1 APLIKASI ASAM HUMAT DALAM MENINGKATKAN EFEKTIVITAS

advertisement
APLIKASI ASAM HUMAT DALAM MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN
PUPUK NPK DAN PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN SISTEM PENGELOLAAN
TANAMAN TERPADU ( PTT )
The Application of Humic Acid in Increasing the Effectiveness of the use of NPK Fertilizer and
Productivity Rice With the Integrated Crop Management System (PTT)
Salman In’amullah Ridwan 1)
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected]
Dr. Ida Hodiyah, Ir., M.P. 2)
Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected]
Undang, Ir., MSc. 3)
Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected]
Jln. Siliwangi No. 24 Kotak Pos 164 Tasikmalaya 46115
Tlp : (0265) 330634 Fax : (0265) 325812
Website : www.Unsil.ac.id
E-mail : [email protected]
ABSTRACT
The purpose of this experiment was to determine the role of humic acid in reducing or improving the
effectiveness of use of fertilizer N, P, and K (Ponska, Urea, SP-36, and KCl), and determine dose of
humic acid which affect both the growth and yield of rice. Experiments was carried out on rice field
in the Pagerageung village, Tasikmalaya, West Java. With altitude of 500 meters above sea level.
This experiment was conducted in October 2012 to February 2013. The experiment used was an
experimental method with a randomized block design (RAK), consists of eleven treatments, each
repeated three times. The treatments are Fertilization with Conventional Systems (Urea 200 kg.ha-1 +
SP - 36 150 kg.ha-1 + KCI 100 kg.ha-1), Fertilization with PPT Systems (Fertilizer cage 2 t.ha-1+
Phonska (NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1), Fertilization with PPT Systems (Straw
Compost 5 t.ha-1 + Phonska (NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1), Application of Humic
Acid 2 kg.ha-1 + Phonska (NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1, Application of Humic Acid
3 kg.ha-1 + Phonska (NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1, Application of Humic Acid 4
kg.ha-1 + Phonska (NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1, Application of Humic Acid 5
kg.ha-1 + Phonska (NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1, Application of Humic Acid 5
kg.ha-1 + Phonska ( NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1 + Urea 150 kg.ha-1, Application of Humic Acid 5
kg.ha-1 + Phonska (NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1 + Urea 100 kg.ha-1, Application of Humic Acid 5
kg.ha-1 + Phonska (NPK;15:15:15) 225 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1, Application of Humic Acid 5
kg.ha-1 + Phonska (NPK;15:15:15) 150 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1. The research result showed that the
application of humic acid and fertilizer ponska 3 kg.ha-1 (NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1 + Urea 200
kg.ha-1 could be a solution to replace the role of organic fertilizer in increasing the effectiveness of the
use of NPK fertilizer and give effect best on the productivity of rice 9,32 kg.plot-1 or 7,76 t.ha-1.
Keywords : Humic acid, Convensional, and Integrated Crop Management System
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan asam humat dalam meningkatkan
efektivitas penggunaan pupuk N, P, dan K (Ponska, Urea, SP-36 dan KCl), serta mengetahui takaran
asam humat yang berpengaruh baik terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah. Percobaan ini
1
dilaksanakan pada lahan sawah di Kampung Pagerageung Desa Pagerageung Kecamatan Pagerageung
Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Dengan ketinggian tempat 500 meter di atas permukaan laut,
yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 sampai dengan Februari 2013. Percobaan ini
menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK), terdiri dari sebelas
perlakuan yang diulang tiga kali yaitu Pemupukan sistem konvensional (Urea 200 kg.ha-1 + SP-36 150
kg.ha-1 + KCl 100 kg.ha-1), Pemupukan system PTT {pupuk kandang 2 t.ha-1 + Phonska
(NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1}, Pemupukan system PTT {kompos jerami 5 t.ha-1 +
Phonska (NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1}, Aplikasi Asam Humat 2 kg.ha-1 + Phonska
(NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1, Aplikasi Asam Humat 3 kg.ha-1 + Phonska
(NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1, Aplikasi Asam Humat 4 kg.ha-1 + Phonska
(NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1, Aplikasi Asam Humat 5 kg.ha-1 + Phonska
(NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1, Aplikasi Asam Humat 5 kg.ha-1 + Phonska
(NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1 + Urea 150 kg.ha-1, Aplikasi Asam Humat 5 kg.ha-1 + Phonska
(NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1 + Urea 100 kg.ha-1, Aplikasi Asam Humat 5 kg.ha-1 + Phonska
(NPK;15:15:15) 225 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1, Aplikasi Asam Humat 5 kg.ha-1 + Phonska
(NPK;15:15:15) 150 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Aplikasi asam
humat 3 kg.ha-1 serta pupuk Phonska (NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1, dapat menjadi
solusi untuk menggantikan peran pupuk organik dalam meningkatkan efektivitas penggunaan pupuk
N, P, dan K, dan memberikan pengaruh terbaik pada produktivitas padi sawah yaitu seberat 9,32
kg.plot-1 atau 7,76 t.ha-1.
Kata kunci : Asam humat, konvensional, dan Pengelolaan Tanaman Terpadu
I.
