7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Belajar dan

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Belajar dan Pembelajaran
a. Pengertian Belajar
Nana Sudjana (2013: 28) berpendapat bahwa, “belajar adalah
suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.
Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai
bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan
tingkah laku, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya
reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada
individu”.
Belajar tidak hanya memliki arti yang sempit menurut hamdani
(2011: 20) belajar yaitu :
Suatu proses yang dilakukan secara sadar untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalaman individu ini sendiri didalam interaksi
dengan lingkungan yang terkait dengan lingkungannya yang
terkait dengan aspek kognitif, psikomotorik dan afektif.
Sedangkan pembelajaran menurut Dimyati & Mudjiono (2009:
157)
bahwa,
“proses
yang
diselenggarakan
oleh
guru
untuk
membelajarkan peserta didik dalam belajar bagaimana belajar memperoleh
dan memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap”.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa proses
pembelajaran bukan hanya sekedar transfer ilmu dari guru kepada peserta
didik, melainkan suatu proses kegiatan belajar mengajar, yakni terjadi
interaksi antara guru dengan peserta didik serta antara peserta didik
dengan peserta didik. Pada sebuah sistem, unsur yang membentuk sistem
itu saling memiliki keterkaitan untuk mencapai sebuah tujuan.
b. Ciri-ciri dan Tujuan Belajar
Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan yang lebih baik. Hal ini artinya, dalam
7
8
kegiatan belajar terdapat ciri-ciri di dalamnya. Aunurrahman (2012: 35)
menyatakan, Beberapa ciri umum kegiatan belajar sebagai berikut:
1) Belajar menunjukkan suatu aktivitas pada diri seseorang yang
disadari atau disengaja.
2) Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungan.
3) Hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku.
Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, seseorang
dikatakan belajar apabila kegiatan belajar tersebut disadari atau disengaja,
berinteraksi dengan lingkungannya dan terjadi perubahan tingkah laku
yang lebih baik dalam dirinya. Perubahan dari hasil belajar inilah yang
merupakan tujuan dari kegiatan belajar. Dikutip dari Aunurrahman (2012:
47) menurut Gagne ada lima macam tujuan atau hasil belajar yaitu :
1) Keterampilan intelektual atau keterampilan prosedural yang
mencakup belajar diskriminasi, konsep, prinsip dan pemecahan
masalah yang kesemuanya diperoleh melalui materi yang
disajikan oleh guru di sekolah.
2) Strategi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan
masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal
masing-masing individu dalam memperhatikan, mengingat dan
berpikir.
3) Informasi verbal, yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan
sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasiinformasi yang relevan.
4) Keterampilan motorik, yaitu kemampuan untuk melaksanakan
dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan
dengan otot.
5) Sikap, yaitu suatu kemampuan internal yang mempengaruhi
tingkah laku seseorang didasari oleh emosi, kepercayaankepercayaan serta faktor intelektual.
Hal senada dikemukakan Bloom, Krathwol & Simpson yang
dikutip Aunurrahman (2012: 48-49) bahwa, Tingkatan jenis perilaku
belajar terdiri dari tiga ranah atau kawasan yaitu :
1) Kognitif terdiri enam jenis perilaku yaitu: pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.
2) Ranah afektif terdiri lima perilaku yaitu: penerimaan,
partisipasi, penilaian, organisasi dan pembentukan.
9
3) Ranah psikomotor, terdiri tujuh perilaku yaitu: persepsi,
kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan
kompleks, penyesuaian pola gerakan dan kreativitas.
Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa,
tujuan kegiatan belajar meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik
yang lebih baik dari sebelumnya. Ketiga aspek tersebut merupakan satu
kesatuan yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Seseorang
diakatakan telah belajar apabila terjadi perubahan yang lebih baik dari
sebelumnya baik aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
c. Prinsip-prinsip Belajar
Prinsip belajar dapat diartikan sebagai pandangan-pandangan
mendasar dan dianggap penting yang dijadikan sebagai pegangan di dalam
melaksanakan kegiatan belajar. Prinsip-prinsip belajar bermanfaat untuk
memberikan arah tentang apa saja yang sebaiknya dilakukan oleh guru
agar para peserta didik dapat berperan aktif di dalam proses pembelajaran.
Mengingat beberapa hal yang dapat menjadikan kerangka dasar
bagi penerapan prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran
menurut Davies yang dikutip dari Aunurrahman (2012: 113) adalah
sebagai berikut:
1) Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus
mempelajarinya sendiri. Tidak seorangpun yang dapat
melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya
2) Setiap peserta didik belajar menurut tempo (kecepatannya)
sendiri dan untuk setiap kelompok umur, terdapat variasi dalam
kecepatan belajar.
3) Seorang peserta didik belajar lebih banyak bilamana setiap
langkah segera diberikan penguatan (reinforcement)
4) Penguasaan secara penuh dari setiap langkah pembelajaran,
memungkinkan murid belajar secara lebih berarti.
5) Apabila peserta didik diberikan tanggung jawab untuk
mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar,
dan ia akan belajar dan mengingat lebih baik.
10
Beberapa prinsip belajar yang dapat dijadikan pegangan guru di
dalam pelaksanaan proses pembelajaran dan diyakini memberikan
pengaruh bagi pencapaian hasil belajar diantaranya adalah; (1) prinsip
perhatian dan motivasi, (2) prinsip transfer dan retensi, (3) prinsip
keaktifan, (4) prinsip keterlibatan langsung, (5) prinsip pengulangan, (6)
prinsip tantangan, (7) prinsip balikan dan penguatan, (8) prinsip perbedaan
individual.
d. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 157) bahwa,
“proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan Peserta
Didik dalam belajar bagaimana belajar memperoleh dan memproses
pengetahuan, keterampilan, dan sikap”.
Menurut (Wina Sanjaya, 2011: 9) menyatakan bahwa :
Perencanaan pembelajaran adalah proses pengambilan keputusan
hasil berpikir secara rasional tentang sasaran dan tujuan
pembelajaran tertentu, serta rangkaian kegiatan yang harus
dilaksanakan sebagai upaya pencapaian tujuan tersebut dengan
memanfaatkan segala potensi dan sumber belajar yang ada.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa proses
pembelajaran bukan sekedar transfer ilmu dari guru kepada peserta
didiknya, melainkan suatu proses kegiatan belajar mengajar, yakni terjadi
interaksi antara guru dengan peserta didik serta antara peserta didik
dengan peserta didik. Pada sebuah sistem, unsur yang membentuk sistem
itu saling memiliki keterkaitan untuk mencapai sebuah tujuan.
e. Komponen Pembelajaran.
Komponen-komponen dalam belajar dan mengajar menurut Nana
Sudjana (2013:30) adalah sebagai berikut:
1) Tujuan proses pengajaran
2) Materi atau bahan pelajaran
11
3) Metode dan alat yang digunakan dalam proses pengajaran
4) Penilaian dalam proses pengajaran
Tujuan pembelajaran merupakan hal yang paling penting dalam
proses pengajaran sebagai indikator keberhasilan pembelajaran. Bahan
pelajaran diharapkan dapat melengkapi dan mendukung tercapainya tujuan
pembelajaran. Metode dan alat berfungsi sebagai jembatan atau media
pelajaran terhadap tujuan yang ingin dicapai, sehingga harus efektif dan
efisien. Sedangkan penilaian berperan untuk mengukur tercapai tidaknya
tujuan pengajaran.
Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2011: 9) bahwa komponen
sistem pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Peserta didik sebagai subjek dalam pembelajaran dijadikan
pusat dari segala kegiatan. Artinya perencanaan dan desain
pembelajaran disesuaikan dengan kondisi peserta didik yang
bersangkutan, baik sesuai dengan kemampuan dasar, minat dan
bakat, motivasi belajar, dan gaya belajar peserta didik itu
sendiri.
b. Tujuan adalah komponen terpenting dalam pembelajaran setelah
komponen peserta didik sebagai subjek belajar. Tujuan
merupakan persoalan tentang visi dan misi suatu lembaga
pendidikan.
c. Kondisi adalah berbagai pengalaman belajar yang dirancang
agar peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran yang
telah dirumuskan. Pengalaman belajar harus mendorong peserta
didik aktif belajar baik secara fisik maupun nonfisik.
d. Sumber belajar berkaitan dengan segala sesuatu yang
memungkinkan peserta didik dapat memperoleh pengalaman
belajar meliputi: lingkungan fisik seperti tempat belajar, bahan
dan alat yang dapat digunakan, personal seperti guru, petugas
perpustakaan dan ahli media, siapa saja yang berpengaruh baik
langsung maupun tidak langsung untuk keberhasilan dalam
pengalaman belajar.
e. Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh
kemampuan sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan.
Tugas utama guru dalam kegiatan ini adalah merancang
instrumen yang dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan
peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.
12
f. Hasil Belajar
Belajar merupakan tindakan dan perilaku peserta didik yang
kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh peserta
didik sendiri. Peserta didik adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya
proses belajar. Proses belajar terjadi berkat peserta didik mempelajari
sesuatu yang ada di lingkungan sekitar.
Hasil belajar merupakan suatu cara menetapkan kuantitas dan
kualitas hasil belajar. Hal ini dikarenakan tujuan pengajaran merupakan
deskripsi tentang hasil belajar yang seharusnya dicapai oleh peserta didik,
maka penilaian hasil belajar harus mengacu kepada isi rumusan tujuan
pengajaran itu. Atas dasar itu dapat pula dinyatakan, penilaian hasil belajar
merupakan suatu cara untuk mengidentifikasi tingkat pencapaian tujuan
pengajaran oleh Peserta Didik. Menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 3)
bahwa, “hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar
dan tindak mengajar”.
