PADA TUMOR OVARIUM EPITELIAL TIPE JINAK

advertisement
PERBANDINGAN EKSPRESI B CELL LYMPHOMA-2
(Bcl-2) PADA TUMOR OVARIUM EPITELIAL TIPE
JINAK, BORDERLINE DAN GANAS
Dr. dr. I Wayan Megadhana, Sp.OG(K)
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR
2014
ABSTRAK
PERBANDINGAN EKSPRESI B CELL LYMPHOMA-2 (Bcl-2) PADA
TUMOR OVARIUM EPITELIAL TIPE JINAK, BORDERLINE DAN
GANAS
Tumor ovarium merupakan masalah ginekologi onkologi di seluruh dunia dan
keganasannya merupakan penyebab kematian terbanyak pada semua keganasan
ginekologi. Pembagian tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline dan ganas
menyebabkan keragaman karakteristik tumor sehingga menimbulkan kesulitan
dalam penatalaksanaannya. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menemukan
suatu marker yang dapat digunakan untuk deteksi dini, prognosis dan pedoman
dalam penatalaksanaannya sehingga diharapkan dapat menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas penderita. Beberapa peneliti melakukan pendekatan
secara genetika untuk mengungkap etiopatogenesis terjadinya suatu tumor. Salah
satu gen yang berperan dalam terjadinya suatu tumor adalah Bcl-2 yang
merupakan protein yang mengekspresikan gen BCL2. Dengan demikian maka
dalam penelitian ini dilakukan perbandingan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium
epitelial tipe jinak, borderline dan ganas.
Penelitian ini merupakan studi cross-sectionaldi Bagian Kebidanan dan
Penyakit Kandungan, Patologi Anatomi dan Rekam Medis Rumah Sakit Umum
Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar yang dilakukan mulai Maret 2012 sampai
Desember 2013 dengan sampelpenelitian sebanyak 49 buah blok parafin. Sampel
blok parafin ini dikelompokkan berdasarkan atas tipe tumor ovarium epitelial
yaitu tipe jinak, borderline dan ganas. Masing-masing kelompok tipe tumor
dilakukan pemeriksaan ekspresi Bcl-2 dengan teknik imunohistokimia,yang
kemudian dilakukan perbandingan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial
tipe jinak, borderline dan ganas dengan menggunakan uji Chi-Square.
Penelitian ini memperoleh rerata umur, Indek Massa Tubuh (IMT) dan paritas
pada ketiga kelompok tipe tumor ovarium epitelial adalah homogen. Ekspresi
Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline dan ganas berturut-turut
adalah 0%, 7,69% dan 35%. Berdasarkan uji Chi-Squarediperoleh perbedaan
ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak dengan ganas (p=0,009),
tidak terdapat perbedaan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak
dengan borderline(p=0,448) dan tidak terdapat perbedaan ekspresi Bcl-2 pada
tumor ovarium epitelial tipe borderline dengan ganas (p=0,082).
Kata kunci: ekspresi Bcl-2, tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline dan
ganas.
i
ABSTRACT
THE COMPARATION OF B CELL LYMPHOMA-2 (Bcl-2) EXPRESSION
IN BENIGN, BORDERLINE AND MALIGNANT TYPE OF OVARIAN
EPITHELIAL TUMOR
Ovarian tumor become one of the challenge in gynecology oncology and
itsmalignancy accounts for more death than all other gynecologic malignancies
combined. Classified as benign, borderline and malignant type of ovarian
epithelial tumor cause a diversity of tumor characteristics itself and appears to
create difficulty in treatment eventually. Numerous effort has done to find the
tumor marker, early prognostic tools and guideline in treatment modalities that
could decrease morbidity and mortality. Some of it through genetical approach in
order to have a better understanding on tumor etiopathogenesis. One of the gene
that plays role in tumor growth is Bcl-2, it is a protein that expressing BCL2 gene.
This study aim to compare the Bcl-2 expression in benign, borderline and
malignant type of ovarian epithelial tumor.
This was a crosssectional study at Obsteteric and Gynecology Department,
Pathology Anatomy Department and Medical Record of Sanglah Hospital, held
from March 2012 until December 2013 with 49 paraffin blocks as sample. The
paraffin blocks sampel was classified based on histologic type of the ovarian
epithelial tumor, as benign, borderline and malignant. Bcl-2 expression by
immunohystochemistry technique examined in each of the tumor type.
Comparation of Bcl-2 expression in the ovarian epithelial tumor type done with
Chi-Square test.
The mean age, body mass index (BMI) and parity in these group was
homogen. Bcl-2 expression in benign, borderline and malignant type of ovarian
epithelial tumor was 0%, 7,69% and 35% respectivelly. There was a significant
difference of Bcl-2 expression in benign and malignant type (p=0,009), there was
no difference of Bcl-2 expression in benign and borderline type (p=0,448) nor in
borderline and malignant type (p=0,082).
Key word : Bcl-2 expression, benign, borderline and malignant type of ovarian
epithelial tumor.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Neoplasma ovarium merupakan kelainan terbanyak dalam bidang ginekologi,
sebagian besar merupakan lesi yang bersifat kistik, dengan gambaran patologi
yang sangat beragam tergantung pada struktur sel asalnya. Kanker atau tumor
ganas ovarium termasuk dalam lima besar keganasan pada wanita,selain kanker
payudara, paru-paru, serviks, dan kolorektal. Kanker ovarium memiliki angka
kematian tertinggi diantara semua keganasan ginekologi.
Angka harapan hidup lima tahun untuk penderita kanker ovarium secara
keseluruhan masih sebesar 45% (Ayadidkk.,2010). Setiap tahunnya, di seluruh
dunia terdiagnosis 204.000 kasus baru, dan 125.000 wanita meninggal akibat
kanker ovarium (Schorgedkk., 2008). Kejadian kanker ovarium di Rumah Sakit
Umum Pusat (RSUP) Sanglah pada tahun 2005 sebesar 35% dari seluruh kanker
ginekologi, dengan angka harapan hidup selama lima tahunnya hanya 15%
(Karyana, 2004).Badan Registrasi Kanker menyatakan angka kejadian kanker
ovarium pada populasi adalah 5,99% (Badan Registrasi Kanker, 2006).
Kematian akibat kanker ovarium di Amerika Serikat terhitung terjadi pada
satu wanita dalam setiap 44 menit(Copeland, 2007). Prognosis yang rendah ini
sebagian diakibatkan oleh minimnya gejala kanker ovarium pada stadium awal
sehingga sebagian besar kanker ovarium baru terdiagnosis pada tahap lanjut.
Penyebab lainnya adalah kurangnya penanda yang akurat dan efektif dalam upaya
1
2
melakukan deteksi dini kanker ovarium, akibat kurangnya pemahaman tentang
etiologi kanker ovarium. Angka kekambuhan yang tinggi juga dikaitkan dengan
resistensi terhadap terapi sitostatika. Pemahaman biologi tumor dalam
etiopatogenesis kanker ovarium yang masih belum dimengerti dengan jelas juga
berperan menjadi faktor penyebab.
Kanker ovariummerupakan tumor ganas yang secara histologis sangat
bervariasi
dengan
karakteristik
klinis
maupun
histopatologisnyamasing-
masing.Tumor ovarium dapat berasal dari ketiga dermoblast yakni ektodermal,
mesodermal, dan endodermal. Berdasarkan struktur asalnya, tumor ovarium
dibagi menjadi 3 tipe, yaitu tipe epitelial yang merupakan 90-95% dari tumor
ganas ovarium,kemudian tumor ovarium tipe germinal(germ cell) serta tipe
mesenkim (sex cord-stromal) (Havrilesky, 2001; Schorgedkk.,2008). Berdasarkan
tipe histologisnya, neoplasma ovarium epitelial terdiri dari tipe serus, musinus,
endometrioid, clear cell, Brenner, dan tipe karsinoma undifferentiated (Berek,
2007; Stricker,2007). Berdasarkan luas proliferasi serta pola diferensiasi lapisan
epitelnya, tumor dibagi menjadi tumor jinak, tumor borderline atau Low
Malignant Potential (LMP), dan tumor ganas (Schorgedkk., 2008; Kumardkk.,
2010).
Tumor ganas epitelial (karsinoma)tipe serus memiliki progresivitas tinggi
dengan metastase luas pada abdomen sehingga mempunyai angka survival yang
rendah. Sementara tumor musinusjarang melibatkan permukaan tumor dan jarang
terjadi bilateral namun cenderung memiliki massa tumor yang lebih besar.
Beberapa tipe karsinoma cenderung ditemukan pada stadium yang lebih awal
3
dibandingkan tipe histologis lainnya, seperti pada tipe musinus, endometrioid dan
clear cell. Pada tipe non epitelial, tumor ganas germinal lebih sering ditemukan
pada usia yang lebih muda dan terdiagnosis pada stadium yang lebih dini.
Prognosis yang lebih baik pada stadium lanjut juga membedakan tipe ini dari tipe
epitelial, yang disebabkan oleh sifat kemosensitifnya (Greene, 2002; Copeland,
2007).
Karsinogenesis merupakan proses bertahap pada tingkat genetik dan fenotip
sebagai hasil dari akumulasi mutasi yang terjadi berulangkali. Beberapa
perubahan diantaranya adalah: kemampuan self sufficiencyterhadap sinyal
pertumbuhan, insensitivitas terhadap sinyal inhibitor pertumbuhan, kemampuan
untuk
menghindari
mekanisme
apoptosis,
defek
pada
gen
perbaikan
Deoxyribonucleic Acid(DNA), kemampuan yang tidak terbatas untuk bereplikasi,
kemampuan angiogenesis yang berlangsung terus menerus,kemampuan invasi dan
metastasis, serta kemampuan untuk melepaskan diri dari sistem imunitas
(Hanahan, 2000; Kumardkk., 2010).
Progresivitas tumor ganas dikaitkan dengan kegagalan mekanisme normal
kematian sel yang difasilitasi oleh ekspresi protein-protein regulator apoptosis.
Keluarga protein Bcl-2 dikenal sebagai protein spesifik dalam regulasi apoptosis.
Peranan keluarga protein ini dalam proliferasi neoplasma adalah sebagai inhibitor
(Bcl-2,Bcl-xL,Bcl-w,mcl-1,Bcl-G)maupun pendukung apoptosis (Bax,Bcl-xS,Bak,
Bad, Bid,Bik,Bim) (Marx, 1998; Andersondkk.,2009).
Ekspresi Bcl-2 telah ditemukan pada beragam jaringan neoplastik, termasuk pada
melanoma, non small lung carcinoma, kanker prostat dan payudara. Ekspresi Bcl-
4
2 pada jaringan normal ditemukan secara signifikan lebih tinggi dibandingkan
dengan jaringan neoplasma, dengan nilai median dan range ekspresi Ribonucleic
Acid(RNA) yang berbeda-beda pada berbagai tipe. Kecenderungan pola ekspresi
yang sama ditemukan pada kanker lambung, namun pola ekspresi yang berbeda
ditemukan pada kanker mama dan prostat. Perbedaan pola ekspresi Bcl-2 pada
berbagaijenis kanker ini menandakan kemungkinan peranan yang berbeda dalam
proses apoptosis, serta mengindikasikan mekanisme ekspresi yang spesifik untuk
masing-masing jaringan (Maronedkk.,1998; Wheeler, 2001).
Pada epitel normal dan tumor jinakdari ovarium, ekspresi Bcl-2 ditemukan
lebih tinggi dibandingkan dengan spesimen kanker ovarium (Torredkk., 2007;
Andersondkk.,2009). Hasil temuan yang kontradiktif didapatkan pada penelitian
lainnya. Tingkat ekspresi Bcl-2pada kanker ovarium secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan dengan pada tumor jinak dan kontrol normal (Gang dkk.,2007;
Hogdaldkk, 2010).Penilaian terhadap sel yang mengalami overekspresi Bcl-2
menunjukkan bukti adanya ketidakstabilan genom, yang konsisten dengan
terganggunya proses apoptosis pada sel yang mengalami kerusakan. Ekspresi Bcl2 sebagai protein anti apoptosis mungkin berperan dalam progresivitas tumor
dengan mengurangi sitotoksisitas yang terjadi dalam sel, dan menghambat
kematian sel yang mengalami kerusakan oksidatif, dengan hasil akhir sel
mengalami kerusakan tetapi tidak mengalami kematian (Cox dan Hampton, 2007).
Ekspresi protein Bcl-2 memiliki peranan penting sebagai regulator dalam
proses kematian sel dalam konteks fisiologis maupun patologis.Protein Bcl-2
berperan melalui mekanisme ekspresi yang spesifik untuk masing-masing
5
jaringan. Identifikasi perbedaan ekspresi protein Bcl-2sebagai anti apoptosis pada
berbagai tipe tumor ovarium menjadi tujuan penelitianini untuk pendekatan yang
lebih optimal dalam diagnosis serta penanganan kanker ovarium.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah ada ekspresi Bcl-2 pada tumor ovariumepitelialtipe jinak?
2. Apakah ada ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe borderline ?
3. Apakah ada ekspresiBcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe ganas ?
4. Apakah ada perbedaan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak,
borderline dan ganas ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui ekspresidan peran Bcl-2 dalampatogenesis tumorovarium.
1.3.2
Tujuan khusus
1. Untuk mengetahuiekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak.
2. Untuk mengetahui ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe
borderline.
3. Untuk mengetahui ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe ganas.
4. Untuk mengetahui perbedaan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovariumepitelial
tipe jinak, borderline dan ganas.
1.4. Manfaat penelitian
6
1.4.1 Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan
Untuk
meningkatkan
pemahaman
tentang
peranekspresi
Bcl-2dalam
perkembangan tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline, dan ganas.
1.4.2 Manfaat bagi Pelayanan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan untuk mengembangkan upaya
pemahaman tentang etiopatogenesis, pendekatan diagnosis, targetterapi, serta
prognosis pada penderita kanker ovarium.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1Tumor Ovarium
2.1.1 Epidemiologi
Neoplasma ovarium merupakan kelainan terbanyak dalam bidang ginekologi,
sebagian besar merupakan lesi yang bersifat kistik, dengan insidennya pada
populasi berkisar antara 5-15%. Kasus neoplasma jinak merupakan kasus yang
terbanyak, mencapai sepertiga kasus ginekologi setiap tahunnya. Tumor ovarium
biasanya berkembang tanpa gejala dan baru ditemukan saat pemeriksaan
ginekologi rutin atau dari pemeriksaan ultrasonografi oleh karena indikasi lain
(Schorge dkk., 2008). Berdasarkan struktur asalnya, tumor ovarium dibagi
menjadi 3 tipe, yaitu tipe epitelial yang merupakan 90-95% dari tumor ganas
ovarium,kemudian tumor ovarium tipe germinal(germ cell) serta tipe mesenkim
(sex cord-stromal). Berdasarkan luas proliferasi serta pola diferensiasi lapisan
epitelnya, tumor dibagi menjadi tumor jinak, tumor borderline atau Low
Malignant
Potential
(LMP),
dan
tumor
ganas
(Havrilesky,
2001;
Schorgedkk.,2008).
Tumor ganas atau kanker ovarium merupakan keganasan terbanyakkelima
dari semua keganasan pada wanita, selain keganasan pada paru-paru, pankreas,
payudara, dan kolorektal. Setiap tahunnya, di seluruh dunia terdiagnosis 204.000
kasus baru dan 125.000 wanita meninggal akibat kanker ovarium (Schorge dkk.,
2008). Kanker ovarium menjadi penyebab kematian tertinggi kelima dari semua
7
8
keganasan
pada
wanita,
dan
yang
tertinggi
dari
semua
kaganasan
ginekologi(Coleman, 2007; Nagell, 2008). Kematian akibat kanker ovarium di
Amerika Serikat terhitung terjadi pada satu wanita dalam setiap 44 menit, dengan
probabilitaspenderita kanker ovarium satu diantara 68 wanita. Minimnya
pemahaman tentangetiologi kanker ovarium berperan dalam menyebabkan angka
kematian yang tidak berkurang secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir
(Copeland, 2007). Angka harapan hidup untuk lima tahun secara keseluruhan
masih sebesar 45% (Landen dkk.,2008; Ayadi dkk.,2010).