PENDAHULUAN
Menurut Saraswati, Rasti, Tini Prihartini, dan Ratih Dewi Hastuti., (2004), pengembangan
pertanian padi sawah berkelanjutan dengan pendekatan produksi dan peningkatan pendapatan petani,
seyogyanya dilakukan berdasarkan peningkatan efisiensi pemupukan, berkelanjutan produktivitas
tanah dan sistem produksi pertanian. Maka praktek eksploitasi sumber daya lahan secara kimiawi
harus diminimalkan, sebaliknya upaya-upaya meningkatkan penggunaan bahan organik untuk
mendorong keragaman hayati tanah harus ditingkatkan.
Agus Sofyan Nurjaya, dan Antonius Kasno., (2004), melaporkan bahwa di beberapa daerah di
Jawa telah terjadi penurunan hasil padi pada lahan sawah meskipun dengan tingkat pengelolaan
optimal sesuai rekomendasi. Faktor utama penyebab penurunan hasil itu diduga karena menurunnya
kadar bahan organik tanah dan akumulasi bahan beracun dalam tanah yang berasal dari pupuk
anorganik, pestisida dan polutan lainnya (Setyorini Diah, Lidiyani Retno Widowati, dan Sri Rochyati.,
2004).
Untuk dapat memberikan manfaat bagi kesuburan dan kemampuan produksi tanaman,
pemupukan memang harus dilakukan secara benar. Pemilihan jenis pupuk, dosis pemakaian, dan
tatacara pemupukan, menjadi faktor penentu keberhasilan pemupukan (AgroMedia, 2007). Anjuran
untuk menggunakan pupuk berimbang yang diartikan mengurangi penggunaan pupuk anorganik (N,P,
dan K) dan memaksimalkan pemakaian pupuk organik (kompos dan pupuk kandang). Pada pupuk
organik kandungan haranya sedikit, sehingga pada aplikasinya diperlukan dalam jumlah yang sangat
banyak, hal tersebut mungkin saja memerlukan biaya tambahan transportasi, apalagi jika pupuk
organik itu tidak tersedia di lahan usahatani.
Kendala tersebut dapat diatasi dengan aplikasi bahan accelerator asam humat. Menurut
MacCarthy (1990), asam humat adalah zat organik yang memiliki struktur molekul komplek dengan
berat molekul tinggi. Di alam, asam humat terbentuk melalui proses fisika, kimia, dan biologi dari
bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan maupun hewan melalui proses humifikasi.Penggunaan asam
humat sebagai pengganti sebagian atau keseluruhan pupuk organik (kompos atau pupuk kandang)
akan menjadi salah satu solusi alternatif untuk memenuhi himbauan penggunaan pupuk berimbang.
2
Chen dan Aviad, (1990) menyatakan bahwa dengan penggunaan asam humat dapat
meningkatkan panjang akar dan merangsang pertumbuhan akar sekunder pada konsentrasi yang
optimum. Disamping itu, penggunaan asam humat yang optimum akan memberikan pengaruh
langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsungnya antara lain ; (1) akan meningkatkan terhadap
pembentukan (sintesis) protein, (2) meningkatkan laju fotosintesis, dan (3) meningkatkan populasi
dan aktivitas mikroba dalam tanah sehingga kesuburan biologis meningkat. Sedangkan pengaruh tidak
langsungnya antara lain ; (1) akan menekan racun-racun (toxic) elemen pada tanah, dan (2) menekan
populasi mikroba-mikroba yang tidak menguntungkan.
II. BAHAN DAN METODE
Percobaan ini dilaksanakan pada lahan sawah di Desa Pagerageung, Kecamatan Pagerageung,
Kabupaten Tasikmalaya dengan ketinggian tempat 500 meter di atas permukaan laut, jenis tanah
Latosol dengan kandungan mineral liat tinggi dan kandungan bahan organik tanah rendah.
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah asam humat, pupuk NPK Phonska,
Urea, SP-36, KCl, benih padi varietas INPARI 1.
Alat yang diperlukan adalah alat semprotan gendong (Knapsack Sprayer), cangkul, meteran,
mistar, timbangan analitik, gunting, alat tulis, papan nama, kantong plastik, kantong kertas, karung.
Percobaan ini menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
sederhana yang diulang tiga kali, sebelas perlakuan yang diuji yaitu:
A. Pemupukan sistem konvensional (Urea 200 kg.ha-1 + SP-36 150 kg.ha-1 + KCl 100 kg.ha-1).
B. Pemupukan system PTT {pupuk kandang 2 t.ha-1 + Phonska (NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1 +
Urea 200 kg.ha-1}.
C. Pemupukan system PTT {kompos jerami 5 t.ha-1 + Phonska (NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1 +
Urea 200 kg.ha-1}.
