BAB I - 2-TRIK TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN

advertisement
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
ISSN: 2086-3098
\
PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL
Kami menerima artikel asli berupa hasil penelitian atau tinjauan
2-TRIK:
TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN
Diterbitkan oleh:
WAHANA RISET KESEHATAN
Penanggungjawab:
Ketua Wahana Riset Kesehatan
Ketua Dewan Redaksi:
Heru SWN, S.Kep, Ns, M.M.Kes
Anggota Dewan Redaksi:
Koekoeh Hardjito, S.Kep, Ns, M.Kes
Sunarto, S.Kep, Ns, M.M.Kes
Subagyo, S.Pd, M.M.Kes
Tutiek Herlina, S.K.M, M.M.Kes
Sekretariat:
Winarni, A.Md.Keb
Nunik Astutik, S.S.T
Rahma Nuril Fahmi
Rafif Naufi Waskitha Hapsari
Alamat:
Jl. Raya Danyang-Sukorejo
RT 05 RW 01 Desa Serangan
Kecamatan Sukorejo
Kabupaten Ponorogo
Telp. 081335251726, 081335718040
E-mail: [email protected]
Website: www.2trik.webs.com
Penerbitan perdana: Desember 2011
Diterbitkan setiap tiga bulan
Harga per-eksemplar Rp. 25.000,00
hasil penelitian kesehatan, yang belum pernah dipublikasikan,
dilengkapi dengan: 1) surat ijin atau halaman pengesahan, 2)
jika peneliti lebih dari 1 orang, harus ada kesepakatan urutan
peneliti yang ditandatangani oleh seluruh peneliti. Dewan
Redaksi berwenang untuk menerima atau menolak artikel yang
masuk, dan seluruh artikel tidak akan dikembalikan kepada
pengirim. Dewan Redaksi juga berwenang mengubah artikel,
namun tidak akan mengubah makna yang terkandung di
dalamnya. Artikel berupa karya mahasiswa (karya tulis ilmiah,
skripsi, tesis, disertasi, dsb.) harus menampilkan mahasiswa
sebagai peneliti.
Persyaratan artikel adalah sebagai berikut:
1. Diketik dengan huruf Arial berukuran 9, dalam 2 kolom, pada
kertas HVS A4 dengan margin kiri, kanan, atas, dan bawah
masing-masing 3,5 cm.
2. Jumlah maksimum adalah 10 halaman, berbentuk softcopy
(flashdisk, CD, DVD atau e-mail).
Isi artikel harus memenuhi sistematika sebagai berikut:
1. Judul ditulis dengan ringkas dalam Bahasa Indonesia atau
Bahasa Inggris tidak lebih dari 14 kata, menggunakan huruf
kapital dan dicetak tebal pada bagian tengah.
2. Nama lengkap penulis tanpa gelar ditulis di bawah judul,
dicetak tebal pada bagian tengah. Di bawah nama ditulis
institusi asal penulis.
3. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris.
Judul abstrak menggunakan huruf kapital di tengah dan isi
abstrak dicetak rata kiri dan kanan dengan awal paragraf
masuk 1 cm. Di bawah isi abstrak harus ditambahkan kata
kunci.
4. Pendahuluan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan
kanan dan paragraf masuk 1 cm.
5. Metode Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri
dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Isi bagian ini disesuaikan
dengan bahan dan metode penelitian yang diterapkan.
6. Hasil Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan
kanan, paragraf masuk 1 cm. Kalau perlu, bagian ini dapat
dilengkapi dengan tabel maupun gambar (foto, diagram,
gambar ilustrasi dan bentuk sajian lainnya). Judul tabel
berada di atas tabel dengan posisi di tengah, sedangkan judul
gambar berada di bawah gambar dengan posisi di tengah.
7. Pembahasan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan
kanan, paragraf masuk 1 cm. Pada bagian ini, hasil penelitian
ini dibahas berdasarkan referensi dan hasil penelitian lain
yang relevan .
8. Simpulan dan Saran ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri
dan kanan, paragraf masuk 1 cm.
9. Daftar Pustaka ditulis dalam Bahasa Indonesia, bentuk
paragraf menggantung (baris kedua dan seterusnya masuk 1
cm) rata kanan dan kiri. Daftar Pustaka menggunakan Sistem
Harvard.
Redaksi
Volume III Nomor 3
i
Halaman 118 - 185
Agustus 2013
ISSN: 2089-4686
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
ISSN: 2086-3098
EDITORIAL
Para pembaca yang terhormat, selamat bersua kembali pada Volume III Nomor 3. Kali ini kami tampilkan
hasil-hasil penelitian kesehatan dari Pematangsiantar, Magetan, Nganjuk, Madiun, Surabaya, dan Medan.
Anda dapat mengunduh isi jurnal ini melalui http://2trik.webs.com atau dalam bentuk ringkas dapat dilihat di
Portal Garuda Dikti Kemendiknas, serta portal PDII LIPI. Semoga kita bisa berjumpa kembali pada Volume III
Nomor 4 bulan November 2013 mendatang. Terimakasih.
Redaksi
DAFTAR JUDUL
1
HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN PERSALINAN SEKSIO SESAREA 118 - 122
DI RUMAH SAKIT HARAPAN PEMATANGSIANTAR
Sri Hernawati Sirait
2
HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN 123 - 128
OBESITAS PADA ANAK SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR NEGERI 05 MADIUN
LOR KOTA MADIUN
Dian Maya Rachmawati, Teta Puji Rahayu, Tumirah
3
GAMBARAN
FAKTOR
YANG
MEMPENGARUHI
PERKEMBANGAN BAYI DAN BALITA USIA 3-60 BULAN
Rima Indra S, Tutiek Herlina, Suparji
4
EKSTRAK DAUN SIRSAK DAN DAUN TEMBAKAU SEBAGAI INSEKTISIDA 136 - 142
NABATI PENGENDALI LALAT
Djoko Windu P. Irawan, Denok Indraswati
5
HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KETERATURAN ANTENATAL CARE 143 - 149
PADA IBU HAMIL TRIMESTER III
Feni Sulistyaningsih, Agung Suharto, N. Surtinah
6
PERBEDAAN WAKTU KEMBALINYA KESUBURAN PADA IBU PASCA 150 - 154
MENGGUNAKAN KB SUNTIK 1 BULAN DAN KB SUNTIK 3 BULAN DI
PUSKESMAS MOJOPURNO KECAMATAN WUNGU, MADIUN.
Marminingsih, Muhidin, Suparji
7
KUALITAS UDARA RUANG PERAWATAN KELAS III B RUMAH SAKIT BHAKTI 155 - 160
DHARMA HUSADA SURABAYA TAHUN 2012
Musta’in, Nina Andriyani, Erna Triastuti
8
STUDI BEDA TINGKAT ASFIKSIA DARI TINDAKAN PERSALINAN (SECTIO 161 - 166
CAESAREA, INDUKSI PERSALINAN, VACUM EXTRACTION) DI RSUD dr.
SAYIDIMAN MAGETAN AGUSTUS 2013
Prasetianingtyas, Sukardi, Sulikah
9
ANALISIS FAKTOR RISIKO REPRODUKSI YANG BERHUBUNGAN DENGAN 167 - 171
KEJADIAN KANKER PAYUDARA PADA WANITA DI RSUPH.ADAM MALIK DAN
RSUD DR.PIRNGADI MEDAN
Ardiana Batubara
10
PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR ANAK USIA 6-24 BULAN BERDASARKAN
PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN PENDIDIKAN IBU.
Sondang Sidabutar
172 - 178
11
HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DAN SUMBER INFORMASI DENGAN
PEMBERIAN MP-ASI DINI PADA BAYI
DI KLINIK RUKNI KEC. MEDAN JOHOR
Ardiana Batubara
179 - 185
ii
KETIDAKSESUAIAN 129 - 135
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
ISSN: 2086-3098
PENDAHULUAN
HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU
DENGAN PERSALINAN SEKSIO
SESAREA DI RUMAH SAKIT HARAPAN
PEMATANGSIANTAR
Sri Hernawati Sirait
(Prodi Kebidanan Pematangsiantar,
Jurusan Kebidanan,
Poltekkes Kemenkes Medan)
ABSTRAK
Latar belakang: Tidak semua kehamilan
berakhir
dengan
persalinan
yang
berlangsung normal, 30,7% persalinan
disertai dengan komplikasi, di mana bila
tidak ditangani dengan cepat dan baik dapat
meningkatkan kematian ibu. Seksio sesarea
adalah jalan keluar untuk penanganan
persalinan dengan komplikasi. Survei
pendahuluan di Rumah Sakit Harapan tahun
2012 ditemukan dari 801 persalinan terdapat
716 ibu yang bersalin dengan seksio
sesarea (89,3%). Tujuan: Tujuan penelitian
untuk mengetahui hubungan karakteristik ibu
dengan persalinan dengan seksio sesarea di
Rumah Sakit Harapan Pematangsiantar
tahun 2012. Metode: Jenis penelitian analitik
dengan rancangan cross-sectional, populasi
yaitu seluruh semua ibu yang melahirkan
dengan seksio sesarea di Rumah Sakit
Harapan Pematangsiantar tahun 2012
sebanyak 716 orang. Besar sampel 257
orang diperoleh dengan menggunakan
teknik simple random sampling. Analisis
bivariabel dilakukan dengan uji chi square
dengan tingkat kemaknaan p < 0,05. Hasil:
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
karakteristik ibu yang berhubungan dengan
persalinan dengan seksio sesarea yaitu
paritas (p= 0,001), sedangkan umur,
pendidikan,
dan
pekerjaan
tidak
berhubungan dengan seksio sesarea.
Persalinan seksio sesarea yang tertinggi
yaitu dengan indikasi partus tak maju (30%).
Saran: Diharapkan kepada ibu hamil agar
meningkatkan frekuensi antenatal care
(ANC) selama hamil untuk mencegah
terjadinya penyulit persalinan dan kepada
petugas kesehatan diharapkan dapat
memberikan penyuluhan selama proses
pemeriksaan ANC.
Kata Kunci:
118
persalinan seksio sesarea,
paritas, umur, pendidikan,
pekerjaan,
Latar Belakang
AKI di Indonesia masih cukup tinggi
dibandingkan dengan negara ASEAN
lainnya. Menurut data Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007,
AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup.
Berdasarkan kesepakatan global (MDGs
2000) pada tahun 2015, diharapkan AKI
menurun dari 228 pada tahun 2007 menjadi
102 per 100.000 kelahiran hidup. Sementara
BPS memproyeksikan bahwa pencapaian
AKI baru mencapai angka 163 kematian ibu
melahirkan per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2015. Pencapaian MDGs akan
dapat terwujud hanya jika dilakukan upaya
yang lebih intensif untuk mempercepat laju
penurunannya (Bappenas, 2010).
Tidak semua kehamilan berakhir dengan
persalinan yang berlangsung normal, 30,7%
persalinan disertai dengan komplikasi,
dimana bila tidak ditangani dengan cepat
dan baik dapat meningkatkan kematian ibu.
Seksio sesarea adalah jalan keluar untuk
penanganan persalinan dengan komplikasi
(Depkes, 2009).
Angka kejadian seksio sesarea dari
tahun 2009 dibeberapa negara seperti di
Amerika serikat dilaporkan dari seluruh
persalinan sebanyak 35% mengalami seksio
sesarea, di Australia dari seluruh persalinan
sebanyak 35% mengalami seksio sesarea, di
Skotlandia dari seluruh persalinan sebanyak
43% mengalami seksio sesarea, dan di
Perancis dari seluruh persalinan sebanyak
28% mengalami seksio sesarea (Rasyid,
2009).
Berdasarkan SDKI
tahun 2009-2010
angka persalinan seksio sesarea secara
nasional berjumlah kurang lebih 20,5% dari
total persalinan. Namun, berbagai survey
menemukan bahwa persentase persalinan
seksio sesarea pada rumah sakit-rumah
sakit di kota besar seperti Jakarta dan Bali
berada jauh di atas angka tersebut. Secara
umum jumlah persalinan seksio sesarea di
rumah sakit pemerintah adalah sekitar 3035% dari total persalinan, sedangkan di
rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi
yaitu sekitar 30-80% dari total persalinan
(Rasyid, 2009).
Sekalipun terdapat kesan tindakan
operasi persalinan makin liberal tetapi bukan
tanpa alasan indikasi medis atau indikasi
yang tepat. Indikasi pada ibu, indikasi
profilaksis seperti ibu dengan penyakit
jantung, paru, ginjal, tekanan darah tinggi
atau pre-eklamsi/eklamsi. Indikasi vital
seperti, rupture uteri, kehamilan dengan
perdarahan, panggul sempit, kelainan letak
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
janin, persalinan lama. Indikasi pada janin
seperti gawat janin, kematian janin dalam
kandungan,
tali
pusat
menumbung
(Manuaba dkk, 2009).
Hasil survei pendahuluan yang dilakukan
di Rumah Sakit Harapan Pematangsiantar
tahun 2012, dari 801 persalinan ditemukan
sebanyak 716 (89,3%) ibu yang bersalin
dengan seksio sesarea.
ISSN: 2086-3098
Analisis Bivariabel
Analisis bivariabel menunjukkan bahwa
hanya paritas yang berhubungan dengan
persalinan dengan seksio sesarea (p =
0,001).
Tabel 2. Hubungan Karakteristik Ibu
dengan Indikasi Seksio Sesarea
di Rumah Sakit Harapan Tahun 2012
METODE PENELITIAN
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Ibu
Karakteristik
Umur
- <20 tahun
- 20-35 tahun
- >35 tahun
Pendidikan
- SD
- SMP
- SMA
- D3/S1
Pekerjaan
- Bekerja
- Tidak bekerja
Paritas
- Primipara
- Sekundipara
- Multipara
- Grandepara
Indikasi seksio sesarea
- Plasenta previa
- Panggul sempit
- Ruptur uteri
- Gawat janin
- Seksio berulang
- Partus tak maju
- Malpresentasi janin
- Preeklampsai/eklampsia
- Ketuban pecah dini
- Permintaan seksio
119
f
%
11
4,3
196 76,3
50 19,5
15
5,8
30 11,7
175 68,1
37 14,4
134 52,1
123 47,9
122 47,5
58 22,6
71 27,6
6
2,3
11
14
0
20
48
77
22
22
33
10
4,3
5,4
0
7,8
18,7
30
8,6
8,6
12,8
3,9
0 11
19
7 11 16 36 60 19 13 23 8
6
3 1 4 12 15 3 6 4 2 50
- >35 th
Pendidikan
- SD
0 1 0 2 5 1 1 4 1 15
- SMP
1 1 4 2 11 2 6 3 0 30
- SMA
17
9 11 12 34 47 15 17 22 7
5
- D3/S1
1 1 4 9 15 3 1 1 2 37
Pekerjaaan
- Bekerja
13
5 6 12 26 43 12 10 14 4
3
- Tidak
12
6 8 8 21 35 9 15 16 6
4
Paritas
- Primi
12
3 14 12 0 40 10 15 22 5
2
- Sekundi 2 0 4 27 11 5 4 2 3 58
- Multi
6 0 3 20 24 6 5 5 2 71
- Grande
0 0 1 0 3 0 1 1 0 6
p
3
Total
3
0,287
0
0,622
2
Permintaan seksio
PE
KPD
0
PTM
0
Malpre janin
Gawat janin
Panggul sempit
2
Seksio berulang
Plasenta previa
1
0,818
Analisis Univariabel
Umur
- <20 th
- 20-35 th
0,001
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Ibu
Indikasi Seksio Sesarea
Penelitian ini termasuk dalam penelitian
analitik
dengan
metode
retrospektif.
Dilaksanakan di Rumah Sakit Harapan
Pematangsiantar bulan Mei 2013. Populasi
dalam penelitian ini adalah semua ibu yang
melahirkan dengan seksio sesarea di Rumah
Sakit Harapan Pematangsiantar tahun 2012.
Besar
sampel
ditentukan
dengan
menggunakan rumus Slovin, sampel yaitu
sebanyak 257 orang yang diambil secara
simple random sampling. Analisis data
meliputi tahapan analisis univariabel, analisis
bivariabel dengan uji chi square dengan
kemaknaan p < 0,05.
PEMBAHASAN
Pada variabel umur hasil uji statistik chisquare didapat nilai p = 0,287, artinya tidak
ada hubungan yang signifikan antara umur
responden dengan ibu bersalin dengan
seksio sesarea. Ini menunjukkan bahwa
jumlah ibu hamil dan melahirkan di usia <20
tahun dan >35 tahun lebih sedikit dari usia
ibu hamil dan melahirkan di usia 20-35
tahun. Ini sejalan dengan penelitian Maria
TN (2011) di RS DKT Gubeng Pojok
Surabaya dan penelitian Sinaga EM (2009)
di RSU Sidikalang, bahwa ibu bersalin
dengan seksio sesarea umur 20-35 tahun
sebanyak 226 orang (59,79%) dan 203
orang (78,7%).
Menurut Pinem, 2009 bahwa usia 20-35
tahun merupakan usia reproduksi yang baik
untuk hamil dan melahirkan. Usia 20-35
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
tahun merupakan usia reproduksi wanita
dimana di usia tersebut seorang ibu mampu
hamil dalam kondisi yang sehat baik secara
fisik maupun secara psikologis. Pada ibu
hamil usia ini dianggap ideal untuk menjalani
kehamilan dan proses persalinan. Direntang
usia ini kondisi fisik wanita dalam keadaan
prima dan secara umum siap merawat dan
menjaga kehamilannya, rahimpun sudah
mampu memberi perlindungan atau kondisi
yang maksimal untuk kehamilan (Saifuddin,
2009).
Pada ibu seksio sesarea usia 20-35
tahun yang dominan dengan indikasi partus
tak maju, partus tak maju selalu memberi
resiko/penyulit baik bagi ibu atau janin yang
sedang dikandungnya. Kontraksi rahim
selama 24 jam dapat mengganggu aliran
darah menuju janin sehingga janin dalam
rahim dalam situasi berbahaya. (Manuaba
dkk, 2009). Partus tak maju adalah
persalinan yang berlangsung lebih dari 24
jam pada primipara, dan lebih dari 18 jam
pada multipara. Partus tak maju disebabkan
oleh
kontraksi
(power)
abnormal,
defisiensi/keterlambatan dilatasi (passage)
servik, dan abnormalitas penurunan bagian
presentasi janin (Liu, 2007).
Pada variabel pendidikan hasil uji statistik
chi-square didapat nilai p = 0,622, artinya
tidak terdapat hubungan antara pendidikan
ibu dengan ibu bersalin dengan seksio
sesarea. Berdasarkan pendidikan ibu yang
terbanyak yang bersalin dengan seksio
sesarea adalah pendidikan SMA sebanyak
175 orang (78,1%).
Wanita yang
mempunyai pendidikan tinggi biasanya
mempunyai
wawasan
lebih
luas
dibandingkan wanita dengan pendidikan
rendah. Bila persalinan dengan seksio
sesarea dapat memberikan manfaat yang
lebih dibandingkan kerugiannya, maka
banyak wanita akan berusaha untuk
melakukan persalinan dengan seksio
sesarea (Notoatmodjo, 2007).
Pada variabel pekerjaan uji statistik chisquare didapat nilai p = 0,0818, artinya tidak
terdapat hubungan antara pekerjaan ibu
dengan ibu bersalin dengan seksio sesarea.
Berdasarkan pekerjaan ibu terbanyak yang
bersalin dengan seksio sesarea adalah yang
bekerja sebanyak 133 (52%). Pada ibu yang
bekerja terbanyak dengan indikasi partus tak
maju (16,7%), partus tak maju selalu
memberi resiko/penyulit baik bagi ibu atau
janin
yang
sedang
dikandungnya
(Manuaba,dkk, 2009). Partus tak maju
disebabkan oleh kontraksi (power) abnormal,
defisiensi/keterlambatan dilatasi (passage)
servik, dan abnormalitas penurunan bagian
presentasi janin (Liu, 2007).
120
ISSN: 2086-3098
Banyaknya ibu yang bekerja dengan
melakukan persalinan dengan seksio
sesarea menunjukan bahwa ibu yang
bekerja memiliki pengetahuan yang lebih
luas dibandingkan dengan yang tidak
bekerja, karena seseorang yang bekerja
memiliki kesempatan untuk bertemu dengan
banyak orang lebih banyak dan mengunjungi
tempat yang berbeda lebih besar sehingga
sumber informasi dari berbagai media
didapatkan oleh orang yang bekerja.
Pada variabel paritas uji statistik chisquare didapat nilai p = 0,001, artinya
terdapat hubungan antara paritas dengan ibu
bersalin dengan seksio sesarea. Hasil
penelitian
didapat bahwa pada ibu
persalinan dengan seksio sesarea pada
paritas primipara dan multipara tinggi (71%
dan 47,4%) dengan indikasi partus tak maju
masing-masing 15,5% dan 9,3%. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian
Sinaga E.M (2009) di RSU Sidikalang bahwa
distribusi proporsi ibu yang mengalami
persalinan
dengan
seksio
sesarea
berdasarkan faktor ibu tertinggi adalah
partus tak maju (41,2%).
Paritas sangat berpengaruh dalam
reproduksi kecendrungan ibu berparitas
rendah lebih baik dari berparitas tinggi. Hali
ini disebabkan fungsi reproduksi mulai
menurun. Paritas 2-3 merupakan paritas
yang paling aman jika ditinjau dari sudut
kematian maternal sedangkan paritas 1 dan
> 3 mempunyai kematian maternal yang
lebih tinggi (Prawirohardjo, 2010).
Paritas berpengaruh pada ketahanan
uterus. Pada grandepara yaitu ibu dengan
kehamilan/melahirkan 4 kali atau lebih
merupakan risiko persalinan patologis.
Keadaan kesehatan yang sering ditemukan
pada ibu grande multipara adalah kesehatan
terganggu karena anemia dan kurang gizi,
kekendoran pada dinding perut dan dinding
rahim. Sementara bahaya yang dapat terjadi
pada kelompok ini adalah kelainan letak dan
persalinan letak lintang, robekan rahim pada
kelainan letak lintang, persalinan lama, dan
perdarahan paska persalinan. Bahayabahaya inilah yang memungkinkan adanya
indikasi seorang ibu grande multipara
melahirkan dengan seksio sesarea.
Salah satu upaya pemerintah untuk
menekan angka kejadian seksio sesarea
adalah dengan mempersiapkan tenaga
kesehatan yang terlatih dan terampil agar
dapat
melakukan
deteksi
dini
dan
pencegahan komplikasi pada ibu hamil
selama
kehamilannya
sehingga
kemungkinan persalinan dengan seksio
sesarea dapat diminimalkan dan dapat
dicegah sedini mungkin. Selain itu, peran
petugas kesehatan sangat dibutuhkan yaitu
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
pada saat pemeriksaan ANC. Petugas
kesehatan diharapkan mampu memberikan
konseling
mengenai
bahaya
yang
ditimbulkan akibat operasi seksio sesarea
sehingga masyarakat memahami dan angka
kejadian bedah seksio sesarea dapat ditekan
(Depkes RI, 2009).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Karakteristik ibu yang berhubungan
dengan persalinan dengan seksio sesarea
yaitu paritas (p=0,001), sedangkan umur,
pendidikan,
dan
pekerjaan
tidak
berhubungan dengan seksio sesarea.
Persalinan seksio sesarea yang tertinggi
yaitu dengan indikasi partus tak maju (30%).
Saran
Diharapkan kepada ibu hamil agar
meningkatkan frekuensi pemeriksaan ANC
selama hamil untuk mencegah terjadinya
penyulit persalinan dan kepada petugas
kesehatan diharapkan dapat memberikan
konseling
mengenai
bahaya
yang
ditimbulkan akibat persalinan dengan seksio
sesarea selama proses pemeriksaan ANC.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, H. 2009. Buku Pintar Menjalani 9 Bulan
Kehamilan, Tora Book, Yogyakarta.
Badan
Perencanaan
Pembangunan
Nasional, 2010. Laporan Pencapaian
Tujuan Pembangunan Milenium di
Indonesia 2010.
Childinfo, 2011. A Global Overview of
Maternal
Mortality.
http://www.childinfo.org/maternal
mortality.html. Diakses tanggal 13 Maret
2013.
Cunningham, F.G., N.F., Norman, K.J.,
Leveno, L.C., Gilshap, J.C., Hanth, K.D.,
Wenstrom, 2005., Obstetri William, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Depkes,
2009.
Pemantauan
Wilayah
Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS
KIA).
Staff.blog.ui.ac.id/rsuti/files/2010/
03/buku-pws-bab-i-pendahuluan.pdf.
Diakses tanggal 16 Maret 2013.
Gant, N.F., dan F.G., Cunningham, 2010.
Dasar-Dasar Ginekologi dan Obstetri,
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
121
ISSN: 2086-3098
Kasdu D., 2005. Operasi Caesar Masalah
dan Solusinya. Puspa Swara. Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2012. Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2011, Jakarta.
Liu, D.T.Y., 2007. Manual Persalinan, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Lukas, E. 2010. Peningkatan Angka
Kejadian Seksio Sesaria : Suatu
Fenomena,
http://med.unhas.ac.id/
obgin/index.php? option=com_content &
task=view&id=89&Itemid=1.
Diakses
tanggal 02-04-2013.
Manuaba,
I.A.C.,
Manuaba,
I.B.G.F.,
Manuaba, I.B.G., 2009. Memahami
Kesehatan Reproduksi Wanita, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Maria, T.N., 2012. Indikasi persalinan Sectio
Caesarea Berdasarkan Umur dan Paritas
di Rumah Sakit DKT Gubeng Pojok
Surabaya
Tahun
2011,
Akademi
Kebidanan Griya Husada, Surabaya.
Nasution, Indah Afriani, 2011. Prevalensi
Persalinan Seksio Sesarea atas Indikasi
Plasenta Previa di RSUD Dr. Pirngadi
Medan Tahun 2010, Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Nugroho, T. 2012. Patologi Kebidanan, Nuha
Medika,Yogyakarta.
Nugroho, T. 2011. Obstetri Untuk Mahasiswa
Kebidanan, Nuha Medika, Yogyakarta.
Pillitteri, A., 2002. Buku Asuhan Ibu dan
Anak, Buku kedokteran EGC, Jakarta.
Pinem, S., 2009, Kesehatan Reproduksi dan
Kontrasepsi, Trans Info Media, Jakarta.
Prawirohardjo, S, 2010. Ilmu Kebidanan, PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta.
Saifuddin, A.B., 2009. Ilmu Kebidanan.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Sinaga, Ezra M., 2009. Karakteristik Ibu
Yang Mengalami Persalinan Dengan
Seksio Sesarea Yang Dirawat Inap Di
Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang
Tahun 2007 : USU Repository © 2009.
Rasyid,
2009.
Pengaruh
hipnoterapi
terhadap tingkat kecemasan ibu yang
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
ISSN: 2086-3098
akan
menjalani
seksio
sesarea,
http://darsananursejiwa.blogspot.com/20
12/01/pengaruh-hipnoterapi-terhadaptingkat.html.
Diakses tanggal 18-032013.
Sari, D.S., Persalinan Normal vs Operasi
Caesar? Pahami, Pilih, dan Tentukan
dari
Sekarang,
http://www.kemangmedicalcare.com/kmc
-tips/tips-dewasa/1019-%09persalinannormal-vs-operasi-caesar-pahami-pilihdan-tentukan-dari-%09sekarang.html.
122
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
ISSN: 2086-3098
PENDAHULUAN
HUBUNGAN POLA MAKAN DAN
AKTIVITAS FISIK
DENGAN KEJADIAN OBESITAS
PADA ANAK SEKOLAH
DI SEKOLAH DASAR NEGERI 05
MADIUN LOR KOTA MADIUN
Dian Maya Rachmawati
Alumnus Prodi Kebidanan Magetan,
Poltekkes Kemenkes Surabaya)
Teta Puji Rahayu
Prodi Kebidanan Magetan,
Poltekkes Kemenkes Surabaya)
Tumirah
(Prodi Kebidanan Magetan,
Poltekkes Kemenkes Surabaya)
ABSTRAK
Latar belakang: Di indonesia, terutama di
kota-kota besar angka kejadian obesitas
terus meningkat, karena adanya perubahan
pola makan serta pandangan masyarakat
yang keliru bahwa sehat adalah identik
dengan gemuk. Tujuan: Penelitian bertujuan
untuk mengetahui hubungan pola makan
dan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas
pada anak sekolah di SDN 05 Madiun Lor
Kota Madiun. Metode: Jenis penelitian
analitik dengan pendekatan cross sectional.
Populasi seluruh anak kelas I–V yang
mengalami obesitas di SDN 05 Madiun Lor
Kota Madiun (41 anak) dengan besar sampel
38 anak. Analisis menggunakan uji
Spearman Rank dengan α=0,05. Hasil:
Sebagian besar anak berpola makan sangat
baik yang melakukan aktivitas fisik berat
mengalami obesitas ringan sebanyak 8 anak
(66,7%) dan obesitas sedang sebanyak 4
anak (33,3%). Hasil uji statistik p=0,012 dan
p=0,025 yang berarti p<0,05 (Ho ditolak),
jadi ada hubungan antara pola makan dan
aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada
anak sekolah kelas I–V di SDN 05 Madiun
Lor Kota Madiun. Simpulan: Ada hubungan
negatif antara pola makan dan aktivitas fisik
dengan kejadian obesitas pada anak
sekolah, artinya semakin baik pola makan
dan semakin berat aktivitas fisik anak akan
berisiko terjadinya obesitas pada anak
sekolah. Saran: Penimbangan BB dan
pengukuran TB secara berkala perlu
dilakukan guna memantau pertumbuhan
anak.
Orangtua
perlu
menambah
pengetahuan tentang menu makanan
seimbang dan cara penurunan berat badan
bagi anak yang mengalami obesitas.
Kata kunci: Pola Makan, Aktivitas Fisik,
Obesitas
123
Latar Belakang
Kegemukan dan obesitas merupakan
masalah gizi berlebih yang kian marak
dijumpai pada anak di seluruh dunia.
Kegemukan dan obesitas pada anak
merupakan konsekuensi dari asupan kalori
(energi) yang melebihi jumlah kalori yang
dilepaskan atau dibakar melalui proses
metabolisme di dalam tubuh (Wahyu,
2009:1). Di Indonesia, angka kejadian
obesitas terus meningkat, hal ini disebabkan
perubahan pola makan serta pandangan
masyarakat yang keliru bahwa sehat adalah
identik dengan gemuk (Soetjiningsih, 1998).
Masa
usia
sekolah
atau
masa
prapubertas merupakan masa kanak-kanak
yang berangsur dari usia 6 tahun hingga
kira-kira usia 11 tahun atau 12 tahun. Usia
ini ditandai dengan pertumbuhan lebih cepat
dibandingkan dengan masa prasekolah
dengan ketrampilan dan intelektual makin
berkembang (Tanuwidjaya, 2002:3).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) pada tahun 2010, prevalensi
kegemukan dan obesitas pada anak sekolah
secara nasional sebesar 14%. Terjadi
peningkatan dibanding hasil riset serupa
pada tahun 2007, yakni 12,2%. Di Jawa
Timur, prevalensi anak gemuk mencapai
angka yang cukup tinggi, yaitu sebesar
17,1% (Endriyana, 2011). Di kota Madiun
prevalensi kegemukan dan obesitas pada
anak sekolah mencapai 9,6% berdasarkan
data yang diambil dari Puskesmas Patihan.
Penyebab kegemukan dan obesitas pada
anak adalah faktor genetik, pola makan
berlebih, kurang gerak, emosi, dan faktor
lingkungan yang dapat menyebabkan
gangguan metabolisme glukosa, resistensi
insulin, diabetes tipe 2 pada remaja,
hipertensi, dan obstruksi pernafasan saat
tidur. Orangtua hendaknya tak memaksakan
diet ketat untuk anak tetapi dengan cara
membatasi asupan kalori menu harian anak
dan memotivasi mereka untuk lebih aktif
bergerak dan berolahraga (Hadi, 2005:9).
Rumusan Masalah
“Adakah hubungan pola makan dan
aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada
anak sekolah di SDN 05 Madiun Lor Kota
Madiun?”
Tujuan Penelitian
Mengetahui hubungan antara pola
makan dan aktivitas fisik dengan kejadian
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
obesitas pada anak sekolah di SDN 05
Madiun Lor Kota Madiun.
METODE PENELITIAN
60,5
23,7
10,5
5,3
Sa
at
ng
ik
ba
ik
Ba
ik
ba
p
ku
ik
Cu
ba
Gambaran distribusi frekuensi anak kelas
I–V yang mengalami obesitas dengan pola
makan dan aktivitas fisik.
Usia Anak
34,2
Gambar 3. Persentase Pola Makan
Anak Sekolah Kelas I–V
di SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun
70
60
50
40
30
20
10
0
63,1
23,7
13,2
21
ra
t
23,7
Be
an
un
h
ta
un
un
h
ta
n
76,3
ng
da
ng
12
11
h
ta
hu
ta
n
n
hu
ta
hu
ta
10
9
8
7
Gambar 4. Persentase Aktivitas Fisik
Anak Sekolah Kelas I–V
di SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun
Obesitas
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Jenis Kelamin Anak
Se
13,2
Ri
13,2
7,9 10,5
Gambar 1. Persentase Usia Anak
di SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun
71
23,7
5,3
t
ra
an
-l
ki
i
ak
pu
m
re
Pe
La
ng
da
Be
Se
ng
Ri
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
70
60
50
40
30
20
10
0
Aktivitas Fisik Anak
HASIL PENELITIAN
40
30
20
10
0
Pola Makan anak
ng
ra
Ku
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
survei analitik menggunakan rancangan
penelitian Cross Sectional. Lokasi dari
penelitian ini adalah SDN 05 Madiun Lor
Kota Madiun. Populasi penelitian ini adalah
anak kelas I-V yang mengalami obesitas
SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun dengan
jumlah populasi 41 anak. Sampel penelitian
ini 38 anak. Teknik random yang digunakan
Simple Random Sampling.
Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah pola makan dan aktivitas fisik.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
kejadian
obesitas.
Analisa
data
menggunakan uji statistik Spearman Rank
dengan taraf signifikansi (p<0,05).
ISSN: 2086-3098
an
Gambar 5. Persentase Obesitas
pada Anak Sekolah Kelas I–V
di SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun
Gambar 2. Persentase Jenis Kelamin Anak
di SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun
124
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Anak
Dengan Kejadian Obesitas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
anak dengan pola makan kurang baik dan
aktivitas berat mengalami obesitas ringan
sebanyak 2 anak (100%). Anak dengan pola
makan cukup baik dan aktivitas sedang
mengalami obesitas ringan sebanyak 1 anak
(100%) dan anak dengan pola makan cukup
baik dan aktivitas fisik berat mengalami
obesitas ringan sebanyak 3 anak (100%).
Anak dengan pola makan baik dan aktivitas
sedang
mengalami
obesitas
ringan
sebanyak 1 anak (50%) dan obesitas sedang
sebanyak 1 anak (50%). Anak dengan pola
makan baik dan aktivitas fisik berat
mengalami obesitas ringan sebanyak 7 anak
(100%). Anak dengan pola makan sangat
baik dan aktivitas fisik ringan mengalami
obesitas ringan sebanyak 3 anak (60%) dan
obesitas berat sebanyak 2 anak (40%). Anak
dengan pola makan sangat baik dan aktivitas
sedang
mengalami
obesitas
ringan
sebanyak 2 anak (33,3%) dan obesitas
sedang sebanyak 4 anak (66,7%). Anak
dengan pola makan sangat baik dan aktivitas
fisik berat mengalami obesitas ringan
sebanyak 8 anak (66,7%) dan obesitas
sedang sebanyak 4 anak (33,3%).
PEMBAHASAN
Usia Anak
Berdasarkan Gambar 1, anak yang
berusia 7 tahun sebanyak 3 anak (7,9%) dan
anak yang berusia 11 tahun sebanyak 13
anak
(34,2%).
Hasil
penelitian
ini
menunjukkan bahwa obesitas paling banyak
terjadi pada anak usia 11 tahun daripada
anak usia 7–10 tahun.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
pendapat Reistanti (2012) obesitas pada
anak telah menjadi masalah yang serius di
dunia dan negara Indonesia akhir-akhir ini.