Insiden tumor ganas ovarium yang tertinggi adalah di Swedia dan Amerika
Serikat dengan insiden masing-masing 19,6/100.000 dan 15,4/100.000. Insiden
terendah adalah di Jepang dengan angka insiden 10,1/100.000 (Nagell, 2008;
Coleman, 2007). Kejadian kanker ovarium di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
Sanglah pada tahun 2005 sebesar 35% dari seluruh kanker ginekologi, dengan
angka harapan hidup selama lima tahunnya sebesar 15% (Karyana, 2005). Badan
Registrasi Kanker menyatakan angka kejadian kanker ovarium pada populasi
adalah 5,99% (Badan Registrasi Kanker, 2006). Insiden kanker ovarium di
Amerika Serikat tertinggi pada wanita ras Kaukasia, diikuti Afrika Amerika, dan
terendah pada ras asli Amerika. Faktor-faktor yang dihubungkan dengan
peningkatan risiko kanker ovarium adalah usia, nulipara, dan adanya riwayat
kanker dalam keluarga (Coleman,2007; Nagell, 2008).
Kanker ovarium jarang terjadi sebelum usia 40 tahun, insidennya meningkat lebih
dari dua kali lipat setelah usia 60 tahun, dengan puncaknya pada usia 65 sampai
85 tahun (Coleman,2007;Copeland,2007; Nagell, 2008). Umur dinyatakan sebagai
9
faktor terpenting dalam menentukan potensi keganasan (Disaia,2007). Wanita
dengan usia diatas 65 tahun cenderung terdiagnosis pada stadium yang lebih
lanjut, dengan angka harapan hidup yang jauh lebih rendah. Distribusi tipe
histologis kanker ovarium berdasarkan usia juga didapatkan sangat berbeda.
Kanker ovarium tipe germinal lebih sering ditemukan pada usia dibawah 20
tahun, sedangkan tipe epitelial sebagian besar ditemukan pada usia diatas 50
tahun(Copeland,2007).
Tabel 2.1 Distribusi Tumor Ovarium Primer berdasarkan Umur (tahun)
Tipe
< 20
20-50
>50
Coelomic epithelium
Germ cell
Specialized gonadal stroma
Non-spesific mesenchyme
29%
59%
8%
4%
71%
14%
5%
10%
81%
6%
4%
9%
(Copeland,2007)
Paritas adalah faktor non genetik yang juga dianggap sebagai faktor risiko kanker
ovarium. Risiko kanker ovarium menurun secara progresif seiring peningkatan
jumlah kehamilan (Coleman,2007; Nagell, 2008).Wanita nulipara mempunyai
risiko dua kali lipat lebih besar untuk terjadinya kanker ovarium dibandingkan
wanita dengan paritas tiga atau lebih (Larma dkk.,2007; Granstrom, 2008). Dua
puluh lima sampai 30% karsinoma serus terjadi pada nulipara (Wheeler, 2001).
Besarnya risiko seorang wanita menderita kanker ovarium sepanjang
hidupnya, dengan riwayat first relative (ibu,saudari,atau anak perempuan)
menderita
kanker
ovarium
adalah
1,5-5%.
Kejadian
kanker
ovarium
familialmemiliki proporsi 10-15% dari total kasus, karena sebagian besar kanker
10
ovarium berkembang secara sporadis. Kanker ovarium familial menurunkan
mutasi genetik yang menjadi predisposisi untuk perkembangan kanker ovarium
(Coleman,2007; Nagell, 2008). Kanker ovarium familial dikategorikan menjadi
kanker ovarium yang site-specific, sindrom breast-ovarian cancer, dan sindrom
Lynch tipe II, dengan anggota keluarga yang memiliki riwayat kanker kolorektal,
endometrium dan ovarium (Copeland,2007).
Beberapa
penelitian
membuktikan
bahwa
peningkatan
IMT
dapat
meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium (Reeves, 2007). Penelitian ini
memperoleh hasil bahwa risiko relatif terjadinya kanker ovarium memiliki
kecenderungan meningkat sesuai dengan peningkatan IMT. Pada IMT kurang dari
18,5 kg/m2 memiliki risiko sebesar 1,09, IMT antara 18,5 sampai 24,9 kg/m2
memiliki risiko sebesar 1,00, IMT antara 25,0 sampai 29,9 kg/m2 memilki risiko
sebesar 1,43, dan IMT lebih dari 30,0 kg/m2 memiliki risiko sebesar 1,56 untuk
menderita kanker ovarium. Penelitian yang dilakukan oleh European Prospective
Investigation into Cancer and Nutrition (2006) mendapatkan wanita dengan IMT
di atas 30 atau obesitas memiliki risiko relatif sebesar 1,59 untuk terjadinya
kanker ovarium dibandingan dengan wanita dengan IMT normal. Penelitian yang
berbeda memperoleh hasil bahwa peningkatan IMT pada wanita premenopause
meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium dengan risiko relatif sebesar 1,72
(Schouten, 2008). Leitzmann (2009) juga memperoleh hasil bahwa risiko
terjadinya kanker ovarium pada wanita obesitas dengan IMT lebih dari 30 kg/m2
adalah sebesar 1,26. Faizal (2011) di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo,
Makasar memperoleh hasil dimana pada IMT yang lebih dari 30 kg/m2 memiliki
11
risiko 2,036 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang memiliki IMT
yang kurang dari 30 kg/m2.
2.1.2 Histopatologi
Tumor ovarium merupakan tumor dengan patologi yang sangat beragam. Hal ini
didasari oleh tiga jenis tipe sel yang membentuk struktur ovarium normal. Epitel
coelomicatau mesotelium yang bersifat multipotensial yang membentuk lapisan
epitel ovarium, sel-sel germinal yang bersifat pluripotensial, serta sel-sel stroma
ovarium, termasuk didalamnya sex cord yang juga bersifat multipotensial (Kumar
dkk., 2010).
Gambar 2.1 Pembagian tumor ovarium berdasarkan sel asalnya(Kumar
dkk.,2010)
Perkembangan awal ovarium dapat dibagi menjadi empat tahap utama. Pada tahap
pertama, sel-sel germinal yang belum terdiferensiasi (primordial germ cells)
terpisah dan bermigrasi dari tempat asalnya menuju genital ridges, suatu lokasi
dimana terjadi penebalan secara bilateral lapisan epitel coelomic. Tahap yang
kedua dimulai setelah sel-sel germinal sampai di genital ridges, dimana terjadi
proliferasi dari epitel coelomic serta struktur mesenkim dibawahnya. Tahap
12
ketiga, ovarium terbagi menjadi korteks di bagian perifer dan medula di bagian
tengah. Tahap keempat ditandai dengan perkembangan dari korteks dan involusi
medula.
Klasifikasi
histologis
neoplasma
ovarium
dibagi
berdasarkan
perkembangan dari sel-sel epitel coelomic, sel-sel germinal,serta mesenkim
(Copeland, 2007).
Neoplasma ovarium yang berasal dari jaringan epitel atau mesothelium coelomic
merupakan 65-70% dari semua tumor ovarium, dan 90-95 % dari semua tumor
ganas ovarium (Havrilesky, 2001; Schorge dkk.,2008; Kumar dkk., 2010). Tumor
ovarium lebih sering terjadi pada wanita dengan usia diatas 40 tahun, dengan
bentuk ganas lebih sering ditemukan pada usia yang lebih lanjut. Berdasarkan tipe
histologisnya, neoplasma ganas epitelial (karsinoma) ovarium terdiri dari 75%
tipe serus, 20% tipe musinus, 2% endometrioid, dan kurang dari 1% merupakan
tipe clear cell, Brenner, dan jenis karsinoma undifferentiated (Kaku dkk., 2003;
Berek, 2007; Stricker,2007). Sriwidyani (2008) menemukan proporsi karsinoma
ovarium berdasarkan tipe histologisnya adalah tipe serus (40,6%), tipe clear cell
(31,3%), musinus (21,9%), dan endometrioid (6,3%).
Setiap tipe tumor menunjukkan pola histologis tersendiri yang merepresentasikan
gambaran mukosa alat reproduksi wanita. Tumor ovarium tipe serus memiliki
kemiripan histologis dengan epitel kelenjar dan tuba falopi. Tumor tipe musinus
mengandung sel yang sama dengan sel-sel kelenjar endoserviks, dan tumor tipe
endometrioid yang memiliki kemiripan dengan endometrium (Berek,2007).
Tabel 2.2 Klasifikasi Histologis Tumor Ovarium Epitelial-Stromal (WHO)
Klasifikasi Histologis Tumor Ovarium Epitelial-Stromal
1. Serous tumors
13
Benign (cystadenoma)
Borderline tumors (serous borderline tumor)
Malignant (serous adenocarcinoma)
2. Mucinous tumors, endocervival-like and intestinal type
Benign (cystadenoma)
Borderline tumors (mucinous borderline tumor)
Malignant (mucinous adenocarcinoma)
3. Endometrioid tumors
Benign (cystadenoma)
Borderline tumor (endometrioid borderline tumor)
Malignant (endometrioid adenocarcinoma)
4. Clear-cell tumors
Benign
Borderline tumors
Malignant (clear cell adenocarcinoma)
5. Transitional cell tumors
Brenner tumor
Brenner tumor of borderline malignancy
Malignant Brenner tumor
Transitional cell carcinoma (non-Brenner type)
6. Epithelial-stromal
Adenosarcoma
Malignant mixed müllerian tumor
(Kumar dkk.,2010)
Klasifikasi tumor ovarium epitelial dibuat berdasarkan pola diferensiasi dan
luas proliferasi lapisan epitel. Luas proliferasi epitel berhubungan dengan
perangai biologis tumor. Berdasarkan proliferasinya, tumor dibagi menjadi: (1)
Tumor jinak dengan proliferasi epitel minimal, (2) Tumor borderline atau Low
Malignant Potential (LMP) dengan proliferasi sedang, dan (3) Tumor ganas atau
karsinoma dengan proliferasi nyata dan terjadinya invasi stroma (Kaku dkk.,
2003;
Schorge
dkk.,
2008;
Kumar
dkk.,
2010).
Kelompok
tumor
borderlinemerupakan definisi yang digunakan untuk kelompok tumor dengan
14
karakteristik biologi dan histopatologi yang berada diantara tumor jinak dan tumor
ganas (Copeland, 2007).
Tumor jinak memiliki proporsi 80%, dan muncul sebagian besar pada wanita
muda dengan rentang usia 20 sampai 45 tahun. Tumor borderline muncul pada
usia yang lebih tua, namun 15 tahun lebih muda dibandingkan dengan karsinoma
ovarium invasif. Tumor ganas lebih sering terjadi pada wanita berusia diantara 45
sampai 65 tahun (Schorge dkk., 2008; Kumar dkk., 2010).
Secara histologis, tumor borderline dapat dibedakan dari tumor jinak dengan
ditemukannya beberapa gambaran berikut, yakni: atipia inti, hiperplasi epitel
dalam bentuk psudostratifikasi epitel, terbentuknya gambaran micropapillary,
pleomorfisme seluler, dan peningkatan aktivitas mitosis. Tumor borderline
dibedakan dari karsinoma invasif dengan tidak ditemukannya gambaran invasi
stroma yang destruktif (Berek, 2007; Schorge dkk., 2008). Janovski dan
Paramananthon menyatakan minimal ditemukannya dua dari beberapa gambaran
diatas untuk klasifikasi tumor borderline (Copeland, 2007).
Proporsi tumor borderline dalam tumor ovarium epitelial adalah sekitar 1015%. Prognosis pasien dengan tumor borderline sangat baik, dengan angka
kelangsungan hidup 5 tahun pada stadium IV sebesar 77%.
Terdapat risiko
rekurensi sebesar 15% dalam 20 tahun setelah terapi akibat sifat dasar tumor
borderline yang memiliki kecepatan pertumbuhan lebih lambat (Berek, 2007;
Schorge dkk., 2008). Penelitian ini akan meneliti tumor ovarium yang termasuk
dalam kelompok tumor epitelial tipe jinak, borderline dan ganas.
2.1.2.1 Tumor serus
15
Merupakan neoplasma kistik yang dilapisi sel-sel epitel kolumnar tinggi, bersilia
maupun tanpa silia, dengan cairan serus jernih di dalamnya. Tumor serus
merupakan 30% dari tumor ovarium, dan lebih dari 50% dari semua tumor
epitelial. Karsinoma serus merupakan tumor ganas tipe epitelial yang terbanyak,
40% dari semua kanker ovarium (Berek, 2007; Kumar dkk., 2010).
Karakteristik tumor serus merupakan lesi kistik dengan papil yang terkandung
dalam dinding fibrus kista bagian dalam atau pada permukaan ovarium. Tumor
jinak ditandai dengan kista berdinding tipis,licin dan mengkilat, tanpa penebalan
epitel atau dengan penonjolan papil-papil kecil. Kista ini memiliki potensi
pertumbuhan papiler ke dalam rongga kista sebesar 50% dan pada permukaan luar
kista sebesar 5%. Penonjolan papil ini akan meningkat jumlahnya pada tumor
borderline. Tumor umumnya bilateral, terjadi pada 20% serous cystadenoma,
pada 30% tumor serous borderline, dan pada 60% karsinoma serus (Sutoto,
2007;Berek, 2007; Kumar dkk., 2010).Tumor serus adenofibroma sebagian besar
merupakan tumor solid yang terdiri dari jaringan ikat fibrus (Kaku dkk., 2003).
Secara histologis, tumor serus jinak berupa struktur kista dengan lapisan epitel
kolumnar
dengan banyak silia, dan dapat ditemukannya papil mikroskopis.
Tumor serus borderline menunjukkan peningkatan kompleksitas proliferasi dari
stroma papil, stratifikasi epitel, dengan atipia inti ringan, tanpa adanya infiltrasi
destruktif pada stroma. Kecurigaan keganasan ditandai dengan massa tumor solid
dengan papil-papil dalam jumlah banyak, ireguler, serta fiksasi dan nodul pada
kapsul. Karakteristik tumor ganas ditandai dengan pola pertumbuhan yang lebih
kompleks dengan infiltrasi stroma, atipia inti termasuk pleomorfisme, mitosis
16
atipik, dan multinukleasi. Struktur kalsifikasi konsentris (psammoma bodies) yang
juga disebut fokus material asing, berupa pengendapan kalsium dalam stroma
jaringan papiler, merupakan ciri khas tumor serus dan ditemukan pada 80%
karsinoma serus, namun tidak spesifik untuk neoplasia (Berek, 2007; Kumar dkk.,
2010).
Perangai biologis tergantung dari derajat diferensiasi, distribusi, dan
karakteristik pertumbuhannya pada peritoneum. Tumor serus borderline dapat
membentuk implantasi invasif dan non invasif.Implantasi non invasif muncul dari
atau meluas ke peritoneum dalam bentuk proliferasi papil dari sel-sel atipik yang
membentuk invaginasi, terlokalisir, tanpa gejala, penyebaran yang lambat, dan
setelah beberapa tahun dapat menyebabkan obstruksi intestinal atau komplikasi
lainnya.
