PERBANDINGAN EKSPRESI B CELL LYMPHOMA-2 (Bcl-2) PADA TUMOR OVARIUM EPITELIAL TIPE JINAK, BORDERLINE DAN GANAS Dr. dr. I Wayan Megadhana, Sp.OG(K) BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR 2014 ABSTRAK PERBANDINGAN EKSPRESI B CELL LYMPHOMA-2 (Bcl-2) PADA TUMOR OVARIUM EPITELIAL TIPE JINAK, BORDERLINE DAN GANAS Tumor ovarium merupakan masalah ginekologi onkologi di seluruh dunia dan keganasannya merupakan penyebab kematian terbanyak pada semua keganasan ginekologi. Pembagian tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline dan ganas menyebabkan keragaman karakteristik tumor sehingga menimbulkan kesulitan dalam penatalaksanaannya. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menemukan suatu marker yang dapat digunakan untuk deteksi dini, prognosis dan pedoman dalam penatalaksanaannya sehingga diharapkan dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas penderita. Beberapa peneliti melakukan pendekatan secara genetika untuk mengungkap etiopatogenesis terjadinya suatu tumor. Salah satu gen yang berperan dalam terjadinya suatu tumor adalah Bcl-2 yang merupakan protein yang mengekspresikan gen BCL2. Dengan demikian maka dalam penelitian ini dilakukan perbandingan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline dan ganas. Penelitian ini merupakan studi cross-sectionaldi Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Patologi Anatomi dan Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar yang dilakukan mulai Maret 2012 sampai Desember 2013 dengan sampelpenelitian sebanyak 49 buah blok parafin. Sampel blok parafin ini dikelompokkan berdasarkan atas tipe tumor ovarium epitelial yaitu tipe jinak, borderline dan ganas. Masing-masing kelompok tipe tumor dilakukan pemeriksaan ekspresi Bcl-2 dengan teknik imunohistokimia,yang kemudian dilakukan perbandingan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline dan ganas dengan menggunakan uji Chi-Square. Penelitian ini memperoleh rerata umur, Indek Massa Tubuh (IMT) dan paritas pada ketiga kelompok tipe tumor ovarium epitelial adalah homogen. Ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline dan ganas berturut-turut adalah 0%, 7,69% dan 35%. Berdasarkan uji Chi-Squarediperoleh perbedaan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak dengan ganas (p=0,009), tidak terdapat perbedaan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak dengan borderline(p=0,448) dan tidak terdapat perbedaan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe borderline dengan ganas (p=0,082). Kata kunci: ekspresi Bcl-2, tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline dan ganas. i ABSTRACT THE COMPARATION OF B CELL LYMPHOMA-2 (Bcl-2) EXPRESSION IN BENIGN, BORDERLINE AND MALIGNANT TYPE OF OVARIAN EPITHELIAL TUMOR Ovarian tumor become one of the challenge in gynecology oncology and itsmalignancy accounts for more death than all other gynecologic malignancies combined. Classified as benign, borderline and malignant type of ovarian epithelial tumor cause a diversity of tumor characteristics itself and appears to create difficulty in treatment eventually. Numerous effort has done to find the tumor marker, early prognostic tools and guideline in treatment modalities that could decrease morbidity and mortality. Some of it through genetical approach in order to have a better understanding on tumor etiopathogenesis. One of the gene that plays role in tumor growth is Bcl-2, it is a protein that expressing BCL2 gene. This study aim to compare the Bcl-2 expression in benign, borderline and malignant type of ovarian epithelial tumor. This was a crosssectional study at Obsteteric and Gynecology Department, Pathology Anatomy Department and Medical Record of Sanglah Hospital, held from March 2012 until December 2013 with 49 paraffin blocks as sample. The paraffin blocks sampel was classified based on histologic type of the ovarian epithelial tumor, as benign, borderline and malignant. Bcl-2 expression by immunohystochemistry technique examined in each of the tumor type. Comparation of Bcl-2 expression in the ovarian epithelial tumor type done with Chi-Square test. The mean age, body mass index (BMI) and parity in these group was homogen. Bcl-2 expression in benign, borderline and malignant type of ovarian epithelial tumor was 0%, 7,69% and 35% respectivelly. There was a significant difference of Bcl-2 expression in benign and malignant type (p=0,009), there was no difference of Bcl-2 expression in benign and borderline type (p=0,448) nor in borderline and malignant type (p=0,082). Key word : Bcl-2 expression, benign, borderline and malignant type of ovarian epithelial tumor. ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma ovarium merupakan kelainan terbanyak dalam bidang ginekologi, sebagian besar merupakan lesi yang bersifat kistik, dengan gambaran patologi yang sangat beragam tergantung pada struktur sel asalnya. Kanker atau tumor ganas ovarium termasuk dalam lima besar keganasan pada wanita,selain kanker payudara, paru-paru, serviks, dan kolorektal. Kanker ovarium memiliki angka kematian tertinggi diantara semua keganasan ginekologi. Angka harapan hidup lima tahun untuk penderita kanker ovarium secara keseluruhan masih sebesar 45% (Ayadidkk.,2010). Setiap tahunnya, di seluruh dunia terdiagnosis 204.000 kasus baru, dan 125.000 wanita meninggal akibat kanker ovarium (Schorgedkk., 2008). Kejadian kanker ovarium di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah pada tahun 2005 sebesar 35% dari seluruh kanker ginekologi, dengan angka harapan hidup selama lima tahunnya hanya 15% (Karyana, 2004).Badan Registrasi Kanker menyatakan angka kejadian kanker ovarium pada populasi adalah 5,99% (Badan Registrasi Kanker, 2006). Kematian akibat kanker ovarium di Amerika Serikat terhitung terjadi pada satu wanita dalam setiap 44 menit(Copeland, 2007). Prognosis yang rendah ini sebagian diakibatkan oleh minimnya gejala kanker ovarium pada stadium awal sehingga sebagian besar kanker ovarium baru terdiagnosis pada tahap lanjut. Penyebab lainnya adalah kurangnya penanda yang akurat dan efektif dalam upaya 1 2 melakukan deteksi dini kanker ovarium, akibat kurangnya pemahaman tentang etiologi kanker ovarium. Angka kekambuhan yang tinggi juga dikaitkan dengan resistensi terhadap terapi sitostatika. Pemahaman biologi tumor dalam etiopatogenesis kanker ovarium yang masih belum dimengerti dengan jelas juga berperan menjadi faktor penyebab. Kanker ovariummerupakan tumor ganas yang secara histologis sangat bervariasi dengan karakteristik klinis maupun histopatologisnyamasing- masing.Tumor ovarium dapat berasal dari ketiga dermoblast yakni ektodermal, mesodermal, dan endodermal. Berdasarkan struktur asalnya, tumor ovarium dibagi menjadi 3 tipe, yaitu tipe epitelial yang merupakan 90-95% dari tumor ganas ovarium,kemudian tumor ovarium tipe germinal(germ cell) serta tipe mesenkim (sex cord-stromal) (Havrilesky, 2001; Schorgedkk.,2008). Berdasarkan tipe histologisnya, neoplasma ovarium epitelial terdiri dari tipe serus, musinus, endometrioid, clear cell, Brenner, dan tipe karsinoma undifferentiated (Berek, 2007; Stricker,2007). Berdasarkan luas proliferasi serta pola diferensiasi lapisan epitelnya, tumor dibagi menjadi tumor jinak, tumor borderline atau Low Malignant Potential (LMP), dan tumor ganas (Schorgedkk., 2008; Kumardkk., 2010). Tumor ganas epitelial (karsinoma)tipe serus memiliki progresivitas tinggi dengan metastase luas pada abdomen sehingga mempunyai angka survival yang rendah. Sementara tumor musinusjarang melibatkan permukaan tumor dan jarang terjadi bilateral namun cenderung memiliki massa tumor yang lebih besar. Beberapa tipe karsinoma cenderung ditemukan pada stadium yang lebih awal 3 dibandingkan tipe histologis lainnya, seperti pada tipe musinus, endometrioid dan clear cell. Pada tipe non epitelial, tumor ganas germinal lebih sering ditemukan pada usia yang lebih muda dan terdiagnosis pada stadium yang lebih dini. Prognosis yang lebih baik pada stadium lanjut juga membedakan tipe ini dari tipe epitelial, yang disebabkan oleh sifat kemosensitifnya (Greene, 2002; Copeland, 2007). Karsinogenesis merupakan proses bertahap pada tingkat genetik dan fenotip sebagai hasil dari akumulasi mutasi yang terjadi berulangkali. Beberapa perubahan diantaranya adalah: kemampuan self sufficiencyterhadap sinyal pertumbuhan, insensitivitas terhadap sinyal inhibitor pertumbuhan, kemampuan untuk menghindari mekanisme apoptosis, defek pada gen perbaikan Deoxyribonucleic Acid(DNA), kemampuan yang tidak terbatas untuk bereplikasi, kemampuan angiogenesis yang berlangsung terus menerus,kemampuan invasi dan metastasis, serta kemampuan untuk melepaskan diri dari sistem imunitas (Hanahan, 2000; Kumardkk., 2010). Progresivitas tumor ganas dikaitkan dengan kegagalan mekanisme normal kematian sel yang difasilitasi oleh ekspresi protein-protein regulator apoptosis. Keluarga protein Bcl-2 dikenal sebagai protein spesifik dalam regulasi apoptosis. Peranan keluarga protein ini dalam proliferasi neoplasma adalah sebagai inhibitor (Bcl-2,Bcl-xL,Bcl-w,mcl-1,Bcl-G)maupun pendukung apoptosis (Bax,Bcl-xS,Bak, Bad, Bid,Bik,Bim) (Marx, 1998; Andersondkk.,2009). Ekspresi Bcl-2 telah ditemukan pada beragam jaringan neoplastik, termasuk pada melanoma, non small lung carcinoma, kanker prostat dan payudara. Ekspresi Bcl- 4 2 pada jaringan normal ditemukan secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan jaringan neoplasma, dengan nilai median dan range ekspresi Ribonucleic Acid(RNA) yang berbeda-beda pada berbagai tipe. Kecenderungan pola ekspresi yang sama ditemukan pada kanker lambung, namun pola ekspresi yang berbeda ditemukan pada kanker mama dan prostat. Perbedaan pola ekspresi Bcl-2 pada berbagaijenis kanker ini menandakan kemungkinan peranan yang berbeda dalam proses apoptosis, serta mengindikasikan mekanisme ekspresi yang spesifik untuk masing-masing jaringan (Maronedkk.,1998; Wheeler, 2001). Pada epitel normal dan tumor jinakdari ovarium, ekspresi Bcl-2 ditemukan lebih tinggi dibandingkan dengan spesimen kanker ovarium (Torredkk., 2007; Andersondkk.,2009). Hasil temuan yang kontradiktif didapatkan pada penelitian lainnya. Tingkat ekspresi Bcl-2pada kanker ovarium secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan pada tumor jinak dan kontrol normal (Gang dkk.,2007; Hogdaldkk, 2010).Penilaian terhadap sel yang mengalami overekspresi Bcl-2 menunjukkan bukti adanya ketidakstabilan genom, yang konsisten dengan terganggunya proses apoptosis pada sel yang mengalami kerusakan. Ekspresi Bcl2 sebagai protein anti apoptosis mungkin berperan dalam progresivitas tumor dengan mengurangi sitotoksisitas yang terjadi dalam sel, dan menghambat kematian sel yang mengalami kerusakan oksidatif, dengan hasil akhir sel mengalami kerusakan tetapi tidak mengalami kematian (Cox dan Hampton, 2007). Ekspresi protein Bcl-2 memiliki peranan penting sebagai regulator dalam proses kematian sel dalam konteks fisiologis maupun patologis.Protein Bcl-2 berperan melalui mekanisme ekspresi yang spesifik untuk masing-masing 5 jaringan. Identifikasi perbedaan ekspresi protein Bcl-2sebagai anti apoptosis pada berbagai tipe tumor ovarium menjadi tujuan penelitianini untuk pendekatan yang lebih optimal dalam diagnosis serta penanganan kanker ovarium. 1.2. Rumusan Masalah 1. Apakah ada ekspresi Bcl-2 pada tumor ovariumepitelialtipe jinak? 2. Apakah ada ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe borderline ? 3. Apakah ada ekspresiBcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe ganas ? 4. Apakah ada perbedaan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline dan ganas ? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui ekspresidan peran Bcl-2 dalampatogenesis tumorovarium. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Untuk mengetahuiekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak. 2. Untuk mengetahui ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe borderline. 3. Untuk mengetahui ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe ganas. 4. Untuk mengetahui perbedaan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovariumepitelial tipe jinak, borderline dan ganas. 1.4. Manfaat penelitian 6 1.4.1 Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan Untuk meningkatkan pemahaman tentang peranekspresi Bcl-2dalam perkembangan tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline, dan ganas. 1.4.2 Manfaat bagi Pelayanan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan untuk mengembangkan upaya pemahaman tentang etiopatogenesis, pendekatan diagnosis, targetterapi, serta prognosis pada penderita kanker ovarium. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1Tumor Ovarium 2.1.1 Epidemiologi Neoplasma ovarium merupakan kelainan terbanyak dalam bidang ginekologi, sebagian besar merupakan lesi yang bersifat kistik, dengan insidennya pada populasi berkisar antara 5-15%. Kasus neoplasma jinak merupakan kasus yang terbanyak, mencapai sepertiga kasus ginekologi setiap tahunnya. Tumor ovarium biasanya berkembang tanpa gejala dan baru ditemukan saat pemeriksaan ginekologi rutin atau dari pemeriksaan ultrasonografi oleh karena indikasi lain (Schorge dkk., 2008). Berdasarkan struktur asalnya, tumor ovarium dibagi menjadi 3 tipe, yaitu tipe epitelial yang merupakan 90-95% dari tumor ganas ovarium,kemudian tumor ovarium tipe germinal(germ cell) serta tipe mesenkim (sex cord-stromal). Berdasarkan luas proliferasi serta pola diferensiasi lapisan epitelnya, tumor dibagi menjadi tumor jinak, tumor borderline atau Low Malignant Potential (LMP), dan tumor ganas (Havrilesky, 2001; Schorgedkk.,2008). Tumor ganas atau kanker ovarium merupakan keganasan terbanyakkelima dari semua keganasan pada wanita, selain keganasan pada paru-paru, pankreas, payudara, dan kolorektal. Setiap tahunnya, di seluruh dunia terdiagnosis 204.000 kasus baru dan 125.000 wanita meninggal akibat kanker ovarium (Schorge dkk., 2008). Kanker ovarium menjadi penyebab kematian tertinggi kelima dari semua 7 8 keganasan pada wanita, dan yang tertinggi dari semua kaganasan ginekologi(Coleman, 2007; Nagell, 2008). Kematian akibat kanker ovarium di Amerika Serikat terhitung terjadi pada satu wanita dalam setiap 44 menit, dengan probabilitaspenderita kanker ovarium satu diantara 68 wanita. Minimnya pemahaman tentangetiologi kanker ovarium berperan dalam menyebabkan angka kematian yang tidak berkurang secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir (Copeland, 2007). Angka harapan hidup untuk lima tahun secara keseluruhan masih sebesar 45% (Landen dkk.,2008; Ayadi dkk.,2010). Insiden tumor ganas ovarium yang tertinggi adalah di Swedia dan Amerika Serikat dengan insiden masing-masing 19,6/100.000 dan 15,4/100.000. Insiden terendah adalah di Jepang dengan angka insiden 10,1/100.000 (Nagell, 2008; Coleman, 2007). Kejadian kanker ovarium di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah pada tahun 2005 sebesar 35% dari seluruh kanker ginekologi, dengan angka harapan hidup selama lima tahunnya sebesar 15% (Karyana, 2005). Badan Registrasi Kanker menyatakan angka kejadian kanker ovarium pada populasi adalah 5,99% (Badan Registrasi Kanker, 2006). Insiden kanker ovarium di Amerika Serikat tertinggi pada wanita ras Kaukasia, diikuti Afrika Amerika, dan terendah pada ras asli Amerika. Faktor-faktor yang dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker ovarium adalah usia, nulipara, dan adanya riwayat kanker dalam keluarga (Coleman,2007; Nagell, 2008). Kanker ovarium jarang terjadi sebelum usia 40 tahun, insidennya meningkat lebih dari dua kali lipat setelah usia 60 tahun, dengan puncaknya pada usia 65 sampai 85 tahun (Coleman,2007;Copeland,2007; Nagell, 2008). Umur dinyatakan sebagai 9 faktor terpenting dalam menentukan potensi keganasan (Disaia,2007). Wanita dengan usia diatas 65 tahun cenderung terdiagnosis pada stadium yang lebih lanjut, dengan angka harapan hidup yang jauh lebih rendah. Distribusi tipe histologis kanker ovarium berdasarkan usia juga didapatkan sangat berbeda. Kanker ovarium tipe germinal lebih sering ditemukan pada usia dibawah 20 tahun, sedangkan tipe epitelial sebagian besar ditemukan pada usia diatas 50 tahun(Copeland,2007). Tabel 2.1 Distribusi Tumor Ovarium Primer berdasarkan Umur (tahun) Tipe < 20 20-50 >50 Coelomic epithelium Germ cell Specialized gonadal stroma Non-spesific mesenchyme 29% 59% 8% 4% 71% 14% 5% 10% 81% 6% 4% 9% (Copeland,2007) Paritas adalah faktor non genetik yang juga dianggap sebagai faktor risiko kanker ovarium. Risiko kanker ovarium menurun secara progresif seiring peningkatan jumlah kehamilan (Coleman,2007; Nagell, 2008).Wanita nulipara mempunyai risiko dua kali lipat lebih besar untuk terjadinya kanker ovarium dibandingkan wanita dengan paritas tiga atau lebih (Larma dkk.,2007; Granstrom, 2008). Dua puluh lima sampai 30% karsinoma serus terjadi pada nulipara (Wheeler, 2001). Besarnya risiko seorang wanita menderita kanker ovarium sepanjang hidupnya, dengan riwayat first relative (ibu,saudari,atau anak perempuan) menderita kanker ovarium adalah 1,5-5%. Kejadian kanker ovarium familialmemiliki proporsi 10-15% dari total kasus, karena sebagian besar kanker 10 ovarium berkembang secara sporadis. Kanker ovarium familial menurunkan mutasi genetik yang menjadi predisposisi untuk perkembangan kanker ovarium (Coleman,2007; Nagell, 2008). Kanker ovarium familial dikategorikan menjadi kanker ovarium yang site-specific, sindrom breast-ovarian cancer, dan sindrom Lynch tipe II, dengan anggota keluarga yang memiliki riwayat kanker kolorektal, endometrium dan ovarium (Copeland,2007). Beberapa penelitian membuktikan bahwa peningkatan IMT dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium (Reeves, 2007). Penelitian ini memperoleh hasil bahwa risiko relatif terjadinya kanker ovarium memiliki kecenderungan meningkat sesuai dengan peningkatan IMT. Pada IMT kurang dari 18,5 kg/m2 memiliki risiko sebesar 1,09, IMT antara 18,5 sampai 24,9 kg/m2 memiliki risiko sebesar 1,00, IMT antara 25,0 sampai 29,9 kg/m2 memilki risiko sebesar 1,43, dan IMT lebih dari 30,0 kg/m2 memiliki risiko sebesar 1,56 untuk menderita kanker ovarium. Penelitian yang dilakukan oleh European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition (2006) mendapatkan wanita dengan IMT di atas 30 atau obesitas memiliki risiko relatif sebesar 1,59 untuk terjadinya kanker ovarium dibandingan dengan wanita dengan IMT normal. Penelitian yang berbeda memperoleh hasil bahwa peningkatan IMT pada wanita premenopause meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium dengan risiko relatif sebesar 1,72 (Schouten, 2008). Leitzmann (2009) juga memperoleh hasil bahwa risiko terjadinya kanker ovarium pada wanita obesitas dengan IMT lebih dari 30 kg/m2 adalah sebesar 1,26. Faizal (2011) di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, Makasar memperoleh hasil dimana pada IMT yang lebih dari 30 kg/m2 memiliki 11 risiko 2,036 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang memiliki IMT yang kurang dari 30 kg/m2. 2.1.2 Histopatologi Tumor ovarium merupakan tumor dengan patologi yang sangat beragam. Hal ini didasari oleh tiga jenis tipe sel yang membentuk struktur ovarium normal. Epitel coelomicatau mesotelium yang bersifat multipotensial yang membentuk lapisan epitel ovarium, sel-sel germinal yang bersifat pluripotensial, serta sel-sel stroma ovarium, termasuk didalamnya sex cord yang juga bersifat multipotensial (Kumar dkk., 2010). Gambar 2.1 Pembagian tumor ovarium berdasarkan sel asalnya(Kumar dkk.,2010) Perkembangan awal ovarium dapat dibagi menjadi empat tahap utama. Pada tahap pertama, sel-sel germinal yang belum terdiferensiasi (primordial germ cells) terpisah dan bermigrasi dari tempat asalnya menuju genital ridges, suatu lokasi dimana terjadi penebalan secara bilateral lapisan epitel coelomic. Tahap yang kedua dimulai setelah sel-sel germinal sampai di genital ridges, dimana terjadi proliferasi dari epitel coelomic serta struktur mesenkim dibawahnya. Tahap 12 ketiga, ovarium terbagi menjadi korteks di bagian perifer dan medula di bagian tengah. Tahap keempat ditandai dengan perkembangan dari korteks dan involusi medula. Klasifikasi histologis neoplasma ovarium dibagi berdasarkan perkembangan dari sel-sel epitel coelomic, sel-sel germinal,serta mesenkim (Copeland, 2007). Neoplasma ovarium yang berasal dari jaringan epitel atau mesothelium coelomic merupakan 65-70% dari semua tumor ovarium, dan 90-95 % dari semua tumor ganas ovarium (Havrilesky, 2001; Schorge dkk.,2008; Kumar dkk., 2010). Tumor ovarium lebih sering terjadi pada wanita dengan usia diatas 40 tahun, dengan bentuk ganas lebih sering ditemukan pada usia yang lebih lanjut. Berdasarkan tipe histologisnya, neoplasma ganas epitelial (karsinoma) ovarium terdiri dari 75% tipe serus, 20% tipe musinus, 2% endometrioid, dan kurang dari 1% merupakan tipe clear cell, Brenner, dan jenis karsinoma undifferentiated (Kaku dkk., 2003; Berek, 2007; Stricker,2007). Sriwidyani (2008) menemukan proporsi karsinoma ovarium berdasarkan tipe histologisnya adalah tipe serus (40,6%), tipe clear cell (31,3%), musinus (21,9%), dan endometrioid (6,3%). Setiap tipe tumor menunjukkan pola histologis tersendiri yang merepresentasikan gambaran mukosa alat reproduksi wanita. Tumor ovarium tipe serus memiliki kemiripan histologis dengan epitel kelenjar dan tuba falopi. Tumor tipe musinus mengandung sel yang sama dengan sel-sel kelenjar endoserviks, dan tumor tipe endometrioid yang memiliki kemiripan dengan endometrium (Berek,2007). Tabel 2.2 Klasifikasi Histologis Tumor Ovarium Epitelial-Stromal (WHO) Klasifikasi Histologis Tumor Ovarium Epitelial-Stromal 1. Serous tumors 13 Benign (cystadenoma) Borderline tumors (serous borderline tumor) Malignant (serous adenocarcinoma) 2. Mucinous tumors, endocervival-like and intestinal type Benign (cystadenoma) Borderline tumors (mucinous borderline tumor) Malignant (mucinous adenocarcinoma) 3. Endometrioid tumors Benign (cystadenoma) Borderline tumor (endometrioid borderline tumor) Malignant (endometrioid adenocarcinoma) 4. Clear-cell tumors Benign Borderline tumors Malignant (clear cell adenocarcinoma) 5. Transitional cell tumors Brenner tumor Brenner tumor of borderline malignancy Malignant Brenner tumor Transitional cell carcinoma (non-Brenner type) 6. Epithelial-stromal Adenosarcoma Malignant mixed müllerian tumor (Kumar dkk.,2010) Klasifikasi tumor ovarium epitelial dibuat berdasarkan pola diferensiasi dan luas proliferasi lapisan epitel. Luas proliferasi epitel berhubungan dengan perangai biologis tumor. Berdasarkan proliferasinya, tumor dibagi menjadi: (1) Tumor jinak dengan proliferasi epitel minimal, (2) Tumor borderline atau Low Malignant Potential (LMP) dengan proliferasi sedang, dan (3) Tumor ganas atau karsinoma dengan proliferasi nyata dan terjadinya invasi stroma (Kaku dkk., 2003; Schorge dkk., 2008; Kumar dkk., 2010). Kelompok tumor borderlinemerupakan definisi yang digunakan untuk kelompok tumor dengan 14 karakteristik biologi dan histopatologi yang berada diantara tumor jinak dan tumor ganas (Copeland, 2007). Tumor jinak memiliki proporsi 80%, dan muncul sebagian besar pada wanita muda dengan rentang usia 20 sampai 45 tahun. Tumor borderline muncul pada usia yang lebih tua, namun 15 tahun lebih muda dibandingkan dengan karsinoma ovarium invasif. Tumor ganas lebih sering terjadi pada wanita berusia diantara 45 sampai 65 tahun (Schorge dkk., 2008; Kumar dkk., 2010). Secara histologis, tumor borderline dapat dibedakan dari tumor jinak dengan ditemukannya beberapa gambaran berikut, yakni: atipia inti, hiperplasi epitel dalam bentuk psudostratifikasi epitel, terbentuknya gambaran micropapillary, pleomorfisme seluler, dan peningkatan aktivitas mitosis. Tumor borderline dibedakan dari karsinoma invasif dengan tidak ditemukannya gambaran invasi stroma yang destruktif (Berek, 2007; Schorge dkk., 2008). Janovski dan Paramananthon menyatakan minimal ditemukannya dua dari beberapa gambaran diatas untuk klasifikasi tumor borderline (Copeland, 2007). Proporsi tumor borderline dalam tumor ovarium epitelial adalah sekitar 1015%. Prognosis pasien dengan tumor borderline sangat baik, dengan angka kelangsungan hidup 5 tahun pada stadium IV sebesar 77%. Terdapat risiko rekurensi sebesar 15% dalam 20 tahun setelah terapi akibat sifat dasar tumor borderline yang memiliki kecepatan pertumbuhan lebih lambat (Berek, 2007; Schorge dkk., 2008). Penelitian ini akan meneliti tumor ovarium yang termasuk dalam kelompok tumor epitelial tipe jinak, borderline dan ganas. 2.1.2.1 Tumor serus 15 Merupakan neoplasma kistik yang dilapisi sel-sel epitel kolumnar tinggi, bersilia maupun tanpa silia, dengan cairan serus jernih di dalamnya. Tumor serus merupakan 30% dari tumor ovarium, dan lebih dari 50% dari semua tumor epitelial. Karsinoma serus merupakan tumor ganas tipe epitelial yang terbanyak, 40% dari semua kanker ovarium (Berek, 2007; Kumar dkk., 2010). Karakteristik tumor serus merupakan lesi kistik dengan papil yang terkandung dalam dinding fibrus kista bagian dalam atau pada permukaan ovarium. Tumor jinak ditandai dengan kista berdinding tipis,licin dan mengkilat, tanpa penebalan epitel atau dengan penonjolan papil-papil kecil. Kista ini memiliki potensi pertumbuhan papiler ke dalam rongga kista sebesar 50% dan pada permukaan luar kista sebesar 5%. Penonjolan papil ini akan meningkat jumlahnya pada tumor borderline. Tumor umumnya bilateral, terjadi pada 20% serous cystadenoma, pada 30% tumor serous borderline, dan pada 60% karsinoma serus (Sutoto, 2007;Berek, 2007; Kumar dkk., 2010).Tumor serus adenofibroma sebagian besar merupakan tumor solid yang terdiri dari jaringan ikat fibrus (Kaku dkk., 2003). Secara histologis, tumor serus jinak berupa struktur kista dengan lapisan epitel kolumnar dengan banyak silia, dan dapat ditemukannya papil mikroskopis. Tumor serus borderline menunjukkan peningkatan kompleksitas proliferasi dari stroma papil, stratifikasi epitel, dengan atipia inti ringan, tanpa adanya infiltrasi destruktif pada stroma. Kecurigaan keganasan ditandai dengan massa tumor solid dengan papil-papil dalam jumlah banyak, ireguler, serta fiksasi dan nodul pada kapsul. Karakteristik tumor ganas ditandai dengan pola pertumbuhan yang lebih kompleks dengan infiltrasi stroma, atipia inti termasuk pleomorfisme, mitosis 16 atipik, dan multinukleasi. Struktur kalsifikasi konsentris (psammoma bodies) yang juga disebut fokus material asing, berupa pengendapan kalsium dalam stroma jaringan papiler, merupakan ciri khas tumor serus dan ditemukan pada 80% karsinoma serus, namun tidak spesifik untuk neoplasia (Berek, 2007; Kumar dkk., 2010). Perangai biologis tergantung dari derajat diferensiasi, distribusi, dan karakteristik pertumbuhannya pada peritoneum. Tumor serus borderline dapat membentuk implantasi invasif dan non invasif.Implantasi non invasif muncul dari atau meluas ke peritoneum dalam bentuk proliferasi papil dari sel-sel atipik yang membentuk invaginasi, terlokalisir, tanpa gejala, penyebaran yang lambat, dan setelah beberapa tahun dapat menyebabkan obstruksi intestinal atau komplikasi lainnya. Jenis implantasi invasif tumor serus borderlinememiliki ciri-ciri sel atipik yang membentuk kelenjar yang ireguler dengan batas yang tegas, dianggap sebagai lesi prekursor karsinoma serus derajat rendah, yang secara klinis memiliki ciri progresivitas yang lambat dengansurvival yang lebih lama. Berbeda dengan jenis karsinoma serus derajat tinggi yang memiliki progresivitas tinggi dengan metastase luas pada abdomen pada saat terdiagnosis. Angka kelangsungan hidup lima tahun pada tumor borderline dan ganas dengan massa terbatas pada ovarium masing-masing adalah 100% dan 70%, dan angka ini berkurang menjadi 90% dan 25% jika ditemukanimplantasi pada peritoneum. Tumor borderline dapat rekuren setelah beberapa tahun karena sifat pertumbuhannya yang lambat dan berlangsung lama(Berek, 2007; Kumar dkk., 2010). 