Dikutip dari Aunurrahman (2012: 47), menurut Gagne ada lima
macam hasil belajar berikut ini :
1) Keterampilan intelektual atau keterampilan prosedural yang
mencakup belajar deskriminasi, konsep prinsip, dan pemecahan
masalah yang kesemuanya diperoleh melalui materi yang
disajikan guru disekolah.
2) Strategi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan
masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal
masing-masing individu dalam memperhatikan, mengingat dan
berikir.
3) Informasi verbal, yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan
sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasiinformasi yang relevan.
4) Keterampilan motorik, yaitu keterampilan untuk melakukan dan
mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan
otot.
5) Sikap, yaitu suatu kemampuan internal yang memperngaruhi
tingkah laku seseorang didasari emosi, kepercayaankepercayaan, serta faktor intelektual.
13
Jadi, dalam pembelajaran bolavoli yang ingin dicapai dapat
dikategorikan menjadi tiga bidang yakni bidang kognitif, bidang afektif
dan bidang psikomotorik. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kunandar
(2013: 61) “hasil belajar adalah kompetensi atau kemampuan tertentu baik
kognitif, afektif maupun psikomotorik yang dicapai atau dikuasai peserta
didik setelah mengikuti proses belajar mengajar”. Berdasarkan uraian
diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan pencapaian
bentuk perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif,
afektif dan psikomotorik dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu
tertentu.
2. Mengajar
a. Hakikat Mengajar
Mengajar pada dasarnya merupakan suatu aktivitas atau perbuatan
yang dilakukan oleh seorang guru. Dari kegiatan mengajar tersebut tentu
ada peserta didik yang belajar. Mengajar merupakan suatu proses yang
kompleks. Guru berperan tidak hanya sekedar menyampaikan informasi
kepada peserta didik, tetapi juga berusaha agar peserta didik mau belajar.
Karena mengajar sebagai upaya yang disengaja, maka guru terlebih dahulu
harus mempersiapakan bahan yang akan disajikan kepada peserta didik.
Upaya yang dilakukan guru tersebut agar tujuan yang telah dirumuskan
dapat dicapai. Menurut Chauhan yang dikutip Husdarta & Yudha M.
Saputra (2010: 4) menyatakan, “Mengajar adalah upaya guru dalam
memberikan rangsangan, bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada
peserta didik agar terjadi proses belajar. Adapun arah yang akan dituju
dalam proses belajar adalah tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan
guru dan diketahui oleh peserta didik”.
Menurut Husdarta & Yudha M. Saputra (2010: 3) menyatakan
bahwa:
14
Mengajar merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Guru
berperan tidak hanya sekedar menyampaikan informasi kepada
peserta didik saja tetapi juga guru harus berusaha agar peserta didik
mau belajar. Karena belajar sebagai upaya yang disengaja, maka
guru terlebih dahulu harus mempersiapkan bahan yang akan
disajikan kepada peserta didik.
Berdasarkan pengertian mengajar yang dikemukakan dua ahli
tersebut dapat disimpulkan bahwa, mengajar merupakan suatu kegiatan
yang kompleks yang di dalamnya terdapat beberapa komponen yang saling
berkaitan yang bertujuan untuk mempengaruhi atau meningkatkan
pengetahuan atau keterampilan peserta didik menjadi lebih baik.
3. Gaya Mengajar
a. Hakikat Mengajar
Gaya mengajar merupakan salah satu bagian yang memegang
peran penting dalam kegaiatan belajar mengajar. Gaya mengajar muncul
dari gagasan Muska Mosston. Menurut Muska Mosston yang dikutip
Adang Suherman & Agus Mahendra (2001: 149) bahwa, “Guru dan
peserta didik dapat saling tawar menawar dalam memperoleh kesempatan.
Dalam
memperoleh
kesempatan
dalam
perihal
perencanaan,
pelaksanaannya. Dalam istilah lain disebutkan setting pre impact, impact
set dan post impact”.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, dalam gaya mengajar ada
tiga hal yang menjadi pokok dalam pengajaran, yaitu setting pre impact,
impact set dan post impact. Dalam gaya mengajar peserta didik dilibatkan
dalam perencanaan dan pelaksanaan dalam kegiatan pembelajaran. Lebih
Lanjut Adang Suherman & Agus Mahendra (2001: 150) menjelaskan
ketiga hal pokok dalam mengajar sebagai berikut:
I. Pre impact set, mencakup semua keputusan yang harus dibuat
sebelum terjadinya tatap muka antara guru dengan peserta
didik. Keputusan dalam setting ini mencakup tugas gerak yang
harus dipelajari, waktu, pengorganisasian, alat, tempat
15
berlangsungnya gerak, kriteria keberhasilan serta prosedur dan
materi penilaian. Keputusan ini menegaskan tentang maksud.
II. Impact set, meliputi keputusan-keputusan yang berhubungan
dengan pelaksanaan maksud di atas, atau hal-hal yang
diputuskan pada tahap pra impact set. Keputusan dalam tahap
ini menentukan aksi.
III. Post impact set, memasukkan keputusan-keputusan yang
berhubungan dengan penilaian penampilan atau pelaksanaan
tugas pada masa impact set serta kesesuaian antara maksud dan
aksi. Pemberian koreksi dan umpan balik serta penilaian,
termasuk pada setting ini.
Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, dalam gaya
mengajar, baik guru maupun peserta didik memiliki membuat keputusan
dalam setiap setting pembelajaran. Menurut Husdarta & Yudha M. Saputra
(2010: 36) bahwa, “Gaya mengajar merupakan interaksi yang dilakukan
oleh guru dengan peserta didik dalam proses belajar mengajar agar materi
yang disajikan dapat diserap oleh peserta didik”.
Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, gaya
mengajar pada dasarnya merupakan seperangkat keputusan yang diambil
dalam pelaksanaan proses pengajaran. Baik guru maupun peserta didik
memiliki
kemungkinan untuk
membuat
keputusan dalam proses
pengajaran. Perbedaan antara satu gaya dengan gaya lainnya ditentukan
oleh besarnya pengalihan keputusan dari guru kepada peserta didiknya.
Pada sisi lain dapat dilihat gaya mengajar yang semua keputusannya
dibuat oleh guru, tetapi ada juga gaya mengajar peserta didik juga dapat
mengambil keputusan. Kecenderungan yang terjadi dalam proses
pengajaran adanya kesadaran bahwa pengajaran sebaiknya jangan terlalu
didominasi oleh keputusan guru. Tetapi harus secara proporsional
memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam membuat keputusan
yang
berkaitan
pelaksanaannya.
dengan
perencanaan,
pelaksanaan
dan
penilaian
16
b. Macam-Macam Gaya Mengajar
Gaya mengajar pada dasarnya bersifat kontinum terdiri dari 11
gaya, yang masing-masing gaya memiliki kelebihan sekaligus memiliki
kelemahan. Rusli Lutan (2000: 30) menyatakan,
Tidak ada satu gaya mengajar yang dianggap paling berhasil, sebab
bergantung pada situasi. Gaya mengajar itu, sekali waktu lebih
ditekankan pada guru sebagai pusat pengajaran dan sekali waktu
berpusat pada anak. Jadi pembuatan keputusan itu bergerak dalam
sebuah garis berkesinambungan.
Komando
Tugas
│
Individual
│
│
Pemecahan
Eksplorasi
Eksplorasi
Masalah
Terbatas
Tidak Terbatas
│
│
│
◄‫►־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־‬
Pendapat
tersebut
menunjukkan
bahwa,
dalam
kegiatan
pembelajaran dapat menerapkan lebih dari satu gaya menurut kebutuhan
dalam pembelajaran. Untuk memanfaatkan kelebihan dari setiap gaya
mengajar guru harus mampu menggunakan gaya yang bervariasi dalam
pembelajarannya. Artinya, ketika guru mengajar harus mengkombinasikan
gaya mengajar yang berbeda-beda, untuk mencari kemungkinan terbaik
serta mencari kesesuaian dengan gaya belajar peserta didik. Namun
demikian, tidak menutup kemungkinan dalam kegiatan pembelajaran
hanya dapat diterapkan satu gaya mengajar saja. Oleh karena itu, setiap
guru harus memahami dan menguasai macam-macam gaya mengajar.
Menurut Ashworth & Mosston (2008: 76) gaya mengajar pendidikan
jasmani sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
Gaya komando (The Command Style-A)
Gaya latihan (The Practice Style-B)
Gaya berbalasan (The Reciprocal Style-C)
Gaya menilai diri sendiri (The Self Check Style-D)
17
5) Gaya inklusi (The Inclusion Style-E)
6) Gaya penemuan terpimpin (The Guided Discovery Style-F)
7) Gaya penemuan konvergen (The Convergent Discovery
Style-G)
8) Gaya penemuan divergen (The Divergen Discovery Style-H)
9) Gaya yang dirancang peserta didik (The Learner-Designed
Individual Program Style-I)
10) Gaya inisiatif (The Learner-Initiated Style-J)
11) Gaya mengajar diri sendiri (The Self-Teaching Style-K)
1. Gaya Komando (The Command Style-A)
Gaya komando adalah mereproduksi respon atau kinerja aba-aba.
Dalam anatomi gaya komando peran guru adalah untuk membuat semua
keputusan, dan peran peserta didik adalah untuk mengikuti keputusankeputusan aba-aba. Ketika perilaku ini tercapai, tujuan-tujuan berikut
dicapai dalam materi pelajaran dan perilaku. Peran tertentu (keputusan)
dari guru dan peserta didik dalam gaya komando menghasilkan set tertentu
hasil. Hasil dapat dibandingkan dengan menetapkan tujuan bahwa
hubungan keputusan ini menghasilkan untuk menentukan tingkat
kesesuaian (perjanjian) yang terjadi antara set dimaksudkan tujuan dan
tindakan kelas yang sebenarnya. Ketika salah satu dari tujuan tersebut
timbul, struktur keputusan gaya komando akan menyebabkan beberapa
dari banyak contoh yang mewakili struktur keputusan gaya komando.