Lebih dari sembilan juta anak di dunia
berusia 6 tahun ke atas mengalami obesitas,
hingga kini angkanya terus melonjak dua kali
lipat pada anak usia 12–19 tahun, bahkan
meningkat tiga kali lipat pada anak usia 10–
12 tahun.
Jenis Kelamin Anak
Berdasarkan Gambar 2, anak yang
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 29 anak
(76,3%) dan anak yang berjenis kelamin
perempuan sebanyak 9 anak (23,7%). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa obesitas
lebih banyak terjadi pada anak laki-laki
daripada anak perempuan.
125
ISSN: 2086-3098
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
teori yang dikemukakan Arisman (2004)
anak sekolah adalah anak yang berusia 6–
14 tahun, memiliki fisik lebih kuat dengan
pertumbuhan anak perempuan lebih cepat
daripada anak laki-laki. Anak perempuan
lebih rentan terhadap obesitas selama masa
pubertas. Sekitar 80% anak perempuan
yang mengalami obesitas di masa pubertas
akan terus menjadi obesitas, dibandingkan
pada anak laki-laki sebesar 30%.
Hasil penelitian ini juga tidak sesuai
dengan pendapat Brown (2005) yang
menyatakan bahwa pertumbuhan anak
perempuan lebih cepat daripada anak lakilaki dikarenakan lemak tubuh anak
perempuan dan anak laki-laki berbeda. Pada
usia 10–12 tahun ini terjadi peningkatan
persen lemak tubuh minimal sebesar 16%
pada anak perempuan dan 13% pada anak
laki-laki.
Pola Makan Anak
Berdasarkan Gambar 3, anak yang
mengalami
obesitas
paling
banyak
didapatkan pada anak dengan pola makan
sangat baik sebanyak 23 anak (60,5%).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
obesitas lebih banyak terjadi pada anak
dengan pola makan sangat baik.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
teori Anna (2010) yang menyatakan bahwa
pada anak dengan obesitas memiliki pola
makan tidak baik yaitu pola makan yang
berulang-ulang, tidak terjadwal, dalam porsi
besar, dan minim aktivitas. Pola makan yang
dianut oleh anak dimiliki melalui proses
belajar yang menghasilkan kebiasaan makan
yang terjadi sejak dini sampai dewasa dan
akan berlangsung selama hidupnya, hingga
kebiasaan makan dan susunan hidangan
masih bertahan sampai ada pengaruh yang
dapat mengubahnya.
Aktivitas Fisik Anak
Berdasarkan Gambar 4, anak yang
mengalami
obesitas
paling
banyak
didapatkan pada anak dengan aktivitas fisik
berat sebanyak 24 anak (63,1%). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa obesitas
lebih banyak terjadi pada anak dengan
aktivitas fisik berat.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
teori yang dikemukakan Brown (2005) anak
yang
mengalami
obesitas
biasanya
melakukan aktivitas fisik ringan karena
enggan untuk melakukan olahraga. Anakanak yang jarang bergerak akan lebih
mudah mengalami kenaikan berat badan
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
karena mereka tidak membakar kalori
melalui aktivitas fisik.
Hasil penelitian ini juga tidak sesuai
dengan
pendapat
Subardja
(2004)
berdasarkan jenis kelamin anak yang
menyatakan bahwa tingkat aktivitas anak
laki-laki dan anak perempuan sangat
berbeda, untuk anak laki-laki tingkat
aktivitasnya
lebih
tinggi
dari
pada
perempuan.
Obesitas Anak
Berdasarkan Gambar 5, anak yang
mengalami
obesitas
paling
banyak
didapatkan pada anak dengan obesitas
ringan sebanyak 27 anak (71%). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa obesitas
lebih banyak terjadi pada anak yang
mengalami obesitas ringan.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
teori Brown (2005) yang menyatakan bahwa
pada umumnya anak dengan obesitas yang
enggan
melakukan
olahraga
akan
mengalami obesitas berat karena terjadi
kelebihan energi bila konsumsi energi ini
melalui makanan melebihi energi yang
dikeluarkan, maka kelebihan energi ini akan
diubah menjadi lemak tubuh.
Menurut Subardja (2004) anak-anak
membutuhkan nutrisi dan kalori tambahan
untuk pertumbuhan dan perkembangan
mereka. Jadi, bila anak mengkonsumsi kalori
dalam jumlah yang cukup untuk aktivitas
sehari-hari, maka pertambahan berat badan
mereka
akan
seimbang
dengan
pertambahan tinggi badan anak.
Hasil Hubungan Pola Makan dan Aktivitas
Fisik Anak dengan Kejadian Obesitas
Hasil Uji Statistik menunjukkan bahwa
sebagian besar anak memiliki pola makan
sangat baik yang melakukan aktivitas fisik
berat mengalami obesitas ringan sebanyak 8
anak (66,7%) dan obesitas sedang sebanyak
4 anak (33,3%).
Sesuai dengan hasil uji statistik dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan negatif
antara pola makan dan aktivitas fisik dengan
kejadian obesitas pada anak sekolah kelas
I–V SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun, yang
berarti semakin baik pola makan dan
semakin berat aktivitas fisik anak akan
berisiko terjadinya obesitas pada anak.
Padahal menurut teori Anna (2010) anak
dengan obesitas memiliki pola makan tidak
baik yaitu pola makan yang berulang-ulang,
tidak terjadwal, dalam porsi besar, dan
minim aktivitas. Teori ini didukung oleh teori
Brown (2005) yang menyatakan bahwa anak
yang
mengalami
obesitas
biasanya
126
ISSN: 2086-3098
melakukan aktivitas fisik ringan karena
enggan untuk melakukan olahraga.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
penelitian-penelitian terdahulu mengingat
obesitas bersifat multifaktor, kemungkinan
pertama disebabkan karena faktor yang lebih
dominan, seperti faktor genetik dari orangtua
yang
obesitas.
Kemungkinan
kedua
disebabkan karena adanya perbedaan
kecepatan metabolisme tubuh antara satu
individu dan individu lainnya sehingga
individu
yang
memiliki
kecepatan
metabolisme lebih lambat memiliki risiko
lebih
besar
menderita
obesitas.
Kemungkinan ketiga disebabkan oleh pola
makan keluarga yang mempengaruhi pola
makan anak yang melebihi kebutuhan gizi
tubuh sehingga terjadi penyimpangan
kelebihan kalori yang disimpan sebagai
lemak di bawah tubuh. Meskipun anak
melakukan aktivitas berat, namun anak tidak
bisa terhindar dari kebiasaan mengudap
makanan dan minuman ringan yang
biasanya memiliki kadar kalori, garam
maupun gula yang tinggi sewaktu di rumah
maupun saat jajan di sekolah. Jika hal ini
dibiarkan dalam waktu yang lama maka akan
menyebabkan terjadinya obesitas berat pada
anak sekolah.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan
hasil
penelitian
dan
pembahasan pada penelitian yang dilakukan
di SDN 05 Madiun Lor Kota Madiun tanggal
11-12 Mei 2012 sejumlah 38 anak dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pola makan sangat baik didapatkan
paling banyak pada anak sekolah yang
mengalami obesitas di SDN 05 Madiun
Lor Kota Madiun.
2. Aktivitas fisik berat didapatkan paling
banyak pada anak sekolah yang
mengalami obesitas di SDN 05 Madiun
Lor Kota Madiun.
3. Obesitas ringan didapatkan paling
banyak pada anak sekolah di SDN 05
Madiun Lor Kota Madiun.
4. Ada hubungan negatif antara pola makan
dan aktivitas fisik dengan kejadian
obesitas pada anak sekolah di SDN 05
Madiun Lor Kota Madiun.
Saran
Berdasarkan dari hasil penelitian yang
diuraikan di atas maka disarankan:
1. Institusi Pendidikan
Unit Kesehatan Sekolah (UKS) perlu
membuat
program
pemantauan
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
pertumbuhan anak sekolah secara
berkala dapat direncanakan pencegahan
dan penanggulangan obesitas yang
dapat menekan prevalensi obesitas pada
anak sekolah.
2. Masyarakat
Orangtua dan anak sekolah perlu
menambah pengetahuan tentang menu
makanan
seimbang
dan
program
penurunan berat badan pada anak yang
mengalami obesitas.
3. Peneliti
Hasil penelitian ini dapat dikembangkan
pada penelitian selanjutnya dengan
mengambil
populasi
penelitian
di
beberapa wilayah sekolah sehingga hasil
penelitian
dapat
digeneralisasikan
dengan sampel yang lebih besar
terutama lebih banyak pada anak
perempuan yang mengalami obesitas.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Dina dan Maria Poppy. 2003.
Mencegah dan Mengatasi Kegemukan
Pada Balita. Jakarta: Puspa Swara
Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu
Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama Anggota IKAP
Anna, Hapsari. 2010. Awasi jajanan Anak,
Waspadai
Obesitas.
http://republica.online.com/2010/04/awasi
-jajanan-anak-waspadai-besitas.html.
Post 20 April 2010. (diakses tanggal 8
Juli 2012)
Arikunto,
Suharsimi.
2002.
Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
_____. 2006. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka
Cipta
Arisman, dkk. 2004. Pengaruh Intervensi
Diet dan Olahraga Terhadap Indeks
Massa Tubuh, Lemak Tubuh dan
Kesegaran
Jasmani
Pada
Anak
Obesitas, Artikel Penelitian, Program
Studi Ilmu Gizi FK UNDIP, Semarang
Baliwati, Yayuk Farida, dkk. 2004. Pengantar
Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar
Swadaya
BKKBN. 2000. Gizi Pada Anak Sekolah.
Jakarta: YBPSP
127
ISSN: 2086-3098
Brown and World Health Organisation. 2005.
Obesity: Preventing and Managing The
Global Epidemic. Report of WHO
Consultation on Obesity, Geneva, 3-5
June 1997. Geneva: WHO
Centers for Disease Control and Prevention,
National Center for Health Statistics.
2009. Growth Charts. http://www.cdc.gov/
growthcharts.htm. (diakses tanggal 10
April 2012)
Devi, Nirmala. 2012. Gizi Anak Sekolah.
Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara
Fathonah, Siti, dkk. 2000. Prevalensi Gizi
Lebih Pada Anak-Anak SMA dan Faktorfaktor yang Mempengaruhinya. Tesis,
IKIP, Semarang
Firman. 2012. Pengaruh kesehatan dan gizi
terhadap
tingkat
kemiskinan.
http://firmanharjuanjaya.com/. Post 18
Februari 2012. (diakses tanggal 28 Maret
2012)
Galletta, Gayle. 2005. Ilmu Gizi Klinis pada
Anak. Jakarta: Balai penerbit FK-UI
Hadi, H. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi
dan Implikasinya Terhadap Kebijakan
Pembangunan
Kesehatan Nasional.
Yogyakarta: UGM
Hidayati, Siti Nurul, dkk. 2002. Obesitas
Pada Anak. Surabaya: FK Unair
Manurung, Nelly Katharina. 2008. Pengaruh
Karakteristik
Remaja,
Genetik,
Pendapatan Keluarga, Pendidikan Ibu,
Pola Makan dan Aktivitas Fisik Terhadap
Kejadian Obesitas Di SMU RK Tri Sakti
Medan, Tesis, Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatra Utara, Medan
Novitasari, Dewi. 2009. Hubungan Pola
Makan dengan Obesitas Pada Anak di
Kelurahan Gandaria Utara Jakarta
Selatan, Karya Tulis Ilmiah, Universitas
Pembangunan Nasional Veteran, Jakarta
Mutadin, Zainun. 2002. Obesitas dan Faktor
Penyebab. Jakarta: UI
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Konsep dan
Penetapan
Metodologi
Penelitian
Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
______.
2005.
Metodologi
Penelitian
Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
______.
2010.
Metodologi
Penelitian
Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Nursalam.
2001.
Metodologi
Riset
Keperawatan.
Surabaya:
Airlangga
University Press
_______. 2003. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Padmonodewo, Soemiarti. 2004. Pendidikan
Anak Prasekolah. Jakarta: PT. Rineka
Cipta
Purwanti, Eko. 2011. Hubungan Antara Jenis
dan Frekuensi Makan Dengan Aktivitas
Fisik Anak Sekolah Dasar Negeri
Kartasura 1 Sukoharjo Jawa Tengah,
Karya Tulis Ilmiah, Prodi DIII Gizi FIK
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
ISSN: 2086-3098
Suprihatun, Niken. 2007. Aktivitas Fisik dan
Perilaku Ibu sebagai Faktor Resiko
Terjadinya Obesitas Pada Anak TK,
Artikel Penelitian, Program Studi Ilmu
Gizi
FK
Universitas
Diponegoro,
Semarang
Sugiyono. 2006. Statistika untuk penelitian.
Bandung: Alfabeta
Wahyu, Genis Ginanjar. 2009. Obesitas
Pada Anak. Jakarta: PT. Mizan Publika
Wijayanti, Faizah. 2007. Faktor Risiko
Obesitas Pada Murid Sekolah Dasar Usia
6-7 Tahun di Semarang. Tesis,
Universitas Diponegoro, Semarang
Yatim, Faisal. 2008. 30 Gangguan
Kesehatan Pada Anak Usia Sekolah.
Jakarta: Pustaka Populer Obor
Reistanti, Anggi. 2012. Obesitas Pada Anak
Usia
Sekolah
Dasar.
http://bylenterasenja.blogspot.com/2012/
06/obesitas-pada-anak-usia-sekolahdasar.html. Post 2 Juni 2012. (diakses
tanggal 8 Juli 2012)
Rosiani, Retno. 2011. Obesitas Pada Anak
Usia Sekolah, Skripsi, Universitas
Diponegoro, Semarang
Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2000. Ilmu
Gizi. Jakarta Timur: Dian Rakyat
Soegeng, Santoso dan Anne Lies Ranti.
2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: PT.
Asdi Mahasatya
Soejanto,
Agoes.
2005.
Psikologi
perkembangan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta
Soekirman, Hardinsyah, M. Latifah, dan C.M.
Dwiriani. 2006. Data Studi Status Gizi
Pola Makan dan Aktivitas fisik Anak
Sekolah Dasar. Bogor: ILSI-IPB
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh
Anak. Jakarta: EGC
Kembang
Subardja, Dedi. 2004. Obesitas Primer Pada
Anak. Bandung: PT. Kiblat Buku Utama
Suhardjo. 2005. Penilaian Keadaan Gizi
Masyarakat. Bogor: IPB
Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2002.
Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC
128
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
ISSN: 2086-3098
PENDAHULUAN
GAMBARAN FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI
KETIDAKSESUAIAN PERKEMBANGAN
BAYI DAN BALITA
USIA 3-60 BULAN
Rima Indra S
(Alumnus Prodi Kebidanan Magetan,
Poltekkes Kemenkes Surabaya)
Tutiek Herlina
(Prodi Kebidanan Magetan,
Poltekkes Kemenkes Surabaya)
Suparji
(Prodi Kebidanan Magetan,
Poltekkes Kemenkes Surabaya)
ABSTRAK
Latar belakang: Di Desa Tawun,
Kasreman, Ngawi, jumlah bayi dan balita
sebanyak 287, 63 anak (22%) memiliki
perkembangan yang tidak sesuai usia.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui
gambaran faktor yang mempengaruhi
ketidaksesuaian perkembangan bayi dan
balita usia 3-60 bulan. Metode: Jenis
penelitian ini adalah deskriptif, dengan
populasi semua ibu yang mempunyai bayi
dan balita usia 3-60 bulan dengan
perkembangan tidak sesuai usia (63 orang)
dan seluruhnya diteliti. Variabel penelitian
adalah
faktor
yang
mempengaruhi
ketidaksesuaian perkembangan bayi dan
balita usia 3-60 bulan. Data dikumpulkan
dengan kuesioner, lalu dianalisis secara
deskriptif dan disajikan berupa diagram.
Hasil: Gambaran faktor yang mempengaruhi
ketidaksesuaian perkembangan bayi yaitu
jenis kelamin laki-laki (61,9%), umur ibu saat
hamil <20 dan >35 tahun (79,4%), jumlah
saudara lebih dari satu (58,7%), status ibu
bekerja (63,5%), penyakit kronis pada bayi
dan balita BGM (4,7%), tidak terdapat
penyakit infeksi saat ibu hamil kelahiran
dengan tindakan vakum ekstraksi (1,6%),
dan pemberian stimulasi kurang baik
(82,5%). Saran: Disarankan pihak yang
terkait, utamnya orang tua, pengasuh, kader
dan
masyarakat,
pendidik,
tenaga
kesehatan,
petugas
sosial
dan
penyelenggara pelayanan bagi anak lainnya
dapat memberikan stimulasi perkembangan
anak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
serta
terselenggaranya
deteksi
dan
intervensi dini di semua fasilitas pelayanan
kesehatan dasar atau fasilitas pelayanan
lainya.
Kata kunci: perkembangan, bayi, balita
129
Latar Belakang
Kualitas anak masa kini merupakan
penentu kualitas sumber daya manusia di
masa yang akan datang. Pembangunan
manusia masa depan dimulai dengan
pembinaan anak masa sekarang. Untuk
mempersiapkan sumber daya manusia yang
berkualitas di masa yang akan datang maka
anak perlu dipersiapkan agar bisa tumbuh
dan berkembang seoptimal mungkin sesuai
dengan kemampuanya (Narendra, 2002).
Masa 5 tahun pertama kehidupan
merupakan masa yang sangat peka
terhadap lingkungan dan (masa ini
berlangsung sangat pendek serta tidak dapat
di ulang lagi, maka masa balita disebut
sebagai “masa keemasan” (golden periode),
“jendela
kesempatan”
(window
of
opportunity) dan “masa kritis” (critical period)
(Depkes RI, 2007). Masa balita adalah masa
emas dalam rentang perkembangan seorang
individu. Pada masa ini, pertumbuhan fisik,
perkembangan kecerdasan, keterampilan
motorik dan sosial emosi berjalan demikian
pesatnya. Masa balita juga merupakan masa
kritis yang akan menentukan hasil proses
tumbuh kembang anak selanjutnya. Dalam
masa perkembangan balita, anak mengalami
perubahan yang terjadi dalam hal perubahan
struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam kemampuan motorik kasar,
motorik halus, bicara dan bahasa serta
sosialisasi dan kemandirian (Soetjiningsih,
2002).
Mengingat jumlah bayi dan balita yang
sangat besar yaitu sekitar 10% dari seluruh
populasi, maka sebagai calon generasi
penerus, kualitas tumbuh kembang bayi dan
balita perlu mendapat perhatian serius.
Berdasarkan Sensus Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2010 jumlah anak usia dini
0-6 tahun sebanyak 26,09 juta. Dari jumlah
tersebut 13,5 juta di antaranya berusia
antara 0-3 tahun dan anak usia 4-5 tahun
mencapai 12,6 juta anak, dari jumlah anak
tersebut sekitar 14,08% anak mengalami
keterlambatan perkembangan (Darsana,
2012). Menurut penelitian bahwa pada
perkembangan anak sering didapatkan
kelainan perkembangan, antara lain sebesar
0,3% dari seluruh populasi terjadi retardasi
mental, 1-5 per 1000 anak menderita Palsi
Serebralis, 0,9% pada anak dibawah 5 tahun
dan 1,94% pada anak berusia 5-14 tahun
mengalami gangguan bicara dan bahasa,
1,0-1,2 per 1000 kelahiran hidup mengalami
Sindroma Down, kesulitan belajar dan
sindrom yang menyangkut konsentrasi dan
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
perhatian anak sebesar 5-7% (Soetjiningsih,
2002).
Data Dinas Kesehatan Kabupatern
Ngawi, target untuk bayi dan balita dengan
perkembangan sesuai adalah 90% sampai
bulan Desember 2011 pencapaian program
mencapai 53.122 atau 85,56 %, dari
keseluruhan bayi dan balita yang berjumlah
62.088. Puskesmas Kasreman Kabupaten
Ngawi merupakan salah satu puskesmas
yang mempunyai jumlah bayi dan balita
adalah 3082 dengan perkembangan yang
tidak sesuai usia terbanyak di Kabupaten
Ngawi yaitu 332 anak (11%). Di wilayah
Puskesmas Kasreman yang terbanyak di
desa Tawun dengan jumlah bayi dan balita
adalah 287, dan perkembangannya tidak
sesuai usia sebayak 63 anak (22%).
Usaha atau upaya yang bisa dilakukan
untuk menurunkan masalah perkembangan
seorang anak, maka harus dilakukan upaya
pencegahan sedini mungkin yakni sejak
pembuahan janin dalam kandungan ibu,
pada saat persalinan sampai masa krisis
proses perkembangan manusia yaitu masa
di bawah lima tahun (Soetjiningsih, 2002).
Pada anak tersebut apabila dilakukan
intervensi dini yaitu dapat dilakukan dengan
stimulasi apabila dilakukan secara benar dan
intensif
sebagian
besar
gejala-gejala
penyimpangan dapat diatasi dan anak akan
tumbuh berkembang normal seperti anak
sebaya lainya (Depkes RI, 2007).
Berdasarkan hal tersebut di atas, dirasa
perlu dilakukan penelitian tentang gambaran
faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian
perkembangan bayi dan balita usia 3-60
bulan di desa Tawun Kecamatan Kasreman
Kabupaten Ngawi.
Identifikasi Faktor Penyebab Masalah
Menurut Soetjiningsih (2002), faktor yang
mempengaruhi tumbuh kembang anak
secara umum adalah faktor genetik dan
faktor
lingkungan.
Faktor
lingkungan
merupakan faktor yang sangat menetukan
tercapai atau tidaknya potensi bawaan.
Faktor lingkungan secara garis besar dibagi
menjadi: a) faktor pranatal adalah faktor
lingkungan yang mempengaruhi anak pada
waktu masih di dalam kandungan b) faktor
persalinan c) faktor postnatal adalah faktor
lingkungan yang mempengaruhi tumbuh
kembang anak setelah lahir.
Pembatasan Masalah
Banyak faktor yang mempengaruhi
perkembangan bayi dan balita pada
penelitian ini dibatasi pada 1) jenis kelamin
bayi dan balita, 2) umur ibu saat hamil, 3)
130
ISSN: 2086-3098
jumlah saudara, 4) status pekerjaan ibu, 5)
penyakit kronis pada bayi dan balita, 6)
penyakit infeksi saat ibu hamil, 7) riwayat
kelahiran dengan tindakan, 8) tingkat
pemberian stimulasi pada bayi dan balita di
desa
Tawun
Kecamatan
Kasreman
Kabupaten Ngawi.
Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan pada latar
belakang di atas maka disusun rumusan
masalah “Bagaimanakah gambaran faktor
yang
mempengaruhi
ketidaksesuaian
perkembangan bayi dan balita usia 3-60
bulan di desa Tawun Kecamatan Kasreman
Kabupaten Ngawi?”.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum peneilitian ini adalah
mengetahui
gambaran
faktor
yang
mempengaruhi
ketidaksesuaian
perkembangan bayi dan balita usia 3-60
bulan.
Tujuan khusus khusus penelitian adalah:
1. Mengidentifikasi jenis kelamin dari bayi
dan balita usia 3-60 bulan.
2. Mengidentifikasi umur ibu waktu hamil
dari bayi dan balita usia 3-60 bulan.
3. Mengidentifikasi jumlah saudara dari bayi
dan balita usia 3-60 bulan.
4. Mengidentifikasi status pekerjaan ibu dari
bayi dan balita 3-60 bulan.
5. Mengidentifikasi penyakit kronis dari bayi
dan balita 3-60 bulan.
6. Mengidentifikasi penyakit infeksi saat ibu
hamil dari bayi dan balita usia 3-60 bulan.
7. Mengidentifikasi
riwayat
kelahiran
dengan tindakan dari bayi dan balita usia
3-60 bulan.
8. Mengidentifikasi
tingkat
pemberian
stimulasi dari bayi dan balita usia 3-60
bulan.
Manfaat Penelitian.
Manfaat teoritis yang diharapkan adalah
dapat meningkatkan ilmu pengetahuan
tentang perkembangan bayi dan balita.
Manfaat praktis yang diharapkan antara
lain:.
1. Bagi masyarakat.
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan
dan digunakan sebagai masukan bagi ibu
yang memiliki anak bayi dan balita untuk
lebih
mencermati
perkembangan
anaknya.
2. Bagi institusi pelayanan kesehatan
Sebagai bahan masukan yang dapat
dipergunakan
untuk
bahan
pengembangan dan evaluasi dalam
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
rangka
peningkatan
pelayanan
kesehatan secara optimal.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan masukan kepada institusi
pendidikan khususnya dalam bidang
perpustakaan dan mahasiswa pada
umumnya untuk menambah wawasan
tentang faktor yang mempengaruhi
ketidaksesuaian perkembangan bayi dan
balita.
4. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai
acuan dan dapat dikembangankan pada
penulisan karya tulis selanjutnya.
ISSN: 2086-3098
rekapitulasi data dan dilanjutkan pemberian
kode. Semua kuesioner yang terkumpul terisi
lengkap.
Coding
Penelitian dilakukan di desa Tawun
Kecamatan Kasreman Kabupaten Ngawi,
pada bulan Maret 2012 sampai dengan
bulan Juni 2012
Coding dirinci sebagai berikut:
1) Jenis kelamin: kode 1= perempuan, kode
2= laki-laki.
2) Usia ibu saat hamil anak terakhir: kode 1
=20-35 tahun, kode 2=<18 tahun dan >35
tahun
3) Jumlah saudara: kode 1= satu; kode 2=
>satu.
4) Pekerjaan ibu: kode 1= tidak bekerja,
kode 2= ibu bekerja.
5) Penyakit kronis pada bayi dan balita: kode
1= tidak menderita penyakit kronis, kode
2= menderita penyakit kronis.
6) Penyakit infeksi saat ibu hamil: kode 1=
tidak menderita penyakit infeksi; kode 2=
menderita penyakit infeksi.
7) Riwayat kelahiran dengan tindakan: kode
1= tidak dengan tindakan; kode 2=
dengan tindakan.
8) Tingkat pemberian stimulasi: kode 1=
stimulasi baik; kode 2= stimulasi kurang
baik.
Populasi dan Sampel
Analyzing
Populasi penelitian dalah semua ibu yang
mempunyai bayi dan balita usia 3-60 bulan
dengan perkembangan yang tidak sesuai
usia di desa Tawun pada bulan Desember
tahun 2011. Besar populasi adalah 63 orang.
Besar sampel adalah 63 orang. Sampel
diambil dengan teknik non-probability yaitu
sampling jenuh.
Data dianalisis secara deskriptif berupa
frekuensi, lalu disajikan menggunakan
diagram.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian
Jenis
deskriptif.
penelitian
adalah
penelitian
Lokasi dan waktu peneliti
Teknik Pengumpulan Data
Setelah mendapat ijin penelitian dari
Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik
Kabupaten Ngawi. Pengumpulan data
dilakukan
di
lima
posyandu
yang
pelaksanaanya disesusaikan dengan jadwal
posyandu yang sudah ada, kemudian
menyebarkan kuesioner pada responden.
Keluarga yang telah memenuhi kriteria
sebagai
responden
diberi
kuesioner,
kemudian
menandatangani
lembar
persetujuan menjadi responden. Setelah itu
dipersilahkan mengisi kuesioner.
Instrumen pengumpulan data
Pengolahan dan Analisis Data
Etik Penelitian
Mengajukan ijin kepada Koordinator
Pelaksana Prodi DIII Kebidanan Kampus
Magetan dan Kantor Kesatuan Bangsa dan
Politik Kabupaten Ngawi sebagai lokasi
penelitian.
Informed Consent
Semua subyek menandatangani
tidak ada yang menolak.
dan
Anonimity
Penelitian ini tidak mencantumkan nama
pengumpulan data, tetapi cukup meberi kode
.
Confidentiality (kerahasiaan)
Hanya kelompok data tertentu saja yang
akan disajikan dalam penelitian ini.
Editing
Data yang diperoleh dari kuesioner yang
telah diisi dimasukan dalam formulir
131
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
HASIL PENELITIAN
ISSN: 2086-3098
Status Pekerjaan Ibu
Jenis kelamin anak bayi dan balita
39
24
40
23
kb
tida
r
eke
ja
n
pua
em
Per
ki
i-la
La k
erja
bek
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Penyakit Kronis
Usia Ibu Saat Hamil
60
70
60
50
40
30
20
10
0
50
50
40
30
0
ah
<2 0
/ >3
35
20-
ern
kp
nah
10
a
Tid
13
3
Per
20
60
5
Penyakit Infeksi Saat Ibu Hamil
Jumlah Saudara
37
26
0
ak
Ti d
ah
n
per
nah
tu
>sa
u
sat
132
63
Per
40
35
30
25
20
15
10
5
0
70
60
50
40
30
20
10
0
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
Riwayat Kelahiran dengan Tindakan
70
62
60
50
ISSN: 2086-3098
2008). Upaya yang dilakukan untuk
mencegah ketidaksesuaian perkembangan
bayi dan balita baik laki-laki maupun
perempuan yaitu ibu dan balita datang setiap
bulan ke Posyandu agar bisa mendeteksi
balita
sedini
mungkin.
Bila
terjadi
penyimpangan tumbuh kembang segera
dideteksi oleh petugas kesehatan.
40
Usia Ibu Saat Hamil
30
20
10
1
0
ak
Tid
da k
Tin
an
Tingkat Pemberian Stimulasi
60
50
40
30
20
10
0
52
11
k
ng
a
Kur
Bai
k
bai
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
bahwa umur ibu waktu hamil yang paling
banyak adalah umur beresiko yaitu umur <
20 dan > 35 tahun. Hal ini sesuai dengan
penjelasan Hartanto (2004) usia ibu untuk
hamil adalah: dibawah 20 tahun adalah usia
yang sebaiknya tidak mempunyai anak
dulu,di atas 30 tahun terutama diatas 35
tahun dianjurkan untuk tidak hamil karena
alasan medis dan lainya. Hal tersebut kurang
menguntungkan bagi ibu dan bayinya.
Menurut Narendra (2002) dianjurkan agar
wanita tidak hamil sebelum umur 18tahun
atau lebih dari 35 tahun, untuk mengurangi
resiko bagi ibu maupun bayinya. Resiko
lahirnya bayi dengan Sindroma Down
bertambah tinggi pada ibu yang hamil diatas
35 tahun. Sejumlah kelainan kongenital
antara lain, Sindroma Down, anensefali,
spinabifida dan lainya meningkat dengan
bertambahnya usia ibu diwaktu hamil.
Dalam penelitian ini meskipun ada ibu
hamil pada usia <20 dan >35 tahun tetapi
tidak ditemukan diagnosa Sindroma Down,
anensefali, spinabifida pada bayi yang
dilahirkan.
Oleh
karena
itu
untuk
menurunkan resiko pada bayi yang
dilahirkan sebaiknya ibu untuk hamil dalam
usia produktif.
Jumlah Saudara
Jenis Kelamin Bayi dan Balita
Pada penelitian ini didapatkan bahwa
jenis kelamin paling banyak adalah laki-laki.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori
Soetjiningsih (2002) dikatakan anak laki-laki
lebih sering sakit dibandingkan anak
perempuan, tetapi belum diketahui mengapa
demikian. Dalam penelitian ini ditemukan 3
balita BGM, 2 diantaranya berjenis kelamin
laki-laki. Gizi kurang berdampak langsung
terhadap kesakitan dan kematian, gizi
kurang
juga
berdampak
terhadap
pertumbuhan, perkembangan intelektual dan
produktivitas. Anak yang kekurangan gizi
pada usia balita, akan tumbuh pendek dan
mengalami gangguan pertumbuhan serta
perkembangan otak yang berpengaruh pada
rendahnya tingkat kecerdasan (Adisasmito,
133
Pada penelitian didapatkan bahwa
jumlah saudara paling banyak adalah lebih
dari satu. Hasil penelitian ini sesuai dengan
teori. Menurut Soetjiningsih (2002), jumlah
anak yang banyak akan mengakibatkan
kurangnya perhatian dan kasih sayang yang
diterima anak, sehingga anak kurang
mendapatkan stimulasi yang optimal.
Pendapat lain menurut Narendra dkk (2002),
semakin sedikit jumlah anak semakin mudah
dan optimal seorang ibu dalam memberikan
stimulasi. Dan perhatian yang terbagi
dengan jumlah saudara sedikit maka
dimungkinkan pelaksanaan stimulasi lebih
optimal. Dari hasil penelitian diharapkan
orang tua untuk mengatur jarak kehamilan
dan jumlah anak dalam keluarga agar ibu
dapat memiliki waktu luang yang lebih
banyak dalam memberikan stimulasi dan
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
mengamati
perkembangan
sehingga
tidak
terjadi
perkembangan pada anak.
anaknya
kelainan
Status Pekerjaan Ibu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
status pekerjaan ibu yang terbanyak adalah
bekerja. Hal ini kurang menguntungkan
untuk perkembangan anak karena menurut
Notoatmodjo (2007) Bahwa masyarakat
yang sibuk mempunyai sedikit waktu untuk
memeproleh informasi karena ada pekerjaan
yang memerlukan waktu dan tenaga.
Oleh karena itu bagi ibu balita yang
bekerja untuk lebih meluangkan waktu
menemani anaknya dirumah dan membawa
anaknya ke pelayanan kesehatan sehingga
memperoleh
informasi
tentang
perkembangan anaknya.
Penyakit Kronis pada Bayi dan Balita
Dalam penelitian ini ditemukan adanya
penyakit kronis yaitu dengan status BGM,
pada bayi dan balita usia 3-60 bulan yang
perkembanganya tidak sesuai usia sebanyak
3 anak . Hal ini sesuai dengan pendapat
Soetjiningsih (2002) yang mengatakan
bahwa, Tuberkulosis, anemia, kelainan
jantung bawaan mengakibatkan retardasi
pertumbuhan jasmani. Anak yang menderita
penyakit menahun akan terganggu tumbuh
kembangnya dan pendidikanya, disamping
itu anak juga mengalami stres yang
berkepanjangan akibat dari penyakitnya.
Meskipun bayi dan balita tersebut tidak
menderita penyakit kronis tetapi dengan
status
BGM
berarti
anak
tersebut
kekurangan gizi, sehingga akan mengalami
gangguan
pada
pertumbuhan
dan
perkembanganya.
ISSN: 2086-3098
vakum ekstraksi. Menurut Soetjiningsih
(2002) Riwayat kelahiran dengan vakum
ekstraksi atau forseps dapat menyebabkan
trauma kepala pada bayi sehingga berisiko
terjadinya kerusakan pada otak.
Pada bayi dan balita yang lahir tidak
dengan
tindakan
yang
mengalami
ketidaksesuaian
perkembangan
kemungkinan disebabkan oleh faktor yang
lain.
Tingkat Pemberian Stimulasi
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
bayi dan balita usia 3-60 bulan lebih banyak
mendapatkan
stimulasi
yang
kurang
baik.Pendapat Soetjiningsih (2002) yang
mengatakan bahwa anak yang banyak
mendapatkan stimulasi perkembanganya
akan lebih cepat berkembang dari pada anak
yang kurang atau bahkan tidak mendapat
stimulasi karena perkembangan memerlukan
stimulasi khususnya dalam keluarga.
Hal tersebut juga didukung oleh
penelitian yang telah dilakukan Suharni
(2011) yang mengatakan bahwa stimulasi
seharusnya dilakukan oleh ibu secara
optimal dan benar. Sedang menurut Depkes
RI, (2005), stimulasi mempunyai tujuan agar
anak usia 0-5 tahun dan anak prasekolah
usia 5-6 tahun tumbuh dan berkembang
secara optimal sesuai dengan potensi
genetiknya.
Pemberian stimulasi pada anak yang
kurang
baik
akan
mengakibatkan
penyimpangan perkembangan sehingga
orang tua perlu melaksanakan peranannya
lebih baik lagi dalam menstimulasi anaknya.
Untuk
hal
ini
orang
tua
bisa
mendiskusikanya dengan orang yang lebih
mengerti tentang pemberian stimulasi atau
mencari informasi dari buku majalah, internet
dll.
Penyakit Infeksi saat Ibu hamil
SIMPULAN DAN SARAN
Pada penelitian ini tidak didapatkan
penyakit infeksi saat ibu hamil dari bayi dan
balita usia 3-60 bulan yang perkembanganya
tidak sesuai usia. Menurut Soetjiningsih
(2002), Infeksi intrauterine yang sering
menyebabkan cacat bawaan adalah TORCH
(Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus,
Herpes simplex). Sedangkan infeksi lainya
adalah Varssela, Malaria Lues, HIV, Polio,
Campak, Laptospira, Virus influenza dan
Virus Hepatitis.