17 Faktor risiko yang hingga kini masih terus didalami pada karsinoma adalah faktor genetik. Mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 dikatakan meningkatkan risiko kanker ovarium. Mutasi BRCA1 ditemukan pada 5% pasien kanker ovarium yang berusia dibawah 70 tahun. Perkiraan risiko wanita dengan mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 pada usia 70 tahun adalah 20 sampai 60% (Kumar dkk., 2010). 2.1.2.2 Tumor musinus Merupakan 30% dari semua tumor ovarium, muncul pada wanita usia pertengahan, jarang terjadi sebelum pubertas dan setelah menopause. Tumor jinak dan borderline merupakan 80% kasus, dan 15% kasus adalah tumor ganas. Karsinoma musinus primer relatif jarang ditemukan, kurang dari 5% dari semua kanker ovarium. Karakteristik morfologi dan biologi tumor musinus berbeda dengan tipe serus, dimana tumor musinus jarang melibatkan permukaan tumor dan jarang terjadi bilateral. Tumor dengan lesi intraovarium terjadi pada 95-98% kasus. Tumor bilateral hanya terjadi pada 8-10% kasus. Tumor musinus lebih cenderung memiliki massa tumor yang lebih besar dibandingkan tumor serus. Tampak sebagai tumor multilokuler yang dilapisi oleh epitel dengan kandungan musin intrasitoplasma, yang memiliki kemiripan dengan epitel endoserviks, atau intestinal.Karsinoma musinus, begitu pula karsinoma endometrioid dan clear cell, lebih cenderung ditemukan pada stadium yang lebih awal (Berek, 2007; Copeland, 2007; Kumar dkk., 2010). Secara histologis, tumor musinus jinak ditandai dengan lapisan sel epitel kolumnar tinggi, musin pada bagian apical sel dan tidak adanya struktur silia. 18 Cystadenocarcinoma musinus mengandung mayoritas pertumbuhan tumor yang solid, area nekrosis dan hilangnya struktur kelenjar (Kaku dkk., 2003; Kumar dkk.,2010). Peudomyxoma peritonei didefinisikan sebagai temuan klinis berupa ascites musinus yang luas, implantasi epitel kista pada permukaan peritoneum, dan disertai perlekatan, sehingga dapat menyebabkan obstruksi usus dan kematian. Hal ini akibat potensi sel epitel untuk tumbuh membentuk struktur kelenjar, kelenjar membentuk kista-kista baru, yang akan membentuk kista multilokuler. Dikaitkan dengan tumor musinus primer ekstraovarium, umumnya karsinoma appendiceal, dengan pertumbuhan sekunder pada ovarium dengan penyebaran pada peritoneum. Angka kelangsungan hidup 10 tahun pada karsinoma stadium I non invasif dan invasif masing-masing adalah lebih dari 95% dan 90% (Wheeler, 2001; Sutoto, 2007; Kumar dkk., 2010). Analisa perubahan genetik belum memberikan data yang memadai untuk menjelaskan patogenesis tumor musinus seperti halnya pada tumor serus. Salah satu temuan yang konsisten adalah mutasi protoonkogen KRAS. Mutasinya terjadi pada 58% cystadenoma, 75-86% tumor borderline, dan 85% pada karsinoma musinus primer (Kumar dkk., 2010). 2.1.2.3 Tumor endometrioid Tumor endometrioid memiliki karakteristik adanya elemen epitel, elemen stroma, atau kombinasi keduanya serupa dengan yang ada pada endometrium (Kaku dkk., 2003). Karsinoma endometrioid merupakan 20% dari semua kanker ovarium, dengan frekuensi tumor jinak dan borderline yang sangat jarang. Tumor 19 ini terjadi bilateral pada 40% kasus, dan berhubungan dengan ekstensi neoplasma di luar saluran genital. Pada stadium I angka kelangsungan hidup untuk 5 tahunnya adalah 75% (Berek, 2007; Kumar dkk., 2010). Tumor jenis ini dibedakan dari tumor serus dan musinus melalui adanya struktur kelenjar tubuler yang memiliki kemiripan dengan endometrium. Tumor endometrioid borderline dikaitkan dengan endometriosis, dan 15-30% karsinoma endometrioid disertai dengan karsinoma endometrium. Kasus karsinoma endometrioid yang berhubungan dengan endometriosis ditemukan terjadi pada usia yang lebih muda 10 tahun dibandingkan dengan kasus yang tidak berhubungan dengan endometriosis. Tumor endometrioid borderline memiliki spektrum morfologi yang luas. Tumor dapat memiliki kemiripan dengan polip endometrium atau kompleks hiperplasia endometrial dengan kelenjar, atau memiliki komponen fibroma yang jelas. Karsinoma endometrioid muncul dalam kombinasi tumor kistik dan solid, berisi cairan berwarna coklat gelap, dengan karakteristik pola adenomatous serta dalam bentuk berbagai potensi variasi epitel pada uterus (Kaku dkk.,2003; Berek, 2007; Kumar dkk., 2010). Tumor endometrioid berdiferensiasi buruk sulit dibedakan dengan tumor serus, dan seringkali tumor jenis ini dikategorikan ke dalam tumor serus. Hal ini menyebabkan tumor endometrioid secara keseluruhan memiliki prognosis yang baik (Schorge dkk., 2008). Meskipun kejadiannya lebih jarang dibandingkan dengan tumor serus dan musinus, namun perubahan molekuler yang teridentifikasi dalam perkembangannya tumor ini lebih banyak diketahui. Perubahan molekuler yang 20 sering ditemukan adalah mutasi pada tumor supressor gene PTEN dan onkogen KRAS dan β-catenin, serta adanya microsatellite instability (Wheeler, 2001;Kumar dkk., 2010). 2.1.2.4 Tumor clear-cell Karakteristik tumor ini adalah lapisan sel epitel dengan ukuran besar, dengan sitoplasma jernih yang luas, yang memiliki kemiripan dengan endometrium gestational yang mengalami hipersekresi. Diduga berasal dari perkembangan duktus mülleri serta variasi dari karsinoma endometrioid. Dapat bersifat solid atau kistik (Kumar dkk, 2010). Secara histologis, dapat ditemukan beberapa pola pada adenokarsinoma clear cell, dapat berupa tubulokistik, papil, recticular, dan solid. Tumor terdiri dari clear cell dan sel-sel hobnail dengan inti sel bulbous yang menonjol pada tepi sitoplasma. Sel berukuran tinggi dengan vakuola sitoplasma yang jernih akibat disolusi glikogen, inti hiperkromatik yang ireguler, serta nukleoli dalam berbagai ukuran (Berek, 2007; Schorge dkk., 2008). Angka kelangsungan hidup 5 tahun untuk tumor ini adalah 65% jika tumor masih dalam struktur ovarium, namun tumor ini cenderung bersifat agresif dengan perluasan di luar ovarium (Kumar dkk., 2010). Rekurensinya terjadi melalui penyebaran pada permukaan peritoneum, dengan metastase pada kelenjar limfe, hepar, paru dan tulang yang lebih sering terjadi dibandingkan dengan karsinoma tipe serus (Wheeler, 2001). Perubahan molekuler yang mendasari patogenesisnya masih sedikit yang dapat diungkap. Analisa DNA menunjukkan mayoritas tumor memiliki daerah 21 diploid maupun aneuploid, dimana pola variasi seperti ini sangat jarang ditemukan pada karsinoma ovarium lainnya (Kumar dkk., 2010). 2.1.2.5 Tumor brenner/sel transisional Tumorbrenner diklasifikasikan sebagai adenofibroma, terdiri dari matriks fibromatus hiperplastik yang mengandung sarang-sarang sel epiteloid menyerupai sel transisional pada saluran kemih. Sebagian besar (99%) tumor brenner ditemukan dalam bentuk jinak dan unilateral (90%), dengan ukuran yang bervariasi (Kumar dkk., 2010). Tumor brenner ganas merupakan area residu proliferasi tumor jinak disertai komponen karsinoma epitelial infiltratif yang ganas dengan gambaran histologis berupa sel transisional, sel skuamus, atau undifferentiated (Berek, 2007). Karsinoma sel transisional secara histologis ditandai dengan tidak ditemukannya komponen tumor brenner, memiliki kemiripan dengan karsinoma primer kandung kemih, namun dengan pola imunoreaktivitas yang konsisten dengan ovarium. Karsinoma sel transisional memiliki perangai biologis yang berbeda dengan tumor Brenner ganas. Karsinoma sel transisional lebih sering terdiagnosis pada stadium yang lebih lanjut sehingga memiliki prognosis yang lebih buruk. Karsinoma ovarium yang lebih dari 50% bagiannya merupakan karsinoma sel transisional, ternyata menunjukkan sensitivitas yang lebih baik terhadap kemoterapi sehingga memiliki prognosis yang baik jika dibandingkan dengan jenis karsinoma ovarium poorly differentiated lainnya pada stadium yang sama (Berek, 2007; Schorge dkk., 2008). 22 2.1.3 Patogenesis Karsinogenesis merupakan proses bertahap pada tingkat genetik dan fenotip sebagai hasil dari akumulasi mutasi yang terjadi berulangkali. Kerusakan genetik merupakan mekanisme dasar dari proses karsinogenesis. Kerusakan ini dapat diakibatkan oleh faktor lingkungan, seperti bahan kimiawi, radiasi, virus, atau hasil pewarisan pada sifat germ line. Namun tidak semua mutasi diakibatkan oleh faktor lingkungan karena beberapa dapat terjadi secara spontan. Target utama dari kerusakan genetik ini adalah empat kelompok gen utama, yaitu protoonkogen yang berfungsi meningkatkan pertumbuhan dan proliferasi sel normal, yang kemudian hasil mutasinya disebut onkogen (HER2Neu,RAS,MYC,CDK1) kemudian gen lainnya adalah tumor supressor gene yang berfungsi menghambat proliferasi sel, gen yang mengatur mekanisme apoptosis, serta gen yang terlibat dalam perbaikan DNA (Stricker, 2007). Perubahan fundamental yang terjadi dalam karsinogenesis antara lain adalah kemampuan self sufficiencyterhadap sinyal pertumbuhan yaitu kemampuan sel tumor untuk berproliferasi tanpa membutuhkan sinyal pertumbuhan ataupun rangsangan dari luar, hal ini merupakan akibat dari aktivasi onkogen. Perubahan sifat lainnya adalah insensitivitas terhadap sinyal inhibitor pertumbuhan, kemampuan untuk menghindari mekanisme apoptosis sebagai akibat inaktivasi p53 maupun aktivasi gen antiapoptosis. Sel tumor juga memiliki kemampuan yang tidak terbatas untuk bereplikasi, kemampuan angiogenesis yang berlangsung terus menerus untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan oksigen, kemampuan invasi dan metastasis, serta terjadinya defek pada gen perbaikan DNA.Perubahan lain 23 yang juga memiliki peran penting dalam perkembangan tumor adalah kemampuan untuk melepaskan diri dari mekanisme sistem kekebalan tubuh atau imunitas (Hanahan, 2000; Tripathy, 2003; Stricker, 2007). Gambar 2.2 Dasar Molekuler Karsinogenesis(Kumar dkk.,2010) Keseimbangan antara mekanisme proliferasi sel dengan apoptosis atau Programmed Cell Death (PCD) akan menjaga keberlangsungan jaringan normal. Mekanisme apoptosis merupakan proses aktif yang melibatkan energi yang diawali oleh ekspresi gen-gen spesifik. Pertumbuhan tumor secara progresif diakibatkan ketidakseimbangan antara proliferasi dan kematian sel, dalam 24 patogenesisnya sel kanker tidak hanya gagal bereaksi terhadap sinyal untuk menghentikan proliferasinya, namun juga gagal dalam menerima sinyal fisiologis untuk memulai mekanisme apoptosis. Apoptosis dipicu oleh banyak faktor antara lain sinyal intraseluler dan rangsangan eksogen seperti paparan radiasi, kemoterapi serta hormonal. Proses ini ditandai dengan perubahan-perubahan secara histologis, biokimiawi dan biologi molekuler (Lowe, 2000;Berek,2007). Karsinogenesis pada kanker ovarium, terutama kanker ovarium epitelial atau karsinoma ovarium masih belum dapat diungkap secara jelas. Suatu model yang diajukan Schorge dkk. (2008) membagi tumorigenesis kanker ovarium epitelial menjadi tiga jalur utama. Jalur yang pertama merupakan hasil dari akumulasi penyimpangan genetik yang menyebabkan perubahan keganasan dari kista jinak menjadi tumor borderline atau Low Malignant Potential (LMP) dan kemudian menjadi karsinoma ovarium yang invasif. Jenis tumor invasif yang termasuk dalam jalur ini memiliki sifat pertumbuhan yang lambat dengan derajat diferensiasi yang baik. Jalur yang kedua merupakan hasil dari sifat-sifat yang diturunkan, dengan frekuensi 5-10% dari kanker tipe epitelial. Kanker familial dengan mutasi gen BRCA muncul pada usia 15 tahun lebih awal dari jenis kanker yang bersifat sporadis. Mutasi gen BRCA menyebabkan terhentinya fungsi normal dari tumor supressor gene BRCA. Penghentian