D. Aplikasi Asam Humat 2 kg.ha-1 + Phonska (NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1+Urea 200 kg.ha-1.
E. Aplikasi Asam Humat 3 kg.ha-1 + Phonska (NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1+Urea 200 kg.ha-1.
F. Aplikasi Asam Humat 4 kg.ha-1 + Phonska (NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1+Urea 200 kg.ha-1.
G. Aplikasi Asam Humat 5 kg.ha-1 + Phonska (NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1+Urea 200 kg.ha-1.
H. Aplikasi Asam Humat 5 kg.ha-1 + Phonska (NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1+Urea 150 kg.ha-1.
I. Aplikasi Asam Humat 5 kg.ha-1 + Phonska (NPK;15:15:15) 300 kg.ha-1+Urea 100 kg.ha-1.
J. Aplikasi Asam Humat 5 kg.ha-1 + Phonska (NPK;15:15:15) 225 kg.ha-1+Urea 200 kg.ha-1.
K. Aplikasi Asam Humat 5 kg.ha-1 + Phonska (NPK;15:15:15) 150 kg.ha-1+Urea 200 kg.ha-1.
Variabel yang diamati adalah pengamatan penunjang dan pengamatan utama (tinggi tanaman,
jumlah anakan per rumpun, jumlah malai per rumpun, jumlah gabah per malai, bobot 1000 butir,
gabah kering panen dan kering giling per plot dan hektar).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pengamatan Penunjang
Tanah sawah di Desa Pagerageung Kecamatan Pagerageung Kabupaten Tasikmalaya
termasuk ke dalam jenis tanah latosol berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan di
Laboratorium Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
Bandung.
Berdasarkan data curah hujan selama sepuluh tahun dari tahun 2001 sampai tahun 2010,
curah hujan Desa Pagerageung Kecamatan Pagerageung adalah 1962 mm per tahun, curah hujan
tersebut termasuk daerah dengan tipe curah hujan C yaitu bersifat agak basah.
Selama percobaan berlangsung terdapat serangan hama tetapi dapat ditanggulangi dengan
baik, karena pemeliharaan dilakukan secara intensif.
3
Malai padi mulai keluar pada umur 58 hari setelah tanam (HST), dan mulai berbunga
serempak pada umur 65 HST. Panen dilakukan secara serempak pada umur 103 HST. Padi sudah siap
dipanen pada umur tersebut dengan ciri-ciri yaitu isi gabah sudah terasa keras dan susah untuk
dipecahkan, 95% malai sudah menguning.
Gulma merupakan tanaman yang tumbuh diluar tanaman pokok dan bersaing dengan tanaman
pokok untuk mendapatkan cahaya, ruang tumbuh, unsur hara dan air. Jenis gulma yang ditemukan
dilahan pertanaman adalah eceng sawah (Monochoria vaginalis), Jajagoan (Echinochloa crus-galli),
Kayambang (Salvinia molesta), Teki (Cyperus rotundus).
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, terdapat beberapa hama yang menyerang yaitu:
1)
2)
3)
4)
5)
Hama Belalang (Valanga nigricornis, pm)
Walang Sangit (Leptocoriza acuta tumb).
Kepinding Tanah (Scotinophara vermiculata)
Keong Mas (Pomacea canaliculata Lamarck)
Burung pemakan biji-bijian
3.2. Pengamatan Utama
3.2.1. Tinggi Tanaman
Tabel 1. Aplikasi Asam Humat, Kompos serta variasi N, P, dan K terhadap Tinggi Tanaman Padi
pada umur 21 dan 40 Hari Setelah Tanam (HST).
Tinggi (cm)
No
Perlakuan
Umur 21 HST
Umur 40 HST
1
A
41,90 a
68,13 a
2
B
49,40 b
76,50 c
3
C
47,95 b
74,58 b
4
D
48,83 b
77,37 c
5
E
48,57 b
77,32 c
6
F
47,28 b
76,00 b
7
G
49.05 b
76.27 b
8
H
48,73 b
75,63 b
9
I
49,37 b
75,82 b
10
J
48,97 b
79,93 d
11
K
47,87 b
76,28 bc
Keterangan : Nilai rata-rata yang ditandai oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Hasil analisis statistik terlihat bahwa tinggi tanaman padi pada umur 21 hari setelah tanam
pada perlakuan A (Urea 200 kg.ha-1 + SP-36 150 kg.ha-1 + KCl 100 kg.ha-1), menunjukkan tinggi
tanaman yang paling rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya sedangkan untuk perlakuan
B sampai K tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Hal ini terjadi karena perlakuan A menggunakan pemupukan sistem konvensional, tanpa
menggunakan pupuk organik sedikitpun. Tidak semua pupuk kimia mengandung unsur hara lengkap,
sehingga perlu ditambah pupuk pelengkap mikro di sela-sela pemberian pupuk kimia. Pemakaian
secara berlebihan dan terus menerus juga dapat merusak karena membuat tanah cepat mengeras, tidak
gembur, dan cepat menjadi asam. Untuk mengatasinya, yaitu dengan pemberian pupuk kandang dan
kompos mutlak diberikan secara berkala (Agromedia, 2007).
Berbeda dengan perlakuan sistem PTT yaitu perlakuan B yang diberi pupuk kandang 2 t.ha -1
+ Phonska (NPK ; 15: 15 : 15) 300 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1, dan perlakuan C yang diberi kompos
jerami 5 t.ha-1 + Phonska (NPK ; 15: 15 : 15) 300 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1, dengan demikian
kebutuhan pupuk organiknya terpenuhi sehingga dapat meningkatkan efektivitas penggunaan pupuk
N, P, dan K. Begitupun dengan perlakuan D sampai K yang menggunakan asam humat berbagai
4
takaran. Dengan keunggulan sifat-sifat yang dimilikinya asam humat dapat menggantikan peranan
pupuk organik dalam meningkatkan efektivitas penggunaan pupuk N, P, dan K.
