Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 INFEKSI WHITE SPOT SYNDROME VIRUS (WSSV) PADA PASCALARVA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DENGAN MEDIA PEMELIHARAAN YANG BERBEDA pPL- 20 Nurhidayah dan Bunga Rante Tampangallo BALAI RISET PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BRPBAP) Jl. Makmur dg. Sitakka 129, Maros, Sul-Sel 90511 E-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui infeksi WSSV secara horisontal pada pasca larva udang windu dengan media pemeliharaan yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset Penelitian Budidaya Air Payau (BRPBAP) menggunakan akuarium kaca ukuran 40 cm x 30 cm x 27 cm sebanyak 12 buah dengan hewan uji pasca larva udang windu (PL18) 50 ekor/wadah bebas WSSV dengan test PCR. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan: A= media pemeliharaan menggunakan air + udang sehat yang diinfeksi WSSV, B = media pemeliharaan menggunakan air dan tanah yang steril + udang sehat yang diinfeksi WSSV, C = media pemeliharaan menggunakan air dan udang yang telah diinfeksi WSSV + udang sehat dan D=(kontrol) media pemeliharaan dengan air + tanah steril + Udang sehat. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Penelitian dilakukan selama selama 18 hari. Parameter yang diamati adalah kualitas air dan sintasan pasca larva udang windu dilakukan pada akhir penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pengamatan 24 jam sudah mulai terjadi perbedaan yang signifikan, namun pada umumnya hanya terhadap kontrol. Setelah 168 jam pemeliharaan, terjadi perbedaan sintasan pasca larva udang windu yang signifikan (P<0,05) antar perlakuan. Sintasan tertinggi ditemukan pada kontrol (90,67%) dan berbeda nyata terhadap perlakuan A (46,67%), B (44,67%) dan C (38,67%). Sintasan perlakuan A juga signifikan dengan perlakuan C, namun tidak signifikan terhadap perlakuan B. Selanjutnya pada akhir pengamatan (432 jam) tidak ada perbedaan sintasan yang signifikan antara perlakuan yang diujikan namun terhadap kontrol, berbeda nyata (P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa infeksi WSSV secara horisontal pada pasca larva udang windu lebih cepat melalui media pemeliharaan yang menggunakan air dan udang yang telah diinfeksi WSSV. Parameter kualitas air memperlihatkan nilai yang berada dalam kisaran yang layak untuk kehidupan pasca larva udang windu. Kata Kunci: Infeksi, WSSV, Sintasan, Pasca larva udang windu dan media pemeliharaan Pengantar Udang windu (Penaeus monodon,) merupakan primadona komoditas perikanan dan memiliki nilai tinggi dalam perdagangan internasional. Usaha budidaya udang windu berkembang cepat karena selain merupakan salah satu komoditas hasil perikanan yang potensial untuk ekspor, udang windu juga berperan dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat. Dijadikannya udang sebagai primadona memang cukup beralasan karena permintaan udang di pasar luar negeri terus meningkat, harganya tinggi dan kemampuan produksi terutama melalui kegiatan budidaya sangat potensial melihat lahan yang tersedia serta penguasaan teknologi budidaya udang oleh pembudidayanya (Nurdjana, 2005). Perkembangan budidaya udang windu kini diperhadapkan oleh suatu kondisi yang kurang menggembirakan dan belum pulih dari keterpurukan. Hal ini disebabkan oleh adanya kematian akibat serangan berbagai jenis penyakit di tambak, baik yang disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi maupun virus bintik putih. Berbagai cara telah dilakukan seperti penggunaan tandon air, biofilter, maupun skrining ganda terhadap masuknya virus dan carier juga belum memberikan hasil yang menggembirakan (Atmomarsono, 2009). Bahkan solusi lain dengan mengganti udang windu dengan udang vaname (Litopenaeus vannamei ) juga akhirnya terkendala oleh WSSV, Infectious Myo Necrosis Virus (IMNV), Infectious Hypodermal and Hematopoetic Necrosis Virus (IHHNV) dan Taura Sindrome Virus (TSV) (Sugama et al, 2006) Berbagai jenis virus yang menginfeksi udang diantaranya adalah Lymphoid Organ Virus (LOV) (Span et al.,1995), Yellow-Head Virus (YHV) (Wongteerasupaya et al., 1995; Longyant et al., 2006), Whyte Semnaskan_UGM/Poster Penyakit dan