Riwayat Kelahiran Dengan Tindakan
Dalam penelitian ini ditemukan satu balita
yang perkembanganya tidak sesuai usia
dengan riwayat kelahiran dengan tindakan
134
Simpulan
Kesimpulan
1. Jenis kelamin pada bayi dan balita yang
lebih banyak adalah laki laki yaitu 39
(69,1%).
2. Usia ibu saat hamil yang lebih banyak
adalah umur beresiko yaitu < 20 dan >35
tahun yaitu 50 (79,4%).
3. Jumlah saudara yang lebih banyak
adalah lebih dari satu yaitu 37 (58,7%).
4. Status pekerjaan ibu yang lebih banyak
adalah bekerja yaitu 40 (63,5%).
5. Penyakit kronis pada bayi dan balita
didapatkan 3 bayi dan balita dengan
penyakit kronis (4,7%).
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
6. Tidak didapatkan ibu yang mengalami
infeksi saat hamil yaitu 0 (0%).
7. Riwayat kelahiran dengan tindakan
didapatakan 1 balita (1,6%).
8. Tingkat pemberian stimulasi adalah
kurang baik yaitu 52 (82,53%).
Saran
1. Bagi Masyarakat
Peranan keluarga dalam perkembangan
anak cukup besar, maka harus
dipersiapkan lebih matang bila akan
membina suatu keluarga. Diperlukan
perencanaan kehamilan, memeriksakan
kehamilan secara rutin pada petugas
kesehatan. Selain itu perlu intervensi dini
yaitu dapat dilakukan dengan stimulasi
2. Bagi institusi pelayanan kesehatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat
dipergunakan pada program pelayanan
kesehatan seperti posyandu, puskesmas,
dalam
menanggulangi
kelainan
perkembangan pada bayi dan balita.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan
dapat
menambah
kepustakaan di fasilitas pendidikan anak
seperi PAUD dan TK dan sebagai sarana
memperkaya ilmu pengetahuan pembaca
dan peneliti
4. Bagi peneliti berikutnya
Disarankan untuk melakukan penelitian
lanjutan dengan wilayah yang lebih luas,
penelitian analitik, variabel yang lebih
komplek dan menggunakan analisi
bivariat agar lebih sempurna dimasa
yang akan datang.
.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, Wiku. 2008. Sistem Kesehatan.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Azwar, S. 2002. Ilmu Sosial
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
ISSN: 2086-3098
Tumbuh Kembang Anak di Tingkat
Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Frankenburg WK, Dodds Josiah B. 2004.
Pemantauan Perkembangan Denver II.
Penerjemah: Ismail Djanuhari dkk.
Jogyakarta:
Sub
Bagian
Pediatri
Sosial/Tumbuh Kembang Bagian Ilmu
Kesehatan
Anak/INSKA
Fakultas
Kedokteran UGM/RS Dr.Sardjito
Hartanto Hanadi, 2004. Keluarga Berencana
Dan Kontrasepsi, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Hasan. I. 2004. Analisa Penelitian dengan
Statistik. Jakarta: Bumi Aksara
Narendra, M. B., dkk. 2002. Tumbuh
Kembang Anak Dan Remaja. Jakarta:
Sagung Seto.
Nursalam. 2008. Konsep & Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
---------. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi
dan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Notoatmodjo Soekidjo. 2007. Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku: Rineka
Cipta
---------.
2010.
Metode
Penelitian
Kesehatann. Jakarta: Rineka Cipta.
Rossita Dewi, Siambary, 2009. Hubungan
Sikap dan Keaktifan
Ibu
dalam
Menstimulasi dengan Perkembangan
Anak
Balita.
http://skripsostikes.wordpress.com/2009/
05703/ikpiii46/ (diakses 26 Maret 2012)
Dasar.
Arikunto, Suharsimi, 2003. Metodologi
penelitian. Adi Mahasatya, Jakarta.
Darsana . 2012.
http://darsananursejiwa.blogspot.com/20
12/01/ubungan-stimulas-kecerdasanmultipel.html. (diakses tanggal 20 Maret
2012)
Sudijono, Anas. 2006. Pengantar Statistik
Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
72
Soegiyono. 2005. Statistika Untuk Penelitian.
Bandung: CV Alvabeta.
Soetjiningsih. 2002. Tumbuh
Anak. Jakarta: EGC
Kembang
DepKesRI. 2005. Pedoman Pelaksanaan
Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang Anak. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Suharni. 2011. Hubungan Pemberian
Stimulasi
Dengan
Pencapaian
Perkembangan Pada Balita 6-18 Bulan.
Karya Tulis Ilmiah. Program Studi DIII
Kebidanan Kampus Magetan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Surabaya.
---------. 2007. Pedoman Pelaksanaan
Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini
Supartini, Yani. 2004. Konsep Dasar
Keperawatan Anak. Jakarta. EGC.
135
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
ISSN: 2086-3098
PENDAHULUAN
Latar Belakang
EKSTRAK DAUN SIRSAK DAN DAUN
TEMBAKAU SEBAGAI INSEKTISIDA
NABATI PENGENDALI LALAT
Djoko Windu P. Irawan
(Prodi Kesehatan Lingkungan Magetan,
Poltekkes Kemenkes Surabaya)
Denok Indraswati
(Prodi Kesehatan Lingkungan Magetan,
Poltekkes Kemenkes Surabaya)
ABSTRAK
Latar Belakang: Tingginya populasi Musca
domestica (lalat rumah) meningkatkan resiko
bagi
masyarakat
terhadap
penularan
penyakit yang diakibatkan oleh vektor
tersebut. Pengendalian lalat paling banyak
digunakan insectisida kimia. Akan tetapi
penggunaan insectisida kimia yang kurang
tepat dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan, membunuh organisme bukan
sasaran dan menyebabkan resistensi vektor.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan menganalisa
efektifitas dan perbedaan pengaruh antar
variasi dosis campuran ekstrak daun sirsak
dan daun tembakau sebagai insectisida
nabati dalam mengendalikan lalat Musca
domestica. Metode: Sampel daun sirsak
diambil
dari
perkebunan
masyarakat
Kabupaten Magetan dan daun tembakau
diambil dari Kabupaten Bojonegoro Jawa
Timur. Penelitian dilakukan dalam 4 tahap
yaitu : a. Pengambilan sample. b. Ekstraksi
daun. c. Aklimatisasi lalat Musca domestica.
d. Uji hayati. Variabel penelitian adalah
angka kematian lalat Musca domestica
selama masa penyemprotan 30 menit. Data
yang terkumpul dianalisis dengan metode
Analisis Varian (ANOVA) dan Metode Tukey.
Dilakukan pada bulan Juni sampai dengan
Nopember
2009.
Hasil:
Konsentrasi
kelompok E (perbandingan daun sirsak 50
gram drngan daun tembakau 50 gram)
paling efektif dan terdapat perbedaan
pengaruh yang signifikans antar variasi
konsentrasi.
Kata Kunci: Insektisida Nabati, Musca
domestica.
136
Jenis lalat Musca domestica (lalat rumah)
tersebar merata di berbagai penjuru dunia,
beberapa penyakit yang ditularkan melalui
makanan oleh lalat ini seperti disentri,
kholera, typhoid, diare, gatal-gatal pada kulit.
Penularan terjadi secara mekanis, kulit tubuh
dan kaki-kaki lalat yang kotor merupakan
tempat
menempelnya
mikroorganisme
penyakit perut kemudian hinggap pada
makanan. Lalat dapat membawa kuman dari
sampah atau kotorannya pada makanan dan
menimbulkan penyakit bawaan makanan.
Lalat membawa bakteri pada tubuh dan kakikakinya, sewaktu lalat menikmati makanan
akan mencemari makanan melalui cairan
yang dikeluarkan oleh makanan yang
dicerna dan masuk kembali ke dalam
permukaan
makanan.
Lalat
dapat
membuang kotoran di atas makanan,
sehingga makanan menjadi tercemar oleh
telur atau larva lalat, ada juga gangguan
kenyamanan merusak pemandangan geli /
jijik, menimbulkan tidak nyaman akhirnya
nafsu makan berkurang, dari segi estetika
terkesan jorok. Populasinya sangat mudah
berkembang, khususnya di lingkungan
tempat pembuangan sampah, tempat-tempat
umum, tempat penjualan makanan dan
minuman dan di lingkungan perumahan
sehingga berbahaya bagi kelangsungan
kesehatan masyarakat.
Upaya pencegahan dan pembasmian
lalat harus terus dilakukan sebab jika lalai
dan dibiarkan dalam penanganannya,
dikhawatirkan penyakit yang dibawa lalat ini
bisa menjadi bencana bagi masyarakat,
mengingat sifat lalat suka berpindah-pindah
dari satu tempat ke tempat lainnya, serta
sulit dilakukan pembasmiannya jika tidak
dilakukan secara serentak dan mengikuti
aturan yang ada.
Pada umumnya masyarakat masih sering
mengambil
jalan
pintas
dalam
pembasmiannya memilih/ menggunakan
insectisida kimia. Seiring dengan tingginya
penggunaan
insektisida,
disisi
lain
insectisida sebagai indikator pembawa
dampak lingkungan yang membahayakan.
World Health Organization (WHO) / Badan
Perserikatan
Bangsa-Bangsa
(PBB)
memperkirakan hampir 500 ribu - 1 juta
orang di dunia telah keracunan insectisida
setiap tahunnya, sekitar 5 - 10 ribu orang
diantaranya mengalami penderitaan fatal,
timbulnya bahaya kanker dan dari 45 ribu
sampel air sumur gali 11 ribu diantaranya
beraroma
insectisida.
Fakta
tersebut
membuka wawasan betapa penggunaan
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian eksperimen sungguhan
(True
Experiment),
mengungkapkan
hubungan sebab akibat dengan cara
melibatkan kelompok kontrol di samping
137
Pre Test
T1
Perlakuan
X
Post Test
T2
Keterangan:
T1= Jumlah lalat sebelum diberi perlakuan.
X= Proses masuknya ekstrak daun sirsak
dengan daun tembakau ke dalam tubuh
lalat, dengan konsentrasi yang sudah
ditentukan.
T2= Jumlah lalat sesudah diberi perlakuan.
Variabel bebas adalah konsentrasi dosis
ekstrak daun sirsak dengan daun tembakau.
Konsentrasi/ variasi dosis yaitu :
Tabel 2. Konsentrasi / Variasi dosis ekstrak
daun sirsak dengan daun tembakau
A
Perbandingan
daun (gram)
Perlakuan
pada lalat
Tembakau
Tujuan
umum
penelitian
adalah
mengembangkan alternatif bahan insectisida
yang efektif dan efisien serta ramah
lingkungan
dengan
memanfaatkan
campuran ekstrak daun sirsak (Annona
muricata Linn) - Famili Annonaceae dan
daun tembakau (Nicotiana tabacum Linn) –
Famili Solanaceae untuk mengendalikan
lalat Musca domestica.
Tujuan khusus penelitian adalah: a)
menganalisa efektifitas campuran ekstrak
daun sirsak dengan daun tembakau sebagai
insectisida, b) menentukan perbedaan
pengaruh antar variasi dosis campuran
ekstrak daun sirsak dengan daun tembakau.
Tabel 1. Desain Penelitian
Sirsak
Tujuan Penelitian
kelompok eksperimen yang dipilah dengan
menggunakan teknik acak.
Lokasi penelitian adalah: a) Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Obat dan Obat Tradisional
(B2P2OT) Tawangmangu, Karanganyar,
Surakarta, Jawa Tengah sebagai tempat
analisa laboratorium kandungan bahan aktif
dan pembuatan ekstrak daun sirsak dengan
daun tembakau, b) Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Vektor dan Reservoir
Penyakit (B2P2VRP), Salatiga, Jawa Tengah
sebagai tempat mengembangbiakan lalat
sekaligus mengaplikasikan efektifitas ekstrak
daun sirsak dengan daun tembakau sebagai
insectisida nabati
Desain penelitian yang digunakan adalah
One Group Pre Test – Post Test.
Kelompok
insectisida kimia menjadi bumerang dan
momok bagi lingkungan hidup, khususnya
kesehatan manusia.
Untuk mengurangi dampak negatif perlu
diupayakan alternatif yang bisa dianggap
cocok sebagai pengganti. Sudah tiba
saatnya memasyarakatkan insectisida nabati
yang ramah lingkungan. Secara umum
insectisida nabati diartikan sebagai suatu
insectisida yang bahan dasarnya berasal
dari tumbuhan. Oleh karena terbuat dari
bahan alami/ nabati maka jenis insectisida ini
bersifat mudah terurai (biodegradable) di
alam sehingga tidak mencemari lingkungan
dan relatif aman bagi manusia dan ternak,
karena residunya mudah hilang. Insectisida
nabati bersifat pukul dan lari (hit and run)
yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh
vektor pada waktu itu dan setelah vektornya
terbunuh maka residunya akan cepat
menghilang di alam. Dengan demikian
lingkungan akan terbebas dari residu
insectisida
dan
aman
digunakan.
Penggunaan insectisida nabati dimaksudkan
bukan
untuk
meninggalkan
dan
mengganggap tabu penggunaan insectisida
sintetis, tetapi merupakan cara alternatif
dengan tujuan pengguna tidak hanya
tergantung kepada insectisida sintetis.
Daun Sirsak (Annona muricata Linn) Famili Annonaceae mengandung senyawa
bioaktif Acetogenin, sedangkan daun
Tembakau (Nicotiana tabacum Linn) – Famili
Solanaceae mengandung senyawa bioaktif
Nicotin, diharapkan dari kedua bahan pokok
ini dapat mengendalikan jenis lalat Musca
domestica.
ISSN: 2086-3098
-
-
B
tidak
disemprot
disemprot
5
50
C
disemprot
15
50
D
disemprot
25
50
E
disemprot
50
50
F
disemprot
50
5
G
disemprot
50
15
H
disemprot
50
25
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
138
memakan waktu lebih kurang 7 hari,
0
hidup normal pada suhu 32,2 C,
kelembaban relatif 42%-55%. Lalat
dewasa tubuhnya terdiri dari tiga
bagian yaitu kepala, dada dan perut.
4. Uji hayati di Laboratorium B2P2VRP
Salatiga, Jawa Tengah.
HASIL PENELITIAN
Determinasi tumbuhan adalah:
1. Tumbuhan sirsak : daun tunggal, bulat
telur atau lanset, ujung runcing, tepi rata,
panjang antara 6-18 cm, lebar 2-6 cm
dan berwarna hijau kekuningan.
2. Tumbuhan Tembakau : daun tunggal,
berbulu, bulat telur, tepi rata, ujung
runcing, pangkal tumpul, panjang 20-50
cm dan lebar 5-30 cm.
Hasil analisa laboratorium bahan aktif
residu daun sirsak mengandung: Asimisin,
Bulatacin, Squamosin.
Hasil analisa laboratorium bahan aktif
residu
daun
tembakau
mengandung:
Anabarine,
Anatobine,
Myosinine,
Nocotinoid, Nicotelline, Nicotine, Nicotyrine,
Norcotine, Piperidine, Pirrolidine.
Hasil 30 kali pengukuran terhadap
beberapa parameter adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Pengukuran
Parameter-Parameter
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
pH ektrak daun
sirsak
difermentasi
Suhu ektrak
daun sirsak
difermentasi
pH ektrak daun
tembakau
difermentasi
Suhu ektrak
daun tembakau
difermentasi
pH ektrak daun
sirsak dengan
daun tembakau
difermentasi
Suhu ektrak
daun sirsak
dengan daun
tembakau
difermentasi
Suhu udara
Kelembaban
udara
7,3
8,0
Daerah
penelitian
Sesudah
No
Sebelum
Rerata hasil pengukuran selama 30
hari
Parameter
Variabel terikat adalah kematian lalat
Musca domestica, variabel intervening
adalah proses masuknya ekstrak daun sirsak
dengan daun tembakau ke dalam tubuh lalat,
dan variabel kontrol adalah makanan (sisa
makan, sayuran, daging, buah dan lain-lain),
air, temperatur/suhu udara, sinar matahari,
angin, tempat istirahat, pH, umur lalat Musca
domestica, waktu kontak dan kelembaban.
Jalan Penelitian dirinci sebagai berikut:
1. Pengambilan sampel daun
Sampel daun sirsak diambil dari
perkebunan
masyarakat
Kabupaten
Magetan dan daun tembakau diambil dari
Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur.
2. Ekstraksi daun dengan cara Maserasi
dilakukan di Laboratorium B2P2OT
Tawangmangu, Karanganyar, Surakarta.
3. Aklimatisasi lalat Musca domestica.
Siklus
hidup
lalat
mengalami
metamorphosa sempurna melalui 4
(empat) tahapan yaitu: telur, larva,
kepompong (pupa) dan dewasa. Pada
penelitian ini lalat betina Musca
domestica yang dijadikan sampel uji
berumur 4-20 hari dikembangbiakan di
Laboratorium B2P2VRP Salatiga.
1). Telur lalat berbentuk oval, berwarna
putih, panjang 0,1 cm. Sekali bertelur
75-150 butir. Telur diletakkan dalam
sangkar berisi bahan organik lembab
atau basah, kotoran hewan, sampah
tumbuhan atau sayuran membusuk,
tidak
langsung
terkena
sinar
matahari, menetas selama 8-30 jam,
0
temperatur 30-35 C.
2). Larva. Terdapat 3 (tiga) tingkatan,
Tingkat 1: telur baru menetas, disebut
instar I berukuran panjang 2 mm,
berwarna putih, tidak bermata dan
berkaki, amat aktif dan rakus
terhadap makanan, setelah 1-4 hari
melepas kulit, keluar instar II. Tingkat
2: ukuran besarnya 2 kali instar I,
sesudah satu sampai beberapa hari
kulit mengelupas keluar instar III.
Tingkat 3: larva berukuran 12 mm
atau lebih, memakan waktu 3-9 hari,
0
temperatur 30-35 C.
3). Kepompong (pupa). Lama stadium
berlangsung 2-8 hari, tergantung
pada temperatur, pupa berbentuk
bulat lonjong dengan warna coklat
hitam, dengan panjang kurang lebih 5
mm, mempunyai selaput luar yang
keras disebut chitine. Di bagian
depan terdapat spiracle yang berguna
untuk menentukan jenisnya.
4). Lalat Dewasa. Merupakan stadium
terakhir yang berujud lalat. Dari
bentuk
telur
menjadi
dewasa
ISSN: 2086-3098
290C 300C
8,1
8,2
290C 300C
7,7
8,1
290C 300C
290C
75%
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
ISSN: 2086-3098
Hasil 30 kali pengamatan Lalat Musca
domestica selama diaklimatisasi adalah:
Hasil 30 kali intervensi terhadap Lalat
Musca domestica selama disemprot.
Tabel 4. Lalat Musca domestica
Selama Diaklimatisasi.
Tabel 5. Kematian Lalat Musca domestica
Setelah Disemprot Ektrak Daun Sirsak dan
Setelah Disemprot Ektrak Daun Tembakau.
D
E
F
G
H
1
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
6
0
0
0
0
0
0
0
0
7
0
0
0
0
0
0
0
0
8
0
0
0
0
0
0
0
0
9
0
0
0
0
0
0
0
0
10
0
0
0
0
0
0
0
0
11
0
0
0
0
0
0
0
0
12
0
0
0
0
0
0
0
0
13
0
0
0
0
0
0
0
0
14
0
0
0
0
0
0
0
0
15
0
0
0
0
0
0
0
0
16
0
0
0
0
0
0
0
0
17
0
0
0
0
0
0
0
0
18
0
0
0
0
0
0
0
0
19
0
0
0
0
0
0
0
0
20
0
0
0
0
0
0
0
0
21
0
0
0
0
0
0
0
0
22
0
0
0
0
0
0
0
0
23
0
0
0
0
0
0
0
0
24
0
0
0
0
0
0
0
0
25
0
0
0
0
0
0
0
0
26
0
0
0
0
0
0
0
0
27
0
0
0
0
0
0
0
0
28
0
0
0
0
0
0
0
0
29
0
0
0
0
0
0
0
0
30
0
0
0
0
0
0
0
0
Rata-rata
0
0
0
0
0
0
0
0
139
Residu daun
tembakau
C
Residu daun
sirsak
B
Kontrol
A
Lalat Musca domestica
yang mati ( ekor )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
2
1
3
1
1
1
1
1
2
0
1
1
2
2
1
3
2
3
1
1
2
2
1
1
2
2
2
1
2
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
Rata rata
Percobaan
ke
Percobaan ke
Lalat yang tidak aktif
0
2
0
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
ISSN: 2086-3098
Hasil 30 kali intervensi Lalat Musca
domestica selama disemprot bahan uji.
Lalat Musca domestica yang
mati ( ekor )
A
B
C
D
E
F
G
H
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
2
2
2
3
2
3
2
3
3
3
2
3
3
1
2
2
2
2
2
2
3
2
2
4
3
3
2
2
3
4
5
3
3
3
3
3
4
3
4
3
3
3
4
3
3
3
4
4
4
5
4
5
4
5
5
5
4
4
4
5
6
4
6
5
5
5
4
4
4
5
5
6
6
5
6
5
6
7
7
6
6
6
6
7
6
6
6
4
5
8
9
7
8
8
8
10
9
7
8
7
7
8
9
9
10
10
9
10
9
7
9
10
8
10
9
8
9
7
7
4
4
2
4
4
3
3
3
2
4
2
2
3
3
3
3
4
3
4
3
3
4
4
3
3
3
3
3
2
2
4
5
4
4
4
4
5
4
3
4
2
3
4
4
4
4
4
4
5
4
3
4
4
3
4
5
4
4
3
2
6
6
5
6
6
6
7
7
6
6
6
4
5
6
6
6
7
6
6
7
5
6
6
4
5
7
6
6
4
4
Rata-Rata
Percobaan ke
Tabel 6. Kematian Lalat Musca domestica
Setelah Disemprot dengan Ektrak
Campuran Daun Sirsak dan Daun
Tembakau.
0
2
4
5
9
3
4
6
Tabel 7. Persentase Keberhasilan
Penggunaan Ektrak Campuran Daun Sirsak
dan Daun Tembakau
140
Terhadap Lalat Musca domestica.
Percobaan
ke
A
Persentase keberhasilan ( % )
B
F
G
H
1
0
20 40 50 80 40
40
60
2
0
20 50 60 90 40
50
60
3
0
20 30 40 70 20
40
50
4
0
20 30 60 80 40
40
60
5
0
30 30 50 80 40
40
60
6
0
20 30 50 80 30
40
60
7
0
30 30 50 100 30
50
70
8
0
20 40 40 90 30
40
70
9
0
30 30 40 70 20
30
60
10
0
30 40 40 80 40
40
60
11
0
30 30 50 70 20
20
60
12
0
20 30 50 70 20
30
40
13
0
30 30 60 80 30
40
50
14
0
30 40 60 90 30
40
60
15
0
10 30 50 90 30
40
60
16
0
30 30 60 100 30
40
60
17
0
20 30 50 100 40
40
70
18
0
20 40 60 90 30
40
60
19
0
20 40 70 100 40
50
60
20
0
20 40 70 90 30
40
70
21
0
20 50 60 70 30
30
50
22
0
10 40 60 90 40
40
60
23
0
30 50 60 90 40
40
60
24
0
20 40 60 80 30
30
40
25
0
40 50 70 100 30
40
50
26
0
30 50 60 90 30
50
70
27
0
30 50 60 80 30
40
60
28
0
20 40 60 90 30
40
60
29
0
20 40 40 70 20
30
40
30
0
30 40 50 70 20
20
40
Rata-Rata
0
24 38 55 86 31
38
58
C
D
E
Untuk membuktikan hipotesis digunakan
analisis varian satu arah (One Way Anova),
diperoleh angka signifikans (0,000) setelah
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
dibandingkan dengan harga
(0,05)
harganya lebih kecil, jadi ada perbedaan
yang signifikans (bermakna). Karena ada
perbedaan yang signifikans (bermakna)
maka dilanjutkan uji beda (Tukey) untuk
mengetahui konsentrasi yang berbeda dari 7
kelompok konsentrasi .
Tabel 8. Perbedaan Kelompok Konsentrasi
Sirsak
Tembakau
No
Kelompok
Perbandingan
daun (gram)
Berbeda dengan
kelompok
1 A
---
---
---
2 B
5
50
C,D,E,F,G,H
3 C
15
50
B,D,E,F,H
4 D
25
50
B,C,E,F,G
5 E
50
50
B,C,D,F,G,H
6 F
50
5
B,C,D,E,G,H
7 G
50
15
B,D,E,F,H
8 H
50
25
B,C,E,F,G
Konsentrasi kelompok: D dengan H tidak
ada perbedaan, C dengan G tidak ada
perbedaan.
PEMBAHASAN
Binatang coba (Lalat Musca domestica).
Lalat dalam hidupnya sangat tergantung
pada ketersediaan makanan, suhu dan
kelembaban. Lalat dewasa sangat aktif
makan sepanjang hari, aktifitas optimal pada
0
0
suhu 21 C, pada suhu dibawah 7,5 C lalat
0
tidak aktif, suhu diatas 45 C lalat mati. Pada
0
saat aklimatisasi suhu terendah adalah 27 C
0
dan tertinggi 30 C, sehingga meskipun tidak
pada suhu optimumnya untuk beraktifitas,
suhu ini tidak berpengaruh terhadap
kematian lalat. Untuk Kelembaban relatif:
70–78%, kelembaban yang paling sesuai
adalah 42%-55%. Hasil akhir dari proses
aklimatisasi 2 hari (48 jam) terhadap lalat
Musca domestica tidak ada lalat yang mati.
Hasil analisa laboratorium daun sirsak
mengandung bahan alkaloid, senyawa yang
bersifat bioaktif disebut Acetogenin terdiri
dari Asimisin, Bulatacin dan Squamosin. pHnya 7,3 setelah difermentasi 2 hari (48 jam)
kandungan pH-nya 8,0 kondisi ini tidak
141
ISSN: 2086-3098
mempengaruhi kehidupan lalat. Suhu
0
ekstrak sebelum difermentasi 29 C dan
0
setelah difermentasi menjadi 30 C, kondisi
ini memenuhi syarat bagi kehidupan lalat
Musca
domestica.
Saat
dilakukan
penyemprotan
terhadap
lalat
Musca
domestica hasilnya kurang memuaskan, dari
10 lalat Musca domestica rata-rata yang mati
sebanyak 2 ekor. Kematian ini disebabkan
bahwa senyawa-senyawa acetogenin dari
tumbuhan sirsak bersifat anti feedant bagi
serangga, sehingga serangga tidak mau
makan. Senyawa-senyawa acetogenin ini
bersifat sitotoksik sehingga menyebabkan
kematian sel.
Hasil laboratorium menunjukkan bahwa
daun tembakau mengandung bahan aktif
disebut Nicotin terdiri dari: Anabarine,
Anatobine,
Myosinine,
Nocotinoid,
Nicotelline, Nicotine, Nicotyrine, Norcotine,
Piperidine. pH sebesar 8,1 setelah
difermentasi 48 jam kandungan pH-nya 8,2.
0
Suhu sebelum difermentasi 29 C dan
0
setelah difermentasi 30 C. Saat dilakukan
penyemprotan
terhadap
lalat
Musca
domestica hasilnya juga kurang memuaskan,
dari 10 lalat yang disemprot tidak ada yang
mati. Hal ini dikarenakan ekstrak daun
tembakau berfungsi sebagai bahan repellent.
Untuk daun sirsak dan daun tembakau,
0
selama penelitian rata-rata: Suhu 29 C,
Kelembaban 75% dan pH 7,7 setelah
difermentasi kandungan pH 8,1. Suhu
0
sebelum difermentasi 29 C dan setelah
0
difermentasi menjadi 30 C. Saat dilakukan
penyemprotan
terhadap
lalat
Musca
domestica hasilnya cukup memuaskan, yaitu
untuk konsentrasi kelompok: B rata-rata lalat
yang mati 2 ekor, prosentase keberhasilan
24%. C rata-rata lalat yang mati 4 ekor,
prosentase keberhasilan 38%. D rata-rata
lalat yang mati 5 ekor, prosentase
keberhasilan 55%. E rata-rata lalat yang
mati: 9 ekor, prosentase keberhasilan 86%.
F rata-rata lalat yang mati 3 ekor, prosentase
keberhasilan 31%. G rata-rata lalat yang
mati 4 ekor, prosentase keberhasilan 38%. H
rata-rata lalat yang mati 6 ekor, prosentase
keberhasilan 58%. Pada umumnya variasi
campuran ekstrak daun sirsak dan daun
tembakau setelah dicampur sama-sama
mempunyai kesempatan yang efektif dapat
membunuh lalat, hal ini dapat terjadi karena
ekstrak daun sirsak merupakan bahan
sinergist terhadap ekstrak daun tembakau
yaitu bahan yang satu dapat meningkatkan
aktifitas bahan yang lain. Variasi konsentrasi
kelompok E efektif dalam membunuh lalat
Musca domestica.
Hasil uji One Way Anova membuktikan
adanya
perbedaan
yang
signifikans
(bermakna). Konsentrasi kelompok: D
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
dengan H tidak ada perbedaan, C dengan G
tidak ada perbedaan.
ISSN: 2086-3098
Novizan, 2002, Membuat dan memanfaatkan
Pestisida Ramah lingkungan, Jakarta,
Agro Media Pustaka.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Campuran ekstrak daun sirsak dengan
daun tembakau cukup efektif sebagai
insectisida nabati dalam mengendalikan
lalat.
2. Konsentrasi kelompok E mempunyai
pengaruh
yang
kuat
dalam
mengendalikan lalat Musca domestica,
kemudian diikuti konsentrasi kelompok H,
D, C, G, F dan B.
3. Terdapat perbedaan pengaruh yang
signifikans
antara
variasi
dosis/
konsentrasi campuran ekstrak daun
sirsak dan daun tembakau dalam
mengendalikan lalat Musca domestica.
Romaser WS, 1973, The
Entomology, New York,
Publishing Ico. Inc.
Science of
Mac Milan,
Syamsuhidayat, dkk, 1996, Inventaris
Tanaman Obat Indonesia, Jakarta,
Dep.Kes RI.
SARAN.
Perlu diteliti lebih lanjut tentang
prosentase zat-zat aktif yang terkadung
dalam ekstrak : daun sirsak, daun tembakau,
campuran daun sirsak dan daun tembakau.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1986, Pestisida untuk Pertanian dan
Kehutanan,
Jakarta,
Ditjend
Perlindungan
Tanaman
Pangan,
Departemen Pertanian.
Basrin Madry, 1994, Pedoman Pengenalan
Pestisida, Jakarta, Dirjen Perkebunan,
Direktorat Bina Perlindungan Tanaman
Perkebunan.
Departemen Kehutanan RI, 1987, Tumbuhan
Berguna Indonesia, Jakarta, Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Kehutanan.
Kasumbogo Untung, 1984, Pengantar
Analisis Pengendalian Hama Terpadu,
Yogyakarta Andi Offset.
Mangun Diharja, 1970, Ilmu Hama Khusus
Tanaman Keras, Yogyakarta, Yayasan
Pembina Fakultas Pertanian, Universitas
Gajah Mada.
Natson TF, L More an G.W war., 1975,
Partical
Insect
Management,
San
Francisco, MH Fiseman and Co.
142
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
ISSN: 2086-3098
PENDAHULUAN
HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI
DENGAN KETERATURAN
ANTENATAL CARE PADA IBU HAMIL
TRIMESTER III
Feni Sulistyaningsih
(Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk)
Agung Suharto
(Prodi Kebidanan Magetan,
Poltekkes Kemenkes Surabaya
N. Surtinah
(Prodi Kebidanan Magetan,
Poltekkes Kemenkes Surabaya)
ABSTRAK
Latar belakang: Perawatan kehamilan
sangat penting untuk dilakukan oleh ibu
hamil, selama kehamilannya mulai TM I
sampai dengan TM III. Tetapi di Desa
Kutorejo Kec. Bagor Kab. Nganjuk cakupan
K4 hanya 70,96% dari target 90%. Dari
keterangan di atas hal ini perlu diadakan
penelitian lebih lanjut. Kurangnya dukungan
suami dalam melakukan ANC disebabkan
oleh suami sibuk bekerja sehingga tidak
mempunyai waktu untuk mengantarkan ibu
melakukan ANC. Tujuan: Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui hubungan
dukungan suami dengan keteraturan ANC
pada ibu hamil trimester III di BPS Ny. F
Metode: Desain penelitian ini adalah analitik
dengan pendekatan studi cross sectional.
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu
hamil trimester III yang bersedia diteliti
sejumlah 20 orang dengan sampel 20 orang
yang diambil berdasarkan teknik total
sampling. Pengumpulan data menggunakan
kuesioner
(angket)
serta
lembar
pengumpulan data (lembar observasi)
kemudian dianalisis dengan menggunakan
uji Fisher’s
Exact Test dengan tingkat
signifikan = 0,05. Hasil: Berdasarkan hasil
pengolahan
data
dukungan
suami,
keteraturan ANC dan hubungan dukungan
suami dengan keteraturan ANC pada ibu
hamil trimester III didapatkan = 0,032 maka
Ho ditolak, H1 diterima, dan koefisien
korelasi = 0,924. sehingga ada hubungan
sangat kuat antara kedua variabel.
Simpulan: Terdapat hubungan sangat kuat
antara dukungan suami dengan keteraturan
antenatal care pada ibu hamil trimester III.
Saran: Suami lebih meningkatkan dukungan
kepada ibu khususnya suami ada waktu
untuk mengantarkan pada saat ANC.
Kata kunci: dukungan suami, keteraturan,
antenatal care
143
Latar Belakang
Antenal care adalah perawatan yang
dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu
dan janin secara berkala, yang diikuti
dengan
upaya
koreksi
terhadap
penyimpangan yang ditemukan. Perawatan
kehamilan dapat mendeteksi faktor risiko
sejak sebelum konsepsi terjadi. Keteraturan
ibu hamil melakukan antenatal care sangat
dipengaruhi oleh dukungan suami misalnya
mengantarkan
ibu
dalam
melakukan
pemeriksaan kehamilan, mempersiapkan
penolong persalinan, memilih tempat dan
tenaga
kesehatan
dalam
melakukan
antenatal care, mengingatkan ibu untuk
minum
obat
dan
mempersiapkan
perlengkapan bayi dan ibu menjelang
persalinan (Suririnah, 2008).
Menurut Saifuddin (2008) pada tanggal
12
Oktober
2000
Presiden
RI
mencanangkan Making Pregnancy Safer
sebagai strategi sektor kesehatan yang
bertujuan mempercepat penurunan AKI dan
AKB. Dalam rencana strategi nasional
Making Pregnancy Safer di Indonesia 20012010 oleh Depkes, tahun 2000 telah
mengacu tujuan global MPS, mencatat AKI
pada tahun 2010 226/100.000 kelahiran
hidup, AKB 35,32/1000 kelahiran hidup.
Sedangkan target pemerintah
yaitu 1)
menurunkan AKI sebesar 75% pada tahun
2015 menjadi 115/100.000 KH dan 2)
menurunkan AKB menjadi kurang dari
35/1.000 KH pada tahun 2015. Walaupun
angka kematian ibu dan kematian bayi
mengalami penurunan, tetapi angka tersebut
masih tergolong tinggi. Penyebab kematian
ibu, sesuai penelitian beberapa pihak, paling
banyak adalah akibat perdarahan, dan
penyebab tidak langsung lainnya seperti
terlambat mengenali tanda bahaya karena
tidak mengetahui kehamilannya dalam risiko
yang cukup tinggi, terlambat mencapai
fasilitas untuk persalinan, dan terlambat
untuk mendapatkan pelayanan. Hal tersebut
diatas merupakan akibat dari kurangnya
pemeriksaan antenatal yang dilakukan oleh
ibu hamil.
Gambaran
persentase
cakupan
pelayanan K1 di Kabupaten Nganjuk pada
tahun 2010 sebesar 18.818 atau 96%,
sedangkan cakupan K4 adalah sebesar
18.309 atau 84,45% (Dinkes Nganjuk, 2010).
Untuk kecamatan Bagor cakupan pelayanan
K1 1046 (102%), sedangkan cakupan K4
917 (90,25%). Dari data PWS KIA
Puskesmas Kec.Bagor dijelaskan sebagai
berikut :Pada tahun 2010 didesa Kutorejo
pencapaian K1 33 orang (106%), sedangkan
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
K4 22 orang (70,96%) dari target 95%. Dari
keterangan di atas hal ini perlu diadakan
penelitian lebih lanjut.
