6 hubungan tingkat pendidikan dengan kecemasan keluarga pasien

advertisement
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN KECEMASAN KELUARGA
PASIEN DALAM MENGHADAPI PERAWATAN DI RUANG ICU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNIT SWADANA PARE
Wahyu Sri Astutik*, Yonathan Widodo**
*) Perawat RSUD Pare Kediri
**) Perawat Magang di RSUD Pare Kediri
Intensive Care Unit is a health care unit for patients with a reversible, emergency or intermediate
health problem. Because of the separate between patient and family, they need psychosocial supports. Family
may experience fear and hopeless while they standing beside the patients. The objective of the research was to
identify the relationship between the level of formal education and the level of anxiety of the family when they
facing health care on intensive care unit of Pare Public Hospital.
The research design was cross sectional. Population of the study was all patient’s family who
accompanied the patient on ICU RSUD Pare, sampling was choose by researcher according to the judgment of
the researcher with sample size 30 respondents. Variable of the study was formal educational level as
independent variable; and the level of family anxiety as dependent variable. Research instrument was Hamilton
Anxiety Rating Scale (HARS).
Result of the study showed that according to Gamma test, the correlation of both variable was -0,70 by
significance level (p) 0,005 less than 0,05, mean that there was significant correlation between both variable.
According to the result of study, it’s suggested for health care institution/health care personals to
perform health education by clear and true information for the patient and his family.
Keyword : Education, Anxiety, Care
Latar Belakang
Masuknya pasien ke dalam ruang perawatan kritis
atau memerlukan perawatan di ICU membutuhkan
komunikasi yang bermakna, adalah hal penting dalam
proses yang digunakan untuk kebutuhan psikososial
pasien dan keluarga. Sentuhan adalah hal yang ingin
dilakukan terus-menerus oleh keluarga, akan tetapi
keluarga merasa tak berdaya dan penuh ketakutan
berada di sisi tempat tidur pasien yang dirawat di
ICU, selang, balutan, kabel dan mesin yang dipasang
perawat. Keluarga melihat alat yang melekat pada
orang yang dicintainya terbatas untuk meraih dan
menyentuhnya (Hudak & Gallo, 1997). Situasi
tersebut menimbulkan respon keadaan yang tidak
menyenangkan (Suliswati, dkk, 2001).
Ada semacam hubungan yang kuat antara keluarga
dan status kesehatan anggotanya, karena keluarga
merupakan dua orang atau lebih yang disatukan oleh
ikatan-ikatan emosional yang mengidentifikasikan diri
mereka sebagai bagian dari keluarga (Tanto, dkk,
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan
Tingkat Kecemasan Keluarga ...
2005). Apabila salah satu anggota keluarga yang sakit
maka ikatan emosional anggota keluarga yang lain akan
timbul yang menginpretasikan dalam bentuk saling
merasakan (Hudak & Gallo, 1997).
Menurut studi pendahuluan yang dilakukan dari 10
responden keluarga pasien di ruang ICU RSUD US
Pare sebanyak 30 % (3 orang) mengalami kecemasan
ringan 60 % (6 orang) mengalami kecemasan sedang
dan 10% (1 orang) mengalami kecemasan berat. Dari
hasil ini tampaknya kecemasan sedang mendominasi,
ini artinya keluarga belum sepenuhnya mengarahkan
segala sesuatu tentang keadaan anggota keluarganya
pada tim yang ada. Harusnya mereka lebih tenang
karena ruang ICU merupakan ruang khusus untuk
perawatan secara intensif dan kontinyu.
Dengan
adanya
tingkat
pendidikan
dapat
mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam
menerima informasi sehingga tingkat pendidikan dapat
mempengaruhi kecemasan, menurut I.B Mantra
6
pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk
juga perilaku akan pola hidup terutama dalam
berperan serta terhadap pembangunan kesehatan
(Kuncoroningrat, 2005). Dengan adanya dasar
pendidikan yang cukup pada keluarga, untuk
menghadapi perawatan di ICU keluarga akan mencari
informasi sehingga tingkat kecemasan keluarga
menurun.
Salah satu peran perawat adalah sebagai edukator
dengan begitu untuk mengurangi tingkat kecemasan
keluarga. Perawat memberikan informasi pada
keluarga menjelaskan tentang perawatan yang
diberikan pada pasien, untuk itu penulis melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat
Pendidikan dengan Kecemasan Keluarga Pasien yang
Dirawat di ICU RSUD US Pare Kediri”.