fungsi normal ini berlangsung dalam mekanisme yang lebih cepat. Kanker ovarium dan peritoneum dengan mutasi BRCA memiliki patogenesis molekuler yang khas, dimana dalam pertumbuhannya didapatkan inaktivasi gen p53. Gen p53 merupakan tumor 25 supressor gene yang telah dipetakan pada kromosom 17. Produk proteinnya mencegah sel memasuki fase pembelahan selanjutnya dari siklus sel, sehingga mencegah replikasi sel tumor yang tidak terkontrol. Mutasi dari gen p53 ini dikaitkan dengan berbagai jenis kanker. Hilangnya fungsi normal gen BRCA dan p53 ditemukan pada tahap dini sebelum terjadinya invasi, sehingga hal ini menunjukkan peran penting gen ini dalam proses awal keganasan. Jalur yang ketiga, merupakan mekanisme yang terjadi pada sebagian besar karsinoma, berawal dari perubahan sel epitel permukaan ovarium pada kista inklusi yang masuk ke dalam struktur stroma ovarium. Siklus perubahan permukaan ovarium selama proses ovulasi dalam periode yang panjang dan berulang-ulang menyebabkan terjadinya proliferasi sel yang berlebihan. Mutasi p53 secara spontan yang muncul selama sintesis DNA yang menyertai proliferasi berperan penting dalam jalur ini. Terdapat pula kemungkinan terjadinya inaktivasi dini beberapa jenis gen lainnya. Shih dan Kurman (2007) membagi model tumorigenesis karsinoma ovarium berdasarkan profil morfologis dan genetiknya menjadi dua tipe tumorigenesis. Tipe I merupakan perkembangan tumor yang berasal dari tumor borderline dengan lesi perkursor yang telah diketahui. Tumorigenesis tipe I terjadi pada karsinoma serus berdiferensiasi baik, karsinoma musinus, kersinoma endometrioid, tumor brenner ganas, dan karsinoma clear cell. Tipe ini berhubungan dengan mutasi BRAF dan KRAS pada tipe serus, mutasi KRAS pada tipe musinus, mutasi b-catenin dan PTEN serta microsatellite instability pada tipe endometrioid. Tumorigenesis tipe II terjadi pada karsinoma serus 26 berdiferensiasi buruk, karsinosarkoma, dan karsinoma undifferentiated. Cenderung terjadi pada tumor berdiferensiasi buruk, dengan lesi prekursor yang belum teridentifikasi, sehingga dikenal dengan perkembangan de novo. Profil genetiknya masih terbatas, namun diketahui memiliki kaitan dengan mutasi p53. Seperti halnya pada tumor serus, patogenesis tumor musinus juga belum diketahui dengan jelas. Analisa faktor risiko belum dapat menjelaskan perbedaan tipe histologis yang ada. Beberapa penelitian menghubungkan tumor musinus dengan faktor risiko yang berbeda dengan tumor serus seperti contohnya risiko merokok. Analisa perubahan genetik tidak menunjukkan data yang memadai. Salah satu temuan yang konsisten adalah mutasi protoonkogen KRAS. Mutasinya terjadi pada 58% cystadenoma, 75-86% tumor borderline, dan 85% pada karsinoma musinus primer (Kumar dkk., 2010;Pothuri,2010). Etiologi dari perubahan seluler yang berperan dalam perkembangan tumor ovarium epitelial didasari oleh perubahan yang terjadi pada tingkat molekuler serta terjadinya defek yang spesifik. Hal ini menandakan bahwa perbedaan gambaran dan pola histologis yang terjadi pada kanker ovarium berhubungan dengan terjadinya defek yang berbeda-beda pada gen-gen yang mendasari setiap tipe fenotip histologisnya (Wheeler, 2001;Karst,2010). 2.1.4 Apoptosis Sel memiliki kemampuan mengaktifkan jalur mekanisme bunuh diri atau Programmed Cell Death (PCD), yang dikenal dengan apoptosis. Apoptosis adalah proses yang meliputi pemecahan DNA oleh endonuklease serta pemecahan protein oleh protease. Apoptosis secara morfologis ditandai secara khas oleh 27 terjadinya kondensasi kromatin serta penyusutan sel dengan pembentukan cytoplasmic blebs, dan apoptotic bodies diikuti dengan proses fagositosis. Hal ini berbeda dengan proses nekrosis yang ditandai dengan hilangnya osmolaritas sel serta pecahnya sel (Havrilesky, 2001). Apoptosis,dalam fungsinya mengendalikan jumlah sel, juga berperan mencegah perubahan keganasan dengan mengeliminasi sel-sel yang mengalami mutasi. Selsel yang mengalami mutasi akibat rangsangan mutagen, termasuk radiasi dan zat karsinogen, akan mengalami penghentian siklus sel untuk memperbaiki kerusakan DNA yang terjadi. Jika perbaikan DNA gagal, maka sel akan mengalami apoptosis. Mekanisme ini merupakan mekanisme perlindungan yang mencegah sel-sel yang bermutasi mengalami perubahan keganasan lebih lanjut. Tumor supressor gene p53 merupakan pemeran utama mekanisme penghentian siklus sel serta proses apoptosis dalam merespon kerusakan DNA. Apoptosis juga dapat diaktifkan melalui jalur lainnya dalam kondisi yang berbeda (Havrilesky, 2001). Proses apoptosis diaktivasi melalui dua jalur utama, yakni jalur intrinsik yang diawali oleh kerusakan DNA, dan jalur ekstrinsik melalui aktivasi reseptor Fas/CD95 (Stricker,2007). Pada jalur ekstrinsik akan terbentuk kompleks protein reseptor dengan procaspase 8, yang kemudian akan mengaktifkan produk caspase 3, yang merupakan caspase eksekutor yang akan memecah DNA serta substrat lainnya. 28 Gambar 2.3 Jalur apoptosis (Kumar dkk.,2010) Jalur intrinsik diaktifkan oleh beberapa stimulus, antara lain stres dan cedera sel akibat radiasi maupun rangsangan kimiawi. Aktivasi jalur intrinsik bekerja dengan mempengaruhi permiabilitas membran mitokondria, memicu pelepasan molekulmolekul, seperti sitokrom c yang akan mengawali apoptosis. Integritas membran luar mitokondria dikendalikan oleh kelompok protein Bcl-2 yang bersifat pro apoptosis dan anti apoptosis. Protein pro apoptosis, yakni Bax,Bad, Bcl-xS dan Bak, secara langsung meningkatkan permiabilitas membran mitokondria. Aktivitas ini dihambat oleh kelompok anti apoptosis seperti Bcl-2, mcl-1 dan BclxL. Kelompok proteinBH3-only, antara lain BAD,BID,dan PUMA, berfungsi mengatur interaksi antara kelompok Bcl-2 yang pro dan anti apoptosis. Protein BH3-only bekerja menetralisir kerja protein anti apoptosis seperti Bcl-2 dan BclxL. Dalam ekspresinya, BH3-only akan mengaktifkan Bax dan Bak serta membentuk pori-pori pada membran mitokondria. Sitokrom c akan lepas ke 29 dalam sitosol, berikatan dengan APAF-1, yang akan mengaktifkan caspase 9. Seperti peran caspase 8 pada jalur ekstrinsik, caspase 9 bekerja memecah DNA dan mengaktifkan caspase eksekutor atau caspase 3(Kumar dkk., 2010). Jalur ini menggambarkan bagaimana sel kanker mengalami perubahan-perubahan karsinogenesis dalam konteks proses apoptosis. Pada permukaan sel, berkurangnya reseptor CD95 menyebabkan sel tumor kurang peka terhadap sinyal apoptosis oleh Fas ligand (FasL). Inaktivasi kompleks sinyal yang menginduksi kematian oleh protein FLICE (caspase 8;apoptosis-related cystein peptidase) yang akan mencegah aktivasi caspase 8. Pada tingkat mitokondria, berkurangnya sitokrom c dapat diakibatkan oleh peningkatan aktivitas Bcl-2, dan berkurangnya Bax yang bersifat pro apoptosis akibat hilangnya fungsi normal p53. Hilangnya apoptotic peptidase activating factor 1 (APAF-1) yang berperan mengaktifkan caspase 9 dengan berikatan dengan sitokrom c. Peningkatan Fas-Associated via Death Domain (FADD) yang merupakan inhibitor apoptosis, bekerja dengan menghambat caspase 9 (Kumar dkk, 2010). Mekanisme Bcl-2 serta protein mitokondria lainnya dalam menimbulkan apoptosis masih belum jelas. Namun telah diketahui bahwa semua hal yang menyebabkan peningkatan permiabilitas membran mitokondria akan merangsang apoptosis, dan semua yang menurunkan permiabilitas membran akan mencegah apoptosis. Aktivasi caspase, enzim proteolitik sitosol, ditemukan dalam proses apoptosis, menyebabkan degradasi protein sel (Havrilesky, 2001). Pemahaman tentang mekanisme seluler yang mendasari proses inhibisi pertumbuhan tumor memberikan pendekatan terapi yang baru dalam penanganan 30 kanker, dan proses apoptosis diyakini mempunyai peranan dalam menghambat terjadinya pertumbuhan tumor (Feldser, 2007). Peranan Bcl-2 dianggap sebagai faktor penting dalam melindungi sel tumor dari proses apoptosis (Kumar dkk.,2010). 2.2 Protein Bcl-2 Protein Bcl-2 merupakan suatu polipeptida yang diekspresikan atau dikode oleh gen BCL2 yang berperan menekan proses apoptosis pada berbagai sistem seluler. BCL2 adalah akronim dari B-cell lymphoma/leukemia-2. Sesuai dengan namanya, gen ini pertamakali teridentifikasi pada limfomafolikuler sebagai hasil aktivasi dari translokasi kromosom t(14;18) pada sebagian besar folikel pada non-Hodgkin B-cell lymphoma. Pada translokasi ini, gen BCL2 berpindah dari lokasi normalnya pada kromosom 18q21 menuju lokasi yang sejajar dengan elemen enhancer yang kuat dalam lokus Immunoglobulin Heavy-chain (IgH) pada kromosom 14q32. Hasil dari translokasi ini menciptakan gen BCL2 yang mengalami deregulasi serta produksi berlebihan mRNA BCL2 dan protein-protein yang dikode oleh gen ini. Sebagai suatu onkogen, pada awalnya gen BCL2 ditemukan memiliki kemampuan minimal untuk meningkatkan progresi siklus sel maupun proliferasi sel. Namun terjadinya overekspresi dari BCL2secara spesifik mencegah sel untuk mengalami apoptosis dalam responnya terhadap sejumlah rangsangan sehingga memeperpanjang kelangsungan hidup sel. Overekspresi Bcl-2 pada sel limfoma merupakan proses onkogenik primer yang bertanggungjawab menyebabkan sel menjadi resisten terhadap apoptosis. Namun demikian, ekspresi Bcl-2 juga 31 kemudian ditemukan pada sel-sel limfoid yang normal dan juga pada kelainan limfoproliferatif tanpa adanya translokasi kromosom 14 dan 18 (Naim, 2006; Muris, 2006; Walensky, 2008) . Gen BCL2berlokasi di kromosom 18q21, dengan rentang lebih dari 230 kb DNA dan terdiri dari 3 exon, dengan exon 2 serta sebagian kecil exon 3 merupakan pengkode protein. BCL2 mengkode 2 mRNA, yaitu BCL2α dan BCL2β, dimana hanya BCL2α yang memiliki relevansi biologis. Protein Bcl-2 merupakan protein membran dengan berat molekul 26-kDa, mempunyai rantai asam amino hidrofobik, yang diperlukan untuk insersi pada membran sel, inti dan mitokondria. Meskipun translokasi gen merupakan mekanisme utama untuk aktivasi gen BCL2, namun telah dilaporkan pula terjadinya proses mutasi dan amplifikasi (Bronchud, 2004). Secara ultrastruktural, protein Bcl-2 pertama kali ditemukan pada membran dalam mitokondria. Pemeriksaan mikroskop elektron kemudian membuktikan bahwa imunoreaktivitas Bcl-2 berlokasi pada membran luar mitokondria, membran nukleus, juga pada membran sel dalam jumlah yang lebih minimal. Lokasinya pada mitokondria mengindikasikan fungsi fisiologis Bcl-2 yang dimediasi oleh fungsi metabolik dari organel sel ini (Rautureau dkk., 2010). Protein ini meregulasi kematian sel dengan mempengaruhi permiabilitas membran mitokondria, melalui keterlibatannya dalam mekanisme umpan balik caspase. Protein Bcl-2 menghambat kerja caspase dengan mencegah pelepasan sitokrom c dari mitokondria dan/atau melalui ikatannya dengan faktor aktivasi apoptosis (APAF-1)(Biroccio, 2000; Andersondkk., 2009). 32 Gen BCL2 termasuk ke dalam kelompok gen regulator apoptosis yang memproduksi protein agonis maupun antagonis apoptosis.Telah teridentifikasi lebih dari 20 protein anggota keluarga Bcl-2, termasuk di dalamnya protein yang antiapoptosis (Bcl-2,Bcl-xL,Bcl-w,mcl-1,Bcl-G) dan proapoptosis (Bax,BclxS,Bak,Bad, Bid,Bik,Bim). Keluarga protein ini telah dibuktikan peranannya dalam mengatur proses apoptosis sebagai respon terhadap kemoterapi baik secara in vitro maupun in vivo. Meskipun beberapa studi menyatakan bahwa Bcl-2 tidak selalu berfungsi sebagai penghambat apoptosis, namun overekspresi gen ini menunjukkan kemampuannya dalam menghentikan atau menunda apoptosis dan meningkatkan tingkat survivalsel tumor setelah pemberian berbagai stimulus, termasuk dalam hal ini pemberian kemoterapi. Penemuan ini memunculkan suatu konsep bahwa peningkatan ambang batas apoptosis memiliki peran penting dalam tumorigenesis (Biroccio, 2000; Andersondkk., 2009; Pagedkk., 2010). Saat ini telah dapat diidentifikasi protein homolog dari Bcl-2, dimana secara struktural ditandai dengan adanya empat domainBCL2 homology (BH1,BH2,BH3,BH4) yang sama-sama memiliki segmen α-helical. Kelompok protein anti apoptosis (Bcl-2,Bcl-xL) memiliki rangkaian keempat domain yang ada, sementara kelompok protein pro apoptosis dibagi menjadi kelompok multiBH domain (Bax,Bak) yang memiliki domain BH1,BH2, dan BH3, serta kelompok BH3-only (Bim,Bad) yang hanya memiliki domain BH3. Protein BH3-only merupakan struktur yang berperan penting memasangkan dan mengatur interaksi protein-protein ini (Walensky,2008). 