Jenis implantasi invasif tumor serus borderlinememiliki ciri-ciri sel
atipik yang membentuk kelenjar yang ireguler dengan batas yang tegas, dianggap
sebagai lesi prekursor karsinoma serus derajat rendah, yang secara klinis memiliki
ciri progresivitas yang lambat dengansurvival yang lebih lama. Berbeda dengan
jenis karsinoma serus derajat tinggi yang memiliki progresivitas tinggi dengan
metastase luas pada abdomen pada saat terdiagnosis. Angka kelangsungan hidup
lima tahun pada tumor borderline dan ganas dengan massa terbatas pada ovarium
masing-masing adalah 100% dan 70%, dan angka ini berkurang menjadi 90% dan
25% jika ditemukanimplantasi pada peritoneum. Tumor borderline dapat rekuren
setelah beberapa tahun karena sifat pertumbuhannya yang lambat dan berlangsung
lama(Berek, 2007; Kumar dkk., 2010).
17
Faktor risiko yang hingga kini masih terus didalami pada karsinoma adalah
faktor genetik. Mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 dikatakan meningkatkan risiko
kanker ovarium. Mutasi BRCA1 ditemukan pada 5% pasien kanker ovarium yang
berusia dibawah 70 tahun. Perkiraan risiko wanita dengan mutasi gen BRCA1 dan
BRCA2 pada usia 70 tahun adalah 20 sampai 60% (Kumar dkk., 2010).
2.1.2.2 Tumor musinus
Merupakan 30% dari semua tumor ovarium, muncul pada wanita usia
pertengahan, jarang terjadi sebelum pubertas dan setelah menopause. Tumor jinak
dan borderline merupakan 80% kasus, dan 15% kasus adalah tumor ganas.
Karsinoma musinus primer relatif jarang ditemukan, kurang dari 5% dari semua
kanker ovarium.
Karakteristik morfologi dan biologi tumor musinus berbeda dengan tipe
serus, dimana tumor musinus jarang melibatkan permukaan tumor dan jarang
terjadi bilateral. Tumor dengan lesi intraovarium terjadi pada 95-98% kasus.
Tumor bilateral hanya terjadi pada 8-10% kasus. Tumor musinus lebih cenderung
memiliki massa tumor yang lebih besar dibandingkan tumor serus. Tampak
sebagai tumor multilokuler yang dilapisi oleh epitel dengan kandungan musin
intrasitoplasma, yang memiliki kemiripan dengan epitel endoserviks, atau
intestinal.Karsinoma musinus, begitu pula karsinoma endometrioid dan clear cell,
lebih cenderung ditemukan pada stadium yang lebih awal (Berek, 2007;
Copeland, 2007; Kumar dkk., 2010).
Secara histologis, tumor musinus jinak ditandai dengan lapisan sel epitel
kolumnar tinggi, musin pada bagian apical sel dan tidak adanya struktur silia.
18
Cystadenocarcinoma musinus mengandung mayoritas pertumbuhan tumor yang
solid, area nekrosis dan hilangnya struktur kelenjar (Kaku dkk., 2003; Kumar
dkk.,2010).
Peudomyxoma peritonei didefinisikan sebagai temuan klinis berupa ascites
musinus yang luas, implantasi epitel kista pada permukaan peritoneum, dan
disertai perlekatan, sehingga dapat menyebabkan obstruksi usus dan kematian.
Hal ini akibat potensi sel epitel untuk tumbuh membentuk struktur kelenjar,
kelenjar membentuk kista-kista baru, yang akan membentuk kista multilokuler.
Dikaitkan dengan tumor musinus primer ekstraovarium, umumnya karsinoma
appendiceal, dengan pertumbuhan sekunder pada ovarium dengan penyebaran
pada peritoneum. Angka kelangsungan hidup 10 tahun pada karsinoma stadium I
non invasif dan invasif masing-masing adalah lebih dari 95% dan 90% (Wheeler,
2001; Sutoto, 2007; Kumar dkk., 2010).
Analisa perubahan genetik belum memberikan data yang memadai untuk
menjelaskan patogenesis tumor musinus seperti halnya pada tumor serus. Salah
satu temuan yang konsisten adalah mutasi protoonkogen KRAS. Mutasinya terjadi
pada 58% cystadenoma, 75-86% tumor borderline, dan 85% pada karsinoma
musinus primer (Kumar dkk., 2010).
2.1.2.3 Tumor endometrioid
Tumor endometrioid memiliki karakteristik adanya elemen epitel, elemen
stroma, atau kombinasi keduanya serupa dengan yang ada pada endometrium
(Kaku dkk., 2003). Karsinoma endometrioid merupakan 20% dari semua kanker
ovarium, dengan frekuensi tumor jinak dan borderline yang sangat jarang. Tumor
19
ini terjadi bilateral pada 40% kasus, dan berhubungan dengan ekstensi neoplasma
di luar saluran genital. Pada stadium I angka kelangsungan hidup untuk 5
tahunnya adalah 75% (Berek, 2007; Kumar dkk., 2010).
Tumor jenis ini dibedakan dari tumor serus dan musinus melalui adanya struktur
kelenjar tubuler yang memiliki kemiripan dengan endometrium. Tumor
endometrioid borderline dikaitkan dengan endometriosis, dan 15-30% karsinoma
endometrioid disertai dengan karsinoma endometrium. Kasus karsinoma
endometrioid yang berhubungan dengan endometriosis ditemukan terjadi pada
usia yang lebih muda 10 tahun dibandingkan dengan kasus yang tidak
berhubungan dengan endometriosis.
Tumor endometrioid borderline memiliki spektrum morfologi yang luas.
Tumor dapat memiliki kemiripan dengan polip endometrium atau kompleks
hiperplasia endometrial dengan kelenjar, atau memiliki komponen fibroma yang
jelas. Karsinoma endometrioid muncul dalam kombinasi tumor kistik dan solid,
berisi cairan berwarna coklat gelap, dengan karakteristik pola adenomatous serta
dalam bentuk berbagai potensi variasi epitel pada uterus (Kaku dkk.,2003; Berek,
2007; Kumar dkk., 2010). Tumor endometrioid berdiferensiasi buruk sulit
dibedakan dengan tumor serus, dan seringkali tumor jenis ini dikategorikan ke
dalam tumor serus. Hal ini menyebabkan tumor endometrioid secara keseluruhan
memiliki prognosis yang baik (Schorge dkk., 2008).
Meskipun kejadiannya lebih jarang dibandingkan dengan tumor serus dan
musinus,
namun
perubahan
molekuler
yang
teridentifikasi
dalam
perkembangannya tumor ini lebih banyak diketahui. Perubahan molekuler yang
20
sering ditemukan adalah mutasi pada tumor supressor gene PTEN dan onkogen
KRAS dan β-catenin, serta adanya microsatellite instability (Wheeler,
2001;Kumar dkk., 2010).
2.1.2.4 Tumor clear-cell
Karakteristik tumor ini adalah lapisan sel epitel dengan ukuran besar, dengan
sitoplasma jernih yang luas, yang memiliki kemiripan dengan endometrium
gestational yang mengalami hipersekresi. Diduga berasal dari perkembangan
duktus mülleri serta variasi dari karsinoma endometrioid. Dapat bersifat solid atau
kistik (Kumar dkk, 2010).
Secara histologis, dapat ditemukan beberapa pola pada adenokarsinoma clear
cell, dapat berupa tubulokistik, papil, recticular, dan solid. Tumor terdiri dari
clear cell dan sel-sel hobnail dengan inti sel bulbous yang menonjol pada tepi
sitoplasma. Sel berukuran tinggi dengan vakuola sitoplasma yang jernih akibat
disolusi glikogen, inti hiperkromatik yang ireguler, serta nukleoli dalam berbagai
ukuran (Berek, 2007; Schorge dkk., 2008).
Angka kelangsungan hidup 5 tahun untuk tumor ini adalah 65% jika tumor
masih dalam struktur ovarium, namun tumor ini cenderung bersifat agresif dengan
perluasan di luar ovarium (Kumar dkk., 2010). Rekurensinya terjadi melalui
penyebaran pada permukaan peritoneum, dengan metastase pada kelenjar limfe,
hepar, paru dan tulang yang lebih sering terjadi dibandingkan dengan karsinoma
tipe serus (Wheeler, 2001).
Perubahan molekuler yang mendasari patogenesisnya masih sedikit yang
dapat diungkap. Analisa DNA menunjukkan mayoritas tumor memiliki daerah
21
diploid maupun aneuploid, dimana
pola variasi seperti ini sangat jarang
ditemukan pada karsinoma ovarium lainnya (Kumar dkk., 2010).
2.1.2.5 Tumor brenner/sel transisional
Tumorbrenner diklasifikasikan sebagai adenofibroma, terdiri dari matriks
fibromatus hiperplastik yang mengandung sarang-sarang sel epiteloid menyerupai
sel transisional pada saluran kemih. Sebagian besar (99%) tumor brenner
ditemukan dalam bentuk jinak dan unilateral (90%), dengan ukuran yang
bervariasi (Kumar dkk., 2010). Tumor brenner ganas merupakan area residu
proliferasi tumor jinak disertai komponen karsinoma epitelial infiltratif yang
ganas dengan gambaran histologis berupa sel transisional, sel skuamus, atau
undifferentiated (Berek, 2007).
Karsinoma sel transisional secara histologis ditandai dengan tidak
ditemukannya komponen tumor brenner, memiliki kemiripan dengan karsinoma
primer kandung kemih, namun dengan pola imunoreaktivitas yang konsisten
dengan ovarium. Karsinoma sel transisional memiliki perangai biologis yang
berbeda dengan tumor Brenner ganas. Karsinoma sel transisional lebih sering
terdiagnosis pada stadium yang lebih lanjut sehingga memiliki prognosis yang
lebih buruk. Karsinoma ovarium yang lebih dari 50% bagiannya merupakan
karsinoma sel transisional, ternyata menunjukkan sensitivitas yang lebih baik
terhadap kemoterapi sehingga memiliki prognosis yang baik jika dibandingkan
dengan jenis karsinoma ovarium poorly differentiated lainnya pada stadium yang
sama (Berek, 2007; Schorge dkk., 2008).
22
2.1.3 Patogenesis
Karsinogenesis merupakan proses bertahap pada tingkat genetik dan fenotip
sebagai hasil dari akumulasi mutasi yang terjadi berulangkali. Kerusakan genetik
merupakan mekanisme dasar dari proses karsinogenesis. Kerusakan ini dapat
diakibatkan oleh faktor lingkungan, seperti bahan kimiawi, radiasi, virus, atau
hasil pewarisan pada sifat germ line. Namun tidak semua mutasi diakibatkan oleh
faktor lingkungan karena beberapa dapat terjadi secara spontan. Target utama dari
kerusakan genetik ini adalah empat kelompok gen utama, yaitu protoonkogen
yang berfungsi meningkatkan pertumbuhan dan proliferasi sel normal, yang
kemudian hasil mutasinya disebut onkogen (HER2Neu,RAS,MYC,CDK1)
kemudian gen lainnya adalah tumor supressor gene yang berfungsi menghambat
proliferasi sel, gen yang mengatur mekanisme apoptosis, serta gen yang terlibat
dalam perbaikan DNA (Stricker, 2007).
Perubahan fundamental yang terjadi dalam karsinogenesis antara lain adalah
kemampuan self sufficiencyterhadap sinyal pertumbuhan yaitu kemampuan sel
tumor untuk berproliferasi tanpa membutuhkan sinyal pertumbuhan ataupun
rangsangan dari luar, hal ini merupakan akibat dari aktivasi onkogen. Perubahan
sifat lainnya adalah insensitivitas terhadap sinyal inhibitor pertumbuhan,
kemampuan untuk menghindari mekanisme apoptosis sebagai akibat inaktivasi
p53 maupun aktivasi gen antiapoptosis. Sel tumor juga memiliki kemampuan
yang tidak terbatas untuk bereplikasi, kemampuan angiogenesis yang berlangsung
terus menerus untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan oksigen, kemampuan invasi
dan metastasis, serta terjadinya defek pada gen perbaikan DNA.Perubahan lain
23
yang juga memiliki peran penting dalam perkembangan tumor adalah
kemampuan untuk melepaskan diri dari mekanisme sistem kekebalan tubuh atau
imunitas (Hanahan, 2000; Tripathy, 2003; Stricker, 2007).
Gambar 2.2 Dasar Molekuler Karsinogenesis(Kumar dkk.,2010)
Keseimbangan antara mekanisme proliferasi sel dengan apoptosis atau
Programmed Cell Death (PCD) akan menjaga keberlangsungan jaringan normal.
Mekanisme apoptosis merupakan proses aktif yang melibatkan energi yang
diawali oleh ekspresi gen-gen spesifik. Pertumbuhan tumor secara progresif
diakibatkan ketidakseimbangan antara proliferasi dan kematian sel, dalam
24
patogenesisnya sel kanker tidak hanya gagal bereaksi terhadap sinyal untuk
menghentikan proliferasinya, namun juga gagal dalam menerima sinyal fisiologis
untuk memulai mekanisme apoptosis. Apoptosis dipicu oleh banyak faktor antara
lain sinyal intraseluler dan rangsangan eksogen seperti paparan radiasi,
kemoterapi serta hormonal. Proses ini ditandai dengan perubahan-perubahan
secara histologis, biokimiawi dan biologi molekuler (Lowe, 2000;Berek,2007).
Karsinogenesis pada kanker ovarium, terutama kanker ovarium epitelial atau
karsinoma ovarium masih belum dapat diungkap secara jelas. Suatu model yang
diajukan Schorge dkk. (2008) membagi tumorigenesis kanker ovarium epitelial
menjadi tiga jalur utama. Jalur yang pertama merupakan hasil dari akumulasi
penyimpangan genetik yang menyebabkan perubahan keganasan dari kista jinak
menjadi tumor borderline atau Low Malignant Potential (LMP) dan kemudian
menjadi karsinoma ovarium yang invasif. Jenis tumor invasif yang termasuk
dalam jalur ini memiliki sifat pertumbuhan yang lambat dengan derajat
diferensiasi yang baik.
Jalur yang kedua merupakan hasil dari sifat-sifat yang diturunkan, dengan
frekuensi 5-10% dari kanker tipe epitelial. Kanker familial dengan mutasi gen
BRCA muncul pada usia 15 tahun lebih awal dari jenis kanker yang bersifat
sporadis. Mutasi gen BRCA menyebabkan terhentinya fungsi normal dari tumor
supressor gene BRCA. Penghentian fungsi normal ini berlangsung dalam
mekanisme yang lebih cepat. Kanker ovarium dan peritoneum dengan mutasi
BRCA
memiliki
patogenesis
molekuler
yang
khas,
dimana
dalam
pertumbuhannya didapatkan inaktivasi gen p53. Gen p53 merupakan tumor
25
supressor gene yang telah dipetakan pada kromosom 17. Produk proteinnya
mencegah sel memasuki fase pembelahan selanjutnya dari siklus sel, sehingga
mencegah replikasi sel tumor yang tidak terkontrol. Mutasi dari gen p53 ini
dikaitkan dengan berbagai jenis kanker. Hilangnya fungsi normal gen BRCA dan
p53 ditemukan pada tahap dini sebelum terjadinya invasi, sehingga hal ini
menunjukkan peran penting gen ini dalam proses awal keganasan.
Jalur yang ketiga, merupakan mekanisme yang terjadi pada sebagian besar
karsinoma, berawal dari perubahan sel epitel permukaan ovarium pada kista
inklusi yang masuk ke dalam struktur stroma ovarium. Siklus perubahan
permukaan ovarium selama proses ovulasi dalam periode yang panjang dan
berulang-ulang menyebabkan terjadinya proliferasi sel yang berlebihan. Mutasi
p53 secara spontan yang muncul selama sintesis DNA yang menyertai proliferasi
berperan penting dalam jalur ini. Terdapat pula kemungkinan terjadinya inaktivasi
dini beberapa jenis gen lainnya.
