BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian suatu negara tidak dapat terlepas dari pengaruh investasi, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain konsumsi, pengeluaran pemerintah, serta selisih ekspor terhadap im por (nett export), investasi merupakan komponen utama penghitungan pendapatan nasional dalam sebuah perekonom ian terbuka. Oleh karena itu, investasi menjadi salah satu faktor terpenting yang dapat mendorong pertumbuhan ekonom i. Peran penting investasi terhadap perekonom ian telah dijelaskan dalam salah satu teori pertumbuhan ekonomi. Harrod-Domar menyebutkan bahwa untuk memacu pertumbuhan ekonomi, diperlukan investasi baru yang diterjemahkan sebagai tambahan stok modal. Investasi tersebut terutama berasal dari tabungan nasional suatu negara yang merupakan proporsi dari pendapatan nasional. Dengan rasio modal-output (capital-output ratio) tertentu, pembagian persentase tabungan terhadap pendapatan nasional dengan rasio modal-output menghasilkan sebuah angka yang dinyatakan sebagai pertumbuhan pendapatan nasional. Selain dari tabungan nasional, investasi baru juga dapat diperoleh dari penarikan dana-dana investasi luar negeri. Penanaman invesatasi dapat dilakukan melalui berbagai jalur, salah satunya pembelian saham perusahaan. Saham yang dimaksud adalah saham yang diterbitkan pertama kali atau Initial Public Offering (IPO). IPO menghasilkan aliran kas ke perusahaan dan menjadi tambahan stok modal yang dapat digunakan 1 untuk berbagai kebutuhan perusahaan, termasuk melakukan ekspansi. Saham yang telah ditransaksikan antara perusahaan dan investor dapat ditransaksik an kembali antar investor. Transaksi ini menghasilkan aliran kas yang hanya dinikmati investor melalui aktivitas spekulasi. Seiring dengan sistem perekonomian yang semakin terbuka, para investor dari suatu negara dapat melakukan investasi ke berbagai negara lain yang dianggap mampu memberikan tingkat keuntungan yang paling besar. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia merupakan sa lah satu negara yang menjadi ladang incaran para investor asing untuk menanamkan investasi dalam bentuk saham. Dari jum lah seluruh investor pasar saham Indonesia, sebanyak 97,4 persen merupakan investor domestik, sedangkan sisanya sebesar 2,6 persen merupa kan investor asing. M eskipun persentase investor asing lebih kecil dibandingkan dengan investor domestik, investor asing menguasai 60 persen kepemilikan saham di Indonesia. Investor asing merupakan pelaku pasar modal yang sangat rasional. Pemenuhan tingkat keuntungan yang disyaratkan menjadi insentif bagi para investor dan menentukan keputusan untuk menanamkan atau menarik modal. Dengan demikian, para investor asing akan memegang lebih dari satu bentuk investasi dalam portofolio yang dimiliki sebagai substitusi, misalnya obligasi dan deposito. Selain itu, perilaku investor asing menjadi sangat sensitif terhadap perubahan indikator penting yang menjadi acuan pa sar modal dunia, seperti suku bunga efektif Amerika Serikat atau Federal Funds Rate. 2 Di Indonesia, perbankan memiliki peranan yang sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kegiatan investasi. Sebagai lembaga intermediary, perbankan berfungsi mengumpulkan tabungan masyarakat dan menyalurkannya kembali, salah satunya dalam bentuk kredit investasi. Dengan peranan tersebut, perbankan dapat dikatakan sebagai salah satu sektor pemimpin (leading sector) yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Sejak dilaksanakannya deregulasi perbankan