Menurut Wiknjosastro, (2008) upaya
yang sudah dilakukan untuk meningkatkan
keteraturan antenatal care antara lain 1).
Menciptakan suasana nyaman dan aman
bagi pasien, 2). Menimbulkan rasa saling
percaya diantara pasien dan petugas
kesehatan, 3). menghormati hak pasien,
membantu, dan memperhatikan.
Menurut Niven Neil (2002), faktor yang
mempengaruhi keteraturan Antenatal Care
pada ibu hamil trimester III yaitu Pendidikan,
Status ekonomi, Akomodasi, Modifikasi
faktor lingkungan dan sosial, Perubahan
model terapi, meningkatkan profesional
kesehatan dengan klien, menurut Kurniawan
(2008) faktor-faktor yang mempengaruhi
dukungan suami, Kelas sosial, Bentuk
Keluarga,
Latar
Belakang
Keluarga
(kesadaran dan kebiasaan keluarga, sumber
daya keluarga, siklus keluarga).
Adapun rumusan masalah penelitian ini
adalah apakah ada hubungan dukungan
suami dengan keteraturan Antenatal Care
pada ibu hamil trimester III di BPS Ny. F
Desa Kutorejo Kecamatan Bagor Kabupaten
Nganjuk.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian analitik. Peneliti
ingin meneliti hubungan antara dukungan
suami dengan keteraturan Antenatal Care
pada ibu hamil trimester III.
Rancangan penelitian yang digunakan
adalah cross sectional yaitu jenis penelitian
yang
menekankan
pada
waktu
pengukuran/observasi
data
variabel
independen dan dependen dinilai secara
simultan pada suatu saat (Nursalam 2003).
Penelitian ini dilakukan di BPS Ny.F
Desa Kutorejo Kecamatan Bagor Kabupaten
Nganjuk. Waktu penelitian ini akan
dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai
dengan Juli 2011.
Pada penelitian ini populasinya adalah
semua ibu hamil di BPS Ny.F Kecamatan
Bagor Kabupaten Nganjuk sejumlah 20 ibu
hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan
ekslusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini
yaitu: 1) Ibu hamil trimester III di desa
Kutorejo, 2) Bersedia menjadi responden, 3)
Ibu hamil trimester III periksa di bidan F, 4)
Tidak ada hambatan secara psikologis.
Sedangkan kriteria ekslusi dalam penelitian
ini adalah: 1) Ibu hamil trimester III yang
tidak bersedia menjadi responden, 2) Ibu
hamil trimester III yang mempunyai
144
ISSN: 2086-3098
gangguan psikologis, 3) Ibu hamil trimester
III yang bepergian keluar kota.
Pada penelitian ini sampelnya adalah
semua ibu hamil trimester III di BPS Ny.F
Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk
sejumlah 20 ibu hamil maka pengambilan
sampel secara total populasi.
Variabel penelitian adalah sesuatu yang
digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran
yang dimilki atau didapatkan oleh satuan
penelitian
tentang
sesuatu
konsep
pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2005),
meliputi: 1) Variabel Independent yaitu
dukungan suami; dan 2) Variabel Dependent
yaitu keteraturan antenatal care pada ibu
hamil trimester III.
Definisi operasional dalam penelitian ini
dilihat dari variabel independent yaitu
dukungan suami yang didapat dari jawaban
responden tentang bantuan / support yang
diberikan oleh suami antara lain: informasi,
kontrol, perhatian suami, komunikasi,
perhatian kesehatan, membantu diet, olah
raga jalan pagi, memandikan dan memotong
kuku dan relaksasi. Dengan kriteria penilaian
apabila suami mendukung maka jawaban
responden >50-100% dan bila suami tidak
mendukung maka jawaban 0-≤ 50 %. Dilihat
dari variabel dependen yaitu keteraturan
antenatal care pada ibu hamil trimester III
yang didapat dari pemeriksaan kehamilan
yang dilakukan secara berkala selama
kehamilan dari trimester I sampai dengan
trimester III. Kriteria teratur : ANC 4 kali
dengan distribusi:TM 1 = 1 x, TM 2 = 1 x,
TM 3 = 2 x atau 3 – 4 x, kriteria tidak teratur
jika bumil sampai TM III ANC tidak
memenuhi kriteria diatas atau < 3 x.
Teknik dan instrumen pengumpulan data
dilakukan setelah mendapatkan ijin dari
Akademik kemudian peneliti mengadakan
pendekatan dengan responden untuk
mendapatkan persetujuan dari responden
sebagai subjek penelitian. Cara pengambilan
data dengan menggunakan kuesioner yang
dibagikan kepada responden. Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner tertutup yaitu
kuesioner yang sudah disediakan jawabanya
sehingga responden tinggal memilih. Untuk
dukungan suami menggunakan kuesioner,
sedangkan keteraturan antenatal care
menggunakan buku KIA dengan cara
mengutip atau menyalin.
Teknik pengolahan dan analisis data
dilakukan setelah data terkumpul, maka
dilakukan pengolahan data melalui tahapan
Editing, Coding, dan Tabulasi. Analisa data
dilakukan untuk mengetahui hubungan antar
variabel, dilakukan uji statistik Fisher's Exact
Test dengan tingkat signifikan 0,05 dengan
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
in
-la
in
ta
La
-la
in
La
in
a
st
Karakteristik responden berdasarkan
pendidikan
suami
didapatkan
bahwa
sebagian besar suami berpendidikan dasar
sebanyak 12 orang (60%). Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:
80%
60%
40%
20%
0%
60%
30%
10%
ah
ng
i
gg
Tin
ne
Me
r
sa
Karakteristik responden berdasarkan
pekerjaan
suami
didapatkan
bahwa
sebagian besar responden suami bekerja
sebagai Wiraswasta sebanyak 9 orang
(45%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
dalam gambar berikut:
a
sw
Persentase
(%)
5
65
30
100
Gambar 2. Distribusi Pekerjaan Ibu
di Desa Kutorejo Kec. Bagor Kab.Nganjuk
Da
Frekuensi
(f)
1
13
6
20
5%
ira
W
1
2
3
Umur
(Tahun)
20-25
26-30
>30
Total
as
sw
No
ira
W
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Umur Ibu
di Desa Kutorejo Kec. Bagor Kab. Nganjuk
35% 30%
30%
S
PN
Karakteristik responden berdasarkan
umur ibu didapatkan bahwa sebagian besar
ibu berumur 26-30 tahun sebanyak 13 orang
(65%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
dalam tabel berikut:
100%
80%
60%
40%
20%
0%
a
Persentase
(%)
0
40
60
100
Karakteristik responden berdasarkan
pekerjaan ibu didapatkan bahwa sebagian
besar ibu bekerja sebagai wiraswasta
sebanyak 7 orang (35%). Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat dari gambar berikut:
st
Frekuensi
(f)
0
8
12
20
Gambar 1. Distribusi Pekerjaan Suami
di Desa Kutorejo Kec. Bagor Kab.Nganjuk
a
Sw
Umur
(Tahun)
1
20-25
2
26-30
3
>30
Total
No
5%
S
PN
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur Suami
di Desa Kutorejo Kec. Bagor Kab. Nganjuk
40%
15%
a
Karakteristik responden berdasarkan
umur suami didapatkan bahwa sebagian
besar suami responden berumur > 30 tahun
sebanyak 12 orang (60%). Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut:
40%
st
HASIL PENELITIAN
100%
80%
60%
40%
20%
0%
a
Sw
bantuan
program
komputer
untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan antara
variabel bebas dan variabel tergantung yang
berskala nominal dan nominal. Jika ρ < 0,05
maka Ho (hipotesa nol) ditolak, artinya ada
hubungan antara dukungan suami dengan
keteraturan antenatal care pada ibu hamil
trimester III.
Etika dalam penelitian ini adalah: 1)
Informed Consent (Lembar persetujuan); 2)
Anonimity (Tanpa nama); 3) Confidentiality
(Kerahasiaan).
Keterbatasan yang dihadapi waktu yang
pendek,
kemampuan
peneliti
dalam
menganalisa dan kuesioner yang digunakan
tidak diuji validitas dan reliabilitas.
ISSN: 2086-3098
Gambar 3. Distribusi Pendidikan Suami
di Desa Kutorejo Kec. Bagor Kab. Nganjuk
Karakteristik responden berdasarkan
pendidikan ibu didapatkan bahwa sebagian
besar responden berpendidikan Dasar
sebanyak 13 orang (65%). Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:
145
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
80%
60%
40%
20%
0%
65%
ISSN: 2086-3098
Karakteristik keteraturan ANC dalam
penelitian ini didapatkan bahwa sebagian
besar ibu teratur dalam melaksanakan
antenatal care sebanyak 18 orang (90%).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari
gambar berikut:
30%
5%
gi
g
Tin
r
ng
ne
Me
sa
Da
100%
90%
ah
50%
Gambar 4. Distribusi Pendidikan Ibu
di Desa Kutorejo Kec. Bagor Kab.Nganjuk
10%
0%
Teratur
Karakteristik responden berdasarkan
urutan kelahiran anak didapatkan bahwa
sebagian besar ibu melahirkan anak kedua
sebanyak 11 orang (55%). Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat dalam gambar berikut:
60%
40%
20%
0%
55%
20% 15%
10%
at
mp
e
Ke
a
tig
Ke
ua
d
Ke
a
am
rt
Pe
Gambar 5. Distribusi Urutan Kelahiran Anak
di Desa Kutorejo Kec. Bagor Kab. Nganjuk
Karakteristik dukungan suami dari hasil
penelitian didapatkan bahwa sebagian
besar suami mendukung ibu sebanyak 16
orang (80%). Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat dari gambar berikut:
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Gambar 7. Distribusi Keteraturan ANC
di Desa Kutorejo Kec. Bagor Kab.Nganjuk
Dari hasil pengumpulan data tentang
Hubungan
Dukungan
Suami
dan
Keteraturan ANC (Antenatal Care) kemudian
dibuat tabulasi silang, dengan hasil sebagai
berikut: Suami yang mendukung Istrinya
selama kehamilannya dan teraturan untuk
kontrol
sebanyak
16
orang
(80%),
sedangkan suami yang tidak mendukung
istrinya selama kehamilannya tetapi teratur
kontrol selama kehamilannya sebanyak 2
orang (10%), dan suami yang tidak
mendukung selama kehamilannya dan tidak
teratur
kontrol
selama
kehamilannya
sebanyak 2 orang (10%).
Tabel 3. Hubungan antara Dukungan Suami
dengan Keteraturan ANC
Dukungan
Suami
80%
20%
Tidak
Teratur
Keteraturan ANC
Tidak
Teratur
Jumlah
teratur
∑
% ∑ % ∑ %
Mendukung
16
80
0
Tidak mendukung
2
10
2 10 4
0 16 80
Jumlah
18
90
2 10 20 100
20
ng
du
en
uku
kM
a
Tid
nd
Me
kun
g
Hasil analisa melalui uji Fisher's Exact
Test dengan bantuan komputer, pada taraf
kesalahan 0,05 dan nilai
sebesar 0,032,
dimana
= 0,032 < 0,05 maka H0 ditolak
dan hasil koefisien korelasi didapatkan hasil
0,924 artinya bahwa ada hubungan sangat
kuat dukungan suami dengan keteraturan
antenatal care pada ibu hamil trimester III.
PEMBAHASAN
Gambar 6. Distribusi Dukungan Suami
di Desa Kutorejo Kec. Bagor Kab.Nganjuk
146
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar suami mendukung ibu hamil
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
sebanyak 16 orang (80%). Persentase
tersebut menunjukkan bahwa
dukungan
suami sangat dibutuhkan oleh ibu yang
sedang hamil dan ini dapat dilihat dari
konsep dukungan suami yang mengacu
pada pendapat (Kuntjoro, 2006) bentukbentuk dukungan suami yang dapat
diberikan pada istri adalah adanya
kedekatan emosional, suami mengijinkan
istri terlibat dalam suatu kelompok yang
memungkinkannya untuk berbagi minat,
perhatian,
suami
menghargai
atas
kemampuan dan keahlian istri, suami dapat
diandalkan
ketika
istri
membutuhkan
bantuan, dan suami merupakan tempat
bergantung untuk menyelesaikan masalah
istri.
Dukungan suami tersebut dipengaruhi
oleh sebagian besar umur suami > 30 tahun,
yang mana umur ini merupakan umur
reproduktif sehingga responden matang
untuk berpikir bahwa antenatal care sangat
bermanfaat bagi ibu dan bayi. Selain itu
dukungan suami dipengaruhi oleh pekerjaan
suami adalah wiraswasta, karena suami
yang
bekerja
sebagai
wiraswasta
mempunyai banyak waktu luang bersama
istri untuk bertukar informasi seputar
kehamilan dan mengantarkan ibu untuk
melakukan pemeriksaan kehamilan.
Dari hasil tabel distribusi pendidikan
suami didapatkan pendidikan suami yang
tidak mendukung istri dalam melakukan
pemeriksaan kehamilan adalah Pendidikan
Dasar, karena suami kurang dapat
menyerap informasi dan mendapatkan
informasi mengenai kehamilan sehingga
kurang mendukung istri dalam melakukan
antenatal care.
Dukungan suami pada istri untuk
melakukan antenatal care dipengaruhi oleh
pendidikan, hal ini dapat dilihat dari tabel
distribusi pendidikan suami didapatkan
bahwa dari 12 responden yang mempunyai
pendidikan dasar, mendukung istri dalam
melakukan
antenatal
care.
Tingginya
pendidikan seseorang menyebabkan orang
tersebut lebih berpikir rasional dan paham
bahwa istri sangat membutuhkannya untuk
melakukan pemeriksaan kehamilan secara
teratur
dalam
rangka
memantau
pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam
kandungan (Saifudin, 2005). Menurut
(Harymawan, 2007) dukungan sosial suami
yang sangat diharapkan oleh sang istri
antara lain suami mendambakan bayi dalam
kandungan
istri,
suami
menunjukkan
kebahagiaan
pada
kelahiran
bayi,
memperhatikan kesehatan istri, mengantar
dan memahami istrinya, tidak menyakiti istri,
berdo’a untuk keselamatan istri dan suami
147
ISSN: 2086-3098
menunggu ketika istri dalam proses
persalinan.
Selain faktor umur, pekerjaan juga
mempengaruhi dukungan suami. Sebagian
besar pekerjaan suami yang tidak memberi
dukungan pada istri adalah suami yang tidak
bekerja karena tidak memiliki cukup uang,
sehingga suami enggan untuk mengantarkan
istri dalam antenatal care.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian
besar
ibu
teratur
dalam
melaksanakan
Antenatal
Care
yaitu
sebanyak 18 orang (90%). Keteraturan ibu
dalam melakukan antenatal care (ANC)
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
pendidikan,
pengalaman,
pekerjaan,
dukungan keluarga, kebudayaan dan
geografis. Menurut Notoatmodjo (2003),
pekerjaan adalah serangkaian tugas atau
kegiatan yang harus dilaksanakan atau
diselesaikan oleh seseorang sesuai dengan
jabatan atau profesi masing-masing. Ibu
yang bekerja sebagai Wiraswasta cenderung
mempunyai uang sendiri dan waktu untuk
melakukan
pemeriksaan
kehamilan.
Keteraturan ibu dalam melakukan antenatal
care (ANC) juga dipengaruhi lebih dari
separuh responden adalah hamil anak
kedua. Dimana responden yang mempunyai
anak kedua akan lebih memperhatikan
kehamilannya sehingga ibu akan rutin dalam
melakukan pemeriksaan kehamilan, karena
anak kedua adalah anak yang dinanti
setelah kehadiran anak pertama sehingga
saat diberi kesempatan untuk hamil lagi
maka ibu akan menjaga dengan penuh hatihati. Dari tabel distribusi pendidikan ibu,
didapatkan bahwa ibu yang tidak teratur
dalam melakukan Antenatal Care salah
satunya dipengaruhi oleh pendidikan yaitu
pendidikan dasar.
Hasil penelitian ini didukung oleh teori
dari (Saifuddin, 2005) bahwa faktor yang
mempengaruhi keteraturan Antenatal Care
adalah salah satunya pendidikan dan
dukungan
suami
dimana
pendidikan
diperlukan untuk mendapatkan informasi,
semakain tinggi pendidikan seseorang maka
pengetahuan seseoarang akan bertambah.
Sedangkan dukungan merupakan sokongan
dan bantuan dari orang terdekat.
Dari
pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa
sangat penting bagi ibu hamil untuk
melakukan pemeriksaan kehamilan secara
teratur sehingga keadaan ibu dan janin
dapat terpantau serta dapat mendeteksi
resiko tinggi secara dini.
Hasil analisa melalui uji chi square
bahwa didapatkan bahwa ada hubungan
dukungan
suami
dengan
keteraturan
antenatal care pada ibu hamil trimester III
dan berdasarkan tabel 4.3 didapatkan bahwa
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
sebagian suami mendukung ibu sebanyak
16 responden dan 16 responden teratur
dalam melakukan antenatal care. Analisa
statistik menunjukkan bahwa dukungan fisik,
dukungan moral dan dukungan materi dari
suami secara bersama-sama berpengaruh
terhadap keteraturan antenatal care.
Keteraturan ibu hamil untuk melakukan
Antenatal
Care
ditentukan
oleh
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi,
dan sebagainya dari orang atau masyarakat
yang bersangkutan. Seseorang tidak mau
melakukan Antenatal Care ke petugas
kesehatan disebabkan orang tersebut tidak
mendapatkan dukungan dari keluarga
khususnya suami sehingga ibu malas untuk
melakukan
pemeriksaan
kehamilan,
sebaliknya suami yang siaga maka ibu akan
lebih tenang dalam melakukan pemeriksaan
kehamilan. Dukungan suami tersebut
diantaranya mengantarkan ibu dalam
melakukan
pemeriksaan
kehamilan,
mempersiapkan biaya persalinan, memilih
tempat
dan
tenaga
kesehatan,
mengingatkan ibu untuk minum obat dan
lain-lain. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia
yang
menyatakan
bahwa
dukungan adalah bantuan yang dapat
menentukan sikap orang terdekat untuk
melakukan kunjungan ulang perawatan
kehamilan.
Selain faktor dukungan suami yang
mempengaruhi keteraturan antenatal care
adalah umur ibu yaitu 26-30 tahun. Dimana
semakin cukup umur maka tingkat
kematangan seseorang akan lebih dipercaya
dari pada orang yang belum cukup tinggi
kedewasaannya, jika kematangan usia
seseorang cukup tinggi maka pola berfikir
seseorang akan lebih dewasa (Saifudin,
2008). Hasil dari tabulasi silang pada
lampiran menunjukkan bahwa sebagian
besar pendidikan responden adalah dasar
sebanyak 13 responden, diantaranya teratur
dalam melakukan Antenatal Care. Hal ini
menunjukkan
bahwa
pendidikan
mempengaruhi keteraturan Antenatal Care
karena semakin tinggi pendidikan responden
maka
kemampuan
responden
dalam
menyerap informasi tentang Antenatal Care
lebih mudah dipahami.
Keteraturan ibu dalam melakukan
antenatal care juga dipengaruhi oleh lebih
dari separuh responden adalah hamil anak
kedua. Dimana responden yang mempunyai
anak kedua akan lebih memperhatikan
kehamilannya sehingga ibu akan rutin dalam
melakukan pemeriksaan kehamilan, karena
anak kedua adalah anak yang dinanti
setelah kelahiran anak pertama sehingga
saat diberi kesempatan untuk hamil lagi
148
ISSN: 2086-3098
maka ibu akan menjaga dengan penuh hatihati.
Dari hasil tabulasi dukungan suami,
didapatkan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi ibu dalam melakukan
Antenatal Care adalah pekerjaan, dimana
suami yang bekerja sebagai Wiraswasta
akan mempunyai waktu banyak untuk
mengantarkan
istri
dalam
melakukan
pemeriksaan kehamilan sehingga istri teratur
dalam melakukan Antenatal Care.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang
Hubungan
Dukungan
Suami
Dengan
Keteraturan Antenatal Care Pada Ibu Hamil
Trimester III di BPS Ny.F Desa Kutorejo
Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk tahun
2011 dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Dukungan suami pada ibu
hamil
menunjukkan (80%) suami mendukung
ibu selama kehamilannya
2. Keteraturan Antenatal Care selama
kehamilannya menunjukkan (90%) ibu
periksa dengan teratur
3. Ada hubungan sangat kuat dukungan
suami dengan Keteraturan Antenatal
Care pada ibu hamil terimester III
Saran
Adapun saran yang bisa disampaikan
dalam penelitian ini adalah:
1. Kepada Profesi Kebidanan
Tenaga kesehatan khususnya bagi bidan
lebih meningkatkan mutu pelayanan
dengan cara memberikan penyuluhan
pada ibu hamil tentang pentingnya
perawatan kehamilan (Antenatal Care).
2. Kepada Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat digunakan sebagai
sumber informasi dan
menambah
referensi tentang dukungan suami
dengan keteraturan antenatal care pada
ibu hamil trimester III.
3. Kepada Tempat Penelitian
Diharapkan
lebih
meningkatkan
pelayanan Antenatal care dengan
memberitahu suami tentang kebutuhan
ibu
hamil
terutama
dalam
hal
memandikan dan memotong kuku ibu
hamil.
4. Kepada Ibu Hamil
Hendaknya ibu hamil dapat memberitahu
suaminya tentang kebutuhan dalam hal
suami ada waktu untuk mengantarkan
pada saat ANC.
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
ISSN: 2086-3098
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka
Cipta.
Arry Handayani, 2009. Dukungan Suami
Kebutuhan
Wanita
Karier.
http://id.shvoong.com/socialsciences/psy
cholog. (Diakses pada tanggal 12 Maret
2011).
Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk 2010,
Pfofil Kesehatan Kabupaten Nganjuk.
Dinkes Nganjuk
Hamilton mary Persis, 2002. Dasar-Dasar
Keperawatan Maternitas. Edisi 6. Jakarta
: EGC
Hidayat.
2007.
Metode
Penelitian
Keperawatan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta Salemba Medika.
Kristin, 2008. Penelitian Peran Suami dalam
Perawatan
Kehamilan
dengan
Kecemasan Primigravida TM I, Progsus
Kebidanan DIII Kampus Magetan
Kurniawan,
2008.
Faktor
yang
Mempengaruhi
Pelaksanaan
Peran
Suami.
http://id.shvoong.com/socialsciences/ psycholog
(Diakses pada
tanggal 12 Maret 2011).
Listyorini, 2008.Spesifikasi SkripsiHubungan
Dukungan dengan Keteraturan ANC.
http://Kumpulan
Spesifikasi
Skripsi
Indonesia.go.id (Diaskses pada tanggal
12 Maret 2011 )
Saifuddin, 2002. Buku Acuan Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Yogyakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Saifuddin, 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta:
Yayasan
Bina
Pustaka
Sarwono
Prawirohardjo
Sri
Windi Setyorini, 2010. Hubungan
Pendampingan
Suami
dengan
Berkurangnya Kecemasan pada Ibu
Bersalin Kala I. Prodi Kebidanan STIKES
ICME. Jombang
Sudjana Nana Dan Ibrahim, 2007. Penelitin
dan Penilaian Pendidkan. Bandung:
Sinar Baru Algensindo
Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian.
Bandung: ALFABETA
Suparyanto, 2009. Konsep Peran Suami.
http: Konsep Peran Suami.go.id (Diakses
Tgl 12 Maret 2011)
Suririnah. 2008. Perawatan Kehamilan/ANC.
http://www.info- wikipedia.com. (Diakses
tanggal 12 Maret 2011).
Wijaya Kusuma, 2008. Dukungan Suami
dalam Kehamilan. http://Konsep Peran
Suami.go.id (Diakses pada tanggal 12
Maret 2011 )
Wiknjosastro,
2008.
Ilmu
Kebidanan.
Yogyakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Edisi 2 . Jakarta: Salemba Medika.
Niven Neil, 2002. Psikologi Kesehatan:
Pengantar
Untuk
Perawat
dan
Profesional. Jakarta : EGC.
Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Rineka. Cipta.
Notoatmodjo.
2003.
Ilmu
Kesehatan
Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
Poerwodarminto. 2003. Kamus
Bahasa Indonesia. Jakarta:
Indonesia.
Puskesmas Bagor 2010. PWS
Puskesmas Kecamatan Bagor
149
Besar
Ghalia
KIA.
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
ISSN: 2086-3098
PENDAHULUAN
PERBEDAAN WAKTU KEMBALINYA
KESUBURAN PADA IBU PASCA
MENGGUNAKAN KB SUNTIK 1 BULAN
DAN KB SUNTIK 3 BULAN
DI PUSKESMAS MOJOPURNO
KECAMATAN WUNGU, MADIUN.
Marminingsih
Muhidin
(Akper Soedono Madiun)
Suparji
(Prodi Kebidanan Magetan,
Poltekkes Kemenkes Suarabaya)
ABSTRAKS
Latar belakang: KB suntik merupakan
kontrasepsi hormonal yang paling banyak
diminati oleh wanita usia subur. Sedangkan
pengertian dari kesuburan sendiri adalah
kemampuan untuk menghasilkan keturunan.
Tujuan: Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui perbedaan waktu
kembalinya kesuburan pada ibu pasca
menggunakan KB suntik 1 bulan dan KB
suntik 3 bulan di Puskesmas Mojopurno
Kecamatan Wungu Kabupaten Madiun.
Metode: Desain penelitian yang dipakai
adalah survey analitik dengan pendekatan
“Cross Sectional”. Populasinya sebanyak
160 ibu hamil dengan besar sampel yang
diambil 58 orang serta tehnik pengambilan
sampelnya menggunakan cluster sampling.
Data dikumpulkan melalui data sekunder
buku register KB dan buku KIA serta melalui
observasi. Analisa data yang digunakan
adalah
menggunakan
uji-t
sampel
independen. Hasil: Rata-rata kembalinya
kesuburan pada ibu pasca menggunakan
KB suntik 1 bulan selama 9,42 bulan dan ibu
pasca menggunakan KB suntik 3 bulan
mendapatkan kembali kesuburannya selama
20,84 bulan. Uji t beda varian didapatkan
bahwa ρ 0,004 ≤ 0,05 yang artinya ada
perbedaan yang signifikan waktu kembalinya
kesuburan pasca menggunakan KB suntik 1
bulan dan KB suntik 3 bulan. Simpulan:
Kembalinya kesuburan pada ibu pasca
menggunakan KB suntik 1 bulan lebih cepat
11,42 bulan jika dibandingkan dengan KB
suntik 3 bulan.
Kata kunci: kontrasepsi suntik, kembalinya
kesuburan.
150
Latar Belakang
Keluarga Berencana (KB) adalah suatu
tindakan
untuk
menghindari
atau
mendapatkan kelahiran, mengatur interval
kehamilan dan menentukan jumlah anak
dalam keluarga. KB merupakan suatu cara
yang efektif untuk mencegah mortalitas ibu
dan anak karena dapat menolong pasangan
suami istri menghindari kehamilan resiko
tinggi, dapat menyelamatkan jiwa dan
mengurangi angka kesakitan. Menurut
Hartanto (2004: 32), dengan KB ibu juga
dapat terhindar dari “4” terlalu, too Young
(terlalu muda), too old (terlalu tua), too many
(terlalu banyak) dan too cloose (terlalu dekat
jaraknya).
Selain itu, metode kontrasepsi yang
digunakan menurut Manuaba (2006: 292293), terdiri dari 2 macam yaitu metode
alamiah
(kondom,
spermiside,
koitus
interuptus, pantang berkala) dan metode
efektif (hormonal, mekanis dan metode KB
darurat). Salah satu jenis kontrasepsi efektif
yang menjadi pilihan terbanyak adalah KB
suntik, hal ini disebabkan karena aman,
efektif, sederhana dan murah (Mochtar,
2002).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh
WHO terhadap 5332 wanita yang telah
mempunyai anak di 14 negara berkembang
menunjukkan bahwa banyak wanita berhenti
menggunakan kontrasepsi IUD, oral dan
suntik dikarenakan mereka tidak dapat
menerima perubahan pola menstruasi
(Klobinsky, 1997). Siklus haid seorang
wanita juga dipengaruhi oleh keseimbangan
hormon. Wanita yang mengalamai masalah
siklus haid cenderung memiliki kesuburan
yang rendah sehingga dapat mempengaruhi
kualitas sel telur yang dihasilkan. Padahal
sel telur yang kualitasnya rendah akan sulit
untuk dibuahi akibatnya wanitapun menjadi
sulit hamil (Fauziah, 2012:30).
Berdasarkan studi pendahuluan yang
dilakukan pada bulan Februari 2013, jumlah
seluruh ibu hamil yang ada di wilayah kerja
puskesmas Mojopurno sebanyak 160 orang.
Dari data yang didapatkan terdapat 36 ibu
hamil pasca menggunakn KB suntik 1 bulan
dan 44 ibu hamil pasca menggunakan KB
sunik 3 bulan. Kemudian peneliti mengambil
secara
acak
3
ibu
hamil
pasca
menggunakan KB suntik 1 bulan dan 4 ibu
hamil pasca menggunakan KB suntik 3 bulan
dan diketahui 1 orang mengalami kehamilan
setelah 5 bulan pasca menggunakan KB
suntik 1 bulan dan 2 orang mendapatkan
kehamilan
setelah
12
bulan pasca
menggunakan KB suntik 3 bulan.
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
Sebagai
pengembangan
ilmu
pengetahuan dibidang kebidanan terkait
dengan perbedaan waktu kembalinya
kesuburan pada ibu pasca menggunakan KB
suntik 1 bulan dan KB suntik 3 bulan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis penelitian
komparatif, yaitu penelitian yang bertujuan
membandingkan satu variabel dengan satu
atau lebih variabel lain, difokuskan untuk
mengkaji perbandingan terhadap pengaruh
(efek) pada kelompok subjek tanpa adanya
perlakuan/
rekayasa
dari
penelitian.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian
adalah (survey) analitik dengan pendekatan
“crossectional .
Populasi dalam penelitian ini sebanyak
160 orang yang terdiri dari 36 ibu yang
sebelum hamil menggunakan suntik 1 bulan
dan
44
ibu
yang
sebelum
hamil
menggunakan KB suntik 3 bulan. Jadi total
ibu yang sebelum hamil menggunakan KB
suntik sebanyak 80 orang.
Sampel penelitian ini adalah sebagian
ibu hamil pasca menggunakan KB suntik 1
bulan dan KB suntik 3 bulan di Puskesmas
Mojopurno Kecamatan Wungu kabupaten
Madiun. Jadi jumlah ibu hamil yang menjadi
responden dalam penelitian (ibu hamil pasca
menggunakan KB suntik 1 bulan dan 3
bulan) masing-masing sebanyak 26 dan 32
orang.
Dalam penelitian ini tehnik sampling
yang
digunakan
yaitu
menggunakan
probability sampling dengan cluster sampling
yaitu
dengan
mendaftar
banyaknya
gugus/kelompok dalam populasi kemudian
151
HASIL PENELITIAN
Lama Waktu Kembalinya Kesuburan
Pasca Menggunakan KB Suntik
SD
Manfaat
Min-Max
Mengetahui
perbedaan
waktu
kembalinya kesuburan pada ibu pasca
menggunakan KB sunik 1 bulan dan KB
suntik 3 bulan di Puskesmas Mojopurno
Kecamatan Wungu Kabupaten Madiun.
Modus
Tujuan Penelitian
9,42 8,50
18
1-18
5,81
Lama
kembalinya
kesuburan
pada ibu paca
20,84 4,50
menggunakan
KB suntik 3
bulan
( n : 32 orang)
5
3-108
20,08
Variabel
Lama
kembalinya
kesuburan
pada ibu paca
menggunakan
KB suntik 1
bulan
( n: 26 orang)
Median
Berdasarkan latar belakang yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka penulis
membuat rumusan masalah “Apakah Ada
Perbedaan Waktu Kembalinya kesuburan
Pada Ibu Pasca Menggunakan KB Sunik 1
Bulan Dan KB Suntik 3 Bulan di Puskesmas
Mojopurno Kecamatan Wungu Kabupaten
Madiun?”
mengambil beberapa sampel berdasarkan
gugus-gugus tersebut.
Dalam penelitian ini yang menjadi
variabel
independen
adalah
metode
kontrasepsi suntik 1 bulan dan KB suntik 3
bulan dan yang menjadi dependen adalah
waktu kembalinya kesuburan
pasca
menggunakan KB suntik 1 bulan dan KB
suntik 3 bulan.
Untuk pengumpulan data dari variabel
metode KB yang digunakan sebelum hamil
menggunakan data sekunder dari buku KIA
dan regestrasi KB, sedangkan untuk variabel
waktu
kembalinya
kesuburan
pasca
menggunakan KB suntik 1 bulan dan KB
suntik 3 bulan peneliti menggunakan lembar
observasi.
Analisis
yang
digunakan
untuk
mengetahui perbedaan waktu kembalinya
kesuburan pada ibu pasca menggunakan
KB suntik 1 bulan dan KB suntik 3 bulan
adalah uji T sampel independen yaitu Equal
variance case dan unequal variance case,
Mean
Rumusan Masalah
ISSN: 2086-3098
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
SD
Min-Max
Modus
Median
Variabel
Mean
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
Lama
penggunaan
KB Suntik 1
Bulan oleh
19,19 16,00 8
Ibu
(n : 26
orang)
2-48 12,687
Lama
penggunaan
KB Suntik 3
Bulan oleh
42,66 31,50 12
ibu
(n : 32
orang)
6-132 42,66
Analisis Perbedaan Waktu Kembalinya
Kesuburan pasca Menggunakan KB
Suntik 1 Bulan dan KB Suntik 3 Bulan
Untuk menguji ada tidaknya perbedaan
waktu kembalinya kesuburan pada ibu pasca
menggunakan KB suntik 1 bulan dan KB
suntik 3 bulan digunakan uji analitik. Mean
dari KB suntik 1 bulan yaitu 9,42 bulan dan
KB suntik 3 bulan yaitu 20,84 bulan sehingga
beda meannya yaitu 11,42 bulan. Langkah
awal untuk melakukan uji ini adalah dengan
malakukan uji homogenitas varian (uji F) dan
hasil dari uji F menunjukan bahwa nilai ρ
sebesar 0,013 ≤ α 0,05. Sehingga Ho ditolak
artinya varian kedua sampel berbeda. Maka
uji t yang digunakan adalah uji t beda varian,
serta hasil uji yang didapatkan bahwa ρ
0,004 ≤ 0,05 yang artinya H0 ditolak bahwa
ada perbedaan yang signifikan masa
kembalinya kesuburan pasca menggunakan
KB suntik 1 bulan dan KB suntik 3 bulan.
PEMBAHASAN
Waktu Kembalinya Kesuburan Pada Ibu
Pasca Menggunakan KB Suntik 1 Bulan
Dari hasil penelitian lama waktu
kembalinya kesuburan pada ibu pasca
menggunakan KB suntik 1 bulan yang
berjumlah 26 orang, didapatkan rata-rata
kembalinya kesuburan yaitu 9,42 bulan,
waktu yang paling cepat 1 bulan dan yang
paling lama kembalinya kesuburan yaitu 18
bulan. Dengan rata-rata usia ibu 30,58 tahun
serta rata-rata pemakaian selama 19,19
bulan dan 19 orang (73,1%) adalah ibu yang
telah memiliki 2 anak. Berdasarkan teori
yang dikemukakan oleh Hartanto (2004),
152
ISSN: 2086-3098
tentang
waktu
yang
normal
untuk
kembalinya kesuburan setelah pemakaian
KB suntik 1 bulan adalah 3-5 bulan. Tetapi
hal ini berbeda dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Gayatri (2007), rata-rata
kembaliya kesuburan setelah berhenti
menggunakan alat kontrasepsi suntik adalah
selama 9 bulan. Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Andayani (2007) rata-rata
kembalinya kesuburan adalah selama 17
bulan.
Meskipun usia 30,58 tahun masih
temasuk dalam ketegori masa yang paling
subur tetapi tetap saja wanita pada usia
tersebut
sudah
hampir
mengalami
penurunan kesuburan. Sehingga dalam hal
ini bisa saja wanita usia muda mempunyai
kemungkinan hamil lebih cepat dibandingkan
wanita yang lebih tua setelah menghentikan
pemakaian suntikan.