Shih dan Kurman (2007) membagi model tumorigenesis karsinoma ovarium
berdasarkan profil morfologis dan genetiknya menjadi dua tipe tumorigenesis.
Tipe I merupakan perkembangan tumor yang berasal dari tumor borderline
dengan lesi perkursor yang telah diketahui. Tumorigenesis tipe I terjadi pada
karsinoma
serus
berdiferensiasi
baik,
karsinoma
musinus,
kersinoma
endometrioid, tumor brenner ganas, dan karsinoma clear cell. Tipe ini
berhubungan dengan mutasi BRAF dan KRAS pada tipe serus, mutasi KRAS
pada tipe musinus, mutasi b-catenin dan PTEN serta microsatellite instability
pada tipe endometrioid. Tumorigenesis tipe II terjadi pada karsinoma serus
26
berdiferensiasi
buruk,
karsinosarkoma,
dan
karsinoma
undifferentiated.
Cenderung terjadi pada tumor berdiferensiasi buruk, dengan lesi prekursor yang
belum teridentifikasi, sehingga dikenal dengan perkembangan de novo. Profil
genetiknya masih terbatas, namun diketahui memiliki kaitan dengan mutasi p53.
Seperti halnya pada tumor serus, patogenesis tumor musinus juga belum
diketahui dengan jelas. Analisa faktor risiko belum dapat menjelaskan perbedaan
tipe histologis yang ada. Beberapa penelitian menghubungkan tumor musinus
dengan faktor risiko yang berbeda dengan tumor serus seperti contohnya risiko
merokok. Analisa perubahan genetik tidak menunjukkan data yang memadai.
Salah satu temuan yang konsisten adalah mutasi protoonkogen KRAS. Mutasinya
terjadi pada 58% cystadenoma, 75-86% tumor borderline, dan 85% pada
karsinoma musinus primer (Kumar dkk., 2010;Pothuri,2010).
Etiologi dari perubahan seluler yang berperan dalam perkembangan tumor
ovarium epitelial didasari oleh perubahan yang terjadi pada tingkat molekuler
serta terjadinya defek yang spesifik. Hal ini menandakan bahwa perbedaan
gambaran dan pola histologis yang terjadi pada kanker ovarium berhubungan
dengan terjadinya defek yang berbeda-beda pada gen-gen yang mendasari setiap
tipe fenotip histologisnya (Wheeler, 2001;Karst,2010).
2.1.4 Apoptosis
Sel memiliki kemampuan mengaktifkan jalur mekanisme bunuh diri atau
Programmed Cell Death (PCD), yang dikenal dengan apoptosis. Apoptosis adalah
proses
yang meliputi
pemecahan DNA oleh endonuklease serta pemecahan
protein oleh protease. Apoptosis secara morfologis ditandai secara khas oleh
27
terjadinya kondensasi kromatin serta penyusutan sel dengan pembentukan
cytoplasmic blebs, dan apoptotic bodies diikuti dengan proses fagositosis. Hal ini
berbeda dengan proses nekrosis yang ditandai dengan hilangnya osmolaritas sel
serta pecahnya sel (Havrilesky, 2001).
Apoptosis,dalam fungsinya mengendalikan jumlah sel, juga berperan mencegah
perubahan keganasan dengan mengeliminasi sel-sel yang mengalami mutasi. Selsel yang mengalami mutasi akibat rangsangan mutagen, termasuk radiasi dan zat
karsinogen, akan mengalami penghentian siklus sel untuk memperbaiki kerusakan
DNA yang terjadi. Jika perbaikan DNA gagal, maka sel akan mengalami
apoptosis. Mekanisme ini merupakan mekanisme perlindungan yang mencegah
sel-sel yang bermutasi mengalami perubahan keganasan lebih lanjut. Tumor
supressor gene p53 merupakan pemeran utama mekanisme penghentian siklus sel
serta proses apoptosis dalam merespon kerusakan DNA. Apoptosis juga dapat
diaktifkan melalui jalur lainnya dalam kondisi yang berbeda (Havrilesky, 2001).
Proses apoptosis diaktivasi melalui dua jalur utama, yakni jalur intrinsik yang
diawali oleh kerusakan DNA, dan jalur ekstrinsik melalui aktivasi reseptor
Fas/CD95 (Stricker,2007).
Pada jalur ekstrinsik akan terbentuk kompleks protein reseptor dengan procaspase
8, yang kemudian akan mengaktifkan produk caspase 3, yang merupakan caspase
eksekutor yang akan memecah DNA serta substrat lainnya.
28
Gambar 2.3 Jalur apoptosis (Kumar dkk.,2010)
Jalur intrinsik diaktifkan oleh beberapa stimulus, antara lain stres dan cedera sel
akibat radiasi maupun rangsangan kimiawi. Aktivasi jalur intrinsik bekerja dengan
mempengaruhi permiabilitas membran mitokondria, memicu pelepasan molekulmolekul, seperti sitokrom c yang akan mengawali apoptosis. Integritas membran
luar mitokondria dikendalikan oleh kelompok protein Bcl-2 yang bersifat pro
apoptosis dan anti apoptosis. Protein pro apoptosis, yakni Bax,Bad, Bcl-xS dan
Bak, secara langsung meningkatkan permiabilitas membran mitokondria.
Aktivitas ini dihambat oleh kelompok anti apoptosis seperti Bcl-2, mcl-1 dan BclxL. Kelompok proteinBH3-only, antara lain BAD,BID,dan PUMA, berfungsi
mengatur interaksi antara kelompok Bcl-2 yang pro dan anti apoptosis. Protein
BH3-only bekerja menetralisir kerja protein anti apoptosis seperti Bcl-2 dan BclxL. Dalam ekspresinya, BH3-only
akan mengaktifkan Bax dan Bak serta
membentuk pori-pori pada membran mitokondria. Sitokrom c akan lepas ke
29
dalam sitosol, berikatan dengan APAF-1, yang akan mengaktifkan caspase 9.
Seperti peran caspase 8 pada jalur ekstrinsik, caspase 9 bekerja memecah DNA
dan mengaktifkan caspase eksekutor atau caspase 3(Kumar dkk., 2010).
Jalur ini menggambarkan bagaimana sel kanker mengalami perubahan-perubahan
karsinogenesis
dalam
konteks
proses
apoptosis.
Pada
permukaan
sel,
berkurangnya reseptor CD95 menyebabkan sel tumor kurang peka terhadap sinyal
apoptosis oleh Fas ligand (FasL). Inaktivasi kompleks sinyal yang menginduksi
kematian oleh protein FLICE (caspase 8;apoptosis-related cystein peptidase)
yang akan mencegah aktivasi caspase 8. Pada tingkat mitokondria, berkurangnya
sitokrom c dapat diakibatkan oleh peningkatan aktivitas Bcl-2, dan berkurangnya
Bax yang bersifat pro apoptosis akibat hilangnya fungsi normal p53. Hilangnya
apoptotic peptidase activating factor 1 (APAF-1) yang berperan mengaktifkan
caspase 9 dengan berikatan dengan sitokrom c. Peningkatan Fas-Associated via
Death Domain (FADD) yang merupakan inhibitor apoptosis, bekerja dengan
menghambat caspase 9 (Kumar dkk, 2010).
Mekanisme Bcl-2 serta protein
mitokondria lainnya dalam menimbulkan
apoptosis masih belum jelas. Namun telah diketahui bahwa semua hal yang
menyebabkan peningkatan permiabilitas membran mitokondria akan merangsang
apoptosis, dan semua yang menurunkan permiabilitas membran akan mencegah
apoptosis. Aktivasi caspase, enzim proteolitik sitosol, ditemukan dalam proses
apoptosis, menyebabkan degradasi protein sel (Havrilesky, 2001).
Pemahaman tentang mekanisme seluler yang mendasari proses inhibisi
pertumbuhan tumor memberikan pendekatan terapi yang baru dalam penanganan
30
kanker, dan proses apoptosis diyakini mempunyai peranan dalam menghambat
terjadinya pertumbuhan tumor (Feldser, 2007). Peranan Bcl-2 dianggap sebagai
faktor penting dalam melindungi sel tumor dari proses apoptosis (Kumar
dkk.,2010).
2.2 Protein Bcl-2
Protein Bcl-2 merupakan suatu polipeptida yang diekspresikan atau dikode oleh
gen BCL2 yang berperan menekan proses apoptosis pada berbagai sistem seluler.
BCL2 adalah akronim dari B-cell lymphoma/leukemia-2. Sesuai dengan namanya,
gen ini pertamakali teridentifikasi pada limfomafolikuler sebagai hasil aktivasi
dari translokasi kromosom t(14;18) pada sebagian besar folikel pada non-Hodgkin
B-cell lymphoma. Pada translokasi ini,
gen BCL2 berpindah dari lokasi
normalnya pada kromosom 18q21 menuju lokasi yang sejajar dengan elemen
enhancer yang kuat
dalam lokus Immunoglobulin Heavy-chain (IgH) pada
kromosom 14q32. Hasil dari translokasi ini menciptakan gen BCL2 yang
mengalami deregulasi serta produksi berlebihan mRNA BCL2 dan protein-protein
yang dikode oleh gen ini.
Sebagai suatu onkogen, pada awalnya gen BCL2 ditemukan memiliki kemampuan
minimal untuk meningkatkan progresi siklus sel maupun proliferasi sel. Namun
terjadinya overekspresi dari BCL2secara spesifik mencegah sel untuk mengalami
apoptosis
dalam
responnya
terhadap
sejumlah
rangsangan
sehingga
memeperpanjang kelangsungan hidup sel. Overekspresi Bcl-2 pada sel limfoma
merupakan proses onkogenik primer yang bertanggungjawab menyebabkan sel
menjadi resisten terhadap apoptosis. Namun demikian, ekspresi Bcl-2 juga
31
kemudian ditemukan pada sel-sel limfoid yang normal dan juga pada kelainan
limfoproliferatif tanpa adanya translokasi kromosom 14 dan 18 (Naim, 2006;
Muris, 2006; Walensky, 2008) .
Gen BCL2berlokasi di kromosom 18q21, dengan rentang lebih dari 230 kb DNA
dan terdiri dari 3 exon, dengan exon 2 serta sebagian kecil exon 3 merupakan
pengkode protein. BCL2 mengkode 2 mRNA, yaitu BCL2α dan BCL2β, dimana
hanya BCL2α yang memiliki relevansi biologis. Protein Bcl-2 merupakan protein
membran dengan berat molekul 26-kDa, mempunyai rantai asam amino
hidrofobik, yang diperlukan untuk insersi pada membran sel, inti dan mitokondria.
Meskipun translokasi gen merupakan mekanisme utama untuk aktivasi gen BCL2,
namun telah dilaporkan pula terjadinya proses mutasi dan amplifikasi (Bronchud,
2004).
Secara ultrastruktural, protein Bcl-2 pertama kali ditemukan pada membran dalam
mitokondria. Pemeriksaan mikroskop elektron kemudian membuktikan bahwa
imunoreaktivitas Bcl-2 berlokasi pada membran luar mitokondria, membran
nukleus, juga pada membran sel dalam jumlah yang lebih minimal. Lokasinya
pada mitokondria mengindikasikan fungsi fisiologis Bcl-2 yang dimediasi oleh
fungsi metabolik dari organel sel ini (Rautureau dkk., 2010).
Protein ini meregulasi kematian sel dengan mempengaruhi permiabilitas membran
mitokondria, melalui keterlibatannya dalam mekanisme umpan balik caspase.
Protein Bcl-2 menghambat kerja caspase dengan mencegah pelepasan sitokrom c
dari mitokondria dan/atau melalui ikatannya dengan faktor aktivasi apoptosis
(APAF-1)(Biroccio, 2000; Andersondkk., 2009).
32
Gen BCL2 termasuk ke dalam kelompok gen regulator apoptosis yang
memproduksi protein agonis maupun antagonis apoptosis.Telah teridentifikasi
lebih dari 20 protein anggota keluarga Bcl-2, termasuk di dalamnya protein yang
antiapoptosis (Bcl-2,Bcl-xL,Bcl-w,mcl-1,Bcl-G) dan proapoptosis (Bax,BclxS,Bak,Bad, Bid,Bik,Bim). Keluarga protein ini telah dibuktikan
peranannya
dalam mengatur proses apoptosis sebagai respon terhadap kemoterapi baik secara
in vitro maupun in vivo. Meskipun beberapa studi menyatakan bahwa Bcl-2 tidak
selalu berfungsi sebagai penghambat apoptosis, namun overekspresi gen ini
menunjukkan kemampuannya dalam menghentikan atau menunda apoptosis dan
meningkatkan tingkat survivalsel tumor setelah pemberian berbagai stimulus,
termasuk dalam hal ini pemberian kemoterapi. Penemuan ini memunculkan suatu
konsep bahwa peningkatan ambang batas apoptosis memiliki peran penting dalam
tumorigenesis (Biroccio, 2000; Andersondkk., 2009; Pagedkk., 2010).
Saat ini telah dapat diidentifikasi protein homolog dari Bcl-2, dimana secara
struktural
ditandai
dengan
adanya
empat
domainBCL2
homology
(BH1,BH2,BH3,BH4) yang sama-sama memiliki segmen α-helical. Kelompok
protein anti apoptosis (Bcl-2,Bcl-xL) memiliki rangkaian keempat domain yang
ada, sementara kelompok protein pro apoptosis dibagi menjadi kelompok multiBH domain (Bax,Bak) yang memiliki domain BH1,BH2, dan BH3, serta
kelompok BH3-only (Bim,Bad) yang hanya memiliki domain BH3. Protein
BH3-only merupakan struktur yang berperan penting memasangkan dan mengatur
interaksi protein-protein ini (Walensky,2008).
33
Lokasi mutagenesis dari protein Bcl-2, yaitu domain BH1 dan BH2, menunjukkan
bahwa kedua lokasi ini penting untuk pengikatan Bcl-2 dengan Bax. Hal ini
memberikan kesan bahwa fungsi intrinsik dari Bcl-2 sebagai regulator apoptosis
yang menghambat maupun mengaktifkan apoptosis terjadi melalui interaksi
protein-protein
yang
saling mempengaruhi
satu
sama
lain
(Bronchud,
2004;Pagedkk.,2010). Kematian sel ditentukan oleh rasio antara protein-protein
yang pro dan anti apoptosis, dan ditemukan bahwa efek anti apoptosis dari Bcl-2
dihambat melalui hubungan timbal balik dengan ekspresi protein Bak
(Parkdkk.,2006).
Studi terkini membuktikan bahwa Bcl-2 ditemukan pula pada beberapa jaringan
non limfoid.Introduksi gen yang menghambat fungsi genBCL2dapat menginduksi
apoptosis pada sejumlah tipe tumor. Hal ini memunculkan suatu hipotesis bahwa
sel tumor secara kontinyu diatur oleh fungsi produk gen BCL2atau gen lain yang
berhubungan untuk mencegah kematian sel. Sesuai dengan hipotesis ini, ekspresi
BCL2dihubungkan dengan prognosis yang buruk pada kanker prostat, kanker
kolon, dan neuroblastoma (Naim, 2006;Muris, 2006). Hasil yang bertolak
belakang didapatkan pada kanker paru dan mamae, dimana dengan ekspresi BCL2
yang positif pasien memiliki prognosis yang lebih baik (Lukyanovadkk., 2000).