untuk pertama kali di Indonesia pada 1 Juni 1983, setiap bank diberikan keleluasaan untuk menentukan suku bunganya sendiri sehingga industri perbankan semakin kompetitif. Industri perbankan tumbuh pesat seiring dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan konglomerasi keuangan 1 yang semakin meningkat. Peningkatan kesejahteraan membuat masyarakat semakin mampu mengakses berbagai layanan perbankan (bankable). Pangsa pasar industri perbankan di dalam sistem keuangan meningkat dari 77,9 persen pada semester satu 2013 menjadi 78,5 pe rsen pada semester dua 2013. Peningkatan ini disebabkan oleh kenaikan aset perbankan dibandingkan dengan lembaga keuangan yang lain (lihat Gambar 1.1) (Bank Indonesia, 2014). Oleh karena itu, stabilitas perbankan menjadi bagian yang sangat penting dalam penilaian sistem keuangan secara menyeluruh. 1 Koglomerasi keuangan adalah beberapa lem baga jasa keuangan yang berada di dalam satu kelompok tertentu dika renakan keterkaitan kepemilikan dan/atau pengendalian . 3 0.10% 0.10% 6.70% Gambar 1.1 Aset Lembaga Keuangan 0.10% 0.50% 10.10% 2.60% 1.20% 78.50% Perbankan Dana Pensiun Perusahaan Pembiayaan Perusahaan M odal Ventura*) Pegadaian BPR Asuransi Perusahaan Penjaminan M anager Investasi *) Posisi Juni 2013 Sumber: Bank Indonesia (2014) Sistem keuangan yang tidak stabil dapat menjadi indikas i kemungkinan terjadinya krisis. M enurut Bianchi (2010), krisis yang terjadi di sektor keuangan dapat mempengaruhi pembanguan ekonomi di sektor riil. Pengaruh krisis, khususnya di sektor perbankan, terhadap perekonomian dimulai dengan terganggunya fungsi intermediasi perbankan sehingga alokasi dana ke sektor produktif menjadi tidak optimal. Selain itu, efektivitas kebijakan moneter akan terhambat oleh kondisi perbankan yang tidak sehat. Demikian pula dengan kelancaran lalu lintas pembayaran yang sangat tergantung pada tersedianya jaringan dan fungsi perbankan yang sehat (Bank Indonesia, 2004). Krisis perbankan berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan berbagai aktivitas yang dilakukan oleh industri perbankan (Bank Indonesia, 2003). Dari sisi penghimpunan dana, penarikan dana secara besarbesaran dalam waktu yang singkat memberikan dampak negatif pada aspek likuiditas bank. Jika tidak segera ditangani, bank akan mengahadapi masalah 2 solvabilitas karena bank terpaksa memberikan insentif bunga simpanan yang sangat tinggi dan seringkali jauh di atas kemampuan bank untuk mempertahankan 2 Solvabilitas adalah kemampuan bank untuk membayar kewajibannya sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. 4 simpanan masyarakat. Sementara itu, struktur biaya bunga yang tinggi menurunkan kemampuan bank untuk menghasilkan keuntungan sehingga dapat mengakibatkan kerugian luar biasa, seperti yang pernah terjadi pada industri perbankan Indonesia selama periode 1997/1998. Dari sisi penyaluran dana, kinerja perkreditan sangat ditentukan oleh prospek industri yang menerima kredit serta faktor-faktor ekonomi makro secara umum seperti tingkat inflasi dan fluktuasi nilai tukar. M enjelang krisis perbankan tahun 1997/1998, pemberian kredit terkonsentrasi pada sektor properti yang ketika itu berkembang dengan sangat pesat. Tingginya tingkat kredit macet selama terjadi krisis menyebabkan kebijakan penyaluran kredit oleh sektor perbankan menjadi sangat selektif. M emasuki tahun 1999, volume kredit yang disalurkan perbankan nasional secara keseluruhan mengalami penurunan drastis menjadi 225,1 triliun rupiah dari tahun sebelum nya sebesar 487,4 triliun rupiah atau mengalami pertumbuhan negatif sebesar 53,81 persen (Kuncoro, 2006:484). 