Selain dari faktor di atas, bedasarkan
analisa peneliti bahwa faktor lain yang
mempengaruhi
kembalinya
kesuburan
setelah berhenti memakai KB suntik 1 bulan
adalah parietas atau jumlah anak yang lahir
hidup. Wanita yang mempunyai jumlah anak
lebih banyak cenderung lebih cepat hamil
setelah
berhenti
memakai
suntikan
dibandingkan wanita yang mempunyai anak
sedikit (Maria, 2007). Hal ini sesuai dengan
tabel 5.2 bahwa 19 orang (73,1%)
mempunyai jumlah anak 2 dan 4 orang
(15,4%) mempunyai jumlah anak 3, dan 3
orang (11,5%) mempunyai jumlah anak 4.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa parietas
dapat mempengaruhi kembalinya kesuburan
seorang wanita setelah memakai KB suntik 1
bulan.
Jadi berdasarkan penelitian ini, usia,
parietas, dan juga lama penggunaan KB
suntik dapat berpengaruh terhadap waktu
kembalinya kesuburan pemakainya. Tetapi
meskipun penggunaan KB dalam jangka
panjang tidak berpengaruh terhadap proses
kembalinya kesuburan, seharusnya bagi
tenaga kesehatan selalu memberikan
konseling kepada calon akseptor tentang
fisiologi cara kerja KB suntik 1 bulan, efek
samping, keuntungan, dan batas pemaikaian
KB suntik hormonal khususnya suntik 1
bulan sehingga tidak ada penyesalan bagi
akseptor tentang efek samping yang
dirasakan. Dan untuk ibu yang baru memiliki
anak 1 dan ibu yang usianya lebih dari 35
tahun yang masih ingin memiliki anak lagi
sebaiknya menggunkan KB suntik 1 bulan
karena hormon estrogen dan progesteron
yang terkandung dalam KB suntik 1 bulan
dapat mempertahankan kesuburan rahim
ibu.
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
Waktu Kembalinya Kesuburan Pada Ibu
Pasca Menggunakan KB Suntik 3 Bulan
Dari hasil penelitian lama waktu
kembalinya kesuburan pada ibu pasca
menggunakan KB suntik 3 bulan yang
berjumlah 32 orang, didapatkan rata-rata
kembalinya kesuburan yaitu 20,84 bulan,
waktu yang paling cepat 3 bulan dan yang
paling lama kembalinya kesuburan yaitu 108
bulan. Dengan rata-rata usia ibu 31,34 tahun
serta rata-rata pemakaian selama 42,66
bulan dan 22 orang (68,8%) adalah ibu yang
telah memiliki 2 anak.
Waktu yang normal untuk kembalinya
kesuburan setelah pemakaian KB suntik 3
bulan adalah 6-12 bulan (Hartanto, 2004).
Berdasarkan penelitan yang dilakukan oleh
Sulianti (2012),
rata-rata kembalinya
kesuburan setelah pemakaian KB suntik 3
bulan adalah selama 8 bulan. Hal ini
berbeda dengan penelitian yang telah
peneliti lakukan, dari 32 ibu hamil yang
sebelumnya menggunakan KB suntik 3
bulan didapatkan rata-rata kembalinya
kesuburan yaitu 20,84 bulan.
Wanita yang mempunyai tiga anak atau
lebih cenderung membutuhkan waktu yang
singkat untuk hamil setelah berhenti
memakai KB suntik 3 bulan bila
dibandingkan
dengan
wanita
yang
mempunyai dua anak (Gayatri, 2007). Hal
tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang
telah peneliti lakukan bawa dari 22 orang
(68,8%) telah memiliki dua anak. Sehingga
ini juga meruapakan faktor penting yang
menyebabkan keterlambatan kembalinya
kesuburan
pada
ibu
hamil
pasca
menggunakan KB suntik 3 bulan yag diteliti.
Jadi kesimpulannya adalah bahwa usia,
parietas, dan lama pemakaian dapat
berpengaruh
terhadap
kembalinya
kesuburan pasca menggunkan KB suntik 3
bulan. Tetapi selain hal diatas, faktor lain
juga
berpengaruh
penting
terhadap
kesuburan seorang ibu seperti obesitas,
kelainan organ reproduksi, kebiasaan
merokok, dan kebiasaan minum alkohol
(Junaidi, 2011).
Perbedaan waktu Kembalinya Kesuburan
Pada Ibu Pasca Menggunakan KB Suntik
1 Bulan dan KB Suntik 3 Bulan
Dari 26 ibu pasca menggunakan KB
suntik 1 bulan yang diteliti, didapatkan ratarata kembalinya kesuburan yaitu 9,42 bulan
yang mana hal ini berbeda dengan teori
yang di kemukakan oleh Hartanto (2004)
bahwa seharusnya waktu yang normal untuk
kembalinya kesuburan yaitu 3-5 bulan.
Tetapi, disini ada bebearapa faktor yang
153
ISSN: 2086-3098
dimungkinkan mempengaruhi kesuburan
seorang wanita pasca menggunakan KB
suntik 1 bulan diantaranya rata-rata usia dari
ibu hamil adalah 30,58 tahun, dengan
parietas terbanyak adalah ibu hamil yang
kedua, serta dengan rata-rata pemakaian KB
suntik 3 bulan selama 19,19 bulan.
Dari 32 ibu pasca menggunakan KB
suntik 3 bulan didapatkan rata-rata
kembalinya kesuburan selama 20,84 bulan
dan hal ini tidak sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Hartanto: 2004, yaitu
seharusnya waktu normal untuk kembalinya
kesuburan yaitu dalam rentang waktu 6-12
bulan. Hal ini bisa saja terjadi karena
beberapa faktor seperti rata-rata uis ibu
31,34 tahun, dengan parietas terbanyak
adalah ibu hamil kedua serta dengan ratarata pemakaian yang melebihi normal yaitu
42,66 bulan.
Dari hasil analisis statistik diperoleh
harga ρ 0,004 dan jika
dibandingakan
dengan harga α 0,05 dengan itu didapatkan
kesimpulan bahwa ada perbedaan yag
signifikan waktu kembalinya kesuburan
pasca menggunakan KB suntik 1 bulan dan
KB suntik 3 bulan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Dari 26 ibu hamil pasca menggunakan
KB suntik 1 bulan rata-rata mendapatkan
kembali kesuburannya setelah 9,42
bulan.
2. Dari 32 ibu hamil pacsa menggunakan
KB suntik 3 bulan rata-rata mendapatkan
kembali kesuburannya setelah 20,84
bulan.
3. Dari uji-t sampel independent untuk
menganialisa
perbedaan
waktu
kembalinya kesuburan pada ibu pasca
menggunakan KB suntik 1 bulan dan KB
suntik 3 bulan didapatkan hasil ρ 0,004
yang berati ada perbedaan yang
signifikan kembalinya kesuburan pada
ibu pasca menggunakan KB suntik 1
bulan dan KB suntik 3 bulan.
Saran
1. Diharapkan
setelah
mendapatkan
informasi yang jelas dari tenaga
kesehatan tentang metode kontrasepsi
yang akan digunakan, ibu dapat
memahami proses fisiologi dari kerja KB
suntik 1 bulan dan KB suntik 3 Bulan
serta dapat mempertimbangkan kembali
tentang efek langsung KB yang
berhubungan
dengan
kembalinya
kesuburan
dan
pengaturan
jarak
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
ISSN: 2086-3098
kehamilannya sehingga tepat dan sesuai
dengan program yang ingin dilakukan.
2. Bagi ibu yang baru memiliki anak 1
diharapkan
bisa
memilih
untuk
menggunakan KB suntik 1 bulan dari
pada KB suntik 3 bulan.
Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2010. Ilmu
Kebidanan, Ilmu Kandungan, Dan KB.
Jakarta: EGC
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri Jilid 2.
Jakarta: EGC
Andayani, Sestu Retno Dwi. 2007. Waktu
menjadi hamil kembali setelah berhenti
memakai Alat kontrasepsi hormonal
dibandingkan dengan Alat kontrasepsi
dalam rahim di indonesia (analisis data
sdki
2002-2003).
Yogyakarta.
(http://etd.ugm.ac.id),
diakses
pada
tanggal 25 April 2013
Arikunto,
Suharsimi.
2010.
Prosedur
penelitian suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Fauziah, Azida. 2012. Buku Praktis Capat
Hamil,
Saat
Hamil,
Dan
Pasca
Melahirkan. Yogyakarta: Real Books
Fertilitas. (http://kamusbahasaindonesia.org/
fertilitas, diakses pada tanggal 28 Januari
2013
--------------. (http://kamuskesehatan.com/arti/
fertilitas/, diakses pada tanggal 28
Januari 2013
Gayatri, Maria. 2007. Kembalinya Kesuburan
Setelah
Berhenti
Memakai
Alat
Kontrasepsi
Di
Indonesia.
(http://xa.yimg.com),
diakses
pada
tanggal 25 April 2013
Guyton dan Hall. 1997. Buku ajar Fisiologi
Kedokteran. Jakarta: EGC
Hartanto, Hanafi. 2004. Keluarga Berencana
dan Kontrasepsi. Jakarta: CV Muliasarin
Junaidi, Iskandar. 2012. Kehamilan Sehat
dan Mengatur jenis Kelamin Anak.
Yogyakarta: CV. Andi Ofset
Laporan Hasil Pelayanan Kontrasepsi
Desember
2012.
(http://aplikasi.bkkbn.go.id, diakses pada
tanggal 25 Januari 2013)
Kolbinsky. 1997. (http://referensikebidanan.
blogspot.com/2011/05/faktor-faktor-yangberhubungan-dengan.html, diakses pada
tanggal 25 Januari 2013)
154
Martha, Nina. 2012. Tips Jitu Agar Cepat
Hamil. Yogyakarta: Buku Biru
Munir, Miftahul. 2007.
Penggunaan
Kontrasepsi
Suntik
Dengan
Efek
Samping
Amenorhea.
Tuban.
(http://jurnal.stikesnu.com), diakses pada
tanggal 27 Januari 2013)
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan,
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen
Penelitian
Keperawatan.
Jakarta:
Salemba Medika
Prawirohardjo,
Sarwono.
2010.
Kandungan. Jakarta: YBPSP
Ilmu
Profil Kesehatan Jawa Timur Tahun 2011.
(http://dinkes.jatimprov.go.id,
diakses
pada tanggal 23 Januari 2013)
Saifuddin, Abdul Bari. 2010. Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:
YBPSP
Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta
Sulianty, Ati. 2012. Pengaruh Penggunaan
Injeksi
Dmpa
(Depo
Medroxy
Progesteron Acetate) Terhadap Fertilitas.
Mataram.
(http://lpsdimataram.com),
diakses pada tanggal 25 April 2013
Suroso, Hendarko. 2011. KB Hormonal
Tidak Untuk Jangka Waktu Lama.
(http://banyumas.com, diakses pada
tanggal 27 Januari 2013)
Syarifah, Fitri. 2012. 11 Cara Meningkatkan
Kasuburan
Wanita
Secara
Alami.
(http://liputan6.com,
diakses
pada
tanggal 22 Januari 2013)
Varney, Helen. 2007. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan Volume 2. Jakarta: EGC
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
KUALITAS UDARA RUANG PERAWATAN
KELAS III B RUMAH SAKIT
BHAKTI DHARMA HUSADA SURABAYA
TAHUN 2012
Musta’in
(Prodi Kesehatan Lingkungan Surabaya,
Poltekkes Kemenkes Surabaya)
Nina Andriyani
(Prodi Kesehatan Lingkungan Surabaya,
Poltekkes Kemenkes Surabaya)
Erna Triastuti
(Prodi Kesehatan Lingkungan Surabaya,
Poltekkes Kemenkes Surabaya)
ABSTRACT
Background:
General
hospital
Bhakti
Dharma Husada is government hospital in
surabaya who new standing at August 2010.
The treatment room class IIIB inhabited by
the most patients and have the largest
capacity of bed among the other treatment
rooms. So, risk of the infection of disease
higher than the other treatment rooms.
Purpose: The purpose of the research to
knew the quality of air according to
microbiology in the treatment room class IIIB
Bhakti Dharma Husada Surabaya Hospital.
Method: This research includes research of
descriptive through crossectional approach.
Result:
According
to
KepMenKes
RI/1204/MENKES/SK/X/2004
about
the
environmental health Requirements of
hospitals, the research results in the
treatment of Class IIIB consisting of 4 rooms.
Number of germs in the air of Sadewa 1
room was 1460/m3, Sadewa 2 room was
1015 CFU/m3, Sadewa 3 room was 1080
CFU/m3, and Sadewa 4 room was 2070
0
CFU/m3. The average temperature of 30 C.
The average humidity of 75%. Conclussion:
It was concluded that the number of germ in
the air, the temperature as well as air
humidity the treatment of room class IIIB
didn ' t qualify. The number of occupant in
the room cause high numbers of germs.
Beside that, the cleaning materials used
have not been able to lower the number of
germs.
Recomendation:
For
it
is
recommended to repair Exhaust Fan, the
addition of Air Conditioning to improve the
physical quality, expected to cleaning service
in the room to replace the cleaning materials
with disinfectant, is expected to apply to
employees of the room attendant rules about
hours visit patients and the number of
patient’s family.
Keywords: germs, air, physical quality.
155
ISSN: 2086-3098
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Udara merupakan zat paling penting
dalam memberikan kehidupan di permukaan
bumi, oleh karena itu metabolisme yang
berada di dalam tubuh makhluk hidup tidak
mungkin dapat berlangsung tanpa Oksigen
yang berasal dari udara. Kualitas udara
dalam
ruang
sangat
mempengaruhi
kesehatan manusia, karena hampir 90%
hidup manusia berada di dalam ruangan.
Rumah Sakit sebagai sarana pelayanan
kesehatan, dimana tempat berkumpulnya
baik orang sakit maupun orang sehat.
Serangkaian kegiatan dirumah sakit tidak
hanya memberikan dampak positif bagi
masyarakat
baik
didalam
maupun
disekitarnya, tetapi juga menimbulkan
dampak negatif yaitu terjadinya pencemaran,
gangguan kesehatan, infeksi nosokomial dan
penularan penyakit. Salah satu penyebabnya
adalah karena kualitas udara ruang belum
memenuhi syarat. Kualitas udara dalam
ruangan (Indoor Air Quality) yang belum
memenuhi persyaratan merupakan masalah
yang perlu mendapat perhatian karena akan
berpengaruh terhadap kesehatan manusia.
Rumah Sakit Umum Bhakti Dharma
Husada (RSU BDH) yaitu Rumah Sakit
Umum Pemerintah Kota Surabaya yang baru
berdiri bulan Agustus 2010. Dimana RSUD
BDH rutin melakukan pengukuran kualitas
udara ruangan setiap 6 bulan sekali, akan
tetapi pengukuran kualitas udara hanya pada
ruang OKA 1, ruang OKA 2, dan ruang ICU
yang termasuk zona risiko sangat tinggi.
Untuk zona risiko tinggi seperti ruang
perawatan
belum
pernah
dilakukan
pengukuran
kualitas
udara
ruang,
sedangkan penularan penyakit yang melalui
udara mudah terjadi pada kondisi ruangan
tertutup yang berada didalam gedung seperti
ruang
perawatan
merupakan
tempat
kumpulan manusia baik itu orang sakit
(pasien), tenaga kesehatan, karyawan
maupun pengunjung. Ruang perawatan
kelas III-B di Rumah Sakit Umum Bhakti
Dharma Husada ( RSU BDH ) merupakan
penghuni pasien paling banyak, dan memiliki
kapasitas tempat tidur terbesar diantara
ruang perawatan yang lain. Sehingga risiko
terjadinya penularan penyakit lebih tinggi
daripada ruang perawatan lainnya.
Tujuan Penelitian
Mengetahui kualitas
udara secara
mikrobiologi ruang perawatan kelas III-B
Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada
Surabaya.
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
METODE PENELITIAN
ISSN: 2086-3098
keempat ruangan semuanya tidak memenuhi
syarat.
Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian bersifat
deskriptif
melalui
pendekatan
cross
Sectional.
Obyek Penelitian, Besar Sampel dan
Kriteria Sampel
Obyek penelitian adalah udara pada
semua ruang perawatan kelas III-B di
Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada
Surabaya yang terdiri dari 4 ruang tanpa AC.
Dengan
pengambilan
sampel
udara
sebanyak 4 sampel udara ruang, ditentukan
secara purposive sampel, dimana sampel
dipilih
berdasarkan
karakteristik.
(Notoadmodjo, 2010).
Variabel dan Teknik Pengumpulan Data
Variabel Bebas dalam penelitian ini
meliputi suhu, kelembaban, pencahayaan,
kecepatan angin, proses pembersihan,
kondisi ruang perawatan, rasio luas lantai
dengan tempat tidur pasien ruang perawatan
kelas III-B Rumah Sakit Bhakti Dharma
Husada Surabaya. Sedangkan Variabel
Terikatnya adalah kualitas udara secara
mikrobiologis (angka kuman udara) pada
ruang perawatan Kelas III-B Rumah Sakit
Bhakti Dharma Husada Surabaya. Teknik
pengumpulan data dengan menggunakan
wawancara, observasi, pengukuran dan
pemeriksaan laboratorium.
Tabel 1. Angka Kuman Udara
Ruang Perawatan Kelas IIIB
RSUD BDH Surabaya Tahun 2012
Batas
Rata-rata
standar
Ruang
Indeks
(CFU/m)
PeraAngka Kategori
KepMenKes
watan
kuman
RI No. 1204/
Kelas IIIB
udara
Menkes/RI/
3
(CFU/m )
SK/X/2004
Ruang
sadewa 1
200-500
(Non
1460
TMS
3
CFU/m
Infeksius
Wanita)
Ruang
sadewa 2
200-500
1015
TMS
3
(Infeksius
CFU/m
Wanita)
Ruang
sadewa 3
200-500
(Non
1080
TMS
3
CFU/m
Infeksius
Pria)
Ruang
sadewa 4
200-500
2070
TMS
3
(Infeksius
CFU/m
Pria)
Data yang diperoleh diolah dalam bentuk
tabel dan dianalisis secara deskriptif untuk
mendapatkan gambaran obyek yang diteliti,
serta menarik suatu kesimpulan.
Tingginya angka kuman udara pada
keempat ruangan tersebut disebabkan
karena padatnya penghuni, serta kurangnya
aliran udara/kecepatan angin dalam ruangan
sehingga membuat suhu dan kelembaban
tinggi, juga ditunjang dengan adanya pasien
infeksius dalam ruang tersebut. Dalam
proses pembersihan ruangan, mereka tidak
menggunakan bahan desinfektan yang dapat
membunuh kuman.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Suhu Udara Ruang Perawatan Kelas III-B
Angka Kuman Udara
Berdasarkan pengukuran suhu udara
yang telah dilakukan di tiap ruangan
diketahui bahwa suhu udara pada ruang
0
Sadewa 1 adalah 30 C , ruang Sadewa 2
0
0
sebesar 30 C, untuk ruang Sadewa 3, 30 C
0
dan ruang Sadewa 4 yaitu 31 C, dimana
suhu udara pada tiap ruangan tersebut tidak
memenuhi syarat. Hal ini disebabkan suhu
disemua ruang diatas Nilai Ambang Batas
yang dipersyaratkan untuk ruang perawatan
0
berkisar 22-24 C.
Analisis Data
Dari hasil pengukuran angka kuman
udara di setiap ruang perawatan kelas III-B,
diperoleha angka kuman udara terbanyak
terdapat pada ruangan Sadewa 4 (Infeksius
3
Pria) yaitu sebanyak 2070 CFU/m
dan
ruang Sadewa 1 (Non Infeksius Wanita)
3
sebesar 1460 CFU/m . Sedangkan angka
kuman ruang Sadewa 3 (Non Infeksius Pria)
3
didapatkan 1080 CFU/m
dan ruang
3
Sadewa 2 (Infeksius Wanita) 1015 CFU/m .
Angka kuman udara yang diperoleh dari
156
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
Tabel 2. Suhu Udara
Ruang Perawatan Kelas III-B
RSUD BDH Surabaya Tahun 2012
Ruang
Suhu
0
Perawatan ( C)
Kelas IIIB
Ruang
sadewa 1
(Non
Infeksius
Wanita)
Ruang
sadewa 2
(Infeksius
Wanita)
Ruang
sadewa 3
(Non
Infeksius
Pria)
Ruang
sadewa 4
(Infeksius
Pria)
0
30 C
0
30 C
Batas
0
Standar ( C)
Kate- KepMenKes
gori RI No. 1204/
MENKES/RI/
SK/X/2004
TMS
TMS
0
0
22-24 C
0
TMS
22-24 C
0
0
TMS
22-24 C
0
Suhu udara yang tinggi pada tiap
ruangan tersebut dikarenakan jendela tidak
dibuka sebagaimana mestinya oleh pasien,
tidak tersedianya AC dalam ruangan yang
menyebabkan udara terasa panas, sehingga
suhu menjadi meningkat. Selain itu
banyaknya pengunjung dan penjaga pasien
serta ada aktivitas di ruang itu yang juga
turut mempengaruhi keadaan tingginya suhu
dalam ruangan tersebut.
Kelembaban Ruang Perawatan Kelas III-B
Hasil kelembaban udara untuk ruang
Sadewa 1 dan ruang Sadewa 2 sebesar
74%, 76 % untuk ruang Sadewa 3, dan
ruang Sadewa 4 yaitu 70%. Berdasarkan
pengukuran kelembaban udara yang telah
dilakukan
di
masing-masing
ruangan
tersebut, semuanya tidak memenuhi syarat,
sebab hasil kelembabannya diatas Nilai
Ambang Batas yang dipersyaratkan untuk
ruang perawatan berkisar 45-60%.
Hal
tersebut
dikarenakan
proses
pembersihan tidak memenuhi syarat. Dilihat
dari cara pembersihan lantai, setelah proses
pengepelan, kain pel tidak dikeringkan
kembali sehingga menambah kadar air
dalam udara. Selain itu pintu ruangan dan
157
ada beberapa jendela yang selalu terbuka
sehingga
menyebabkan
suhu
dan
kelembaban dapat naik karena udara dari
luar. Dimana suhu yang tinggi juga
mempengaruhi tingginya kelembaban udara
karena dengan adanya suhu yang tinggi dan
didukung aliran udara yang kurang lancar
akan mempengaruhi penguapan kadar air
dari kulit manusia karena terhambatnya
proses
pendinginan,
sehingga
akan
menambah kadar uap air di udara, hal ini
yang menyebabkan
kelembaban udara
menjadi tinggi
22-24 C
30 C
31 C
ISSN: 2086-3098
Tabel 3. Kelembaban Udara
Ruang Perawatan Kelas III-B
RSUD BDH Surabaya Tahun 2012
Batas
Standar
(%)
Ruang
KelemKepMenKes
Perawatan baban Kategori
RI No.
Kelas IIIB
(%)
1204/
MENKES/R
I/SK/X/2004
Ruang
sadewa 1
(Non
74%
TMS
45-60%
Infeksius
Wanita)
Ruang
sadewa 2
74%
TMS
45-60%
(Infeksius
Wanita)
Ruang
sadewa 3
(Non
76%
TMS
45-60%
Infeksius
Pria)
Ruang
sadewa 4
70%
TMS
45-60%
(Infeksius
Pria)
Pencahayaan Ruang Perawatan Kelas IIIB
Berdasarkan pengukuran pencahayaan
yang telah dilakukan di masing-masing
ruang perawatan kelas III-B, bahwa
pencahayaan disemua ruangan telah
memenuhi syarat, dimana Nilai Ambang
Batas yang dipersyaratkan untuk ruang
perawatan yaitu 100-200 Lux.
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
Tabel 4. Pencahayaan Udara
Ruang Perawatan Kelas III-B
RSUD BDH Surabaya Tahun 2012
Ruang
Perawatan
Kelas IIIB
Ruang
sadewa 1
(Non
Infeksius
Wanita)
Ruang
sadewa 2
(Infeksius
Wanita)
Ruang
sadewa 3
(Non
Infeksius
Pria)
Ruang
sadewa 4
(Infeksius
Pria)
Pencahayaan
( Lux )
168,8
Lux
Batas
Standar
(Lux)
KepMen
KateKes RI
gori
No.
1204/ME
NKES/RI/
SK/X/
2004
MS
100-200
Lux
148
Lux
MS
100-200
Lux
111,6
Lux
MS
100-200
Lux
142 Lux
MS
100-200
Lux
ISSN: 2086-3098
Tabel 5. Kecepatan Angin
Ruang Perawatan Kelas III-B
RSUD BDH Surabaya Tahun 2012
Batas
Standar
Ruang Kecepatan
(m/det)
KatePerawatan Angin
KepMenKes
gori
Kelas IIIB (m/det)
RI No. 1204/
MENKES/RI/
SK/X/2004
Ruang
sadewa 1
(Non
0,01 m/det MS ≤ 0,25m/det
Infeksius
Wanita)
Ruang
sadewa 2
(Infeksius 0,00 m/det MS ≤ 0,25m/det
Wanita)
Ruang
sadewa 3
(Non
0,00 m/det MS ≤ 0,25m/det
Infeksius
Pria)
Ruang
sadewa 4
(Infeksius 0,01 m/det MS ≤ 0,25m/det
Pria)
Proses Pembersihan Ruang Perawatan
Kelas IIIB
Kecepatan Angin dalam Ruang Perawatan
Kelas III-B
Dari hasil pengukuran kecepatan
angin yang dilakukan pada 4 ruang
perawatan kelas III-B RSUD BDH Surabaya
dapat diketahui bahwa kecepatan angin
ruang perawatan kelas III-B telah memenuhi
syarat, dimana dari hasil pengukuran untuk
ruang Sadewa 1 sebesar 0,01m/det, ruang
Sadewa 2 dan ruang Sadewa 3 sebesar 0,00
m/det, dan 0,01 m/det untuk ruang Sadewa
4. Hasil tersebut sesuai standart kecepatan
angin yang dipersyaratkan untuk ruang
perawatan di Rumah Sakit yaitu
≤
0,25m/det.
158
Hasil penilaian pada proses pembersihan
di ruang perawatan kelas III-B (Ruang
Sadewa) tidak memenuhi syarat dengan
rata-rata
prosentase
sebesar
20,6%.
Pengamatan yang dilakuan pada petugas
kebersihan didapatkan yaitu pada saat
membersihkan sudut yang tidak konus
menggunakan sikat dan soklin, tanpa
menggunakan
bahan
desinfektan,
pengamatan yang kedua saat membersihkan
lantai, kain pel yang telah digunakan
dibiarkan kering dengan sendirinya, kain pel
langsung digunakan tanpa direndam dengan
antiseptic satu malam sebelum digunakan,
Petugas pembersihan tidak menggunakan
APD lengkap, APD yang digunakan hanya
sarung tangan atau masker saja, tanpa
menggunakan sandal khusus.
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
ISSN: 2086-3098
17 170 35 20,6% 65% TMS
17 170 35 20,6% 65% TMS
17 170 35 20,6% 65% TMS
Hasil penilaian pada proses pembersihan
di ruang perawatan kelas III-B (Ruang
Sadewa) tidak memenuhi syarat dengan
rata-rata
prosentase
sebesar
20,6%.
Pengamatan yang dilakuan pada petugas
kebersihan didapatkan yaitu pada saat
membersihkan sudut yang tidak konus
menggunakan sikat dan soklin, tanpa
menggunakan
bahan
desinfektan,
pengamatan yang kedua saat membersihkan
lantai, kain pel yang telah digunakan
dibiarkan kering dengan sendirinya, kain pel
langsung digunakan tanpa direndam dengan
antiseptic satu malam sebelum digunakan,
Petugas pembersihan tidak menggunakan
APD lengkap, APD yang digunakan hanya
sarung tangan atau masker saja, tanpa
menggunakan sandal khusus.
Kondisi Ruang Perawatan Kelas IIIB
Penilaian pada empat ruang perawatan
kelas III-B telah memenuhi syarat dengan
rata-rata prosentase sebesar 85,7%. Namun
ada beberapa item penilaian pada kondisi
159
Ruang
sadewa 1
(Non
Infeksius
Wanita)
Ruang
sadewa 2
(Infeksius
Wanita)
Ruang
sadewa 3
(Non
Infeksius
Pria)
Ruang
sadewa 4
(Infeksius
Pria)
Rata-Rata
Standar Penilaian
KepMenKes RI No.
1204/MENKES/RI/SK/X/2004
Kategori
Persentase
Skor hasil
Skor Maksimal
17 170 35 20,6% 65% TMS
Bobot
Kategori
Standar Penilaian
KepMenKes RI No.
1204/MENKES/RI/SK/X/2004
Persentase
Skor hasil
Skor Maksimal
17 170 35 20,6% 65% TMS
ruang perwatan kelas III-B yang tidak
memenuhi syarat, yaitu keadaan langit
ruangan masih kotor/masih terdapat sarang
laba-laba, dengan keadaan pintu yang selalu
terbuka, sehingga memungkinkan binantang
serangga dapat masuk, sudut pertemuan
antara dinding dan lantai yang tidak konus
sehingga
menyulitkan
dalam
proses
pembersihan ruangan serta aliran udara
yang masuk pada ventilasi ruangan tidak
berjalan dengan baik.
Tabel 7
Kondisi Ruang Perawatan Kelas III-B RSUD
BDH Surabaya Tahun 2012
Ruang Perawatan Kelas IIIB
Ruang
sadewa 1
(Non
Infeksius
Wanita)
Ruang
sadewa 2
(Infeksius
Wanita)
Ruang
sadewa 3
(Non
Infeksius
Pria)
Ruang
sadewa 4
(Infeksius
Pria)
Rata-Rata
Bobot
Ruang Perawatan Kelas IIIB
Tabel 6. Proses Pembersihan
Ruang Perawatan Kelas III-B
RSUD BDH Surabaya Tahun 2012
14 140 120 85,7% 65% MS
14 140 120 85,7% 65% MS
14 140 120 85,7% 65% MS
14 140 120 85,7% 65% MS
14 140 120 85,7% 65% MS
Rasio luas lantai dengan tempat tidur
Ruang Perawatan Kelas IIIB
Dari hasil observasi rasio luas lantai
dengan tempat tidur pasien pada ruang
perawatan kelas III-B, khusus untuk pasien
dewasa memenuhi syarat yaitu ruang
Sadewa 1 berisi 7 bed, ruang Sadewa 2
berisi 6 bed, Sadewa 3 berisi 6 bed dan
Sadewa 4 berisi 6 bed. Dengan luas ruangan
dan ukuran bed semuanya sama yaitu
2
seluas 56 m dan ukuran bed 2m x 1m. Hal
ini dikarenakan rasio luas lantai dengan
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
ISSN: 2086-3098
2
tempat tidur pasien adalah 8m /bed - 9,3
2
2
m /bed, dan persyaratan min 4,5 m /bed.
KESIMPULAN
Angka kuman, suhu dan kelembaban
udara serta dalam proses pembersihan pada
ruang perawatan kelas III-B Rumah Sakit
Bhakti Dharma Husada Surabaya yang
terdiri dari 4 ruang, semuanya tidak
memenuhi syarat. Sedangkan yang telah
memenuhi syarat yaitu pencahayaan,
kecepatan angin, rasio luas lantai dengan
tempat tidur pasien dan juga kondisi ruang
perawatan kelas III-B Rumah Sakit Bhakti
Dharma Husada Surabaya.
Memperbaikan Exhaust Fan dengan
mengganti split/daya hisap alat terhadap
udara agar supaya daya hisap menjadi lebih
besar, pintu jendela setiap hari dibuka dan
dipasang kawat kasa agar mengurangi
masuknya nyamuk serta debu, dan supaya
aliran udara tetap berfungsi dengan baik
atau
menambahankan
alat
penyejuk
ruangan berupa : AC serta memberi
tanaman-tanaman diarea luar ruangan agar
sirkulasi udara dapat lebih sejuk, segar dan
untuk
menahan
debu.
Melakukan
pemeriksaan kualitas udara (kualitas fisik,
kimia dan mikrobiologi) dalam ruang
perawatan kelas IIIB secara berkala setiap 6
bulan sekali
DAFTAR RUJUKAN
Astri S, 2010. Evaluasi Kualitas Bakteriologis
Udara dan Usap Lantai Pada Ruang
Perawatan Neonatus RSUD Ibnu Sina
Gresik. Skripsi. Surabaya, Unair.
Candra,
Budiman,
2006.
Pengantar
Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC:75.
Depkes RI, 1989. Komponen Sanitasi
Rumah Sakit Untuk Institusi Pendidikan
Tenaga Sanitasi:28 dan 35.
Direktorat Jenderal PPM & PL, 1992.
Tentang Pedoman Sanitasi Rumah Sakit
di Indonesia. Jakarta.
Ditjen PPM & PL, 1995. Pedoman Sanitasi
Rumah Sakit di Indonesia:116.
Departeman Kesehatan, RI, 1992. Pedoman
Pencahayaan
di
Rumah
Sakit.
Jakarta:35.
Departeman Kesehatan, RI, 2007. Sarana
dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C.
Jakarta.
160
Departeman Kesehatan, RI, 2001. Pedoman
Pengendalian Infeksi Nosokomial di
Rumah Sakit: 24.
Darmadi,
2008.
Infeksi
Nosokomial
problematika
dan
pengendaliannya.
Jakarta: Salemba Medika.
Fadilatus, S, 2011. Evaluasi Kualitas
Bakteriologis Udara dan Usap Lantai
Pada Ruang Perawatan Kelas Tiga Anak
RSI Siti Hajar Sidoarjo. Skripsi. Surabaya
: Universitas Airlangga
Hunter, Beatrice Trum, 2004. Udara dan
Kesehatan Anda. Jakarta : PT Bhuana
Ilmu Populer : 27.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004.
Tentang
Persyaratan
Kesehatan
Lingkungan
Rumah Sakit.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
Nomor
1335/MENKES/SK/X/2002.
Standar
Operasional
Pengambilan
dan
Pengukuran Sampel Kualitas Udara
Ruangan Rumah Sakit.
KepMenKes No.1407/MENKES/SK/XI/2002
tentang Pedoman Dampak Pencemaran
Udara.
Okky,
M,
2011.
Studi
Kualitas
Mikroorganisme Udara Pada Ruang
Tunggu Poliklinik di Rumah Sakit Premier
Surabaya
Tahun
2011.
Proposal
Penelitian.
Surabaya
:
Politeknik
Kesehatan Kemenkes Surabaya Jurusan
Kesehatan Lingkungan Surabaya.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.1077/MENKES/Per/V/2011
tentang
Pedoman Penyehatan Udara dalam
Rumah Sakit.
Pudjiastutik, Lily dkk, 1998. Kualitas Udara
Dalam
Ruang.
Jakarta
:
Dirjen
Pendidikan Tinggi Depatemen Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit.
Winardi,
Sugeng,
1993.
Pengelolaan
Kualitas Lingkungan Bagi Pembangunan
Berkelanjutan Udara dan Air. Surabaya:
Bidang KLH LEMLIT-ITS : 11.
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
ISSN: 2086-3098
PENDAHULUAN
STUDI BEDA TINGKAT ASFIKSIA DARI
TINDAKAN PERSALINAN
(SECTIO CAESAREA, INDUKSI
PERSALINAN, VACUM EXTRACTION)
DI RSUD dr. SAYIDIMAN MAGETAN
AGUSTUS 2013
Prasetianingtyas
(Alumnus Prodi Kebidanan Magetan,
Poltekkes Kemenkes Surabaya)
Sukardi
(Prodi Kebidanan Magetan,
Poltekkes Kemenkes Surabaya)
Sulikah
(Prodi Kebidanan Magetan,
Poltekkes Kemenkes Surabaya)
ABSTRAK
Latar belakang: Asfiksia neonatorum di
RSUD dr. Sayidiman Magetan pada tahun
2012 meningkat pada kasus asfiksia berat
yaitu 17,83%. Demikian juga pada kasus
persalinan tindakan meningkat menjadi
49,86% dari total persalinan. Tujuan:
Penelitian
ini
bertujuan
mengetahui
perbedaan tingkat asfiksia dari tindakan
sectio caesarea, induksi persalinan, vacum
extraction. Metode: Metode penelitian ex
post facto dengan rancangan penelitian
factorial design. Besar populasi adalah 515,
sampel diambil dengan teknik proportionated
random sampling, sectio caesarea: 146,
induksi persalinan: 52 dan vacum extraction:
20. Teknik pengumpulan data melalui studi
dokumentasi. Data dianalisis dengan uji
Kruskal-Wallis dengan α=0,05.