Pada Tabel 1 terlihat bahwa tinggi tanaman padi pada umur 40 hari setelah tanam lebih
beragam lagi. Pada perlakuan A dengan sistem konvensional (Urea 200 kg.ha-1 + SP-36 150 kg.ha-1 +
KCl 100 kg.ha-1), tetap menunjukkan tinggi tanaman yang paling rendah dibandingkan dengan
perlakuan yang lainnya yaitu 68,13 cm. Pada perlakuan J dengan aplikasi asam humat 5 kg.ha-1 +
Phonska (NPK ; 15: 15 : 15) 225 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1, menunjukkan tinggi tanaman paling
tinggi. Hal ini diduga karena dengan pemberian asam humat dapat mengoptimalkan pemberian pupuk
N (Nitrogen) yang berpengaruh terhadap naiknya asimilasi amonia serta kadar protein dalam daun dan
menyebabkan bertambahnya tinggi tanaman, panjang, lebar, dan luas daun, sehingga memudahkan
tanaman untuk melakukan proses fotosintesis. Untuk pertumbuhan yang optimum selama fase
vegetatif, pemupukan N harus diimbangi dengan pemupukan unsur lain. Senyawa N organik
tergantung pada imbangan ion-ion lain, termasuk Mg (Magnesium) untuk pembentukan klorofil.
(Afandie Rosmarkam, Nasih Widya Yuwono 2002).
3.2.2. Jumlah Anakan per Rumpun
Tabel 2. Aplikasi Asam Humat, Kompos, serta variasi N, P, dan K terhadap Jumlah Anakan per
Rumpun pada umur 21 dan 40 Hari Setelah Tanam (HST).
Jumlah Anakan (anakan)
No
Perlakuan
Umur 21 HST
Umur 40 HST
1
A
11,77 a
22,10 a
2
B
20,47 bc
27,40 b
3
C
17,65 b
29,58 c
4
D
20,92 c
32,65 g
5
E
17,52 b
31,82 d
6
F
21,07 c
31,43 d
7
G
20,37 b
31,07 d
8
H
17,10 b
30,78 d
9
I
19,87 b
34,02 h
10
J
20,15 b
32,05 e
11
K
19,00 b
32,57 f
Keterangan : Nilai rata-rata yang ditandai oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Hasil analisis statistik terlihat bahwa aplikasi asam humat memberikan pengaruh terhadap
jumlah anakan per rumpun baik pada umur 21 maupun 40 Hari Setelah Tanam.
Dari Tabel 2 pada pengamatan 21 hari setelah tanam terlihat bahwa tanaman yang diberi
perlakuan A yaitu (Urea 200 kg.ha-1 + SP-36 150 kg.ha-1 + KCl 100 kg.ha-1), memiliki jumlah anakan
per rumpun paling sedikit yaitu 11,77 anakan dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya,
sedangkan jumlah anakan paling banyak terdapat pada tanaman yang diberi perlakuan F yaitu
pemupukan asam humat 3 kg.ha-1 + Phonska (NPK ; 15: 15 : 15) 300 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1 yang
menghasilkan jumlah anakan sebanyak 21,07 anakan.
Hal ini terjadi karena pemberian asam humat dapat merangsang pertumbuhan tanaman dan
akar atau anakan muda sehingga tanaman lebih cepat tumbuh, dan pada akhirnya dapat meningkatkan
kualitas tanaman (Humika, 2012).
Pada umur 40 hari setelah tanam tingkat keragamannya sangat tinggi. Jumlah anakan per
rumpun terbanyak yaitu 34,02 anakan, pada tanaman yang diberi perlakuan asam humat 5 kg.ha -1 +
Phonska (NPK ; 15: 15 : 15) 225 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1. Jumlah anakan per rumpun yang paling
sedikit yaitu 22,10 anakan terdapat pada tanaman yang diberi pupuk Urea 200 kg.ha-1 + SP-36 150
kg.ha-1 + KCl 100 kg.ha-1 tanpa diberi asam humat ataupun kompos.
5
Dengan demikian, dapat dilihat pada pengamatan jumlah anakan per rumpun baik pada umur
21 maupun 40 Hari Setelah Tanam pada perlakuan A dengan sistem konvensional menunjukkan hasil
paling sedikit dibandingkan dengan perlakuan lainnya, baik dengan sistem PTT maupun aplikasi asam
humat berbagai takaran. Hal ini diduga terjadi karena pengaruh dari pemberian dosis pupuk
konvensional yang terus menerus dan menjadi kebiasaan atau rekomendasi para petani, sehingga
mengakibatkan tanah menjadi keras, liat, pH rendah, kandungan unsur hara sedikit, tanah menjadi
tidak kondusif, dan kurang memenuhi syarat tumbuh bagi tanaman padi, dan pada akhirnya
pertumbuhan sistem perakaran terhambat, pengambilan unsur hara tidak maksimum, pertumbuhan
tanaman termasuk jumlah anakan terhambat sehingga anakan yang dihasilkan hanya sedikit.
Tetapi dengan penambahan bahan organik baik dalam bentuk kompos ataupun asam humat
akan menjadikan tanah lebih subur dan memenuhi syarat tumbuh bagi tanaman padi, apalagi dengan
penambahan asam humat terlihat jumlah anakan lebih banyak. Hal ini berarti bahwa asam humat
dapat meningkatkan efektivitas pemupukan N, P, dan K.