3 Krisis perbankan juga berkaitan dengan krisis mata uang , seperti yang pernah terjadi di M eksiko. Pada bulan Desember 1994, terjadi krisis mata uang Peso yang disertai dengan kenaikan suku bunga secara berlipat ganda dan kontraksi ekonomi yang hebat. M enurut González-Hermosillo dkk. (1997), hasil penelitian yang melibatakan 31 bank komersial di M eksiko menunjukkan bahwa berbagai variabel di sektor perbankan dapat menjelaskan kemungkinan terjadinya kegagalan perbankan, sedangkan kondisi ekonomi makro sangat menentukan 3 Krisis mata uang adalah krisis yang ditandai dengan koreksi yang sangat tajam terhadap nilai tukar mata uang suatu negara. 5 waktu terjadinya kegagalan perbankan. A kibat krisis perbankan yang terjadi, pada akhir tahun 1995 pemerintah M eksiko harus membantu lebih dari 80 persen total aset perbankan melalui pemberian suntikan modal dan bantuan likuiditas jangka pendek. Krisis ekonomi yang terjadi di Asia pada tahun 1997/1998 kembali mengingatkan bahwa krisis di sektor keuangan, khususnya perbankan, dapat menggangu kegiatan suatu perekonom ian secara menyeluruh (Bank Indonesia, 2004). De Gregorio (2012) menyatakan bahwa selama krisis Asia, dari kuartal kedua 1998 sampai kuartal kedua 1999, G DP negara Chili mengalami penurunan sebesar 4,1 persen. Tingkat pengangguran meningkat lebih dari dua kali lipat antara permulaan tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 menjadi hampir 12 persen dan bertahan sebesar 9,5 persen sampai tahun 2005. M enjelang akhir triwulan ketiga 2008, perekonom ian dunia dihadapkan pada satu babak baru, yaitu runtuhnya stabilitas ekonomi global seiring dengan meluasnya krisis finansial ke berbagai negara termasuk Indonesia. Krisis ini menimbulkan dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia , sebagaimana tercermin dari berbagai gejolak di pasar uang dan pasar modal. Gejolak yang terjadi akibat krisis finansial tahun 2008 antara lain koreksi tajam nilai tukar Rupiah hingga mencapai level Rp10.900/USD pada akhir Desember 2008, terpangkasnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHS G) dari level 2.627,3 di awal tahun 2008 menjadi 1.355,4 di akhir tahun, peningkatan risk aversion 4 dari pemodal asing yang memicu terjadinya relokasi aset, arus keluar kepemilikan 4 Risk aversion adalah perilaku menghindari risiko dalam berinvestasi. 6 asing terhadap berbagai surat berharga, jatuhnya nilai kapitalisasi pasar, penurunan tajam volume perdagangan saham, merosotnya harga berbagai komoditas ekspor yang berakibat pada anjloknya kinerja ekspor, defisit neraca transaksi modal dan finansial (financial account) serta peningkatan defisit neraca transaksi berjalan (current account) (Bank Indonesia, 2009). M engingat pentingnya peran perbankan terhadap stabilitas sistem keuangan dan perekonomian, kesehatan perbankan harus terus dijaga. Aktivitas pemantauan juga perlu dilakukan, salah satunya di pasar modal. Pemantauan tersebut dilakukan karena pasar modal merupakan bagian dari sistem keuangan dan sejumlah bank merupakan emiten 5 di pasar modal. Selain itu, pergerakan 6 saham bank yang sudah go public diperkirakan dapat mempengaruhi stabilitas sistem keuangan (Bank Indonesia, 2004). Di Indonesia, terdapat empat bank berstatus Badan Usaha M ilik Negara (BUM N) yang sudah go public. Keempatnya dapat dikategorikan sebagai bank 7 berdampak sistemik dan berstatus System atically Important Bank (SIB) . Beberapa di antaranya termasuk dalam kategori bank terbesar dengan to tal aset mencapai lebih dari 400 triliun rupiah (lihat Tabel 1.1). 