33 Lokasi mutagenesis dari protein Bcl-2, yaitu domain BH1 dan BH2, menunjukkan bahwa kedua lokasi ini penting untuk pengikatan Bcl-2 dengan Bax. Hal ini memberikan kesan bahwa fungsi intrinsik dari Bcl-2 sebagai regulator apoptosis yang menghambat maupun mengaktifkan apoptosis terjadi melalui interaksi protein-protein yang saling mempengaruhi satu sama lain (Bronchud, 2004;Pagedkk.,2010). Kematian sel ditentukan oleh rasio antara protein-protein yang pro dan anti apoptosis, dan ditemukan bahwa efek anti apoptosis dari Bcl-2 dihambat melalui hubungan timbal balik dengan ekspresi protein Bak (Parkdkk.,2006). Studi terkini membuktikan bahwa Bcl-2 ditemukan pula pada beberapa jaringan non limfoid.Introduksi gen yang menghambat fungsi genBCL2dapat menginduksi apoptosis pada sejumlah tipe tumor. Hal ini memunculkan suatu hipotesis bahwa sel tumor secara kontinyu diatur oleh fungsi produk gen BCL2atau gen lain yang berhubungan untuk mencegah kematian sel. Sesuai dengan hipotesis ini, ekspresi BCL2dihubungkan dengan prognosis yang buruk pada kanker prostat, kanker kolon, dan neuroblastoma (Naim, 2006;Muris, 2006). Hasil yang bertolak belakang didapatkan pada kanker paru dan mamae, dimana dengan ekspresi BCL2 yang positif pasien memiliki prognosis yang lebih baik (Lukyanovadkk., 2000). Pada kanker ovarium, overekspresi protein Bcl-2 berhubungan dengan resistensi terhadap kemoterapi serta tingkat kelangsungan hidup pasienyang lebih buruk (Gangdkk.,2007). Namun beberapa penelitian lainnya menghubungkan ekspresi Bcl-2 dengan tingkat kelangsungan hidup pasien yang lebih lama sehingga memperbaiki prognosis.Risiko mortalitas pada pasien kanker ovarium 34 dengan ekspresi positif Bcl-2 pada ≥ 75% sel lebih rendah 30% dibandingkan dengan pasien dengan ekspresi < 75% sel. Peran ini terutama ditemukan pada sel tumor yang memiliki tingkat pertumbuhan yang lambat sehingga mengurangi risiko perubahan genetik lebih lanjut yang menyebabkan tumor kurang agresif (Ayadi dkk., 2010). Hubungan Bcl-2 dengan prognosis yang lebih baik dapat dijelaskan dengan kemampuan yang dimiliki oleh Bcl-2 dalam menunda sel memasuki S phase, sehingga sel memiliki indeks proliferasi yang lebih rendah. Ekspresi Bcl-2 pada jaringan normal ditemukan secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan jaringan neoplasma, dengan nilai median dan range ekspresi mRNAyang berbeda-beda pada berbagai tipe. Kecenderungan pola penurunan ekspresi yang sama ditemukan pada kanker lambung, namun pola ekspresi yang berlawanan ditemukan pada kanker payudara dan prostat. Ekspresi Bcl-2 pada epitel ovarium normal dan tumor jinak ditemukan lebih tinggi dibandingkan dengan spesimen kanker ovarium (Anderson,2009). Berdasarkan tipe histologisnya, Torredkk. (2007) menemukan ekspresi Bcl-2 yang tinggi (> 75% sel tumor) pada tumor ovarium tipe epitelial, dimana terdapat perbedaan yang signifikan antara tumor jinak/ cystadenoma dan borderline dibandingkan dengan jenis tumor ganas ovarium. Pewarnaan Bcl-2 yang positif ditemukan pada jaringan ovarium normal, yakni pada sel teka interna dari korpus luteum, sel granulosa dari folikel, dan pada stroma ovarium. Tingginya ekspresi protein ini pada ovarium normal kemungkinan berkaitan dengan fungsi fisiologis Bcl-2 dalam mencegah apoptosis dan peranannya dalam memacu pertumbuhan folikel ovarium dalam siklus ovulasi. Penurunan ekspresi Bcl-2 yang sejalan 35 dengan perkembangan dan progresivitas tumor merupakan akibat dari deregulasi Bcl-2 dalam menjaga fungsi fisiologis dan integritas epitel perrmukaan ovarium (Andersondkk., 2009). Hasil temuan yang berbeda didapatkan pada penelitian lainnya. Gang dkk. (2007) menemukan bahwa ekspresi positif Bcl-2 pada 54,2% kasus melalui pemeriksaan imunohistokimia 72 kasus kanker ovarium epitelial. Tingkat ekspresinya pada kanker ovarium secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan pada tumor jinak dan kontrol normal. Dengan menggunakan nilai cut off 30% sebagai batas untuk menilai overekspresi protein Bcl-2, ditemukan ekspresi yang positif pada kanker ovarium lebih tinggi dibandingkan dengan tumor borderline (Hogdaldkk., 2010). Hasil ini didukung oleh penelitian sebelumnya dimana ekspresinya pada karsinoma ovarium lebih tinggi dari tumor borderline (Rauf, 2004).Bcl-2 berperan meningkatkan tumorigenesis dengan mencegah eliminasi sel yang rusak yang salah satunya melalui mekanisme stres oksidatif sel (Cox, 2007). Tipe histologis adalah salah satu faktor prognostik signifikan dan independen pada kanker ovarium yang berhubungan dengan tingkat kelangsungan hidup secara umum (Greene, 2002). Beberapa penelitian menemukan hubungan yang bermakna antara ekspresi positif Bcl-2 dengan tipe histologis kanker ovarium (Sagarradkk., 2002; Kupryjanczykdkk.,2003), namun penelitian lainnya tidak menemukan hubungan ini (Rauf, 2004; Hogdal dkk., 2010). Pola ekspresi yang berbeda ditemukan berdasarkan subtipe histologisnya, dimana ekspresi Bcl-2 yang lebih tinggi ditemukan pada tipe endometrioid dan clear cell carcinomajika dibandingkan dengan tipe serus serta musinus (Torre dkk., 2007). 36 Perbedaan ekspresi Bcl-2 pada berbagaijenisneoplasia ini menandakan kemungkinan peranan yang berbeda-beda dalam proses apoptosis serta mengindikasikan mekanisme ekspresi yang spesifik untuk masing-masing jaringan (Wheeler, 2001). Page dkk. (2010) mempertimbangkan perlunya pendekatan studi tentang protein penanda biologis yang berbeda-beda untuk subtipe-subtipe tumor ovarium epitelial sebagai kasus yang berbeda dan berdiri sendiri. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Tumor ganas atau kanker ovarium merupakan keganasan terbanyakkelima dari semua keganasan pada wanita dengan angka kematian yang tertinggi. Prognosis yang buruk pada stadium lanjut berhubungan dengan kesulitan diagnosis pada stadium awal, serta deteksi dini efektifyang hingga kini belum dapat dilakukan. Tumor ovarium secara histologis sangat bervariasi, dengan karakteristik klinis maupun histopatologisnya masing-masing. Berdasarkan struktur asalnya, neoplasia ovarium dibagi menjadi 3 tipe, yaitu:tipe epitelial, tipe germinal serta mesenkim/sex cord-stromal. Berdasarkan luas proliferasi dan pola diferensiasi lapisan epitelnya, tumor ovarium dibagi menjadi: tumor jinak, borderline dan ganas. Karsinogenesis merupakan proses bertahap pada tingkat genetik dan fenotip sebagai hasil dari akumulasi mutasi yang terjadi berulangkali, dan kerusakan genetik merupakan mekanisme dasar dari proses karsinogenesis. Target utama kerusakan genetik ini adalah empat kelompok gen utama, yaitu protoonkogen yang meningkatkan pertumbuhan dan proliferasi sel, yang kemudian hasil mutasinya disebut onkogen, mutasi pada tumor supressor gene yang berfungsi menghambat pertumbuhan sel, gen yang mengatur mekanisme apoptosis, serta gen yang terlibat dalam perbaikan DNA. Pertumbuhan tumor secara progresif 37 38 disebabkan oleh ketidakseimbangan antara proliferasi dan kematian sel. Sel kanker tidak hanya gagal bereaksi terhadap sinyal untuk menghentikan proliferasinya, namun juga gagal dalam menerima sinyal fisiologis untuk memulai mekanisme apoptosis. Protein Bcl-2 merupakan suatu polipeptida yang diekspresikan atau dikode oleh gen BCL2 yang berperan menekan proses apoptosis pada berbagai sistem seluler. Protein ini meregulasi kematian sel dengan mempengaruhi permiabilitas membran mitokondria, melalui keterlibatannya dalam mekanisme umpan balik caspase. Ekspresi Bcl-2 pada epitel ovarium normal dan tumor jinak ditemukan lebih tinggi dibandingkan dengan spesimen kanker ovarium. Hasil penelitian lainmenyatakan tingkat ekspresinya pada kanker ovarium secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan pada tumor jinak dan kontrol normalPenilaian terhadap sel yang mengalami overekspresi Bcl-2 menunjukkan bukti adanya ketidakstabilan genom, yang konsisten dengan terganggunya proses apoptosis pada sel yang mengalami kerusakan. Perbedaan ekspresi kemungkinan Bcl-2 peranan pada yang berbagaijenisneoplasia berbeda dalam proses ini menandakan apoptosis serta mengindikasikan mekanisme ekspresi yang spesifik untuk masing-masing jaringan. 3.2 Konsep Penelitian 39 Konsep penelitian ini digambarkan sebagai berikut: Genetik Onkogen Mutasi DNA repairgenes Inaktivasi tumor supressor genes HER2neu, RAS,MYC CDK1 BRCA1 BRCA2 p53 Perubahan gen apoptosis Bcl-2 BRCA2 Penurunan apoptosis Proliferasi sel tidak terkontrol Tumor Ovarium Epitelial Jinak Borderline Ganas Gambar 3.1 Konsep Penelitian 3.3 Hipotesis Penelitian 1. Ada ekspresi Bcl-2 pada tumor ovariumepitelialtipe jinak 2. Ada ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe borderline 3. Ada ekspresiBcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe ganas 4. Ada perbedaan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak,borderline dan ganas BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Rancangan pada penelitian ini adalah observasional analitik (cross-sectional). Secara sistematik rencangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut. Tumor Ovarium Epitelial Jinak Bcl-2↑ Borderline Bcl-2↓ Bcl-2↑ Bcl-2↓ Ganas Bcl-2↑ Bcl-2↓ Gambar 4.1 Rancangan Penelitian 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini melibatkan Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Patologi Anatomi, dan Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar. Waktu Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2012 sampai Desember 2013. 40 41 4.3 Populasi Penelitian Populasi target penelitian adalah semua pasien dengan tumor ovarium. Populasi tarjangkau penelitian adalah semua pasien tumor ovarium epitelial yang telah menjalani pembedahan di RSUP Sanglah dari tahun 2010 sampai 2012, dan jaringan hasil pembedahan tumor ovarium epitelial telah dibuat blok parafin di Bagian Patologi Anatomi RSUP Sanglah. 4.4 Sampel Penelitian Sampel penelitian ini adalah blok parafin tumor ovarium di Bagian Patologi Anatomi RSUP Sanglah yang dibuat dalam periode waktu 2010 sampai 2012 serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 4.4.1 Kriteria inklusi Kriteria inklusi penelitian adalah sebagai berikut. a. Blok parafin dari tumor ovarium tipe jinak, borderline maupun ganas. b. Data rekam medis yang lengkap, meliputi: identitas, umur, paritas, IMT, tipe histologis, serta riwayat keluarga kanker ovarium, mamae dan kolon. 4.4.2 Kriteria eksklusi Kriteria ekslusi penelitian adalah sebagai berikut. a. Blok parafin dari pasien yang pernah menjalani kemoterapi atau radiasi (neoadjuvant) sebelum pembedahan. b. Blok parafin rusak sehingga tidak dapat digunakan atau dianalis. 42 4.4.3 Perhitungan besar sampel Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Arraoye, 2003) : Zα2(pq) n= d2 …..……………………………………………………….......(1) Keterangan : 𝑛 : besar sampel Zα : 1,96 (α = 0,05) p : 15% (prevalensi tumor ovarium di populasi) q : 85% ( 1 – p ) d : 10% (penyimpangan absolut penelitian) Berdasarkan perhitungan rumus di atas, didapatkan besar sampel penelitian adalah 48,98 sampel. Penelitian ini akan menggunakan sampel sebanyak 49 sampel. 4.4.4 Cara pengambilan sampel Cara pengambilan sampel adalah blok parafin tumor ovarium di Bagian Patologi Anatomi RSUP Sanglah yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, kemudian dipilih dengan cara random sampling sebanyak 49 sampel. 4.5 Variabel Penelitian 4.5.1 Identifikasi variabel Identifikasi variabel adalah sebagai berikut. 4.5.1.1 Variabel bebas 4.5.1.2 Variabel tergantung : ekspresi Bcl-2 : tumor ovarium tipe borderline, dan ganas jinak, 43 4.5.2 Definisi operasional variabel Definisi operasional variable penelitian adalah sebagai berikut: a. Ekspresi Bcl-2 adalah perhitungan semi-kuantitatif ekspresi dari protein Bcl-2 melalui pengecatan dengan teknik imunohistokimia (antibodi monoklonal) yang tampak dalam suatu lapangan pandang mikroskopis. Dinyatakan overekspresi atau positif jika tercat lebih dari 10% dan dinyatakan tidak terekspresi atau negatif jika kurang atau sama dengan 10% (Yamashita,2004). b. Tumor ovarium epitelial tipe jinak adalah tipe tumor ovarium menurut pembagian World Health Organization (WHO) berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis sediaan tumor ovarium yang diperoleh dari data rekam medis pasien. c. Tumor ovarium epitelial tipe borderline adalah tipe tumor ovarium menurut pembagian World Health Organization (WHO) berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis sediaan tumor ovarium yang diperoleh dari data rekam medis pasien. d. Tumor ovarium epitelial tipe ganas adalah tipe tumor ovarium menurut pembagian World Health Organization (WHO) berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis sediaan tumor ovarium yang diperoleh dari data rekam medis pasien. e. Umur adalah usia pasien dalam tahun yang didapatkan dalam rekam medis penderita. 44 f. Paritas adalah jumlah janin viabel yang dilahirkan yang didapatkan dari rekam medis penderita. g. Riwayat keluarga kanker ovarium, mamae, kolon adalah adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita kanker ovarium, mamae dan kolon yang didapatkan dari rekam medis penderita. h. Indek Massa Tubuh (IMT) adalah indeks antropometri yang dihitung dengan menggunakan parameter berat badan dan tinggi badan, yaitu berat badan (kilogram) dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan (meter). Berat badan dan tinggi badan diperoleh dari catatan rekam medis.. 