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan
pertanyaan sebagai berikut: “Adakah hubungan
tingkat pendidikan dengan kecemasan keluarga pasien
yang dirawat di ICU ?”
Tujuan Penelitian
A. Tujuan Umum
Mengidentifikasi adanya hubungan tingkat
pendidikan dengan kecemasan keluarga pasien
yang dirawat di ICU.
B. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi tingkat pendidikan keluarga
pasien yang dirawat di ICU.
2. Mengidentifikasi tingkat kecemasan keluarga
pasien yang dirawat di ICU.
3. Membuktikan adanya hubungan tingkat
pendidikan dengan kecemasan keluarga
pasien yang dirawat di ICU.
Nursalam, 2005 : 106). ini terdapat dua variabel yaitu
variabel bebas (independen) dan variabel terikat
(dependen).
Dalam
penelitian
ini
variabel
independennya adalah tingkat pendidikan.sedangkan
variabel dependennya adalah kecemasan keluarga
pasien dalam menghadapi perawatan di ICU.
Penelitian dilaksanakan di ICU RSUD US Pare pada
bulan Februari – Maret 2008. Populasi penelitian ini
adalah seluruh keluarga pasien yang berada di ruang
tunggu ICU RSUD Pare. Pada penelitian ini sampel
yang diambil dari populasi keluarga inti pasien yang
dirawat di ICU RSUD US Pare, yang memenuhi
kriteria inklusi : 1) Keluarga inti pasien yang dirawat
di ICU yaitu sebagai suami / istri, anak,Orang tua, 2)
Keluarga pasien yang bersedia menjadi responden. 3)
Pasien yang masuk di ruang ICU kurang dari 3 hari. 4)
Responden yang berusia lebih dari 17 tahun.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
skala HARS, dan pengolahan data dilakukan dengan
teknik editing, coding dan skoring serta analisis
dilakukan dengan menggunakan uji Gamma dengan
=0,05.
Hasil Penelitian
Data Umum
a. Usia Responden
12
10
8
8
7
6
4
2
2
0
Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian analitik korelasi yang bertujuan
untuk menentukan berapa besar variasi pada satu
fungsi berkaitan dengan fungsi berdasarkan koefisien
korelasi dengan cross sectional dimana penelitian
yang menekankan pada waktu pengukuran atau
observasi data variabel independen dan dependen
hanya satu kali pada satu saat.
Jurnal AKP
13
14
17-20
21-30
31-40
>40
Dari gambar diatas didapatkan sebagian besar
responden berumur 21-30 tahun yaitu 13 orang
(43,33%) dan usia responden yang paling sedikit
adalah berumur antara 17 – 20 tahun yaitu 2 orang
(6,67%).
7
No. 3, 1 Januari – 30 Juni 2011
b. Jenis Kelamin Responden
d. Hubungan dengan Pasien
17
18
13
14
16
12
13
14
10
10
12
10
8
8
6
4
6
3
4
4
2
2
0
0
w anita
Suami/Istri
laki-laki
Anak
Saudara
Orang tua
Dari gambar diatas menunjukkan bahwa dari
30 responden, sebagian besar hubungan
keluarga dengan pasien adalah anak yaitu
sejumlah 13 responden (63,33%) dan 3 orang
(10%) adalah responden orang tua dari pasien
tersebut.
Dari diatas menunjukkan bahwa dari 30
responden yang diteliti kebanyakan responden
wanita yaitu 17 responden (56,7%) dan responden
pria 13 responden (43,3%).
c. Status Perkawinan
Data Khusus
a. Tingkat Pendidikan
25
20
20
5
15
10
7
15
5
3
10
0
Kaw in
Janda/Duda
Belum
Dasar
Tinggi
Berdasarkan grafik menunjukkan bahwa dari 30
responden yang diteliti didapatkan 15 orang
(50,0%) merupakan pendidikan dasar dan
responden yang memiliki pendidikan tingi hanya
5 orang (16,7%).
Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar
responden memiliki status perkawinan kawin
dengan jumlah 20 orang (66,7%) dan 3 orang
adalah janda / duda (10%). Hubungan dengan
pasien
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan
Tingkat Kecemasan Keluarga...
Menengah
8
b. Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien
dengan istilah lain P<(0,005<0,05) berarti H0
ditolak dan H1 diterima.