5 Emiten adalah perusahaan yang memperoleh dana melalui pasar modal, baik dengan men erbitkan saham maupun obligasi dan menjualnya secara umum kepada masyarakat. 6 Go public adalah sebutan untuk perusahaan yang sudah terdaftar di bursa saham. 7 Ketentuan mengenai bank berdampak sistemik dan berstatus Systematically Important Bank (SIB) dapat diliha t pada Pasal 1 Pe rpu No.4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) dan Pasal 39 UU No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 7 Tabel 1.1 Total Aset Bank BUMN Bank BUM N Total Aset (triliun rupiah) 2013:Q2 2014:Q2 M andiri 672,173 764,938 13,80 BRI 556,458 643,484 15,64 BNI 343,791 407,817 18,62 BTN 118,594 135,623 14,36 Pertumbuhan Aset (%) Sumber: Laporan Keuangan Bank M andiri, BRI, BNI, BTN (2014), diolah Pada kuartal kedua 2014, B ank M andiri menjadi bank yang memiliki total aset terbesar di Indonesia, yaitu mencapai 764,938 triliun rupiah atau tum buh 13,80 persen dari total aset kuartal kedua 2013 sebe sar 672,173 triliun rupiah. Dari segi pertumbuhan, BNI merupakan bank dengan pertumbuhan total aset terbesar dibandingkan dengan ketiga bank BUM N yang lain, yaitu sebesar 18,62 persen. Selain total aset, bank BUM N juga memiliki total modal dan kewajiban dalam jumlah yang sangat besar. Total kewajiban didominasi oleh tabungan dan simpanan berjangka. Dengan demikian, peningkatan total kewajiban dapat diartikan sebagai peningkatan kepercayaan masyarakat terha dap institusi perbankan. Namun, total kewajiban dalam jumlah yang sangat besar berpotensi menjadi sumber kegagalan bank jika terjadi kepanikan yang mengakibatkan penarikan dana secara besar-besaran (bank rush). Data total modal dan kewajiban keempat bank B UM N dapat dilihat pada Tabel 1.2. 8 Tabel 1.2 Total Modal dan Kewajiban Bank BUMN Bank BUM N Total M odal (triliun rupiah) 2013:Q2 2014:Q2 Pertumbuhan M odal (%) Total Kewajiban (triliun rupiah) 2013:Q2 2014:Q2 Pertumbuhan Kewajiban (%) M andiri 79,461 93,96 18,25 592,711 670,977 13,20 BNI 44,105 55,542 25,93 299,685 352,274 17,55 BRI 68,621 85,048 23,94 487,836 558,436 14,47 BTN 10,68 11,618 8,78 107,914 124,004 14,91 Sumber: Laporan Keuangan Bank M andiri, BRI, BNI, BTN (2014), diolah Pada kuartal kedua 2014, Bank M andiri menjadi bank yang memiliki total modal dan kewajiban terbesar di Indonesia, yaitu sebesar 93,96 dan 670,977 triliun rupiah. Dari segi pertum buhan, BNI merupakan bank dengan pertumbuhan total modal dan kewajiban terbesar dibandingka n dengan ketiga bank BUM N lain, yaitu sebesar 25,93 dan 17,55 persen. Selain itu, bank BUM N juga memiliki jaringan yang sangat luas, sistem transaksi yang kompleks atas jasa perbankan, dan keterkaitan yang erat dengan sektor keuangan yang lain. Ketiga bank BUM N, kecuali PT Bank Tabungan Negara (Persero), memiliki layanan uang elektronik berbasis teknologi cip yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi dan membayar tagihan rutin tanpa harus memiliki rekening bank. PT Bank Negara Indonesia (Persero) merupakan BUM N yang terdepan dalam melaksanakan kerja sama Cross Currency Swap 8 (CCS) serta menjadi bank pertama di Indonesia yang mengoperasikan Mobile 9 Point-of-Sales (m-POS) . 8 Cross Currency Swap (CCS) adalah perjanjian antara dua pihak untuk melakukan pertukaran bunga dan pokok pinjaman dengan denominasi dua mata uang yang berbeda. 