3.2.3. Jumlah Malai per Rumpun
Hasil analisis statistik dapat dilihat pada perlakuan A dengan pemupukan sistem konvensional
yaitu Urea 200 kg.ha-1 + SP-36 150 kg.ha-1 + KCl 100 kg.ha-1, menghasilkan jumlah malai per
rumpun paling sedikit yaitu 20,05 malai.
Tabel 3. Aplikasi Asam Humat, Kompos, serta variasi N, P, dan K terhadap Jumlah Malai per
Rumpun.
No
Perlakuan
Jumlah Malai per Rumpun (malai)
1
A
20,05 a
2
B
25,55 b
3
C
26,20 b
4
D
27,97 c
5
E
25,37 b
6
F
25,77 b
7
G
28,18 c
8
H
26,42 b
9
I
25,20 b
10
J
24,63 b
11
K
23,33 b
Keterangan : Nilai rata-rata yang ditandai oleh huruf kecil yang sama arah vertikal tidak
berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Tetapi pada perlakuan D yang diberi asam humat 2 kg.ha-1 + Phonska (NPK ; 15: 15 : 15) 300
kg.ha + Urea 200 kg.ha-1, menghasilkan jumlah malai per rumpun yang banyak yaitu 27,97 malai
yang tidak berbeda dengan perlakuan G yang diberi asam humat 5 kg.ha-1 + Phonska (NPK ; 15: 15 :
15) 225 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1 yaitu 28,18 malai. Hal ini berarti, dengan pemberian asam humat 2
kg.ha-1 sudah cukup dan dapat mengefektifkan pupuk N, P, dan K.
-1
Secara teori bisa dipahami bahwa jumlah malai per rumpun berkaitan erat dengan jumlah
anakan per rumpun, semakin banyak jumlah anakan maka semakin banyak pula jumlah malainya,
begitu juga sebaliknya. Hal ini terjadi karena setiap anakan yang terbentuk dapat menghasilkan malai.
Tetapi bila dilihat pada hasil percobaan ini (Tabel 2, dan 3), tidak menunjukkan demikian. Hal ini
diduga, karena pada waktu percobaan banyak awan, cuaca mendung, dan sering terjadi hujan,
sehingga intensitas cahaya matahari yang diserap oleh tanaman padi kurang sempurna yang
menyebabkan terhambatnya laju fotosintesis, akhirnya fotosintat yang dihasilkan sedikit dan dapat
mempengaruhi terhadap pembentukan malai.
Yos Sutiyoso (1999), menyatakan bahwa tanaman yang cukup dalam melakukan proses
fotosintesis akan memiliki perakaran yang berkembang dengan baik, jumlah anakan yang banyak,
serta pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap pembentukan malai yang lebih banyak. Pada tanaman
6
yang mempunyai anakan banyak, fotosintesis akan lebih banyak pada batas tertentu, sehingga
fotosintat yang dihasilkan menjadi banyak dan dapat mempengaruhi pembentukan malai.
Hasil penelitian Chen dan Aviad, (1990) menyatakan bahwa dengan pemberian asam humat
pada konsentrasi rendah yaitu 10 mg.L-1 dapat meningkatkan sintesis enzim fosforilase pada tanaman
gandum, sebaliknya konsentrasi tinggi yaitu 100 mg.L-1 efeknya sebagai penghambat, karena
mekanisme asam humat pengarunya terhadap pertumbuhan tanaman salah satu aktivitasnya yaitu
sebagai hormon tumbuh. Dengan demikian, pemberian asam humat 2 kg.ha-1 serta Phonska (NPK ;
15: 15 : 15) 300 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1 dapat mendukung terhadap pertumbuhan tanaman padi,
meskipun takaran asam humatnya ditingkatkan menjadi 5 kg.ha-1 serta Phonska (NPK ; 15: 15 : 15)
225 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1 tidak serta merta meningkatkan jumlah malai per rumpun, tetapi
menghasilkan jumlah malai per rumpun yang tidak berbeda.
3.2.4. Jumlah Gabah per Malai
Hasil analisis statistik tidak terjadi perbedaan yang nyata antara pemberian pupuk sistem
konvensional, PTT dan aplikasi asam humat terhadap jumlah gabah per malai. Hal ini berarti bahwa
jumlah gabah per malai tidak bergantung terhadap pemberian asam humat, kompos, serta variasi N, P,
dan K.
Tabel 4. Aplikasi Asam Humat, Kompos, serta variasi N, P, dan K terhadap Jumlah Gabah per Malai.
No
Perlakuan
Gabah per Malai (butir)
1
A
106,17 a
2
B
121,43 a
3
C
126,70 a
4
D
118,87 a
5
E
118,37 a
6
F
125,30 a
7
G
121,57 a
8
H
114,60 a
9
I
117,27 a
10
J
121,30 a
11
K
121,70 a
Keterangan : Nilai rata-rata yang ditandai oleh huruf kecil yang sama arah vertikal tidak
berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Aplikasi asam humat tidak berpengaruh terhadap jumlah gabah per malai, hal ini diduga
karena faktor lingkungan sekitar mampu menyediakan unsur hara yang cukup bagi tanaman dan
diperkirakan tingkat kompetisi antar tanaman rendah. Pemberian pupuk dasar kompos jerami, kotoran
domba hasil permentasi, serta N, P, dan K Ponska dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan
pertumbuhan padi selama fase generatif, terutama dalam pengisian gabah. Sesuai pendapat Zaeny,
(2007) bahwa interaksi antara tanaman padi dengan faktor lingkungan serta antara faktor lingkungan
itu sendiri bisa mempengaruhi pertumbuhan dan hasil padi. Salah satunya faktor lingkungan yaitu
tanah, karena tanah merupakan media bagi tanaman yang mampu memberikan ketersediaan unsur
hara yang menjadi sumber makanan dan nutrisi bagi tanaman.