Lingkungan (pPL-20) 1 Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 Spot Sindrome Virus (WSSV) (Fleger et al., 2004; Kono et al., 2004; Muliani et al 2005, 200s6; Perez et al., 2005), Monodon Baculo Virus (MBV), Infectious Hypodermal and Haemotopoetic Necrosis Virus (IHHNV), dan Hepatopancreatic Parvovirus (HPV) (Walker & Coley, 2003; Flegel et al., 2004) Spowner Mortality Virus (SMV), dan Baculoviral Midgut Necrosis Virus (BMNV) (Walker & Coeley, 2003). Diantara semua jenis virus tersebut yang paling sering menyerang udang adalah White Spot Syndrome Virus (WSSV) yang merupakan penyebab utama kematian udang windu (Lo et al, 1996 ; Dhar et al., 2001 ; Kono et al., 2004) Penyebaran penyakit WSSV pada udang windu bisa secara vertikal melalui induk menularkan ke larvanya (Kasornchandra et al., 2002) dan secara horizontal melalui air yang tidak disuci hamakan (waterborne transmission), kotoran udang yang terinfeksi, pemangsaaan udang terinfeksi, makanan alami/segar jenis krustacea dan dari hama tambak jenis krustacea. Berdasarkan hal tersebut diperlukan pengetahuan mengenai transmisi infeksi virus WSSV secara horizontal untuk dapat melakukan intervensi terhadap patogenisitasnya sehingga penanganan dapat dilakukan secara tuntas dan efisien. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium basah, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros menggunakan akuarium yang berukuran 40 cm x 30 cm x 27 cm menggunakan air laut salinitas 28 ppt sebanyak 10 L. Hewan uji yang digunakan berupa benur windu PL 18 sebanyak 50 ekor/wadah yang sebelumnya telah dilakukan pengecekan bebas WSSV dengan test PCR. Perlakuan dan Rancangan Penelitian diset dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan sbb; A= media pemeliharaan menggunakan air + udang sehat yang diinfeksi WSSV, B = media pemeliharaan menggunakan air dan tanah yang steril + udang sehat yang diinfeksi WSSV, C = media pemeliharaan menggunakan air dan udang yang telah diinfeksi WSSV + udang sehat dan D = (kontrol) media pemeliharaan dengan air + tanah steril + Udang sehat. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan dengan mengisi setiap wadah akuarium dengan 10 liter air laut salinitas 28 ppt yang telah disterilkan menggunakan kaporit 150 ppm dan dinetralkan dengan Natrium thiosulfat 75 ppm. Masing-masing akuarium ditebari pasca larva (PL) dengan kepadatan 50 ekor/akuarium. Untuk menjaga ketersediaan oksigen, setiap wadah pemeliharaan pasca larva dilengkapi dengan batu aerasi yang sudah disterilkan. Infeksi WSSV yang digunakan berdasarkan dari hasil konsentrasi LC 50 (konsentrasi virus yang mematikan 50% udang uji) yaitu 2 mL/L. Pemberian pakan dilakukan sebanyak tiga kali per hari. Sampling dan Pengamatan Pengamatan sintasan udang windu dilakukan setiap 24 jam selama 8 hari dan pada akhir penelitian (hari ke 18), sedangkan pengamatan parameter kualitas air dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Analisis Data Data sintasan yang diperoleh dianalisis ragam dan dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey Hasil dan Pembahasan Sintasan Udang windu Sintasan pasca larva udang windu selama penelitian disajikan pada Tabel 1. Pada tabel tersebut terlihat bahwa sintasan pasca larva udang windu pada akhir penelitian tertinggi pada perlakuan D (kontrol tanpa infeksi WSSV) dengar SR 78,67% dan terendah pada perlakuan C dengan SR 27,33%. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam perlakuan terhadap sintasan pasca larva udang windu setelah diinfeksi virus WSSV memperlihatkan pengaruh yang nyata pada setiap waktu pengamatan kecuali pada pengamatan 12 jam pertama. Oleh karena itu dilanjut dengan uji Tukey untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dan hasilnya seperti Tabel 1. 