9 M obile Point-of-Sales (m-POS) adalah layanan berbasis perangkat nirkabel untuk melakukan transaksi menggunakan kartu debit, kartu kredit, dan kartu prabayar secara mobile. 9 Dari segi praktik konglomerasi, bank BUM N terlibat hampir di semua sektor keuangan. Di antara keempat bank BUM N, seluruhnya memiliki a nak perusahaan yang bergerak di bidang industri perbankan syariah serta industri Sekuritas dan Pasar M odal. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) memiliki anak perusahaan yang bergerak di bidang industri pembiayaan agrobisnis dengan menguasai sebayak 79,79 persen saham dan secara resmi menjadi Pemegang Saham Pengendali sebuah bank agrobisnis. PT Bank M andiri (Persero), bekerja sama dengan salah satu perusahaan asuransi dan manajemen a set terbesar di dunia, membangun sebuah perusahaan patungan yang begerak di bidang industri asuransi jiwa dan asuransi umum . Hal tersebut kiranya mampu menegaskan posisi bank BUM N sebagai bank yang berdampak sistemik dan berstatus System atically Important Bank (SIB). M engingat pengaruh bank BUM N yang sangat besar terhadap stabilitas sistem keuangan, baik kinerja maupun tingkat kesehatan bank BUM N harus terus dijaga. Pemantauan terhadap pergerakan harga saham bank BUM N juga perlu dilakukan. Berikut ini adalah data bulanan pergerakan harga penutupan (closing price) saham bank BUM N periode kuartal satu 2005 sampai kuartal dua 2014, kecuali BTN yang mulai bergabung di bursa saham pada Desember 2009. Gambar 1.2 Pergerakan Harga Saham Bank Mandiri (BMRI) 1500 0 1000 0 5000 0 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 Sumber: Bank M andiri (2014), diolah 10 Harga saham Bank M andiri turun menjadi 1.290 pada N ovember 2005 dari 1.940 pada Januari 2005 atau tumbuh negatif 33,51 persen akibat kenaikan harga bahan bakar yang menyebabkan laju inflasi melonjak hingga 18,38 persen. Krisis finansial 2008 menurunkan harga saham menjadi 1.490 pada November 2008 dari 3.325 pada januari 2008 atau tumbuh negatif 55,19 persen. Rencana pengurangan stimulus (Tapering Off) Amerika Serikat kembali memberikan tekanan dan menurunkan harga saham menjadi 7.100 pada Agustus 2013 dari 10.500 pada April 2013 atau tumbuh negatif 32,38 persen. Gambar 1.3 Pergerakan Harga Saham BRI (BBRI) 1500 0 1000 0 5000 0 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 Sumber: Bank Rakyat Indonesia (2014), diolah Harga saham BRI turun menjadi 2.450 pada Oktober 2005 dari 2.750 pada Januari 2005 atau tumbuh negatif 10,91 persen akibat kenaikan harga bahan bakar yang menyebabkan laju inflasi melonjak hingga 17,89 persen. Krisis finansial 2008 menurunkan harga saham menjadi 3.400 pada November 2008 dari 7.000 pada januari 2008 atau tumbuh negatif 51,43 persen. Rencana pengurangan stimulus (Tapering Off) Amerika Serikat kembali memberikan tekanan dan menurunkan harga saham menjadi 6.600 pada Agustus 2013 dari 9.400 pada April 2013 atau tumbuh negatif 29,79 persen. 11 Gambar 1.4 Pergerakan Harga Saham BNI (BBNI) 6000 4000 2000 0 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 Sumber: Bank Negara Indonesia (2014), diolah Harga saham BNI turun menjadi 1.190 pada November 2005 dari 1.640 pada Januari 2005 atau tumbuh negatif 27,44 persen akibat kenaikan harga bahan bakar yang menyebabkan laju inflasi melonjak hingga 18,38 persen. Krisis finansial 2008 menurunkan harga saham menjad i 510 pada Oktober 2008 dari 1.740 pada januari 2008 atau tumbuh negatif 70,69 persen. Rencana pengurangan stimulus (Tapering Off) Amerika Serikat kembali memberikan tekanan