4.6 Alur Penelitian Blok parafin yang digunakan dalam penelitian adalah blok parafin tumor ovarium di Bagian Patologi Anatomi RSUP Sanglah dari pasien tumor ovarium yang menjalani pembedahan di RSUP Sanglah dari tahun 2010 sampai 2012.Blok parafin yang digunakan juga telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Blok parafin yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi kemudian dipilih secara random sampling sebanyak 49 sampelsesuai dengan hasil perhitungan jumlah sampel. Blok parafin kemudian dikelompokkan sesuai dengan diagnosis histopatologis ke dalam tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline dan ganas. Sampel pada masing-masing kelompok kemudian diperiksa dengan menggunakan metode imunohistokimia peroksidase anti-peroksidase untuk menilai ekspresi protein Bcl-2. Interpretasi dan analisis ekspresi Bcl-2 kemudian dilakukan terhadap hasil yang diperoleh. Secara sistematis alur penelitian dapat digambarkan di bawah ini : 45 Blok parafin Tumor Ovarium Kriteria Eksklusi Kriteria Inklusi Sampel Penelitian Random sampling Tumor ovarium Epitelial Jinak Tumor ovarium Epitelial Borderline Tumor ovarium EpitelialGanas Pemeriksaan Imunohistokimia Ekspresi Bcl-2 Analisis Gambar 4.2 Alur Penelitian 4.7 Instrumen Penelitian dan Metode Pemeriksaan 4.7.1 Instrumen penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah formulir penelitian, komputer, alat tulis serta perlengkapan lainnya. 4.7.2 Metode pemeriksaan Teknik pemeriksaan yang digunakan pada penelitian ini adalah pemeriksaan imunohistokimia ekspresi protein Bcl-2. Secara garis besar metode imunohistokimia adalah sebagai berikut: sebelum dilakukan pengecatan spesimen dilakukan deparafinisasi dan rehidrasi dengan menggunakan cairan xylene absolute ethanol dan merendam dalam ethanol 70% untuk memblok aktivitas 46 peroksidase endogen, object glass diinkubasi dengan cairan 0,03% hydrogen peroksidase–containing sodium azide. Immunohistochemistry (IHC)staining dilakukan dengan menginkubasi spesimen dengan antibodi yang sesuai (Bcl-2) diikuti dengan labeled polymer. Pemberian liquid Diaminobenzinidine (DAB) dan substrate chromogen adalah untuk memberi warna reaksi antigen– antibody.Tambahan pemberian meyer’s hematoxyline bertujuan untuk memberi warna pada latar belakang. Objek glass kemudian mounted atau ditutup (coverslipped) dengan glycergel untuk mempertahankan proses diatas, sehingga dapat dibaca atau diiterpretasikan setiap saat. Objek glass dibaca dengan mikroskop cahaya untuk bermacam antigen, dalam hal ini adalah antigen Bcl-2. Penilaian ekspresi Bcl-2 dilakukan secara semikuantitatif. Dinyatakan overekspresi atau positif jika tercat lebih dari 10% dan dinyatakan tidak terekspresi atau negatif jika kurang atau sama dengan 10% (Yamashita,2004). 4.8 Pengumpulan dan Analisis Data 4.8.1 Pengumpulan data Data hasil penelitian yang diperoleh dari Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Patologi Anatomi, dan Rekam Medis RSUP Sanglah dikumpulkan dan dimasukkan dalam formulir penelitian. 4.8.2 Analisis data Data pada formulir penelitian diolah dengan menggunakan SPSS 17,0 for windows. Kemudian dilakukan beberapa uji data, antara lain : 47 a. Karakteristik sampel disajikan secara deskriptif, dengan menggunakan grafik dan tabel. b. Uji One Sample KS untuk mengetahui normalitas serta homogenitas data. c. Uji komparasi ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline dan ganas dilakukan dengan uji chi square. BAB V HASIL PENELITIAN Sebanyak 49 blok parafin jaringan tumor ovarium dijadikan sampel penelitian. Penelitian dilaksanakan di Bagian Obstetri dan Ginekologi dan Bagian Patologi Anatomi RSUP Sanglah Denpasar. 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian Pada penelitan ini dilakukan uji normalitas data dengan uji KolmogorovSmirnov dan uji homogenitas data dengan Levene’s test terhadap variabel umur, paritas dan Indeks Massa Tubuh (IMT). Hasil analisis menunjukkan bahwa data pada variabel umur, paritas dan Indeks Massa Tubuh (IMT) berdistribusi normal (p>0,05) dan homogen (p>0,05), sedangkan untuk membandingkan nilai rerata masing-masing variabel digunakan uji One Way Anova. Tabel 5.1 Distribusi Umur, Paritas dan IMT pada Kelompok Tumor Ovarium Epitelial Tumor Ovarium Epitelial Ganas Borderline Jinak (n=20) (n=13) (n=16) rerata±SD rerata±SD rerata±SD Umur 46,00±11,45 42,08±12,27 38,62±9,20 0,127 Paritas 1,65±1,18 2,00 ±1,23 2,25±1,24 0,338 22,84±4,30 21,92±3,68 22,26±3,09 0,781 Variabel IMT (kg/m2) 5.2 Distribusi Ekspresi Bcl-2 pada Tumor Ovarium Epitelial 48 p 49 Distribusi ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline, dan ganas disajikan pada Tabel 5.2 Tabel 5.2 Distribusi Ekspresi Bcl-2 pada Tumor Ovarium Epitelial Tumor Ovarium Epitelial Ekspresi Bcl-2 Positif Negatif Jinak Borderline Ganas n % n % n % 0 16 0 100 1 12 7,69 92,31 7 13 35 65 Tabel 5.2 diatas menunjukkan bahwa ekspresi Bcl-2 pada tipe ganas sebesar 35%, tipe borderline sebesar 7,69%, dan tipe jinak sebesar 0%. 5.3 Perbandingan Ekspresi Bcl-2 pada Tumor Ovarium Epitelial Tipe Jinak dan Borderline Perbandingan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak dan borderline diperoleh dengan menggunakan uji Chi-Square. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.3 Tabel 5.3 Perbandingan Ekspresi Bcl-2 pada Tumor Ovarium Epitelial Tipe Jinak dan Borderline Bcl-2 Tumor Ovarium Epitelial Positif Negatif Borderline 1 12 Jinak 0 16 X2 p 1,27 0,448 50 Tabel 5.3 menunjukkan tidak terdapat perbedaan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe borderline dan jinak(p =0,448). 5.4 Perbandingan Ekspresi Bcl-2 pada Tumor Ovarium Epitelial Tipe Jinak dan Ganas Perbandingan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak dan ganasdiperoleh dengan menggunakan uji Chi-Square. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.4 Tabel 5.4 Perbandingan Ekspresi Bcl-2 pada Tumor Ovarium Epitelial Tipe Jinak dan Ganas Bcl-2 Tumor Ovarium Epitelial Positif Negatif Ganas 7 13 Jinak 0 16 X2 p 6,96 0,009 Tabel 5.4 menunjukkan terdapat perbedaan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe ganas dan jinak(p =0,009). 5.5 Perbandingan Ekspresi Bcl-2 pada Tumor Ovarium Epitelial Tipe Borderline dan Ganas Perbandingan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe borderline dan ganas diperoleh dengan menggunakan uji Chi-Square. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.5 51 Tabel 5.5 Perbandingan Ekspresi Bcl-2 pada Tumor Ovarium Epitelial Tipe Borderline dan Ganas Bcl-2 Tumor Ovarium Epitelial Positif Negatif Ganas 7 13 Borderline 1 12 X2 p 3,19 0,082 Tabel 5.5 menunjukkan tidak terdapat perbedaan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe borderline dan ganas(p =0,082). BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Sampel Penelitian Peningkatan umur akan meningkatkan kejadian tumor ovarium. Insiden tumor ovarium ganas di Indonesia menempati urutan kedua terbanyak setelah kanker serviks dengan angka insiden tahun 2008 sebesar 9664 kasus, dimanakelompok umur 41 - 50 tahun merupakan kelompok terbanyak menderita tumor ovarium dengan insiden 62,7%, sedangkan pada kelompok umur 31 - 40 tahun hanya sebesar 10,8% (IARC, 2012). Angka kejadian tumor ovarium akan meningkat pada umur lebih dari 45 tahun (Ovarian Cancer National Alliance. statistic of ovarian cancer, 2009). Hamdi & Saleem (2012) mendapatkan rerata umur penderita tumor ovarium adalah 43,88 tahun, 31,5% didapatkan pada dekade kelima. Arik & Kulacoglu (2011) dan Anderson dkk. (2009) menemukan tidak ada perbedaan bermakna dalam parameter usia, dengan rerata usia pada karsinoma ovarium adalah 58,6 tahun, pada tumor jinak adalah 50,3 tahun, dan pada tumor borderline adalah 48,0 tahun. Pada penelitian ini rerata umur pada kelompok tumor ovarium epitelial tipe jinak adalah 38,62±9,20, tipe borderline adalah 42,08±12,27, dan tipe ganas adalah 46,00±11,45.Bertambahnya umur seorang wanita akan menyebabkan terjadinya peristiwa ovulasi yang berulang-ulang sehingga menyebabkan terperangkapnya fragmenepitel permukaan ovarium pada invaginasi dan badan inklusi lapisan luar ovarium. Hal ini sesuai dengan Teori Incessant ovulationyang menyatakan bahwa 52 53 trauma berulang pada ovarium selama proses ovulasi, menyebabkan epitel ovarium mudah terpapar oleh berbagai faktor risiko sehingga dapat menyebabkan terjadinya abnormalitas genetik.Beberapa penelitian membuktikan hubungan antara frekuensi metaplasia dan neoplasma pada lokasi ovarium yang mengalami invaginasi dan pada tempat terbentuknya badan inklusi (Choi dkk., 2007). Multiparitas dihubungkan dengan penurunan risiko tumor ovarium. Nulipara meningkatkan risiko tumor ovarium 2,12 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang telah memiliki 3 anak, dan paritas yang rendah akan meningkatkan terjadinya tumor ovarium. Wanita yang pernah melahirkan anak sebanyak 1 kali akan menurunkan risiko tumor ovarium sebesar 40% dibandingkan dengan wanita nulipara (Granstrom,2008). Penelitian ini memperoleh rerata paritaspada tumor epitelial tipe jinak adalah 2,25±1,24,rerata tipe borderline2,00±1,23, dan rerata tipeganas 1,65±1,18. Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup atau jumlah anak yang dimiliki oleh seorang wanita. Etiologi paritas dengan kanker ovarium belum begitu jelas, walaupun ada beberapa hipotesis yang menghubungkan antara paritas dengan kanker ovarium. Beberapa hipotesis mengungkapkan bahwa tingginya paritas justru menjadi faktor protektif terhadap kanker ovarium. Pada saat terjadinya ovulasi akan terjadi kerusakan pada epitel ovarium dan untuk proses perbaikan kerusakan ini maka diperlukan periode waktu tertentu. Apabila kerusakan epitel ini terjadi berulangkali terutama jika penyembuhan sempurna belum tercapai, atau dengan kata lain masa istirahat sel tidak adekuat, maka proses perbaikan tersebut akan 54 mengalami gangguan sehingga dapat terjadi transformasi menjadi sel-sel neoplastik. Beberapa penelitian membuktikan bahwa peningkatan IMT dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium (Reeves, 2007). Penelitian ini memperoleh hasil bahwa risiko relatif terjadinya kanker ovarium memiliki kecenderungan meningkat sesuai dengan peningkatan IMT. Pada IMT kurang dari 18,5 kg/m2 memiliki risiko sebesar 1,09, IMT antara 18,5 sampai 24,9 kg/m2 memiliki risiko sebesar 1,00, IMT antara 25,0 sampai 29,9 kg/m2 memilki risiko sebesar 1,43, dan IMT lebih dari 30,0 kg/m2 memiliki risiko sebesar 1,56 untuk menderita kanker ovarium. Penelitian yang dilakukan oleh European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition (2006) mendapatkan wanita dengan IMT di atas 30 atau obesitas memiliki risiko relatif sebesar 1,59 untuk terjadinya kanker ovarium dibandingan dengan wanita dengan IMT normal (Lahmann, 2009). Penelitian yang berbeda memperoleh hasil bahwa peningkatan IMT pada wanita premenopause meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium dengan risiko relatif sebesar 1,72 (Schouten, 2008). Leitzmann (2009) juga memperoleh hasil bahwa risiko terjadinya kanker ovarium pada wanita obesitas dengan IMT lebih dari 30 kg/m2 adalah sebesar 1,26. Faizal (2011) di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, Makasar memperoleh hasil dimana pada IMT yang lebih dari 30 kg/m2 memiliki risiko 2,036 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang memiliki IMT yang kurang dari 30 kg/m2. Penelitian ini memperoleh rerata Indek Massa Tubuh (IMT) dalam rentang normal. Rerata IMT pada masing-masing 55 kelompok tumor ovarium jinak adalah 22,26±3,09 kg/m2, tumor borderline adalah 21,92±3,68 kg/m2, dan tumor ganas adalah 22,84±4,30 kg/m2. Obesitas menyebabkan kadar estrogen dalam tubuh meningkat, serta beberapa zat lemak dapat menghasilkan estrogen dalam bentuk estrion, maupun estradiol. Mekanisme perubahan dari zat lemak atau kolesterol dapat dijelaskan melalui biosintesis hormonal, dimana semua hormon steroid termasuk estrogen berasal dari kolesterol. Adanya cadangan lemak di dalam tubuh memainkan peran besar dalam produksi hormonal, khususnya estrogen. Pada wanita dengan jumlah lemak tubuh yang rendah cenderung memiliki kadar hormon seks yang rendah pula. Pada kondisi di mana cadangan lemak yang tinggi, dinilai melalui IMT yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar estrogen. Peningkatan kadar estrogen mengakibatkan aktivasi jalur Phosphatidylinositol-3-kinase (PI3K), Mitogenic-Activated Protein Kinase (MAPK), dan faktor transkripsi cmyc, dan melalui reseptor estrogen jalur lain seperti Insulin-like growth factor-1 (IGF-1), Transforming growth factor- α (TGF-α), dan Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR). Estrogen juga bekerja melalui jalur anti-apoptosis yaitu Bcl-2, yang merupakan suatu protein anti-apoptosis dan meningkatkan kemampuan invasif sel melalui protein fibulin-1, cathepsin D, dan kallikreins (Choi dkk., 2001). Berbagai penelitian telah mengemukakan bahwa Estrogen Reseptor-α (ER-α) bertanggung jawab dalam proses proliferasi ovarium, sementara Estrogen Reseptor-β (ER-β) bertanggung jawab dalam proses modulasi dan differensiasi sel. Peningkatan rasio antara ER-α : ER-β juga telah diamati pada kanker 56 ovarium. Peningkatan estrogen tersebut meningkatkan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), meningkatkan kemampuan adhesi sel, dan meningkatkan kemampuan migrasi sel. Semua hal tersebut berdampak pada proliferasi abnormal pada sel yang membelah sehingga sel akan masuk dalam proses transformasi keganasan (Beral, 2007). 