Langkah-langkah menggunakan anatomi gaya komando sebagai
pedoman pelaksanaan yaitu proses ini melibatkan keputusan pra-dampak,
dampak, dan pasca-dampak. Tujuan dari pra-dampak mengatur keputusan
adalah untuk merencanakan. Selama perencanaan set, semua keputusan
dalam anatomi yang dibuat sesuai dengan perilaku belajar mengajar yang
dipilih. Memutuskan perilaku belajar mengajar yang spesifik untuk
memilih ditentukan dengan membuat keputusan-keputusan tentang tujuan
untuk tugas dan perilaku. Perencanaan pada akhirnya akan menghasilkan
rencana pelajaran. Dampak set adalah waktu pelaksanaan yang
18
sebenarnya. Tujuan dari dampak mengatur keputusan adalah untuk
melibatkan peserta didik dalam partisipasi aktif dan melaksanakan dengan
keputusan yang dibuat selama pra-dampak. Ini adalah waktu untuk
menempatkan maksud ke dalam tindakan. Sangat penting dalam semua
gaya, bahwa harapan akan diurutkan selama persalinan dalam episode.
Peserta didik harus mengetahui ekspektasi kinerja tugas (peran/keputusan
dari guru dan peserta didik). Oleh karena itu, guru bertanggung jawab
untuk menetapkan adegan dengan menghadirkan harapan selama setiap
episode.
2. Gaya Latihan (The Practice Style-B)
Gaya latihan adalah berlatih secara individu dari tugas dengan umpan
balik pribadi. Dalam anatomi gaya latihan peran guru adalah untuk
membuat semua materi pelajaran dan keputusan logistik dan memberikan
umpan balik kepada peserta didik. Peran peserta didik adalah untuk
berlatih tugas membuat keputusan tertentu. Ketika perilaku ini tercapai,
tujuan diuraikan di bawah ini dicapai dalam materi pelajaran dan perilaku.
Gaya latihan membentuk realitas baru, menawarkan kondisi baru untuk
belajar, dan mencapai satu set yang berbeda dari tujuan dari gaya
komando. Hubungan gaya latihan terjadi karena keputusan tertentu
bergeser dari guru kepada peserta didik. Pergeseran ini yang membuat
keputusan tentang apa, kapan, menciptakan hubungan baru antara guru dan
peserta didik, antara peserta didik dan tugas-tugas, dan di antara peserta
didik sendiri. Dalam setiap bidang, gaya latihan adalah dominan perilakuorang secara individu berlatih tugas dan menerima umpan balik.
Akibatnya, citra kelas perilaku ini tidak tunggal. Meskipun ada lebih
banyak variasi dalam gambar ruang kelas gaya ini daripada kebanyakan
gaya, distribusi keputusan untuk variasi ini merupakan anatomi gaya
latihan. Untuk menentukan fokus perkembangan setiap peristiwa belajar-
19
mengajar perlu identifikasi keputusan tertentu yang dibuat oleh guru dan
peserta didik.
Deskripsi dari episode dalam gaya latihan harus mencerminkan esensi
dari hubungan ini. Awalnya, guru akan menjelaskan kepada peserta didik
konsep pergeseran keputusan untuk menghasilkan tujuan yang berbeda
keputusan-keputusan dari gaya latihan. Penjelasan ini menetapkan harapan
perilaku untuk episode berikutnya, guru berlanjut dengan materi pelajaran
penjelasan atau demonstrasi dan harapan logistic. Urutan ketiga harapan
ini berubah sesuai dengan tujuan dari episode. Setelah disampaikan, para
peserta didik memulai dan saat guru mengamati peserta didik membuat
keputusan. Peserta didik akan mengambil bahan mereka, dan dalam waktu
yang cukup singkat, akan menetap ke dalam kinerja tugas. Guru mulai
secara individual dan secara pribadi menghubungi setiap peserta didik.
Cara di mana waktu digunakan menandai kontras besar antara realitas
perilaku komando dan gaya latihan. Mengisyaratkan atau kinerja isyarat
adalah esensi dari semua variasi perilaku komando. Peserta didik
merespon ketika isyarat (keputusan waktu) untuk mencapai kinerja. Inti
dari semua variasi perilaku latihanya adalah ketersediaan waktu yang
dialokasikan untuk peserta didik membuat keputusan saat berlatih tugas.
Fokus
pembelajaran
utama
dalam
gaya
latihan
adalah
untuk
mengembangkan kesadaran dalam membuat keputusan tentang waktu, dan
juga menyadari pentingnya waktu dalam mengerjakan tugas untuk diri
sendiri dan untuk orang lain. Inti dari gambar kelas gaya ini adalah siklus
tertentu hubungan antara guru dan peserta didik. Guru menyajikan harapan
untuk tugas, perilaku atau keputusan, dan logistik. Peserta didik
melakukan tugas dan membuat keputusan untuk jangka waktu. Kemudian
guru mengamati kinerja dan menawarkan umpan balik.
20
3. Gaya Berbalasan (The Reciprokal Style-C)
Gaya berbalasan adalah interaksi sosial, balasan, menerima dan
memberikan umpan balik segera yang dipandu oleh kriteria tertentu yang
diberikan oleh guru. Dalam anatomi gaya berbalasan, peran guru adalah
untuk membuat semua materi pelajaran, kriteria, keputusan logistik dan
memberikan umpan balik kepada pengamat. Peran peserta didik adalah
untuk bekerja dalam hubungan kemitraan. Salah satu peserta ddiik adalah
pelaku yang melakukan tugas, membuat keputusan dari gaya latihan,
sedangkan peserta didik lainnya adalah pengamat yang menawarkan
langsung dan terus-menerus umpan balik untuk pelakunya, menggunakan
lembar kriteria yang dirancang oleh guru. Pada akhir latihan pertama,
pelaku dan pengamat berganti peran. Pelaku 1 menjadi pengamat 2 dan
pengamat 1 menjadi pelaku 2. Ketika perilaku ini tercapai, tujuan-tujuan
berikut dicapai dalam materi pelajaran dan perilaku.
Pelaksanaan gaya berbalasan untuk realitas baru dan peran membuat
tuntutan sosial dan psikologis baru pada guru dan peserta didik yaitu
penyesuaian yang cukup besar dan perubahan perilaku harus dilakukan. Ini
adalah pertama kalinya dalam proses belajar mengajar yang guru sengaja
menggeser keputusan umpan balik kepada peserta didik. Kekuatan umpan
balik yang selalu milik guru kini bergeser ke peserta didik. Peserta didik
oleh karena itu harus belajar untuk menggunakan kekuatan jawaban ketika
mereka memberi dan menerima umpan balik dengan rekan-rekan. Kedua
guru dan peserta didik perlu mengalami realitas baru ini dengan
kepercayaan dan kenyamanan. Semua harus memahami nilai perilaku ini
dalam pertumbuhan peserta didik. Bagian berikut menggabungkan
deskripsi sebuah episode dengan langkah-langkah yang digunakan untuk
implementasi. Langkah-langkah dan penjelasan yang diperlukan hanya
selama dua atau tiga episode.
21
4. Gaya Menilai Diri Sendiri (The Self-Check Style-D)
Gaya menilai diri sendiri yaitu peran guru untuk membuat semua
materi, kriteria, dan keputusan logistik subjek. Peran peserta didik adalah
untuk bekerja secara independen dan untuk memeriksa penampilan mereka
sendiri terhadap kriteria yang disiapkan oleh guru. Ketika perilaku ini
tercapai, tujuan-tujuan berikut dicapai dalam materi pelajaran dan
perilaku.
Pelaksanaan menilai diri sendiri yaitu setiap perilaku mendistribusikan
keputusan berbeda yang membuat keputusan ketika menciptakan fokus
pembelajaran baru. Setiap perilaku mengajak peserta didik untuk
berpartisipasi dalam materi pelajaran dari perspektif yang berbeda.
Akibatnya, berbagai perilaku belajar mengajar memperluas apakah peserta
didik tahu tentang materi pelajaran. Dalam perilaku ini, guru memberikan
kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan wawasan ke dalam
konten dan menjadi lebih mandiri dengan menggeser kedua praktek sendiri
dan membandingkan kontras kinerja yang melawan model. Perilaku ini
bukan untuk pemula atau peserta didik yang tidak menunjukkan beberapa
tingkat keberhasilan tugas dalam spesifik keterampilan motorik, aktivitas.
Terlalu dini untuk meminta individu berpengalaman untuk membuat
keputusan penilaian diri ketika mereka tidak memiliki kompetensi dasar
dalam melakukan isi keterampilan. Bahkan ketika peserta didik yang akrab
dengan tugas, sangat sulit untuk mengingat dimana semua bagian tubuh
yang saat melakukan tugas-tugas fisik. Oleh karena itu, tugas yang dipilih
dan bentuk yang kriteria dirancang keduanya penting untuk mencapai
tujuan perilaku ini. Topik ini akan diperluas pada bagian memilih dan
merancang tugas.
22
5. Gaya Inklusi (The Inclusion Style-E)
Gaya Inklusi yaitu bahwa peserta didik dengan berbagai tingkat
keterampilan berpartisipasi dalam tugas yang sama dengan memilih
tingkat kesulitan di mana mereka dapat melakukan. Dalam anatomi gaya
Inklusi, peran guru adalah untuk membuat semua keputusan materi
pelajaran, termasuk tingkat mungkin dalam tugas, dan keputusan logistik.