3.2.5. Bobot 1000 Butir Gabah
Menurut Mulyani Sutedjo (2002), salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
hasil tanaman adalah sifat genetik tanaman itu sendiri. Seperti varieras, daya hasil, resistensi
tanaman. Pada percobaan ini, rata-rata bobot 1000 butir gabah berkisar antara 32,23 g sampai 35,43 g.
Bobot 1000 butir gabah menunjukkan tidak berbeda nyata. Nampaknya bobot 1000 butir gabah lebih
dipengaruhi oleh sifat genetik sehingga aplikasi asam humat ataupun kompos, dan variasi pupuk N, P,
dan K tidak memberikan pengaruh terhadap bobot 1000 butir gabah.
7
Tabel 5. Aplikasi Asam Humat, Kompos, serta variasi N, P, dan K terhadap Bobot 1000 Butir Gabah
Bernas.
No
Perlakuan
Bobot 1000 Butir (gram)
1
A
32,83 a
2
B
32,67 a
3
C
32,90 a
4
D
32,23 a
5
E
32,63 a
6
F
33,17 a
7
G
33,70 a
8
H
32,40 a
9
I
34,93 a
10
J
33,60 a
11
K
35,43 a
Keterangan : Nilai rata-rata yang ditandai oleh huruf kecil yang sama arah
vertikal tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan
pada taraf nyata 5%.
3.2.6. Bobot Gabah Kering Panen (GKP) per Plot dan per Hektar
Pada Tabel 6 terlihat bahwa perlakuan E yaitu pemberian asam humat 3 kg.ha-1 + Phonska
(NPK ; 15: 15 : 15) 300 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1, menghasilkan gabah kering panen (GKP) per plot
dan hektar lebih berat dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya, yaitu 10,83 kg.plot-1 atau 9,03
t.ha-1. Oleh karena itu, nampaknya aplikasi asam humat memberikan pengaruh terhadap bobot gabah
kering panen per plot dan hektar.
Tabel 6. Aplikasi Asam Humat, Kompos, serta variasi N, P, dan K terhadap Gabah Kering Panen
(GKP) per Plot dan per Hektar.
GKP
No
Perlakuan
per Plot (kg)
per Hektar (ton)
1
A
7,83 a
6,53
2
B
9,50 c
7,92
3
C
8,67 b
7,22
4
D
9,57 c
7,97
5
E
10,83 d
9,03
6
F
9,07 b
7,56
7
G
9,33 b
7,78
8
H
9,33 b
7,78
9
I
8,67 b
7,22
10
J
9,20 b
7,67
11
K
9,50 c
7,92
Keterangan : Nilai rata-rata yang ditandai oleh huruf kecil yang sama arah vertikal tidak berbeda
nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Hal ini sesuai dengan fungsi utama asam humat yaitu sebagai pembenah tanah, perangsang
pertumbuhan tanaman, memperbaiki struktur tanah, mempercepat perkecambahan benih,
meningkatkan permeabilitas dinding sel tanaman sehingga dapat menambah daya serap tanaman
terhadap nutrisi, merangsang pertumbuhan tanaman dan mempercepat pertumbuhan akar sehingga
tanaman lebih cepat tumbuh, dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas tanaman dan hasil panen
(Humika, 2012).
8
Dalam penelitian Sladky, (1959) menunjukkan bahwa dengan penggunaan asam humat dapat
meningkatkan kandungan klorofil pada berbagai tanaman termasuk tanaman padi. Begitupun dengan
penelitian Chen dan Aviad, (1990) yang menyatakan bahwa dengan penggunaan asam humat yang
optimum akan memberikan pengaruh langsung diantaranya dapat meningkatkan pembentukan protein
dan laju fotosintesis. Meningkatnya laju fotosintesis akan meningkatkan laju fotosintat yang
dihasilkan sehingga hasil gabah meningkat.
3.2.7. Bobot Gabah Kering Giling (GKG) per Plot dan per Hektar
Pada Tabel 7 terlihat bahwa perlakuan E yaitu pemberian asam humat 3 kg.ha-1 + Phonska
(NPK ; 15: 15 : 15) 300 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1. Gabah Kering Giling (GKG) baik per plot maupun
per hektar yang paling berat yaitu 9,32 kg.plot-1 atau 7,76 t.ha-1, sedangkan hasil yang paling rendah
ditunjukkan oleh perlakuan A dengan sistem konvensional pada tanaman yang hanya diberi urea 200
kg.ha-1 + SP-36 150 kg.ha-1 + KCl 100 kg.ha-1, yaitu seberat 6,74 kg.plot-1 atau 5,61 t.ha-1. Apabila
melihat hasil per hektar dari perlakuan E yang menggunakan asam humat dan perlakuan A yang
hanya menggunakan pupuk konvensional maka terdapat selisih 2,15 t.ha-1. Dengan selisih tersebut
dapat diketahui bahwa aplikasi asam humat 3 kg.ha-1 serta Phonska (NPK ; 15 : 15 : 15) 300 kg.ha-1 +
Urea 200 kg.ha-1 dapat meningkatkan produktivitas padi sampai 28 persen.
