BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi ekonomi di Indonesia telah mengalami berbagai pasang surut. Krisis global yang telah terjadi beberapa kali tentu saja sedikit banyak mempengaruhi keadaan ekonomi di Indonesia. Baik itu krisis pada tahun 1998 yang berdampak sangat buruk pada perekonomian Indonesia atau pun krisis subprime mortgage yang berhasil dilalui tanpa menimbulkan banyak masalah. Keadaan ekonomi yang selalu bergerak secara dinamis inilah salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Faktor eksternal lain yang mempengaruhi kinerja perusahaan adalah persaingan bisnis di tingkat nasional maupun internasional. Selain itu faktor internal juga memegang peranan penting, contohnya seperti penerapan strategi oleh manajemen. Jika manajemen gagal menerapkan strategi yang sesuai dengan pasar atau gagal dalam membaca keinginan pasar maka akan timbul masalah. Berbagai masalah yang berasal dari eksternal dan internal perusahaan dapat berujung pada penurunan kinerja dan gagal dalam memenuhi kewajibannya. Perusahaan yang mengalami penurunan kinerja secara terus menerus dan tidak dapat melakukan perubahan akan berakhir pada kebangkrutaan. Para manajer di perusahaan tersebut akan melakukan berbagai cara untuk dapat menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan. Penurunan kinerja perusahaan juga akan direspon secara negatif oleh para pemegang saham dan kreditor. Hal tersebut dinilai wajar karena pemegang saham ingin mendapatkan profit dari dana yang telah diinvestasikan ke perusahaan, bukan sebaliknya. 1 Sedangkan kreditor ingin agar perusahaan dapat memenuhi kewajibannya dan tidak lari dari tanggungjawabnya untuk membayar utang. Sehingga penting bagi manajer, investor, dan kreditor untuk dapat memperkirakan kondisi perusahaan. Platt dan Platt (2002) menyatakan bahwa sebelum terjadinya kebangkrutan terdapat tahap-tahap penurunan kondisi keuangan atau disebut juga sebagai financial distress. Kebangkrutan sebuah perusahaan tidak secara tiba-tiba terjadi, tetapi melalui tahapan financial distress terlebih dahulu. Tahapan financial distress inilah yang dianggap sebagai peringatan dini atas kemungkinan terjadinya kebangkrutan. Gejala-gejala yang mengarah pada financial distress juga dapat dilihat. Peringatan dini yang didapat bukan hanya ketika perusahaan sedang berada pada kondisi financial distress, namun juga pada saat sebelumnya, yaitu pada saat perusahaan menunjukkan gejala-gejala menuju financial distress. Jika prediksi yang didapat sudah terlambat, yaitu pada saat terjadinya financial distress, ada kemungkinan perusahaan tidak dapat berbuat banyak untuk memperbaiki keadaan. Prediksi kebangkrutan memberikan rentang waktu yang lebih sempit bagi pihak yang berkepentingan untuk mengambil keputusan dibandingkan dengan prediksi financial distress. Tujuan pelaporan keuangan adalah untuk memberikan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan dan memberikan informasi tentang prospek di masa yang akan datang. Maka dari itu, kondisi dan kemampuan perusahaan dapat diketahui dari analisis pelaporan keuangan. Begitu juga dengan prediksi atas kondisi financial distress. Analisis terhadap informasi keuangan dapat dilakukan untuk mengetahui gejala-gejala terjadinya financial distress. Penelitian-penelitian mengenai prediksi kebangkrutan dan prediksi financial distress telah banyak dilakukan. Sebagian besar dari penelitian tersebut dilakukan dengan menganalisis rasio keuangan. Alasan digunakannya rasio keuangan karena pelaporan 2 keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan berisi informasi mengenai pencapaian dan prospek perusahaan di masa depan, serta rasio keuangan dianggap dapat mengendalikan efek sistematis dari ukuran variabel saat pengujian (Lev dan Sunder 1979). Secara umum terdapat empat kategori rasio, yaitu likuiditas, profitabilitas, leverage, dan aktivitas. Rasio likuiditas menggambarkan hubungan antara aset lancar dengan utang lancar serta dapat mengukur kemampuan perusahan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Perusahaan yang secara terus menerus tidak dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya memiliki resiko jatuh bangkrut yang lebih tinggi. Rasio di kategori ini yang umum diketahui dan digunakan adalah current ratio dan quick ratio. Rasio profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dibandingkan dengan biaya dan kos lainnya. Rasio yang sering digunakan adalah return on asset (ROA), return on equity (ROE), dan profit margin. ROA mengukur sejauh mana perusahaan menggunakan aset yang dimiliknya untuk meghasilkan laba bersih. ROE menunjukkan seberapa banyak laba bersih yang dapat dihasilkan perusahaan sesuai dengan ekuitasnya. Profit margin mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada angka penjualan tertentu. Rasio leverage digunakan untuk mengetahui pembiayaan perusahaan dan mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang. Rasio leverage terdiri dari beberapa rasio, antara lain debt-to-equity ratio yang dapat menunjukkan besaran proporsi equity dan debt yang digunakan dalam membiayai aset perusahaan. Ketika rasio ini tinggi berarti perusahaan membiayai aktivitasnya secara agresif dengan menggunakan utang. Selain itu terdapat rasio total utang terhadap total asset, rasio ekuitas terhadap total asset, dll. Rasio aktivitas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya. Rasio yang masuk dalam kelompok ini antara lain total assets turn 3 over yang merupakan perbandingan antara penjualan dengan total aset. Rasio tersebut menggambarkan seberapa efisien perusahaan dalam menggunakan seluruh asetnya dalam menghasilkan tingkat penjualan tertentu. Selain itu terdapat inventory turnover, di mana rasio ini akan memiliki pengaruh langsung terhadap besarnya modal yang diinvestasikan ke persediaan (Riyanto, 2008). Penelitian awal yang menggunakan rasio keuangan untuk memprediksi kegagalan perusahaan dilakukan oleh Beaver (1966) yang menguji 79 perusahaan bangkrut dan 79 perusahaan tidak bangkrut sebagai sampel. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa rasio keuangan, seperti return on asset (ROA) dan cash flow to total asset, memiliki perbedaan yang siginifikan sampai lima tahun sebelum kebangkrutan terjadi. Setelah itu Altman (1968) melakukan penelitian dengan tujuan yang sama namun menggunakan pendekatan analisis yang berbeda. Jika Beaver (1966) menggunakan Z-score, maka Altman (1968) menggunakan multiple discriminant analysis (MDA). Dalam penelitiannya, Altman (1968) menguji 33 perusahaan bangkrut dan 33 perusahaan tidak bangkrut. Selanjutnya dilakukan penelitian oleh Ohlson (1980) dengan menggunakan logit model sebagai alat analisis. Dengan menggunakan regresi logit, indikator variabel bernilai satu dan indikator variabel lainnya bernilai nol. Dari penelitian-penelitian dengan judul ratio yang berhubungan dengan prediksi atau sistem peringatan awal, sebagian besar menggunakan perusahaan bangkrut sebagai sampel. Sedangkan keadaan financial distress dan bangkrut tidaklah sama. Definisi financial distress sendiri banyak diperbincangkan karena tidak semudah mendefinisikan kebangkrutan yang merupakan proses hukum. Namun yang pasti financial distress terjadi ketika ada penyimpangan dari keadaan normal perusahaan. Belum ada definisi yang pasti dan setiap penelitian menggunakan deskripsinya masing-masing untuk menilai financial distress. 4 Penelitian sejenis yang dilakukan di Indonesia sendiri belum terlalu banyak. Salah satunya adalah Almila (2006) yang meneliti prediksi kondisi financial distress dengan menggunakan multinominal logit. Dalam mendefinisikan kondisi financial distress digunakan dua kelompok, yaitu: 1) Perusahaan yang mengalami laba bersih negatif selama dua tahun berturut-turut, dan 2) Perusahaan yang mengalami laba bersih dan nilai buku ekuitas negatif selama dua tahun berturut-turut. Penelitian ini dilakukan untuk menguji daya klasifikasi rasio keuangan yang berasal dari laporan laba rugi, neraca, dan laporan arus kas dalam memprediksi kondisi financial distress. dari penelitian ini diketahui bahwa rasio total utang/total aset, arus kas bersih dari aktivitas operasi/total aset, arus kas bersih dari aktivitas operasi/total utang, aset lancar/total aset, aset tetap bersih/total aset, arus kas bersih dari aktivitas operasi/total sumber dana, dan arus kas bersih dari dari aktivitas operasi/total utang dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan. Penelitian tersebut hanya menggunakan dua ukuran untuk mengelompokan kondisi financial distress sedangkan terdapat penelitian lain yang dilakukan oleh Platt dan Platt (2006) di mana mereka menggunakan tiga kriteria untuk mendefinisikan financial distress, yaitu: 1. Hasil penghitungan EBITDA dikurangi beban bunga yang negatif selama dua tahun berturut-turut. 