Peran peserta didik adalah untuk survei tingkat tersedia dalam tugas, pilih
titik masuk, berlatih tugas, jika perlu melakukan penyesuaian ditingkat
tugas, dan memeriksa kinerja terhadap kriteria. Ketika perilaku ini
tercapai, tujuan-tujuan berikut dicapai dalam materi pelajaran dan
perilaku.
Pelaksanaan gaya inklusi pada suatu episode memberikan waktu
peserta didik untuk memulai dan mengalami langkah awal keputusan.
Sekarang peran guru adalah mengedarkan dan menawarkan setiap umpan
balik individu peserta didik, seperti pada perilaku sebelumnya (SelfCheck). Menanggapi peran pengambilan keputusan, tidak dengan rincian
kinerja tugas. Kontak awal dengan peserta didik secara individual
mengundang percakapan atau kesempatan bagi guru untuk mendengarkan
peserta didik. Guru dapat mengajukan pertanyaan umum, yaitu "keputusan
apa yang anda buat tentang tugas? Bagaimana anda lakukan di tingkat
yang anda pilih? Bagaimana anda melakukan dalam peran anda?
"Jawabannya peserta didik akan memandu komentar berikutnya. Umpan
balik guru adalah untuk mengakui keputusan tingkat peserta didik. Dalam
praktek awal perilaku ini adalah penting bahwa guru menerima dan tidak
menantang keputusan tingkat. Fokus pada menggunakan umpan balik
netral, menghindari umpan balik nilai mengacu pada tingkat yang dipilih.
Hal ini guru tidak berperan untuk memberitahu pelajar atau tingkat yang
dipilih. Peran pelajar adalah untuk memilih tingkat yang tepat untuk
dirinya. Ini mungkin sedikit sulit bagi guru untuk menahan diri dari
23
mengomentari tingkat yang dipilih, tapi kesabaran adalah wajib. Dan
mungkin sulit untuk peserta didik untuk menahan diri. Tujuannya adalah
untuk mengajar peserta didik untuk membuat keputusan yang tepat tentang
tingkat mana dalam materi pelajaran yang paling mampu untuk
melakukannya. Perilaku ini menekankan ukuran tidak hanya saluran
perkembangan kognitif dan fisik, tetapi juga emosional. Perilaku ini terdiri
dari emosi, konsep diri, dan tingkat komitmen dari peserta didik karena
mereka berlatih tugas. Kesalahan dalam kinerja tidak diabaikan. Terlepas
dari tingkat yang dipilih, meminta peserta didik untuk merujuk pada uraian
tugas dan memeriksa kinerja sekali lagi. Baik menunggu untuk melihat
atau kembali dalam beberapa menit dan memverifikasi apakah peserta
didik diidentifikasi kesalahan. Jika tidak, mengklarifikasi kesalahan
kinerja, kemudian beralih keberikutnya.
6. Gaya Penemuan Terpimpin (The Guided Discovery Style-F)
Gaya penemuan terpimpin adalah desain logis dan berurutan dari
pertanyaan yang mengarah seseorang untuk menemukan respon yang telah
ditentukan. Dalam Anatomi penemuan terpimpin, peran guru adalah untuk
membuat semua keputusan materi pelajaran, termasuk mendapatkan
konsep untuk ditemukan dan desain berurutan dari pertanyaan untuk
peserta didik. Peran peserta didik adalah untuk menemukan jawaban. Ini
berarti bahwa peserta didik membuat keputusan tentang segmen dari
materi pelajaran dalam topik yang dipilih oleh guru. Inti dari perilaku ini
adalah hubungan guru dan peserta didik tertentu, yaitu di mana urutan
guru dari pertanyaan membawa satu set yang sesuai tanggapan oleh
peserta didik. Setiap pertanyaan yang diajukan oleh guru memunculkan
respon yang benar tunggal ditemukan oleh peserta didik. Jika peserta didik
sudah tahu konsep sasaran, tujuan dari perilaku ini dibatalkan dan tanya
jawab pengalaman beralih ke variasi desain gaya latihan (review).
24
7. Gaya Penemuan Konvergen (The Convergent Discovery Style-G)
Gaya penemuan konvergen adalah untuk menemukan jawaban benar
yang telah ditentukan menggunakan konvergen proses. Dalam anatomi
gaya penemuan konvergen, peran guru adalah untuk membuat keputusan
materi pelajaran, termasuk konsep sasaran untuk ditemukan, dan untuk
merancang pertanyaan tunggal disampaikan kepada peserta didik. Peran
peserta didik adalah untuk terlibat dalam penalaran, pertanyaan, dan logika
untuk berurutan membuat koneksi tentang konten untuk menemukan
jawaban. Ketika perilaku ini tercapai, tujuan-tujuan berikut dicapai dalam
hal pengertian pokok dan perilaku. Dalam perilaku sebelumnya dipandu
dengan penemuan. Guru menyiapkan pertanyaan dan mengatur urutan
yang
menyebabkan
respon.
Penemuan
konvergen,
peserta
didik
menghasilkan pertanyaan dan mengatur urutan logis yang akhirnya
mengarah pada penemuan respon. Meskipun peserta didik dapat
menggunakan pendekatan yang berbeda untuk memecahkan masalah,
mereka masing-masing akan berkumpul direspon yang sama menggunakan
aturan logika dan penalaran.
8. Gaya Penemuan Divergen (The Divergent Discovery Style-H)
Gaya Penemuan Divergen yaitu beberapa tanggapan terhadap
pertanyaan atau situasi tunggal, dalam operasi kognitif tertentu. Dalam
anatomi divergen, peran guru adalah untuk membuat keputusan tentang
topik materi pelajaran, pertanyaan dan logistik khusus untuk disampaikan
kepada peserta didik. Peran peserta didik adalah untuk menemukan
beberapa desain/solusi/tanggapan untuk pertanyaan tertentu. Ketika
perilaku ini tercapai, tujuan-tujuan berikut dicapai dalam materi pelajaran
dan perilaku. Konsep penemuan gaya divergen untuk pertama kalinya
peserta didik terlibat dalam menemukan dan memproduksi pilihan dalam
materi pelajaran. Sampai saat ini, guru telah membuat keputusan tentang
25
tugas-tugas khusus dalam materi pokok. Peran peserta didik untuk meniru
dan melakukan menemukan target tertentu. Pada gaya divergen di dalam
batasan tertentu, peserta didik membuat keputusan tentang spesifik
produksi atau konfigurasi subyek. Perilaku ini melibatkan peserta didik
dalam produksi materi. Ini mengundang peserta didik untuk memperluas
batas-batas mereka dari materi pelajaran. Gaya ini mengarah agar peserta
didik mencari berbagai solusi yang akan digunakan untuk memecahkan
masalah.
9. Gaya yang Dirancang Peserta didik (The Learner-Designed Individual
Program Style-I)
Gaya yang dirancang peserta didik adalah independensi masingmasing peserta didik untuk menemukan struktur yang menyelesaikan
masalah. Dalam anatomi gaya yang dirancang peserta didik, peran guru
adalah untuk membuat keputusan logistik subjek umum untuk peserta
didik. Peran pelajar adalah untuk membuat keputusan tentang bagaimana
untuk menyelidiki topik materi pelajaran umum.
Dalam gaya ini, peserta didik mulai merancang pengalaman belajar
mengajar episode yang mendukung harapan materi pelajaran masingmasing. Karena setiap peserta didik dalam pengalaman belajar mengajar
masing-masing bertanggung jawab untuk merancang, mencontohkan, dan
menghubungkan episode. Sebaliknya, perilaku ini merupakan pendekatan
yang
sangat
disiplin
dimaksudkan
untuk
membangkitkan
dan
mengembangkan kemampuan kognitif dan kreatif dari peserta didik secara
individual. Hal ini adalah model untuk secara sistematis mengeksplorasi
dan meneliti masalah untuk menemukan komponen-komponennya,
hubungan antara komponen, dan tatanan mungkin atau urutan untuk
komponen ini. Gaya yang dirancang peserta didik memungkinkan peserta
didik untuk menemukan struktur masalah di tangan peserta didik yang
26
harus tahu beberapa fakta, dapat mengidentifikasi kategori, terlibat dalam
analisis, dan kemudian membangun skema. Gaya ini membutuhkan
integrasi dari semua keterampilan yang dipelajari disemua gaya
sebelumnya. Perilaku ini paling produktif dengan peserta didik yang telah
berhasil mengalami tanggung jawab keputusan perilaku sebelumnya. Hal
ini bekerja dengan baik untuk peserta didik yang siap untuk penemuan
gaya ini diperluas. Tanpa kembali dari gaya sebelumnya, peserta didik
dapat menghadapi kesulitan dalam mengatur baik pertanyaan dan jawaban
ke dalam struktur rasional dan bisa diterapkan gaya yang dirancang peserta
didik untuk menyediakan peserta didik dengan kesempatan melatih semua
keterampilan sebelumnya dan menemukan cara menghubungkan satu
dengan yang lain.
10. Gaya Inisiatif (The Learner-Initiated Style-J)
Gaya inisiatif adalah inisiasi pelajar dan tanggung jawab untuk
merancang pengalaman belajar. Dalam anatomi gaya inisiatif, peran
pelajar adalah secara independen melakukan perilaku ini dan membuat
semua keputusan dalam pra-dampak, termasuk yang perilaku belajar
mengajar akan digunakan dalam dampak, dan menciptakan keputusan
kriteria untuk dampak. Tersedia guru memenuhi syarat dalam materi
pelajaran, peran guru sekarang untuk menerima kesiapan peserta didik
untuk membuat keputusan yang maksimal dalam pengalaman belajar,
menjadi mendukung, dan untuk berpartisipasi sesuai dengan permintaan
peserta didik. Ketika perilaku ini tercapai, tujuan-tujuan berikut dicapai
dalam materi pelajaran dan perilaku. Tujuan utama dari perilaku ini
menekankan menghormati kebutuhan peserta didik untuk menjadi mandiri.