Tabel 7. Aplikasi Asam Humat, Kompos, serta variasi N, P, dan K terhadap Gabah Kering Giling
(GKG) per Plot dan per Hektar.
GKG
No
Perlakuan
per Plot (kg)
per Hektar (ton)
1
A
6,74 a
5,61
2
B
8,17 c
6,81
3
C
7,45 b
6,21
4
D
8,23 c
6,86
5
E
9,32 d
7,76
6
F
7,80 b
6,50
7
G
8,03 b
6,69
8
H
8,03 b
6,69
9
I
7,45 b
6,21
10
J
7,91 b
6,59
11
K
8,17 c
6,81
Keterangan : Nilai rata-rata yang ditandai oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Begitupun pada perlakuan B {pupuk kandang 2 t.ha-1 + Phonska (NPK ; 15 : 15 : 15) 300
kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1} dan C {kompos jerami 5 t.ha-1 + Phonska (NPK ; 15 : 15 : 15) 300 kg.ha-1
+ Urea 200 kg.ha-1} dengan sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), aplikasi asam humat 3
kg.ha-1 serta Phonska (NPK ; 15 : 15 : 15) 300 kg.ha-1 + Urea 200 kg.ha-1, tetap menunjukkan hasil
yang lebih berat dengan selisih hasil 0,95 dan 1,55 t.ha-1 atau 13 dan 20 persen.
Dari pernyataan tersebut dapat dibandingkan bahwa budidaya tanaman padi varietas
INPARI 1 dengan aplikasi asam humat lebih baik daripada sistem konvensional dan sistem
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Aplikasi asam humat dapat mengikat dan mengatur pelepasan
hara sesuai kebutuhan tanaman sehingga dapat meningkatkan efektivitas penggunaan pupuk kimia,
kualitas kesuburan tanah, permeabilitas dinding sel tanaman yang dapat menambah daya serap
tanaman terhadap nutrisi sehingga dapat meningkatkan kualitas tanaman dan produktivitas hasil panen
(MacCarthy, 1990).
Menurut hasil analisis dari Laboratorium Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas
Padjadjaran Bandung, lahan percobaan ini hanya memiliki Kapasitas Tukar Kation (KTK) yaitu
170,72 cmol.kg-1 dengan kriteria sedang. Aplikasi asam humat kemungkinan meningkatkan KTK
tanah sawah, karena asam humat yang digunakan memiliki KTK yang tinggi yaitu 500-700 cmol.kg-1
(Tabel 1), dengan meningkatnya KTK tanah maka akan meningkatkan kandungan tanah untuk
9
menahan unsur - unsur hara makro dan mikro agar terhindar dari proses pencucian, sehingga kation
yang tertahan secara bertahap dilepaskan bagi kepentingan penyerapan oleh tanaman.
Melihat dari hasil analisis tanah sawah, bahwa kandungan pH tanahnya termasuk kriteria
masam. P2O5 Potensial sangat tinggi sedangkan P2O5 tersedia rendah. Hal ini menunjukkan bahwa
P2O5 potensial dijerap atau diikat oleh ion logam Al dan Fe, sehingga menyebabkan kandungan P 2O5
tersedian rendah. Dengan mengaplikasikan asam humat pada tanah sawah tersebut maka akan terjadi
pembentukan kompleks dengan ion logam Al dan Fe, karena salah satu dari fungsi asam humat yaitu
sebagai ligan dalam pembentukan kompleks dengan ion logam dan memiliki kemampuan untuk
mengalami koagulasi pada pH rendah (Schnitzer, 1991). Akibatnya kadar P2O5 tersedia akan
meningkat, sehingga pemupukan NPK dengan takaran minimum pun tetap efektif. Seperti pada
perlakuan K dengan Aplikasi Asam Humat 5 kg.ha-1 + Phonska (NPK ; 15 : 15 : 15) 150 kg.ha-1 +
Urea 200 kg.ha-1, menghasilkan gabah kering giling (GKG) yang tidak berbeda nyata dengan
perlakuan D yang diberi Aplikasi Asam Humat 2 kg.ha-1 + Phonska (NPK ; 15 : 15 : 15) 300 kg.ha-1 +
Urea 200 kg.ha-1. Dengan demikian aplikasi asam humat dapat mengefektifkan pemakaian pupuk N,
P, dan K serta cukup memberikan kontribusi yang baik terhadap kesuburan tanah.
IV. KESIMPULAN
1) Penggunaan asam humat pada takaran 3 kg.ha-1 dapat menjadi solusi untuk menggantikan peran
pupuk organik dalam meningkatkan efektivitas penggunaan pupuk N, P, dan K.
2) Aplikasi asam humat 3 kg.ha-1 serta pupuk Phonska (NPK ; 15 : 15 : 15) 300 kg.ha-1 + Urea 200
kg.ha-1, memberikan pengaruh terbaik pada produktivitas padi sawah yaitu seberat 9,32 kg.plot-1
atau 7,76 t.ha-1.
V. SARAN
1) Dianjurkan pemberian asam humat sebanyak 3 kg.ha-1 untuk meningkatkan pertumbuhan dan
produktivitas padi.