6.2 Perbandingan Ekspresi Protein Bcl-2 Pada Tumor Ovarium Epitelial Tipe Jinak, Borderlinedan Ganas Ekspresi Bcl-2 yang positif didapatkan masing-masing pada tumor ovarium epitelial tipe jinak adalah 0 dari 16 sampel blok parafin (0%), tipe borderline adalah 1 dari 13 sampel blok parafin (7,69 %), dan tipe ganas adalah 7 dari 20 sampel blok parafin (35 %). Secara keseluruhan prevalensi ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epithelial adalah 16,32% dan didapatkan bahwa prevalensi ekspresi Bcl-2 tertinggi pada tipe ganas yaitu sebesar 14,28%. Tidak terdapat perbedaan bermaknaekspresi Bcl-2 antara tumorovarium epitelial tipe jinak dan borderline(p =0,448), begitu pula ekspresi Bcl-2 antara tumorovarium epitelial tipe borderline dan ganas(p =0,082), sedangkanterdapat perbedaan bermakna antara tumorovarium epitelial tipe jinak dan ganas (p =0,009). Temuan penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hogdal dkk. (2010) yang menyatakan ekspresi Bcl-2 lebih tinggi pada kanker ovarium, dimana ekspresi Bcl-2 ditemukan 10% terekspresi pada kanker ovarium dibandingkan dengan 5% pada tumor ovarium tipe borderline. Gang dkk. (2007) menyatakan ekspresi positif Bcl-2 sebesar 54,2% secara bermakna lebih tinggi dibandingkan ekspresinya pada tumor ovarium jinak dan kontrol jaringan normal. 57 Kassim dkk. (1999) juga menemukan perbedaan bermakna perhitungan Bcl-2 secara kuantitatif pada tumor ganas dan tumor jinak ovarium, 30,21 berbanding 14,77. Overekspresi Bcl-2 dihubungkan dengan kejadian resistensi terhadap kemoterapi dan survival rate pada pasien kanker ovarium, sehingga parameter ini dapat berguna dalam melakukan evaluasi respon kemoterapi dan memprediksi prognosis pasien kanker ovarium. Pada penelitian ini didapatkan ekspresi Bcl-2berbanding lurus dengan progresifitas tumor. Bcl-2 merupakan protein yang menghambat apoptosis secara in vitro. Overekspresi Bcl-2 terjadi melalui penyimpangan terhadap kontrol transkripsi gen dan dikaitkan dengan sifat biologi tumor yang lebih agresif serta lebih resisten terhadap kemoterapi melalui mekanisme apoptosis. Potensi nilai prediktif dari ekspresi Bcl-2 ini sangat terkait dengan fungsinya dalam mengatur keseimbangan homeostasis dan interaksi diantara protein regulator apoptosis (Torre dkk., 2007; Walensky, 2008; Ayadi dkk., 2010). Penilaian terhadap sel yang mengalami overekspresi Bcl-2 menunjukkan bukti adanya ketidakstabilan genom, yang konsisten dengan terganggunya proses apoptosis pada sel yang mengalami kerusakan. Ekspresi Bcl-2 sebagai protein anti apoptosis mungkin berperan dalam progresivitas tumor dengan mengurangi sitotoksisitas yang terjadi dalam sel, dan menghambat kematian sel yang mengalami kerusakan oksidatif, dengan hasil akhir sel mengalami kerusakan tetapi tidak mengalami kematian (Cox dan Hampton, 2007). Karsinogenesis pada kanker ovarium, terutama kanker ovarium epitelial atau karsinoma ovarium masih belum dapat diungkap secara jelas. Shih dan Kurman 58 (2007) membagi model tumorigenesis karsinoma ovarium berdasarkan profil morfologis dan genetiknya menjadi dua tipe tumorigenesis. Tipe I merupakan perkembangan tumor yang berasal dari tumor borderline dengan lesi perkursor yang telah diketahui. Tumorigenesis tipe I terjadi pada karsinoma serus berdiferensiasi baik, karsinoma musinus, kersinoma endometrioid, tumor brenner ganas, dan karsinoma clear cell. Tipe ini berhubungan dengan mutasi BRAF dan KRAS pada tipe serus, mutasi KRAS pada tipe musinus, mutasi b-catenin dan PTEN serta microsatellite instability pada tipe endometrioid. Tumorigenesis tipe II terjadi pada karsinoma serus berdiferensiasi buruk, karsinosarkoma, dan karsinoma undifferentiated. Cenderung terjadi pada tumor berdiferensiasi buruk, dengan lesi prekursor yang belum teridentifikasi, sehingga dikenal dengan perkembangan de novo. Profil genetiknya masih terbatas, namun diketahui memiliki kaitan dengan mutasi p53. Schorge dkk. (2008) menyatakan mutasi p53 secara spontan yang muncul selama sintesis DNA yang menyertai proliferasi berperan penting dalam jalur ini. Terdapat pula kemungkinan terjadinya inaktivasi dini beberapa jenis gen lainnya. Ketidakseimbangan antara proses proliferasi dan kematian sel yang terprogram merupakan salah satu karakter penting dalam karsinogenesis. Saat ini, salah satu fokus studi diarahkan pada perubahan pada ge-gen yang terlibat dalam regulasi proses apoptosis. Kelompok gen BCL-2 adalah salah satunya, yang terdiri dari kelompok inhibitor (bcl-2, bcl-xl, mcl-1) dan promotor (bax, bad, bak, bcl-xs) apoptosis. Sebagai inhibitor apoptosis, Bcl-2 akan berperan dalam perkembangan tumor dengan menjaga keberlangsungan dari sel-sel ganas. Namun ekspresinya 59 ternyata juga dikaitkan dengan prognosis dan survival pasien yang lebih baik dan kondisi lain yang bertolak belakang. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa efek inhibitor maupun promotor apoptosis protein-protein homolog ini sangat tergantung pada keseimbangan interaksi yang terjadi diantara protein-protein itu sendiri. Berubahnya keseimbangaan interaksi serta rasio antara protein-protein pro dan anti apoptosis, akan mempengaruhi regulasi apoptosis dan sensitivitas sel kanker terhadap terapi (Marx dan Meden, 2000; Dharap dkk., 2006). Etiologi dari perubahan seluler yang berperan dalam perkembangan tumor ovarium epitelial didasari oleh perubahan yang terjadi pada tingkat molekuler serta terjadinya defek yang spesifik. Perbedaan gambaran dan pola histologis yang terjadi pada kanker ovarium berhubungan dengan terjadinya defek yang berbedabeda pada gen-gen yang mendasari setiap tipe fenotip histologisnya (Wheeler, 2001;Karst,2010). Regulasi proses apoptosis dalam neoplasma merupakan suatu proses kompleks, yang kemungkinan diatur melalui mekanisme tersendiri pada masing-masing tipe tumor. Tantangan untuk penelitian berikutnya adalah mencari pendekatan terbaik dari proses apoptosis ini dalam wacana mendapatkan terapi anti kanker, memahami beberapa jalur dalam proses apoptosis yang dapat diinduksi oleh terapi anti kanker, mekanisme kemoresistensi dari tumor, serta heterogenitas intratumor itu sendiri.(Torre dkk., 2007) BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Simpulan pada penelitian ini adalah tidak ada ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak (0%), ada ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe borderline (7,69%), dan tipe ganas (35%). Ada perbedaan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovariumepitelialtipe jinakdan ganas. Tidak ada perbedaan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak dan borderline, serta tipe borderline dan ganas. 7.2 Saran Berdasarkan simpulan di atas, terdapat beberapa rekomendasi yang diajukan oleh penulis yaitu : 1. Penelitian lebih lanjut dalam skala yang lebih luas diperlukan untukmelakukan identifikasi dan komparasi gen-gen lain yang terlibat dalam mekanismeapoptosis dalam patogenesis tumor ovarium. 2. Penelitian lebih lanjut untuk melakukan penilaian ekspresi Bcl-2 melalui modalitas pemeriksaan lainnya, dalam rangka mendukung pemanfaatan gen dan ekspresinya sebagai deteksi dini, penentuan prognosis dan tatalaksana tumor ovarium. 3. Diperlukan suatu protokol standar dalam melakukan pemeriksaan imunohistokimia Bcl-2 mulai dari persiapan sediaan jaringan sampai menjadi sediaan yang siap dilakukan interpretasi dan teknik interpretasi sediaan imunohistokimia. 60 DAFTAR PUSTAKA Ayadi, L., Chaabouni, S., Khabir, A., Amouri, H., Makni, S., Guermazi, M., Frikha, M., Boudawara, T.S. 2010. Correlation Between Immmunhistochemical Biomarkers Expression and Prognosis of Ovarian Carcinoma in Tunisian Patients. World Journal Oncology, I(3): 118-128. Anderson, N.S., Turner, L., Livingstone, S., Chen, R., Nicosia, S.V., Kruk, P.A. 2009. Bcl-2 Expression is Altered with Ovarian Tumor Progression: An Immunohistochemical Evaluation. Journal of Ovarian Research, 2:16. Arraoye, M.O. 2003. Sample size, in: Research Methodology with Statistic for Health and Social Science. Ilorins: Nathadex Publisher. p.115-122. Arik, D., Kulacoglu, S. 2011. P53, Bcl2 and NM23 Expressions in Serous Ovarian Tumors : Correlation with the Clinical and Histopathological Parameters.Turkish Journal of Pathology 27(1):38-45. Badan Registrasi Kanker. 2006. Kanker di Indonesia tahun 2006 Data Histopatologik. Jakarta: Yayasan Kanker Indonesia. Baekelandt, M., Kristensen,G.B., Nesland, J.M., Trope, C.G., Holm, R. 1999. Clinical Significance of Apoptosis-Related Factors p53, Mdm2, and Bcl-2 in Advance Ovarian Carcinoma. Journal of Clinical Oncology. Vol 17, no7: 20612068. Berek,J.S., Natarajan, S. 2007. Ovarian and Fallopian Tube Cancer, in: Berek & Novak’s Gynecology, 14th Ed. California: Lippincott William & Wilkins. p.14571531. Beral,V. 2007. Ovarian cancer and hormone replacement therapy in the million women study. Online (9574),1703-1710. Available from: http://www.thelancet.com /journals/lancet/article/PIISO140-6736(07)605340/fulltext. Accessed on: August 28th, 2010. Birroccio, A. 2000. Bcl-2 overexpression and hypoxia synergistically act to modulate vascular endothelial growth factor expression and in vivo angiogenesis in a breast cancer carcinoma line. Experimental Chemotherapy Laboratory, Regina Elena Cancer Institute, Rome, Italy. Bronchud,M.H. 2004. BCL2 in: Principle of Molecular Oncology, 2nd Ed. Humana Press. p.82-85. 61 62 BCL2_human. UniProteinknowledgebase/SwissProt. Available from: http://www.bcl-2/apoptosis regulator Bcl-2 homosapiens (Human).mht. Last modified: August10,2010. Accessed on: August 21st,2010. Choi, J.H., Wong, A.S.T., Huang, H.F., Leung, P.C. 2007. Gonadotropins and Ovarian Cancer. Endocrine Reviews. 28 (4): 440-461. Coleman, R.L., Gershenson, D.M. 2007. Neoplastic Disease of the Ovary, in: Katz, V.L., Lentz, G.M., Lobo, R.A., Gershenson, D.M. Comprehensive Gynecology, 5th Ed. Philadelphia: Mosby Elsevier. Copeland, L.J. 2007. Epithelial Ovarian Cancer, in: Clinical Gynecologic Oncology, 7th Ed. Mosby Elsevier inc. p.317-371. Cox, A.G., Hampton, M.B. 2007. Bcl-2 overexpression promotes genomic instability by inhibiting apoptosis of cells exposed to hydrogen peroxide. Carcinogenesis, vol 28, no 10:2166-2171. Dharap, S.S., Chandna, P., Wang, Y., Khandare, J.J., Qiu, B., Stein, S., Minko, T. 2006. Molecular targeting of BCL2 and BCLXL proteins by synthetic BCL2 homology 3 domain peptide enhance the efficacy of chemotherapy. The journal of pharmacology and experimental therapeutics. 316: 992-998 Disaia, P.J. 2007. The Adnexal Mass and Early Ovarian Cancer, in: Clinical Gynecologic Oncology, 7th Ed. Mosby Elsevier Inc. p.287-316. Faizal, A. 2011. “Faktor Risiko Kanker Ovarium di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar” (tesis). Makassar: Universitas Hasanuddin. Feldser, D.M., Greider, C.W. 2007. Short Telomeres Limit Tumor Progression In Vivo by Inducing Senescence. Cancer Cell Article. 11:461-468. Gang, W., Luo, F., Li, G.L., Cheng, J., Shi, X. 2007. The expression of P-gp, Bcl2, and VEGF in Epithelial Ovarian Carcinoma and Their Significance. Journal of Clinical Oncology, ASCO Annual Meeting Proceeding part I. Vol 25, No 18S, June 20. Supplement: 16075. Granstrom, C. 2008. Population Attributable Fraction for Ovarian Cancer in Swedish Women by Morphologic Type. 98 (1),199-205. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2359681. accessed on: October, 10th, 2010. Greene, F.L., Page, D.L. 2002. AJCC Cancer Staging Handbook, 6th Ed: 112 Hanahan, D., Weinberg, R.A. 2000. The Hallmark of Cancer Cell, 100: 57-70. 63 Hamdi, E.A.W.,Saleem, S.H. E. 2012. P53 expression in ovarian tumors: (an immunohistochemical study). Ann.Coll.Med. Mosul 38 (2):73-79. Havrilesky, L.J., Berchuck, A. 2001. Molecular Alteration in Sporadic Cancer, in: Ovarian Cancer, 2nd Ed. Lippincott William & Wilkins Publisher. Henriksen, R., Wilander, E., Oberg, K. 1995. Expression and Prognostic Significance of Bcl-2 in Ovarian Tumours. Stockton Press. British Journal of Cancer 72: 1324-1329. Herod, J.O., Eliopoulos, A.G., Warwick, J., Niedobitek, G., Young, L.S., Kerr, D.J. 1996. The Prognostic Significance of Bcl-2 and p53 Expression in Ovarian Carcinoma. Cancer Research. 56: 2178-2184. Hogdal, E.V., Christensen, L., Kjaer, S.K., Blaakaer, J., Christensen I.J., Hogdal, C.K 2010. Limited Prognostic Value of Tissue Protein Expression Levels of BCL2 in Danish Ovarian Cancer Patient: From the Danish “MALOVA” Ovarian Cancer Study. APMIS Aug 118(8);557-564. IARC International Agency for Research on Cancer. 2012. Globocan 2012 : Estimate Cancer Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide in 2012. [Citied 2012 Feb 27] Available from : www.globocan.iarc.fr Kaku, T., Ogawa, S., Kawano, Y., Ohishi, Y., Kobayasi, H., Hirakawa, T., Nakano, H. 2003. Histological Classification of Ovarian Cancer. Med Electron Microsc. 36: 9-17. Karst, A.M., Drapkin, R. 2010. Ovarian Cancer Pathogenesis : A Model in Evolution. Journal of Oncology. Vol 2010. Article ID 932371, 13. Karyana, K. 2004.Profil Kanker Ovarium di Rumah Sakit Sanglah Denpasar Periode Januari - Desember 2002. PPDS I Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Kassim, S.K., Ali, H.S., Sallam, M.H., Fayed, S.T., Seada, L.S., Elkawy, E., Seada M.A., Khalifa, A. 1999. Increased Bcl-2 Expression is Associated with Primary Resistance to Chemotherapy in Human Epithelial Ovarian Cancer. Clinical Biochemistry, Vol 32, No 5: 333-338. Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., Aster, J.C. 2010. Neoplasia, in: Robbin and Cotran Pathologic Basis of Disease, 8th Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier: 269342. Kupryjanczyk, J., Szymanska, T., Madry, R., Timorek, A., Stelmachow, J., Karpinska, G., Rembiszewska., Ziolkowska, I., Kraszewska, E., Debniak, J., Emerich, J., Ulanska, M., Pluzanska, A., Jedryka, M., Goluda, M., ChudeckaGlaz, A., Repka-Gorska, I., Klimek, M., Urbanski, M., Breborowicz, J., Zielinski, 64 J., Markowska, J. 2003. Evaluation of Clinical Significance of TP53, BCL-2, BAX, and MEK1 Expression in 229 Carcinoma Treated with Platinum Based Regiment. British Journal of Cancer. 88: 845-854. Landen-Jr, C.N., Birrer, M.J., Sood, A.K. 2008. Early Events in The Pathogenesis of Epithelial Ovarian Cancer. Journal of Clinical Oncology. American Society of Clinical Oncology. 26: 995-1005. Leitzmann, M.F., Koebnick, C., Danforth, K.N., Brinton, A.L., Moore, S.C., Hollenbeck, A.R., Schatzkin, A., Lacey, J.V. 2009. Body Mass Index and Risk of Ovarian Cancer. American Cancer Society 115(4):812-822. Lowe, S.C., Lin, A.W. 2000. Apoptosis in Cancer. Carcinogenesis. Oxford University Press. Vol 21 no3: 485-495. Lukyanova, N.Y., Kulik, G.I., Yurchenko, O.V., Shatrova, K.M., Vorobynova, L.I., Svintitsky, V.S., Evtushenko, G.V., Checkun, V.F. 2000. Expression of p53 and Bcl-2 protein in Epithelial Ovarian Carcinoma with Different Grade of Differentiation. Experimental Oncology. Vol 22: 91-93. Marx, D., Meden, H. 2000. Differential Expression of Apoptotis-associated Genes bax and bcl-2 in Ovarian Cancer, in Methods in Molecular Medicine. Humana Press, Inc. Totowa, NJ. Vol 39: Ovarian Cancer: Methods and Protocols. Muris, J.F. 2006. Immunohistochemical Profiling of Caspase Signaling Pathway Predict Clinical Response to Chemotherapy in Primary Nodal Diffuse Large B cell Lymphomas. The American Society of Hematology. Vol 105, No 7. Nagell, J.R., Gershenson, D.M. 2008. Ovarian Cancer: Etiology, Screening, and Surgery, in: Te Linde Operative Gynecology, 10th Ed. Florida:Lippincott Williams and Wilkins.p.1308-1339. Naim, R. 2006. Penyakit yang Berhubungan dengan Penghambatan Apoptosis. Cermin Dunia Kedokteran, 153:36-38. Ovarian Cancer National Aliance. Statistic of ovarian cancer. The National Cancer Institute’s Surveillance, Epidemioogy and Result Program. Washington DC. 2009. (serial online), [cited 2009 Oct. 12]. Available from: URL: http://jco.ascopubs.org/content/21/20/3814.full.pdf+html. Page, C.L., Huntsman, D.G., D.M., Mess-Masson, A.M. 2010. Predictive and Prognostic Protein Biomarkers in Epithelial Ovarian Cancer: Recommendation for Future Studies. Cancers, Vol 2: 913-954. Park, Y.P., Choi, S.C.,Cho, M.Y., Song, E.Y., Kim, J.W., Paik, S.G., Kim, Y.K., Kim, J.W., Lee, H.G. 2006. Modulation of Telomerase Activity and Human 65 Telomerase Reverse Transcriptase Expression by Caspase and Bcl-2 Family Proteins in Cisplatin Induced Cell Death. Korean J Lab Med. 26:287-293. Pothuri, B. 2010. Genetic Analysis of The Early Natural History of Epithelial Ovarian Carcinoma. PlosONE 5(4):e10358.doi:10.1371/journal.pone.0010358. Rauf, S. 2004. Bcl-2 Protein Expression in Ovarian Cancer. J Med Nus. 25:55-58. Rautureau, G.J.P., Day, C.L., Hinds, M.H. 2010. Intrinsically Disordered Proteins in Bcl-2 Regulated Apoptosis. International Journal Molecular Sciences, 11: 1808-1824. Reeves, G.K. 2007. Cancer Incidence and Mortality in Relation to Body Mass Index in The Million Women Study: Cohort Study. (serial online), [Accessed: 2010 Aug. 5]. Available from: URL: http://www.bmj.com/content/335/7630/1134.abstract. Sagarra, R.A., Andrade, L.A., Martinez, E.Z., Pinto, G.A., Syrjanen, K.J., Derchain, S.F. 2002. P53 and Bcl-2 as Prognostic Predictors in Epithelial Ovarian Cancer. Int J Gynecol Cancer. 12(6):720-7. Schorge, J.O., Schaffer, J.I., Halvorson, L.M., Hoffman, B.L., Bradshaw, K.D., Cunningham, F.G. 2008. Epithelial Ovarian Cancer, Ovarian Germ Cell and Sex Cord-Stromal Tumors, in:Williams Gynecology. Texas: The McGraw-Hill Companies Inc. Section 4, Chapter 35-36. Schouten, L.J. 2008. Height, Body Mass index, and Ovarian Cancer: a Pooled Analysis of 12 Cohort Studies. (serial online), [cited 2010 Sep. 10]. Available from: URL: http://info.cancerresearchuk.org/cancerstats/types/ovary/riskfactors/. Supariasa, I.D.N. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Shih, I., Kurman, R.J. 2007. Ovarian Serous Carcinogenesis: a proposed model.in: Giordano, A., Bovicelli, A., Urman, R.J. (editor) Molecular Pathology of Gynecologic Cancer. New Jersey. Humana Press Inc. p.1511-1518. Sriwidnyani, N.P. 2008. “Korelasi Ekspresi HER-2/neu dengan Tipe Histologik dan Derajat Diferensiasi Karsinoma Ovarium” (tesis). Denpasar. Universitas Udayana. Stricker, T.P., Kumar,V. 2007. Neoplasia, in: Robbin Basic Pathology, 8th Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.p.173-208. Sutoto, M.S.J. 2007. Tumor Jinak pada Alat-alat Genital, dalam Wiknjosastro, H. (editor) Ilmu Kandungan. Ed kedua, Cetakan kelima. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. P.328-362. 66 Torre, F.J., Garcia, A., Gil-Moreno, A., Planaguma, J., Reventos, J., Cajal, S.R., Xercavins,J. 2007. Apoptosis in Epithelial Ovarian Tumours, Prognostic Significance of Clinical and Histopathologic Factors and its Association with the Immunohistochemical Expression of Apoptotic Regulatory Proteins (p53,bcl2,and bax). European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology. 130:121-128. Tripathy, D., Rubenstein, J. 2003. Neoplasia, in: McPhee, S.J., Lingapa, V.R., Ganong, W.F. (editor) Lange Pathophysiology of Disease: an Introduction to Clinical Medicine, 4th Ed. New York: McGraw-Hill Companies.p.91-112. Walensky, L.D. 2008. Multimodal Targeting of TheBCL-2 Family in Cancer. American Association for Cancer Research Education Book. Available from: http://educationbook.aacrjournals.org. Accessed on August 30th, 2010. Wheeler, J.E. 2001. Histopathology of Ovarian Cancer, in: Rubin, S.C., Sutton,G.P. (editor) Ovarian Cancer, 2nd Ed. Lippincott Williams & Wilkins. Yamashita. 2004. P53 and BCL-2 Scoring. Breast Cancer Res. 6:24-30. 67 Data Penelitian No CM Umur IMT Paritas Riw KB Tipe tumor Histopatologi Ekspresi Bcl-2 1 1457908 38 19,10 2 Tidak Jinak Musinous cyst adenoma - 2 1456396 27 25,64 0 Tidak Jinak Musinous cyst adenoma - 3 1464505 39 21,78 3 ya Jinak Musinous cyst adenoma - 4 1468607 36 22,66 1 Tidak Jinak Serous cyst adenoma - 5 1448813 44 19,98 3 ya Jinak Kista adenoma musinosum - 6 1473193 47 24,50 2 ya Jinak Kistoma ovarii serosum - 7 1477912 39 23,68 2 Tidak Jinak Musinous cyst adenoma - 8 1482529 13 15,61 0 Tidak Jinak Musinous cyst adenoma - 9 1486444 40 21,57 2 Tidak Jinak Musinous cyst adenoma - 10 1206224 35 24,20 3 Tidak Jinak Musinous cyst adenoma - 11 1547354 42 21,48 2 ya Jinak Serous cyst adenoma - 12 1480607 36 24,92 2 Tidak Jinak Serous cyst adenoma - 13 1471029 42 24,70 3 Tidak Jinak Serous cyst adenoma - 14 1503517 41 27,34 3 Tidak Jinak Musinous cyst adenoma - 15 1514358 56 21,33 5 Tidak Jinak Musinous cyst adenoma - 16 1542732 43 17,70 3 Tidak Jinak Musinous cyst adenoma - 17 1533147 56 18,85 2 Tidak Borderline Mucinous borderline tumor - 18 1556271 48 21,64 0 Tidak Borderline Mucinous borderlinetumor - 19 1598358 48 22,22 2 Tidak Borderline Mucinous borderline tumor - 20 1557527 39 26,83 3 Tidak Borderline Serous borderline tumor - 21 1607148 27 21,60 1 Tidak Borderline Mucinous borderline tumor - 22 1585678 31 21,64 3 Tidak Borderline Serous borderline tumor + 23 1576436 21 22,89 0 Tidak Borderline Serous borderline tumor - 68 24 1584910 51 17,90 2 Tidak Borderline Mucinous borderline tumor - 25 1575575 49 24,10 3 ya Borderline Mucinous borderline tumor - 26 1540363 25 29,51 1 Tidak Borderline Mucinous borderline tumor - 27 1602276 44 23,12 2 Tidak Borderline Mucinous borderline tumor - 28 1573983 50 19,10 3 Tidak Borderline Mucinous Borderline tumor - 29 1481355 58 15,62 4 Tidak Borderline Serous borderline tumor - 30 1384890 48 19,40 2 ya Ganas Clear cell adeno ca - 31 1548049 56 15,20 3 Tidak Ganas Serous adeno ca + 32 1523028 61 26,80 2 Tidak Ganas Adeno ca mucinosum - 33 1539599 67 28,40 0 Tidak Ganas Endometrioid adeno ca - 34 1449440 34 18,30 2 ya Ganas mucinous adeno ca - 35 1533911 39 18,20 0 Tidak Ganas Clear cell adeno ca - 36 1534873 52 24,60 4 Tidak Ganas Serous cyst adeno ca + 37 1541454 35 23,30 2 Tidak Ganas Mucinous cyst adeno ca - 38 1449540 64 17,30 3 Tidak Ganas Serous adeno ca - 39 1454457 59 22,00 3 Tidak Ganas Endometrioid ca papillary + 40 1468491 30 26,8 1 ya Ganas Papillary serous adeno ca - 41 1476939 28 28,30 2 ya Ganas Adeno ca mucinosum - 42 1496390 47 32,30 0 Tidak Ganas Papillary cyst adeno ca - 43 1508092 39 20,50 1 Ya Ganas Serous adeno ca - 44 1492503 50 22,50 2 Tidak Ganas Clear cell adeno ca + 45 1525209 36 18,90 2 Tidak Ganas Adeno ca ovarii - 46 1483596 48 23,50 2 ya Ganas Clear cell adeno ca - 47 1142314 35 23,40 0 Tidak Ganas Clear cell adeno ca + 48 1554348 48 23,80 0 Tidak Ganas Serous adeno ca + 49 1556792 44 23,30 2 Tidak Ganas Serous adeno ca + 69 Perhitungan Statistik 4.1 UjiOne-Sample Kolmogorov-Smirnov untukMengetahuiNormalitasSampel Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Tumor_epiteli al_ovarium Umur Statistic Sig. Statistic df Sig. * .960 20 .553 Ganas .129 20 Boderline .224 13 .074 .907 13 .166 Jinak .222 16 .064 .896 16 .054 .266 20 .091 .902 20 .115 * .922 13 .271 Paritas Ganas IMT df Shapiro-Wilk .200 Borederline .192 13 .200 Jinak .233 16 .063 .887 16 .051 * Ganas .112 20 .200 .976 20 .873 Borederline .157 13 .200* .968 13 .867 16 * .970 16 .834 Jinak .132 .200 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Descriptives 95% Confidence Interval for Mean N Umur Ganas Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimu Maximu m m 20 46.00 11.452 2.561 40.64 51.36 28 67 Boderline 13 42.08 12.271 3.403 34.66 49.49 21 58 Jinak 16 38.62 9.201 2.300 33.72 43.53 13 56 Total 49 42.55 11.233 1.605 39.32 45.78 13 67 20 1.65 1.182 .264 1.10 2.20 0 4 Boderline 13 2.00 1.225 .340 1.26 2.74 0 4 Jinak 16 2.25 1.238 .310 1.59 2.91 0 5 Total 49 1.94 1.215 .174 1.59 2.29 0 5 Ganas 20 22.8400 4.30195 .96194 20.8266 24.8534 15.20 32.30 Boderline 13 21.9246 3.67906 1.02039 19.7014 24.1479 15.62 29.51 Jinak 16 22.2619 3.09405 .77351 20.6132 23.9106 15.61 27.34 Total 49 22.4084 3.72146 .53164 21.3394 23.4773 15.20 32.30 Paritas Ganas IMT Mean 70 4.2 Uji Levene untuk Mengetahui Homogenitas Sampel Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic df1 df2 Sig. Umur 2.159 2 46 .127 Paritas .020 2 46 .980 IMT .714 2 46 .495 4.3 Uji One Way Anova untuk Membandingkan Rerata Karakteristik Sampel ANOVA Sum of Squares Umur Paritas IMT Between Groups df Mean Square 487.449 2 243.725 Within Groups 5568.673 46 121.058 Total 6056.122 48 3.266 2 1.633 Within Groups 67.550 46 1.468 Total 70.816 48 7.112 2 3.556 Within Groups 657.652 46 14.297 Total 664.763 48 Between Groups Between Groups F Sig. 2.013 .145 1.112 .338 .249 .781 4.4 Uji Chi-Square untuk mengetahui perbandingan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline dan ganas Tumor_ovarium_epitelial * Ekspresi_Bcl-2 Crosstabulation Count Ekspresi_Bcl-2 Positif Tumor_ovarium_epitelial Total Negatif Total Ganas 7 13 20 Boderline 1 12 13 8 25 33 71 Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction b Likelihood Ratio Asymp. Sig. (2sided) df 3.199a 1 .074 1.885 1 .170 3.606 1 .058 Exact Sig. (2sided) Fisher's Exact Test Exact Sig. (1sided) .108 Linear-by-Linear Association 3.102 N of Valid Casesb 1 .082 .078 33 a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,15. b. Computed only for a 2x2 table Tumor_ovarium_epitelial * Ekspresi_Bcl-2 Crosstabulation Count Ekspresi_Bcl-2 Positif Tumor_ovarium_epitelial Negatif Total Ganas 7 13 20 Jinak 0 16 16 7 29 36 Total Chi-Square Tests Value Asymp. Sig. (2sided) df Pearson Chi-Square 6.952a 1 .008 Continuity Correctionb 4.897 1 .027 Likelihood Ratio 9.570 1 .002 Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb Exact Sig. (2sided) .011 6.759 1 .009 36 a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,11. Exact Sig. (1sided) .009 72 Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction b Likelihood Ratio Asymp. Sig. (2sided) df 6.952a 1 .008 4.897 1 .027 9.570 1 .002 Exact Sig. (2sided) Fisher's Exact Test Exact Sig. (1sided) .011 Linear-by-Linear Association 6.759 N of Valid Casesb 1 .009 .009 36 a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,11. b. Computed only for a 2x2 table Tumor_ovarium_epitelial * Ekspresi_Bcl-2 Crosstabulation Count Ekspresi_Bcl-2 Positif Tumor_ovarium_epitelial Negatif Total Boderline 1 12 13 Jinak 0 16 16 1 28 29 Total Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction b Likelihood Ratio Asymp. Sig. (2sided) df 1.275a 1 .259 .011 1 .916 1.649 1 .199 Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb Exact Sig. (2sided) .448 1.231 1 .267 29 a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .45. b. Computed only for a 2x2 table Exact Sig. (1sided) .448 73 Hasil Pemeriksaan Imunohistokimia Bcl-2 Positif Negatif