Gaya inisiatif ini hanya terjadi ketika seorang individu memulai
permintaan untuk merancang perbedaannya sendiri. Inti dari gaya ini
perilaku adalah niat pelajar, tidak hanya untuk memulai, tetapi juga untuk
memikul tanggung jawab, dari pengalaman belajar. Guru dan peserta didik
27
telah melakukan perjalanan jauh sejak gaya komando. Dalam gaya
inisiatif, kita telah mencapai titik dimana peserta didik secara individual
siap untuk membuat keputusan maksimum selama episode belajar
mengajar. Hal ini adalah pertama kalinya bahwa peserta didik memulai
perilaku itu sendiri. Peserta didik mempersiapkan kesiapannya untuk
pindah, menanyakan, mempersiapkan penutup, merancang program dan
melakukan untuk pengembangan diri. Peserta didik datang ke guru dan
menyatakan kesediaan untuk melakukan serangkaian episode dalam
struktur keputusan ini. Kesiapan dan kemampuan untuk memulai
menciptakan realitas yang berbeda untuk peserta didik dan guru. Dimana
peserta didik bertanggung jawab maksimum untuk memulai dan
melakukan episode belajar mengajar. Peserta didik mengungkapkan
permintaan untuk mengidentifikasi dan mengembangkan rencana aksi,
mengidentifikasi masalah dan pertanyaan, mencari informasi, membangun
pengetahuan, dan mengatur kerangka untuk membuat semua keputusan
dalam anatomi. Peran dampak dari guru yang cukup halus adalah
menerima kenyataan bahwa peserta didik adalah pada kenyataannya siap
untuk membuat semua keputusan dalam seri berikutnya episode.
Kemudian guru, mengasumsikan peran seorang siaga dengan sumber daya
panduan atau penasihat yang tersedia untuk peserta didik. Setelah peserta
didik memulai gaya ini, peserta didik wajib untuk menggambarkan
harapan. Pada titik tertentu, peserta didik khusus akan menunjukkan kapan
dan bagaimana keterlibatan guru. Guru tidak memiliki kewajiban untuk
memulai pertanyaan ketika ketidaksesuaian berkembang antara niat dan
tindakan peserta didik. Guru dapat mengakui keberhasilan pelaksanaan
peserta didik atau rencananya dan dapat bertanya tentang yang dirasakan
atau perbedaan.
28
11. Gaya Mengajar Diri Sendiri (The Self-Teaching Style-K)
Gaya mengajar diri sendiri adalah keuletan peserta didik dan
keinginan untuk belajar. Dalam anatomi gaya mengajar diri sendiri,
individu berpartisipasi dalam peran guru dan pesrta didik dan membuat
semua keputusan diset pra-dampak, dampak, dan pasca-dampak. Ketika
perilaku ini tercapai, tujuan bahwa individu telah didirikan pada materi
pelajaran dan perilaku yang dicapai. Perilaku ini tidak memiliki satu set
yang ditunjuk tepat sasaran, kemudian individu memilih tujuan. Logika
internal spektrum mengarah ke realisasi bahwa itu adalah memang
mungkin bagi seseorang peserta didik untuk membuat semua keputusan di
anatomi untuk dia atau dirinya sendiri. Perilaku ini tidak dapat dimulai
atau ditugaskan oleh guru di kelas, bahkan tidak ada di dalam kelas.
4. Pembelajaran Divergent Discovery Style
a. Hakikat Gaya Mengajar
Dalam pembelajaran pendidikan jasmani, terdapat ciri khas
bagaimana peserta didik belajar mencapai tujuan pendidikan dengan
melalui aktivitas jasmani. Namun, dalam praktiknya pembelajaran
pendidikan jasmani saat ini belum sepenuhnya mencapai sasaran tujuan
pembelajaran. Penerapan model, metode dan gaya pembelajaran oleh guru
dimanfaatkan mampu mengatasi permasalahan tersebut. Gaya mengajar
(teaching style) sering diartikan sebagai cara guru dalam memperlakukan
dan melibatkan peserta didik dalam pembelajaran, yang bergerak dari gaya
yang disebut komando hingga pembelajaran diri sendiri.
Lebih lanjut dijelaskan Mosston, bahwa pemilihan gaya mengajar
lebih berupa sebuah kontinum, dengan spektrum gayanya didasarkan pada
jumlah pembuatan keputusan yang diberikan guru pada peserta didik.
Kontinum yang berarti berkesinambungan dari satu titik ke titik lain, tanpa
ada pemisahan yang jelas. Dengan demikian, gaya yang satu lebih
29
dibedakan dari gaya lainnya oleh besarnya pemberian kesempatan dari
guru kepada peserta didik dalam hal mengambil keputusan. Pada ujung
kontinum yang satu, guru membuat semua keputusan, sedang pada sisi
yang lain, mayoritas pengambilan keputusan diserahkan kepada peserta
didik.
Hal tersebut semakin menyadarkan, bahwa proses pembelajaran
PJOK mengandung banyak kondisi yang harus diperhitungkan, termasuk
dalam hal keberagaman kondisi peserta didik, terutama gaya belajarnya.
Oleh karena itu, sebenarnya amatlah mustahil jika guru hanya
memanfaatkan satu gaya dalam seluruh fase suatu pelajaran. Strategi yang
berbeda akan membedakan pula potensi yang akan diperoleh peserta didik.
Menurut Waluyo (2013: 77) menuturkan bahwa, “Pemakaian
istilah gaya mengajar (teaching style) sering ganti berganti dengan istilah
strategi mengajar (teaching strategy) yang pengertiannya dianggap sama
yakni, siasat untuk menggiatkan partisipasi peserta didik untuk
melaksanakan tugas-tugas ajar”.
Dalam memutuskan metode atau gaya pembelajaran yang akan
diterapkan bukan hanya mempertimbangkan tentang bagaimana melibatkan
peserta didik dalam proses pembelajaran. Guru dapat memilih gaya khusus
didasarkan tujuan guru, apakah untuk proses kognitif, untuk mendorong
interaksi sosial yang yang positif diantara peserta didik, atau untuk
menggunakan ruang dan alat secara lebih efisien. Guru dapat memilih untuk
merancang pembelajaran dengan format pengorganisasian yang berbeda.
Dengan pemahaman dan penerapan gaya mengajar, diharapkan guru dapat
berinteraksi dengan peserta didiknya agar tujuan pembelajaran dapat
tercapai.
b. Pengertian Divergent Discovery Style
Divergent Discovery Style atau yang dalam bahasa Indonesia: Gaya
Penemuan Divergen merupakan salah satu gaya mengajar yang
30
diperkenalkan oleh Muska Mosston. Muska Mosston adalah seorang Israel
yang merupakan perintis, menemukan paradigma baru tentang mengajar
dan pembelajaran dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Ashworth &
Mosston (2008: 247) menyatakan bahwa:
Karakteristik gaya penemuan divergen adalah untuk menemukan
respon yang jamak (multiple) atau divergen terhadap pertanyaan
atau situasi tunggal. Dalam anatomi gaya penemuan divergen,
peran guru adalah membuat keputusan tentang topik dan
pertanyaan dan logistik khusus untuk disampaikan kepada peserta
didik. Peran peserta didik adalah untuk menemukan beberapa
desain/solusi/tanggapan terhadap pertanyaan tertentu.
Dikutip Setiawan, R.A.B. & Nopembri, S menurut Agus S.
Suryobroto (2001: 69) menyatakan bahwa, Gaya Divergen merupakan
suatu bentuk penyesuaian masalah dimana dalam gaya ini peserta didik
memperoleh kesempatan untuk mengambil keputusan mengenai suatu
tugas yang khusus di dalam pokok bahasan.
Dalam gaya penemuan divergen peserta didik lebih banyak
berperan dalam menemukan berbagai jawaban atau solusi dari setiap
permasalahan. Seperti yang dikemukakkan Husdarta dan Saputra dalam
Buku Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (2010:
36) bahwa, “Tujuan dari gaya ini (Divergen) adalah untuk melibatkan
peserta didik dalam menemukan berbagai jawaban terhadap satu jenis
pertanyaan”. Contoh dari penerapan gaya tersebut dalam pembelajaran
PJOK, guru menyuruh peserta didik melempar bola ke temannya,
sementara di depannya ada musuh yang menghalanginya. Bagaimana
upaya peserta didik itu untuk melewati bola agar dapat dikuasai temannya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Divergent
Discovery Style atau Gaya Penemuan Divergen adalah gaya mengajar yang
lebih banyak memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
menemukan jawaban atau solusi atas permasalahan atau pertanyaan yang
dihadapi. Selanjutnya, guru sebagai fasilitator berperan memberikan
31
penguatan (reinforcement) atas jawaban dan respon yang diberikan peserta
didik.
c. Konsep Penerapan Divergent Discovery Style
1) Anatomi Divergent Discovery Style
Tabel 1 Anatomi Divergent Discovery Style
(Sumber: Mosston & Ashworth, 2008:249)
Keterangan :
(T)
: Guru
(L)
: Peserta didik
(Ld)
: Peserta didik membuat keputusan
(Lo)
: Peserta didik menemukan solusi
(TL)
: Guru mengarahkan peserta didik
(LT)
: Peserta didik menemukan solusi dengan penguatan guru
a)
Pra Pertemuan (Pre-Impact)
Guru membuat tiga keputusan utama:
(1) Pokok bahasan umum.
(2) Pokok bahasan khusus yang berpusat pada episode.
(3) Menyusun masalah/situasi/pertanyaan khusus untuk
memperoleh jawaban ganda dan pemecahan yang
divergen.