Pada kanker ovarium, overekspresi protein Bcl-2 berhubungan dengan
resistensi terhadap kemoterapi serta tingkat kelangsungan hidup pasienyang lebih
buruk (Gangdkk.,2007). Namun beberapa penelitian lainnya menghubungkan
ekspresi Bcl-2 dengan tingkat kelangsungan hidup pasien yang lebih lama
sehingga memperbaiki prognosis.Risiko mortalitas pada pasien kanker ovarium
34
dengan ekspresi positif Bcl-2 pada ≥ 75% sel lebih rendah 30% dibandingkan
dengan pasien dengan ekspresi < 75% sel. Peran ini terutama ditemukan pada sel
tumor yang memiliki tingkat pertumbuhan yang lambat sehingga mengurangi
risiko perubahan genetik lebih lanjut yang menyebabkan tumor kurang agresif
(Ayadi dkk., 2010). Hubungan Bcl-2 dengan prognosis yang lebih baik dapat
dijelaskan dengan kemampuan yang dimiliki oleh Bcl-2 dalam menunda sel
memasuki S phase, sehingga sel memiliki indeks proliferasi yang lebih rendah.
Ekspresi Bcl-2 pada jaringan normal ditemukan secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan dengan jaringan neoplasma, dengan nilai median dan range ekspresi
mRNAyang berbeda-beda pada berbagai tipe. Kecenderungan pola penurunan
ekspresi yang sama ditemukan pada kanker lambung, namun pola ekspresi yang
berlawanan ditemukan pada kanker payudara dan prostat.
Ekspresi Bcl-2 pada epitel ovarium normal dan tumor jinak ditemukan lebih
tinggi dibandingkan dengan spesimen kanker ovarium (Anderson,2009).
Berdasarkan tipe histologisnya, Torredkk. (2007) menemukan ekspresi Bcl-2 yang
tinggi (> 75% sel tumor) pada tumor ovarium tipe epitelial, dimana terdapat
perbedaan yang
signifikan antara tumor jinak/ cystadenoma dan borderline
dibandingkan dengan jenis tumor ganas ovarium. Pewarnaan Bcl-2 yang positif
ditemukan pada jaringan ovarium normal, yakni pada sel teka interna dari korpus
luteum, sel granulosa dari folikel, dan pada stroma ovarium. Tingginya ekspresi
protein ini pada ovarium normal kemungkinan berkaitan dengan fungsi fisiologis
Bcl-2 dalam mencegah apoptosis dan peranannya dalam memacu pertumbuhan
folikel ovarium dalam siklus ovulasi. Penurunan ekspresi Bcl-2 yang sejalan
35
dengan perkembangan dan progresivitas tumor merupakan akibat dari deregulasi
Bcl-2 dalam menjaga fungsi fisiologis dan integritas epitel perrmukaan ovarium
(Andersondkk., 2009).
Hasil temuan yang berbeda didapatkan pada penelitian lainnya. Gang dkk. (2007)
menemukan bahwa ekspresi positif Bcl-2 pada 54,2% kasus melalui pemeriksaan
imunohistokimia 72 kasus kanker ovarium epitelial. Tingkat ekspresinya pada
kanker ovarium secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan pada tumor
jinak dan kontrol normal. Dengan menggunakan nilai cut off 30% sebagai batas
untuk menilai overekspresi protein Bcl-2, ditemukan ekspresi yang positif pada
kanker ovarium lebih tinggi dibandingkan dengan tumor borderline (Hogdaldkk.,
2010). Hasil ini didukung oleh penelitian sebelumnya dimana ekspresinya pada
karsinoma ovarium lebih tinggi dari tumor borderline (Rauf, 2004).Bcl-2
berperan meningkatkan tumorigenesis dengan mencegah eliminasi sel yang rusak
yang salah satunya melalui mekanisme stres oksidatif sel (Cox, 2007).
Tipe histologis adalah salah satu faktor prognostik signifikan dan independen
pada kanker ovarium yang berhubungan dengan tingkat kelangsungan hidup
secara umum (Greene, 2002). Beberapa penelitian menemukan hubungan yang
bermakna antara ekspresi positif Bcl-2 dengan tipe histologis kanker ovarium
(Sagarradkk., 2002; Kupryjanczykdkk.,2003),
namun penelitian lainnya tidak
menemukan hubungan ini (Rauf, 2004; Hogdal dkk., 2010). Pola ekspresi yang
berbeda ditemukan berdasarkan subtipe histologisnya, dimana ekspresi Bcl-2
yang lebih tinggi ditemukan pada tipe endometrioid dan clear cell carcinomajika
dibandingkan dengan tipe serus serta musinus (Torre dkk., 2007).
36
Perbedaan
ekspresi
Bcl-2
pada
berbagaijenisneoplasia
ini
menandakan
kemungkinan peranan yang berbeda-beda dalam proses apoptosis serta
mengindikasikan mekanisme ekspresi yang spesifik untuk masing-masing
jaringan (Wheeler, 2001). Page dkk. (2010) mempertimbangkan perlunya
pendekatan studi tentang protein penanda biologis yang berbeda-beda untuk
subtipe-subtipe tumor ovarium epitelial sebagai kasus yang berbeda dan berdiri
sendiri.
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Tumor ganas atau kanker ovarium merupakan keganasan terbanyakkelima
dari semua keganasan pada wanita dengan angka kematian yang tertinggi.
Prognosis yang buruk pada stadium lanjut berhubungan dengan kesulitan
diagnosis pada stadium awal, serta deteksi dini efektifyang hingga kini belum
dapat dilakukan.
Tumor ovarium secara histologis sangat bervariasi, dengan karakteristik klinis
maupun
histopatologisnya
masing-masing.
Berdasarkan
struktur
asalnya,
neoplasia ovarium dibagi menjadi 3 tipe, yaitu:tipe epitelial, tipe germinal serta
mesenkim/sex cord-stromal. Berdasarkan luas proliferasi dan pola diferensiasi
lapisan epitelnya, tumor ovarium dibagi menjadi: tumor jinak, borderline dan
ganas.
Karsinogenesis merupakan proses bertahap pada tingkat genetik dan fenotip
sebagai hasil dari akumulasi mutasi yang terjadi berulangkali, dan kerusakan
genetik merupakan mekanisme dasar dari proses karsinogenesis. Target utama
kerusakan genetik ini adalah empat kelompok gen utama, yaitu protoonkogen
yang meningkatkan pertumbuhan dan proliferasi sel, yang kemudian hasil
mutasinya disebut onkogen, mutasi pada tumor supressor gene yang berfungsi
menghambat pertumbuhan sel, gen yang mengatur mekanisme apoptosis, serta
gen yang terlibat dalam perbaikan DNA. Pertumbuhan tumor secara progresif
37
38
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara proliferasi dan kematian sel. Sel
kanker tidak hanya gagal bereaksi terhadap sinyal untuk menghentikan
proliferasinya, namun juga gagal dalam menerima sinyal fisiologis untuk memulai
mekanisme apoptosis.
Protein Bcl-2 merupakan suatu polipeptida yang diekspresikan atau dikode oleh
gen BCL2 yang berperan menekan proses apoptosis pada berbagai sistem seluler.
Protein ini meregulasi kematian sel dengan mempengaruhi permiabilitas membran
mitokondria, melalui keterlibatannya dalam mekanisme umpan balik caspase.
Ekspresi Bcl-2 pada epitel ovarium normal dan tumor jinak ditemukan lebih
tinggi dibandingkan dengan spesimen kanker ovarium. Hasil penelitian
lainmenyatakan tingkat ekspresinya pada kanker ovarium secara signifikan lebih
tinggi dibandingkan dengan pada tumor jinak dan kontrol normalPenilaian
terhadap sel yang mengalami overekspresi Bcl-2 menunjukkan bukti adanya
ketidakstabilan genom, yang konsisten dengan terganggunya proses apoptosis
pada sel yang mengalami kerusakan.
Perbedaan
ekspresi
kemungkinan
Bcl-2
peranan
pada
yang
berbagaijenisneoplasia
berbeda
dalam
proses
ini
menandakan
apoptosis
serta
mengindikasikan mekanisme ekspresi yang spesifik untuk masing-masing
jaringan.
3.2 Konsep Penelitian
39
Konsep penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Genetik
Onkogen
Mutasi DNA
repairgenes
Inaktivasi tumor
supressor genes
HER2neu,
RAS,MYC
CDK1
BRCA1
BRCA2
p53
Perubahan
gen apoptosis
Bcl-2
BRCA2
Penurunan
apoptosis
Proliferasi sel
tidak terkontrol
Tumor Ovarium Epitelial
Jinak
Borderline
Ganas
Gambar 3.1 Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian
1. Ada ekspresi Bcl-2 pada tumor ovariumepitelialtipe jinak
2. Ada ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe borderline
3. Ada ekspresiBcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe ganas
4. Ada perbedaan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe
jinak,borderline dan ganas
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan pada penelitian ini adalah observasional analitik (cross-sectional).
Secara sistematik rencangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut.
Tumor Ovarium Epitelial
Jinak
Bcl-2↑
Borderline
Bcl-2↓
Bcl-2↑
Bcl-2↓
Ganas
Bcl-2↑
Bcl-2↓
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini melibatkan Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Patologi
Anatomi, dan Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah,
Denpasar. Waktu Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2012 sampai
Desember 2013.
40
41
4.3 Populasi Penelitian
Populasi target penelitian adalah semua pasien dengan tumor ovarium. Populasi
tarjangkau penelitian adalah semua pasien tumor ovarium epitelial yang telah
menjalani pembedahan di RSUP Sanglah dari tahun 2010 sampai 2012, dan
jaringan hasil pembedahan tumor ovarium epitelial telah dibuat blok parafin di
Bagian Patologi Anatomi RSUP Sanglah.
4.4 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah blok parafin tumor ovarium di Bagian Patologi
Anatomi RSUP Sanglah yang dibuat dalam periode waktu 2010 sampai 2012 serta
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
4.4.1 Kriteria inklusi
Kriteria inklusi penelitian adalah sebagai berikut.
a. Blok parafin dari tumor ovarium tipe jinak, borderline maupun ganas.
b. Data rekam medis yang lengkap, meliputi: identitas, umur, paritas, IMT,
tipe histologis, serta riwayat keluarga kanker ovarium, mamae dan kolon.
4.4.2 Kriteria eksklusi
Kriteria ekslusi penelitian adalah sebagai berikut.
a. Blok parafin dari pasien yang pernah menjalani kemoterapi atau radiasi
(neoadjuvant) sebelum pembedahan.
b. Blok parafin rusak sehingga tidak dapat digunakan atau dianalis.
42
4.4.3 Perhitungan besar sampel
Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut (Arraoye, 2003) :
Zα2(pq)
n=
d2
…..……………………………………………………….......(1)
Keterangan :
𝑛
: besar sampel
Zα
: 1,96 (α = 0,05)
p
: 15% (prevalensi tumor ovarium di populasi)
q
: 85% ( 1 – p )
d
: 10% (penyimpangan absolut penelitian)
Berdasarkan perhitungan rumus di atas, didapatkan besar sampel penelitian adalah
48,98 sampel. Penelitian ini akan menggunakan sampel sebanyak 49 sampel.
4.4.4 Cara pengambilan sampel
Cara pengambilan sampel adalah blok parafin tumor ovarium di Bagian Patologi
Anatomi RSUP Sanglah yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi,
kemudian dipilih dengan cara random sampling sebanyak 49 sampel.
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Identifikasi variabel
Identifikasi variabel adalah sebagai berikut.
4.5.1.1 Variabel bebas
4.5.1.2 Variabel tergantung
: ekspresi Bcl-2
: tumor
ovarium
tipe
borderline, dan ganas
jinak,
43
4.5.2 Definisi operasional variabel
Definisi operasional variable penelitian adalah sebagai berikut:
a. Ekspresi Bcl-2 adalah perhitungan semi-kuantitatif ekspresi dari protein
Bcl-2 melalui pengecatan dengan teknik imunohistokimia (antibodi
monoklonal) yang tampak dalam suatu lapangan pandang mikroskopis.
Dinyatakan overekspresi atau positif jika tercat lebih dari 10% dan
dinyatakan tidak terekspresi atau negatif jika kurang atau sama dengan
10% (Yamashita,2004).
b. Tumor ovarium epitelial tipe jinak adalah tipe tumor ovarium menurut
pembagian World Health Organization (WHO) berdasarkan hasil
pemeriksaan histopatologis sediaan tumor ovarium yang diperoleh dari
data rekam medis pasien.
c. Tumor ovarium epitelial tipe borderline adalah tipe tumor ovarium
menurut pembagian World Health Organization (WHO) berdasarkan hasil
pemeriksaan histopatologis sediaan tumor ovarium yang diperoleh dari
data rekam medis pasien.
d. Tumor ovarium epitelial tipe ganas adalah tipe tumor ovarium menurut
pembagian World Health Organization (WHO) berdasarkan hasil
pemeriksaan histopatologis sediaan tumor ovarium yang diperoleh dari
data rekam medis pasien.
e. Umur adalah usia pasien dalam tahun yang didapatkan dalam rekam medis
penderita.
44
f. Paritas adalah jumlah janin viabel yang dilahirkan yang didapatkan dari
rekam medis penderita.
g. Riwayat keluarga kanker ovarium, mamae, kolon adalah adanya riwayat
keluarga yang pernah atau sedang menderita kanker ovarium, mamae dan
kolon yang didapatkan dari rekam medis penderita.
h. Indek Massa Tubuh (IMT) adalah indeks antropometri yang dihitung
dengan menggunakan parameter berat badan dan tinggi badan, yaitu berat
badan (kilogram) dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan (meter). Berat
badan dan tinggi badan diperoleh dari catatan rekam medis..
4.6 Alur Penelitian
Blok parafin yang digunakan dalam penelitian adalah blok parafin tumor ovarium
di Bagian Patologi Anatomi RSUP Sanglah dari pasien tumor ovarium yang
menjalani pembedahan di RSUP Sanglah dari tahun 2010 sampai 2012.Blok
parafin yang digunakan juga telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Blok
parafin yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi kemudian dipilih secara
random sampling sebanyak 49 sampelsesuai dengan hasil perhitungan jumlah
sampel. Blok parafin kemudian dikelompokkan sesuai dengan diagnosis
histopatologis ke dalam tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline dan ganas.
Sampel pada masing-masing kelompok kemudian diperiksa dengan menggunakan
metode imunohistokimia peroksidase anti-peroksidase untuk menilai ekspresi
protein Bcl-2. Interpretasi dan analisis
ekspresi Bcl-2 kemudian dilakukan
terhadap hasil yang diperoleh.
Secara sistematis alur penelitian dapat digambarkan di bawah ini :
45
Blok parafin
Tumor Ovarium
Kriteria Eksklusi
Kriteria Inklusi
Sampel Penelitian
Random sampling
Tumor ovarium
Epitelial Jinak
Tumor ovarium
Epitelial Borderline
Tumor ovarium
EpitelialGanas
Pemeriksaan Imunohistokimia Ekspresi Bcl-2
Analisis
Gambar 4.2 Alur Penelitian
4.7 Instrumen Penelitian dan Metode Pemeriksaan
4.7.1 Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah formulir penelitian, komputer,
alat tulis serta perlengkapan lainnya.
4.7.2 Metode pemeriksaan
Teknik pemeriksaan yang digunakan pada penelitian ini adalah pemeriksaan
imunohistokimia
ekspresi
protein
Bcl-2.
Secara
garis
besar
metode
imunohistokimia adalah sebagai berikut: sebelum dilakukan pengecatan spesimen
dilakukan deparafinisasi dan rehidrasi dengan menggunakan cairan xylene
absolute ethanol dan merendam dalam ethanol 70% untuk memblok aktivitas
46
peroksidase endogen, object glass diinkubasi dengan cairan 0,03% hydrogen
peroksidase–containing sodium azide. Immunohistochemistry (IHC)staining
dilakukan dengan menginkubasi spesimen dengan antibodi yang sesuai (Bcl-2)
diikuti dengan labeled polymer. Pemberian liquid Diaminobenzinidine (DAB) dan
substrate
chromogen
adalah
untuk
memberi
warna
reaksi
antigen–
antibody.Tambahan pemberian meyer’s hematoxyline bertujuan untuk memberi
warna pada latar belakang. Objek glass kemudian mounted atau ditutup
(coverslipped) dengan glycergel untuk mempertahankan proses diatas, sehingga
dapat dibaca atau diiterpretasikan setiap saat. Objek glass dibaca dengan
mikroskop cahaya untuk bermacam antigen, dalam hal ini adalah antigen Bcl-2.
