidiman Magetan, dari 146 persalinan dengan Sectio Caesarea, diperoleh hasil sebanyak 62 kasus (42,46%) mengalami asfiksia ringan, 65 kasus (44,52%) mengalami asfiksia sedang dan 19 kasus (13,02%) mengalami asfiksia berat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1. 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 13,02 Asf i ks ia B t n ng a in g eda era ia S ia R asfiksia Vacum Gambar 1. Distribusi Kejadian Asfiksia Neonatorum dari Tindakan Sectio Caesarea di RSUD dr. Sayidiman Magetan Tahun 2011-2012 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 44 31 25 Asf Asf Asf t era aB iksi ng eda aS iksi an ing aR iksi Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik. Metode penelitian ex post facto dengan rancangan penelitian factorial design. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 515 ibu bersalin dengan persalinan tindakan. Sampel diambil dengan teknik proportionated random sampling, 146 sampel Sectio caesarea, 52 sampel Induksi Persalinan dan 20 sampel Vacum extraction, selanjutnya dilakukan pengambilan sampel secara simple random sampling. Variabel dependent adalah tingkat asfiksia bayi baru lahir dan variabel independent adalah persalinan tindakan (sectio caesarea, Induksi persalinan, Vacum extraction). Teknik pengumpulan data menggunakan metode studi dokumentasi yaitu data rekam medik di RSUD dr. Sayidiman Magetan periode Januari 2011-Desember 2012. Setelah data terkumpul dilakukan pengolahan dan analisa i ks i ks asfiksia induksi asfiksia (Sectio Vacum 44,52 42,46 Asf asfiksia Sectio METODE PENELITIAN 162 data secara deskriptif yaitu distribusi frekuensi kejadian asfiksia dari masingmasing persalinan tindakna. Adanya perbedaan dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis dengan α=0,05. Asf 1. Mengidentifikasi kejadian neonatorum dari tindakan Caesarea 2. Mengidentifikasi kejadian neonatorum dari tindakan persalinan 3. Mengidentifikasi kejadian neonatorum dari tindakan Extraction 4. Menganalisis perbedaan tingkat dari persalinan tindakan Caesarea, Induksi Persalinan, Extraction. ISSN: 2086-3098 Gambar 2. Distribusi Kejadian Asfiksia Neonatorum dari Tindakan Induksi Persalinan di RSUD dr. Sayidiman Magetan Tahun 2011-2012 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 Data hasil penelitian di RSUD dr. Sayidiman Magetan, dari 52 persalinan dengan Induksi, diperoleh hasil sebanyak 13 kasus (25%) mengalami asfiksia ringan, 23 kasus (44,23%) mengalami asfiksia sedang dan 16 kasus (30,77%) mengalami asfiksia berat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2 . Data hasil penelitian di RSUD dr. Sayidiman Magetan, dari 20 persalinan dengan Vacum Extraction, diperoleh hasil sebanyak 1 kasus (5%) mengalami asfiksia ringan, 9 kasus (45%) mengalami asfiksia sedang dan 10 kasus (50%) mengalami asfiksia berat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3 berikut: 60 50 45 50 40 20 5 0 t e ra aB iksi Asf ng eda aS iksi Asf an ing aR iksi Asf Gambar 3. Distribusi Kejadian Asfiksia Neonatorum dari Tindakan Vacum Extraction di RSUD dr. Sayidiman Magetan Tahun 2011-2012 Tabel 1. Tingkat Asfiksia Menurut Jenis Persalinan Tindakan di RSUD dr. Sayidiman Magetan Periode Januari 2011-Desember 2012 Tingkat Asfiksia Jenis Persalinan Asfiksia Asfiksia Asfiksia Total Tindakan Ringan Sedang Berat Sectio 62 65 19 146 caesarea 42,46% 44,52% 13,02% 100% Induksi 13 23 16 49 Persalinan 25% 44,23% 30,77% 100% Vacum 1 9 10 20 extraction 5% 45% 50% 100% Nilai hasil perhitungan berdasarkan uji Kruskal-Wallis adalah 19,592. Sedangkan harga Chi-Square tabel pada dk=4 dan taraf 163 kesalahan 5% adalah 9,488. Hasil tersebut menunjukkan bahwa (Hhitung) lebih besar dari harga Chi-Square tabel, maka Ho ditolak pada taraf kesalahan α=0,05. Untuk mengetahui resiko kejadian asfiksia pada bayi baru lahir karena persalinan tindakan (Sectio caesarea, Induksi persalinan, Vacum extraction) digunakan prosentase dari masing-masing persalinan tindakan. Prosentase kejadian asfiksia berat pada tindakan Sectio caesarea adalah 13,02%, Induksi persalinan adalah 30,77% dan pada Vacum extraction adalah 50%. Hal tersebut berarti jenis persalinan tindakan secara Sectio caesarea memiliki resiko asfiksia paling kecil. Jenis persalinan tindakan secara Induksi memiliki resiko asfiksia yang lebih besar dari Sectio caesarea. Sedangkan jenis persalinan tindakan secara Vacum extraction memiliki resiko asfiksia paling besar. PEMBAHASAN 30 10 ISSN: 2086-3098 Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian asfiksia dari tindakan Sectio caesarea cukup tinggi yaitu 44,52% mengalami asfiksia sedang. Teori menunjukkan bahwa anestesi yang digunakan pada Sectio caesarea umumnya mempunyai pengaruh depresif terhadap pusat pernafasan bayi, sehingga bayi lahir dalam keadaan apnea yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Pada persalinan dengan Sectio caesarea, digunakan obat anestesi. Hal ini dapat menyebabkan hipotensi ibu yang berdampak pada penurunan aliran darah uteroplasenta yang dapat menyebabkan hipoksia dan asidosis pada fetus. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat (Wiknjosastro, 2007). Menurut Varney (2007), neonatus yang dilahirkan dengan Sectio caesarea, terutama jika tidak ada tanda persalinan, tidak mendapatkan manfaat dari pengeluaran cairan paru dan penekanan pada toraks sehingga mengalami gangguan pernafasan yang lebih persisten. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dijelaskan bahwa tindakan persalinan dengan Sectio caesarea dapat menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir. Hal tersebut dibuktikan dalam penelitian Dewi (2005), bahwa persalinan section caesarea dengan menggunakan anestesi general meningkatkan resiko terjadinya asfiksia neonatorum sebesar 5,35 kali pada bayi cukup bulan. Sedangkan pada penelitian Dwi Cahya Febrimulya (2010), menyebutkan bahwa bayi yang dilahirkan dengan cara Sectio caesarea mempunyai 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 resiko 3,5 kali mengalami asfiksia dari persalinan normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian asfiksia dari tindakan Induksi Persalinan cukup tinggi yaitu 44,23% mengalami asfiksia sedang. Teori menunjukkan bahwa dengan adanya tenaga tambahan yang diperoleh dari infus oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi tidak seperti biasanya atau his terlalu kuat yang disebut dengan tetania uteri. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya penyediaan darah ke rahim sehingga bayi akan kekurangan nutrisi dan oksigen sehingga bisa menyebabkan asfiksia intrauterin sampai kematian janin dalam rahim (Manuaba, 2010: 288). Menurut Bobak (2002:797) oksitosin dapat menimbulkan bahaya pada janin. Bahaya pada janin meliputi asfiksia dan hipoksia neonatus akibat kontraksi yang terlalu sering. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tindakan induksi persalinan berpengaruh terhadap asfiksia pada bayi baru lahir, karena pada induksi persalinan, bila kontraksi uterus menjadi hipertonik atau sangat sering maka relaksasi uterus terganggu yang berarti penyaluran arus darah uterus mengalami kelainan sehingga memperburuk sirkulasi utero plasenta dan menyebabkan asfiksia bayi baru lahir. Oleh karena itu pengawasan kontraksi harus ditujukan agar kontraksi dapat timbul seperti kontraksi fisiologis yaitu dengan frekuensi 2-3 menit sekali dan lamanya 40-60 detik sehingga tidak menimbulkan asfiksia pada bayi baru lahir (Saifuddin, 2002: 54). Namun dalam penelitian ini, peneliti sudah membatasi dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, bahwa janin dengan kondisi gawat janin tidak dijadikan sampel, sehingga keadaan janin dalam rahim masih normal dan sampel tersebut dapat dikonrol bahwa kejadian asfiksia pada bayi baru lahir memang murni dikarenakan induksi persalinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian asfiksia dari tindakan Vacum Extraction cukup tinggi yaitu 50% mengalami asfiksia berat. Teori menunjukkan bahwa pada tindakan vakum ekstraksi sering ditemukan cedera serebral yang menimbulkan asfiksia. Bayi baru lahir terutama peka terhadap cedera iskemik akibat berbagai perubahan (baik peningkatan atau penurunan) aliran darah serebral yang menimbulkan asfiksia pada bayi, dengan jaringan serebrovaskularnya yang rapuh, sangat peka terhadap perdarahan periventrikuler dan atau intraventrikuler. (Wong, 2008: 288). Berdasarkan hasil penelitian Maesaroh, dkk 164 ISSN: 2086-3098 (2009) bahwa keadaan bayi pada persalinan dengan ekstraksi vakum adalah bayi yang ada morbiditasnya sebesar 75%, mengalami asfiksia sebesar 17,86% dan juga mengalami sefal hematoma serta perdarahan intrakranial. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh perbedaan antara masing-masing tindakan persalinan yaitu Sectio caesarea, Induksi Persalinan dan Vacum extraction yang masing-masing mempengaruhi tingkat asfiksia bayi. Antara tindakan seksio sesarea dengan induksi masing-masing juga dapat mengakibatkan asfiksia pada janin. Dalam melakukan persalinan seksio sesarea selalu diberikan anestesi yang berfungsi sebagai penenang dan penghilang rasa sakit bagi ibu. Namun anestesi tersebut umumnya mempunyai pengaruh depresif pada pusat pernafasan janin, sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan apne yang tidak dapat diatasi dengan mudah (Wiknjosastro, 2005:865). Tanpa kecuali, semua agen anestetik yang menekan susunan saraf pusat ibu akan melewati plasenta dan menekan susunan saraf pusat neonatus (Cunningham. 2005:400). Pada persalinan dengan induksi, adanya tenaga tambahan yang diperoleh dari infus oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi tidak seperti biasanya atau his terlalu kuat yang disebut dengan tetania uteri. Tetania uteri yaitu kontraksi rahim yang terlalu kuat dan tidak sesuai dengan pembukaan rahim. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya penyediaan darah ke rahim sehingga bayi akan kekurangan nutrisi dan oksigen sehingga bisa menyebabkan asfikisa intrauterin sampai kematian janin dalam rahim (Manuaba, 2010:288). Dalam penelitian ini, diperoleh hasil bahwa tindakan induksi persalinan memberikan pengaruh lebih besar daripada seksio sesarea. Sebelumnya, peneliti telah membatasi dengan menggunakan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi dalam pengambilan sampel untuk meminimalkan terjadinya bias. Pada persalinan dengan seksio sesarea dan induksi, ibu dan janin masih dalam keadaan sehat, tidak terjadi gawat janin. Sehingga asfiksia yang terjadi memang benar-benar dikarenakan tindakan seksio sesarea dan induksi. Mean rank dari persalinan seksio sesarea sebesar 97,51 sedangkan pada induksi sebesar 125,22. Dalam hasil penelitian Susanti (2011) menunjukkan rata-rata apgar skor BBL dengan SC pada ibu PEB ialah 5,2 sedangkan dengan induksi 5,67. Hal tersebut semakin menguatkan bahwa tindakan induksi persalinan memberikan 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 pengaruh lebih besar daripada seksio sesarea terhdap kejadian asfiksia. Tindakan vakum ekstraksi memberikan pengaruh paling besar terhadap kejadian asfiksia neonatorum, terbukti bahwa terdapat 50% yang mengalami asfiksia berat dibandingkan dengan tindakan seksio sesarea dan induksi persalinan. Sedangkan berdasarkan data hasil penghitungan melalui komputer, diperoleh mean rank dari masingmasing tindakan persalinan, dan tindakan Vacum extraction memiliki nilai yang paling besar yaitu sebesar 156,18. Hal tersebut menunjukkan bahwa tindakan Vacum extraction memiliki resiko asfiksia bayi baru lahir yang paling tinggi dari persalinan tindakan yang lain. Hal tersebut didukung oleh teori dari Wong (2008:288) dimana persalinan dengan ekstraksi vakum sering menimbulkan trauma pada bayi yang mengakibatkan resiko paling besar bayi mengalami asfiksia dibandingkan dengan cara persalinan yang lain. Trauma lahir merupakan trauma sebagai akibat tekanan mekanik (seperti kompresi dan traksi) selama proses persalinan. Ekstraksi vakum dapat meningkatkan morbiditas pada bayi yang diantaranya adalah asfiksia, hiperbilirubinemia, sefal hematoma dan perdarahan intrakranial. Maka dari itu tindakan ekstraksi vakum memiliki resiko lebih besar terhadap kejadian asfiksia dibandingkan dengan persalinan tindakan yang lain, yaitu Sectio caesarea dan Induksi persalinan. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Sitepu, N. Y. (2012) yang berjudul “Hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD dr. M. Soewandhie Surabaya” menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jenis persalinan dengan asfiksia. Kejadian asfiiksia neonatorum pada bayi yang dilahirkan dengan persalinan tindakan adalah sebagai berikut; 100% pada persalinan ekstraksi vakum, 60,78% pada persalinan section cesarea dan 56% pada induksi persalinan. SIMPULAN DAN SARAN ISSN: 2086-3098 3. Tindakan persalinan dengan Vacum extraction memiliki resiko yang paling besar terhadap kejadian asfiksia. 4. Terdapat perbedaan tingkat asfiksia dari tindakan persalinan (Sectio caesarea, Induksi persalinan, Vacum extraction). Saran 1. Bagi Rumah Sakit Persalinan tindakan (Sectio caesarea, Induksi persalinan, Vacum extraction) berpengaruh terhadap pernafasan bayi. Sehingga dalam setiap persalinan di Rumah Sakit harus dihadiri oleh paling tidak seorang tenaga terlatih dalam resusitasi neonatus, karena kebutuhan resusitasi bisa timbul tiba-tiba. Setiap petugas kesehatan di Rumah Sakit harus bisa menghilangkan atau meminimalkan faktor resiko penyebab asfiksia. 2. Bagi Masyarakat Setiap ibu hamil hendaknya rutin periksa kehamilan di fasilitas kesehatan yaitu, minimal satu kali dalam trimester pertama, minimal satu kali dalam Trimester kedua dan minimal dua kali dalam Trimester ketiga, sehingga komplikasi bisa dihindari. 3. Bagi Pendidikan Setiap mahasiswa sebaiknya dibekali dengan ilmu-ilmu baru mengenai asuhan kebidanan pada ibu bersalin dan bayi baru lahir, sehingga ketika di lapangan dapat memberikan asuhan secara optimal. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya diharapkan memperhatikan variabel-variabel perancu yang dapat mempengaruhi variabel terikat dan juga menambah variabel penelitian. DAFTAR PUSTAKA Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2002. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC Budiarto, Eko. 2001. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: EGC Simpulan 1. Tindakan persalinan dengan Sectio caesarea memiliki resiko yang paling kecil terhadap kejadian asfiksia. 2. Tindakan persalinan dengan Induksi memiliki resiko yang lebih besar daripada tindakan Sectio caesarea terhadap kejadian asfiksia. 165 -----, Budiarto, Eko. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta: EGC Cunningham, F. Gary. 2005. Williams. Jakarta: EGC Obstetri Depkes RI. 2008a. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Depkes RI. 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 ISSN: 2086-3098 -----, 2008b. Pencegahan dan Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum. Jakarta: Depkes RI -----. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBPSP Hamilton, Persis Mary. 1995. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta:EGC Siswosuharjo, Suwignyo., dan Chakrawati, Fitria. 2010. Panduan Super Lengkap Hamil Sehat. Semarang: PT. Niaga Swadaya Hidayat, A. Alimul Aziz. 2007. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika -----, 2009. Buku Saku Praktikum Keperawatan Anak. Jakarta: EGC Ilyas, Jumiarni., Mulyati, Sri., dan S, Nurlina. 1995. Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta: EGC Jordan, Sue. 2003. Farmakologi Kebidanan. Jakarta: EGC Leonardo. 2008. Asfiksia pada Bayi Baru Lahir. Jakarta Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Ilmu Kedokteran, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana untuk Bidan. Jakarta: EGC -----. 2007. Gawat Darurat Obstetri Ginekologi an Obstetri Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC Sinsin, Iis. 2008. Seri Kesehatan Ibu dan Anak: Masa Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo Siswosuharjo, Suwignyo. 2010. Panduan Super Lengkap Hamil Sehat. Semarang: Penebar Plus Sitepu, Neneng Yelis Br. 2011. Hubungan Antara Jenis Persalinan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD dr. M. Soewandhi Surabaya. Skripsi, Universitas Airlangga, Surabaya. Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Susanti. 2011. Perbedaan Apgar Skor Antara BBL dengan SC dan BBL dengan Induksi pada Ibu PEB. Karya Tulis Ilmiah, Program Studi Kebidanan Magetan Politeknik Kesehatan Surabaya, Magetan. -----. 2010. Ilmu Kedokteran, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana untuk Bidan. Jakarta: EGC Varney, Helen. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC Wasis. 2008. Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Perawat. Jakarta: EGC Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta Waspodo, Djoko. 2008. Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta: JNPK-KR -----. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Nursalam. 2001. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika -----. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP -----. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP Wong, L. Donna. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta: EGC Rabe, Thomas. 2003. Buku Saku Ilmu Kandungan. Jakarta: EGC Saifuddin, A.B., 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal. Jakarta: YBPSP. 166 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 ANALISIS FAKTOR RISIKO REPRODUKSI YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KANKER PAYUDARA PADA WANITA DI RSUPH.ADAM MALIK DAN RSUD DR.PIRNGADI MEDAN Ardiana Batubara (Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Medan) ABSTRAK Latar belakang: Kanker payudara merupakan penyebab kematian kedua setelah kanker leher rahim. Bukti epidemiologi menunjukkan bahwa terdapat tiga faktor penyebab terjadinya kanker payudara yaitu faktor hormonal, faktor genetik dan faktor lingkungan. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara faktor risiko reproduksi dengan kejadian kanker payudara. Metode: Jenis penelitian ini adalah kasus kontrol. Subjek penelitian adalah wanita yang menderita kanker payudara yang mendapatkan perawatan dan pengobatan di RSUP H.Adam Malik dan RSUD dr.Pirngadi Medan. Besar sampel 100 responden yang terdiri dari 50 kasus dan 50 kontrol. Analisis yang digunakan adalah univariabel untuk melihat karakteristik masing-masing variabel, analisis bivariabel mengunakan uji Chi-kuadrat dan analisis multivariabel menggunakan Regresi logistik ganda. Hasil: Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian kanker payudara berdasarkan analisis bivariabel adalah usia menarche (p=0,001), paritas (p=0,001), usia kehamilan pertama (p=0,001) dan menyusui (p=0,002) dan pada analisis multivariabel menunjukkan bahwa keempat faktor risiko yang diteliti secara statistik bermakna (p<0,05) usia menarche (OR=4,41;95% CI: 1,33-14,63), paritas (OR=6,38;95% CI: 1,57-25,90), usia kehamilan perta ma (OR=7,91;95% CI; 1,8633,60) dan menyusui (OR = 4,24 ;95% CI:1,22-14,76).Usia keha milan pertama memberikan nilai odds rasio yang paling tinggi yaitu (OR=7,91;95% CI:1,86-33,60). Simpulan: risiko reproduksi yang berhubungan dengan kejadian kanker payudara adalah usia menarche yang <12 tahun, paritas 1-2, usia kehamilan pertama 20-30 tahun dan tidak menyusui mempunyai hubungan dengan kejadian kanker payudara dan usia kehamilan pertama merupakan faktor yang paling dominan. Kata kunci: Faktor risiko, kanker payudara, reproduksi 167 ISSN: 2086-3098 PENDAHULUAN Latar Belakang Kanker payudara merupakan penyebab kematian kedua akibat kanker pada wanita setelah kanker rahim dan merupakan kanker yang paling banyak ditemui pada wanita. Penyebab kanker payudara tidak diketahui dengan jelas tetapi banyak faktor risiko berhubungan dengan terjadinya kanker payudara, antara lain usia menarche yang kurang dari 12 tahun , wanita yang menopause pada usia lebih dari 50 tahun, wanita yang tidak pernah menikah, wanita yang menikah tapi tidak mendapat keturunan,wanita yang melahirkan anak pertama pada usia diatas 30 tahun, wanita yang tidak pernah menyusui, wanita yang memiliki anggota keluarga penderita kanker payudara dan masih banyak lagi faktor lainnya. Beberapa faktor tersebut diatas berhubungan dengan hormon reproduksi wanita yang erat kaitannya dengan terjadinya kanker payudara. Estrogen adalah hormon yang berperan dalam proses tumbuh kembang organ seksual wanita. Pada beberapa wanita, estrogen justru sebagai penyebab awal kanker. Sumatra Utara menempati urutan kelima terjadinya kanker payudara di antara seluruh propinsi yang ada di Indonesia, dan sebagian besar penderita kanker payudara terdiagnosis pada stadium stadium lanjut. Hal ini mungkin disebabkan karena masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit ini serta faktor sosial ekonomi yang menghambat pasien mendapatkan pengobatan medis yang memadai. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kasus kontrol dengan menggunakan pendekatan retrospektif yang bertujuan untuk menganalisis hubungan faktor risiko reproduksi dengan kejadian kanker payudara dan mencari faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian kanker payudara di RSUP H.Adam Malik dan RSUD dr.Pirngadi Medan. Dalam penelitian ini jumlah sampel dihitung berdasarkan ”Rule of thumb” Maka besar sampel adalah 100 subjek. Lima puluh (50) subjek untuk kasus dan 50 subjek untuk control(Dahlan, 2009). ”Rule of thumb” yaitu besar sampel adalah 10 kali jumlah variabel bebas yang di teliti, karena pada penelitian terdapat 4 variabel bebas dan 1 variabel terikat. Maka besar sampel adalah 100 subjek. 50 subjek untuk kasus dan 50 subjek untuk kontrol. 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 168 44 56 6 44 12 88 Nilai p 5,76 (2,08−15,97) 1,0 < 12 tahun 22 ≥12 tahun 28 Kontrol (n=50) n % 0,001 Kasus (n=50) n % 12,698 Usia Menarche X2 Kelompok Tabel 1. di atas menunjukkan bahwa usia menarche <12 tahun mempunyai hubungan yang bermakna (p<0,05) terhadap terjadinya kanker payudara. Usia menarche <12 tahun mempunyai risiko terjadinya kanker payudara besarnya 5,76 kali dibandingkan dengan usia menarche ≥12 tahun. Kontrol (n=50) n % X2 Nilai p OR (95% CI) 30 60 12 24 5 30 22 44 5 10 16 32 0,001 8,0 (2,10−32,46) 2,18 (0,57−8,64) 1,0 Tabel 2. Hubungan Paritas dengan Kejadian Kanker Payudara Kelompok Paritas HASIL PENELITIAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian kanker payudara berdasarkan analisis bivariabel adalah usia menarche (p=0,001), paritas (p=0,001), usia kehamilan pertama (p=0,001) dan menyusui (p=0,002) dan pada analisis multivariabel menunjukkan bahwa keempat faktor risiko yang diteliti secara statistik ber makna (p<0,05) usia menarche (OR=4,41; 95% CI: 1,33−14,63), paritas (OR = 6,38;95% CI: 1,57−25,90), usia kehamilan pertama (OR=7,91;95% CI;1,86-33,60) dan menyusui (OR= 4,24;95% CI:1,22−14,76). Usia kehamilan pertama memberikan nilai odds rasio yang paling tinggi yaitu (OR=7,91;95% CI:1,86−33,60). Simpulan risiko reproduksi yang berhubungan dengan kejadian kanker payudara adalah usia menarche yang <12 tahun, paritas 1−2, usia kehamilan pertama 20−30 tahun dan tidak menyusui mempunyai hubungan dengan kejadian kanker payudara dan usia kehamilan pertama merupakan faktor yang paling dominan. OR (95% CI) Tabel 1. Hubungan Usia Menarche dengan Kejadian Kanker Payudara 14,801 Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah consecutive sampling. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Pengumpulan data diawali dari data sekunder yaitu dengan melihat hasil pendokumentasian dari Rekam Medis untuk mengetahui pasien-pasien dengan diagnosis kanker payudara yang dirawat di RSUP H.Adam Malik dan RSUD dr.Pirngadi Medan. Setelah itu baru dapat dilakukan pengumpulan data primer. Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner. Pertanyaan pada lembar kuesioner disusun oleh peneliti berdasarkan variabel penelitian dengan kalimat yang sudah divalidasi dan dijawab oleh responden sehingga terjadi persamaan interpretasi antara responden dan peneliti.Kuesioner yang disusun terdiri dari 14 butir soal. Semua pertanyaan disusun dalam bentuk pertanyaan tertutup.Instrumen penelitian yang reliabilitasnya diuji dengan test-retest dilakukan dengan cara mencobakan instrument beberapa kali pada responden. Jadi dalam hal ini instrumennya sama,waktunya yang berbeda. Reliabilitas diukur dari koefisien korelasi antara percobaan pertama dengan yang berikutnya. Bila koefisien korelasi positip dan signifikan maka instrument tersebut sudah dinyatakan reliabel. ISSN: 2086-3098 1−2 3−4 >4 Kasus (n=50) n % Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa paritas 1−2 mempunyai hubungan yang bermakna (p<0,05)terhadap terjadinya kanker payudara. Paritas 1−2 merupakan risiko terjadinya kanker payudara sebesar 8,0 kali bila dibandingkan dengan paritas >4. Tabel 3 menunjukkan bahwa usia kehamilan pertama mempunyai hubungan yang bermakna (p<0,05) dengan terjadinya kanker payudara. Usia kehamilan pertama >30 tahun mempunyai risiko terjadinya kanker payudara sebesar 12,5 kali bila dibandingkan dengan usia kehamilan pertama <20 tahun. 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 1,0 7,32 (2,05−28,59) 12,50 (1,34−150,77) < 20 th 4 8 20 40 20−30 th 41 82 28 56 > 30 th 5 10 2 4 Nilai p OR (95% CI) 0,002 5,063 (1,70−15,05) 1,0 Tabel 4 Hubungan Menyusui dengan Kejadian Kanker Payudara Ya Tidak Kasus (n=50) n % Kontrol (n=50) n % 18 36 5 10 32 64 45 90 9,543 Menyusui X2 Kelompok Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa Ibu yang tidak menyusui mempunyai hubungan yang bermakna (p<0,05) dengan terjadinya kanker payudara. Ibu yang tidak menyusui mempunyai risiko terjadinya kanker payudara sebesar 5,06 kali bila dibandingkan dengan Ibu yang menyusui. Berdasarkan Tabel 5 di atas diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: P(Y) = 1 / {1 + ekp -4,657+ 1,484 (usia menarche<12 tahun)+1,854 (paritas 1−2) + 2,068 ( usia kehamilan pertama )+ 1,446 (tidak menyusui). Dari model peluang di atas dapat diketahui jika seorang wanita usia menarche < 12 tahun; paritas 1−2, usia kehamilan 20−30 tahun dan tidak menyusui maka besarnya peluang terjadinya kanker payudara adalah 0,968. 169 Usia 1,484 menarche <12 tahun Paritas 1,854 0,612 0,015 OR (95%CI) Nilai p SE(β) Koef β Tabel 5 Analisis Regresi Logistik Ganda Hubungan Faktor Risiko Reproduksi dengan Kejadian Kanker Payudara. Variabel Nilai p 0,001 Kontrol (n=50) n % 14,40 Kasus (n=50) n % X2 Kelompok Usia Kehamilan Pertama OR (95% CI) Tabel 3 Hubungan Usia Kehamilan Pertama dengan Kejadian Kanker Payudara ISSN: 2086-3098 4,41 (1,33−14,63) 0,714 0,009 6,38 (1,57−25,90) 0,738 0,005 7,91 (1,86−33,61) Usia 2,068 kehamilan pertama 20−30 thn Tidak 1,446 0,636 0,023 4,24 menyusui (1,22−14,76) Konstanta -4,657 1,239 Akurasi model: 78% PEMBAHASAN Berdasarkan analisis bivariabel dengan uji Chi Kuadrat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan (p<0,05) antara usia menarche dengan kejadian kanker payudara, usia menarche <12 tahun merupakan risiko untuk terjadinya kanker payudara sebesar 5,76 kali dibandingkan dengan usis menarche ≥12 tahun. Hasil analisis dengan multivariabel usia menarche juga terbukti secara bermakna OR= 4,41( 95% CI). Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya(Meshram, Hiwarkar, Kulkarni, 2009) di India yaitu usia menarche <12 tahun berhubungan dengan terjadinya kanker payudara dengan p<0,001 besarnya OR=4,99.Chapelon FC ,Launoy G, Auqueier A, Gairard B, Bremond A, Piana L, 1995) di France meneliti yaitu usia menarche yang terlalu dini berhubungan dengan terjadinya kanker payudara dengan p<0,004. Berdasarkan analisis bivariabel dengan uji Chi Kuadrat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan (p<0,05) antara paritas dengan kejadian kanker payudara, paritas 1−2 memiliki risiko terjadinya kanker payudara sebesar 8,0 dan paritas 3−4 adalah 2,18 bila dibandingkan dengan paritas >4. Selanjutnya hasil analisis multivariabel dengan regresi logistik ganda paritas memberikan hasil yang paling bermakna terhadap terjadinya kanker payudara dengan besar OR=6,38 (95%CI). Rao, Genesh, Desai,2011, di India juga 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 membuktikan adanya hubungan yang signifikan (p< 0,001) antara paritas dengan kanker payudara pada nulipara sebanyak 61% untuk kasus dan 32% untuk control. Hal yang sama diungkapkan oleh Chapelon, Launoy, Auqueier, Gairard, Bremond, Piana, 1995, di Prancisbahwa ada hubungan yang signifikan (p< 0,004) antara paritas dengan kanker payudara untuk kelompok nulipara. Berdasarkan analisis bivariabel dengan uji Chi Kuadrat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan (p<0,05) antara usia kehamilan pertama dengan kejadian kanker payudara, usia kehamilan pertama antara 20−30 tahun menunjukkan besarnya risiko untuk terjadinya kanker payudara sebesar 7,32 kali dibandingkan dengan usia kehamilan pertama <20 tahun. Usia kehamilan pertama >30 tahun mempunyai risiko terjadinya kanker payudara sebesar 12,5 dibandingkan dengan usia kehamilan pertama <20 tahun. Selanjutnya hasil analisis multivariabel dengan regresi logistik ganda usia kehamilan pertama memberikan hasil yang bermakna terhadap terjadinya kanker payudara dengan besar OR=7,91 (95%CI) Suatu studi yang dilakukan oleh Rasjidi, Hartanto,2009ditemukan bahwa peningkatan dua kali lipat risiko kanker payudara pada wanita yang usia saat hamil >30 tahun dengan usia yang lebih muda yaitu sebelum usia 20 tahun.Rao, Genesh, Desai,2011 di India melaporkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara umur pertama hamil dengan kejadian kanker payudara (p<0,004).Demikian juga penelitian yang dilakukan Mesham, Hiwarkar, Kulkarni, 2009 di India menyebutkan adanya hubungan yang signifikan antara umur pertama hamil dengan kejadian kanker payudara (p<0,01) Berdasarkan analisis bivariabel dengan uji Chi Kuadrat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan (p<0,05) antara menyusui dengan kejadian kanker payudara. Ibu yang tidak menyusui memiliki risiko untuk terjadinya kanker payudara sebesar 5,06 kali dibandingkan dengan ibu yang menyusui. Hasil analisis multivariabel dengan regresi logistik ganda dimana ibu yang tidak menyusui memberikan hasil yang bermakna terhadap terjadinya kanker payudara dengan besar OR=4,24 (95%CI) . Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.Bahwa penelitian yang dilakukan oleh Ozmen, Ozcinar, Karanilik, Cabioglu, Tukenmez, Rian. et al,2009 di Turki dan Norsaadah B, Rusli, Imran, Winn,2005 di Malaysia (p<0,0001) dan Claude, Eby, Kiechle, Bastert, Becher,2000 di Jerman (p<0,01) sama-samamelaporkan bahwa ada 170 ISSN: 2086-3098 hubungan yang signifikan antara lama menyusui dengan kejadian kanker payudara. Pada analisis multivariabel menunjukkan bahwa keempat faktor risiko yang diteliti secara statistik bermakna (p<0,05) usia menarche (OR=4,41; 95%CI: 1,33- 14,63), paritas (OR=6,38;95%CI: 1,57- 25,90), usia kehamilan pertama (OR=7,91;95%CI; 1,8633,60) dan menyusui (OR=4,24;95%CI:1,2214,76).Usia kehamilan pertama memberikan nilai odds rasio yang paling tinggi yaitu (OR=7,91;95% CI:1,86-33,61). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan Hasil penelitian yang dilakukan di RSUP H.Adam Malik dan RSUD dr.Pirngadi Medan dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Usia menarche yang <12 tahun merupakan faktor risiko terjadian kanker payudara pada perempuan. 2. Paritas 1dan 2 merupakan faktor risiko terjadinya kanker payudara pada perempuan. 3. Usia kehamilan pertama 20−30 tahun merupakan faktor risiko terjadinya kanker payudara pada perempuan. 4. Ibu yang tidak menyusui bayinya merupakan faktor risiko terjadinya kanker payudara pada perempuan. 