32
b)
Saat Pertemuan (Impact)
(1) Peserta didik menentukan jawaban dari masalah.
(2) Dalam perangkat selama pertemuan berlangsung ini,
peserta didik mengambil keputusan-keputusan yang
menyangkut hal-hal yang khusus dalam pokok bahasan,
yang menanggapi masalah yang diajukan oleh guru.
c)
Pasca Pertemuan (Post-Impact)
(1) Peserta didik menilai pemecahan yang telah ditemukan.
(2) Pemeriksaan (verifikasi) mencakup membandingkan
pemecahan dengan masalah yang dirumuskan oleh
guru.
2) Penerapan Divergent Discovery Style
Konsep dari pembelajaran yang menerapkan Divergent
Discovery Style yakni, peserta didik diberikan suatu pertanyaan dan
berfikir
secara
logis
berdasarkan
pengetahuannya.
Gaya
ini
memungkinkan banyak jawaban yang berbeda atau divergen.
Gaya ini disusun sedemikian rupa sehingga suatu masalah,
pertanyaan atau situasi yang dihadapkan kepada peserta didik akan
memerlukan pemecahan. Rangsangan-rangsangan yang diberikan akan
membimbing peserta didik untuk mencari pemecahan atau jawaban
secara individual. Sasaran gaya divergen adalah :
a) Mendorong peserta didik untuk menemukan pemecahan
ganda melalui pertimbangan-pertimbangan kognitif.
b) Mengembangkan “wawasan” (insight) ke dalam struktur
kegiatan dan menemukan variasi.
c) Memungkinkan peserta didik untuk bebas dari guru dan
melampaui jawaban-jawaban yang diharapkan.
d) Mengembangkan
kemampuan
untuk
menganalisis pemecahan-pemecahannya.
memeriksa
dan
33
Karena peserta didik lebih terbiasa dengan gaya konvergen
atau respon yang benar, dari pada gaya divergen atau respon yang
jamak. Maka dalam penerapan Divergent Discovery Style perlu
diperhatikan beberapa hal berikut:
a) Arti dan implikasi dari penemuan yang berbeda.
b) Kenyataan bahwa tidak ada jawaban yang benar sedang
dicari.
c) Peran baru guru dan peserta didik: Keduanya harus
menerima beberapa tanggapan yang ditimbulkan oleh
pertanyaan yang diajukan (Mosston & Ashworth, 2008:
250).
Berikut langkah penerapan gaya penemuan divergen dalam
pembelajaran :
a) Mula-mula mungkin perlu meyakinkan peserta didik,
bahwa gagasan dan pemecahan mereka akan diterima.
Seringkali peserta didik sudah terbiasa dengan mereka
diberitahu tentang apa yang harus mereka lakukan dan
tidak diperkenankan untuk menemukan sendiri jawabanjawaban yang benar.
b) Pada waktu peserta didik bekerja mencari pemecahan, guru
harus
mengawasi
kesempatan
kepada
dan
menunggu
peserta
didik
untuk
untuk
memberi
menyusun
jawaban-jawaban mereka :
(1) Umpan balik harus dapat membimbing peserta
didik
kepada
masalah
untuk
menemukan
jawaban yang tepat.
(2) Guru harus menahan diri untuk tidak memilihi
jawaban-jawaban tertentu sebagai contoh. Sebab
34
itu akan mendorong penjiplakan dan bukan
pemecahan masalah secara individual.
3) Implikasi Divergent Discovery Style
Mosston & Ashworth (2008: 253-254) menyatakan implikasi
dari penerapan metode divergen sebagai berikut :
a) Guru bersedia untuk bergerak dengan peserta didik,
sebagai langkah lain awal penemuan.
b) Guru menerima kemungkinan desain baru dalam materi
pelajaran.
c) Guru bersedia mengambil resiko menghadapi tanggapan
baru dan ide-ide tanpa menghakimi mereka (peserta didik).
d) Guru menerima gagasan bahwa setiap operasi kognitif
adalah keterampilan yang dapat dibudidayakan dengan
praktek.
e) Guru percaya bahwa peserta didik dapat meningkatkan
kinerja mereka dengan mengaktifkan penemuan operasi
kognitif.
f) Guru berkenan untuk menyediakan peserta didik dengan
waktu yang cukup untuk proses penemuan.
g) Para peserta didik dapat mempelajari hubungan antara
produksi
kognitif
(pengetahuan)
dan
kinerja
fisik
(keterampilan).
h) Peserta didik mampu menghasilkan ide-ide baru yang
memperluas cakrawala atau pengetahuan dari materi
pelajaran.
i) Para peserta didik bersedia mengambil risiko tanggapan
produksi divergen.
j) Para peserta didik memahami bahwa masalah-masalah
tertentu dan isu-isu memiliki lebih dari satu solusi atau
sudut pandang.
35
k) Para peserta didik percaya guru tidak mempermalukan
mereka selama menyampaikan idea tau pendapat.
l) Para peserta didik belajar untuk mentolelir solusi dan ideide yang disampaikan oleh rekan-rekan.
5.
Hakikat Bermain Bolavoli
a. Pengertian Bolavoli
Bolavoli merupakan olahraga permainan bola besar yang
dimainkan dua tim berlawanan. Setiap regu memiliki enam orang pemain.
Terdapat pula variasi permainan bola voli pantai yang masing-masing grup
hanya memiliki dua orang pemain. Olahraga Bolavoli dinaungi FIVB
(Federation Internationale de Volleyball) sebagai induk organisasi
internasional, sedangkan di Indonesia di naungi oleh PBVSI (Persatuan
Bola Voli Seluruh Indonesia.
Menurut Munasifah (2009: 3) bahwa, “Bolavoli adalah permainan
yang dilakukan oleh dua regu, yang masing-masing terdiri atas enam
orang. Bola dimainkan di udara dengan melewati net, setiap regu hanya
bisa memainkan bola tiga kali pukulan”.
Menurut Dr. Alfred T. Halstead dari Springfield College yang
dikutib oleh Sunardi (2011: 2) mengusulkan sebuah nama yaitu “Volley
ball”, dengan suatu alasan bahwa prinsipnya permainan tersebut adalah
memainkan bola dengan cara mem ”volley” yaitu memainkan bola kian
kemari tanpa diperbolehkan menyentuh lantai.
Bolavoli adalah permainan di atas lapangan persegi empat yang
lebarnya 900 cm dan panjangnya 1800 cm, dibatasi dengan garis selebar 5
cm. Di tengah-tengahnya dipasang jaring/jala yang lebarnya 900 cm,
terbentang kuat dan mendaki sampai pada ketinggian 240 cm dari bawah
(untuk laki-laki), 230 cm untuk perempuan.
Menurut Ahmadi (2007: 19) bahwa, “Permainan bolavoli
merupakan suatu permainan yang kompleks yang tak mudah untuk
36
dilakukan oleh setiap orang. Diperlukan pengetahuan tentang teknik dasar
dan teknik lanjutan untuk dapat bermain bolavali secara efektif. Teknik
tersebut meliputi servis, pasing, smes dsb”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa permainan
bolavoli adalah permainan olahraga bola besar yang dimainkan oleh dua
tim dalam satu lapangan berbentuk persegi panjang dan kedua tim
dipisahkan oleh sebuah net dengan tujuan memasukan bola ke daerah
lapangan lawan dan dilanjutkan hingga satu tim gagal mengembalikan
bola secara sempurna.
Gambar 1 Lapangan bolavoli
(Sumber: Ensiklopedi Olahraga, 2003 )
b. Fasilitas, Alat-alat dan Perlengkapan
1) Lapangan
Dalam permainan yang sebenarnya, permainan bolavoli dilakukan
pada sebuah lapangan empat persegi panjang. Ukuran standar lapangan
bolavoli berukuran panjang garis samping 18 meter, lebar lapangan 9
meter, lebar garis serang 3 meter.
Menurut Sunardi (2011: 45) menyatakan bahwa, “Lapangan
permainan berbentuk persegi panjang dengan ukuran 18 x 9 meter,
dikelilingi oleh daerah bebas dengan minimal disemu sisi 3 meter. Daerah
bebas permainan adalah ruang diatas daerah permainan yang bebas dari
37
segala halangan. Daerah bebas permainan harus memiliki ketinggian
minimal 7 meter dari permukaan lapangan”.
2) Net
Menurut Sunardi (2011: 47) bahwa, “Tinggi net putra 2,43 meter
dan utuk putri 2,24 meter dipasang teak lurus diatas garis tengah.
Ketinggian net di ukur dari tengah lapangan permainan. Tinggi net (diatas
kedua garis samping) harus tepat sama tinggi dan tidak boleh lebih tinggi
dari 2 cm”.
3) Bola
Sunardi (2011: 48) menyatakan bahwa, “standar bola dalam
permainan bolavoli yakni (1) Bola harus bulat, terbuat dari kulit yang
lentur atau terbuat dari kulit sintetis yang bagian dalamnya dari karet atau
bahan yang sejenis; (2) Warna bola harus satu warna yang cerah atau
kombinasi beberapa warna”.
c. Teknik Dasar Bermain Bolavoli
Menguasai teknik-teknik dasar bermain bolavoli adalah sesuatu yang
wajib, baik dalam konteks permainan maupun pembelajaran hal ini
bertujuan agar pada saat bermain bolavoli sesungguhnya dapat memainkan
perananya dengan unsur gerak yang benar dan efektif. Teknik adalah suatu
proses melahirkan dan pembuktian dalam praktik dengan sebaik mungkin
untuk menyelesaikan tugas yang pasti dalam cabang bermain bolavoli.
Menurut Munasifah (2009: 25) menyatakan bahwa, “dalam
mencapai prestasi bolavoli, teknik ini erat hubungannya dengan
kemampuan gerak, kondisi fisik, taktik, dan mental”.
Mutohir, T.C., dkk (2012: 110) menyatakan bahwa, “Sebelum
bermain persiapan harus dilakukan baik persiapan fisik, mental, teknik dan
juga taktik”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa teknik dasar
bermain bolavoli adalah pengembangan persiapan yang erat hubungannya
38
dengan kemampuan gerak, kondisi fisik, mental, teknik dan taktik yang
harus benar-benar dikuasai terlebih dahulu guna dapat mengembangkan
mutu prestasi bermain bolavoli.
Servis
(Servise)
Smes
(Smash)
Teknik Dasar
Bermain
Bolavoli
Pasing
(Passing)
Hadang
(Block)
Gambar 2 Teknik Dasar Bolavoli
(Sumber: Mutohir, T.C., dkk 2012: 20)
Adapun teknik-teknik dasar bermain bolavoli adalah :
1) Teknik Dasar Servis
Keterampilan
permainan
bolavoli
dalam
melakukan
servis
merupakan salah satu keterampilan yang sangat penting karena awal
permainan dimulai dengan kemampuan seorang pemain bolavoli untuk
melakukan servis. Dengan servis yang baik akan membuat lawan sulit
menerima bola, sehingga jika bola tidak dapat diterima dengan baik maka
tim yang melakukan servis akan mendapatkan penambahan angka.
Menurut Mutohir, T.C., dkk (2012: 20) menyatakan bahwa, “servis
adalah pukulan bola yang dilakukan pemain dari garis belakang permainan
sebagai awal permainan dimulai”. Seiring dengan berbagai perubahan pola
dan strategi permainan maka pada saat ini servis sudah menjadi bagian dari
serangan pada lawan. Apabila pihak lawan tidak bisa menerima servis
39
dengan baik dan tidak bisa mengembalikan bola tim tersebut maka point
atau angka akan diperoleh oleh pihak yang melakukan servis. Atas dasar
itulah maka teknik penguasaan servis yang baik sangat diperlukan oleh
pemain bola voli.
Menurut Sunardi & Deddy Whinata (2013: 15) menyatakan
bahwa, “suatu upaya memasukan bola ke daerah lawan dengan cara
memukul bola menggunakan satu tangan atau lengan oleh pemain baris
belakang yang dilakukan di daerah serve”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa servis
adalah pukulan bola yang dilakukan pemain dari garis belakang
permainan sebagai awal permainan dimulai dengan cara memukul bola
menggunakan satu tangan atau lengan oleh pemain dengan upaya
memasukan bola ke daerah lawan.
a. Servis Bawah
Menurut Mutohir, T.C., dkk (2012: 21) menyatakan bahwa, “Servis
bawah adalah memukul bola dari garis belakang lapangan permainan
sampai bola melewati net sebagai tanda awal suatu permainan dimulai,
dengan cara memukul (servis) bola”.
Menurut Ahmadi (2007: 20) menyatakan bahwa:
Posisi awal untuk melakukan servis tangan bawah adalah berdiri
dengan posisi melangkah, dengan kaki depan yang berlawanan
dengan tangan yang akan memukul bola. Tangan yang akan
memukul bola harus lurus dan kencang, sikut jangan bengkok
sampai bola terpukul.
Sering dijumpai servis bawah paling sering dilakukan dalam
permainan yang bermain tempo lambat, jarang ditemui servis bawah
dalam berbagai pertandingan yang ketat. Untuk pemula servis bawah
paling sering dilakukan karena teknik servis bawah paling mudah
40
dilakukan. Dari paparan tersebut maka dapat diambil suatu ringkasan
gerakan melalui servis bawah dengan gambar, lihat gambar 3.
Gambar 3 Rangkaian teknik melakukan servis bawah
(Sumber: http://umarwahyu.blogspot.com/2010/12/bola-voli-1.html)
b. Servis Atas
Menurut Mutohir, T.C., dkk (2012: 23) menyatakan bahwa, “Servis
atas atau sering disebut dengan float service paling sering digunakan
dalam berbagai pertandingan bolavoli, selain servis jenis ini tajam dan
keras dan penempatan bola cukup akurat yang menyebabkan lawan sulit
mengembalikan bola”.
Sedangkan
menurut
Ahmadi
(2007:
21)
bahwa,
“Servis
mengambang adalah bola sulit diterima oleh pemain lawan karena bola
tidak bergerak dalam satu lintasan turun dan kecepatan bola tidak
teratur”.
Pemain yang pemula cenderung mengalami kesulitan melakukan
servis atas dibandingkan dengan cara servis bawah. Servis atas lebih
mengutamakan tenaga sekaligus melihat posisi celah lawan agar sulit
mengembalikan servis. Dari paparan tersebut maka dapat diambil suatu
ringkasan gerakan melalui servis atas dengan gambar, lihat gambar 4.
41
Gambar 4 Rangkaian teknik melakukan servis atas
(Sumber: http://umarwahyu.blogspot.com/2010/12/bola-voli-1.html)
2) Teknik Dasar Pasing
Pasing salah satu keterampilan gerak dasar yang sangat dibutuhkan
dalam permainan bolavoli. Dengan melakukan pasing yang baik dalam
suatu permainan maka strategi bertahan dan menyerang yang diharapkan
dapat dipraktikkan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu diperlukan suatu
praktik melakukan pasing bawah dengan model dan pola aktivitas yang
tepat dan terukur. Namun, membuat model atau pola tentang keterampilan
dasar tidaklah cukup harus ada kontrol terhadap aplikasi suatu model atau
pola. Dengan desain model pelatihan yang sudah direncanakan , kemudian
praktik, dievaluasi dan dikontrol perubahan dari aplikasi model tersebut
tentu hasilnya akan diketahui dengan lebih tepat dan terarah. Salah satu
model latihan tersebut bisa fokus pada latihan melakukan pasing
khususnya pasing bawah dan pasing atas.
Menurut Mutohir, T.C., dkk (2012: 30) menyatakan bahwa,
“pasing adalah teknik memantulkan bola dengan menggunakan tangan,
sehingga bola bisa terpantul dan bisa diberikan pada pemain berikutnya”.
Menurut Sunardi & Deddy Whinata (2013: 24) menyatakan bahwa,
“pasing adalah mengoperkan bola kepada teman sendiri dalam satu regu
42
dengan suatu teknik tertentu, sebagai langkah awal untuk menyusun pola
serangan kepada regu lawan”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pasing
adalah salah satu keterampilan gerak dasar mengoper bola kepada teman
sendiri dalam satu regu untuk menyusun pola serangan kepada regu lawan.
a) Pasing Bawah
Menurut Toho Cholik, dkk (2012: 30) menyatakan bahwa, “Pasing
dilakukan oleh pemain untuk menerima bola servis dari lawan atau smes
yang dilakukan oleh lawan. Pasing bawah menjadi salah satu keterampilan
dalam permainan bola voli yang memiliki peran penting untuk bertahan
dari serangan lawan, sekaligus sebagai langkah awal untuk membangun
serangan kepada lawan”.
Sedangkan menurut Ahmadi (2007: 22) menyatakan bahwa, “Pasing
adalah upaya seorang pemain dengan menggunakan suatu teknik tertentu
untuk mengoperkan bola yang dimainkannya kepada teman seregunya
untuk dimainkan di lapangan sendiri. Dalam permainan bolavoli, pasing
dapat dilakukan dengan cara pasing bawah dan pasing atas”.
Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, pasing
yang harus diperhatikan adalah keseimbangan, kekuatan kedua lengan,
konsentrasi, dan pandangan mata fokus pada bola yang datang kemudian
langsung diberikan kepada lawan.
Gambar 5 Rangkaian teknik melakukan pasing bawah
(Sumber: Sunardi & Deddy Whinata Kardiyanto 2013:17)
43
b) Pasing Atas
Pasing merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh pemain untuk
menerima bola pasing dari pemain lain dalam satu tim yang merupakan
hasil pasing servis atau smes dari pihak lawan.
Menurut Mutohir, T.C., dkk (2012: 33) menyatakan bahwa, “Pasing
atas dilakukan setelah menerima bola yang dipasing oleh pemain lain
dalam satu tim”.
Sedangkan menurut Sunardi & Deddy Whinata (2013: 32) bahwa,
“Pasing atas adalah operan yang dilakukan pada saat bola setinggi bahu
atau lebih tinggi”.
Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, pasing
merupakan cara mengumpan, menerima bola kepada teman kemudian
langsung diberikan kepada lawan.
Gambar 6 Rangkaian teknik melakukan pasing atas
(Sumber: www.tutorialolahraga.com )
3) Teknik Dasar Smes
Menurut Sunardi & Deddy Whinata (2013: 39) menyatakan
bahwa, “Pukulan bola yang keras/pelan sebagai bagian dari sebuah
serangan dalam permainan dengan tujuan untuk mematikan lawan dan
mendapatkan point. Spike merupakan pukulan yang utama dalam
menyerang”.
44
Sedangkan menurut Ahmadi (2007: 31) menyatakan bahwa,
“Smash adalah pukulan bola yang keras dari atas ke bawah, jalannya
bola menuklik”.
Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa,
smes adalah sebuah serangan terhadap lawan dalam suatu permainan
dengan pukulan bola yang keras untuk mendapatkan point dalam usaha
penyerangan mencapai kemenangan.
Gambar 7 Rangkaian teknik melakukan smes
(Sumber : www.Anggapurta.com)
6. Pembelajaran Bolavoli di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dalam
Penerapan Divergent Discovery Style
Pembelajaran PJOK di sekolah terdapat materi permainan bolavoli
sebagai sub materi PJOK. Hal tersebut termuat dalam silabus baik tingkat
Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah
Menengah Atas (SMA). Dalam silabus SMP Negeri 1 Tirtomoyo yang
menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) juga
terdapat pembelajaran permainan bola besar yang salah satunya materi
bermain bolavoli.