Penilaian
ekspresi
Bcl-2
dilakukan
secara
semikuantitatif.
Dinyatakan
overekspresi atau positif jika tercat lebih dari 10% dan dinyatakan tidak
terekspresi atau negatif jika kurang atau sama dengan 10% (Yamashita,2004).
4.8 Pengumpulan dan Analisis Data
4.8.1 Pengumpulan data
Data hasil penelitian yang diperoleh dari Bagian Kebidanan dan Penyakit
Kandungan, Patologi Anatomi, dan Rekam Medis RSUP Sanglah dikumpulkan
dan dimasukkan dalam formulir penelitian.
4.8.2 Analisis data
Data pada formulir penelitian diolah dengan menggunakan SPSS 17,0 for
windows. Kemudian dilakukan beberapa uji data, antara lain :
47
a. Karakteristik sampel disajikan secara deskriptif, dengan menggunakan
grafik dan tabel.
b. Uji One Sample KS untuk mengetahui normalitas serta homogenitas data.
c. Uji komparasi ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak,
borderline dan ganas dilakukan dengan uji chi square.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Sebanyak 49 blok parafin jaringan tumor ovarium dijadikan sampel
penelitian. Penelitian dilaksanakan di Bagian Obstetri dan Ginekologi dan Bagian
Patologi Anatomi RSUP Sanglah Denpasar.
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Pada penelitan ini dilakukan uji normalitas data dengan uji KolmogorovSmirnov dan uji homogenitas data dengan Levene’s test terhadap variabel umur,
paritas dan Indeks Massa Tubuh (IMT). Hasil analisis menunjukkan bahwa data
pada variabel umur, paritas dan Indeks Massa Tubuh (IMT) berdistribusi normal
(p>0,05) dan homogen (p>0,05), sedangkan untuk membandingkan nilai rerata
masing-masing variabel digunakan uji One Way Anova.
Tabel 5.1
Distribusi Umur, Paritas dan IMT pada Kelompok Tumor Ovarium Epitelial
Tumor Ovarium Epitelial
Ganas
Borderline
Jinak
(n=20)
(n=13)
(n=16)
rerata±SD
rerata±SD
rerata±SD
Umur
46,00±11,45
42,08±12,27
38,62±9,20
0,127
Paritas
1,65±1,18
2,00 ±1,23
2,25±1,24
0,338
22,84±4,30
21,92±3,68
22,26±3,09
0,781
Variabel
IMT
(kg/m2)
5.2 Distribusi Ekspresi Bcl-2 pada Tumor Ovarium Epitelial
48
p
49
Distribusi ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline, dan
ganas disajikan pada Tabel 5.2
Tabel 5.2
Distribusi Ekspresi Bcl-2 pada Tumor Ovarium Epitelial
Tumor Ovarium Epitelial
Ekspresi Bcl-2
Positif
Negatif
Jinak
Borderline
Ganas
n
%
n
%
n
%
0
16
0
100
1
12
7,69
92,31
7
13
35
65
Tabel 5.2 diatas menunjukkan bahwa ekspresi Bcl-2 pada tipe ganas sebesar
35%, tipe borderline sebesar 7,69%, dan tipe jinak sebesar 0%.
5.3 Perbandingan Ekspresi Bcl-2 pada Tumor Ovarium Epitelial Tipe Jinak
dan Borderline
Perbandingan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak dan
borderline diperoleh dengan menggunakan uji Chi-Square. Hasil analisis
disajikan pada Tabel 5.3
Tabel 5.3
Perbandingan Ekspresi Bcl-2 pada Tumor Ovarium Epitelial Tipe Jinak dan
Borderline
Bcl-2
Tumor
Ovarium
Epitelial
Positif
Negatif
Borderline
1
12
Jinak
0
16
X2
p
1,27
0,448
50
Tabel 5.3 menunjukkan tidak terdapat perbedaan ekspresi Bcl-2 pada tumor
ovarium epitelial tipe borderline dan jinak(p =0,448).
5.4 Perbandingan Ekspresi Bcl-2 pada Tumor Ovarium Epitelial Tipe Jinak
dan Ganas
Perbandingan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak dan
ganasdiperoleh dengan menggunakan uji Chi-Square. Hasil analisis disajikan
pada Tabel 5.4
Tabel 5.4
Perbandingan Ekspresi Bcl-2 pada Tumor Ovarium Epitelial Tipe Jinak dan
Ganas
Bcl-2
Tumor
Ovarium
Epitelial
Positif
Negatif
Ganas
7
13
Jinak
0
16
X2
p
6,96
0,009
Tabel 5.4 menunjukkan terdapat perbedaan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium
epitelial tipe ganas dan jinak(p =0,009).
5.5
Perbandingan Ekspresi Bcl-2 pada Tumor Ovarium Epitelial Tipe
Borderline dan Ganas
Perbandingan ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe borderline dan
ganas diperoleh dengan menggunakan uji Chi-Square. Hasil analisis disajikan
pada Tabel 5.5
51
Tabel 5.5
Perbandingan Ekspresi Bcl-2 pada Tumor Ovarium Epitelial Tipe Borderline
dan Ganas
Bcl-2
Tumor
Ovarium
Epitelial
Positif
Negatif
Ganas
7
13
Borderline
1
12
X2
p
3,19
0,082
Tabel 5.5 menunjukkan tidak terdapat perbedaan ekspresi Bcl-2 pada tumor
ovarium epitelial tipe borderline dan ganas(p =0,082).
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Peningkatan umur akan meningkatkan kejadian tumor ovarium. Insiden tumor
ovarium ganas di Indonesia menempati urutan kedua terbanyak setelah kanker
serviks dengan angka insiden tahun 2008 sebesar 9664 kasus, dimanakelompok
umur 41 - 50 tahun merupakan kelompok terbanyak menderita tumor ovarium
dengan insiden 62,7%, sedangkan pada kelompok umur 31 - 40 tahun hanya
sebesar 10,8% (IARC, 2012). Angka kejadian tumor ovarium akan meningkat
pada umur lebih dari 45 tahun (Ovarian Cancer National Alliance. statistic of
ovarian cancer, 2009).
Hamdi & Saleem (2012) mendapatkan rerata umur
penderita tumor ovarium adalah 43,88 tahun, 31,5% didapatkan pada dekade
kelima. Arik & Kulacoglu (2011) dan Anderson dkk. (2009) menemukan tidak
ada perbedaan bermakna dalam parameter usia, dengan rerata usia pada karsinoma
ovarium adalah 58,6 tahun, pada tumor jinak adalah 50,3 tahun, dan pada tumor
borderline adalah 48,0 tahun.
Pada penelitian ini rerata umur pada kelompok tumor ovarium epitelial tipe jinak
adalah 38,62±9,20, tipe borderline adalah 42,08±12,27, dan tipe ganas adalah
46,00±11,45.Bertambahnya umur seorang wanita akan menyebabkan terjadinya
peristiwa ovulasi yang berulang-ulang sehingga menyebabkan terperangkapnya
fragmenepitel permukaan ovarium pada invaginasi dan badan inklusi lapisan luar
ovarium. Hal ini sesuai dengan Teori Incessant ovulationyang menyatakan bahwa
52
53
trauma berulang pada ovarium selama proses ovulasi, menyebabkan epitel
ovarium mudah terpapar oleh berbagai faktor risiko sehingga dapat menyebabkan
terjadinya abnormalitas genetik.Beberapa penelitian membuktikan hubungan
antara frekuensi metaplasia dan neoplasma pada lokasi ovarium yang mengalami
invaginasi dan pada tempat terbentuknya badan inklusi (Choi dkk., 2007).
Multiparitas dihubungkan dengan penurunan risiko tumor ovarium. Nulipara
meningkatkan risiko tumor ovarium 2,12 kali lebih besar dibandingkan dengan
wanita yang telah memiliki 3 anak, dan paritas yang rendah akan meningkatkan
terjadinya tumor ovarium. Wanita yang pernah melahirkan anak sebanyak 1 kali
akan menurunkan risiko tumor ovarium sebesar 40% dibandingkan dengan wanita
nulipara (Granstrom,2008).
Penelitian ini memperoleh rerata paritaspada tumor epitelial tipe jinak adalah
2,25±1,24,rerata tipe borderline2,00±1,23, dan rerata tipeganas 1,65±1,18. Paritas
adalah banyaknya kelahiran hidup atau jumlah anak yang dimiliki oleh seorang
wanita. Etiologi paritas dengan kanker ovarium belum begitu jelas, walaupun ada
beberapa hipotesis yang menghubungkan antara paritas dengan kanker ovarium.
Beberapa hipotesis mengungkapkan bahwa tingginya paritas justru menjadi faktor
protektif terhadap kanker ovarium. Pada saat terjadinya ovulasi akan terjadi
kerusakan pada epitel ovarium dan untuk proses perbaikan kerusakan ini maka
diperlukan periode waktu tertentu. Apabila kerusakan epitel ini terjadi
berulangkali terutama jika penyembuhan sempurna belum tercapai, atau dengan
kata lain masa istirahat sel tidak adekuat, maka proses perbaikan tersebut akan
54
mengalami gangguan sehingga dapat terjadi transformasi menjadi sel-sel
neoplastik.
Beberapa
penelitian
membuktikan
bahwa
peningkatan
IMT
dapat
meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium (Reeves, 2007). Penelitian ini
memperoleh hasil bahwa risiko relatif terjadinya kanker ovarium memiliki
kecenderungan meningkat sesuai dengan peningkatan IMT. Pada IMT kurang dari
18,5 kg/m2 memiliki risiko sebesar 1,09, IMT antara 18,5 sampai 24,9 kg/m2
memiliki risiko sebesar 1,00, IMT antara 25,0 sampai 29,9 kg/m2 memilki risiko
sebesar 1,43, dan IMT lebih dari 30,0 kg/m2 memiliki risiko sebesar 1,56 untuk
menderita kanker ovarium. Penelitian yang dilakukan oleh European Prospective
Investigation into Cancer and Nutrition (2006) mendapatkan wanita dengan IMT
di atas 30 atau obesitas memiliki risiko relatif sebesar 1,59 untuk terjadinya
kanker ovarium dibandingan dengan wanita dengan IMT normal (Lahmann,
2009). Penelitian yang berbeda memperoleh hasil bahwa peningkatan IMT pada
wanita premenopause meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium dengan
risiko relatif sebesar 1,72 (Schouten, 2008). Leitzmann (2009) juga memperoleh
hasil bahwa risiko terjadinya kanker ovarium pada wanita obesitas dengan IMT
lebih dari 30 kg/m2 adalah sebesar 1,26. Faizal (2011) di Rumah Sakit Wahidin
Sudirohusodo, Makasar memperoleh hasil dimana pada IMT yang lebih dari 30
kg/m2 memiliki risiko 2,036 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang
memiliki IMT yang kurang dari 30 kg/m2. Penelitian ini memperoleh rerata Indek
Massa Tubuh (IMT) dalam rentang normal. Rerata IMT pada masing-masing
55
kelompok tumor ovarium jinak adalah 22,26±3,09 kg/m2, tumor borderline
adalah 21,92±3,68 kg/m2, dan tumor ganas adalah 22,84±4,30 kg/m2.
Obesitas menyebabkan kadar estrogen dalam tubuh meningkat, serta beberapa
zat lemak dapat menghasilkan estrogen dalam bentuk estrion, maupun estradiol.
Mekanisme perubahan dari zat lemak atau kolesterol dapat dijelaskan melalui
biosintesis hormonal, dimana semua hormon steroid termasuk estrogen berasal
dari kolesterol. Adanya cadangan lemak di dalam tubuh memainkan peran besar
dalam produksi hormonal, khususnya estrogen. Pada wanita dengan jumlah lemak
tubuh yang rendah cenderung memiliki kadar hormon seks yang rendah pula.
Pada kondisi di mana cadangan lemak yang tinggi, dinilai melalui IMT yang
tinggi dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar estrogen. Peningkatan
kadar estrogen mengakibatkan aktivasi jalur Phosphatidylinositol-3-kinase
(PI3K), Mitogenic-Activated Protein Kinase (MAPK), dan faktor transkripsi cmyc, dan melalui reseptor estrogen jalur lain seperti Insulin-like growth factor-1
(IGF-1), Transforming growth factor- α (TGF-α), dan Epidermal Growth Factor
Receptor (EGFR). Estrogen juga bekerja melalui jalur anti-apoptosis yaitu Bcl-2,
yang merupakan suatu protein anti-apoptosis dan meningkatkan kemampuan
invasif sel melalui protein fibulin-1, cathepsin D, dan kallikreins (Choi dkk.,
2001).
Berbagai penelitian telah mengemukakan bahwa Estrogen Reseptor-α (ER-α)
bertanggung jawab dalam proses proliferasi ovarium, sementara Estrogen
Reseptor-β (ER-β) bertanggung jawab dalam proses modulasi dan differensiasi
sel. Peningkatan rasio antara ER-α : ER-β juga telah diamati pada kanker
56
ovarium. Peningkatan estrogen tersebut meningkatkan Vascular Endothelial
Growth Factor (VEGF), meningkatkan kemampuan adhesi sel, dan meningkatkan
kemampuan migrasi sel. Semua hal tersebut berdampak pada proliferasi abnormal
pada sel yang membelah sehingga sel akan masuk dalam proses transformasi
keganasan (Beral, 2007).
6.2 Perbandingan Ekspresi Protein Bcl-2 Pada Tumor Ovarium Epitelial
Tipe Jinak, Borderlinedan Ganas
Ekspresi Bcl-2 yang positif didapatkan masing-masing pada tumor ovarium
epitelial tipe jinak adalah 0 dari 16 sampel blok parafin (0%), tipe borderline
adalah 1 dari 13 sampel blok parafin (7,69 %), dan tipe ganas adalah 7 dari 20
sampel blok parafin (35 %). Secara keseluruhan prevalensi ekspresi Bcl-2 pada
tumor ovarium epithelial adalah 16,32% dan didapatkan bahwa prevalensi
ekspresi Bcl-2 tertinggi pada tipe ganas yaitu sebesar 14,28%. Tidak terdapat
perbedaan bermaknaekspresi Bcl-2 antara tumorovarium epitelial tipe jinak dan
borderline(p =0,448), begitu pula ekspresi Bcl-2 antara tumorovarium epitelial
tipe borderline dan ganas(p =0,082), sedangkanterdapat perbedaan bermakna
antara tumorovarium epitelial tipe jinak dan ganas (p =0,009).
Temuan penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hogdal
dkk. (2010) yang menyatakan ekspresi Bcl-2 lebih tinggi pada kanker ovarium,
dimana ekspresi Bcl-2 ditemukan 10% terekspresi pada kanker ovarium
dibandingkan dengan 5% pada tumor ovarium tipe borderline. Gang dkk. (2007)
menyatakan ekspresi positif Bcl-2 sebesar 54,2% secara bermakna lebih tinggi
dibandingkan ekspresinya pada tumor ovarium jinak dan kontrol jaringan normal.
57
Kassim dkk. (1999) juga menemukan perbedaan bermakna perhitungan Bcl-2
secara kuantitatif pada tumor ganas dan tumor jinak ovarium, 30,21 berbanding
14,77. Overekspresi Bcl-2 dihubungkan dengan kejadian resistensi terhadap
kemoterapi dan survival rate pada pasien kanker ovarium, sehingga parameter ini
dapat berguna dalam melakukan evaluasi respon kemoterapi dan memprediksi
prognosis pasien kanker ovarium.