5. Usia menarche <12 tahun merupakan faktor dominan terhadap terjadinya kanker payudara pada perempuan. Saran 1. Diharapkan kepada peneliti yang akan datang dapat meneliti faktor risiko yang berbeda atau menyangkut gaya hidup dgn metode penelitian yang berbeda seperti coss sectional. 2. Ibu yang mempunyai faktor risiko seperti usia menarche <12 tahun, paritas 1-2, usia kehamilan pertama >30 tahun dan ibu yang tidak menyusui bayinya sebaiknya agar melakukan deteksi dini kanker payudara dengan SADARI dan tidak menunda masa kehamilannya sebelum usia <30 tahun dan harus memberikan ASI pada bayinya. DAFTAR PUSTAKA Budiarto E. Metodeologi Penelitian kedokteran. Jakarta,EGC. 2004. 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 Claude JC, Eby N, Kiechle M, Bastert G, Becher H. Breastfeeding and breast cancer risk by age 50 among women in Germany.Cancer causes and control.Kluwer Academic Publishers. 2000; 11;687-695. Chapelon FC, Launoy G, Auqueier A, Gairard B, Bremond A, Piana L, et al. Reproductive factorts and breast cancer risk. effect of age at diagnosis.Annais of Epidemiology 1995;5(4):315-20. Dahlan S. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan.Ed 2.Jakarta, Salemba Medika,2009. ISSN: 2086-3098 Rasjidi I, Hartanto A. Kanker payudara. Dalam: Rasjidi I, editor. Deteksi dini dan pencegahan kanker payudara pada wanita. Jakarta: Sagung seto;2009.h.5191. Rumah Sakit Kanker Darmais. Penatalaksanaan Kanker payudara terkini. Jakarta: Pustaka Populer Obor; 2000 Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.Edisi ke-3. Jakarta:CV Sagung Seto;2010. Dahlan S. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Ed 4. Jakarta, Salemba Medica. Hastono S. Analisis Basic Data Analysis for Health Research Training.Data Kesehatan.Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2007 Luwia M. Problematika dan keperawatan payudara.Cetakan pertama.Jakarta, Kawan pustaka,2003. Mesham, Hiwarkar PA, Kulkarni PN.Reproductive risk factor for breast cancer: A Case Control Study study online J Health Allied Ssc 2009;8(3);5 Norsaadah B, Rusli NB, Imran KA, Winn T. Risk faktors of breast canser in women.Kelantan Malaysia. Singapore J Med 2005; 46(12):698-705. [diunduh 28 Maret 2011 ].Tersedia da:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1 6308643 Ozmen V, Ozcinar B, Karanilik H, Cabioglu N, Tukenmez M, Rian D. et al. Faktor risiko kanker payudara pada wanita Turki. World J Surg Oncol. 2009 [ diunduh 28 Maret 2011 ] Tersedia http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/193 56229 Rao DN, Genesh B, Desai PB. Role of reproductive factors in breast cancer in a low-risk area:a case-control study.Br,J Cancer[abstract] 1994;78,129132.[Diunduh pada 23 Maret 2011]; Tersedia dari :Pubmed central http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/ PMC2033304/pdf/brjcancer000530131.pdf 171 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 ISSN: 2086-3098 PENDAHULUAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR ANAK USIA 6-24 BULAN BERDASARKAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN PENDIDIKAN IBU. Sondang Sidabutar (Akbid Griya Husada Surabaya) ABSTRAK Latar belakang: Tumbuh kembang merupakan proses yang kontinyu sejak konsepsi sampai dewasa, yang dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan. Perkembangan motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti duduk, berdiri, dan sebagainya. Perkembangan motorik kasar pada anak usia 6-24 bulan di Posyandu Tulip Kalirungkut Surabaya yang tidak sesuai umur sebanyak 20%, tidak mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 50% dan mayoritas ibu berpendidikan tinggi sebanyak 70%. Tujuan: Penelitian ini bertujuan diketahuinya gambaran perkembangan motorik kasar anak usia 6-24 bulan berdasarkan pemberian ASI eksklusif dan pendidikan ibu di Posyandu Tulip Kel. Kalirungkut Surabaya. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan teknik sampling jenuh sebesar 41 anak. Instrumen penelitian menggunakan data primer kuesioner dan KPSP serta data sekunder dari register bayi dan balita di Posyandu Tulip Kalirungkut Surabaya. Data kemudian diolah menggunakan distribusi frekuensi lalu dilakukan tabulasi silang. Hasil: Anak yang mendapatkan ASI eksklusif mayoritas perkembangan motorik kasarnya sesuai dengan umur sebanyak 17 anak (89,47%) dan ibu yang pendidikan tinggi mayoritas perkembangan motorik kasar anaknya sesuai umur sebanyak 16 orang (84,21%). Oleh karena itu, melalui penelitian ini dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik kasar. Simpulan: Dapat disimpulkan dari penelitian ini bahwa ASI eksklusif dan pendidikan ibu mempengaruhi perkembangan motorik kasar anak. Saran: Diharapkan semua ibu dapat memenuhi kebutuhan nutrisi yang baik bagi bayinya dengan ASI eksklusif dan memiliki pengetahuan mengenai cara merawat anak yang baik sesuai umur dan tahap perkembangan. Kata kunci: Perkembangan anak, motorik kasar, ASI, pendidikan 172 Latar Belakang Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau 95% atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri (Soetjiningsih, 1998b). Kualitas masa depan anak ditentukan oleh perkembangan dan pertumbuhan anak yang optimal. Tiga tahun pertama kehidupan anak merupakan masa yang sangat penting karena terjadi pertumbuhan fisik dan perkembangan (kecerdasan, ketrampilan motorik, mental, sosial, emosional) yang sangat pesat. Di usia inilah yang disebut “Golden Age”. Oleh karena itu, penting bagi ibu untuk memberikan nutrisi yang terbaik bagi anak sejak awal kehidupannya. Hal ini didukung oleh pendapat Purwanti, H.S (2007) yang menyatakan bahwa anak yang sehat harus disiapkan sejak dalam kandungan dan saat persalinan hingga masa tumbuh kembangnya. ASI mengandung zat gizi asam linoleat yang fungsinya membentuk dan memelihara mielin, yaitu lapisan yang membungkus susunan saraf sehingga sel-sel otak tidak terganggu. Adanya mielin ini, yaitu protein di dalam ASI, membantu proses pembungkusan sel-sel saraf otak. Dengan mielinisasi maka otak bayi tidak mudah mendapat rangsangan dan tidak mudah terjadi kejang. ASI merupakan sumber taurin dan folasin, asam linoleat (asam lemak rantai panjang), dan laktosa. Semua unsur nutrisi ini merupakan bahan penting dalam pertumbuhan saraf otak (Purwanti, H.S., 2007). Pada penelitian Lukas (1993) terhadap 300 bayi prematur menunjukkan bahwa yang diberi ASI eksklusif mempunyai IQ 8,3 poin lebih tinggi dibandingkan kelompok bayi prematur yang tidak diberi ASI. Penelitian Riva (1997) menunjukkan bahwa bayi dengan ASI eksklusif ketika berusia 9,5 tahun mempunyai IQ 12,9 poin lebih tinggi dibanding bayi yang tidak mendapat ASI. Anak yang mendapat ASI eksklusif memiliki rata-rata IQ 14,2 poin lebih tinggi, artinya semakin banyak ia mendapat ASI, anak 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 tersebut akan semakin cerdas (Kompas, 2001). Bayi yang diberikan ASI selama minimal 6 bulan perkembangan motoriknya lebih cepat dibandingkan bayi yang tidak diberi ASI menurut Perchevis (1974), bayi akan lebih cepat jalan menurut Douglas (1950), dan kognitif, daya ingat, serta perbendaharaan kata dan bahasa yang lebih baik menurut Rogan dan Gladen (1993) (Roesli, U., 2008). Selain nutrisi yang penting bagi bayi, perlu adanya stimulasi yang baik bagi bayi. Stimulasi terhadap tumbuh kembang anak ini dipengaruhi oleh pendidikan orangtua. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang anak. Dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan sebagainya. (Soetjiningsih, 1998b). Berdasarkan hasil survey pendahuluan di Posyandu Tulip Kel. Kalirungkut Surabaya, dari 10 anak didapatkan data yang perkembangan motorik kasarnya sesuai sebanyak 8 anak (80%) dan yang perkembangan motorik kasarnya tidak sesuai sebanyak 2 anak (20%). Yang mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 5 anak (50%) dan tidak mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 5 orang (50%). Mayoritas ibu berpendidikan tinggi sebanyak 7 orang (70%) dan pendidikan menengah sebanyak 3 orang (30%). Sementara, laporan data Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita di Posyandu Tulip Kel. Kalirungkut Surabaya pada anak usia 624 bulan yaitu hanya sebanyak 14 anak (34%) dari 41 anak (Data DDTK di Puskesmas Kalirungkut). Hal ini belum mencapai target nasional, yakni 80%. Berdasarkan Kementrian Kesehatan RI (2010) didapatkan bahwa cakupan ASI eksklusif di tingkat Nasional tahun 2008 sebanyak 24,3%, tahun 2009 sebanyak 34,3% dan tahun 2010 sebanyak 15,3%. Menurut rekapitulasi data ASI eksklusif di Puskesmas Kalirungkut Surabaya tahun 2011 didapatkan cakupan ASI eksklusif di Puskesmas Kalirungkut Surabaya sebanyak 39% dan Posyandu Tulip Kalirungkut Surabaya sebanyak 40%. Cakupan ini cenderung untuk menurun dan masih belum mencapai target nasional, yakni 80% (Kep.Men.Kes 2012). Faktor genetik merupakan faktor yang diturunkan dari orangtua dan sebagai modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Namun, faktor genetik ini juga harus ditunjang dengan lingkungan yang baik sehingga proses 173 ISSN: 2086-3098 tumbuh kembang anak optimal. Faktor lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Faktor lingkungan ini dibagi menjadi dua, yaitu faktor lingkungan pranatal dan faktor lingkungan postnatal. Faktor lingkungan postnatal meliputi : lingkungan biologis, faktor fisik, faktor psikososial, dan faktor keluarga serta adat istiadat. Yang termasuk faktor lingkungan biologis salah satunya adalah gizi/ pemenuhan nutrisi pada anak. Sedangkan yang termasuk faktor keluarga dan adat istiadat salah satunya adalah pendidikan orang tua. Faktor psikologis antara lain meliputi : stimulasi, motivasi belajar, kualitas interaksi antara anak dan orangtua, dan lainlain. Stimulasi adalah rangsanganrangsangan atau stimulus yang diberikan kepada anak oleh lingkungan sekitarnya, terutama orangtua, agar anak bisa tumbuh dan berkembang dengan baik (Pudjiastuti, E., 2007). Untuk itu, agar perkembangan seorang anak menjadi optimal diharapkan semua ibu yang memiliki bayi dapat memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya sejak 1 jam setelah kelahiran bayi sampai bayi berusia 6 bulan. Dan dianjurkan pemberian hingga 2 tahun dengan ditambah pemberian makanan tambahan lain serta pendidikan yang baik dari ibu sehingga dapat memberikan stimulasi pada anaknya. Dengan demikian diharapkan seluruh anak Indonesia memiliki perkembangan motorik yang baik. (Purwanti, H.S., 2007). Melihat kasus tersebut di atas, maka perlu adanya upaya khusus untuk memaksimalkan pemberian ASI eksklusif. Bidan sebagai profesi mempunyai tanggung jawab pokok pelayanan kesehatan ibu dan anak harus mampu menerapkan konsep ASI eksklusif agar bayi mendapatkan nutrisi yang adekuat untuk tumbuh kembangnya. Dengan cara memberikan dukungan kepada semua ibu hamil dan ibu bersalin untuk dapat memberikan ASI secara eksklusif, dimulai pada saat 1 jam setelah persalinan, yaitu IMD (Inisiasi Menyusu Dini). Sepuluh langkah sukses pemberian ASI telah dikenalkan di seluruh dunia pada tahun 1989 merupakan pernyataan WHO/ UNICEF tentang peranan fasilitas persalinan unuk melindungi, mempromosikan, dan mendukung ASI. UNICEF mendukung segala upaya untuk mempromosikan, mendukung, dan melindungi pemberian ASI sebagai intervensi utama peningkatan keselamatan hidup anak. Setiap minggu 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 pertama bulan Agustus dijadikan sebagai “Pekan ASI”, yang dilaksanakan untuk meningkatkan kesadaran semua pihak tentang pentingnya ASI bagi bayi dan diperlukannya dukungan bagi ibu dalam mencapai keberhasilan menyusui bayinya (Kementrian Kesehatan RI, 2010). Berdasarkan masalah di atas, yaitu dari 20% anak yang perkembangan motorik kasarnya tidak sesuai tidak ada yang mendapatkan ASI eksklusif dan 50%-nya adalah anak yang ibunya berpendidikan menengah. Maka perlu dilakukan penelitian tentang gambaran perkembangan motorik kasar anak usia 6-24 bulan berdasarkan pemberian ASI eksklusif dan pendidikan ibu. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah diketahuinya gambaran perkembangan motorik kasar anak usia 6-24 bulan berdasarkan pemberian ASI eksklusif dan pendidikan ibu di Posyandu Tulip Kel. Kalirungkut Surabaya. ISSN: 2086-3098 Instrumen atau alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, KPSP dan register bayi & balita. Pengumpulan data dengan menggunakan data primer yang didapatkan dari kuesioner dan KPSP serta data sekunder yaitu register bayi dan balita. Analisis data dalam penelitian ini didapatkan dari buku data siswa, dan wawancara kemudian diolah dengan tahap-tahap sebagai berikut: editing, coding, entry, cleaning data. HASIL PENELITIAN Posyandu Tulip terletak di Jalan Rungkut Asri RW IX Kelurahan Kalirungkut Kecamatan Rungkut Surabaya dengan jumlah balita 120 anak dan anak usia 6-24 bulan sebanyak 41 anak. Jumlah kader sebanyak 7 orang. Dari penelitian terhadap 41 anak usia 6 – 24 bulan menggunakan data primer dan data sekunder, didapatkan perkembangan motorik kasar anak yang dipengaruhi oleh pemberian ASI eksklusif dan pendidikan ibu sebagai berikut: METODE PENELITIAN Perkembangan Motorik Kasar Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif yang dilakukan secara sistematis dan lebih menekankan pada data faktual daripada penyimpulan. Fenomena disajikan secara apa adanya tanpa manipulasi dan peneliti tidak mencoba menganalisis bagaimana dan mengapa fenomena tersebut bisa terjadi. Oleh karena itu penelitian jenis ini tidak perlu adanya suatu hipotesis (Nursalam, 2008). Penelitian dilakukan pada bulan Mei - Juli 2012 yang dilaksanakan di Posyandu Tulip Kel. Kalirungkut Surabaya dengan pertimbangan, terdapat 20% anak yang perkembangan motorik kasarnya tidak sesuai dan tidak ada yang mendapatkan ASI eksklusif serta 50%-nya adalah anak yang ibunya berpendidikan menengah di Posyandu Tulip Kel. Kalirungkut Surabaya. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai anak berusia 624 bulan di Posyandu Tulip Kel. Kalirungkut Surabaya. Sampling yang dipakai dalam penelitian ini adalah non probability sampling dengan teknik sampling jenuh. Sampel dalam penelitian ini adalah anak berusia 624 bulan di Posyandu Tulip Kel. Kalirungkut Surabaya sebanyak 41 anak. Variabel pada penelitian ini adalah perkembangan motorik kasar, pemberian ASI eksklusif, dan pendidikan ibu. 174 Tabel 1. Perkembangan Motorik Kasar Anak 6-24 bulan di Posyandu Tulip Kel. Kalirungkut Surabaya Perkembangan Motorik Kasar Sesuai Tidak sesuai Jumlah Frekuensi Persen 32 9 41 78,05 21,95 100 Pada tabel di atas, terlihat bahwa sebagian besar anak usia 6 – 24 bulan mempunyai perkembangan motorik kasar yang sesuai yaitu sebanyak 32 anak (78,05%). Pemberian ASI Eksklusif Tabel 2. Distribusi Pemberian ASI Eksklusif di Posyandu Tulip Kel. Kalirungkut Surabaya Pemberian ASI Eksklusif Ya Tidak Jumlah Frekuensi Persen 19 22 41 46,34 53,66 100 Tabel 2 di atas, menunjukkan bahwa mayoritas ibu di Posyandu Tulip Kelurahan Kalirungkut Surabaya tidak memberikan ASI eksklusif yaitu sebanyak 22 orang (53,66%). 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 Pendidikan Ibu Tabel 3. Distribusi Pendidikan Ibu di Posyandu Tulip Kel. Kalirungkut Surabaya Pendidikan Dasar Menengah Tinggi Jumlah Frekuensi 5 17 19 41 Persen 12,20 41,46 46,34 100 Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa mayoritas ibu berpendidikan tinggi yaitu sebanyak 19 orang (46,34%). Perkembangan Motorik Kasar Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif Tabel 4. Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 6–24 bulan Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif Pemberian ASI Eksklusif Ya Tidak Jumlah Perkembangan Motorik Kasar Jumlah Sesuai Tidak sesuai % % % 17 89,47 2 10,53 19 100 15 68,18 7 31,82 22 100 32 78,05 9 21,95 41 100 Dari tabel 4 di atas disimpulkan bahwa anak yang mendapatkan ASI eksklusif mayoritas perkembangan motorik kasarnya sesuai dengan umur sebanyak 17 anak (89,47%) dibandingkan dengan anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif mayoritas perkembangan motorik kasarnya tidak sesuai dengan umur sebanyak 7 anak (31,82%). Perkembangan Motorik Berdasarkan Pendidikan Ibu Kasar Tabel 5. Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 6–24 Bulan Berdasarkan Pendidikan Ibu di Posyandu Tulip kel. Kalirungkut Surabaya Pendidikan Ibu Dasar Menengah Tinggi Jumlah 175 Perkembangan Motorik Kasar Jumlah Sesuai Tidak sesuai % % % 2 40 3 60 5 100 14 82,35 3 17,65 17 100 16 84,21 3 15,79 19 100 32 78,05 9 21,95 41 100 ISSN: 2086-3098 Dari tabel 5 di atas disimpulkan bahwa ibu yang pendidikan tinggi mayoritas mempunyai anak yang perkembangan motorik kasarnya sesuai sebanyak 16 orang (84,21%) dibandingkan dengan ibu yang pendidikan dasar mempunyai anak yang perkembangan motorik kasarnya tidak sesuai sebanyak 3 orang (60%) PEMBAHASAN Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik merupakan faktor yang diturunkan dari orangtua dan sebagai modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Namun, faktor genetik ini juga harus ditunjang dengan lingkungan yang baik sehingga proses tumbuh kembang anak optimal. Faktor lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Faktor lingkungan ini dibagi menjadi dua, yaitu faktor lingkungan pranatal dan faktor lingkungan postnatal. Faktor lingkungan postnatal meliputi : lingkungan biologis (gizi/ ASI, ras/ suku bangsa, jenis kelamin, umur, perawatan kesehatan, penyakit kronis, hormon), faktor fisik, faktor psikososial, dan faktor keluarga serta adat istiadat (pendidikan ayah/ ibu, pekerjaan orangtua, jumlah saudara, jenis kelamin dalam keluarga, stabilitas rumah tangga, kepribadian ayah/ ibu, adat istiadat, agama) (Marimbi, H., 2010). Perkembangan memiliki 4 aspek yang dinilai dalam Denver II, yaitu personal social (perilaku sosial), fine motor (gerakan motorik halus), language (bahasa), gross motor (gerakan motorik kasar). Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti duduk, berdiri, dan sebagainya (Depkes RI, 2005). Untuk mendeteksi secara dini terjadinya kelainan perkembangan pada anak perlu dilakukan penilaian perkembangan. Tujuannya adalah untuk mengetahui penyimpangan tumbuh kembang balita secara dini, sehingga upaya pencegahan, upaya stimulasi dan upaya penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 indikasi yang jelas sedini mungkin pada masa-masa kritis proses tumbuh kembang. Salah satu alat untuk menilai perkembangan yaitu KPSP (Depkes RI, 2005). ASI eksklusif adalah pemberian ASI (air susu ibu) sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain walaupun hanya air putih sampai bayi berumur 6 bulan (Purwanti, H.S., 2007). ASI mengandung berbagai komponen yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan otak bayi. Antara lain asam lemak esensial yaitu asam linoleat (Omega 6) dan asam linolenat (Omega 3). Kedua asam lemak tersebut adalah pembentuk asam lemak tidak jenuh rantai panjang disebut docosahexaenoic acid (DHA) berasal dari Omega 3 dan arachidonic acid (AA) berasal dari Omega 6, yang fungsinya sangat penting untuk pertumbuhan otak anak. Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa yang memproduksi galaktosa dan glukosamin. Galaktosa merupakan nutrisi vital untuk pertumbuhan jaringan otak dan juga merupakan kebutuhan nutrisi medula spinalis, yaitu untuk pembentukan mielin (selaput pembungkus sel saraf). Selain itu, ASI juga mengandung protein yang berfungsi untuk membangun sel-sel dan dendrit baru, penggantian atau penambahan kembali mielin dan sel glia yang usang, terutama unsur taurin, untuk pembuatan hormon, enzim, dan kode-kode informasi dan neurotransmitter baru. Berdasarkan Tabel 4 disimpulkan bahwa anak yang mendapatkan ASI eksklusif mayoritas perkembangan motorik kasarnya sesuai dengan umur sebanyak 17 anak (89,47%) dibandingkan dengan anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif mayoritas perkembangan motorik kasarnya tidak sesuai dengan umur sebanyak 7 anak (31,82%). Ini sesuai dengan pernyataan Putriani, N (2010) bahwa ASI mengandung semua nutrien yang diperlukan tubuh anak. Sifatnya yang sangat mudah diserap tubuh bayi, menjadikan nutrisi utama yang paling memenuhi persyaratan untuk tumbuh kembang bayi. Bayi yang diberikan ASI selama minimal 6 bulan perkembangan motoriknya lebih cepat dibandingkan bayi yang tidak diberi ASI menurut Perchevis (1974), bayi akan lebih cepat jalan menurut Douglas (1950), dan kognitif, daya ingat, serta perbendaharaan kata dan bahasa yang lebih baik menurut Rogan dan Gladen (1993) (Roesli, U., 2008). Semua unsur nutrisi yang terdapat dalam ASI merupakan bahan penting dalam kematangan saraf otak dan perkembangan otak bayi. Sementara perkembangan motorik kasar sangat tergantung pada kematangan 176 ISSN: 2086-3098 anak. Kematangan anak meliputi pertumbuhan jumlah sel, ukuran, dan panjang otot-otot dan tulang serta perkembangan otak. Kandungan laktosa yang terdapat dalam ASI meningkatkan penyerapan kalsium fosfor dan magnesium yang sangat penting untuk pertumbuhan tulang, terutama pada masa bayi untuk proses pertumbuhan gigi dan perkembangan tulang. Hasil pengamatan terhadap bayi yang mendapat ASI eksklusif menunjukkan ratarata pertumbuhan gigi sudah terlihat pada bayi berusia 5 atau 6 bulan, dan gerakan motorik kasarnya lebih cepat (Suradi dan Rulina, 2009). Dengan demikian anak yang mendapatkan gizi cukup baik dari ASI saat umur 0-6 bulan dan MP-ASI setelah umur 6 bulan maka pertumbuhan otot dan tulangnya akan baik sehingga dia lebih mampu untuk melakukan gerak motorik kasar (duduk, berdiri, berjalan, menendang, dan sebagainya). Sehingga ASI menjadi pilihan utama nutrisi yang paling baik bagi bayi yang penting untuk menunjang perkembangan motorik kasar anak nantinya (Pudjiastuti, E., 2007). Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi usia baik individu, kelompok dan masyarakat. Sehingga mampu melakukan apa saja yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo, S., 2003). Dari hasil penelitian pada tabel 5.5 disimpulkan bahwa ibu yang pendidikan tinggi mayoritas mempunyai anak yang perkembangan motorik kasarnya sesuai sebanyak 16 orang (84,21%) dibandingkan dengan ibu yang pendidikan dasar mempunyai anak yang perkembangan motorik kasarnya tidak sesuai sebanyak 3 orang (60%). Data menunjukkan bahwa dari 19 ibu yang berpendidikan tinggi mayoritas adalah ibu yang bekerja yaitu sebanyak 11 orang (57,89%). Hal ini juga sesuai dengan pendapat Soetjiningsih (1998b) yang menyebutkan bahwa pendidikan orangtua adalah salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikan dan sebagainya. Akan tetapi, tidak selalu berarti bahwa pendidikan orangtua yang tinggi maka perkembangan anaknya akan selalu baik karena ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya kesibukan orangtua yang berpendidikan tinggi sehingga kurang memperhatikan perkembangan anaknya dan lebih mempercayakan anaknya untuk diasuh 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 oleh seorang baby sitter/ pengasuh sehingga perkembangan anak tidak terpantau secara optimal terlebih bila sangat minimnya pengetahuan dari pengasuh tentang stimulasi tumbuh kembang anak, ibu yang berpendidikan tinggi cenderung lebih menguasai bidang yang dia tekuni saja sesuai dengan pendidikannya akan tetapi kurang pengetahuannya dalam cara menstimulasi tumbuh kembang anak yang baik. Melihat hasil penelitian ini, untuk itu perlu adanya intervensi dari tenaga kesehatan khususnya bidan untuk mampu menjalankan tugasnya selain memotivasi ibu untuk memberikan nutrisi yang baik bagi anaknya juga melakukan pengawasan mengenai tumbuh kembang anak melalui Deteksi Dini Tumbuh Kembang dan melakukan intervensi yang tepat untuk mengatasi masalah bila terjadi keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan. Hendaknya semua orangtua memiliki pengetahuan yang baik mengenai cara merawat anak sesuai dengan umur dan tahap perkembangan. Dan bersikap terbuka untuk menerima segala informasi yang ada terutama tentang perkembangan anak. Stimulasi perkembangan motorik kasar anak dapat dilakukan melalui latihan dan permainan. Dalam hal ini bidan memegang peranan yang sangat penting untuk dapat memberikan informasi/ pengetahuan mengenai cara merawat anak sesuai umur dan tahap perkembangan kepada semua ibu terutama bagi ibu yang memiliki pendidikan rendah dan mengajak para ibu untuk dapat menstimulasi anaknya menggunakan alatalat permainan edukatif SIMPULAN Sesuai dengan hasil penelitian dan tujuan yang ada, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Mayoritas perkembangan motorik kasar anak usia 6-24 bulan di Posyandu Tulip Kel. Kalirungkut Surabaya sesuai dengan umur yaitu sebanyak 32 anak (78,05%). 2. Mayoritas ibu tidak memberikan ASI secara eksklusif yaitu sebanyak 22 orang (53,66%). 3. Mayoritas pendidikan ibu di Posyandu Tulip Kel. Kalirungkut Surabaya adalah pendidikan tinggi sebanyak 19 orang (46,34%). 4. Anak yang mendapatkan ASI eksklusif mayoritas perkembangan motorik kasarnya sesuai dengan umur sebanyak 17 anak (89,47%) dibandingkan dengan 177 ISSN: 2086-3098 anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif mayoritas perkembangan motorik kasarnya tidak sesuai dengan umur sebanyak 7 anak (31,82%). 5. Ibu yang pendidikan tinggi mayoritas mempunyai anak yang perkembangan motorik kasarnya sesuai sebanyak 16 orang (84,21%) dibandingkan dengan ibu yang pendidikan dasar mempunyai anak yang perkembangan motorik kasarnya tidak sesuai sebanyak 3 orang (60%). SARAN 1. Bagi Peneliti a. Diharapkan dapat menerapkan tentang cara mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan melihat faktor-faktor yang ada. b. Diharapkan dapat mengembangkan karya ilmiah yang lebih baik lagi untuk penelitian-penelitian berikutnya terkait dengan perkembangan motorik anak. 2. Bagi Institusi Pendidikan a. Memberikan masukan bahwa dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti tentang gambaran perkembangan motorik kasar anak usia 6-24 bulan berdasarkan pemberian ASI eksklusif dan pendidikan ibu. b. Hendaknya penelitian dilanjutkan mengenai faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak yang belum diteliti. 3. Bagi Posyandu Tulip Kalirungkut Surabaya a. Diharapkan pihak posyandu dapat mengajak semua ibu yang memiliki anak usia di bawah 2 tahun untuk dapat memberikan nutrisi yang baik bagi bayi yaitu ASI eksklusif untuk bayi usia 0-6 bulan dan MP-ASI untuk bayi usia > 6 bulan serta stimulasi yang penting untuk tumbuh kembang. b. Perlu adanya desentralisasi tugas pelayanan kader atau bidan dalam posyandu untuk dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada para ibu terutama bagi ibu yang pendidikannya rendah tentang bagaimana cara merawat anak sesuai dengan umur dan tahap perkembangan dengan menerapkan pola asuh, asih, dan asah. 4. Bagi Masyarakat/ Orangtua 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 a. Diharapkan semua ibu yang memiliki bayi dapat memberikan ASI secara eksklusif dimulai sejak 1 jam pertama bayi lahir dan dilanjutkan hingga bayi berusia 6 bulan dan lebih baik lagi jika diteruskan hingga anak berusia 2 tahun. b. Diharapkan semua ibu dapat menerima informasi-informasi dari luar tentang bagaimana cara mengasuh anak, memberikan nutrisi yang baik untuk anaknya, dan memberikan stimulasi pada anak. c. Diharapkan semua ibu dapat menggali informasi sebanyak mungkin mengenai cara pengasuhan anak yang baik, nutrisi/ gizi penting yang dibutuhkan oleh anak, cara memberikan stimulasi pada perkembangan anak. b. Diharapkan partisipasi dari masyarakat untuk ikut mengoptimalkan perkembangan anak-anak balita Indonesia sebagai bentuk kontribusi terhadap peningkatan sumber daya manusia Indonesia dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu nutrisi/ gizi yang penting diperlukan oleh anak dan pendidikan orangtua DAFTAR PUSTAKA Bahiyatun, 2009. Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC. Budijanto, D dan Prajoga, 2007. MetodePenelitian. Surabaya P3SKK. Depkes RI, 2005. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Depkes RI. Deslidel, Hasan, Z., Hevrialni, R. dan Sartika, Y., 2011. Asuhan Neonatus, Bayi, & Balita. Jakarta : EGC. Hidayat, A.A.A., 2010. Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif. Surabaya : Health Books Hurlock, E.B., 2002. Perkembangan Anak. Jakarta : Gelora Aksara Pratama. Kemenkes RI, <http://www.arsingtadda.com/ kepala-perwakilan-who-indonesia-padapekan-asi-sedunia-2010-....pdf> [Diakses 28 Maret 2012] 178 ISSN: 2086-3098 Kemenkes RI, <www.gizi.depkes.go.id/wpcontent/uploads/2012/03/pekanasi2010.pdf> [Diakses 28 Maret 2012] Khasanah, N., 2010. Panduan Lengkap Seputar ASI dan Susu Formula. Jogjakarta: Flash Books. Marimbi, H., 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar Pada Balita.Yogyakarta : Numed. Marmi, 2012. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam dan Pariani, S., 2003. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian IlmuKeperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam, 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika. Prasetyono, D.S., 2005. Jogjakarta : Diva Press. ASI Eksklusif. Pudjiastuti, E., 2007. A to Z The Golden Age. Yogyakarta : Andi offset. Purwanti, H.S., 2007. Konsep Penerapan ASI Eksklusif Buku Saku Untuk Bidan. Jakarta : EGC. Putriani, N., 2010. Pengaruh ASI Terhadap Tumbuh Kembang Anak [online] 20 September. Tersedia di : http:///2010/09/pengaruh-asi-terhadaptumbuh-kembang-anak/ {Diakses 16 Maret 2012}. Roesli, U., 2008. Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta : Pustaka Bunda. Simamora, J., 1996. Pedoman Kesehatan dan Perawatan Anak. Bandung: Pioner Jaya. Soetjiningsih, 1998a. ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta : EGC. Soetjiningsih, 1998b. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. Suradi dan Rulina, 2009. Manajemen Laktasi. Jakarta: Perkumpulan Perinatologi Indonesia (Perinasia) 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 ISSN: 2086-3098 PENDAHULUAN Latar Belakang HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DAN SUMBER INFORMASI DENGAN PEMBERIAN MP-ASI DINI PADA BAYI DI KLINIK RUKNI KEC. MEDAN JOHOR Ardiana Batubara (Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Medan) ABSTRAK Latar belakang: MP-ASI diberikan pada bayi yang berumur kurang dari 4 bulan. Kurang lebih 40% bayi kurang dari 2 bulan sudah diberi makanan pendamping ASI seperti air matang, susu botol (9%), dan makanan padat (20%). Sementara itu, 71% bayi berumur 4-5 bulan sudah diberi makanan padat dan 87% bayi umur 6-7 bulan sudah diberi makanan padat. Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh karakteristik ibu dan sumber informasi terhadap pemberian MP-ASI pada bayi Metode: Jenis penelitian ini adalah Deskripsi Korelesi, dengan jumlah sampel sebanyak 38 orang. Analisis dilakukan dengan univariat dan bivariat yang menggunakan uji Chi-Square. Dari hasil penelitian ini yang diperoleh adalah ada hubungan pengetahuan dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi, berdasarkan hasil uji chi-square dengan α = 2 2 0,05 hasil X hitung > X tabel (6,56 > 3,841). Ada hubungan pendidikan dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi, 2 berdasarkan hasil uji chi-square, X hitung > 2 X (4,46 > 3,841). Tidak ada hubungan pekerjaan dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi, berdasarkan hasil uji chi-square, 2 2 X hitung > X (3,76 < 3,841). Ada hubungan sumber informasi dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi, berdasarkan hasil uji chi2 2 square maka diperoleh hasil X hitung > X (4,52 > 3,841). Diharapkan kepada petugas kesehatan agar memberikan penyuluhan kesehatan tentang pemberian MP-ASI dini pada bayi serta dampaknya jika diberikan terlalu dini.. Kata Kunci: 179 pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, sumber informasi, bayi, MP-ASI Menurut WHO (World Health Organization) Angka Kematian Bayi di Dunia sungguh sangat memprihatinkan di kenal dengan “fenomena 2/3” menyatakan bahwa 2/3 kematian bayi berumur 0-1 tahun terjadi pada neonatus. 