Hasil:
Kejadian asfiksia berat lebih banyak terjadi
pada persalinan dengan vacum extraction.
Hasil uji Kruskall-Wallis diperoleh: Hhitung=
19,592, harga Chi square tabel dengan dk=4
dan taraf kesalahan α=0,05 adalah 9,488.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa Hhitung >
harga Chi square tabel, maka Ho ditolak
pada taraf kesalahan α=0,05. Simpulan:
Terdapat perbedaan yang signifikan antara
jenis persalinan tindakan terhadap kejadian
asfiksia bayi baru lahir. Saran: Dalam setiap
persalinan harus dihadiri oleh paling tidak
seorang tenaga terlatih dalam resusitasi
neonatus. Di samping itu, setiap ibu hamil
hendaknya rutin periksa kehamilan difasilitas
kesehatan sehingga komplikasi dapat
dihindari.
Kata
Kunci:
161
Asfiksia, sectio caesarea,
induksi persalinan, vacum
extraction
Latar Belakang
Diseluruh dunia setiap tahun diperkirakan
empat juta bayi meninggal pada tahun
pertama kehidupannya dan dua per tiganya
meningggal pada bulan pertama. Dua per
tiga dari yang meninggal pada bulan
pertama meninggal pada minggu pertama.
Dua pertiga dari yang meninggal pada
minggu pertama, meninggal pada hari
pertama. Penyebab utama kematian pada
minggu
pertama
kehidupan
adalah
komplikasi kehamilan dan persalinan seperti
asfiksia, sepsis dan komplikasi berat lahir
rendah. Penyebab utama dari kematian
neonatus tersebut berhubungan secara
intrinsik dengan kesehatan ibu dan
perawatan yang diterima sebelum, selama
dan setelah melahirkan. (Depkes RI. 2008a).
Survei WHO (World Health Organization)
tahun 2002 dan 2004 menyebutkan bahwa
sekitar 23% seluruh kematian neonatal
disebabkan oleh asfiksia. Menurut data dari
Dinas Kesehatan Magetan tahun 2010
jumlah kematian bayi sebanyak 10/1000 KH,
sedangkan persentase target kinerja RSUD
dr. Sayidiman Magetan tahun 2010 tentang
angka kematian bayi adalah ≤ 0,20%. IMR
(Infant Mortality Rate) atau AKB (Angka
Kematian Bayi) pada ruang Perinatologi
RSUD dr. Sayidiman Magetan masih
sebanyak 65/1000 KH dengan resiko
kematian yang dikarenakan asfiksia sebesar
46,8%. Dari hasil studi pendahuluan di
RSUD dr.Sayidiman Magetan pada tahun
2011 didapatkan persentase persalinan
tindakan sebesar 29,38% dari total
persalinan selama satu tahun. Terdapat
peningkatan persentase pada tahun 2012
untuk kasus persalinan tindakan yaitu
menjadi 49,86% dari total persalinan selama
satu tahun. Dari total persalinan pada tahun
2011, diperoleh bayi yang mengalami
asfiksia ringan sebesar 46,52%, asfiksia
sedang 41,95% dan asfiksia berat 11,53%.
Terdapat peningkatan pada tahun 2012,
yaitu bayi yang mengalami asfiksia berat
sebesar 17,83%, sedangkan yang lainnya
mengalami penurunan, yaitu bayi yang
mengalami asfiksia sedang sebesar 40,5%,
asfiksia berat sebesar 41,67%.
Kasus
asfiksia
neonatorum
pada
umumnya disebabkan oleh manajemen
persalinan yang tidak sesuai dengan
standard dan kurangnya kesadaran ibu
untuk memeriksakan kehamilannya ke
tenaga kesehatan. (Leonardo, 2008).
Persalinan tindakan adalah suatu persalinan
yang membutuhkan bantuan alat-alat
kedokteran atau kepandaian skill penolong
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
(Siswosuharjo. 2010). Cara pengakhiran
kehamilan
bisa
dengan
persalinan
pervaginam maupun sectio caesarea. Efek
anestesi pada Sectio caesarea dapat
menyebabkan depresi pernafasan sehingga
memicu terjadinya asfiksia (Wiknjosastro,
2007:865). Asfiksia juga dapat disebabkan
oleh hiperstimulasi uterus atau tetania uteri
yang merupakan komplikasi dari induksi
persalinan, hiperstimulasi uterus yang
berlebihan dan relaksasinya terlalu singkat,
maka akan terjadi hipoksia dan asidosis
pada janin. Tetani atau spasme uterus dapat
mengurangi aliran darah uterus hingga suatu
taraf dimana janin akan mengalami asfiksia
(Jordan, 2003:160). Sedangkan pada
persalinan dengan Vacum Extraction,
terdapat komplikasi yang terjadi pada bayi,
yaitu
terjadi
kaput
suksedaneum,
sefalhematom, perdarahan intrakranial, juga
dapat menimbulkan gangguan peredaran
darah otak yang menyebabkan asfiksia
(Manuaba, 1998:134).
Tujuan Penelitian
HASIL PENELITIAN
Data hasil penelitian di RSUD dr.
Sayidiman Magetan, dari 146 persalinan
dengan Sectio Caesarea, diperoleh hasil
sebanyak 62 kasus (42,46%) mengalami
asfiksia ringan, 65 kasus (44,52%)
mengalami asfiksia sedang dan 19 kasus
(13,02%) mengalami asfiksia berat. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
13,02
Asf
i ks
ia B
t
n
ng
a
in g
eda
era
ia S
ia R
asfiksia
Vacum
Gambar 1. Distribusi Kejadian Asfiksia
Neonatorum dari Tindakan Sectio Caesarea
di RSUD dr. Sayidiman Magetan
Tahun 2011-2012
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
44
31
25
Asf
Asf
Asf
t
era
aB
iksi
ng
eda
aS
iksi
an
ing
aR
iksi
Jenis penelitian ini adalah penelitian
analitik. Metode penelitian ex post facto
dengan rancangan penelitian factorial
design. Populasi dalam penelitian ini
sebanyak 515 ibu bersalin dengan
persalinan tindakan. Sampel diambil dengan
teknik proportionated random sampling, 146
sampel Sectio caesarea, 52 sampel Induksi
Persalinan dan 20 sampel Vacum extraction,
selanjutnya dilakukan pengambilan sampel
secara simple random sampling. Variabel
dependent adalah tingkat asfiksia bayi baru
lahir dan variabel independent adalah
persalinan tindakan (sectio caesarea, Induksi
persalinan, Vacum extraction). Teknik
pengumpulan data menggunakan metode
studi dokumentasi yaitu data rekam medik di
RSUD dr. Sayidiman Magetan periode
Januari 2011-Desember 2012. Setelah data
terkumpul dilakukan pengolahan dan analisa
i ks
i ks
asfiksia
induksi
asfiksia
(Sectio
Vacum
44,52
42,46
Asf
asfiksia
Sectio
METODE PENELITIAN
162
data secara deskriptif yaitu distribusi
frekuensi kejadian asfiksia dari masingmasing
persalinan
tindakna.
Adanya
perbedaan dianalisis menggunakan uji
Kruskal-Wallis dengan α=0,05.
Asf
1. Mengidentifikasi
kejadian
neonatorum
dari
tindakan
Caesarea
2. Mengidentifikasi
kejadian
neonatorum
dari
tindakan
persalinan
3. Mengidentifikasi
kejadian
neonatorum
dari
tindakan
Extraction
4. Menganalisis perbedaan tingkat
dari
persalinan
tindakan
Caesarea, Induksi Persalinan,
Extraction.
ISSN: 2086-3098
Gambar 2. Distribusi Kejadian Asfiksia
Neonatorum dari Tindakan
Induksi Persalinan
di RSUD dr. Sayidiman Magetan
Tahun 2011-2012
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
Data hasil penelitian di RSUD dr.
Sayidiman Magetan, dari 52 persalinan
dengan Induksi, diperoleh hasil sebanyak 13
kasus (25%) mengalami asfiksia ringan, 23
kasus (44,23%) mengalami asfiksia sedang
dan 16 kasus (30,77%) mengalami asfiksia
berat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 2 .
Data hasil penelitian di RSUD dr.
Sayidiman Magetan, dari 20 persalinan
dengan Vacum Extraction, diperoleh hasil
sebanyak 1 kasus (5%) mengalami asfiksia
ringan, 9 kasus (45%) mengalami asfiksia
sedang dan 10 kasus (50%) mengalami
asfiksia berat. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 3 berikut:
60
50
45
50
40
20
5
0
t
e ra
aB
iksi
Asf
ng
eda
aS
iksi
Asf
an
ing
aR
iksi
Asf
Gambar 3. Distribusi Kejadian Asfiksia
Neonatorum dari Tindakan
Vacum Extraction
di RSUD dr. Sayidiman Magetan
Tahun 2011-2012
Tabel 1. Tingkat Asfiksia Menurut Jenis
Persalinan Tindakan
di RSUD dr. Sayidiman Magetan
Periode Januari 2011-Desember 2012
Tingkat Asfiksia
Jenis
Persalinan Asfiksia Asfiksia Asfiksia Total
Tindakan Ringan Sedang Berat
Sectio
62
65
19
146
caesarea 42,46% 44,52% 13,02% 100%
Induksi
13
23
16
49
Persalinan 25% 44,23% 30,77% 100%
Vacum
1
9
10
20
extraction
5%
45%
50% 100%
Nilai hasil perhitungan berdasarkan uji
Kruskal-Wallis adalah 19,592. Sedangkan
harga Chi-Square tabel pada dk=4 dan taraf
163
kesalahan 5% adalah 9,488. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa (Hhitung) lebih besar dari
harga Chi-Square tabel, maka Ho ditolak
pada taraf kesalahan α=0,05.
Untuk mengetahui resiko kejadian
asfiksia pada bayi baru lahir karena
persalinan tindakan (Sectio caesarea,
Induksi persalinan, Vacum extraction)
digunakan prosentase dari masing-masing
persalinan tindakan. Prosentase kejadian
asfiksia berat pada tindakan Sectio caesarea
adalah 13,02%, Induksi persalinan adalah
30,77% dan pada Vacum extraction adalah
50%. Hal tersebut berarti jenis persalinan
tindakan secara Sectio caesarea memiliki
resiko asfiksia paling kecil. Jenis persalinan
tindakan secara Induksi memiliki resiko
asfiksia yang lebih besar dari Sectio
caesarea. Sedangkan jenis persalinan
tindakan secara Vacum extraction memiliki
resiko asfiksia paling besar.
PEMBAHASAN
30
10
ISSN: 2086-3098
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kejadian asfiksia dari tindakan Sectio
caesarea cukup tinggi yaitu 44,52%
mengalami
asfiksia
sedang.
Teori
menunjukkan
bahwa
anestesi
yang
digunakan pada Sectio caesarea umumnya
mempunyai pengaruh depresif terhadap
pusat pernafasan bayi, sehingga bayi lahir
dalam keadaan apnea yang tidak dapat
diatasi dengan mudah. Pada persalinan
dengan Sectio caesarea, digunakan obat
anestesi. Hal ini dapat menyebabkan
hipotensi ibu yang berdampak pada
penurunan aliran darah uteroplasenta yang
dapat menyebabkan hipoksia dan asidosis
pada fetus. Bila terdapat gangguan
pertukaran gas atau pengangkutan oksigen
selama persalinan akan terjadi asfiksia yang
lebih berat (Wiknjosastro, 2007).
Menurut Varney (2007), neonatus yang
dilahirkan dengan Sectio caesarea, terutama
jika tidak ada tanda persalinan, tidak
mendapatkan manfaat dari pengeluaran
cairan paru dan penekanan pada toraks
sehingga mengalami gangguan pernafasan
yang lebih persisten. Berdasarkan uraian
tersebut, dapat dijelaskan bahwa tindakan
persalinan dengan Sectio caesarea dapat
menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir.
Hal tersebut dibuktikan dalam penelitian
Dewi (2005), bahwa persalinan section
caesarea dengan menggunakan anestesi
general meningkatkan resiko terjadinya
asfiksia neonatorum sebesar 5,35 kali pada
bayi cukup bulan. Sedangkan pada
penelitian Dwi Cahya Febrimulya (2010),
menyebutkan bahwa bayi yang dilahirkan
dengan cara Sectio caesarea mempunyai
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
resiko 3,5 kali mengalami asfiksia dari
persalinan normal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kejadian asfiksia dari tindakan Induksi
Persalinan cukup tinggi yaitu 44,23%
mengalami
asfiksia
sedang.
Teori
menunjukkan bahwa dengan adanya tenaga
tambahan yang diperoleh dari infus oksitosin
menyebabkan uterus berkontraksi tidak
seperti biasanya atau his terlalu kuat yang
disebut dengan tetania uteri. Hal ini dapat
menyebabkan berkurangnya penyediaan
darah ke rahim sehingga bayi akan
kekurangan nutrisi dan oksigen sehingga
bisa menyebabkan asfiksia intrauterin
sampai kematian janin dalam rahim
(Manuaba, 2010: 288).
Menurut Bobak (2002:797) oksitosin
dapat menimbulkan bahaya pada janin.
Bahaya pada janin meliputi asfiksia dan
hipoksia neonatus akibat kontraksi yang
terlalu sering. Berdasarkan uraian tersebut,
dapat disimpulkan bahwa tindakan induksi
persalinan berpengaruh terhadap asfiksia
pada bayi baru lahir, karena pada induksi
persalinan, bila kontraksi uterus menjadi
hipertonik atau sangat sering maka relaksasi
uterus terganggu yang berarti penyaluran
arus darah uterus mengalami kelainan
sehingga memperburuk sirkulasi utero
plasenta dan menyebabkan asfiksia bayi
baru lahir. Oleh karena itu pengawasan
kontraksi harus ditujukan agar kontraksi
dapat timbul seperti kontraksi fisiologis yaitu
dengan frekuensi 2-3 menit sekali dan
lamanya 40-60 detik sehingga tidak
menimbulkan asfiksia pada bayi baru lahir
(Saifuddin, 2002: 54). Namun dalam
penelitian ini, peneliti sudah membatasi
dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi,
bahwa janin dengan kondisi gawat janin
tidak dijadikan sampel, sehingga keadaan
janin dalam rahim masih normal dan sampel
tersebut dapat dikonrol bahwa kejadian
asfiksia pada bayi baru lahir memang murni
dikarenakan induksi persalinan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kejadian asfiksia dari tindakan Vacum
Extraction cukup tinggi yaitu 50% mengalami
asfiksia berat. Teori menunjukkan bahwa
pada tindakan vakum ekstraksi sering
ditemukan
cedera
serebral
yang
menimbulkan asfiksia. Bayi baru lahir
terutama peka terhadap cedera iskemik
akibat
berbagai
perubahan
(baik
peningkatan atau penurunan) aliran darah
serebral yang menimbulkan asfiksia pada
bayi, dengan jaringan serebrovaskularnya
yang rapuh, sangat peka terhadap
perdarahan
periventrikuler
dan
atau
intraventrikuler.
(Wong,
2008:
288).
Berdasarkan hasil penelitian Maesaroh, dkk
164
ISSN: 2086-3098
(2009) bahwa keadaan bayi pada persalinan
dengan ekstraksi vakum adalah bayi yang
ada morbiditasnya sebesar 75%, mengalami
asfiksia
sebesar
17,86%
dan
juga
mengalami
sefal
hematoma
serta
perdarahan intrakranial.
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh
perbedaan antara masing-masing tindakan
persalinan yaitu Sectio caesarea, Induksi
Persalinan dan Vacum extraction yang
masing-masing
mempengaruhi
tingkat
asfiksia bayi. Antara tindakan seksio sesarea
dengan induksi masing-masing juga dapat
mengakibatkan asfiksia pada janin. Dalam
melakukan persalinan seksio sesarea selalu
diberikan anestesi yang berfungsi sebagai
penenang dan penghilang rasa sakit bagi
ibu. Namun anestesi tersebut umumnya
mempunyai pengaruh depresif pada pusat
pernafasan janin, sehingga kadang-kadang
bayi lahir dalam keadaan apne yang tidak
dapat diatasi dengan mudah (Wiknjosastro,
2005:865). Tanpa kecuali, semua agen
anestetik yang menekan susunan saraf
pusat ibu akan melewati plasenta dan
menekan susunan saraf pusat neonatus
(Cunningham. 2005:400). Pada persalinan
dengan induksi, adanya tenaga tambahan
yang
diperoleh
dari
infus
oksitosin
menyebabkan uterus berkontraksi tidak
seperti biasanya atau his terlalu kuat yang
disebut dengan tetania uteri. Tetania uteri
yaitu kontraksi rahim yang terlalu kuat dan
tidak sesuai dengan pembukaan rahim. Hal
ini dapat menyebabkan berkurangnya
penyediaan darah ke rahim sehingga bayi
akan kekurangan nutrisi dan oksigen
sehingga
bisa
menyebabkan
asfikisa
intrauterin sampai kematian janin dalam
rahim (Manuaba, 2010:288).
Dalam penelitian ini, diperoleh hasil
bahwa
tindakan
induksi
persalinan
memberikan pengaruh lebih besar daripada
seksio sesarea. Sebelumnya, peneliti telah
membatasi dengan menggunakan kriteria
inklusi
dan
kriteria
eksklusi
dalam
pengambilan sampel untuk meminimalkan
terjadinya bias. Pada persalinan dengan
seksio sesarea dan induksi, ibu dan janin
masih dalam keadaan sehat, tidak terjadi
gawat janin. Sehingga asfiksia yang terjadi
memang benar-benar dikarenakan tindakan
seksio sesarea dan induksi. Mean rank dari
persalinan seksio sesarea sebesar 97,51
sedangkan pada induksi sebesar 125,22.
Dalam hasil penelitian Susanti (2011)
menunjukkan rata-rata apgar skor BBL
dengan SC pada ibu PEB ialah 5,2
sedangkan dengan induksi 5,67. Hal
tersebut semakin menguatkan bahwa
tindakan induksi persalinan memberikan
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
pengaruh lebih besar daripada seksio
sesarea terhdap kejadian asfiksia.
Tindakan vakum ekstraksi memberikan
pengaruh paling besar terhadap kejadian
asfiksia neonatorum, terbukti bahwa terdapat
50% yang mengalami asfiksia berat
dibandingkan dengan tindakan seksio
sesarea dan induksi persalinan. Sedangkan
berdasarkan data hasil penghitungan melalui
komputer, diperoleh mean rank dari masingmasing tindakan persalinan, dan tindakan
Vacum extraction memiliki nilai yang paling
besar yaitu sebesar 156,18. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tindakan Vacum
extraction memiliki resiko asfiksia bayi baru
lahir yang paling tinggi dari persalinan
tindakan yang lain. Hal tersebut didukung
oleh teori dari Wong (2008:288) dimana
persalinan dengan ekstraksi vakum sering
menimbulkan trauma pada bayi yang
mengakibatkan resiko paling besar bayi
mengalami asfiksia dibandingkan dengan
cara persalinan yang lain. Trauma lahir
merupakan trauma sebagai akibat tekanan
mekanik (seperti kompresi dan traksi)
selama proses persalinan. Ekstraksi vakum
dapat meningkatkan morbiditas pada bayi
yang
diantaranya
adalah
asfiksia,
hiperbilirubinemia, sefal hematoma dan
perdarahan intrakranial.
Maka dari itu tindakan ekstraksi vakum
memiliki resiko lebih besar terhadap kejadian
asfiksia dibandingkan dengan persalinan
tindakan yang lain, yaitu Sectio caesarea
dan Induksi persalinan. Hal tersebut juga
didukung oleh penelitian Sitepu, N. Y. (2012)
yang berjudul “Hubungan antara jenis
persalinan
dengan
kejadian
asfiksia
neonatorum di RSUD dr. M. Soewandhie
Surabaya” menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara jenis
persalinan
dengan
asfiksia.
Kejadian
asfiiksia neonatorum pada bayi
yang
dilahirkan dengan persalinan tindakan
adalah sebagai berikut; 100% pada
persalinan ekstraksi vakum, 60,78% pada
persalinan section cesarea dan 56% pada
induksi persalinan.
SIMPULAN DAN SARAN
ISSN: 2086-3098
3. Tindakan persalinan dengan Vacum
extraction memiliki resiko yang paling
besar terhadap kejadian asfiksia.
4. Terdapat perbedaan tingkat asfiksia dari
tindakan persalinan (Sectio caesarea,
Induksi persalinan, Vacum extraction).
Saran
1. Bagi Rumah Sakit
Persalinan tindakan (Sectio caesarea,
Induksi persalinan, Vacum extraction)
berpengaruh terhadap pernafasan bayi.
Sehingga dalam setiap persalinan di
Rumah Sakit harus dihadiri oleh paling
tidak seorang tenaga terlatih dalam
resusitasi neonatus, karena kebutuhan
resusitasi bisa timbul tiba-tiba. Setiap
petugas kesehatan di Rumah Sakit harus
bisa menghilangkan atau meminimalkan
faktor resiko penyebab asfiksia.
2. Bagi Masyarakat
Setiap ibu hamil hendaknya rutin periksa
kehamilan di fasilitas kesehatan yaitu,
minimal satu kali dalam trimester
pertama, minimal satu kali dalam
Trimester kedua dan minimal dua kali
dalam
Trimester ketiga, sehingga
komplikasi bisa dihindari.
3. Bagi Pendidikan
Setiap mahasiswa sebaiknya dibekali
dengan ilmu-ilmu baru mengenai asuhan
kebidanan pada ibu bersalin dan bayi
baru lahir, sehingga ketika di lapangan
dapat memberikan asuhan secara
optimal.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti
selanjutnya
diharapkan
memperhatikan variabel-variabel perancu
yang dapat mempengaruhi variabel
terikat dan juga menambah variabel
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2002. Buku Ajar
Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Budiarto, Eko. 2001. Biostatistika untuk
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:
EGC
Simpulan
1. Tindakan persalinan dengan Sectio
caesarea memiliki resiko yang paling
kecil terhadap kejadian asfiksia.
2. Tindakan persalinan dengan Induksi
memiliki resiko yang lebih besar daripada
tindakan Sectio caesarea terhadap
kejadian asfiksia.
165
-----, Budiarto, Eko. 2003. Metodologi
Penelitian Kedokteran. Jakarta: EGC
Cunningham, F. Gary. 2005.
Williams. Jakarta: EGC
Obstetri
Depkes RI. 2008a. Riset Kesehatan Dasar.
Jakarta: Depkes RI.
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
ISSN: 2086-3098
-----,
2008b.
Pencegahan
dan
Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum.
Jakarta: Depkes RI
-----. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: YBPSP
Hamilton, Persis Mary. 1995. Dasar-Dasar
Keperawatan Maternitas. Jakarta:EGC
Siswosuharjo, Suwignyo., dan Chakrawati,
Fitria. 2010. Panduan Super Lengkap
Hamil Sehat. Semarang: PT. Niaga
Swadaya
Hidayat, A. Alimul Aziz. 2007. Pengantar
Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
-----,
2009.
Buku
Saku
Praktikum
Keperawatan Anak. Jakarta: EGC
Ilyas, Jumiarni., Mulyati, Sri., dan S, Nurlina.
1995. Asuhan Keperawatan Perinatal.
Jakarta: EGC
Jordan, Sue. 2003. Farmakologi Kebidanan.
Jakarta: EGC
Leonardo. 2008. Asfiksia pada Bayi Baru
Lahir. Jakarta
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Ilmu
Kedokteran, Penyakit Kandungan, dan
Keluarga Berencana untuk Bidan.
Jakarta: EGC
-----. 2007. Gawat Darurat Obstetri
Ginekologi an Obstetri Ginekologi Sosial
untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC
Sinsin, Iis. 2008. Seri Kesehatan Ibu dan
Anak: Masa Kehamilan dan Persalinan.
Jakarta: PT.Elex Media Komputindo
Siswosuharjo, Suwignyo. 2010. Panduan
Super Lengkap Hamil Sehat. Semarang:
Penebar Plus
Sitepu, Neneng Yelis Br. 2011. Hubungan
Antara Jenis Persalinan dengan Kejadian
Asfiksia Neonatorum di RSUD dr. M.
Soewandhi
Surabaya.
Skripsi,
Universitas Airlangga, Surabaya.
Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta
Susanti. 2011. Perbedaan Apgar Skor
Antara BBL dengan SC dan BBL dengan
Induksi pada Ibu PEB. Karya Tulis Ilmiah,
Program Studi Kebidanan Magetan
Politeknik
Kesehatan
Surabaya,
Magetan.
-----. 2010. Ilmu Kedokteran, Penyakit
Kandungan, dan Keluarga Berencana
untuk Bidan. Jakarta: EGC
Varney, Helen. 2007. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan. Jakarta: EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri.
Jakarta: EGC
Wasis. 2008. Pedoman Riset Praktis untuk
Profesi Perawat. Jakarta: EGC
Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Waspodo, Djoko. 2008. Asuhan Persalinan
Normal dan Inisiasi Menyusu Dini.
Jakarta: JNPK-KR
-----. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Nursalam. 2001. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
-----. 2008. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan.
Jakarta: YBP-SP
-----. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP
Wong, L. Donna. 2008. Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta:
EGC
Rabe, Thomas. 2003. Buku Saku Ilmu
Kandungan. Jakarta: EGC
Saifuddin, A.B., 2002. Buku Acuan Nasional
Pelayanan
Kesehatan
Maternal
Neonatal. Jakarta: YBPSP.
166
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
ANALISIS FAKTOR RISIKO REPRODUKSI
YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN KANKER PAYUDARA PADA
WANITA DI RSUPH.ADAM MALIK DAN
RSUD DR.PIRNGADI MEDAN
Ardiana Batubara
(Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Medan)
ABSTRAK
Latar
belakang:
Kanker
payudara
merupakan penyebab kematian kedua
setelah
kanker
leher
rahim.
Bukti
epidemiologi menunjukkan bahwa terdapat
tiga faktor penyebab terjadinya kanker
payudara yaitu faktor hormonal, faktor
genetik dan faktor lingkungan. Tujuan:
Tujuan
penelitian
ini
adalah
untuk
menganalisis hubungan antara faktor risiko
reproduksi
dengan
kejadian
kanker
payudara. Metode: Jenis penelitian ini
adalah kasus kontrol. Subjek penelitian
adalah wanita yang menderita kanker
payudara yang mendapatkan perawatan dan
pengobatan di RSUP H.Adam Malik dan
RSUD dr.Pirngadi Medan. Besar sampel 100
responden yang terdiri dari 50 kasus dan 50
kontrol. Analisis yang digunakan adalah
univariabel untuk melihat karakteristik
masing-masing variabel, analisis bivariabel
mengunakan uji Chi-kuadrat dan analisis
multivariabel menggunakan Regresi logistik
ganda.
Hasil:
Faktor
risiko
yang
berhubungan dengan kejadian kanker
payudara berdasarkan analisis bivariabel
adalah usia menarche
(p=0,001), paritas
(p=0,001),
usia
kehamilan
pertama
(p=0,001) dan menyusui (p=0,002) dan pada
analisis multivariabel menunjukkan bahwa
keempat faktor risiko yang diteliti secara
statistik bermakna (p<0,05) usia menarche
(OR=4,41;95% CI: 1,33-14,63), paritas
(OR=6,38;95%
CI:
1,57-25,90),
usia
kehamilan perta ma (OR=7,91;95% CI; 1,8633,60) dan menyusui (OR = 4,24 ;95%
CI:1,22-14,76).Usia keha milan pertama
memberikan nilai odds rasio yang paling
tinggi yaitu (OR=7,91;95% CI:1,86-33,60).
Simpulan:
risiko
reproduksi
yang
berhubungan dengan
kejadian kanker
payudara adalah usia menarche yang <12
tahun, paritas 1-2, usia kehamilan pertama
20-30 tahun dan tidak menyusui mempunyai
hubungan dengan kejadian kanker payudara
dan usia kehamilan pertama merupakan
faktor yang paling dominan.
Kata kunci: Faktor risiko, kanker payudara,
reproduksi
167
ISSN: 2086-3098
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kanker payudara merupakan penyebab
kematian kedua akibat kanker pada wanita
setelah kanker rahim dan merupakan kanker
yang paling banyak ditemui pada wanita.
Penyebab kanker payudara tidak diketahui
dengan jelas tetapi banyak faktor risiko
berhubungan dengan terjadinya kanker
payudara, antara lain usia menarche yang
kurang dari 12 tahun , wanita yang
menopause pada usia lebih dari 50 tahun,
wanita yang tidak pernah menikah, wanita
yang menikah tapi tidak mendapat
keturunan,wanita yang melahirkan anak
pertama pada usia diatas 30 tahun, wanita
yang tidak pernah menyusui, wanita yang
memiliki anggota keluarga penderita kanker
payudara dan masih banyak lagi faktor
lainnya. Beberapa faktor tersebut diatas
berhubungan dengan hormon reproduksi
wanita yang erat kaitannya dengan
terjadinya kanker payudara. Estrogen adalah
hormon yang berperan dalam proses tumbuh
kembang organ seksual wanita. Pada
beberapa wanita, estrogen justru sebagai
penyebab awal kanker. Sumatra Utara
menempati urutan kelima terjadinya kanker
payudara di antara seluruh propinsi yang
ada di Indonesia, dan sebagian besar
penderita
kanker payudara terdiagnosis
pada stadium stadium lanjut. Hal ini mungkin
disebabkan
karena
masih
kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang penyakit
ini serta faktor sosial ekonomi yang
menghambat
pasien
mendapatkan
pengobatan medis yang memadai.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kasus
kontrol dengan menggunakan pendekatan
retrospektif
yang
bertujuan
untuk
menganalisis
hubungan
faktor
risiko
reproduksi dengan kejadian kanker payudara
dan mencari faktor yang paling dominan
berhubungan dengan kejadian kanker
payudara di RSUP H.Adam Malik dan RSUD
dr.Pirngadi Medan.
Dalam penelitian ini jumlah sampel
dihitung berdasarkan ”Rule of thumb” Maka
besar sampel adalah 100 subjek. Lima
puluh (50) subjek untuk kasus dan 50
subjek untuk control(Dahlan, 2009). ”Rule of
thumb” yaitu besar sampel adalah 10 kali
jumlah variabel bebas yang di teliti, karena
pada penelitian terdapat 4 variabel bebas
dan 1 variabel terikat. Maka besar sampel
adalah 100 subjek. 50 subjek untuk kasus
dan 50 subjek untuk kontrol.
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
168
44
56
6
44
12
88
Nilai p
5,76 (2,08−15,97)
1,0
< 12 tahun 22
≥12 tahun 28
Kontrol
(n=50)
n %
0,001
Kasus
(n=50)
n %
12,698
Usia
Menarche
X2
Kelompok
Tabel 1. di atas menunjukkan bahwa usia
menarche <12 tahun mempunyai hubungan
yang bermakna (p<0,05) terhadap terjadinya
kanker payudara. Usia menarche <12 tahun
mempunyai
risiko
terjadinya
kanker
payudara besarnya 5,76 kali dibandingkan
dengan usia menarche ≥12 tahun.
Kontrol
(n=50)
n %
X2
Nilai p
OR (95% CI)
30 60 12 24
5 30 22 44
5 10 16 32
0,001
8,0 (2,10−32,46)
2,18 (0,57−8,64)
1,0
Tabel 2. Hubungan Paritas dengan
Kejadian Kanker Payudara
Kelompok
Paritas
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
faktor risiko yang berhubungan dengan
kejadian kanker payudara berdasarkan
analisis bivariabel adalah usia menarche
(p=0,001), paritas (p=0,001), usia kehamilan
pertama (p=0,001) dan menyusui (p=0,002)
dan pada analisis multivariabel menunjukkan
bahwa keempat faktor risiko yang diteliti
secara statistik ber makna (p<0,05) usia
menarche (OR=4,41; 95% CI: 1,33−14,63),
paritas (OR = 6,38;95% CI: 1,57−25,90),
usia kehamilan pertama (OR=7,91;95%
CI;1,86-33,60)
dan
menyusui
(OR=
4,24;95% CI:1,22−14,76). Usia kehamilan
pertama memberikan nilai odds rasio yang
paling
tinggi
yaitu
(OR=7,91;95%
CI:1,86−33,60).
Simpulan
risiko
reproduksi
yang
berhubungan dengan
kejadian kanker
payudara adalah usia menarche yang <12
tahun, paritas 1−2, usia kehamilan pertama
20−30 tahun dan tidak menyusui mempunyai
hubungan dengan kejadian kanker payudara
dan usia kehamilan pertama merupakan
faktor yang paling dominan.
OR (95% CI)
Tabel 1. Hubungan Usia Menarche dengan
Kejadian Kanker Payudara
14,801
Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini adalah consecutive sampling.
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder dan data primer.
Pengumpulan data diawali dari data
sekunder yaitu dengan melihat hasil
pendokumentasian dari Rekam Medis untuk
mengetahui pasien-pasien dengan diagnosis
kanker payudara yang dirawat di RSUP
H.Adam Malik dan RSUD dr.Pirngadi Medan.
Setelah
itu
baru
dapat
dilakukan
pengumpulan data primer.
Pengumpulan data primer dilakukan
dengan melakukan wawancara terstruktur
menggunakan kuesioner. Pertanyaan pada
lembar kuesioner disusun oleh peneliti
berdasarkan variabel penelitian dengan
kalimat yang sudah divalidasi dan dijawab
oleh responden sehingga terjadi persamaan
interpretasi
antara
responden
dan
peneliti.Kuesioner yang disusun terdiri dari
14 butir soal. Semua pertanyaan disusun
dalam bentuk pertanyaan tertutup.Instrumen
penelitian yang reliabilitasnya diuji dengan
test-retest
dilakukan
dengan
cara
mencobakan instrument beberapa kali pada
responden. Jadi dalam hal ini instrumennya
sama,waktunya yang berbeda. Reliabilitas
diukur dari koefisien korelasi antara
percobaan pertama dengan yang berikutnya.
Bila koefisien korelasi positip dan signifikan
maka instrument tersebut sudah dinyatakan
reliabel.
ISSN: 2086-3098
1−2
3−4
>4
Kasus
(n=50)
n %
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa
paritas 1−2 mempunyai hubungan yang
bermakna
(p<0,05)terhadap
terjadinya
kanker payudara. Paritas 1−2 merupakan
risiko terjadinya kanker payudara sebesar
8,0 kali bila dibandingkan dengan paritas >4.
Tabel 3 menunjukkan bahwa usia
kehamilan pertama mempunyai hubungan
yang bermakna (p<0,05) dengan terjadinya
kanker payudara. Usia kehamilan pertama
>30 tahun mempunyai risiko terjadinya
kanker payudara sebesar 12,5 kali bila
dibandingkan dengan usia kehamilan
pertama <20 tahun.
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
1,0
7,32 (2,05−28,59)
12,50 (1,34−150,77)
< 20 th
4 8 20 40
20−30 th 41 82 28 56
> 30 th
5 10 2 4
Nilai p
OR (95% CI)
0,002
5,063 (1,70−15,05)
1,0
Tabel 4 Hubungan Menyusui dengan
Kejadian Kanker Payudara
Ya
Tidak
Kasus
(n=50)
n %
Kontrol
(n=50)
n %
18 36 5 10
32 64 45 90
9,543
Menyusui
X2
Kelompok
Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa Ibu
yang tidak menyusui mempunyai hubungan
yang bermakna (p<0,05) dengan terjadinya
kanker payudara. Ibu yang tidak menyusui
mempunyai
risiko
terjadinya
kanker
payudara
sebesar
5,06
kali
bila
dibandingkan dengan Ibu yang menyusui.
Berdasarkan Tabel 5 di atas diperoleh
persamaan regresi sebagai berikut:
P(Y) = 1 / {1 + ekp -4,657+ 1,484 (usia
menarche<12 tahun)+1,854 (paritas 1−2) +
2,068 ( usia kehamilan pertama )+ 1,446
(tidak menyusui). Dari model peluang di atas
dapat diketahui jika seorang wanita usia
menarche < 12 tahun; paritas 1−2, usia
kehamilan 20−30 tahun dan tidak menyusui
maka besarnya peluang terjadinya kanker
payudara adalah 0,968.