Pada penelitian ini didapatkan ekspresi Bcl-2berbanding lurus dengan
progresifitas tumor. Bcl-2 merupakan protein yang menghambat apoptosis secara
in vitro. Overekspresi Bcl-2 terjadi melalui penyimpangan terhadap kontrol
transkripsi gen dan dikaitkan dengan sifat biologi tumor yang lebih agresif serta
lebih resisten terhadap kemoterapi melalui mekanisme apoptosis. Potensi nilai
prediktif dari ekspresi Bcl-2 ini sangat terkait dengan fungsinya dalam mengatur
keseimbangan homeostasis dan interaksi diantara protein regulator apoptosis
(Torre dkk., 2007; Walensky, 2008; Ayadi dkk., 2010). Penilaian terhadap sel
yang mengalami overekspresi Bcl-2 menunjukkan bukti adanya ketidakstabilan
genom, yang konsisten dengan terganggunya proses apoptosis pada sel yang
mengalami kerusakan. Ekspresi Bcl-2 sebagai protein anti apoptosis mungkin
berperan dalam progresivitas tumor dengan mengurangi sitotoksisitas yang terjadi
dalam sel, dan menghambat kematian sel yang mengalami kerusakan oksidatif,
dengan hasil akhir sel mengalami kerusakan tetapi tidak mengalami kematian
(Cox dan Hampton, 2007).
Karsinogenesis pada kanker ovarium, terutama kanker ovarium epitelial atau
karsinoma ovarium masih belum dapat diungkap secara jelas. Shih dan Kurman
58
(2007) membagi model tumorigenesis karsinoma ovarium berdasarkan profil
morfologis dan genetiknya menjadi dua tipe tumorigenesis. Tipe I merupakan
perkembangan tumor yang berasal dari tumor borderline dengan lesi perkursor
yang telah diketahui. Tumorigenesis tipe I terjadi pada karsinoma serus
berdiferensiasi baik, karsinoma musinus, kersinoma endometrioid, tumor brenner
ganas, dan karsinoma clear cell. Tipe ini berhubungan dengan mutasi BRAF dan
KRAS pada tipe serus, mutasi KRAS pada tipe musinus, mutasi b-catenin dan
PTEN serta microsatellite instability pada tipe endometrioid. Tumorigenesis tipe
II terjadi pada karsinoma serus berdiferensiasi buruk, karsinosarkoma, dan
karsinoma undifferentiated. Cenderung terjadi pada tumor berdiferensiasi buruk,
dengan lesi prekursor yang belum teridentifikasi, sehingga dikenal dengan
perkembangan de novo. Profil genetiknya masih terbatas, namun diketahui
memiliki kaitan dengan mutasi p53. Schorge dkk. (2008) menyatakan mutasi p53
secara spontan yang muncul selama sintesis DNA yang menyertai proliferasi
berperan penting dalam jalur ini. Terdapat pula kemungkinan terjadinya inaktivasi
dini beberapa jenis gen lainnya.
Ketidakseimbangan antara proses proliferasi dan kematian sel yang
terprogram merupakan salah satu karakter penting dalam karsinogenesis. Saat ini,
salah satu fokus studi diarahkan pada perubahan pada ge-gen yang terlibat dalam
regulasi proses apoptosis. Kelompok gen BCL-2 adalah salah satunya, yang terdiri
dari kelompok inhibitor (bcl-2, bcl-xl, mcl-1) dan promotor (bax, bad, bak, bcl-xs)
apoptosis. Sebagai inhibitor apoptosis, Bcl-2 akan berperan dalam perkembangan
tumor dengan menjaga keberlangsungan dari sel-sel ganas. Namun ekspresinya
59
ternyata juga dikaitkan dengan prognosis dan survival pasien yang lebih baik dan
kondisi lain yang bertolak belakang. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa efek
inhibitor maupun promotor apoptosis protein-protein homolog ini sangat
tergantung pada keseimbangan interaksi yang terjadi diantara protein-protein itu
sendiri. Berubahnya keseimbangaan interaksi serta rasio antara protein-protein pro
dan anti apoptosis, akan mempengaruhi regulasi apoptosis dan sensitivitas sel
kanker terhadap terapi (Marx dan Meden, 2000; Dharap dkk., 2006).
Etiologi dari perubahan seluler yang berperan dalam perkembangan tumor
ovarium epitelial didasari oleh perubahan yang terjadi pada tingkat molekuler
serta terjadinya defek yang spesifik. Perbedaan gambaran dan pola histologis yang
terjadi pada kanker ovarium berhubungan dengan terjadinya defek yang berbedabeda pada gen-gen yang mendasari setiap tipe fenotip histologisnya (Wheeler,
2001;Karst,2010). Regulasi proses apoptosis dalam neoplasma merupakan suatu
proses kompleks, yang kemungkinan diatur melalui mekanisme tersendiri pada
masing-masing tipe tumor. Tantangan untuk penelitian berikutnya adalah mencari
pendekatan terbaik dari proses apoptosis ini dalam wacana mendapatkan terapi
anti kanker, memahami beberapa jalur dalam proses apoptosis yang dapat
diinduksi oleh terapi anti kanker, mekanisme kemoresistensi dari tumor, serta
heterogenitas intratumor itu sendiri.(Torre dkk., 2007)
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Simpulan pada penelitian ini adalah tidak ada ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium
epitelial tipe jinak (0%), ada ekspresi Bcl-2 pada tumor ovarium epitelial tipe
borderline (7,69%), dan tipe ganas (35%). Ada perbedaan ekspresi Bcl-2 pada
tumor ovariumepitelialtipe jinakdan ganas. Tidak ada perbedaan ekspresi Bcl-2
pada tumor ovarium epitelial tipe jinak dan borderline, serta tipe borderline dan
ganas.
7.2 Saran
Berdasarkan simpulan di atas, terdapat beberapa rekomendasi yang diajukan
oleh penulis yaitu :
1. Penelitian lebih lanjut dalam skala yang lebih luas diperlukan
untukmelakukan identifikasi dan komparasi gen-gen lain yang terlibat
dalam mekanismeapoptosis dalam patogenesis tumor ovarium.
2. Penelitian lebih lanjut untuk melakukan penilaian ekspresi Bcl-2 melalui
modalitas pemeriksaan lainnya, dalam rangka mendukung pemanfaatan
gen dan ekspresinya sebagai deteksi dini, penentuan prognosis dan
tatalaksana tumor ovarium.
3.
Diperlukan suatu protokol standar dalam melakukan pemeriksaan
imunohistokimia Bcl-2 mulai dari persiapan sediaan jaringan sampai
menjadi sediaan yang siap dilakukan interpretasi dan teknik interpretasi
sediaan imunohistokimia.
60
DAFTAR PUSTAKA
Ayadi, L., Chaabouni, S., Khabir, A., Amouri, H., Makni, S., Guermazi, M.,
Frikha, M., Boudawara, T.S. 2010. Correlation Between Immmunhistochemical
Biomarkers Expression and Prognosis of Ovarian Carcinoma in Tunisian Patients.
World Journal Oncology, I(3): 118-128.
Anderson, N.S., Turner, L., Livingstone, S., Chen, R., Nicosia, S.V., Kruk, P.A.
2009. Bcl-2 Expression is Altered with Ovarian Tumor Progression: An
Immunohistochemical Evaluation. Journal of Ovarian Research, 2:16.
Arraoye, M.O. 2003. Sample size, in: Research Methodology with Statistic for
Health and Social Science. Ilorins: Nathadex Publisher. p.115-122.
Arik, D., Kulacoglu, S. 2011. P53, Bcl2 and NM23 Expressions in Serous
Ovarian Tumors : Correlation with the Clinical and Histopathological
Parameters.Turkish Journal of Pathology 27(1):38-45.
Badan Registrasi Kanker. 2006. Kanker di Indonesia tahun 2006 Data
Histopatologik. Jakarta: Yayasan Kanker Indonesia.
Baekelandt, M., Kristensen,G.B., Nesland, J.M., Trope, C.G., Holm, R. 1999.
Clinical Significance of Apoptosis-Related Factors p53, Mdm2, and Bcl-2 in
Advance Ovarian Carcinoma. Journal of Clinical Oncology. Vol 17, no7: 20612068.
Berek,J.S., Natarajan, S. 2007. Ovarian and Fallopian Tube Cancer, in: Berek &
Novak’s Gynecology, 14th Ed. California: Lippincott William & Wilkins. p.14571531.
Beral,V. 2007. Ovarian cancer and hormone replacement therapy in the million
women
study.
Online
(9574),1703-1710.
Available
from:
http://www.thelancet.com
/journals/lancet/article/PIISO140-6736(07)605340/fulltext. Accessed on: August 28th, 2010.
Birroccio, A. 2000. Bcl-2 overexpression and hypoxia synergistically act to
modulate vascular endothelial growth factor expression and in vivo angiogenesis
in a breast cancer carcinoma line. Experimental Chemotherapy Laboratory,
Regina Elena Cancer Institute, Rome, Italy.
Bronchud,M.H. 2004. BCL2 in: Principle of Molecular Oncology, 2nd Ed.
Humana Press. p.82-85.
61
62
BCL2_human.
UniProteinknowledgebase/SwissProt.
Available
from:
http://www.bcl-2/apoptosis regulator Bcl-2 homosapiens (Human).mht. Last
modified: August10,2010. Accessed on: August 21st,2010.
Choi, J.H., Wong, A.S.T., Huang, H.F., Leung, P.C. 2007. Gonadotropins and
Ovarian Cancer. Endocrine Reviews. 28 (4): 440-461.
Coleman, R.L., Gershenson, D.M. 2007. Neoplastic Disease of the Ovary, in:
Katz, V.L., Lentz, G.M., Lobo, R.A., Gershenson, D.M. Comprehensive
Gynecology, 5th Ed. Philadelphia: Mosby Elsevier.
Copeland, L.J. 2007. Epithelial Ovarian Cancer, in: Clinical Gynecologic
Oncology, 7th Ed. Mosby Elsevier inc. p.317-371.
Cox, A.G., Hampton, M.B. 2007. Bcl-2 overexpression promotes genomic
instability by inhibiting apoptosis of cells exposed to hydrogen peroxide.
Carcinogenesis, vol 28, no 10:2166-2171.
Dharap, S.S., Chandna, P., Wang, Y., Khandare, J.J., Qiu, B., Stein, S., Minko, T.
2006. Molecular targeting of BCL2 and BCLXL proteins by synthetic BCL2
homology 3 domain peptide enhance the efficacy of chemotherapy. The journal of
pharmacology and experimental therapeutics. 316: 992-998
Disaia, P.J. 2007. The Adnexal Mass and Early Ovarian Cancer, in: Clinical
Gynecologic Oncology, 7th Ed. Mosby Elsevier Inc. p.287-316.
Faizal, A. 2011. “Faktor Risiko Kanker Ovarium di RSUP Wahidin Sudirohusodo
Makassar” (tesis). Makassar: Universitas Hasanuddin.
Feldser, D.M., Greider, C.W. 2007. Short Telomeres Limit Tumor Progression In
Vivo by Inducing Senescence. Cancer Cell Article. 11:461-468.
Gang, W., Luo, F., Li, G.L., Cheng, J., Shi, X. 2007. The expression of P-gp, Bcl2, and VEGF in Epithelial Ovarian Carcinoma and Their Significance. Journal of
Clinical Oncology, ASCO Annual Meeting Proceeding part I. Vol 25, No 18S,
June 20. Supplement: 16075.
Granstrom, C. 2008. Population Attributable Fraction for Ovarian Cancer in
Swedish Women by Morphologic Type. 98 (1),199-205. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2359681. accessed on: October,
10th, 2010.
Greene, F.L., Page, D.L. 2002. AJCC Cancer Staging Handbook, 6th Ed: 112
Hanahan, D., Weinberg, R.A. 2000. The Hallmark of Cancer Cell, 100: 57-70.
63
Hamdi, E.A.W.,Saleem, S.H. E. 2012. P53 expression in ovarian tumors: (an
immunohistochemical study). Ann.Coll.Med. Mosul 38 (2):73-79.
Havrilesky, L.J., Berchuck, A. 2001. Molecular Alteration in Sporadic Cancer,
in: Ovarian Cancer, 2nd Ed. Lippincott William & Wilkins Publisher.
Henriksen, R., Wilander, E., Oberg, K. 1995. Expression and Prognostic
Significance of Bcl-2 in Ovarian Tumours. Stockton Press. British Journal of
Cancer 72: 1324-1329.
Herod, J.O., Eliopoulos, A.G., Warwick, J., Niedobitek, G., Young, L.S., Kerr,
D.J. 1996. The Prognostic Significance of Bcl-2 and p53 Expression in Ovarian
Carcinoma. Cancer Research. 56: 2178-2184.
Hogdal, E.V., Christensen, L., Kjaer, S.K., Blaakaer, J., Christensen I.J., Hogdal,
C.K 2010. Limited Prognostic Value of Tissue Protein Expression Levels of BCL2 in Danish Ovarian Cancer Patient: From the Danish “MALOVA” Ovarian
Cancer Study. APMIS Aug 118(8);557-564.
IARC International Agency for Research on Cancer. 2012. Globocan 2012 :
Estimate Cancer Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide in 2012. [Citied
2012 Feb 27] Available from : www.globocan.iarc.fr
Kaku, T., Ogawa, S., Kawano, Y., Ohishi, Y., Kobayasi, H., Hirakawa, T.,
Nakano, H. 2003. Histological Classification of Ovarian Cancer. Med Electron
Microsc. 36: 9-17.
Karst, A.M., Drapkin, R. 2010. Ovarian Cancer Pathogenesis : A Model in
Evolution. Journal of Oncology. Vol 2010. Article ID 932371, 13.
Karyana, K. 2004.Profil Kanker Ovarium di Rumah Sakit Sanglah Denpasar
Periode Januari - Desember 2002. PPDS I Obstetri dan Ginekologi FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
Kassim, S.K., Ali, H.S., Sallam, M.H., Fayed, S.T., Seada, L.S., Elkawy, E.,
Seada M.A., Khalifa, A. 1999. Increased Bcl-2 Expression is Associated with
Primary Resistance to Chemotherapy in Human Epithelial Ovarian Cancer.
Clinical Biochemistry, Vol 32, No 5: 333-338.
Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., Aster, J.C. 2010. Neoplasia, in: Robbin and
Cotran Pathologic Basis of Disease, 8th Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier: 269342.
Kupryjanczyk, J., Szymanska, T., Madry, R., Timorek, A., Stelmachow, J.,
Karpinska, G., Rembiszewska., Ziolkowska, I., Kraszewska, E., Debniak, J.,
Emerich, J., Ulanska, M., Pluzanska, A., Jedryka, M., Goluda, M., ChudeckaGlaz, A., Repka-Gorska, I., Klimek, M., Urbanski, M., Breborowicz, J., Zielinski,
64
J., Markowska, J. 2003. Evaluation of Clinical Significance of TP53, BCL-2,
BAX, and MEK1 Expression in 229 Carcinoma Treated with Platinum Based
Regiment. British Journal of Cancer. 88: 845-854.
Landen-Jr, C.N., Birrer, M.J., Sood, A.K. 2008. Early Events in The Pathogenesis
of Epithelial Ovarian Cancer. Journal of Clinical Oncology. American Society of
Clinical Oncology. 26: 995-1005.
Leitzmann, M.F., Koebnick, C., Danforth, K.N., Brinton, A.L., Moore, S.C.,
Hollenbeck, A.R., Schatzkin, A., Lacey, J.V. 2009. Body Mass Index and Risk of
Ovarian Cancer. American Cancer Society 115(4):812-822.