2/3 kematian neonatus terjadi pada masa neonatus awal atau bayi berumur 1 hari-1 minggu, dan 2/3 kematian pada masa neonatus- awal terjadi pada hari pertama kelahiran (Kokom, 2002). Menurut The Word Health Report 2005, angka kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah 20/1.000 kelahiran hidup. Berdasarkan penelitian WHO (2000) di enam negara berkembang, risiko kematian bayi antara usia 9-12 bulan meningkat 40% jika bayi tersebut tidak disusui. Untuk bayi berusia di bawah dua bulan, angka kematian ini meningkat menjadi 48% (Roesli, 2010). Pemberian ASI eksklusif sudah dikampanyekan sejak November 1990 atas komitmen dari Unicef yang diamini oleh Departemen Kesehatan. Kehebatan ASI eksklusif 6 bulan hanya popular untuk dibahas, tetapi belum dilaksanakan. Sebagian ibu mau menyusui, tetapi tidak mau peduli dengan ASI eksklusif. Sebagian besar ibu belum dapat melaksanakannya karena berbagai alasan (Budiasih, 2008) Pemberian Makanan Pendamping ASI yang terlalu dini mempunyai dampak yang negatif terhadap kesehatan bayi dan tidak ada dampak positifnya untuk perkembangan pertumbuhannya, hal ini juga akan meningkatkan angka kematian pada bayi. Hasil riset terakhir dari peneliti di Indonesia menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan makanan pendamping ASI sebelum ia berumur 6 bulan akan lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk pilek, dan panas dibandingkan dengan bayi yang hanya mendapatkan ASI eksklusif (Kodrat, 2010). MP-ASI diberikan pada bayi yang berumur kurang dari 4 bulan. Kurang lebih 40% bayi kurang dari 2 bulan sudah diberi makanan pendamping ASI seperti air matang, susu botol (9%), dan makanan padat (20%). Sementara itu, 71% bayi berumur 4-5 bulan sudah diberi makanan padat dan 87% bayi umur 6-7 bulan sudah diberi makanan padat (BPS, 2006). Lebih dari 50% ibu di Indonesia sudah memberikan MP-ASI kepada bayinya kurang dari umur 1 bulan. Bahkan, ada yang sudah memberikan makanan padat ketika bayi memasuki umur 2-3 bulan (Anditia, 2010). 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 Berdasarkan penelitian yang dilakukan E. Simanjuntak pada tahun 2007 di Sumatra Utara menunjukkan dari 30 bayi didapati 60% bayi telah diperkenalkan MP-ASI saat usia kurang dari 6 bulan. Hasil survei awal yang di lakukan pada 22 ibu yang melakukan kunjungan di klinik Rukni Kecamatan Medan Johor pada bulan Maret sampai dengan Mei 2013, terdapat ibu yang memberikan makanan pendamping ASI dini sebanyak 12 orang (54,54%). Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan pemberian MP-ASI dini di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor Tahun 2013. 2. Untuk mengetahui hubungan pendidikan dengan pemberian MP-ASI dini di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor Tahun 2013. 3. Untuk mengetahui hubungan pekerjaan dengan pemberian MP-ASI dini di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor Tahun 2013. 4. Untuk mengetahui hubungan sumber informasi dengan pemberian MP-ASI dini di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor Tahun 2013. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah survei analitik dengan pendekatan explanatory research yang bertjuan menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor Tahun 2013. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Klinik Bersalin Rukni Kecamatan Medan JohorDengan alasan bahwa klinik tersebut merupakan salah satu klinik bidan yang cukup banyak kunjungan bayinya. Penelitian ini dilakukan pada Maret sampai bulan Juni tahun 2013. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian adalah seluruh ibu yang membawa bayinya melakukan kunjungan ulang dan imunisasi dari bulan April sampai bulan Juni Tahun 2013 di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor sebanyak 68 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang membawa bayinya untuk melakukan kunjungan ulang dan imunisasi 180 ISSN: 2086-3098 sebanyak 38 orang, teknik pengambilan sampel yaitu menggunakan teknik Accidental Sampling HASIL PENELITIAN Pengetahuan Pengetahuan ibu yang dijadikan sebagai responden di Klinik Bersalin Rukni Tahun 2013, dikelompokkan atas pengetahuan baik dan kurang, dapat di lihat pada tabel berikut: Tabel 1. Distribusi Pengetahuan ibu di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 Pengetahuan Baik Kurang Jumlah Frekuensi 13 25 38 Persen 34,2 65,8 100,0 Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa mayoritas ibu mempunyai pengetahuan kurang yaitu 25 orang (65,8%), dan minoritas ibu berpengetahuan baik yaitu 13 orang (34,2%). Pendidikan Pendidikan ibu yang dijadikan sebagai responden di Klinik Rukni Tahun 2012, dikelompokkan atas pendidikan rendah dan tinggi, dapat di lihat pada tabel berikut : Tabel 2. Distribusi Pendidikan ibu di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor Tahun 2012 Pendidikan Pendidikan Tinggi Jumlah Frekuensi 24 14 38 Persen 63,2 36,8 100,0 Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa mayoritas pendidikan ibu adalah pendidikan rendah yaitu 24 orang (63,2%) dan minoritas pendidikan tinggi yaitu 14 orang (36,8%). Pekerjaan Pekerjaan ibu yang dijadikan sebagai responden di Klinik Rukni Tahun 2012, dikelompokkan atas bekerja dan tidak bekerja, dapat di lihat pada tabel berikut: Tabel 3. Distribusi Pekerjaan ibu Di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor Tahun 2012 Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja Jumlah Frekuensi 11 27 38 Persen 28,9 71,1 100,0 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa mayoritas ibu tidak bekerja yaitu 27 orang (71,1%) dan minoritas bekerja yaitu 11 orang (28,9%). ISSN: 2086-3098 Tabel 6. Hubungan Pengetahuan dengan Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor Tahun 2012 Sumber Informasi Sumber Informasi ibu yang dijadikan sebagai responden di Klinik Rukni Tahun 2012, dikelompokkan atas media massa, dan lingkungan, dapat di lihat pada tabel berikut : Tabel 4. Distribusi Sumber Informasi ibu di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor Tahun 2012 Sumber Informasi Frekuensi Persen Media Massa 16 42,1 Lingkungan/Keluarga 22 57,9 Jumlah 38 100,0 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa mayoritas ibu memperoleh sumber informasi dari Lingkungan/Keluarga yaitu 22 orang (57,9%), dan minoritas dari media massa yaitu 16 orang (42,1%). Pemberian MP-ASI Dini pada Bayi Pemberian MP-ASI dini pada bayi di Klinik Rukni Tahun 2012 dikelompokkan atas ya (diberikan) dan tidak (tidak diberikan), dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5. Distribusi Ibu yang Memberikan MP-ASI Dini pada Bayi di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor Tahun 2012 Pemberian Frekuensi MP-ASI Dini Ya 25 Tidak 13 Jumlah 38 Pengetahuan Baik Kurang Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa mayoritas bayi diberikan MP-ASI dini yaitu 25 orang (65,8%), dan minoritas tidak diberikan yaitu 13 orang (34,2%). 25 65,8 13 34,2 38 100 Total 2 X hitung= 6,56 X tabel= 3,841 Berdasarkan tabel diatas diperoleh dari 25 orang ibu yang berpengetahuan kurang , mayoritas ibu memberikan MP-ASI dini pada bayi sebanyak 20 orang (80%). Dari 13 orang ibu yang berpengetahuan baik, mayoritas tidak memberikan MP-ASI dini pada bayi sebanyak 8 orang (61,5%). Berdasarkan hasil uji Chi-square dengan 2 α = 0,05 dan df = 1, X hitung adalah 6,56 2 dan X tabel adalah 3,841 (6,56 > 3,841) yang berarti terdapat hubungan pengetahuan dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi. Hubungan Pendidikan Dengan Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi Hubungan pendidikan dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi berdasarkan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 7. Hubungan Pendidikan dengan Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor Tahun 2012 Pendidikan Hubungan pengetahuan dengan pemberian MP-ASI dini pada Bayi berdasarkan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini: 181 Pemberian MP- Total ASI Dini Pada Bayi Ya Tidak f % f % f % Rendah Tinggi 17 70,8 7 29,2 24 100 5 35,7 9 64,3 14 100 Total 22 57,9 16 42,1 38 100 2 Hubungan Pengetahuan dengan Pemberian MP-ASI Dini pada Bayi 5 38,5 8 61,5 13 100 20 80 5 20 25 100 2 Persen 65,8 34,2 100,0 Pemberian MP- Total ASI Dini Pada Bayi Ya Tidak f % f % f % 2 X hitung= 4,46 X tabel= 3,841 Berdasarkan tabel di atas diperoleh dari 24 orang ibu yang berpendidikan rendah, mayoritas memberikan MP-ASI dini pada bayi yaitu 17 orang (70,8%). Dari 14 orang ibu yang berpendidikan tinggi, mayoritas tidak memberikan MP-ASI dini pada bayi yaitu 9 orang (64,3%). 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 Berdasarkan hasil uji Chi-square dengan 2 α = 0,05 dan df=1, X hitung adalah 4,46 dan 2 hasil X tabel adalah 3,841 (4,46 > 3,841) yang berarti terdapat hubungan pendidikan dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi. Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian MP-ASI Dini pada Bayi Hubungan pekerjaan dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi berdasarkan dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 8. Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor Tahun 2012 Pekerjaan Pemberian MP-ASI Total Dini Pada Bayi Ya Tidak f % f % f % Bekerja Tidak Bekerja 5 45,5 6 54,5 11 100 21 77,8 6 22,2 27 100 Total 26 68,4 12 31,6 38 100 2 2 X hitung= 3,76 X tabel= 3,841 Berdasarkan tabel di atas diperoleh dari 27 orang ibu yang tidak bekerja, mayoritas memberikan MP-ASI dini pada bayi yaitu 21 orang (77,8%). Dari 11 orang ibu yang bekerja, mayoritas tidak memberikan MPASI dini pada bayi yaitu 6 orang (54,5%). 2 Berdasarkan hasil uji Chi-square, X 2 hitung adalah 3,76 dan X tabel adalah 3,841 (3,76 < 3,841), berarti tidak terdapat hubungan pekerjaan dengan pemberian MPASI dini pada bayi. Hubungan Sumber Informasi Dengan Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi Hubungan sumber informasi dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi berdasarkan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 9. Hubungan Sumber Informasi dengan Pemberian MP-ASI Dini pada Bayi di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor Tahun 2012 Sumber Informasi Media Massa Lingkungan/ Keluarga Total 2 Pemberian MP-ASI Total Dini Pada Bayi Ya Tidak f % f % f % 10 62,5 6 37,5 16 100 15 68,2 7 31,8 22 100 25 68,4 13 31,6 38 100 2 X hitung= 4,52 X tabel= 3,841 182 ISSN: 2086-3098 Berdasarkan tabel di atas diperoleh dari 27 orang ibu yang mendapatkan sumber informasi dari lingkungan/ keluarga, mayoritas memberikan MP-ASI dini pada bayi yaitu 21 orang (77,8%). Dari 11 orang ibu yang mendapatkan sumber informasi dari media massa, mayoritas memberikan MPASI dini pada bayi yaitu 7 orang (63,6%). 