169
Usia
1,484
menarche
<12 tahun
Paritas
1,854
0,612 0,015
OR
(95%CI)
Nilai p
SE(β)
Koef β
Tabel 5 Analisis Regresi Logistik Ganda
Hubungan Faktor Risiko Reproduksi dengan
Kejadian Kanker Payudara.
Variabel
Nilai p
0,001
Kontrol
(n=50)
n %
14,40
Kasus
(n=50)
n %
X2
Kelompok
Usia
Kehamilan
Pertama
OR (95% CI)
Tabel 3 Hubungan Usia Kehamilan
Pertama dengan Kejadian Kanker Payudara
ISSN: 2086-3098
4,41
(1,33−14,63)
0,714 0,009
6,38
(1,57−25,90)
0,738 0,005
7,91
(1,86−33,61)
Usia
2,068
kehamilan
pertama
20−30 thn
Tidak
1,446 0,636 0,023
4,24
menyusui
(1,22−14,76)
Konstanta -4,657 1,239
Akurasi model: 78%
PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis bivariabel dengan
uji Chi Kuadrat menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan (p<0,05) antara
usia menarche dengan kejadian kanker
payudara, usia menarche <12 tahun
merupakan risiko untuk terjadinya kanker
payudara sebesar 5,76 kali dibandingkan
dengan usis menarche ≥12 tahun. Hasil
analisis dengan multivariabel usia menarche
juga terbukti secara bermakna OR= 4,41(
95% CI).
Hasil penelitian ini sesuai dengan
beberapa hasil penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya(Meshram, Hiwarkar,
Kulkarni, 2009) di India yaitu usia menarche
<12 tahun berhubungan dengan terjadinya
kanker payudara dengan p<0,001 besarnya
OR=4,99.Chapelon FC ,Launoy G, Auqueier
A, Gairard B, Bremond A, Piana L, 1995) di
France meneliti yaitu usia menarche yang
terlalu dini berhubungan dengan terjadinya
kanker payudara dengan p<0,004.
Berdasarkan analisis bivariabel dengan
uji Chi Kuadrat menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan (p<0,05) antara
paritas dengan kejadian kanker payudara,
paritas 1−2 memiliki risiko terjadinya kanker
payudara sebesar 8,0 dan paritas 3−4
adalah 2,18
bila dibandingkan dengan
paritas >4. Selanjutnya hasil analisis
multivariabel dengan regresi logistik ganda
paritas memberikan hasil yang paling
bermakna terhadap terjadinya kanker
payudara dengan besar OR=6,38 (95%CI).
Rao, Genesh, Desai,2011, di India juga
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
membuktikan adanya hubungan yang
signifikan (p< 0,001) antara paritas dengan
kanker payudara pada nulipara sebanyak
61% untuk kasus dan 32% untuk control. Hal
yang sama diungkapkan oleh Chapelon,
Launoy, Auqueier, Gairard, Bremond, Piana,
1995, di Prancisbahwa ada hubungan yang
signifikan (p< 0,004) antara paritas dengan
kanker payudara untuk kelompok nulipara.
Berdasarkan analisis bivariabel dengan
uji Chi Kuadrat menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan (p<0,05) antara
usia kehamilan pertama dengan kejadian
kanker payudara, usia kehamilan pertama
antara 20−30 tahun menunjukkan besarnya
risiko untuk terjadinya kanker payudara
sebesar 7,32 kali dibandingkan dengan usia
kehamilan pertama <20 tahun. Usia
kehamilan pertama >30 tahun mempunyai
risiko terjadinya kanker payudara sebesar
12,5 dibandingkan dengan usia kehamilan
pertama <20 tahun. Selanjutnya hasil
analisis multivariabel dengan regresi logistik
ganda usia kehamilan pertama memberikan
hasil yang bermakna terhadap terjadinya
kanker payudara dengan besar OR=7,91
(95%CI) Suatu studi yang dilakukan oleh
Rasjidi, Hartanto,2009ditemukan bahwa
peningkatan dua kali lipat risiko kanker
payudara pada wanita yang usia saat hamil
>30 tahun dengan usia yang lebih muda
yaitu sebelum usia 20 tahun.Rao, Genesh,
Desai,2011 di India melaporkan bahwa
adanya hubungan yang signifikan antara
umur pertama hamil dengan kejadian kanker
payudara (p<0,004).Demikian juga penelitian
yang dilakukan Mesham, Hiwarkar, Kulkarni,
2009 di India menyebutkan
adanya
hubungan yang signifikan antara umur
pertama hamil dengan kejadian kanker
payudara (p<0,01)
Berdasarkan analisis bivariabel dengan
uji Chi Kuadrat menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan (p<0,05) antara
menyusui dengan kejadian kanker payudara.
Ibu yang tidak menyusui memiliki risiko untuk
terjadinya kanker payudara sebesar 5,06 kali
dibandingkan dengan ibu yang menyusui.
Hasil analisis multivariabel dengan regresi
logistik ganda dimana ibu yang tidak
menyusui memberikan hasil yang bermakna
terhadap terjadinya kanker payudara dengan
besar OR=4,24 (95%CI) . Hasil penelitian ini
sesuai dengan beberapa hasil penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya.Bahwa
penelitian yang dilakukan oleh Ozmen,
Ozcinar, Karanilik, Cabioglu, Tukenmez,
Rian. et al,2009 di Turki dan Norsaadah B,
Rusli, Imran, Winn,2005 di Malaysia
(p<0,0001) dan Claude, Eby, Kiechle,
Bastert, Becher,2000 di Jerman (p<0,01)
sama-samamelaporkan
bahwa
ada
170
ISSN: 2086-3098
hubungan yang signifikan
antara lama
menyusui dengan kejadian kanker payudara.
Pada analisis multivariabel menunjukkan
bahwa keempat faktor risiko yang diteliti
secara statistik bermakna (p<0,05) usia
menarche (OR=4,41; 95%CI: 1,33- 14,63),
paritas (OR=6,38;95%CI: 1,57- 25,90), usia
kehamilan pertama (OR=7,91;95%CI; 1,8633,60) dan menyusui (OR=4,24;95%CI:1,2214,76).Usia kehamilan pertama memberikan
nilai odds rasio yang paling tinggi yaitu
(OR=7,91;95% CI:1,86-33,61).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan Hasil penelitian yang
dilakukan di RSUP H.Adam Malik dan RSUD
dr.Pirngadi Medan dapat diambil simpulan
sebagai berikut:
1. Usia menarche yang <12 tahun
merupakan faktor risiko terjadian kanker
payudara pada perempuan.
2. Paritas 1dan 2 merupakan faktor risiko
terjadinya
kanker
payudara
pada
perempuan.
3. Usia kehamilan pertama 20−30 tahun
merupakan faktor risiko terjadinya kanker
payudara pada perempuan.
4. Ibu yang tidak menyusui bayinya
merupakan faktor risiko terjadinya kanker
payudara pada perempuan.
5. Usia menarche <12 tahun merupakan
faktor dominan terhadap terjadinya
kanker payudara pada perempuan.
Saran
1. Diharapkan kepada peneliti yang akan
datang dapat meneliti faktor risiko yang
berbeda atau menyangkut gaya hidup
dgn metode penelitian yang berbeda
seperti coss sectional.
2. Ibu yang mempunyai faktor risiko seperti
usia menarche <12 tahun, paritas 1-2,
usia kehamilan pertama >30 tahun dan
ibu yang tidak menyusui bayinya
sebaiknya agar melakukan deteksi dini
kanker payudara dengan SADARI dan
tidak menunda masa kehamilannya
sebelum usia <30 tahun dan harus
memberikan ASI pada bayinya.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto
E.
Metodeologi
Penelitian
kedokteran. Jakarta,EGC. 2004.
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
Claude JC, Eby N, Kiechle M, Bastert G,
Becher H. Breastfeeding and breast
cancer risk by age 50 among women in
Germany.Cancer
causes
and
control.Kluwer Academic Publishers.
2000; 11;687-695.
Chapelon FC, Launoy G, Auqueier A,
Gairard B, Bremond A, Piana L, et al.
Reproductive factorts and breast cancer
risk. effect of age at diagnosis.Annais of
Epidemiology 1995;5(4):315-20.
Dahlan S. Besar sampel dan cara
pengambilan sampel dalam penelitian
kedokteran dan kesehatan.Ed 2.Jakarta,
Salemba Medika,2009.
ISSN: 2086-3098
Rasjidi I, Hartanto A. Kanker payudara.
Dalam: Rasjidi I, editor. Deteksi dini dan
pencegahan kanker payudara pada
wanita. Jakarta: Sagung seto;2009.h.5191.
Rumah
Sakit
Kanker
Darmais.
Penatalaksanaan
Kanker
payudara
terkini. Jakarta: Pustaka Populer Obor;
2000
Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-Dasar
Metodologi Penelitian Klinis.Edisi ke-3.
Jakarta:CV Sagung Seto;2010.
Dahlan S. Statistik untuk kedokteran dan
kesehatan. Ed 4. Jakarta, Salemba
Medica.
Hastono S. Analisis Basic Data Analysis for
Health
Research
Training.Data
Kesehatan.Fakultas
Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. 2007
Luwia M. Problematika dan keperawatan
payudara.Cetakan
pertama.Jakarta,
Kawan pustaka,2003.
Mesham,
Hiwarkar
PA,
Kulkarni
PN.Reproductive risk factor for breast
cancer: A Case Control Study study
online J Health Allied Ssc 2009;8(3);5
Norsaadah B, Rusli NB, Imran KA, Winn T.
Risk faktors of breast canser in
women.Kelantan Malaysia. Singapore J
Med 2005; 46(12):698-705. [diunduh 28
Maret
2011
].Tersedia
da:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1
6308643
Ozmen V, Ozcinar B, Karanilik H, Cabioglu
N, Tukenmez M, Rian D. et al. Faktor
risiko kanker payudara
pada wanita
Turki. World J Surg Oncol. 2009 [
diunduh 28 Maret 2011 ] Tersedia
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/193
56229
Rao DN, Genesh B, Desai PB. Role of
reproductive factors in breast cancer in a
low-risk area:a case-control study.Br,J
Cancer[abstract]
1994;78,129132.[Diunduh pada 23 Maret 2011];
Tersedia
dari
:Pubmed
central
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/
PMC2033304/pdf/brjcancer000530131.pdf
171
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
ISSN: 2086-3098
PENDAHULUAN
PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR ANAK
USIA 6-24 BULAN BERDASARKAN
PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN
PENDIDIKAN IBU.
Sondang Sidabutar
(Akbid Griya Husada Surabaya)
ABSTRAK
Latar belakang: Tumbuh kembang merupakan
proses yang kontinyu sejak konsepsi sampai
dewasa, yang dipengaruhi oleh genetik dan
lingkungan. Perkembangan motorik kasar
adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan pergerakan dan
sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar
seperti duduk, berdiri, dan sebagainya.
Perkembangan motorik kasar pada anak usia
6-24 bulan di Posyandu Tulip Kalirungkut
Surabaya yang tidak sesuai umur sebanyak
20%, tidak mendapatkan ASI eksklusif
sebanyak
50%
dan
mayoritas
ibu
berpendidikan tinggi sebanyak 70%. Tujuan:
Penelitian ini bertujuan diketahuinya gambaran
perkembangan motorik kasar anak usia 6-24
bulan berdasarkan pemberian ASI eksklusif
dan pendidikan ibu di Posyandu Tulip Kel.
Kalirungkut Surabaya. Metode: Penelitian ini
menggunakan desain penelitian deskriptif
dengan teknik sampling jenuh sebesar 41
anak. Instrumen penelitian menggunakan data
primer kuesioner dan KPSP serta data
sekunder dari register bayi dan balita di
Posyandu Tulip Kalirungkut Surabaya. Data
kemudian diolah menggunakan distribusi
frekuensi lalu dilakukan tabulasi silang. Hasil:
Anak yang mendapatkan ASI eksklusif
mayoritas perkembangan motorik kasarnya
sesuai dengan umur sebanyak 17 anak
(89,47%) dan ibu yang pendidikan tinggi
mayoritas perkembangan motorik kasar
anaknya sesuai umur sebanyak 16 orang
(84,21%). Oleh karena itu, melalui penelitian
ini
dapat
mengetahui
faktor
yang
mempengaruhi perkembangan motorik kasar.
Simpulan: Dapat disimpulkan dari penelitian ini
bahwa ASI eksklusif dan pendidikan ibu
mempengaruhi perkembangan motorik kasar
anak. Saran: Diharapkan semua ibu dapat
memenuhi kebutuhan nutrisi yang baik bagi
bayinya dengan ASI eksklusif dan memiliki
pengetahuan mengenai cara merawat anak
yang baik sesuai umur dan tahap
perkembangan.
Kata kunci: Perkembangan anak, motorik
kasar, ASI, pendidikan
172
Latar Belakang
Periode penting dalam tumbuh kembang
anak adalah masa balita. Karena pada masa
ini
pertumbuhan
dasar
yang
akan
mempengaruhi
dan
menentukan
perkembangan anak selanjutnya. Pada
masa ini perkembangan kemampuan
berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial,
emosional dan intelegensia berjalan sangat
cepat
dan
merupakan
landasan
perkembangan berikutnya. Motorik kasar
adalah gerakan tubuh yang menggunakan
otot-otot besar atau 95% atau seluruh
anggota tubuh yang dipengaruhi oleh
kematangan anak itu sendiri (Soetjiningsih,
1998b).
Kualitas masa depan anak ditentukan
oleh perkembangan dan pertumbuhan anak
yang optimal. Tiga tahun pertama kehidupan
anak merupakan masa yang sangat penting
karena terjadi pertumbuhan fisik dan
perkembangan (kecerdasan, ketrampilan
motorik, mental, sosial, emosional) yang
sangat pesat. Di usia inilah yang disebut
“Golden Age”. Oleh karena itu, penting bagi
ibu untuk memberikan nutrisi yang terbaik
bagi anak sejak awal kehidupannya. Hal ini
didukung oleh pendapat Purwanti, H.S
(2007) yang menyatakan bahwa anak yang
sehat harus disiapkan sejak dalam
kandungan dan saat persalinan hingga masa
tumbuh kembangnya.
ASI mengandung zat gizi asam linoleat
yang fungsinya membentuk dan memelihara
mielin, yaitu lapisan yang membungkus
susunan saraf sehingga sel-sel otak tidak
terganggu. Adanya mielin ini, yaitu protein di
dalam
ASI,
membantu
proses
pembungkusan sel-sel saraf otak. Dengan
mielinisasi maka otak bayi tidak mudah
mendapat rangsangan dan tidak mudah
terjadi kejang. ASI merupakan sumber taurin
dan folasin, asam linoleat (asam lemak
rantai panjang), dan laktosa. Semua unsur
nutrisi ini merupakan bahan penting dalam
pertumbuhan saraf otak (Purwanti, H.S.,
2007).
Pada penelitian Lukas (1993) terhadap
300 bayi prematur menunjukkan bahwa yang
diberi ASI eksklusif mempunyai IQ 8,3 poin
lebih tinggi dibandingkan kelompok bayi
prematur yang tidak diberi ASI. Penelitian
Riva (1997) menunjukkan bahwa bayi
dengan ASI eksklusif ketika berusia 9,5
tahun mempunyai IQ 12,9 poin lebih tinggi
dibanding bayi yang tidak mendapat ASI.
Anak yang mendapat ASI eksklusif memiliki
rata-rata IQ 14,2 poin lebih tinggi, artinya
semakin banyak ia mendapat ASI, anak
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
tersebut akan semakin cerdas (Kompas,
2001). Bayi yang diberikan ASI selama
minimal 6 bulan perkembangan motoriknya
lebih cepat dibandingkan bayi yang tidak
diberi ASI menurut Perchevis (1974), bayi
akan lebih cepat jalan menurut Douglas
(1950), dan kognitif, daya ingat, serta
perbendaharaan kata dan bahasa yang lebih
baik menurut Rogan dan Gladen (1993)
(Roesli, U., 2008).
Selain nutrisi yang penting bagi bayi,
perlu adanya stimulasi yang baik bagi bayi.
Stimulasi terhadap tumbuh kembang anak ini
dipengaruhi oleh pendidikan orangtua.
Pendidikan orang tua merupakan salah satu
faktor penting dalam tumbuh kembang anak.
Dengan pendidikan yang baik, maka orang
tua dapat menerima segala informasi dari
luar terutama tentang cara pengasuhan anak
yang baik, bagaimana menjaga kesehatan
anaknya, pendidikannya dan sebagainya.
(Soetjiningsih, 1998b).
Berdasarkan hasil survey pendahuluan di
Posyandu Tulip Kel. Kalirungkut Surabaya,
dari 10 anak didapatkan data yang
perkembangan motorik kasarnya sesuai
sebanyak 8 anak (80%) dan yang
perkembangan motorik kasarnya tidak
sesuai sebanyak 2 anak (20%). Yang
mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 5 anak
(50%) dan tidak mendapatkan ASI eksklusif
sebanyak 5 orang (50%). Mayoritas ibu
berpendidikan tinggi sebanyak 7 orang
(70%) dan pendidikan menengah sebanyak
3 orang (30%).
Sementara, laporan data Deteksi Dini
Tumbuh Kembang Balita di Posyandu Tulip
Kel. Kalirungkut Surabaya pada anak usia 624 bulan yaitu hanya sebanyak 14 anak
(34%) dari 41 anak (Data DDTK di
Puskesmas Kalirungkut). Hal ini belum
mencapai target nasional, yakni 80%.
Berdasarkan Kementrian Kesehatan RI
(2010) didapatkan bahwa cakupan ASI
eksklusif di tingkat Nasional tahun 2008
sebanyak 24,3%, tahun 2009 sebanyak
34,3% dan tahun 2010 sebanyak 15,3%.
Menurut rekapitulasi data ASI eksklusif di
Puskesmas Kalirungkut Surabaya tahun
2011 didapatkan cakupan ASI eksklusif di
Puskesmas Kalirungkut Surabaya sebanyak
39% dan Posyandu Tulip Kalirungkut
Surabaya sebanyak 40%. Cakupan ini
cenderung untuk menurun dan masih belum
mencapai target nasional, yakni 80%
(Kep.Men.Kes 2012).
Faktor genetik merupakan faktor yang
diturunkan dari orangtua dan sebagai modal
dasar dalam mencapai hasil akhir proses
tumbuh kembang anak. Namun, faktor
genetik ini juga harus ditunjang dengan
lingkungan yang baik sehingga proses
173
ISSN: 2086-3098
tumbuh kembang anak optimal. Faktor
lingkungan merupakan faktor yang sangat
menentukan tercapai atau tidaknya potensi
bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan
memungkinkan tercapainya potensi bawaan,
sedangkan yang kurang baik akan
menghambatnya. Faktor lingkungan ini
dibagi menjadi dua, yaitu faktor lingkungan
pranatal dan faktor lingkungan postnatal.
Faktor lingkungan postnatal meliputi :
lingkungan biologis, faktor fisik, faktor
psikososial, dan faktor keluarga serta adat
istiadat. Yang termasuk faktor lingkungan
biologis salah satunya adalah gizi/
pemenuhan nutrisi pada anak. Sedangkan
yang termasuk faktor keluarga dan adat
istiadat salah satunya adalah pendidikan
orang tua. Faktor psikologis antara lain
meliputi : stimulasi, motivasi belajar, kualitas
interaksi antara anak dan orangtua, dan lainlain.
Stimulasi
adalah
rangsanganrangsangan atau stimulus yang diberikan
kepada anak oleh lingkungan sekitarnya,
terutama orangtua, agar anak bisa tumbuh
dan berkembang dengan baik (Pudjiastuti,
E., 2007).
Untuk itu, agar perkembangan seorang
anak menjadi optimal diharapkan semua ibu
yang memiliki bayi dapat memberikan ASI
secara eksklusif kepada bayinya sejak 1 jam
setelah kelahiran bayi sampai bayi berusia 6
bulan. Dan dianjurkan pemberian hingga 2
tahun dengan ditambah pemberian makanan
tambahan lain serta pendidikan yang baik
dari ibu sehingga dapat memberikan
stimulasi pada anaknya. Dengan demikian
diharapkan seluruh anak Indonesia memiliki
perkembangan motorik yang baik. (Purwanti,
H.S., 2007).
Melihat kasus tersebut di atas, maka
perlu
adanya
upaya
khusus
untuk
memaksimalkan pemberian ASI eksklusif.
Bidan sebagai profesi mempunyai tanggung
jawab pokok pelayanan kesehatan ibu dan
anak harus mampu menerapkan konsep ASI
eksklusif agar bayi mendapatkan nutrisi yang
adekuat untuk tumbuh kembangnya. Dengan
cara memberikan dukungan kepada semua
ibu hamil dan ibu bersalin untuk dapat
memberikan ASI secara eksklusif, dimulai
pada saat 1 jam setelah persalinan, yaitu
IMD (Inisiasi Menyusu Dini).
Sepuluh langkah sukses pemberian ASI
telah dikenalkan di seluruh dunia pada tahun
1989 merupakan pernyataan WHO/ UNICEF
tentang peranan fasilitas persalinan unuk
melindungi,
mempromosikan,
dan
mendukung ASI. UNICEF mendukung
segala upaya untuk mempromosikan,
mendukung, dan melindungi pemberian ASI
sebagai intervensi utama peningkatan
keselamatan hidup anak. Setiap minggu
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
pertama bulan Agustus dijadikan sebagai
“Pekan ASI”, yang dilaksanakan untuk
meningkatkan kesadaran semua pihak
tentang pentingnya ASI bagi bayi dan
diperlukannya dukungan bagi ibu dalam
mencapai keberhasilan menyusui bayinya
(Kementrian Kesehatan RI, 2010).
Berdasarkan masalah di atas, yaitu dari
20% anak yang perkembangan motorik
kasarnya tidak sesuai tidak ada yang
mendapatkan ASI eksklusif dan 50%-nya
adalah anak yang ibunya berpendidikan
menengah. Maka perlu dilakukan penelitian
tentang gambaran perkembangan motorik
kasar anak usia 6-24 bulan berdasarkan
pemberian ASI eksklusif dan pendidikan ibu.
Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah diketahuinya
gambaran perkembangan motorik kasar
anak
usia
6-24
bulan berdasarkan
pemberian ASI eksklusif dan pendidikan ibu
di Posyandu Tulip Kel. Kalirungkut
Surabaya.
ISSN: 2086-3098
Instrumen atau alat pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner, KPSP dan register bayi & balita.
Pengumpulan
data
dengan
menggunakan data primer yang didapatkan
dari kuesioner dan KPSP serta data
sekunder yaitu register bayi dan balita.
Analisis data dalam penelitian ini didapatkan
dari buku data siswa, dan wawancara
kemudian diolah dengan tahap-tahap
sebagai berikut: editing, coding, entry,
cleaning data.
HASIL PENELITIAN
Posyandu Tulip terletak di Jalan Rungkut
Asri
RW
IX
Kelurahan
Kalirungkut
Kecamatan Rungkut Surabaya dengan
jumlah balita 120 anak dan anak usia 6-24
bulan sebanyak 41 anak. Jumlah kader
sebanyak 7 orang. Dari penelitian terhadap
41 anak usia 6 – 24 bulan menggunakan
data primer dan data sekunder, didapatkan
perkembangan motorik kasar anak yang
dipengaruhi oleh pemberian ASI eksklusif
dan pendidikan ibu sebagai berikut:
METODE PENELITIAN
Perkembangan Motorik Kasar
Dalam penelitian ini, metode yang
digunakan
adalah
metode
penelitian
deskriptif yang dilakukan secara sistematis
dan lebih menekankan pada data faktual
daripada penyimpulan. Fenomena disajikan
secara apa adanya tanpa manipulasi dan
peneliti
tidak
mencoba
menganalisis
bagaimana dan mengapa fenomena tersebut
bisa terjadi. Oleh karena itu penelitian jenis
ini tidak perlu adanya suatu hipotesis
(Nursalam, 2008).
Penelitian dilakukan pada bulan Mei - Juli
2012 yang dilaksanakan di Posyandu Tulip
Kel.
Kalirungkut
Surabaya
dengan
pertimbangan, terdapat 20% anak yang
perkembangan motorik kasarnya tidak
sesuai dan tidak ada yang mendapatkan ASI
eksklusif serta 50%-nya adalah anak yang
ibunya
berpendidikan
menengah
di
Posyandu Tulip Kel. Kalirungkut Surabaya.
Populasi dalam penelitian ini adalah
semua ibu yang mempunyai anak berusia 624 bulan di Posyandu Tulip Kel. Kalirungkut
Surabaya. Sampling yang dipakai dalam
penelitian ini adalah non probability sampling
dengan teknik sampling jenuh. Sampel
dalam penelitian ini adalah anak berusia 624 bulan di Posyandu Tulip Kel. Kalirungkut
Surabaya sebanyak 41 anak. Variabel pada
penelitian ini adalah perkembangan motorik
kasar, pemberian ASI eksklusif, dan
pendidikan ibu.
174
Tabel 1. Perkembangan Motorik Kasar
Anak 6-24 bulan
di Posyandu Tulip Kel. Kalirungkut Surabaya
Perkembangan
Motorik Kasar
Sesuai
Tidak sesuai
Jumlah
Frekuensi
Persen
32
9
41
78,05
21,95
100
Pada tabel di atas, terlihat bahwa
sebagian besar anak usia 6 – 24 bulan
mempunyai perkembangan motorik kasar
yang sesuai yaitu sebanyak 32 anak
(78,05%).
Pemberian ASI Eksklusif
Tabel 2. Distribusi Pemberian ASI Eksklusif
di Posyandu Tulip Kel. Kalirungkut Surabaya
Pemberian ASI
Eksklusif
Ya
Tidak
Jumlah
Frekuensi
Persen
19
22
41
46,34
53,66
100
Tabel 2 di atas, menunjukkan bahwa
mayoritas ibu di Posyandu Tulip Kelurahan
Kalirungkut Surabaya tidak memberikan ASI
eksklusif yaitu sebanyak 22 orang (53,66%).
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
Pendidikan Ibu
Tabel 3. Distribusi Pendidikan Ibu
di Posyandu Tulip Kel. Kalirungkut Surabaya
Pendidikan
Dasar
Menengah
Tinggi
Jumlah
Frekuensi
5
17
19
41
Persen
12,20
41,46
46,34
100
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa
mayoritas ibu berpendidikan tinggi yaitu
sebanyak 19 orang (46,34%).
Perkembangan
Motorik
Kasar
Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif
Tabel 4. Perkembangan Motorik Kasar
Anak Usia 6–24 bulan
Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian
ASI
Eksklusif
Ya
Tidak
Jumlah
Perkembangan
Motorik Kasar
Jumlah
Sesuai
Tidak sesuai
%
%
%
17 89,47 2
10,53 19 100
15 68,18 7
31,82 22 100
32 78,05 9
21,95 41 100
Dari tabel 4 di atas disimpulkan bahwa
anak yang mendapatkan ASI eksklusif
mayoritas perkembangan motorik kasarnya
sesuai dengan umur sebanyak 17 anak
(89,47%) dibandingkan dengan anak yang
tidak mendapatkan ASI eksklusif mayoritas
perkembangan motorik kasarnya tidak
sesuai dengan umur sebanyak 7 anak
(31,82%).
Perkembangan
Motorik
Berdasarkan Pendidikan Ibu
Kasar
Tabel 5. Perkembangan Motorik Kasar
Anak Usia 6–24 Bulan
Berdasarkan Pendidikan Ibu
di Posyandu Tulip kel. Kalirungkut Surabaya
Pendidikan
Ibu
Dasar
Menengah
Tinggi
Jumlah
175
Perkembangan
Motorik Kasar
Jumlah
Sesuai
Tidak sesuai
%
%
%
2
40
3
60
5 100
14 82,35 3
17,65 17 100
16 84,21 3
15,79 19 100
32 78,05 9
21,95 41 100
ISSN: 2086-3098
Dari tabel 5 di atas disimpulkan bahwa
ibu yang pendidikan tinggi mayoritas
mempunyai anak yang perkembangan
motorik kasarnya sesuai sebanyak 16 orang
(84,21%) dibandingkan dengan ibu yang
pendidikan dasar mempunyai anak yang
perkembangan motorik kasarnya tidak
sesuai sebanyak 3 orang (60%)
PEMBAHASAN
Perkembangan adalah bertambahnya
kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang
teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil
dari proses pematangan. Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak yaitu faktor genetik dan
faktor lingkungan. Faktor genetik merupakan
faktor yang diturunkan dari orangtua dan
sebagai modal dasar dalam mencapai hasil
akhir proses tumbuh kembang anak. Namun,
faktor genetik ini juga harus ditunjang
dengan lingkungan yang baik sehingga
proses tumbuh kembang anak optimal.
Faktor lingkungan merupakan faktor yang
sangat menentukan tercapai atau tidaknya
potensi bawaan. Lingkungan yang cukup
baik akan memungkinkan tercapainya
potensi bawaan, sedangkan yang kurang
baik akan menghambatnya.
Faktor lingkungan ini dibagi menjadi dua,
yaitu faktor lingkungan pranatal dan faktor
lingkungan postnatal. Faktor lingkungan
postnatal meliputi : lingkungan biologis (gizi/
ASI, ras/ suku bangsa, jenis kelamin, umur,
perawatan kesehatan, penyakit kronis,
hormon), faktor fisik, faktor psikososial, dan
faktor
keluarga
serta
adat
istiadat
(pendidikan ayah/ ibu, pekerjaan orangtua,
jumlah saudara, jenis kelamin dalam
keluarga,
stabilitas
rumah
tangga,
kepribadian ayah/ ibu, adat istiadat, agama)
(Marimbi, H., 2010).
Perkembangan memiliki 4 aspek yang
dinilai dalam Denver II, yaitu personal social
(perilaku sosial), fine motor (gerakan motorik
halus), language (bahasa), gross motor
(gerakan motorik kasar). Gerak kasar atau
motorik
kasar
adalah
aspek
yang
berhubungan dengan kemampuan anak
melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang
melibatkan otot-otot besar seperti duduk,
berdiri, dan sebagainya (Depkes RI, 2005).
Untuk mendeteksi secara dini terjadinya
kelainan perkembangan pada anak perlu
dilakukan
penilaian
perkembangan.
Tujuannya
adalah
untuk
mengetahui
penyimpangan tumbuh kembang balita
secara dini, sehingga upaya pencegahan,
upaya stimulasi dan upaya penyembuhan
serta pemulihan dapat diberikan dengan
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
indikasi yang jelas sedini mungkin pada
masa-masa kritis proses tumbuh kembang.
Salah satu alat untuk menilai perkembangan
yaitu KPSP (Depkes RI, 2005).
ASI eksklusif adalah pemberian ASI (air
susu ibu) sedini mungkin setelah persalinan,
diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi
makanan lain walaupun hanya air putih
sampai bayi berumur 6 bulan (Purwanti,
H.S., 2007). ASI mengandung berbagai
komponen yang penting untuk pertumbuhan
dan perkembangan otak bayi. Antara lain
asam lemak esensial yaitu asam linoleat
(Omega 6) dan asam linolenat (Omega 3).
Kedua asam lemak tersebut adalah
pembentuk asam lemak tidak jenuh rantai
panjang disebut docosahexaenoic acid
(DHA) berasal dari Omega 3 dan arachidonic
acid (AA) berasal dari Omega 6, yang
fungsinya sangat penting untuk pertumbuhan
otak anak. Karbohidrat utama dalam ASI
adalah laktosa yang memproduksi galaktosa
dan glukosamin. Galaktosa merupakan
nutrisi vital untuk pertumbuhan jaringan otak
dan juga merupakan kebutuhan nutrisi
medula spinalis, yaitu untuk pembentukan
mielin (selaput pembungkus sel saraf).
Selain itu, ASI juga mengandung protein
yang berfungsi untuk membangun sel-sel
dan dendrit baru, penggantian atau
penambahan kembali mielin dan sel glia
yang usang, terutama unsur taurin, untuk
pembuatan hormon, enzim, dan kode-kode
informasi dan neurotransmitter baru.
Berdasarkan Tabel 4 disimpulkan bahwa
anak yang mendapatkan ASI eksklusif
mayoritas perkembangan motorik kasarnya
sesuai dengan umur sebanyak 17 anak
(89,47%) dibandingkan dengan anak yang
tidak mendapatkan ASI eksklusif mayoritas
perkembangan motorik kasarnya tidak
sesuai dengan umur sebanyak 7 anak
(31,82%). Ini sesuai dengan pernyataan
Putriani, N (2010) bahwa ASI mengandung
semua nutrien yang diperlukan tubuh anak.
Sifatnya yang sangat mudah diserap tubuh
bayi, menjadikan nutrisi utama yang paling
memenuhi persyaratan untuk tumbuh
kembang bayi. Bayi yang diberikan ASI
selama minimal 6 bulan perkembangan
motoriknya lebih cepat dibandingkan bayi
yang tidak diberi ASI menurut Perchevis
(1974), bayi akan lebih cepat jalan menurut
Douglas (1950), dan kognitif, daya ingat,
serta perbendaharaan kata dan bahasa yang
lebih baik menurut Rogan dan Gladen (1993)
(Roesli, U., 2008).
Semua unsur nutrisi yang terdapat dalam
ASI merupakan bahan penting dalam
kematangan saraf otak dan perkembangan
otak bayi. Sementara perkembangan motorik
kasar sangat tergantung pada kematangan
176
ISSN: 2086-3098
anak.
Kematangan
anak
meliputi
pertumbuhan jumlah sel, ukuran, dan
panjang
otot-otot
dan
tulang
serta
perkembangan otak. Kandungan laktosa
yang terdapat dalam ASI meningkatkan
penyerapan kalsium fosfor dan magnesium
yang sangat penting untuk pertumbuhan
tulang, terutama pada masa bayi untuk
proses pertumbuhan gigi dan perkembangan
tulang.
Hasil pengamatan terhadap bayi yang
mendapat ASI eksklusif menunjukkan ratarata pertumbuhan gigi sudah terlihat pada
bayi berusia 5 atau 6 bulan, dan gerakan
motorik kasarnya lebih cepat (Suradi dan
Rulina, 2009). Dengan demikian anak yang
mendapatkan gizi cukup baik dari ASI saat
umur 0-6 bulan dan MP-ASI setelah umur 6
bulan maka pertumbuhan otot dan tulangnya
akan baik sehingga dia lebih mampu untuk
melakukan gerak motorik kasar (duduk,
berdiri,
berjalan,
menendang,
dan
sebagainya). Sehingga ASI menjadi pilihan
utama nutrisi yang paling baik bagi bayi yang
penting untuk menunjang perkembangan
motorik kasar anak nantinya (Pudjiastuti, E.,
2007).
Pendidikan adalah segala upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi usia baik
individu,
kelompok
dan
masyarakat.
Sehingga mampu melakukan apa saja yang
diharapkan
oleh
pelaku
pendidikan
(Notoatmodjo, S., 2003). Dari hasil penelitian
pada tabel 5.5 disimpulkan bahwa ibu yang
pendidikan tinggi mayoritas mempunyai anak
yang perkembangan motorik kasarnya
sesuai sebanyak 16 orang (84,21%)
dibandingkan dengan ibu yang pendidikan
dasar mempunyai anak yang perkembangan
motorik kasarnya tidak sesuai sebanyak 3
orang (60%). Data menunjukkan bahwa dari
19 ibu yang berpendidikan tinggi mayoritas
adalah ibu yang bekerja yaitu sebanyak 11
orang (57,89%).
Hal ini juga sesuai dengan pendapat
Soetjiningsih (1998b) yang menyebutkan
bahwa pendidikan orangtua adalah salah
satu faktor yang penting dalam tumbuh
kembang anak, karena dengan pendidikan
yang baik, maka orang tua dapat menerima
segala informasi dari luar terutama tentang
cara
pengasuhan
anak
yang
baik,
bagaimana menjaga kesehatan anaknya,
pendidikan dan sebagainya. Akan tetapi,
tidak selalu berarti bahwa pendidikan
orangtua yang tinggi maka perkembangan
anaknya akan selalu baik karena ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, di
antaranya
kesibukan
orangtua
yang
berpendidikan tinggi sehingga kurang
memperhatikan perkembangan anaknya dan
lebih mempercayakan anaknya untuk diasuh
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
oleh seorang baby sitter/ pengasuh sehingga
perkembangan anak tidak terpantau secara
optimal terlebih bila sangat minimnya
pengetahuan
dari
pengasuh
tentang
stimulasi tumbuh kembang anak, ibu yang
berpendidikan
tinggi
cenderung
lebih
menguasai bidang yang dia tekuni saja
sesuai dengan pendidikannya akan tetapi
kurang
pengetahuannya
dalam
cara
menstimulasi tumbuh kembang anak yang
baik.