20
20
15
9
10
5
1
0
0
Tidak ada
Ringan
Sedang
Berat
Berdasarkan grafik menunjukkan bahwa dari 30
responden yang diteliti didapatkan bahwa
sebagian besar responden yang mengalami
kecemasan sedang yaitu 20 orang (66,7%) dan
tidak ada responden yang mengalami tidak
cemas.
c. Tabulasi silang hubungan antara tingkat
pendidikan dengan kecemasan keluarga pasien
dalam menghapi perawatan ICU.
Hasil penelitian tentang hubungan antara tingkat
pendidikan dengan kecemasan keluarga dapat
digambarkan pada tabel berikut:
Pendidikan
Kecemasan
Tidak Ada
Ringan
Sedang
Berat
Dasar
(SD&SMP)
Menengah
(SLTA)
Tinggi
(PT)
0
(0%)
2
(6,67%)
12
(40,00%)
1
(3,33%)
0
(0%)
3
(10,00%)
7
(23,33%)
0
(0%)
0
(0%)
4
(13,33%)
1
(3,33%)
0
(0%)
Berdasarkan data tabulasi silang tidak ada yang
mengalami tidak cemas, dan dapat diketahui pula
bahwa pendidikan dasar memiliki kecemasan
sedang yaitu 12 orang (80%).
Dari uji statistik uji statistik gamma diatas dengan
analisis komputer diperoleh hasil bahwa antara
tingkat pendidikan dan tingkat kecemasan adalah
signifikan diuji dianalisis (2 –tailed) dengan 0,005
Jurnal AKP
Pembahasan
Usaha sadar dan rencana untuk mengembangkan secara
aktif potensi dirinya untuk memiliki kemampuan
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan serta
keterampilan, spriritual keagamaan adalah fungsi
pendidikan (www.depdiknas.co.id). Dari hasil yang
didapatkan separuh responden yang diteliti (15 orang/
50%) adalah keluarga yang memiliki pendidikan dasar
dan 5 responden (16.7%) adalah pendidikan tinggi. Hal
ini patut kita cermati lagi dari teori diatas, pada orang
yang memiliki pendidikan tinggi mereka mempunyai
sosialisasi dengan orang lain cukup tinggi, sehingga
rasa empati pada orang lain juga tinggi, tetapi diterpa
oleh banyak kesibukan sehingga mempengaruhi waktu
yang kurang untuk keluarga, maka kompensasi yang
diberikan adalah fasilitas yang lebih. Pantaslah ketika
keluarga mereka berada diruang ICU mereka sulit
ditemukan, hal ini dikarenakan mereka tahu dan merasa
lebih aman alat-alat yang canggih melekat pada pasien
membuat keluarga tetap pada rutinitas yang mereka
kerjakan dan mereka percaya semua kebutuhan pasien
akan terpenuhi dengan baik tanpa bantuan keluarga.
Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah
sebagian besar mengalami kecemasan sedang 20 orang
(66,7%) menurut David A.Tomb (2004) pada
kecemasan sedang seseorang akan meningkatkan atau
memusatkan yang penting dan mengesampingkan yang
lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang
sedikit, tetapi dapat melakukan sesuatu yang lebih
terarah. Dari pengamatan peneliti banyak responden
memliki responden wajah yang mengerut, gelisah dan
banyak gejala fisiologis yang tampak. Ini disebabkan
oleh peran sosial yang diperankan pasien hilang, seperti
orang yang disiplin, motivator, pemberi pengaruh,
humoris, tepat waktu, hangat, dan lain sebagainya,
semuanya ini peran penting dalam keluarga. Jika peranperan tersebut tidak terpenuhi kejadian duka dalam
keluarga dapat terjadi dan ini akan meningkatkan
kecemasan. Dan pada hasil penelitian ini tidak ada
responden yang mengalami tidak cemas, ini mungkin
karena adanya budaya timur yang melekat dari para
responden. Budaya timur mengajarkan untuk empati
dan simpati pada orang lain.
9
No. 3, 1 Januari – 30 Juni 2011
Adapun alasan lain kenapa kecemasan sedang banyak
jumlahnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa
sekitar 17 responden(56,7%) adalah wanita. Secara
perasaan wanita memiliki perasaan yang peka, rasa
empati dan simpati yang tinggi, maka wajar bila salah
satu keluarga masuk dalam ruang ICU mereka akan
merasakan kecemasan sedang.
Penelitian ini ditemukan bahwa pada responden yang
memiliki pendidikan yang rendah memliki kecemasan
yang sedang dan pada responden yang memiliki
pendidikan yang tinggi memiliki kecemasan ringan.
Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Kuncoro
Ningrat dalam Nursalam (2001). Bahwa makin
tingkat tinggi pendidikan seseorang makin mudah
menerima informasi sebaliknya makin rendah tingkat
pendidikan akan menghambat perkembangan sikap
seseorang. Dalam hal ini pada orang yang memiliki
pendidikan tinggi akan mudah informasi yang
diberikan petugas kesehatan sehingga kecemasannya
menurun.
Hubungan antara tingkat pendidikan dengan
kecemasan diketahui dengan analisa software
komputer dan diperoleh hasil signifikan 0,005 dengan
tingkat kesalahan 5 (0.05). maka dari analisa ini
pendidikan berpengaruh dengan tingkat kecemasan.
Sedangkan pada tanda tanda negatif (-) berarti
semakin tinggi tingkat pendidikan semakin rendah
tingkat kecemasannya dengan asumsi kekuatan
hubungannya adalah kuat (-,740).
Uraian diatas menunjukkan adanya hubungan antara
tingkat pendidikan dengan kecemasan keluarga dalam
menghadapi perawatan diruang ICU.
Kesimpulan
Pada penelitian ini didapatkan hasil analisa dengan uji
korelasi gamma diperoleh hasil -,740 dengan uji
signifikan (P) ,005 dengan tingkat kesalahan 5%
(:5% / 0,005). Ini menunjukkan ada hubungan antara
tingkat pendidikan dengan kecemasan keluarga pasien
di ruang ICU unit swadana Pare dengan kekuatan
hubungan yang kuat. Semakin tinggi tingkat
pendidikan keluarga makin rendah tingkat
kecemasannya.
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan
Tingkat Kecemasan Keluarga...
Saran
1. Bagi Klien
Dianjurkan untuk mencari informasi yang sejelas –
jelasnya tentang tindakan medis yang dilakukan
oleh tim kesehatan.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Dianjurkan untuk meningkatkan penyuluhan atau
memberikan informasi dengan bahasa yang mudah
dimengerti dan tingkat pendidikan keluarga.
3. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian sebagai masukan bagi peneliti lain
bila melaksanakan penelitian tentang ICU.
4. Bagi Institusi
Dianjurkan
untuk
mempersiapkan
petugas
kesehatan dalam memberikan informasi yang jelas
dan benar kepada audiens.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini. (1998). Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsini. (2002). Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
DR.dokter RM. Widjajanto. (2007). Nyeri Haid
http://www.suaramerdeka.com/harian
(download : 03 Oktober 2007).
Dr.Tono Djuwantono D. (2007).Waspadai Nyeri Haid.
http://www.pikiranrakyat.com (download : 03
Oktober 2007)
Hurlock, Elizabeth B. (1999). Psikologi Perkembangan.
Alih Bahasa: Istiwidayanti & Soedjarwo. Ed.
5. Jakarta : Erlangga.
Mansjoer Arief. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Ed.
2. Jakarta : Fakultas Kedokteran.
Manuaba, Ida Bagus Gde. (1999). Ilmu Kebidanan
Penyakit
Kandungan
dan
Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta :
EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gde. (1999). Memahami
Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta :
Arcan.
Mona. (2007). Cepat Kawin Kurangi Resiko Nyeri
Haid. http://www.Info-Sehat.com/ (download
: 03 Oktober 2007)
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian
Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta.
10
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :
Salemba medika.
Stuart dan Sundeen. (1998). Buku Suku Keperawatan
Jiwa. Alih Bahasa: Achir Yani S. Hamid.
Ed. 3. Jakarta : EGC.
Sugiyono. (2003). Statistik Untuk Penelitian. Bandung
: Alfabeta.
Suliswati. (2005). Konsep Dasar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Jurnal AKP
Tjiptojoewono, S, dkk. (1996). Pengantar Pendidikan
Bagian I. Surabaya : University Press IKIP
Surabaya.
Tomb, David A. (2003). Buku Saku Psikiatri. Alih
Bahasa: Wiwie N. Ed. 6. Jakarta : EGC.
Tri Wahyuni. (2007). Endrolin, Terapi Hormonal.
http://www.suarakarya-online.com/news
(download : 03 Oktober 2007)
Willis, Sofyan S. (2001). Problema Remaja dan
Pemecahannya. Bandung : Angkasa
11
No. 3, 1 Januari – 30 Juni 2011
Download