2 Semnaskan_UGM/Poster Penyakit dan Lingkungan (pPL-20) Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 Tabel 1. Sintasan pasca larva udang windu selama penelitian *Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan perbedaan yang tidaka nyata (P >0,05) Hasil uji lanjut Tukey sintasan pasca larva udang windu pada pengamatan 24 jam setelah diinfeksi virus WSSV memperlihatkan perlakuan C berbeda nyata dengan perlakuan A dan D, akan tetapi tidak berbeda dengan perlakuan B, sementara pada pengamatan 48 jam perlakuan B dan C berbeda dengan perlakuan A dan D. Pada pengamatan 72 jam hingga jam ke-432 jam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara semua perlakuan yang diujikan, akan tetapi berbeda terhadap kontrol, kecuali pada pengamatan jam ke-168 dimana perlakuan C berbeda nyata (P˂0,05) terhadap perlakuan A dan D namun tidak berbeda nyata terhadap perlakuan B (Tabel 1). Ini menunjukkan bahwa transmisi WSSV lebih cepat terhadap pasca larva udang windu yang dipelihara bersama dalam wadah dengan menggunakan air dan udang yang telah terinfeksi WSSV (C) dibandingkan dengan pemeliharaan udang yang menggunakan substrat air (A) ataupun pada media pemeliharaan udang dengan air + tanah (B). Hal ini terbukti dari adanya kematian sebesar 61,33 % setelah 432 jam infeksi WSSV perlakuan yang diujikan tidak berbeda terhadap perlakuan lainnya akan tetapi berbeda bila dibandingkan dengan kontrol dengan tingkat kelangsungan hidup pasca larva udang windu hanya 27,33% seperti pada Gambar 1 . 120 Sintasan pasca larva udang (%) 100 80 60 40 20 0 12 24 48 72 96 120 144 168 192 432 Waktu pengamatan (jam) A B C D Gambar 1. Sintasan pasca larva udang windu selama penelitian Gambar 1 menunjukkan sintasan pascalarva udang windu pada semua perlakuan yang diujikan mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya waktu pengamatan. Sintasan pasca larva udang windu pada akhir penelitian (432 jam) tidak berbeda antara setiap perlakuan yang diujikan kecuali dengan kontrol. Cepatnya penularan virus WSSV pada perlakuan C dibandingkan dengan perlakuan lainnya disebabkan virus WSSV telah mendapatkan inang terlebih dahulu sebagai tempat hidupnya, yang dengan cepat menginfeksi udang sehat yang dipelihara dalam wadah yang sama oleh karena adanya sifat kanibalisme udang sehingga dengan mudah virus ini mereplikasikan diri dan berkembang pada inangnya, sementara pada perlakuan yang lainnya baru mencari inang yang akan ditempatinya. Infeksi virus WSSV menimbulkan epizootik dan merupakan patogen yang menyebabkan terjadinya transmisi secara horizontal dari lingkungan yang terinfeksi WSSV. Semnaskan_UGM/Poster Penyakit dan Lingkungan (pPL-20) 3 Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 Fenomena ini menunjukkan bahwa penularan virus WSSV sangat cepat bila sudah ada dalam media hidup karena virus akan bermultireplikasi didalam intisel hidup sehingga dengan cepat menggandakan selnya dan mencari inang yang akan diserang. Transmisi virus terjadi secara horizontal melalui kontaminasi air, organisme peliharaan, feces udang dan juga bisa terjadi karena pemangsaan terhadap udang mati yang telah terinfeksi WSSV ( Peng dkk. 1998; Rajan dkk. 2000) Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor penunjang dan sangat berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang windu. Untuk menunjang penelitian ini dilakukan pengukuran parameter kualitas air yang meliputi NH3, NO2, PO4, BOT dan pH air. Nilai kisaran kualitas air yang diukur pada awal dan akhir penelitian yang digunakan sebagai data penunjang pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai kisaran parameter kualitas air selama penelitian Perlakuan Parameter Kualitas air NH3 NO2 PO4 Awal 0,0368 0,1950 0,086 A1 0,0133 2,782 2,971 A2 0,0079 3,772 2,055 A3 0,0155 2,560 2,135 B1 0,0218 3,831 0,465 B2 0,0242 3,477 0,534 B3 0,0221 3,831 0,524 C1 0,0103 2,743 2,474 C2 0,0132 3,113 2,517 C3 0,0130 3,282 2,425 D1 0,0198 3,369 0,474 D2 0,0158 3,519 0,455 D3 0,0190 3,043 0,413 BOT 24,36 21,24 24,84 23,88 24,84 24,36 23,16 24,36 21,24 23,64 25,08 24,36 21,72 pH 8,094 8,028 8,032 8,088 8,014 8,011 8,002 8,056 8,043 8,034 8,087 8,079 7,971 Dari Tabel 2 terlihat bahwa hasil pengukuran parameter kualitas air memperlihatkan nilai yang berada dalam kisaran yang layak untuk kehidupan udang windu sehingga tidak berpengaruh terhadap respon yang ditimbulkan oleh adanya infeksi virus WSSV terhadap tingkat kelangsungan hidup pascalarva udang windu. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan - - Tingkat serangan WSSV dipengaruhi oleh substrat pemeliharaan pasca larva udang windu Sintasan pasca larva udang windu tertinggi pada perlakuan D (kontrol tanpa infeksi WSSV) yaitu 78,67% dan terendah pada perlakuan C pemeliharaan pasca larva dengan air dan udang yang telah terinfeksi WSSV yaitu 27,33% Infeksi WSSV secara horisontal pada pasca larva udang windu lebih cepat melalui media pemeliharaan yang menggunakan air dan udang yang telah terinfeksi WSSV Saran Dalam melakukan kegiatan Budidaya menghindari organisme yang dapat menjadi carier WSSV Ucapan Terima Kasih Kepada rekan-rekan peneliti dan teknisi Kesehatan Ikan dan Lingkungan baik yang terlibat langsung maupun tidak, diucapkan terima kasih atas terlaksananya penelitian ini. Daftar Pustaka Atmomarsono, M. 2000. Teknologi budidaya udang berkelanjutan. Balai Penelitian Perikanan Pantai Maros, Makalah pada Konferensi Nasional II Pengelolaan Sumberdya Pesisir dan Lautan Indonesia, Makassar 15-17 Mei 2000. 4 Semnaskan_UGM/Poster Penyakit dan Lingkungan (pPL-20) Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 Boyd, C.E. 1982. Water quality mangement for pond fish culture. Elseivier Publishing Company. Dhar, A.K., M.M. Roux, & Klimpel K.R. 2001. Detection and quantion of infectious hypodermal and hematopoietic necrosis virus and white spot syndrome virus in shrimp using Real-Time Quantitative PCR and SYBR Green Chemistry. J. Clinical Microbiology. 39: 2,835-2,845. Flegel ,T.W.,L. Nielsen, V.Thamavit, S. Kongrim & T. Pasharawipas. 2004. Presence of multiple viruses in non-diseased, Cultivated Shrimp at Harvest. Aquaculture. 240: 55- 68. Kono, T.,R. Savan, & T. Itami.2004. Detection of white spot sindrome virus in shrimp by loopmediated isothermal amplification. J. Virol. Methods.115 :59-65. Lo, C.H., Peng S.E., Chen C.H., Hsu, H.C.,Chiu Y.L., Chang C.F., Liu K.F. Su M.S., Wang. C.H., & Kou G.H. 1996. Detection of baculovirus associated with white spot syndrome (WSBV) in penaied shrimp using polymerase chain reaction. Dis Aquat. Org. 25. Longyant,S.,S.Sattaman, P. Chaivisuthangkura, S. Rukpratanporn, W. Sithigorgul & P. Sitthigorngul. 2006. Eksperimental infection of some penaeid shrimp and crab by yellow head virus (YHV). Aquaculture. 257: 83-93. Muliani, A. Parenrengi, Sulaiman, dan M. Atmomasrsono. 2004. Prevalensi, iIntensitas dan transmisi white spot syndrome sirus (WSSV) pada Budidaya Udang Windu penaeus monodon. J. Pen. Indonesia . 10 : 103-110. Muliani, Nurhidayah, & M.I.Madeali. 2005. Deteksi white spot sindrome virus (WSSV) pada induk udang windu penaeus monodon dengan teknik polymerase chain reaction (PCR). Prosiding seminar Nasional dan Kongres Biologi XIII dalam rangka Luxtrum X fakultas Biologi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. p.151-157. Nurdjana, M.L. 2005. Membangunkan Indonesai(4)1: 8-14. kembali sang primadona. Masyarakat Akuakultur Peng, S.E., Lo, C.F., Ho, C.H. Chang, C.F., & Kou, G.H. 1998. Detection of white wpot baculovirus (WSBV) in giant freshwater prawn, Macrobranchium rosenbergii, using Polymerase Chain Reaction. Aquacult. 164: 253-262. Perez, F., A.M. Volckaert, & J. Calderon. 2005. Pathogenicity of white spot sydrome virus on postlarvae and juveniles of Litopenaeus vanamei. ‘quaculture. 250: 586-591. Rajan, P.R., Ramasamy, P., Purushothaman, V., & Brennan, G. P. 2000. White spot baculo virus syndrome in India shrimp Penaeus monodon and P. indicus. Aquacult 184: 31-44. Sugama, K., Novita, H., & Koesharyani, I. 2006. Production performance, diseases, SPF- breeding and risk issues concercing white shrimp, Penaeus Vannamei, Introduction into Indonesia. Indonesia Aquaculture Journa, Vol. 1 (1): 71-77. Walker, P.J. & J. A. Cowly. 2003. Viral genetic varioation : Implication for diseases diagnosis and detection of dhrimp pathogens. Co-operative Researsch Centre for Aquaculture, CSIRO Tropical Aquaculture, PMB3 Indooroopily, Q 4068, Australia. 5 pp. Wongterasupaya, C., S.Sriurairatana, J. E.Vickers, A. Akrajamorn, V. Boonsaeng, S. Panyim, A. Tassanakajon, B. Withyachumnarnkul, & T.W. Flegel. 1995. Yellow-headv of penaeus monodon is an RNA virus. Diseases of Aquat. 22: 45-50. Semnaskan_UGM/Poster Penyakit dan Lingkungan (pPL-20) 5