2 Berdasarkan hasil uji Chi-square, X 2 hitung adalah 4,52 dan X tabel adalah 3,841 (4,52 > 3,841) yang berarti terdapat hubungan antara sumber informasi dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi. PEMBAHASAN Hubungan Pengetahuan dengan Pemberian MP-ASI Dini pada Bayi Berdasarkan hasil penelitian diperoleh mayoritas ibu berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 25 orang (65,8%). Berdasarkan hasil uji Chi-square terdapat hubungan antara pengetahuan dengan pemberian MPASI dini pada bayi. Hasil ini sesuai dengan penelitian Mintardja (2009) yang melakukan penelitian di Karang Anyar yang menyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI dini adalah Pengetahuan. Menurut Notoatmodjo, pengetahuan adalah hasil dari tahu setelah manusia melakukan penginderaan dan pengamatan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan komponen yang sangat penting untuk membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis dalam menemukan rasa percaya diri, sehingga dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulus terhadap tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2006). Dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, hasil penelitian sesuai dengan dengan teori. Pengetahuan mempunyai hubungan terhadap pemberian MP-ASI dini pada bayi. Karena semakin tinggi pengetahuan ibu maka akan semakin sedikit ibu yang memberikan MP-ASI dini pada bayi. Kurangnya pengetahuan juga dipengaruhi oleh pendidikan dan juga sumber informasi yang di peroleh. Ibu yang berpengetahuan kurang akan memberikan MP-ASI dini pada bayinya sehingga mengakibatkan dampak negatip pada bayi, seperti diare, obesitas dan penyakit lainnya. Hubungan Pendidikan dengan Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi Berdasarkan hasil penelitian diperoleh mayoritas ibu berpendidikan rendah yaitu 24 orang (63,2%). Berdasarkan hasil uji Chi- 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 square terdapat hubungan antara pendidikan dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Dita (2011) yang melakukan penelitian di Sidoarjo yang menyatakan pendidikan bukanlah faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI dini. Karena pada penelitiannya, ibu yang mempunyai pendidikan tinggi juga banyak memberikan makanan pendamping ASI pada bayi. Pendidikan adalah upaya persuasif atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakantindakan atau praktik untuk memelihara (mengatasi masalah) dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran sehingga perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan menetap (langgeng) karena didasari oleh kesadaran. Memegang Pendekatan kesehatan adalah hasil lamanya karena perubahan perilaku melalui proses pembelajaran yang pada umumnya memerlukan waktu lama (Arini H, 2012). Dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, hasil penelitian sesuai dengan teori. Pendidikan mempunyai hubungan terhadap pemberian MP-ASI dini pada bayi. Karena semakin tinggi pendidikan ibu maka pengetahuannya juga akan lebih luas dan hal itu juga akan mengurangi jumlah ibu yang memberikan makanan pendamping ASI dini pada bayinya. Maka dari itu pendidikan sangat mempengaruhi pengetahuan terutama dalam hal pemberian MP-ASI dini pada bayi. Pemberian MP-ASI dini mayoritas dilakukan oleh ibu yang berpendidikan rendah dan kebanyakan bayi mereka lebih sering sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak diberikan MP-ASI dini. Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi Berdasarkan hasil penelitian diperoleh mayoritas ibu tidak bekerja yaitu sebanyak 27 orang (71,1%). Berdasarkan hasil uji Chisquare tidak terdapat hubungan pekerjaan dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi. Hasil ini sesuai dengan penelitian Bona (2010) yang melakukan penelitian di Puskesmas Tiga Balata yang menyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI dini adalah Pekerjaan ibu. Dimana ibu yang paling banyak memberikan MP-ASI dini adalah ibu yang tidak bekerja. 183 ISSN: 2086-3098 Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya (Arini H, 2012). Pekerjaan ibu juga diperkirakan dapat mempengaruhi pengetahuan dan kesempatan ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI. Pengetahuan responden yang bekerja lebih baik bila dibandingkan dengan pengetahuan responden yang tidak bekerja. Semua ini disebabkan karena ibu yang bekerja di luar rumah (sector formal) mamiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi, termasuk mendapatkan informasi tentang pemberian makanan pendamping ASI (Arini H, 2012). Dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, hasil penelitian tidak sesuai dengan teori. Pekerjaan tidak mempunyai hubungan terhadap pemberian MP-ASI dini pada bayi. Karena waktu bayi bersama dengan ibu yang tidak bekerja jauh lebih banyak dibandingkan dengan ibu yang bekerja, sehingga pemberian MP-ASI dini pada bayi seharusnya jauh lebih sedikit pada ibu yang tidak bekerja dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Hubungan Sumber Informasi dengan Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi Berdasarkan hasil penelitian diperoleh mayoritas ibu memperoleh sumber informasi dari lingkungan/keluarga yaitu sebanyak 27 orang (71,1%). Berdasarkan hasil uji Chisquare terdapat hubungan sumber informasi dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi. Hasil ini sesuai dengan penelitian Asdani (2008) yang melakukan penelitian di Kecamatan Pandan yang menyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI dini adalah Sumber Informasi yang berasal dari keluarga. Sumber informasi berperan penting bagi seseorang dalam menentukan sikap atau keputusan bertindak. Banyak media seperti media massa, baik media cetak seperti surat kabar dan majalah, ataupun elektronika seperti televisi dan radio, dan orang-orang bijak yang dapat memberikan pendapat untuk wilayah pedesaan dianggap cukup efektif untuk menciptakan konsesus social. Secara umum media berfungsi sebagai sumber informasi, sumber pendidikan, dan sumber hiburan. Tetapi sebetulnya, masyarakat tidaklah dengan mudah mengikuti pesan media. Hal ini karena mereka memiliki kemampuan menyeleksi segala terpaan pesan informasi yang menerpainya. Sumber informasi utama bagi ibu adalah dari keluarga (Anonimus, 2007). 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 Dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, hasil penelitian sesuai dengan teori. Sumber informasi mempunyai hubungan terhadap pemberian MP-ASI dini pada bayi. Sebetulnya masyarakat tidaklah dengan mudah mengikuti pesan media. Sumber informasi utama bagi ibu adalah dari keluarga, karena informasi yang didapatkan langsung dari keluarga, teman ataupun tenaga kesehatan dan dapat melakukan komunikasi dua arah. Sedangkan sumber informasi yang didapatkan dari media massa hanya komunikasi satu arah. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan penelitian yang berjudul “Hubungan Karakteristik Ibu dan Sumber Informasi dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor Tahun 2013”, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Ada hubungan karakteristik ibu yaitu pengetahuan, pendidikan dan pekerjaan dengan Pemberian MP-ASI Dini pada Bayi di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor. 2. Karakteristik ibu yaitu pekerjaan tidak ada hubungan dengan Pemberian MPASI Dini pada Bayi di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor. 3. Ada hubungan sumber informasi dengan Pemberian MP-ASI Dini pada Bayi di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor. Saran Adapun saran yang dapat penulis disampaikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Diharapkan kepada petugas kesehatan (bidan) yang bertugas di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor, agar dapat meningkatkan penyuluhan tentang pemberian MP-ASI dini pada bayi serta dampaknya jika diberikan terlalu dini. Khususnya bagi ibu-ibu yang membawa bayinya untuk melakukan kunjungan ulang dan imunisasi. 2. Diharapkan pada peneliti selanjutnya, agar hasil penelitian ini dapat dikembangkan lagi serta mencari variabel lain yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI Dini pada bayi. DAFTAR PUSTAKA Andi. 2006. Badan Pusat Statistik (BPS).2006. http://stetoskopmerah. blogspot.com/2009/04/masih-lebih- 184 ISSN: 2086-3098 banyak-bayi-yang-tidak.html. pada tanggal 03 Maret 2012 diakses Anditia. 2010. 101 Hal Penting Merawat Bayi Yang Wajib Anda Ketahui, Katahati, Yogyakarta Anonimus. 2007. Sumber www.rumahkomunikasi.com pada tanggal 18 April 2012 Informasi. diakses Arini. 2012. Mengapa Seorang Ibu harus Menyusui, FlashBooks, Yogyakarta Asdan. 2008. Analisa Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemberian MP-ASI Dini, Universitas Sumatera Utara, Medan Bona. 2010. Gambaran Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemberian Makanan Pendamping ASI Pada Bayi Usia 0-6 Bulan, Universitas Sumatra Utara, Medan Dita. 2011. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi,Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta Kodrat. 2010. Dahsyatnya ASI dan Laktasi, Media Baca, Yogyakarta Kokom. 2010. Angka Kematian Bayi di Indonesia, Jakarta Kristianasari. 2009. ASI Menyusui SADARI, Nuha Medika, Yogyakarta dan Krisnatuti. 2007. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI, Puspa Swara, Jakarta Mintardja. 2009. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemberian Makanan Pendamping ASI Pada Bayi usia 0-6 Bulan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, PT. Rineka Cipta, Jakarta Nugroho. 2011. ASI dan Tumor Payudara, Numed, Yogyakarta Prabantini. 2010. A to Z Makanan Pendamping ASI. Andi, Yogyakarta Prawira. 2012. Dinas Kesehatan.2010.AKB di Sumatra Utara 2010. http://www.antarasumut.com/beritasumut/berita-sumut/gubernur-prihatintingginya-angka-kelahiran-di-sumut.html. diakses pada tanggal 03 Maret 2012 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 3, Agustus 2013 ISSN: 2086-3098 Rachmawaty. 2006. Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI).2007. http://j3ffunk.blogspot.com/2011/05/surve y-aki-dan-akb-di-indonesia.html. diakses pada tanggal 03 Maret 2012 Roesli. 2010. Inisiasi Menyusui Dini plus ASI eksklusif, Pustaka Bunda, Jakarta Soepardi . 2011. Departemen Kesehatan. 2010.Profil Kesehatan Indonesia 2010. http://www.depkes.go.id/2010/survey-akidan-akb-di-indonesia.html. Diakses pada tanggal 01 Maret 2012 Yusrawati. 2010. Diktat Biostatistika, Politeknik kesehatan Medan. 185 : Politeknik Kesehatan Medan Jurusan Kebidanan Meda 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan