BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Komunikasi Manusia selalu terlibat dalam aktivitas kegiatan “komunikasi”. Terjadinya komunikasi merupakan konsekuensi dari akibat adanya interaksi di antara sesama manusia (human interactions), atau hubungan yang bersifat sosial (social relations), karena kenyataannya yang paling banyak terlibat dalam proses komunikasi adalah manusia. Umumnya jika seseorang mengerti tentang sesuatu yang dinyatakan orang lain kepadanya, maka komunikasi sedang berlangsung. Dengan kata lain, hubungan antara komunikator dan komunikan sudah komunikatif. Sebaliknya, jika tidak ada kesamaan pemahaman atau komunikan tidak mengerti apa yang disampaikan komunikator, maka kornunikasi tidak terjadi. Komunikasi dalam pengertian umum mencakup dua segi, yaitu : 1. Pengertian Komunikasi Secara Etimologis Secara etimologis (menurut asal-usul kata), istilah komunikasi dalam bahasa Inggris “communication”, berasal dari bahasa Latin “communicatio”, dan perkataan ini bersumber pada kata “communis”. Kata communis mengandung arti sama, maksudnya sama makna. Sedangkan bentuk dari kata kerja “comunicatio” adalah “Communicare” yang artinya bermusyawarah, berunding atau berdialog. 11 Universitas Sumatera Utara 12 Komunikasi menyarankan adanya suatu pikiran, suatu makna atau suatu pesan dianut secara sama. (Mulyana, 2005 : 41). Komunikasi dapat berlangsung apabila antara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Komunikasi dalam pengertian ini sering terlihat pada perjumpaan dua orang. Mereka saling memberikan salam, bertanya tentang sesuatu atau tentang kesehatan, mengenai keluarga, dan lain sebagainya. 2. Pengertian Komunikasi Secara Terminologis Secara terminologis, komunikasi berarti suatu proses penyampaian pernyataan oleh seseorang kepada orang lain (Effendy, 1993:4). Dalam pengertian tersebut, jelas bahwa komunikasi melibatkan sejumlah orang, dimana seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain. Masyarakat paling sedikit terdiri dari dua orang atau lebih yang saling berhubungan satu sama lain, sehingga dapat menimbulkan interaksi sosial (social interaction), di mana komunikasi sebagai penjalinnya. Jadi komunikasi mengandung makna adalah sebagai proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. 3. Pengertian Komunikasi Secara Paradigmatis Pengertian komunikasi secara paradigmatis, banyak dikemukakan oleh para ahli secara lengkap dengan menampilkan maknanya yang hakiki, yaitu “komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu yang mengandung arti yang dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan” . (Depari, Edward dalam Purba, Amir 2006:33) Universitas Sumatera Utara 13 Onong Uchjana Effendy (1989:60) mengatakan dalam bukunya “Kamus Komunikasi” bahwa komunikasi (communication) adalah proses penyampaian pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai paduan pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, himbauan dan sebagainya, yang dilakukan seseorang kepada orang lain, baik langsung secara tatap muka maupun tak langsung melalui media, dengan tujuan mengubah sikap, pandangan atau perilaku. Sedangkan menurut Richard West dan Lynn H. Turner (2008:5) bahwa komunikasi (communication) adalah proses sosial di mana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan mengintepretasikan makna dalam lingkungan mereka. Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan, dengan efek yang diharapkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada diri komunikan. Di mana di dalamnya tersimpul adanya tujuan yang mengandung makna tertentu, yakni memberi tahu atau mengubah sikap (attitude), pendapat (opinion), atau perilaku (behavior). Komunikasi yang efektif lebih banyak bergantung pada sikap pengirim (sander’s attitude) untuk mendekati penerima pesan (receiver). Ada beberapa definisi secara paradigmatis yang diberikan oleh para sarjana pemerhati masalah komunikasi, sebagaimana diuraikan Amir Purba, dkk. (2006 : 2930) dalam bukunya “Pengantar Ilmu Komunikasi” dijelaskan sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 14 1. Carl I Hovland Komunikasi adalah proses dimana seseorang (communicator) menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk merubah tingkah laku orang lain (communicatee). 2. Wilbur Schramm Menurut Wilbur Schrarmm jika kita mengadakan komunikasi dengan suatu pihak maka kita menyatakan gagasan kita untuk memperoleh kesamaan (commenes) dengan pihak lain mengenai suatu objek tertentu. 3. Sir Gerald Barry Mengatakan komunikasi adalah “to talk together, confer, discouse and to consult with another” (bicara bersama-sama, merundingkan, berbicara dan berunding dengan pihak lain). 4. Harold Laswell Mengatakan bahwa cara yang terbaik untuk menjelaskan kegiatan komunikasi adalah dengan menjawab beberapa pertanyaan “Who – Say what – In which channel – To whom – And with what effect ?” (Siapa – berkata apa – melalui saluran apa – kepada siapa – dan dengan efek apa ?). Berdasarkan sejumlah definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi berlangsung antara seseorang dengan orang lain, di mana seorang individu dapat mengungkapkan perasaan yang dialami dan menerima informasi yang diberikan oleh orang lain sehingga menimbulkan pengertian yang sama terhadap pesan atau informasi, sehingga pesan atau informasi tersebut menjadi milik bersama. Universitas Sumatera Utara 15 2.1.1. Proses Komunikasi Pengertian proses menurut David K. Berlo (1960 : 23) “Process, as any phenomenon which shows a continuous change in time” (Proses adalah suatu penomena yang ditunjukkan adanya suatu perubahan berkelanjutan dalam kurun waktu tertentu). Proses berarti suatu rangkaian kegiatan atau peristiwa yang sedang berlangsung dalam mencapai hasil tertentu. Proses komunikasi adalah keseluruhan rangkaian atau peristiwa dari mulai pesan disampaikan sampai terjadi tindakan sebagai akibat dari pesan pada diri objek, sasaran, atau komunikan. Proses komunikasi bagaimana terjadi dapat dilihat dari dua perspektif yaitu perspektif proses komunikasi secara psikologis dan secara mekanistis. Proses komunikasi dalam perspektif psikhologis terjadi pada komunikator dan komunikan. Ketika seseorang komunikator berniat akan menyampaikan suatu pesan kepada komunikan, maka dalam dirinya terjadi suatu proses (Effendy, 2003 : 31). Proses komunikasi secara psikhologis mencakup isi dan lambang pesan. Isi pesan berupa pikiran, atau apa yang terlintas dalam otaknya (picture in our head), sedangkan lambang pesan berupa: bahasa, baik bahasa verbal (dapat berupa oral/ terucap ataupun berupa tulisan (write) maupun dalam bahasa yang non verbal. Pada proses perspektif komunikasi psikologis, komunikator dalam pikirannya berusaha melakukan persepsi atau memahami dan memberikan makna dari isi pesan komunikasi tersebut. Proses bagaimana mengemas atau membungkus pikiran dengan bahasa yang dilakukan komunikator itu disebut “encoding”. Kemudian pesan tadi ditransmisikan, dioperkan, atau dikirimkan kepada komunikan. Maka dalam pikiran Universitas Sumatera Utara 16 komunikan juga terjadi proses, berupa upaya untuk melakukan persepsi untuk memahami dan memaknai isi pesan komunikasi tadi, seolah-olah seperti membuka kemasan yang telah diterima dari komunikator disebut “decoding”. Sebelum komunikator mengirimkan pesan-pesan kepada komunikan ia memberi makna pada pesan-pesan itu (encode). Pesan ditangkap oleh komunikan dan diberi makna sesuai dengan konsep-konsep yang ia miliki pesan “didecode”. Melalui proses interpretasi, yaitu menafsirkan makna-makna tersebut dari berbagai sudut pandang (perspektif), akan dihasilkan makna tertentu sesuai dengan kerangka pengalaman (field of reference) dan kerangka acuan (frame of reference) yang dimiliki oleh komunikan. Komunikasi dengan orang lain, merupakan “kesamaan”. Komunikasi pada hakekatnya adalah membuat komunikator dan komunikan sama-sama sesuai untuk suatu pesan. Apa yang terjadi kalau komunikator berusaha membentuk kesamaan dengan komunikan? Pertama - tama komunikator melakukan apa yang disebut “encode”, ia meng-encode pesannya, berarti ia memformulasikan sedemikian rupa, sehingga dengan menggunakan suatu simbol tertentu ia dapat operkan pesannya kepada komunikan. Gambaran dalam otak kita tidak mungkin dapat dioperkan kepada orang lain, kalau tidak “dicode” terebih dahulu dengan lambang yang dapat dimengerti oleh komunikan. Komunikan kini menginterpretasikan lambang yang membawakan pesan tadi ke dalam konteks pengertiannya sendiri. Komunikan ”mengdecode“ pesan yang diterimanya itu. Oleh karena itu, komunikator dinamai “encoder“, sedangkan komunikan disebut “decoder”. Universitas Sumatera Utara 17 Untuk kesamaan dan ketidaksamaan dalam derajat pasangan komunikator dengan komunikan dalam proses komunikasi, Everett M. Roger dalam Effendy (1983:51) menyebutkannya dengan istilah : 1. Homophily adalah sebuah istilah yang menggambarkan derajat pasangan perorangan yang berinteraksi, yang memiliki kesamaan dalam sifat, seperti kepercayaan, nilai, pendidikan, status sosial dan sebagainya. 2. Heterophily adalah derajat pasangan orang-orang yang berinteraksi yang berbeda dengan sifat-sifat tertentu. Keberhasilan komunikasi (komunikasi efektif) sangat ditentukan oleh seberapa besar kesamaan pengertian yang berhasil dibangun bersama (sharing). Semakin luas daerah overlap (saling pengertian) tercipta, semakin berhasil suatu proses komunikasi mencapai sasarannya. Tetapi komunikator utama adalah si pembawa pesan atau yang pertama-tama menyampaikan pesan (message) sebab dialah yang memulai komunikasi dan mempunyai tujuan. Sedangkan efek komunikasi dapat terlihat langsung, baik secara verbal (dengan ucapan mengiyakan atau menjawab) maupun secara non-verbal (dengan bahasa tubuh, kinesik, kial, isyarat dan lain sebagainya). Berdasarkan penjelasan di atas, pada proses komunikasi secara psikhologis dapat dikatakan bahwa seorang komunikator akan mampu melakukan perubahan sikap, apabila ia berusaha mengadakan persamaan dengan komunikan, atau melakukan perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku komunikan melalui mekanisme daya tarik. Jika pihak komunikan merasa bahwa komunikator ikut serta Universitas Sumatera Utara 18 dengannya, maka dengan demikian pihak komunikan merasa ada kesamaan di antaranya (kesamaan antara komunikator dan komunikan). Sikap komunikator yang harus menyamakan dirinya dengan komunikan akan menimbulkan sikap komunikan kepada komunikator. Proses komunikasi dalam perspektif mekanistis dapat berlangsung, ketika komunikator mengoperkan atau melemparkan dengan bibir (bentuk lisan), atau tangan (bentuk tulisan) sampai pesannya dapat ditangkap oleh komunikan melalui telinga, mata atau indera-indera lainnya. Proses komunikasi dalam perspektif mekanistis menurut Onong Uchjana Effendy (2003:33-40), dalam bukunya “Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi” diklasifikasikan ke dalam empat proses, yaitu proses komunikasi secara primer, sekunder, linear dan sirkular. 1. Proses komunikasi secara primer. Proses komunikasi secara primer (primary process) adalah proses penyampaian pikiran oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan suatu lambang (simbol) sebagai media atau saluran. Jadi komunikasinya terjadi secara langsung di antara kedua belah pihak (face to face communicatioan). 2. Proses komunikasi secara sekunder Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain yang dilakukan secara tidak langsung, dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua, setelah memakai lambang sebagai media pertama. Universitas Sumatera Utara 19 3. Proses komunikasi secara linear Proses komunikasi secara linear yaitu proses perjalanan komunikasi berupa penyampaian pesan secara lurus. Kata linear berasal dari kata line (Bahasa Inggris) berarti garis. Dalam hal ini penyampaian pesan hanya bersifat sepihak saja dari komunikator ke komunikan, tanpa ada feedback (umpan balik). Komunikasi seperti ini tidak belangsung secara dilogis (tidak secara timbal balik). 4. Proses komunikasi secara sirkular Proses komunikasi secara sirkular, adalah proses komunikasi yang terjadi dengan disertai adanya feedback atau umpan balik, yaitu terjadinya arus dari komunikan ke komunikator. Feedback dapat berupa respon atau tanggapan bersifat mengalir oleh komunikan terhadap pesan yang diterima dari komunikator. Respon bisa positif (diterima dengan baik), ataupun negatif (ditolak), bisa juga seketika (langsung atau immediate feedback) maupun tertunda (tidak mendapat tanggapan langsung). Husein Umar (2002:5-6) menjelaskan bahwa proses komunikasi mekanistis hanya mencakup dua cara saja, yaitu proses komunikasi secara primer dan proses secara skunder. Selanjutnya proses komunikasi secara primer ini dapat dibagi menjadi dua bagian lagi, yaitu : a. Verbal communication yaitu penggunaan bahasa sebagai media. Hal ini mencakup bahasa lisan maupun bahasa tulisan. b. Non verbal communication yaitu pemakaian gejala yang menyangkut gerakgerik (gestures), sikap (postures), ekspresi muka (facial expressional), Universitas Sumatera Utara 20 pakaian yang bersifat simbolik (symbolic clothing) dan gejala-gejala lainnya yang memiliki arti tertentu. Dalam tataran teoritis, dalam proses komunikasi paling tidak orang mengenal komunikasi dari dua perspektif, yaitu perspektif kognitif dan perspektif perilaku (Senjaya, 2007:46). Pada sumber yang sama, tentang perspektif kognitif menurut Colin Cherry mengatakan bahwa penggunaan lambang-lambang (simbol) untuk mencapai kesamaan makna atau berbagai informasi tentang suatu objek atau kejadian. Jika pesan yang disampaikan dan diterima secara akurat, penerima (receiver) akan menerima informasi yang sama seperti yang dimiliki pengirim (sender), oleh karena itu tindakan komunikasi telah terjadi. Sedangkan dalam perspektif perilaku, B.F. Skinner memandang bahwa komunikasi sebagai perilaku verbal atau simbolik dimana pengirim (sender)berusaha mendapatkan suatu efek yang dikehendaki pada penerima (receiver). Berdasarkan pandangan beberapa pakar di atas, mengenai proses komunikasi secara mekanistis dapat disimpulkan bahwa Proses komunikasi adalah proses pengoperan lambang-lambang yang mempunyai arti, dengan mempergunakan ruang dan waktu dalam usaha untuk membentuk opini publik dan sikap publik dalam kehidupan masyarakat. Seseorang melakukan proses komunikasi, diperlukan minimal adanya sejumlah komponen atau unsur komunikasi yang merupakan persyaratan terjadinya proses komunikasi. Adapun unsur-unsur komunikasi (Senjaya, 2007:54) adalah : Universitas Sumatera Utara 21 1. Komunikator, yaitu orang yang menyampaikan, mengatakan atau menyiarkan pesan (message). 2. Pesan (message) yaitu ide, informasi, opini atau pernyataan yang didukung oleh lambang. 3. Saluran atau media, ialah alat yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan atau mendukung pesan. 4. Komunikan yakni orang yang menerima pesan. 5. Efek yakni dampak sebagai pengaruh dari kegiatan komunikasi yang dilakukan komunikator kepada komunikan. Menurut K. Berlo (1960:32) dalam bukunya “The Process of Communication” menjadi enam unsur proses komunikasi antara lain : 1. The communication source (sumber komunikasi) 2. The encoder (penyampai atau komunikator) 3. The message (pesan) 4. The channel (saluran atau media) 5. The decoder (penerima atau komunikan) 6. The communication receiver (penerima pesan komunikasi) Untuk lebih jelasnya, proses komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut: Who Source Says what Message In which channel Channel To whom Receiver With what effect. Effect Sumber: Formula Lasswell dalam Lubis (2005: 37) Gambar. 2.1. Proses Komunikasi Universitas Sumatera Utara 22 Penyampaian pesan oleh komunikator melalui media kepada komunikan, di mana pihak komunikator mengharapkan adanya efek pada diri komunikan, baik efek kognitif (pengetahuan), efek psikomotor (perubahan tingkah laku), dan efek afektif (perubahan sikap) sebagai mana yang diharapkan komunikator. Pada prinsipnya yang terpenting dalam proses komunikasi adalah adanya kecocokan antara pengalaman dan pengertian. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila pengalaman komunikan berlainan akan terdapat kesukaran untuk mengerti satu sama lain. 2.1.2. Fungsi Komunikasi Fungsi komunikasi menurut Husein Umar (2002:7) adalah untuk menyampaikan informasi (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertain), mempengaruhi (to influence). Fungsi memberikan informasi dan menyampaikan informasi, sangat diperlukan karena perilaku menerima informasi merupakan perilaku alamiah. Dengan menerima informasi yang benar, maka akan tercipta rasa aman dan tenteram. Informasi akurat diperlukan untuk bahan dalam pembuatan keputusan bagi pihak sekolah. Fungsi mendidik dilaksanakan agar perkembangan sekolah menjadi lebih baik, lebih maju, lebih berkembang kebudayaannya. Kegiatan mendidik dalam arti luas adalah memberikan berbagai informasi yang dapat menambah kemajuan. Sedangkan kegiatan mendidik dalam arti sempit adalah pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas sehingga dapat menumbuhkan kedewasaan siswa. Komunikasi Universitas Sumatera Utara 23 dapat berfungsi menghibur, banyak dilakukan dengan penyajian informasi melalui sarana seni hiburan. Hiburan yang menarik sebagai selingan merupakan sarana yang paling praktis dan efektif dalam proses komunikasi. Karena dengan hiburan pesan akan sangat mudah dapat diterima. Sedangkan fungsi mempengaruhi, adalah adanya perubahan sikap dan perilaku yang diharapkan pada diri komunikan. Mempengaruhi dapat dilakukan melalui bentuk kampanye, propaganda, selebaran-selebaran, spanduk, buletin sekolah, majalah dinding dan lain sebagainya. Menurut Sasa Djuarsa Senjaya, dkk. (2007:4.8) dalam bukunya “Teori Komunikasi” menyebutkan adanya empat fungsi komunikasi, yaitu fungsi informatif, regulatif, persuasif dan integratif. Fungsi informatif yaitu bagaimana siswa memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Semua komponen diharapkan mendapat informasi sesuai kebutuhannya masing-masing. Fungsi regulatif adalah fungsi yang berkaitan dengan peraturan-peraturan yang ditetapkan di sekolah. Dimana pihak sekolah memiliki kewenangan untuk mengendalikan informasi atau memberi instruksi atau perintah. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada aktivitas siswa. Maksudnya, siswa membutuhkan kepastian peraturan tentang hal-hal yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan. Fungsi persuasif adalah fungsi mempengaruhi yaitu bagaimana guru bimbingan dan konseling dapat mempengaruhi siswa dengan memberikan perintah. Sedangkan fungsi integratif adalah fungsi mempersatukan rasa persaudaraan di antara siswa, sehingga dapat menumbuhkan Universitas Sumatera Utara 24 keinginan unuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri siswa terhadap keberadaan sekolah. 2.2. Komunikasi Organisasi Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Yang termasuk dalam bidang ini adalah komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi dari atasan kepada bawahan, komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi dari orangorang yang sama atau komunikasi horizontal dalam organisasi, keterampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan komunikasi evaluasi program. (Redding dan Sanborn dalam Muhammad 2005 : 65) Komunikasi organisasi dapat didefenisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarki antara satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Komunikasi organisasi terjadi kapanpun setidak-tidaknya satu orang yang menduduki suatu jabatan dalam suatu organisasi menafsirkan suatu pertunjukan. Karena fokus penelitian ini adalah komunikasi di antara anggota-anggota suatu organisasi, analisis komunikasi organisasi menyangkut penelaah banyak transaksi yang terjadi secara simultan. (Wayne, 2005 : 32) Sistem tersebut menyangkut pertunjukan dan penafsiran di antara lusinan atau bahkan ratusan individu. Pada saat yang sama memiliki jenis-jenis hubungan Universitas Sumatera Utara 25 berlainan yang menghubungkan mereka dengan pikiran, keputusan, dan perilakunya diatur oleh kebijakan-kebijakan, regulasi, aturan-aturan yang mempunyai gaya berlainan dalam berkomunikasi, mengelola dan memimpin yang dimotivasi oleh kemungkinan-kemungkinan yang berbeda yang berada pada tahap perkembangan berlainan dalam berbagai kelompok; yang mempersepsi iklim komunikasi berbeda; yang mempunyai tingkat kepuasan berbeda dan tingkat kecukupan informasi yang berbeda pula; yang lebih menyukai dan menggunakan jenis, bentuk dan metode komunikasi yang berbeda dalam jaringan yang berbeda; yang mempunyai tingkat ketelitian pesan yang berlainan; dan yang membutuhkan penggunaan tingkat materi dan energi yang berbeda untuk berkomunikasi efektif. Interaksi di antara semua faktor tersebut, dan mungkin lebih banyak lagi disebut sistem komunikasi organisasi. Ada tiga bentuk utama dari arus pesan dalam jaringan komunikasi formal yang mengikuti garis komunikasi seperti yang digambarkan dalam struktur organisasi (Muhammad, 2004 :107) yaitu: 1. Downward communication atau komunikasi kepada bawahan. 2. Upward communication atau komunikasi kepada atasan. 3. Horizontal communication atau komunikasi horizontal. 2.2.1. Bentuk Komunikasi Vertikal Komunikasi vertikal adalah arus komunikasi dua arah timbal balik yang dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen memegang peranan yang sangat vital, yaitu komunikasi dari atas ke bawah (downward communication) dan dari Universitas Sumatera Utara 26 bawahan kepada atasan (upward communication). Dalam arus komunikasi secara vertikal (downward communication), atasan memberikan instruksi, petunjuk, informasi, penjelasan dan penugasan dan lain sebagainya kepada ketua unit kelompok dan bawahan. Kemudian arus komunikasi diterima dalam bentuk horizontal (upward communication), bawahan memberikan laporan pelaksanaan tugas, sumbang saran, dan hingga pengaduan kepada pimpinannya masing-masing. (Effendi, dalam Ruslan, 2002:86) 2.2.2. Komunikasi ke Bawah Komunikasi ke bawah menunjukkan arus pesan yang mengalir dari para atasan atau para pimpinan kepada bawahannya. (Muhammad, 2004 :108) Komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada jabatan yang berotoritas lebih rendah. Ada lima jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan (Katz & Kahn dalam Pace dan Faules, 2000 : 185) yaitu: 1. Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan. 2. Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan. 3. Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi. 4. Informasi mengenai kinerja pegawai. 5. Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission). Kebanyakan komunikasi ke bawah digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan yang berkenaan dengan tugas-tugas dan pemeliharaan. Pesan tersebut Universitas Sumatera Utara 27 biasanya berhubungan dengan pengarahan, tujuan atau disiplin, perintah, pertanyaan dan kebijaksanaan umum. Lewis menyebutkan bahwa komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan tujuan, untuk merubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul karena salah informasi, mencegah kesalahpahaman karena kurang informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. (Muhammad, 2004 :108) Pimpinan menyampaikan informasi kepada bawahan dapat dilakukan dengan berbagai metode. Empat klasifikasi metode yaitu: metode lisan, tulisan, gambar dan campuran dari lisan-tulisan dan gambar. Berdasarkan beberapa penelitian para ahli ditemukan bahwa metode lisan saja paling efektif digunakan untuk situasi memberikan teguran atau menyelesaikan perselisihan di antara anggota organisasi. Metode tulisan saja paling efektif digunakan untuk memberikan informasi yang memerlukan tindakan di masa yang akan datang, memberikan informasi yang bersifat umum, dan tidak memerlukan kontak personal. Sementara itu hasil penelitian setiap level menyatakan metode yang paling efektif adalah metode lisan diikuti tulisan. Mereka juga mengatakan bahwa pemakaian papan pengumuman dan metode tulisan saja kurang efektif digunakan. (Muhammad, 2004 :115) 2.2.3. Komunikasi ke Atas Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi (penyelia). Semua tenaga kesehatan dalam sebuah organisasi, kecuali mungkin yang Universitas Sumatera Utara 28 menduduki posisi puncak, mungkin berkomunikasi ke atas yaitu, setiap bawahan dapat mempunyai alasan yang baik atau meminta informasi dari atau memberi informasi kepada seseorang yang otoritasnya lebih tinggi. Suatu permohonan atau komentar yang diarahkan kepada individu yang otoritasnya lebih besar, lebih tinggi, atau lebih luas merupakan esensi komunikasi ke atas. (Pace dan Faules, 2000 :189) Komunikasi ke atas adalah pesan yang mengalir dari bawahan kepada atasan atau dari tingkat yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi. Tujuan dari komunikasi ini adalah untuk memberikan balikan, memberikan saran dan mengajukan pertanyaan. Komunikasi ini mempunyai efek pada penyempurnaan moral dan sikap karyawan, tipe pesan adalah integrasi dan pembaruan. (Muhammad, 2004 :116) Komunikasi ke atas penting karena beberapa alasan, yaitu: 1. Aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk pembuatan keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi kegiatan orang-orang lainnya. 2. Komunikasi ke atas memberitahukan kepada penyelia kapan bawahan mereka siap menerima informasi dari mereka dan seberapa baik bawahan menerima apa yang dikatakan kepada mereka. 3. Komunikasi ke atas memungkinkan bahkan mendorong omelan dan keluh kesah muncul ke permukaan sehingga penyelia tahu apa yang mengganggu mereka yang paling dekat dengan operasi-operasi sebenarnya. Universitas Sumatera Utara 29 4. Komunikasi ke atas menumbuhkan apresiasi dan loyalitas ke pada organisasi dengan memberi kesempatan kepada tenaga kesehatan untuk mengajukan pertanyaan dan menyumbang gagasan serta saran-saran mengenai operasi organisasi. 5. Komunikasi ke atas mengizinkan penyelia untuk menentukan apakah bawahan memahami apa yang diharapkan dari aliran informasi ke bawah. 6. Komunikasi ke atas membantu tenaga kesehatan mengatasi masalah pekerjaan mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dengan pekerjaan mereka dan dengan organisasi tersebut. (Pace dan Faules, 2000 :190) Selanjutnya, Smith menjelaskan bahwa komunikasi ke atas berfungsi sebagai balikan bagi pimpinan memberikan petunjuk tentang keberhasilan suatu pesan yang disampaikan kepada bawahan dan dapat memberikan stimulus kepada karyawan untuk berpartisipasi dalam merumuskan pelaksanaan kebijaksanaan bagi departemennya atau organisasinya. (Muhammad, 2004:117) Kebanyakan analisis dan penelitian dalam komunikasi ke atas menyatakan bahwa penyelia dan manajer harus menerima informasi dari bawahan mereka yang (Pace dan Faules, 2000 : 190) : 1. Memberitahukan yang dilakukan bawahan tentang pekerjaan, prestasi, kemajuan, dan rencana-rencana untuk waktu mendatang. 2. Menjelaskan persoalan-persoalan kerja yang belum dipecahkan bawahan yang mungkin memerlukan beberapa macam bantuan. Universitas Sumatera Utara 30 3. Memberikan saran atau gagasan untuk perbaikan dalam unit-unit mereka atau dalam organisasi sebagai suatu keseluruhan. 4. Mengungkapkan bagaimana pikiran dan perasaan bawahan tentang pekerjaan rekan kerja, dan organisasi. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dijelaskan bahwa jika terdapat keseimbangan komunikasi ke atas dan komunikasi ke bawah maka diharapkan informasi yang disampaikan oleh atasan kepada bawahan akan dapat diterima dengan baik oleh bawahan. Apabila bawahan menginginkan informasi tambahan maka bawahan akan dapat menanyakan informasi tambahan tersebut kepada atasan. Dengan demikian maka akan terjadi arus informasi sehingga antara pimpinan dan bawahan diharapkan dapat tercipta suasana yang menggairahkan yang pada akhirnya akan menimbulkan semangat kerja yang produktif di dalam usaha mencapai tujuan. 2.2.4. Komunikasi Horizontal Merupakan arus pesan sesama antara ketua bidang ke ketua bidang dan anggota ke anggota. Pesan semacam ini bergerak di bagian bidang yang sama di dalam organisasi atau mengalir antar bagian. Masalah yang timbul dalam komunikasi horizontal adalah: 1. Bahasa yang khusus dikembangkan oleh divisi tertentu di dalam organisasi 2. Merasa bidangnya adalah yang paling penting dalam organisasi Universitas Sumatera Utara 31 2.3. Tujuan dan Fungsi Komunikasi dalam Organisasi 2.3.1. Tujuan Komunikasi Organisasi Ada tiga tujuan utama dari komunikasi organisasi yaitu (a) Sebagai tindakan koordinasi, (b) Membagi informasi (information sharing), (c) Menyatakan perasaan dan emosi. (Liliweri,2004:64) 2.3.2. Fungsi Komunikasi Organisasi 1. Fungsi Informatif Organisasi dipandang sebagai suatu sistem proses informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan lebih tepat. 2. Fungsi Regulatif Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif Pertama, atasan atau orang yang berada dalam tataran managemen, yaitu mereka memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Kedua, berkaitan dengan pesan atau message, pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. 3. Fungsi Persuasif Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan lebih suka memersuasi bawahanya dari pada memberi perintah. Universitas Sumatera Utara 32 d. Fungsi Integratif Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan baik. (Alo Liliweri, 2004) 2.4. Komunikasi Internal dan Eksternal Komunikasi dalam organisasi atau disebut juga komunikasi manajemen meliputi dua bagian berdasarkan tempat di mana khalayak sasaran berada, yaitu Komunikasi Internal (Internal Communication) untuk khalayak anggota organisasi dan Komunikasi Eksternal (External Communication) untuk khalayak di luar anggota organisasi. 2.4.1. Komunikasi Internal Adalah komunikasi antara pimpinan organisasi dengan para tenaga kesehatan secara timbal balik. Komunikasi internal terbagi dalam tiga kegiatan : 1. Komunikasi Vertikal adalah komunikasi secara timbal balik (two way traffic communication) dari atas (pimpinan atau manajer) ke bawah (karyawan atau tenaga kesehatan) disebut Upper Communication atau Downward Communication, dan komunikasi dari bawah (karyawan atau tenaga kesehatan) ke atas (pimpinan atau manajer) disebut Down Up Communication atau Upward Communication. Dalam proses komunikasi vertikal secara Upper Communication atau Downward Communication tersebut pimpinan memberikan instruksi, petunjuk, pengarahan, informasi, penjelasan, teguran, dan lain-lain pada bawahan. Universitas Sumatera Utara 33 Dalam proses komunikasi vertikal secara Down Up Communication atau Upward Communication tersebut bawahan memberikan laporan, gagasan, usul atau saran kepada pimpinan. Komunikasi dua arah secara timbal balik dalam organisasi sangat penting sekali. Pimpinan harus mengetahui laporan, tenggapan, gagasan, saran dari bawahan sebagai petunjuk efektif tidaknya atau effisien tidaknya kebijakan yang telah dilakukan. Oleh karena itu jika komunikasi hanya satu arah saja dari pimpinan ke bawahan maka proses manajemen dalam organisasi besar kemungkinan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Komunikasi vertikal dapat dilakukan secara langsung antara pimpinan tertinggi dengan seluruh tenaga kesehatan, atau juga dapat dilakukan secara berjenjang melalui kepala biro, bagian, sub bagian, seksi, dan sub seksi. Komunikasi vertikal yang timbal balik dua arah merupakan pencerminan dari kepemimpinan demokratis (democratic leadership) suatu jenis kepemimpinan yang sementera ini dianggap yang paling baik diantara kepemimpinan lainnya. 2. Komunikasi Horizontal adalah komunikasi secara mendatar diantara tenaga kesehatan dalam suatu unit atau antara anggota staf dengan anggota staf lainnya. Kalau dalam komunikasi vertikal lebih bersifat formal, maka dalam komunikasi horizontal seringkali berlangsung dalam suasana tidak formal. Sering tampak dilakukan dalam waktu istirahat, sedang dalam perjalanan pulang, atau waktu rekreasi. Yang dibicarakan lebih banyak hal-hal yang menyangkut pekerjaan atau tindakan pimpinan. Gravevenis mengenai kebijakan pimpinan sering muncul dalam komunikasi horizontal, kadang tidak mempunyai dasar sama sekali. Universitas Sumatera Utara 34 3. Komunikasi Diagonal atau disebut juga dengan komunikasi silang (cross communication) adalah komunikasi dalam organisasi antara seseorang dengan lainnya yang satu sama lain berbeda dalam kedudukan dan unitnya. Komunikasi diagonal tidak menunjukkan kekakuan sebagaimana dalam komunikasi vertikal, tetapi tidak juga menunjukkan keakraban sebagaimana dalam komunikasi horizontal. Dilain hal komunikasi diagonal dapat terjadi penyimpangan dari jalur prosedur birokrasi, misalnya, seorang tenaga kesehatan suatu unit mengeluhkan masalah pekerjaan kepada kepala unit lain. Hal ini termasuk dalam miscommunication dan jika diketahui oleh pimpinan unitnya maka mungkin akan terjadi benturan psikologis. 2.4.2. Komunikasi Eksternal Komunikasi Eksternal adalah komunikasi antara pimpinan atau pejabat lain yang mewakilinya dengan khalayak atau publik di luar organisasi. Yang termasuk khalayak di luar organisasi meliputi : khalayak sekitar (community), instansi pemerintah (government), pers, dan pelanggan (customer). Komunikasi eksternal terdiri dari dua jalur yang berlangsung secara timbal balik, yaitu Komunikasi dari organisasi ke khalayak, pada umumnya bersifat informatif yang dilakukan sedemikian rupa sehingga khalayak atau publik merasa terlibat atau sedikitnya terjadi hubungan batin. Bagi suatu perusahaan komunikasi booking bersifat informatif semata tetapi juga bersifat persuasif dalam bentuk penyiaran iklan komersial (commercial advertisement) Komunikasi dari khalayak ke organisasi, yaitu Universitas Sumatera Utara 35 merupakan proses umpan balik (feedback) yang disebut sebagai public opinion (Effendi, dalam Ruslan, 2002:52). 2.5. Kinerja Ada beberapa pendapat tentang kinerja yaitu: 1. Mangkunegara (2004:67) memberikan pengertian tentang kinerja yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. 2. Teori Robbins menyebutkan mengenai beberapa faktor yang saling berkaitan diantaranya kepemimpinan (leadership), motivasi (motivation), kemampuan (ability), dimana faktor-faktor tersebut akan berinteraksi menjadi satu fungsi kinerja pada tenaga kesehatan (Robbins, 1996:95). 3. Kinerja menurut As’ad (2001:48) keberhasilan seseorang pekerja terkait dengan keberhasilan dalam menyelesaikan tugasnya. Hal tersebut dapat dilihat dari sisi kualitas, ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. 4. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, kemampuan kerja (Depdiknas 2002:570). 5. Sedangkan Keith Davis yang dikutip oleh Mangkunegara (2004:67) menyatakan kinerja merupakan gabungan antara kemampuan dan motivasi. Universitas Sumatera Utara 36 Kinerja (performance) sebagai konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi. Mutu tidak terpisahkan dari standar, karena kinerja diukur berdasarkan standar. Melalui kinerja klinis perawat dan bidan, diharapkan dapat menunjukkan kontribusi profesionalnya secara nyata dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan secara umum pada organisasi tempatnya bekerja, dan dampak akhir bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Mengukur kinerja perawat dan bidan pada tatanan klinis, peneliti menggunakan indikator kinerja klinis sebagai langkah untuk mewujudkan komitmennya guna dapat menilai tingkat kemampuan individu dalam tim kerja. Dengan demikian, diharapkan kesadaran akan tumbuh, mau, dan mampu mengidentifikasi kualitas kinerja masing-masing, untuk dimonitor, diperbaiki serta ditingkatkan secara terus menerus. Sistem pengembangan dan manajemen kinerja klinis (SPMKK) bagi perawat dan bidan, dimulai dari elemen terkecil dalam organisasi yaitu pada tingkat First Line Manager, karena produktifitas (jasa) berada langsung ditangan individu-individu dalam kerja tim. Komitmen dan dukungan pimpinan puncak dan stakeholder lainnya tetap menjadi kunci utama. Bertemunya persepsi yang sama antara dua komponen tersebut dalam menentukan sasaran dan tujuan, merupakan modal utama untuk meningkatkan kinerja dalam suatu organisasi. Menentukan tingkat prestasi melalui indikator kinerja klinis akan menyentuh langsung faktor-faktor yang menunjukkan indikasi-indikasi Universitas Sumatera Utara 37 obyektif terhadap pelaksanaan fungsi/tugas seorang perawat atau bidan, sejauh mana fungsi dan tugas yang dilakukan memenuhi standar yang ditentukan. 2.5.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Mathis dan Jackson (2001:308) banyak faktor yang mempengaruhi kenerja diantaranya (1) Jumlah kerja, (2) Kualitas kerja, (3) Kecocokan dengan rekan kerja, (4) Kehadiran, (5) Masa bakti, (6) Fleksibilitas. Sedangkan menurut Bernardin dalam Robbins (1996:260), ada enam kriteria dalam kinerja diantaranya : 1. Kualitas Kerja Pengertian kualitas kerja adalah hasil aktivitas yang dilakukan mendekati sempurna dalam arti menyesuaikan beberapa cara yang ideal dari penampilan aktivitas ataupun memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan di suatu aktivitas kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan karyawan. 2. Kuantitas Kerja Merupakan jumlah yang dihasilkan, dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktifitas yang diselesaikan karyawan, dan jumlah aktivitas yang dihasilkan. 3. Ketepatan Waktu Tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang diinginkan dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia Universitas Sumatera Utara 38 untuk aktivitas lain. Ketepatan waktu diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang diselesaikan diawal waktu sampai menjadi output. 4. Efektivitas Tingkat penggunaan Sumber Daya Organisasi (tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan keuntungan dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya, efektifitas kerja, persepsi karyawan dalam menjalankan tugas, efektivitas penyelesaian tugas yang ditentukan perusahaan. 5. Kemandirian Adalah tingkat seorang karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa meminta bantuan, bimbingan dari pengawas, atau keterlibatan pengawas mencampuri kerja karyawan untuk menghindari hasil yang merugikan. Kemandiriaan akan diukur dari persepsi karyawan terhadap tugas dalam melakukan fungsi kerjanya masingmasing karyawan sesuai dengan tanggung jawab karyawan itu sendiri. 6. Komitmen Kerja Merupakan tingkat karyawan mempunyai komitmen kerja dengan perusahaan dan tanggung jawab karyawan terhadap perusahaan. Pengukuran dengan menggunakan persepsi karyawan dalam membina hubungan dengan perusahaan dan tanggung jawab, loyalitas terhadap perusahaan. Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001 : 82) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1. Kemampuan 2. Motivasi Universitas Sumatera Utara 39 3. Dukungan 4. Keberadaan pekerjaan yang dilakukan 7. Hubungan Dengan Organisasi Berdasarkan pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktifitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi. Penilaian kinerja (performance appracial) sering disebut penilaian prestasi kerja, penilaian tampilan kerja, penilaian unjuk kerja, penilaian pelaksanaan pekerjaan merupakan proses mengevaluasi pelaksanaan jabatan karyawan yang dilakukan secara periodik, dilakukan dengan membandingkan kinerja yang dicapai karyawan dengan kinerja yang diharapkan berdasarkan standar (Silalahi 2002:292). 2.6. Landasan Teori Teori S-O-R (S-O-R theory) adalah singkatan dari Stimulus (S), Organism (O), dan Response (R). Sebenarnya teori ini awalnya diadopsi dari Model Stimulus – Respons dalam pendekatan psikologi. Kemudian oleh DeFleur dimodifikasi dengan memasukkan unsur organism. Alasan penambahan unsur organism tersebut, karena dalam komunikasi maupun psikologi, menjadikan manusia sebagai objek yang diberi stimulus sehingga menimbulkan respon. Menurut teori S-O-R, bahwa dalam mempelajari sikap yang baru, ada tiga variabel penting yang menunjang proses belajar, yaitu perhatian, pengertian dan Universitas Sumatera Utara 40 penerimaan. Proses belajar terjadi, apabila ada respon terhadap rangsangan pada organism. Dengan demikian rangsangan sangat penting, sehingga dapat menumbuhkan perhatian, pengertian dan penerimaan. Adapun proses teori S-O-R dapat terlihat pada gambar berikut ini : S STIMULUS (RANGSANGAN) O R ORGANISM : RESPON (PERUBAHAN SIKAP) - PERHATIAN - PENGERTIAN - PENERIMAAN Sumber: Lubis dalam Teori-teori Komunikasi Gambar 2.2. Alur Proses Teori S-O-R. Stimulus adalah rangsangan atau dorongan, sehingga unsur stimulus dalam teori ini merupakan perangsang berupa message (pesan atau isi pernyataan). Organism adalah badan yang hidup, maksudnya manusia sebagai komunikan. Sehingga unsur manusia dalam teori ini adalah receiver (penerima pesan). Sedangkan respon yang dimaksud adalah sebagai reaksi, tanggapan, jawaban, pengaruh, efek atau akibat. Jadi yang dimaksud sebagai respon dalam hal ini adalah efek (pengaruh) yang ditimbulkannya. Stimulus pada penelitian ini adalah pesan komunikasi internal organisasi, perhatian, pengertian dan penerimaan tenaga kesehatan rumah sakit dan respon adalah efek kognitif berupa meningkatnya kinerja tenaga kesehatan. Gambar 2.2. menunjukkan bahwa perubahan sikap bergantung pada proses yang terjadi pada individu. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin Universitas Sumatera Utara 41 diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan, proses berikutnya komunikan mengerti maka kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap (Effendy, 2003 : 54). 2.7. Kerangka Konsep Penelitian Berikut ini dikemukakan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini untuk memahami fenomena komunikasi internal pada organisasi Rumah Sakit Umum Herna Medan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, komunikasi internal mempunyai pengaruh yang sangat penting terhadap kinerja tenaga kesehatan. Menurut defenisi Carl I. Hovland, Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan). Salah satu jenis komunikasi yang sangat penting adalah komunikasi internal yang memungkinkan respon verbal maupun nonverbal berlangsung secara langsung. Dalam operasionalnya, komunikasi internal berlangsung antar sesama tenaga kesehatan baik yang bersifat vertikal dan horizontal dan diagonal. kinerja tenaga kesehatan secara perorangan akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan dan memberikan feedback yang tepat terhadap perubahan perilaku, yang direfleksikan dalam kenaikan produktifitas dan pelayanan. Jadi dapat dikatakan bahwa keberhasilan suatu organisasi sangat didukung dari Universitas Sumatera Utara 42 tingkat kinerja tenaga kesehatan yang sangat dipengaruhi oleh proses komunikasi yang terjadi antar tenaga kesehatan. Komunikasi Internal (X) X1 Komunikasi Vertikal X2 Komunikasi Horizontal Kinerja Tenaga Kesehatan (Y) - Kualitas kerja - Kuantitas kerja - Ketepatan waktu - Efektivitas - Kemandirian. - Komitmen Kerja. X3 Komunikasi Diagonal Gambar 2.3. Kerangka Konsep Keterangan : X = Komunikasi Internal X1 = Komunikasi Vertikal X2 = Komunikasi Horizontal X3 = Komunikasi Diagonal Y = Kinerja Tenaga Kesehatan Universitas Sumatera Utara