Lowe, S.C., Lin, A.W. 2000. Apoptosis in Cancer. Carcinogenesis. Oxford
University Press. Vol 21 no3: 485-495.
Lukyanova, N.Y., Kulik, G.I., Yurchenko, O.V., Shatrova, K.M., Vorobynova,
L.I., Svintitsky, V.S., Evtushenko, G.V., Checkun, V.F. 2000. Expression of p53
and Bcl-2 protein in Epithelial Ovarian Carcinoma with Different Grade of
Differentiation. Experimental Oncology. Vol 22: 91-93.
Marx, D., Meden, H. 2000. Differential Expression of Apoptotis-associated Genes
bax and bcl-2 in Ovarian Cancer, in Methods in Molecular Medicine. Humana
Press, Inc. Totowa, NJ. Vol 39: Ovarian Cancer: Methods and Protocols.
Muris, J.F. 2006. Immunohistochemical Profiling of Caspase Signaling Pathway
Predict Clinical Response to Chemotherapy in Primary Nodal Diffuse Large B
cell Lymphomas. The American Society of Hematology. Vol 105, No 7.
Nagell, J.R., Gershenson, D.M. 2008. Ovarian Cancer: Etiology, Screening, and
Surgery, in: Te Linde Operative Gynecology, 10th Ed. Florida:Lippincott Williams
and Wilkins.p.1308-1339.
Naim, R. 2006. Penyakit yang Berhubungan dengan Penghambatan Apoptosis.
Cermin Dunia Kedokteran, 153:36-38.
Ovarian Cancer National Aliance. Statistic of ovarian cancer. The National
Cancer Institute’s Surveillance, Epidemioogy and Result Program. Washington
DC. 2009. (serial online), [cited 2009 Oct. 12]. Available from: URL:
http://jco.ascopubs.org/content/21/20/3814.full.pdf+html.
Page, C.L., Huntsman, D.G., D.M., Mess-Masson, A.M. 2010. Predictive and
Prognostic Protein Biomarkers in Epithelial Ovarian Cancer: Recommendation for
Future Studies. Cancers, Vol 2: 913-954.
Park, Y.P., Choi, S.C.,Cho, M.Y., Song, E.Y., Kim, J.W., Paik, S.G., Kim, Y.K.,
Kim, J.W., Lee, H.G. 2006. Modulation of Telomerase Activity and Human
65
Telomerase Reverse Transcriptase Expression by Caspase and Bcl-2 Family
Proteins in Cisplatin Induced Cell Death. Korean J Lab Med. 26:287-293.
Pothuri, B. 2010. Genetic Analysis of The Early Natural History of Epithelial
Ovarian Carcinoma. PlosONE 5(4):e10358.doi:10.1371/journal.pone.0010358.
Rauf, S. 2004. Bcl-2 Protein Expression in Ovarian Cancer. J Med Nus. 25:55-58.
Rautureau, G.J.P., Day, C.L., Hinds, M.H. 2010. Intrinsically Disordered Proteins
in Bcl-2 Regulated Apoptosis. International Journal Molecular Sciences, 11:
1808-1824.
Reeves, G.K. 2007. Cancer Incidence and Mortality in Relation to Body
Mass Index in The Million Women Study: Cohort Study. (serial online),
[Accessed:
2010
Aug.
5].
Available
from:
URL:
http://www.bmj.com/content/335/7630/1134.abstract.
Sagarra, R.A., Andrade, L.A., Martinez, E.Z., Pinto, G.A., Syrjanen, K.J.,
Derchain, S.F. 2002. P53 and Bcl-2 as Prognostic Predictors in Epithelial Ovarian
Cancer. Int J Gynecol Cancer. 12(6):720-7.
Schorge, J.O., Schaffer, J.I., Halvorson, L.M., Hoffman, B.L., Bradshaw, K.D.,
Cunningham, F.G. 2008. Epithelial Ovarian Cancer, Ovarian Germ Cell and Sex
Cord-Stromal Tumors, in:Williams Gynecology. Texas: The McGraw-Hill
Companies Inc. Section 4, Chapter 35-36.
Schouten, L.J. 2008. Height, Body Mass index, and Ovarian Cancer: a Pooled
Analysis of 12 Cohort Studies. (serial online), [cited 2010 Sep. 10]. Available
from: URL: http://info.cancerresearchuk.org/cancerstats/types/ovary/riskfactors/.
Supariasa, I.D.N. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Shih, I., Kurman, R.J. 2007. Ovarian Serous Carcinogenesis: a proposed
model.in: Giordano, A., Bovicelli, A., Urman, R.J. (editor) Molecular Pathology
of Gynecologic Cancer. New Jersey. Humana Press Inc. p.1511-1518.
Sriwidnyani, N.P. 2008. “Korelasi Ekspresi HER-2/neu dengan Tipe Histologik
dan Derajat Diferensiasi Karsinoma Ovarium” (tesis). Denpasar. Universitas
Udayana.
Stricker, T.P., Kumar,V. 2007. Neoplasia, in: Robbin Basic Pathology, 8th Ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier.p.173-208.
Sutoto, M.S.J. 2007. Tumor Jinak pada Alat-alat Genital, dalam Wiknjosastro, H.
(editor) Ilmu Kandungan. Ed kedua, Cetakan kelima. Jakarta. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. P.328-362.
66
Torre, F.J., Garcia, A., Gil-Moreno, A., Planaguma, J., Reventos, J., Cajal, S.R.,
Xercavins,J. 2007. Apoptosis in Epithelial Ovarian Tumours, Prognostic
Significance of Clinical and Histopathologic Factors and its Association with the
Immunohistochemical Expression of Apoptotic Regulatory Proteins (p53,bcl2,and bax). European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive
Biology. 130:121-128.
Tripathy, D., Rubenstein, J. 2003. Neoplasia, in: McPhee, S.J., Lingapa, V.R.,
Ganong, W.F. (editor) Lange Pathophysiology of Disease: an Introduction to
Clinical Medicine, 4th Ed. New York: McGraw-Hill Companies.p.91-112.
Walensky, L.D. 2008. Multimodal Targeting of TheBCL-2 Family in Cancer.
American Association for Cancer Research Education Book. Available from:
http://educationbook.aacrjournals.org. Accessed on August 30th, 2010.
Wheeler, J.E. 2001. Histopathology of Ovarian Cancer, in: Rubin, S.C.,
Sutton,G.P. (editor) Ovarian Cancer, 2nd Ed. Lippincott Williams & Wilkins.
Yamashita. 2004. P53 and BCL-2 Scoring. Breast Cancer Res. 6:24-30.
67
Data Penelitian
No CM
Umur
IMT
Paritas
Riw
KB
Tipe
tumor
Histopatologi
Ekspresi
Bcl-2
1
1457908
38
19,10 2
Tidak
Jinak
Musinous cyst adenoma
-
2
1456396
27
25,64 0
Tidak
Jinak
Musinous cyst adenoma
-
3
1464505
39
21,78 3
ya
Jinak
Musinous cyst adenoma
-
4
1468607
36
22,66 1
Tidak
Jinak
Serous cyst adenoma
-
5
1448813
44
19,98 3
ya
Jinak
Kista adenoma musinosum
-
6
1473193
47
24,50 2
ya
Jinak
Kistoma ovarii serosum
-
7
1477912
39
23,68 2
Tidak
Jinak
Musinous cyst adenoma
-
8
1482529
13
15,61 0
Tidak
Jinak
Musinous cyst adenoma
-
9
1486444
40
21,57 2
Tidak
Jinak
Musinous cyst adenoma
-
10
1206224
35
24,20 3
Tidak
Jinak
Musinous cyst adenoma
-
11
1547354
42
21,48 2
ya
Jinak
Serous cyst adenoma
-
12
1480607
36
24,92 2
Tidak
Jinak
Serous cyst adenoma
-
13
1471029
42
24,70 3
Tidak
Jinak
Serous cyst adenoma
-
14
1503517
41
27,34 3
Tidak
Jinak
Musinous cyst adenoma
-
15
1514358
56
21,33 5
Tidak
Jinak
Musinous cyst adenoma
-
16
1542732
43
17,70 3
Tidak
Jinak
Musinous cyst adenoma
-
17
1533147
56
18,85 2
Tidak
Borderline
Mucinous borderline tumor
-
18
1556271
48
21,64 0
Tidak
Borderline
Mucinous borderlinetumor
-
19
1598358
48
22,22 2
Tidak
Borderline
Mucinous borderline tumor
-
20
1557527
39
26,83 3
Tidak
Borderline
Serous borderline tumor
-
21
1607148
27
21,60 1
Tidak
Borderline
Mucinous borderline tumor
-
22
1585678
31
21,64 3
Tidak
Borderline
Serous borderline tumor
+
23
1576436
21
22,89 0
Tidak
Borderline
Serous borderline tumor
-
68
24
1584910
51
17,90 2
Tidak
Borderline
Mucinous borderline tumor
-
25
1575575
49
24,10 3
ya
Borderline
Mucinous borderline tumor
-
26
1540363
25
29,51 1
Tidak
Borderline
Mucinous borderline tumor
-
27
1602276
44
23,12 2
Tidak
Borderline
Mucinous borderline tumor
-
28
1573983
50
19,10 3
Tidak
Borderline
Mucinous Borderline tumor
-
29
1481355
58
15,62 4
Tidak
Borderline
Serous borderline tumor
-
30
1384890
48
19,40 2
ya
Ganas
Clear cell adeno ca
-
31
1548049
56
15,20 3
Tidak
Ganas
Serous adeno ca
+
32
1523028
61
26,80 2
Tidak
Ganas
Adeno ca mucinosum
-
33
1539599
67
28,40 0
Tidak
Ganas
Endometrioid adeno ca
-
34
1449440
34
18,30 2
ya
Ganas
mucinous adeno ca
-
35
1533911
39
18,20 0
Tidak
Ganas
Clear cell adeno ca
-
36
1534873
52
24,60 4
Tidak
Ganas
Serous cyst adeno ca
+
37
1541454
35
23,30 2
Tidak
Ganas
Mucinous cyst adeno ca
-
38
1449540
64
17,30 3
Tidak
Ganas
Serous adeno ca
-
39
1454457
59
22,00 3
Tidak
Ganas
Endometrioid ca papillary
+
40
1468491
30
26,8
1
ya
Ganas
Papillary serous adeno ca
-
41
1476939
28
28,30 2
ya
Ganas
Adeno ca mucinosum
-
42
1496390
47
32,30 0
Tidak
Ganas
Papillary cyst adeno ca
-
43
1508092
39
20,50 1
Ya
Ganas
Serous adeno ca
-
44
1492503
50
22,50 2
Tidak
Ganas
Clear cell adeno ca
+
45
1525209
36
18,90 2
Tidak
Ganas
Adeno ca ovarii
-
46
1483596
48
23,50 2
ya
Ganas
Clear cell adeno ca
-
47
1142314
35
23,40 0
Tidak
Ganas
Clear cell adeno ca
+
48
1554348
48
23,80 0
Tidak
Ganas
Serous adeno ca
+
49
1556792
44
23,30 2
Tidak
Ganas
Serous adeno ca
+
69
Perhitungan Statistik
4.1 UjiOne-Sample Kolmogorov-Smirnov untukMengetahuiNormalitasSampel
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Tumor_epiteli
al_ovarium
Umur
Statistic
Sig.
Statistic
df
Sig.
*
.960
20
.553
Ganas
.129
20
Boderline
.224
13
.074
.907
13
.166
Jinak
.222
16
.064
.896
16
.054
.266
20
.091
.902
20
.115
*
.922
13
.271
Paritas Ganas
IMT
df
Shapiro-Wilk
.200
Borederline
.192
13
.200
Jinak
.233
16
.063
.887
16
.051
*
Ganas
.112
20
.200
.976
20
.873
Borederline
.157
13
.200*
.968
13
.867
16
*
.970
16
.834
Jinak
.132
.200
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Descriptives
95% Confidence Interval
for Mean
N
Umur Ganas
Std.
Deviation
Std.
Error
Lower
Bound
Upper
Bound
Minimu Maximu
m
m
20
46.00
11.452
2.561
40.64
51.36
28
67
Boderline
13
42.08
12.271
3.403
34.66
49.49
21
58
Jinak
16
38.62
9.201
2.300
33.72
43.53
13
56
Total
49
42.55
11.233
1.605
39.32
45.78
13
67
20
1.65
1.182
.264
1.10
2.20
0
4
Boderline
13
2.00
1.225
.340
1.26
2.74
0
4
Jinak
16
2.25
1.238
.310
1.59
2.91
0
5
Total
49
1.94
1.215
.174
1.59
2.29
0
5
Ganas
20 22.8400
4.30195
.96194
20.8266
24.8534
15.20
32.30
Boderline
13 21.9246
3.67906 1.02039
19.7014
24.1479
15.62
29.51
Jinak
16 22.2619
3.09405
.77351
20.6132
23.9106
15.61
27.34
Total
49 22.4084
3.72146
.53164
21.3394
23.4773
15.20
32.30
Paritas Ganas
IMT
Mean
70
4.2 Uji Levene untuk Mengetahui Homogenitas Sampel
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic
df1
df2
Sig.
Umur
2.159
2
46
.127
Paritas
.020
2
46
.980
IMT
.714
2
46
.495
4.3 Uji One Way Anova untuk Membandingkan Rerata Karakteristik Sampel
ANOVA
Sum of Squares
Umur
Paritas
IMT
Between Groups
df
Mean Square
487.449
2
243.725
Within Groups
5568.673
46
121.058
Total
6056.122
48
3.266
2
1.633
Within Groups
67.550
46
1.468
Total
70.816
48
7.112
2
3.556
Within Groups
657.652
46
14.297
Total
664.763
48
Between Groups
Between Groups
F
Sig.
2.013
.145
1.112
.338
.249
.781
4.4 Uji Chi-Square untuk mengetahui perbandingan ekspresi Bcl-2 pada
tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline dan ganas
Tumor_ovarium_epitelial * Ekspresi_Bcl-2 Crosstabulation
Count
Ekspresi_Bcl-2
Positif
Tumor_ovarium_epitelial
Total
Negatif
Total
Ganas
7
13
20
Boderline
1
12
13
8
25
33
71
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
3.199a
1
.074
1.885
1
.170
3.606
1
.058
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1sided)
.108
Linear-by-Linear
Association
3.102
N of Valid Casesb
1
.082
.078
33
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,15.
b. Computed only for a 2x2 table
Tumor_ovarium_epitelial * Ekspresi_Bcl-2 Crosstabulation
Count
Ekspresi_Bcl-2
Positif
Tumor_ovarium_epitelial
Negatif
Total
Ganas
7
13
20
Jinak
0
16
16
7
29
36
Total
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig. (2sided)
df
Pearson Chi-Square
6.952a
1
.008
Continuity Correctionb
4.897
1
.027
Likelihood Ratio
9.570
1
.002
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Casesb
Exact Sig. (2sided)
.011
6.759
1
.009
36
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,11.
Exact Sig. (1sided)
.009
72
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
6.952a
1
.008
4.897
1
.027
9.570
1
.002
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1sided)
.011
Linear-by-Linear
Association
6.759
N of Valid Casesb
1
.009
.009
36
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,11.
b. Computed only for a 2x2 table
Tumor_ovarium_epitelial * Ekspresi_Bcl-2 Crosstabulation
Count
Ekspresi_Bcl-2
Positif
Tumor_ovarium_epitelial
Negatif
Total
Boderline
1
12
13
Jinak
0
16
16
1
28
29
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
1.275a
1
.259
.011
1
.916
1.649
1
.199
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Casesb
Exact Sig. (2sided)
.448
1.231
1
.267
29
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .45.
b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1sided)
.448
73
Hasil Pemeriksaan Imunohistokimia Bcl-2
Positif
Negatif
Download