2. EBIT negatif selama dua tahun berturut-turut. 3. Net income yang negatif selama dua tahun berturut-turut. Sebuah perusahaan akan dinyatakan mengalami financial distress jika ketiga ukuran tersebut terpenuhi. Sebaliknya, jika ketiga ukuran tersebut bernilai positif maka perusahaan dinyatakan sehat atau tidak mengalami financial distress. 5 Penelitian ini akan menggunakan ketiga kriteria yang digunakan oleh Platt dan Platt untuk mendefinisikan financial distress. Variabel independen yang merupakan rasio keuangan yang akan digunakan meliputi rasio profit margin, profitabilitas, financial leverage, likuiditas, posisi kas, efisiensi operasi (aktivitas), dan berbagai macam rasio lainnya. Perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dipilih karena memiliki jumlah yang cukup besar sehingga dianggap layak untuk mewakili perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia. 1.2. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Dengan keadaan ekonomi yang dinamis dan perkembangan lingkungan bisnis yang terjadi semakin cepat, sistem peringatan dini atau prediksi atas kondisi financial distress dianggap perlu. Prediksi dapat dilakukan melalui analisis rasio keuangan. Rasio keuangan dapat diakses oleh siapapun karena informasi yang diperlukan berasal dari pelaporan keuangan perusahaan. Terdapat banyak rasio keuangan yang biasanya dikelompokan menjadi yaitu likuiditas, profitabilitas, leverage, dan aktivitas. Hal menarik yang akan diteliti adalah dari sekian banyak rasio yang ada, mana kah rasio keuangan yang memiliki daya prediksi paling baik. Berdasarkan uraian sebelumnya, penulis akan melakukan uji empiris mengenai rasio keuangan mana saja yang memiliki daya prediksi kondisi financial distress pada perusahaan yang baik, sehingga pertanyaan penelitian yang diajukan adalah: 1. Rasio keuangan apa saja yang memiliki daya prediksi paling baik dan terpilih menjadi prediktor kondisi financial distress? 6 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan rasio keuangan dalam memprediksi kondisi financial distress perusahaan dengan menggunakan regresi logit. Penelitian ini bermanfaat bagi banyak pihak yang berkepentingan seperti manajemen perusahaan, investor, dan kreditor sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan. Secara lebih jauh manfaat penelitian ini adalah: 1. Bagi manajemen perusahaan hasil penelitian ini dapat memberikan peringatan dini jika perusahaan sudah menunjukkan gejala-gejala financial distress. Dari informasi tersebut dapat mulai dilakukan langkah antisipasi sehingga tidak sampai masuk ke dalam kondisi financial distress. 2. Bagi investor dan calon investor hasil penelitian dapat dilakukan untuk menilai kondisi keuangan perusahaan. Informasi tersebut dapat membantu pengambilan keputusan, apakah akan membeli melakukan investasi dengan membeli saham atau menjual saham yang sudah dimiliki. 3. Bagi akademisi penelitian ini dapat dijadikan acuan dan gambaran awal untuk penelitian-penelitian selanjutnya mengenai prediksi financial distress. 1.4. Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini akan dibagi dalam lima bab, yaitu: BAB I: Pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. 7 BAB II: Tinjauan Pustaka, yang menguraikan landasan teori, penelitian terdahulu, dan model penelitian. BAB III: Metode Penelitian, yang menjelaskan mengenai variabel penelitian dan definisi operasionalnya, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis. BAB IV: Hasil dan Analisis, yang terdiri dari deskripsi objek penelitian, analisis data, dan pembahasan. BAB V: Penutup, yang terdiri dari kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan saran. 8