dan menurunkan harga saham menjadi 3.850 pada Agustus 2013 dari 5.400 pada April 2013 atau tumbuh negatif 28,70 persen. Gambar 1.5 Pergerakan Harga Saham BTN (BBTN) 3000 2000 1000 0 10 11 12 13 14 Sumber: Bank Tabungan Negara (2014), diolah Pada awal bergabung di bursa saham Desember 2009, harga saham BTN ditutup dengan angka 840. Harga saham BTN naik hingga angka tertinggi menjadi 1.990 pada O ktober 2010. Rencana pengurangan stimulus (Tapering O ff) Amerika 12 Serikat memberikan tekanan dan menurunkan harga saham menjadi 930 pada September 2013 dari 1.700 pada M aret 2013 atau tumbuh negatif 45,29 persen. M enurut Niederhoffer dan Regan (1972), faktor terpenting yang memisahkan antara saham yang memiliki kinerja terbaik dan terburuk adalah profitabilitas. Profitabilitas yang baik akan berdampak pada tingginya harga saham. Sementara itu, Balke dan Wohar (2006) menyatakan bahwa pergerakan harga saham tidak dapat dijelaskan hanya dengan profitabilitas. Berdasarkan data pergerakan harga saham bank BUM N , penurunan harga saham keempat bank terindikasi berhubungan dengan gejolak kondisi ekonomi makro baik di dalam maupun luar negeri, seperti depresiasi nilai tukar dan ekspektasi peningkatan suku bunga efektif Amerika Serikat akibat rencana kebijakan Tapering Off. Depresiasi nilai tukar mendorong Bank Sentral untuk m enaikkan suku bunga, yang berarti kenaikan biaya modal dan tingkat diskon. Kenaikan tersebut kemudian berpengaruh terhadap penurunan keuntungan perusahaan dan nilai sekarang (present value) keuntungan yang diharapkan oleh para investor di masa depan sehingga harga saham turun. Sementara itu, penarikan bantuan likuiditas Amerika Serikat menimbulkan ekspektasi dari para investor bahwa kondisi perekonomian Amerika Serikat semakin membaik dan suku bunga efektif akan meningkat. Hal ini menim bulkan pelarian m odal dan pengalihan bentuk investasi dari bentuk saham domesik menjadi obligasi Amerika Serikat dan deposito Dolar yang mengakibatkan penuruanan harga saham. Penelitian ini mencoba menganalisis pengaruh perubahan suku bunga efektif Amerika Serikat, nilai tukar Ru piah/Dolar, dan profitabilitas bank terhadap 13 pergerakan harga saham Bank M andiri (BM RI), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Negara Indonesia (BBNI), dan Bank Tabungan Negara (BBTN). Hasil penelitian akan lebih mencerminkan perilaku investor asing yang sangat rasional di dalam berinvestasi dan keputusan investasinya ditentukan oleh pemenuhan tingkat keuntungan yang disyaratkan. Hal tersebut mengingat bahwa investor asing menguasai lebih dari setengah kepemilikan saham di Indonesia. 1.2. Rumusan Masalah Hasil penelitian G onzález-Hermosillo dkk. (1997) di M eksiko menunjukkan bahwa berbagai variabel di sektor perbankan dan kondisi ekonomi makro dapat menentukan terjadinya kegagalan perbankan. Penelitian De Gregorio (2012), yang didasarkan pada bukti empiris di negara Chili, serta pengalaman krisis finansial 2008 menunjukkan bahwa krisis di sektor keuangan menimbulkan dampak yang besar terhadap perekonomian secara keseluruhan. M enurut Bank Indonesia (2004), pergerakan saham perbankan yang sudah go public diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu prom pt indicator sistem 10 untuk memantau stabilitas keuangan. Sebagai bank yang berdampak sistemik dan berstatus Systematically Important Bank (SIB), pergerakan saham bank BUM N dinilai mampu merefleksikan kondisi di sektor perbankan. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah pengaruh perubahan suku bunga efektif Amerika Serikat terhadap pergerakan harga saham masing-masing bank BUM N? 10 Prompt indicator adalah indikator yang dapat memberikan informasi tertentu secara cepat. 14 2. Apakah pengaruh perubahan nilai tukar Rupiah/Do lar terhadap pergerakan harga saham masing-masing bank BUM N? 3. Apakah pengaruh perubahan profitabilitas bank terhadap pergerakan harga saham masing-masing bank BUM N? 1.3. Batasan Penelitian Batasan penelitian diperlukan untuk menjaga pokok permasalahan tetap tertuju pada rumusan masalah penelitian serta mengatasi keterbatasan penelitian. Penelitian ini hanya berfokus pada anal isis pengaruh perubahan suku bunga efektif Amerika Serikat, nilai tukar Rupiah/Do lar, dan profitabilitas bank terhadap pergerakan harga saham masing-masing bank BUM N periode kuartal satu 2005 sampai kuartal dua 2014, kecuali BTN yang dimulai periode kuartal empat 2009. Konsep analisis yang digunakan adalah kuantitatif den gan alat analisis ekonometrika. Penelitian ini menggunakan pendekatan Engle-G ranger Error Correction Model dan metode O rdinary Least Squares (OLS) untuk analisis Bank M andiri, BRI, dan BNI. Berbeda dengan ketiga bank BUM N lain, pendekatan penelitian terhadap BTN hanya menggunakan uji koefisien korelasi parsial. Keterbatasan ini timbul karena data yang tersedia tidak memenuhi jumlah observasi (n) minimal dalam regresi ekonometrika, yaitu sebanyak 30 data runtut waktu (time series). 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang dilakukan oleh peneliti antara lain: 15 1. M enganalisis pengaruh jangka panjang dan jangka pendek perubahan suku bunga efektif Amerika Serikat terhadap pergerakan harga saham masingmasing bank BUM N. 2. M enganalisis pengaruh jangka panjang dan jangka pendek perubah an nilai tukar Rupiah/Dolar terhadap pergerakan harga saham masing-masing bank BUM N. 3. M enganalisis pengaruh jangka panjang dan jangka pendek perubahan profitabilitas bank terhadap pergerakan harga saham masing-masing bank BUM N. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan pengaruh perubahan suku bunga efektif Amerika Serikat atau Federal Funds Rate, nilai tukar Rupiah/Do lar, dan profitabilitas bank terhadap pergerakan harga saham masing-masing bank BUM N serta memberikan manfaat sebagai berikut: 1. M engetahui variabel yang signifikan berpengaruh terhadap pergerakan harga saham masing-masing bank BUM N sehingga dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan bagi pemerintah, otoritas yang mengatur dan mengawasi bank, maupun bank secara individu. 2. M enambah wawasan bagi masyarakat. 3. M enjadi syarat memperoleh gelar sarjana jenjang S1 bagi peneliti di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah M ada. 16 1.6. Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari lima bab, antara lain Bab I Pendahuluan, Bab II Tinjauan Empiris dan Landasan Teori, Bab III M etodologi Penelitian, Bab IV Analisis Hasil dan Pembahasan, Bab V Kesimpulan dan Saran. Bab I berisi tentang latar belakang, rum usan masalah, batasan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II berisi tinjauan empiris penelitian sebelum nya dan landasan teori yang mendukung penelitian. Bab III berisi model ekonometrika dan alat analisis penelitian. Bab IV berisi analisis hasil dan pembahasan uji akar unit A DF, uji koefisien korelasi parsial, uji kointegrasi Engle-Granger, uji Breusch-G odfrey, uji W hite’s General, uji Jarque-Bera, uji Ramsey RESET, uji CUSUM , serta uji statistik. Bab V berisi kesimpulan dan saran. 17