Melihat hasil penelitian ini, untuk itu perlu
adanya intervensi dari tenaga kesehatan
khususnya bidan untuk mampu menjalankan
tugasnya selain memotivasi ibu untuk
memberikan nutrisi yang baik bagi anaknya
juga melakukan pengawasan mengenai
tumbuh kembang anak melalui Deteksi Dini
Tumbuh Kembang dan melakukan intervensi
yang tepat untuk mengatasi masalah bila
terjadi keterlambatan pertumbuhan dan
perkembangan. Hendaknya semua orangtua
memiliki pengetahuan yang baik mengenai
cara merawat anak sesuai dengan umur dan
tahap perkembangan. Dan bersikap terbuka
untuk menerima segala informasi yang ada
terutama tentang perkembangan anak.
Stimulasi perkembangan motorik kasar anak
dapat dilakukan melalui latihan dan
permainan. Dalam hal ini bidan memegang
peranan yang sangat penting untuk dapat
memberikan
informasi/
pengetahuan
mengenai cara merawat anak sesuai umur
dan tahap perkembangan kepada semua ibu
terutama bagi ibu yang memiliki pendidikan
rendah dan mengajak para ibu untuk dapat
menstimulasi anaknya menggunakan alatalat permainan edukatif
SIMPULAN
Sesuai dengan hasil penelitian dan
tujuan yang ada, maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Mayoritas perkembangan motorik kasar
anak usia 6-24 bulan di Posyandu Tulip
Kel. Kalirungkut Surabaya sesuai dengan
umur yaitu sebanyak 32 anak (78,05%).
2. Mayoritas ibu tidak memberikan ASI
secara eksklusif yaitu sebanyak 22 orang
(53,66%).
3. Mayoritas pendidikan ibu di Posyandu
Tulip Kel. Kalirungkut Surabaya adalah
pendidikan tinggi sebanyak 19 orang
(46,34%).
4. Anak yang mendapatkan ASI eksklusif
mayoritas
perkembangan
motorik
kasarnya sesuai dengan umur sebanyak
17 anak (89,47%) dibandingkan dengan
177
ISSN: 2086-3098
anak yang tidak mendapatkan ASI
eksklusif
mayoritas
perkembangan
motorik kasarnya tidak sesuai dengan
umur sebanyak 7 anak (31,82%).
5. Ibu yang pendidikan tinggi mayoritas
mempunyai anak yang perkembangan
motorik kasarnya sesuai sebanyak 16
orang (84,21%) dibandingkan dengan ibu
yang pendidikan dasar mempunyai anak
yang perkembangan motorik kasarnya
tidak sesuai sebanyak 3 orang (60%).
SARAN
1. Bagi Peneliti
a. Diharapkan
dapat
menerapkan
tentang
cara
mengoptimalkan
pertumbuhan dan perkembangan
anak dengan melihat faktor-faktor
yang ada.
b. Diharapkan dapat mengembangkan
karya ilmiah yang lebih baik lagi untuk
penelitian-penelitian berikutnya terkait
dengan perkembangan motorik anak.
2. Bagi Institusi Pendidikan
a. Memberikan masukan bahwa dengan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti
tentang gambaran perkembangan
motorik kasar anak usia 6-24 bulan
berdasarkan pemberian ASI eksklusif
dan pendidikan ibu.
b. Hendaknya penelitian dilanjutkan
mengenai faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak yang belum
diteliti.
3. Bagi
Posyandu
Tulip
Kalirungkut
Surabaya
a. Diharapkan pihak posyandu dapat
mengajak semua ibu yang memiliki
anak usia di bawah 2 tahun untuk
dapat memberikan nutrisi yang baik
bagi bayi yaitu ASI eksklusif untuk
bayi usia 0-6 bulan dan MP-ASI untuk
bayi usia > 6 bulan serta stimulasi
yang penting untuk tumbuh kembang.
b. Perlu adanya desentralisasi tugas
pelayanan kader atau bidan dalam
posyandu untuk dapat memberikan
informasi dan pengetahuan kepada
para ibu terutama bagi ibu yang
pendidikannya
rendah
tentang
bagaimana cara merawat anak
sesuai dengan umur dan tahap
perkembangan dengan menerapkan
pola asuh, asih, dan asah.
4. Bagi Masyarakat/ Orangtua
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
a. Diharapkan semua ibu yang memiliki
bayi dapat memberikan ASI secara
eksklusif dimulai sejak 1 jam pertama
bayi lahir dan dilanjutkan hingga bayi
berusia 6 bulan dan lebih baik lagi
jika diteruskan hingga anak berusia 2
tahun.
b. Diharapkan
semua
ibu
dapat
menerima informasi-informasi dari
luar
tentang
bagaimana
cara
mengasuh anak, memberikan nutrisi
yang baik untuk anaknya, dan
memberikan stimulasi pada anak.
c. Diharapkan
semua
ibu
dapat
menggali
informasi
sebanyak
mungkin mengenai cara pengasuhan
anak yang baik, nutrisi/ gizi penting
yang dibutuhkan oleh anak, cara
memberikan
stimulasi
pada
perkembangan anak.
b. Diharapkan
partisipasi
dari
masyarakat
untuk
ikut
mengoptimalkan
perkembangan
anak-anak balita Indonesia sebagai
bentuk
kontribusi
terhadap
peningkatan sumber daya manusia
Indonesia dengan memperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi
tumbuh kembang anak yaitu nutrisi/
gizi yang penting diperlukan oleh
anak dan pendidikan orangtua
DAFTAR PUSTAKA
Bahiyatun, 2009. Asuhan Kebidanan Nifas
Normal. Jakarta: EGC.
Budijanto,
D
dan
Prajoga,
2007.
MetodePenelitian. Surabaya P3SKK.
Depkes RI, 2005. Pedoman Pelaksanaan
Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang Anak di Tingkat
Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta:
Depkes RI.
Deslidel, Hasan, Z., Hevrialni, R. dan
Sartika, Y., 2011. Asuhan Neonatus,
Bayi, & Balita. Jakarta : EGC.
Hidayat, A.A.A., 2010. Metode Penelitian
Kesehatan
Paradigma
Kuantitatif.
Surabaya : Health Books
Hurlock, E.B., 2002. Perkembangan Anak.
Jakarta : Gelora Aksara Pratama.
Kemenkes RI, <http://www.arsingtadda.com/
kepala-perwakilan-who-indonesia-padapekan-asi-sedunia-2010-....pdf> [Diakses
28 Maret 2012]
178
ISSN: 2086-3098
Kemenkes RI, <www.gizi.depkes.go.id/wpcontent/uploads/2012/03/pekanasi2010.pdf> [Diakses 28 Maret 2012]
Khasanah, N., 2010. Panduan Lengkap
Seputar ASI dan Susu Formula.
Jogjakarta: Flash Books.
Marimbi, H., 2010. Tumbuh Kembang,
Status Gizi, dan Imunisasi Dasar Pada
Balita.Yogyakarta : Numed.
Marmi, 2012. Asuhan Kebidanan Masa
Nifas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Notoatmodjo,
S.,
2010.
Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Nursalam dan Pariani, S., 2003. Pendekatan
Praktis Metodologi Riset Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian IlmuKeperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam, 2005. Asuhan Keperawatan Bayi
dan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
Prasetyono, D.S., 2005.
Jogjakarta : Diva Press.
ASI
Eksklusif.
Pudjiastuti, E., 2007. A to Z The Golden Age.
Yogyakarta : Andi offset.
Purwanti, H.S., 2007. Konsep Penerapan
ASI Eksklusif Buku Saku Untuk Bidan.
Jakarta : EGC.
Putriani, N., 2010. Pengaruh ASI Terhadap
Tumbuh Kembang Anak [online] 20
September.
Tersedia
di
:
http:///2010/09/pengaruh-asi-terhadaptumbuh-kembang-anak/ {Diakses 16
Maret 2012}.
Roesli, U., 2008. Inisiasi Menyusu Dini.
Jakarta : Pustaka Bunda.
Simamora, J., 1996. Pedoman Kesehatan
dan Perawatan Anak. Bandung: Pioner
Jaya.
Soetjiningsih, 1998a. ASI Petunjuk Untuk
Tenaga Kesehatan. Jakarta : EGC.
Soetjiningsih, 1998b. Tumbuh Kembang
Anak. Jakarta: EGC.
Suradi dan Rulina, 2009. Manajemen
Laktasi.
Jakarta:
Perkumpulan
Perinatologi Indonesia (Perinasia)
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
ISSN: 2086-3098
PENDAHULUAN
Latar Belakang
HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DAN
SUMBER INFORMASI DENGAN
PEMBERIAN MP-ASI DINI PADA BAYI
DI KLINIK RUKNI KEC. MEDAN JOHOR
Ardiana Batubara
(Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Medan)
ABSTRAK
Latar belakang: MP-ASI diberikan pada bayi
yang berumur kurang dari 4 bulan. Kurang
lebih 40% bayi kurang dari 2 bulan sudah
diberi makanan pendamping ASI seperti air
matang, susu botol (9%), dan makanan
padat (20%). Sementara itu, 71% bayi
berumur 4-5 bulan sudah diberi makanan
padat dan 87% bayi umur 6-7 bulan sudah
diberi makanan padat. Tujuan: Penelitian ini
bertujuan mengetahui pengaruh karakteristik
ibu dan sumber informasi terhadap
pemberian MP-ASI pada bayi Metode: Jenis
penelitian ini adalah Deskripsi Korelesi,
dengan jumlah sampel sebanyak 38 orang.
Analisis dilakukan dengan univariat dan
bivariat yang menggunakan uji Chi-Square.
Dari hasil penelitian ini yang diperoleh
adalah ada hubungan pengetahuan dengan
pemberian MP-ASI dini pada bayi,
berdasarkan hasil uji chi-square dengan α =
2
2
0,05 hasil X hitung > X tabel (6,56 > 3,841).
Ada
hubungan
pendidikan
dengan
pemberian MP-ASI dini pada bayi,
2
berdasarkan hasil uji chi-square, X hitung >
2
X (4,46 > 3,841). Tidak ada hubungan
pekerjaan dengan pemberian MP-ASI dini
pada bayi, berdasarkan hasil uji chi-square,
2
2
X hitung > X (3,76 < 3,841). Ada hubungan
sumber informasi dengan pemberian MP-ASI
dini pada bayi, berdasarkan hasil uji chi2
2
square maka diperoleh hasil X hitung > X
(4,52 > 3,841).
Diharapkan kepada petugas kesehatan agar
memberikan penyuluhan kesehatan tentang
pemberian MP-ASI dini pada bayi serta
dampaknya jika diberikan terlalu dini..
Kata
Kunci:
179
pendidikan, pengetahuan,
pekerjaan, sumber informasi,
bayi, MP-ASI
Menurut
WHO
(World
Health
Organization) Angka Kematian Bayi di Dunia
sungguh sangat memprihatinkan di kenal
dengan “fenomena 2/3” menyatakan bahwa
2/3 kematian bayi berumur 0-1 tahun terjadi
pada neonatus. 2/3 kematian neonatus
terjadi pada masa neonatus awal atau bayi
berumur 1 hari-1 minggu, dan 2/3 kematian
pada masa neonatus- awal terjadi pada hari
pertama kelahiran (Kokom, 2002).
Menurut The Word Health Report 2005,
angka kematian bayi baru lahir di Indonesia
adalah
20/1.000
kelahiran
hidup.
Berdasarkan penelitian WHO (2000) di enam
negara berkembang, risiko kematian bayi
antara usia 9-12 bulan meningkat 40% jika
bayi tersebut tidak disusui. Untuk bayi
berusia di bawah dua bulan, angka kematian
ini meningkat menjadi 48% (Roesli, 2010).
Pemberian
ASI
eksklusif
sudah
dikampanyekan sejak November 1990 atas
komitmen dari Unicef yang diamini oleh
Departemen Kesehatan. Kehebatan ASI
eksklusif 6 bulan hanya popular untuk
dibahas,
tetapi
belum
dilaksanakan.
Sebagian ibu mau menyusui, tetapi tidak
mau peduli dengan ASI eksklusif. Sebagian
besar ibu belum dapat melaksanakannya
karena berbagai alasan (Budiasih, 2008)
Pemberian Makanan Pendamping ASI
yang terlalu dini mempunyai dampak yang
negatif terhadap kesehatan bayi dan tidak
ada dampak positifnya untuk perkembangan
pertumbuhannya, hal ini juga akan
meningkatkan angka kematian pada bayi.
Hasil riset terakhir dari peneliti di Indonesia
menunjukkan
bahwa
bayi
yang
mendapatkan makanan pendamping ASI
sebelum ia berumur 6 bulan akan lebih
banyak terserang diare, sembelit, batuk
pilek, dan panas dibandingkan dengan bayi
yang hanya mendapatkan ASI eksklusif
(Kodrat, 2010).
MP-ASI diberikan pada bayi yang
berumur kurang dari 4 bulan. Kurang lebih
40% bayi kurang dari 2 bulan sudah diberi
makanan pendamping ASI seperti air
matang, susu botol (9%), dan makanan
padat (20%). Sementara itu, 71% bayi
berumur 4-5 bulan sudah diberi makanan
padat dan 87% bayi umur 6-7 bulan sudah
diberi makanan padat (BPS, 2006).
Lebih dari 50% ibu di Indonesia sudah
memberikan MP-ASI kepada bayinya kurang
dari umur 1 bulan. Bahkan, ada yang sudah
memberikan makanan padat ketika bayi
memasuki umur 2-3 bulan (Anditia, 2010).
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
Berdasarkan penelitian yang dilakukan E.
Simanjuntak pada tahun 2007 di Sumatra
Utara menunjukkan dari 30 bayi didapati
60% bayi telah diperkenalkan MP-ASI saat
usia kurang dari 6 bulan.
Hasil survei awal yang di lakukan pada
22 ibu yang melakukan kunjungan di klinik
Rukni Kecamatan Medan Johor pada bulan
Maret sampai dengan Mei 2013, terdapat
ibu yang memberikan makanan pendamping
ASI dini sebanyak 12 orang (54,54%).
Tujuan Penelitian
1. Untuk
mengetahui
hubungan
pengetahuan dengan pemberian MP-ASI
dini di Klinik Rukni Kecamatan Medan
Johor Tahun 2013.
2. Untuk mengetahui hubungan pendidikan
dengan pemberian MP-ASI dini di Klinik
Rukni Kecamatan Medan Johor Tahun
2013.
3. Untuk mengetahui hubungan pekerjaan
dengan pemberian MP-ASI dini di Klinik
Rukni Kecamatan Medan Johor Tahun
2013.
4. Untuk mengetahui hubungan sumber
informasi dengan pemberian MP-ASI
dini di Klinik Rukni Kecamatan Medan
Johor Tahun 2013.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah
survei
analitik
dengan
pendekatan
explanatory
research
yang
bertjuan
menganalisis
faktor-faktor
yang
berhubungan dengan pemberian MP-ASI
dini pada bayi di Klinik Rukni Kecamatan
Medan Johor Tahun 2013.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Klinik
Bersalin
Rukni
Kecamatan
Medan
JohorDengan alasan bahwa klinik tersebut
merupakan salah satu klinik bidan yang
cukup banyak kunjungan bayinya. Penelitian
ini dilakukan pada Maret sampai bulan Juni
tahun 2013.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian adalah seluruh
ibu yang membawa bayinya melakukan
kunjungan ulang dan imunisasi dari bulan
April sampai bulan Juni Tahun 2013 di Klinik
Rukni Kecamatan Medan Johor sebanyak 68
orang. Sampel dalam penelitian ini adalah
ibu
yang
membawa
bayinya
untuk
melakukan kunjungan ulang dan imunisasi
180
ISSN: 2086-3098
sebanyak 38 orang, teknik pengambilan
sampel yaitu menggunakan teknik Accidental
Sampling
HASIL PENELITIAN
Pengetahuan
Pengetahuan ibu yang dijadikan sebagai
responden di Klinik Bersalin Rukni Tahun
2013, dikelompokkan atas pengetahuan baik
dan kurang, dapat di lihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Distribusi Pengetahuan ibu
di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor
Tahun 2013
Pengetahuan
Baik
Kurang
Jumlah
Frekuensi
13
25
38
Persen
34,2
65,8
100,0
Berdasarkan tabel diatas diketahui
bahwa
mayoritas
ibu
mempunyai
pengetahuan kurang yaitu 25 orang (65,8%),
dan minoritas ibu berpengetahuan baik yaitu
13 orang (34,2%).
Pendidikan
Pendidikan ibu yang dijadikan sebagai
responden di Klinik Rukni Tahun 2012,
dikelompokkan atas pendidikan rendah dan
tinggi, dapat di lihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Distribusi Pendidikan ibu
di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor
Tahun 2012
Pendidikan
Pendidikan
Tinggi
Jumlah
Frekuensi
24
14
38
Persen
63,2
36,8
100,0
Berdasarkan tabel diatas diketahui
bahwa mayoritas pendidikan ibu adalah
pendidikan rendah yaitu 24 orang (63,2%)
dan minoritas pendidikan tinggi yaitu 14
orang (36,8%).
Pekerjaan
Pekerjaan ibu yang dijadikan sebagai
responden di Klinik Rukni Tahun 2012,
dikelompokkan atas bekerja dan tidak
bekerja, dapat di lihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Distribusi Pekerjaan ibu Di Klinik
Rukni Kecamatan Medan Johor
Tahun 2012
Pekerjaan
Bekerja
Tidak Bekerja
Jumlah
Frekuensi
11
27
38
Persen
28,9
71,1
100,0
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
Berdasarkan tabel diatas diketahui
bahwa mayoritas ibu tidak bekerja yaitu 27
orang (71,1%) dan minoritas bekerja yaitu 11
orang (28,9%).
ISSN: 2086-3098
Tabel 6. Hubungan Pengetahuan dengan
Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi
di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor
Tahun 2012
Sumber Informasi
Sumber Informasi ibu yang dijadikan
sebagai responden di Klinik Rukni Tahun
2012, dikelompokkan atas media massa,
dan lingkungan, dapat di lihat pada tabel
berikut :
Tabel 4. Distribusi Sumber Informasi ibu
di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor
Tahun 2012
Sumber Informasi Frekuensi Persen
Media Massa
16
42,1
Lingkungan/Keluarga
22
57,9
Jumlah
38
100,0
Berdasarkan tabel di atas diketahui
bahwa mayoritas ibu memperoleh sumber
informasi dari Lingkungan/Keluarga yaitu 22
orang (57,9%), dan minoritas dari media
massa yaitu 16 orang (42,1%).
Pemberian MP-ASI Dini pada Bayi
Pemberian MP-ASI dini pada bayi di
Klinik Rukni Tahun 2012 dikelompokkan atas
ya (diberikan) dan tidak (tidak diberikan),
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Distribusi Ibu yang Memberikan
MP-ASI Dini pada Bayi
di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor
Tahun 2012
Pemberian
Frekuensi
MP-ASI Dini
Ya
25
Tidak
13
Jumlah
38
Pengetahuan
Baik
Kurang
Berdasarkan tabel di atas diketahui
bahwa mayoritas bayi diberikan MP-ASI dini
yaitu 25 orang (65,8%), dan minoritas tidak
diberikan yaitu 13 orang (34,2%).
25 65,8 13 34,2 38 100
Total
2
X hitung= 6,56 X tabel= 3,841
Berdasarkan tabel diatas diperoleh dari
25 orang ibu yang berpengetahuan kurang ,
mayoritas ibu memberikan MP-ASI dini pada
bayi sebanyak 20 orang (80%). Dari 13
orang ibu yang berpengetahuan baik,
mayoritas tidak memberikan MP-ASI dini
pada bayi sebanyak 8 orang (61,5%).
Berdasarkan hasil uji Chi-square dengan
2
α = 0,05 dan df = 1, X hitung adalah 6,56
2
dan X tabel adalah 3,841 (6,56 > 3,841)
yang
berarti
terdapat
hubungan
pengetahuan dengan pemberian MP-ASI dini
pada bayi.
Hubungan Pendidikan Dengan Pemberian
MP-ASI Dini Pada Bayi
Hubungan pendidikan dengan pemberian
MP-ASI dini pada bayi berdasarkan
penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 7. Hubungan Pendidikan dengan
Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi
di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor
Tahun 2012
Pendidikan
Hubungan
pengetahuan
dengan
pemberian
MP-ASI
dini
pada
Bayi
berdasarkan penelitian dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
181
Pemberian MP- Total
ASI Dini Pada
Bayi
Ya
Tidak
f % f % f %
Rendah
Tinggi
17 70,8 7 29,2 24 100
5 35,7 9 64,3 14 100
Total
22 57,9 16 42,1 38 100
2
Hubungan
Pengetahuan
dengan
Pemberian MP-ASI Dini pada Bayi
5 38,5 8 61,5 13 100
20 80 5 20 25 100
2
Persen
65,8
34,2
100,0
Pemberian MP- Total
ASI Dini Pada
Bayi
Ya
Tidak
f % f % f %
2
X hitung= 4,46 X tabel= 3,841
Berdasarkan tabel di atas diperoleh dari
24 orang ibu yang berpendidikan rendah,
mayoritas memberikan MP-ASI dini pada
bayi yaitu 17 orang (70,8%). Dari 14 orang
ibu yang berpendidikan tinggi, mayoritas
tidak memberikan MP-ASI dini pada bayi
yaitu 9 orang (64,3%).
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
Berdasarkan hasil uji Chi-square dengan
2
α = 0,05 dan df=1, X hitung adalah 4,46 dan
2
hasil X tabel adalah 3,841 (4,46 > 3,841)
yang berarti terdapat hubungan pendidikan
dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi.
Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian
MP-ASI Dini pada Bayi
Hubungan pekerjaan dengan pemberian
MP-ASI dini pada bayi berdasarkan dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 8. Hubungan Pekerjaan dengan
Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi
di Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor
Tahun 2012
Pekerjaan
Pemberian MP-ASI Total
Dini Pada Bayi
Ya
Tidak
f
%
f
%
f
%
Bekerja
Tidak Bekerja
5 45,5 6 54,5 11 100
21 77,8 6 22,2 27 100
Total
26 68,4 12 31,6 38 100
2
2
X hitung= 3,76 X tabel= 3,841
Berdasarkan tabel di atas diperoleh dari
27 orang ibu yang tidak bekerja, mayoritas
memberikan MP-ASI dini pada bayi yaitu 21
orang (77,8%). Dari 11 orang ibu yang
bekerja, mayoritas tidak memberikan MPASI dini pada bayi yaitu 6 orang (54,5%).
2
Berdasarkan hasil uji Chi-square, X
2
hitung adalah 3,76 dan X tabel adalah 3,841
(3,76 < 3,841), berarti tidak terdapat
hubungan pekerjaan dengan pemberian MPASI dini pada bayi.
Hubungan Sumber Informasi Dengan
Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi
Hubungan sumber informasi dengan
pemberian
MP-ASI
dini
pada
bayi
berdasarkan penelitian dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 9. Hubungan Sumber Informasi
dengan Pemberian MP-ASI Dini pada Bayi di
Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor
Tahun 2012
Sumber
Informasi
Media Massa
Lingkungan/
Keluarga
Total
2
Pemberian MP-ASI Total
Dini Pada Bayi
Ya
Tidak
f
%
f
%
f
%
10 62,5 6 37,5 16 100
15 68,2 7 31,8 22 100
25 68,4 13 31,6 38 100
2
X hitung= 4,52 X tabel= 3,841
182
ISSN: 2086-3098
Berdasarkan tabel di atas diperoleh dari
27 orang ibu yang mendapatkan sumber
informasi
dari
lingkungan/
keluarga,
mayoritas memberikan MP-ASI dini pada
bayi yaitu 21 orang (77,8%). Dari 11 orang
ibu yang mendapatkan sumber informasi dari
media massa, mayoritas memberikan MPASI dini pada bayi yaitu 7 orang (63,6%).
2
Berdasarkan hasil uji Chi-square, X
2
hitung adalah 4,52 dan X tabel adalah 3,841
(4,52 > 3,841) yang berarti terdapat
hubungan antara sumber informasi dengan
pemberian MP-ASI dini pada bayi.
PEMBAHASAN
Hubungan
Pengetahuan
dengan
Pemberian MP-ASI Dini pada Bayi
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
mayoritas ibu berpengetahuan kurang yaitu
sebanyak 25 orang (65,8%). Berdasarkan
hasil uji Chi-square terdapat hubungan
antara pengetahuan dengan pemberian MPASI dini pada bayi.
Hasil ini sesuai dengan penelitian
Mintardja (2009) yang melakukan penelitian
di Karang Anyar yang menyatakan salah
satu faktor yang mempengaruhi pemberian
MP-ASI dini adalah Pengetahuan.
Menurut
Notoatmodjo,
pengetahuan
adalah hasil dari tahu setelah manusia
melakukan penginderaan dan pengamatan
terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan
atau kognitif merupakan komponen yang
sangat penting untuk membentuk tindakan
seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai
dorongan psikis dalam menemukan rasa
percaya diri, sehingga dikatakan bahwa
pengetahuan merupakan stimulus terhadap
tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2006).
Dari hasil penelitian yang telah peneliti
lakukan, hasil penelitian sesuai dengan
dengan teori. Pengetahuan mempunyai
hubungan terhadap pemberian MP-ASI dini
pada
bayi.
Karena
semakin
tinggi
pengetahuan ibu maka akan semakin sedikit
ibu yang memberikan MP-ASI dini pada bayi.
Kurangnya pengetahuan juga dipengaruhi
oleh pendidikan dan juga sumber informasi
yang di peroleh. Ibu yang berpengetahuan
kurang akan memberikan MP-ASI dini pada
bayinya sehingga mengakibatkan dampak
negatip pada bayi, seperti diare, obesitas
dan penyakit lainnya.
Hubungan Pendidikan dengan Pemberian
MP-ASI Dini Pada Bayi
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
mayoritas ibu berpendidikan rendah yaitu 24
orang (63,2%). Berdasarkan hasil uji Chi-
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
square terdapat hubungan antara pendidikan
dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi.
Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian
Dita (2011) yang melakukan penelitian di
Sidoarjo yang menyatakan pendidikan
bukanlah
faktor
yang
mempengaruhi
pemberian MP-ASI dini. Karena pada
penelitiannya,
ibu
yang
mempunyai
pendidikan tinggi juga banyak memberikan
makanan pendamping ASI pada bayi.
Pendidikan adalah upaya persuasif atau
pembelajaran kepada masyarakat agar
masyarakat mau melakukan tindakantindakan atau praktik untuk memelihara
(mengatasi masalah) dan meningkatkan
kesehatannya. Perubahan atau tindakan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan
ini
didasarkan
pengetahuan
dan
kesadarannya melalui proses pembelajaran
sehingga perilaku tersebut diharapkan akan
berlangsung lama (long lasting) dan
menetap (langgeng) karena didasari oleh
kesadaran.
Memegang
Pendekatan
kesehatan adalah hasil lamanya karena
perubahan
perilaku
melalui
proses
pembelajaran
yang
pada
umumnya
memerlukan waktu lama (Arini H, 2012).
Dari hasil penelitian yang telah peneliti
lakukan, hasil penelitian sesuai dengan teori.
Pendidikan mempunyai hubungan terhadap
pemberian MP-ASI dini pada bayi. Karena
semakin tinggi pendidikan ibu maka
pengetahuannya juga akan lebih luas dan
hal itu juga akan mengurangi jumlah ibu
yang memberikan makanan pendamping ASI
dini pada bayinya. Maka dari itu pendidikan
sangat
mempengaruhi
pengetahuan
terutama dalam hal pemberian MP-ASI dini
pada bayi. Pemberian MP-ASI dini mayoritas
dilakukan oleh ibu yang berpendidikan
rendah dan kebanyakan bayi mereka lebih
sering sakit dibandingkan dengan bayi yang
tidak diberikan MP-ASI dini.
Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian
MP-ASI Dini Pada Bayi
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
mayoritas ibu tidak bekerja yaitu sebanyak
27 orang (71,1%). Berdasarkan hasil uji Chisquare tidak terdapat hubungan pekerjaan
dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Bona
(2010) yang melakukan penelitian di
Puskesmas Tiga Balata yang menyatakan
salah satu faktor yang mempengaruhi
pemberian MP-ASI dini adalah Pekerjaan
ibu. Dimana ibu yang paling banyak
memberikan MP-ASI dini adalah ibu yang
tidak bekerja.
183
ISSN: 2086-3098
Pekerjaan adalah kegiatan yang harus
dilakukan terutama untuk menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarganya
(Arini H, 2012).
Pekerjaan ibu juga diperkirakan dapat
mempengaruhi
pengetahuan
dan
kesempatan ibu dalam pemberian makanan
pendamping ASI. Pengetahuan responden
yang bekerja lebih baik bila dibandingkan
dengan pengetahuan responden yang tidak
bekerja. Semua ini disebabkan karena ibu
yang bekerja di luar rumah (sector formal)
mamiliki akses yang lebih baik terhadap
berbagai informasi, termasuk mendapatkan
informasi tentang pemberian makanan
pendamping ASI (Arini H, 2012).
Dari hasil penelitian yang telah peneliti
lakukan, hasil penelitian tidak sesuai dengan
teori. Pekerjaan tidak mempunyai hubungan
terhadap pemberian MP-ASI dini pada bayi.
Karena waktu bayi bersama dengan ibu
yang tidak bekerja jauh lebih banyak
dibandingkan dengan ibu yang bekerja,
sehingga pemberian MP-ASI dini pada bayi
seharusnya jauh lebih sedikit pada ibu yang
tidak bekerja dibandingkan dengan ibu yang
bekerja.
Hubungan Sumber Informasi dengan
Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
mayoritas ibu memperoleh sumber informasi
dari lingkungan/keluarga yaitu sebanyak 27
orang (71,1%). Berdasarkan hasil uji Chisquare terdapat hubungan sumber informasi
dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Asdani
(2008) yang melakukan penelitian di
Kecamatan Pandan yang menyatakan salah
satu faktor yang mempengaruhi pemberian
MP-ASI dini adalah Sumber Informasi yang
berasal dari keluarga.
Sumber informasi berperan penting bagi
seseorang dalam menentukan sikap atau
keputusan bertindak. Banyak media seperti
media massa, baik media cetak seperti surat
kabar dan majalah, ataupun elektronika
seperti televisi dan radio, dan orang-orang
bijak yang dapat memberikan pendapat
untuk wilayah pedesaan dianggap cukup
efektif untuk menciptakan konsesus social.
Secara umum media berfungsi sebagai
sumber informasi, sumber pendidikan, dan
sumber
hiburan.
Tetapi
sebetulnya,
masyarakat
tidaklah
dengan
mudah
mengikuti pesan media. Hal ini karena
mereka memiliki kemampuan menyeleksi
segala terpaan pesan informasi yang
menerpainya. Sumber informasi utama bagi
ibu adalah dari keluarga (Anonimus, 2007).
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
Dari hasil penelitian yang telah peneliti
lakukan, hasil penelitian sesuai dengan teori.
Sumber informasi mempunyai hubungan
terhadap pemberian MP-ASI dini pada bayi.
Sebetulnya masyarakat tidaklah dengan
mudah mengikuti pesan media. Sumber
informasi utama bagi ibu adalah dari
keluarga, karena informasi yang didapatkan
langsung dari keluarga, teman ataupun
tenaga kesehatan dan dapat melakukan
komunikasi dua arah. Sedangkan sumber
informasi yang didapatkan dari media massa
hanya komunikasi satu arah.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang berjudul
“Hubungan Karakteristik Ibu dan Sumber
Informasi dengan pemberian MP-ASI dini
pada bayi di Klinik Rukni Kecamatan Medan
Johor Tahun 2013”, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Ada hubungan karakteristik ibu yaitu
pengetahuan, pendidikan dan pekerjaan
dengan Pemberian MP-ASI Dini pada
Bayi di Klinik Rukni Kecamatan Medan
Johor.
2. Karakteristik ibu yaitu pekerjaan tidak
ada hubungan dengan Pemberian MPASI Dini pada Bayi di Klinik Rukni
Kecamatan Medan Johor.
3. Ada hubungan sumber informasi dengan
Pemberian MP-ASI Dini pada Bayi di
Klinik Rukni Kecamatan Medan Johor.
Saran
Adapun saran yang dapat penulis
disampaikan pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Diharapkan kepada petugas kesehatan
(bidan) yang bertugas di Klinik Rukni
Kecamatan Medan Johor, agar dapat
meningkatkan
penyuluhan
tentang
pemberian MP-ASI dini pada bayi serta
dampaknya jika diberikan terlalu dini.
Khususnya bagi ibu-ibu yang membawa
bayinya untuk melakukan kunjungan
ulang dan imunisasi.
2. Diharapkan pada peneliti selanjutnya,
agar
hasil
penelitian
ini
dapat
dikembangkan lagi serta mencari variabel
lain
yang
berhubungan
dengan
pemberian MP-ASI Dini pada bayi.
DAFTAR PUSTAKA
Andi.
2006.
Badan
Pusat
Statistik
(BPS).2006.
http://stetoskopmerah.
blogspot.com/2009/04/masih-lebih-
184
ISSN: 2086-3098
banyak-bayi-yang-tidak.html.
pada tanggal 03 Maret 2012
diakses
Anditia. 2010. 101 Hal Penting Merawat Bayi
Yang Wajib Anda Ketahui, Katahati,
Yogyakarta
Anonimus.
2007.
Sumber
www.rumahkomunikasi.com
pada tanggal 18 April 2012
Informasi.
diakses
Arini. 2012. Mengapa Seorang Ibu harus
Menyusui, FlashBooks, Yogyakarta
Asdan. 2008. Analisa Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Ibu Dalam Pemberian
MP-ASI Dini, Universitas Sumatera
Utara, Medan
Bona. 2010. Gambaran Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Ibu Dalam Pemberian
Makanan Pendamping ASI Pada Bayi
Usia 0-6 Bulan, Universitas Sumatra
Utara, Medan
Dita. 2011. Hubungan Tingkat Pendidikan
Ibu Dengan Pemberian MP-ASI Dini
Pada
Bayi,Universitas
Gadjah
Mada,Yogyakarta
Kodrat. 2010. Dahsyatnya ASI dan Laktasi,
Media Baca, Yogyakarta
Kokom. 2010. Angka Kematian Bayi di
Indonesia, Jakarta
Kristianasari. 2009. ASI Menyusui
SADARI, Nuha Medika, Yogyakarta
dan
Krisnatuti. 2007. Menyiapkan Makanan
Pendamping ASI, Puspa Swara, Jakarta
Mintardja.
2009.
Faktor-faktor
Yang
Mempengaruhi Ibu Dalam Pemberian
Makanan Pendamping ASI Pada Bayi
usia
0-6
Bulan,
Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta
Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian
Kesehatan, PT. Rineka Cipta, Jakarta
Nugroho. 2011. ASI dan Tumor Payudara,
Numed, Yogyakarta
Prabantini. 2010. A to Z Makanan
Pendamping ASI. Andi, Yogyakarta
Prawira. 2012. Dinas Kesehatan.2010.AKB
di
Sumatra
Utara
2010.
http://www.antarasumut.com/beritasumut/berita-sumut/gubernur-prihatintingginya-angka-kelahiran-di-sumut.html.
diakses pada tanggal 03 Maret 2012
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 3, Agustus 2013
ISSN: 2086-3098
Rachmawaty. 2006. Survei Demografi
Kesehatan
Indonesia
(SDKI).2007.
http://j3ffunk.blogspot.com/2011/05/surve
y-aki-dan-akb-di-indonesia.html. diakses
pada tanggal 03 Maret 2012
Roesli. 2010. Inisiasi Menyusui Dini plus ASI
eksklusif, Pustaka Bunda, Jakarta
Soepardi . 2011. Departemen Kesehatan.
2010.Profil Kesehatan Indonesia 2010.
http://www.depkes.go.id/2010/survey-akidan-akb-di-indonesia.html. Diakses pada
tanggal 01 Maret 2012
Yusrawati.
2010.
Diktat
Biostatistika,
Politeknik kesehatan Medan.
185
: Politeknik Kesehatan Medan Jurusan Kebidanan Meda
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Download