2) Untuk lebih memantapkan hasil penelitian ini, dapat dilakukan lagi percobaan lanjutan pada
kondisi lingkungan yang berbeda.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, J.S. dan Sri Rocyati. 1988. Peranan bahan organik dalam meningkatkan efesiensi
penggunaan pupuk dan produktivitas tanah. Dalam Prosiding Lokakarya Nasional Penggunaan
Pupuk, Cipayung. 16-17 Nopember 1987. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Afandie Rosmarkam, Nasih Widya Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta.
Agromedia. 2007. Petunjuk Pemupukan, Cetakan pertama, Redaksi AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Agus Sofyan, Nurjaya, dan Antonius Kasno. 2004. Status hara tanah sawah untuk rekomendasi
pemupukan. Dalam Fahrudin Agus dkk. (Edt). 2004. Tanah Sawah dan Teknologi
Pengelolaannya. hal 83-136. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deptan, Bogor.
Balitpa. 2004. Pengelolaan tanaman terpadu inovasi sistem produksi padi sawah irigasi. Balai
Penelitian Tanaman Padi. Badan Litbang Pertanian.
Balitpa. 2010. Deskripsi Varietas Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian
Pertanian. Subang.
BP3K Kecamatan Pagerageung 2012. Data Curah Hujan Kecamatan Pagerageung.
Chen, Y and T. Aviad. 1990. Effects of Humic Substances on Plant Growth in Humic Substances in
Soil and Crop Sciences : Selected Readings. P. MacCarthy, C. E. Clapp, R. L. Malcolm, and P.
R. Bloom. 1990. American Society of Agronomy, Inc. Soi Science Society of America, Inc.
Madison, Wisconsin, USA.
10
Goenadi, D. H. 2009. The potential use of humic acid, Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, Oktober.
2(2) : hal 23-31
Gomez dan Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Humika The Real Indonesian Humic Acid. 2012. Fungsi dan Manfaat Asam Humat. PT Global
Growth. http://www.humika.co.id/id/asam-humat.php. (Diakses 19 Mei 2012).
Ida Amal, 2010. Manfaat asam humat di tanah liat. file:///G:/Manfaat Asam Humat Di Tanah Liat
Guide Gaya Hidup Terbaik__files/a.htm (Diakses 19 Mei 2012).
Karama, S. 2001. Pertanian organik Indonesia kini dan nanti. Makalah disajikan pada Seminar
Nasional Penggunaan cendawan Mikoriza dalam sistem pertanian organik dan rehabilitasi lahan
kritis. Unpad Bandung, 23 April 2001.
MacCarthy, P., and J. A. Rice. 1985. An Introduction to Soil Humic Substances in Humic Substances
Soil and Crops sciences : Selected Readings. P. MacCarthy, C. E. Clapp, R. L. Malcolm, and P.
R. Bloom. 1990. American Society of Agronomy, Inc. Soi Science Society of America, Inc.
Madison, Wisconsin, USA.
MacCarthy, P., P. R. Bloom, C. E. Clapp, R. L. Malcolm, , 1990. Humic Substances in Soil and Crop
Sciences : An Overview in Humic Substances in Soil and Crop Sciences : Selected Readings. P.
MacCarthy, C. E. Clapp, R. L. Malcolm, and P. R. Bloom. 1990. American Society of
Agronomy, Inc.
Marpaung, P., 1992. Pola Distribusi Mineral Liat dalam Dua Pedon Berbahan Induk Liparit Andesit.
Fakultas Pertanian-USU, Medan.
Mulyani Sutedjo, M. 2002. Pupuk dan cara Pemupukan.Rineka Cipta. Jakarta.
Saraswati, Rasti., Tini Prihatini, dan Ratih Dewi Hastuti. 2004. Teknologi pupuk mikroba untuk
meningkatkan efesiensi pemupukan dan berkelanjutan sistem produksi padi sawah. dalam
Fahrudin Agus dkk. (Edt). 2004. Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. hal 169-190.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Deptan, Bogor.
Schnitzer, M. 1991. Soil organic matter. The next 75 years. Soil Sci.Am. J., 151:41-58.
Setyorini, Diah., Lidiyani Retno Widowati, dan Sri Rochyati. 2004. Teknologi pengelolaan hara
tanah sawah intensifikasi. dalam Fahrudin Agus dkk. (Edt). 2004. Tanah Sawah dan Teknologi
Pengelolaannya. hal 137-168. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deptan, Bogor.
Stevenson, F. J. 1982. Humic Chemistry, Wiley-Intersciense, New York, in Humic Subtances in Soil
and Crops sciences, 1990.
Suhardjadinata. 2007. Budidaya padi sawah dengan Model Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).
Makalah yang disampaikan pada sekolah lapangan peningkatan produktivitas padi program
Peningkatan Ketahanan Pangan Kota Tasikmalaya, 5-7 November 2007.
Tan, K. H., 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.
Wardani, N. 2002. Pengaruh Pemberian Asam Humat Sebagai Bahan Amelioran Tanah terhadap
Pertumbuhan dan Serapan Timbal Tanaman Bayam (Amaranthus sp.) pada Tanah yang
Tercemar. Institut Pertanian Bogor.
Yos Sutiyoso (1999). Pedoman menanam anggrek. P.D. Putra Kencana. Jakarta.
Zaeny. D. S. 2007. Padi SRI. Pustaka Giratuna. Bandung.
11
Download