Teknik dasar bermain bolavoli merupakan faktor yang mendasar
yang harus dikuasai peserta didik terutama peserta didik SMP. Dengan
menguasai teknik dasar bermain bolavoli, diharapkan peserta didik dapat
memiliki keterampilan bermain bolavoli yang baik. Dalam proses
pembelajaran seorang guru juga dapat memodifikasi pembelajaran teknik
45
dasar melalui aktivitas bermain, sehingga peserta didik tidak merasa
bosan.
Proses pembelajaran pendidikan jasmani yang dilakukan dengan
model, metode, dan gaya mengajar yang sesuai, akan menjadikan
pembelajaran tersebut lebih efektif dan efisien. Pendidikan jasmani yang
hanya dilaksanakan 2 jam pelajaran perminggu diperkirakan belum
memenuhi tujuan pendidikan jasmani seperti halnya pembelajaran bolavoli
yang dilaksanakan 2-3 pertemuan setiap semesternya sehingga kurang
untuk meningkatkan keterampilan suatu cabang olahraga, sehingga
diperlukan waktu khusus untuk dapat meningkatkan keterampilan
dasarnya. Peserta didik yang mengikuti pembelajaran bolavoli memiliki
kemampuan yang berbeda-beda, karena tidak semua peserta didik SMP
mengetahui dan mempraktekan teknik dasar bolavoli dengan baik dan
benar. Untuk mengetahui kemampuan yang berbeda-beda tersebut perlu
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik SMP yang masih menyukai
aktifitas bermain.
7. Kelebihan dan Kekurangan Gaya Mengajar Penemuan Divergen
Gaya mengajar divergen yaitu guru menyusun serangkaian
pertanyaan-pertanyaan, selanjutnya pertanyaan tersebut disampaikan oleh
guru dalam bentuk pertanyaan verbal dan pertanyaan tersebut mempunyai
jawaban yang beragam dalam bentuk aktivitas gerak yang sama. Dalam hal
ini peserta didik melakukan berbagai macam variasi bermain bolavoli
setelah guru memberikan pertanyaan yang mengacu pada materi teknik
dasar bolavoli untuk menuju peningkatan kemampuan bermain bolavoli
pada peserta didik kelas VIII-E SMP Negeri 1 Tirtomoyo tahun ajaran
2015/2016.
Menurut (Mosston, 2008: 247) disebutkan bahwa gaya mengajar
divergen merupakan suatu bentuk pemecahan masalah. Dalam gaya ini
peserta didik memperoleh kesempatan untuk mengambil keputusan
46
mengenai suatu tugas yang khusus di dalam pokok bahasan. Gaya ini
memungkinkan jawaban-jawaban yang beraneka ragam atau divergen
(jamak). Ini berbeda dengan gaya Penemuan Terpimpin, yang pertanyaanpertanyaannya hanya disusun untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang
konvergen (sama).
Menurut Nasution, S (2008: 113) yang dikutip dalam jurnal Imron
Fatkhul menjelaskan peserta didik yang belajar dengan metode divergen
ini lebih mengutamakan pengalaman yang konkrit (Concrete Experience)
dan refleksi observasi (Reflection Observer). Kekuatan peserta didik dalam
pembelajaran ini terletak pada kemampuan imajinasi mereka. Peserta didik
memandang sesuatu dari berbagai segi dan menjalin berbagai hubungan
menjadi suatu keseluruhan yang utuh. Dengan metode divergen peserta
didik menjadi pelaku (diverger) karena melahirkan ide-ide baru dan
terampil dalam berfikir sehingga akan muncul tindakan-tindakan dalam
bentuk aktivitas bermain yang tidak membosankan.
Berdasarkan gaya mengajar yang dikemukakan dua ahli tersebut
dapat disimpulkan bahwa, gaya mengajar divergen merupakan suatu
bentuk pemecahan masalah dengan jawaban-jawaban yang beraneka
ragam karena peserta didik melahirkan ide-ide baru dan terampil dalam
berfikir.
Dalam pembelajaran PJOK menggunakan gaya mengajar divergen
(divergent discovery style) yaitu dapat meningkatkan hasil belajar bermain
bolavoli pada peserta didik kelas VIII-E SMP Negeri 1 Tirtomoyo tahun
ajaran 2015/2016. Secara umum kemampuan kreativitas lebih baik jika
dibandingkan dengan kelompok yang menggunakan gaya mengajar
konvergen atau berpusat pada guru. Penemuan divergen pada kemampuan
peserta didik dalam kelompok belajar divergen ini lebih baik dari
kelompok belajar konvergen karena penemuan divergen mempunyai peran
baik dalam hal pencapaian ranah kognitif. Sedangkan penguasaan terhadap
kemampuan bermain bolavoli yang merupakan aspek psikomotor
47
cenderung lebih rendah dibandingkan gaya mengajar konvergen. Hal
tersebut dikarenakan oleh aktivitas belajar peserta didik kelompok ini
bervariasi sehingga kontrol terhadap tercapainya penguasaan kemampuan
bermain cenderung lebih sulit. Akan tetapi dengan adanya motivasi belajar
yang tinggi maka peserta didik akan lebih bersemangat mengikuti
pembelajaran sehingga hasil belajar akan lebih baik dan meningkat.
8. Karakteristik Peserta Didik
a. Pengertian Karakteristik Peserta Didik
Peserta didik adalah manusia dengan segala fitrahnya, mereka
mempunyai perasaan dan pikiran serta keinginan atau aspirasi. peserta
didik mempunyai kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi, kebutuhan akan
rasa aman, kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, dan kebutuhan
untuk mengaktualisasi dirinya menjadi dirinya sendiri sesuai dengan
potensinya. Dalam tahap perkembangannya, peserta didik SMP berada
pada tahap periode perkembangan operasional formal (umur 11-18 tahun)
atau disebut juga dengan masa adolesen. Pada masa ini juga disebut masa
peralihan, dimana peserta didik sudah dapat mengetahui dirinya sendiri
dan bertanggung jawab dengan sekitarnya. Ciri pokok perkembangan pada
tahap ini adalah anak sudah mampu berfikir abstrak dan logis. Adapun
Sifat-sifat masa adolesen antara lain;
1) Menunjukkan timbulnya sikap positif dalam menerima kedadaan
sekitarnya.
2) Menunjukkan
adanya
ketenangan
dan
keseimbangan
dalam
kehidupanya baik di lingkungan masyarakat, keluarga atau disekolah.
3) Mulai senang menunjukkan sikap menghargai terhadap orang lain
(orang tua, guru dst)
4) Menunjukkan sifat kebersamaan antar sesama, dalam hal ini sifat
egois dalam diri Peserta Didik sudah mulai tidak ada.
5) Mampu berfikir dengan fleksibel dan kompleks.
48
Sebagai upaya memahami mekanisme perkembangan intelektual,
Piaget menggambarkan fungsi intelektual kedalam tiga persfektif,
diantaranyaproses mendasar bagaimana terjadinya perkembangan kognitif,
yang kedua cara bagaimana pembentukan, yang terakhir tahap-tahap
perkembangan intelektual. Berikut ini disajikan perkembangan yang
sangat erat kaitanya dengan pembelajaran, yaitu perkembangan aspek
kognitif, psikomotorik, dan afektif.
1) Perkembangan Aspek Kognitif
Periode yang dimulai pada usia 12 tahun, yaitu sama dengan usia
anak SMP (Sekolah Menengah Pertama). Pada usia ini, yang
berkembang pada peserta didik adalah kemampuan berfikir secara
simbolis dan bisa memahami sesuatu secara bermakna tanpa
memerlukan objek yang kongkrit atau bahkan objek yang visual.
Peserta didik telah memahami hal-hal yang bersifat imajinatif.
Implikasinya dalam pembelajaran, bahwa belajar akan bermakna
sesuai dengan minat dan bakat peserta didik. Pembelajaran akan
berhasil dengan didorong guru mampu menyesuaikan tingkat kesulitan
dan variasi input dengan harapan serta karakteristik peserta didik
sehingga motivasi belajar mereka berada pada tingkat maksimal.
2) Perkembangan Aspek Psikomotorik
Aspek psikomotor merupakan salah satu aspek yang penting untuk
diketahui oleh guru. Perkembangan aspek psikomotor juga melalui
beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut antara lain :
a) Tahap kognitif
Tahap ini ditandai dengan adanya geraka-gerakan yang kaku dan
lambat. Ini terjadi karena peserta didik masih dalam taraf belajar
untuk mengendalikan gerakan-gerakannya, harus berpikir sebelum
melakukan suatu gerakan.
b) Tahap assosiatif
49
Pada tahap ini, seorang peserta didik membutuhkan waktu yang
lebih pendek untuk memikirkan tentang gerakan-gerakannya.
Peserta didik mulai dapat mengasosiasikan gerakan yang sedang
dipelajarinya dengan gerakan yang sudah dikenal. Tahap ini masih
dalam tahap pertengahan dalam perkembangan psikomotor.
c) Tahap otonomi
Pada tahap ini seorang peserta didik telah mencapai tingkat
otonomi yang tinggi. Proses belajarnya sudah hampir lengkap
meskipun peserta didik tetap dapat memperbaiki gerakan-gerakan
yang dipelajarinya. Tahap ini disebut tahap otonomi karena peserta
didik sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur untuk
melakukan gerakan-gerakan.
3) Perkembangan Aspek Afektif
Keberhasilan
proses
pembelajaran
juga
ditentukan
oleh
pemahaman tentang perkembangan aspek afektif peserta didik. Ranah
afektif tersebut mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh
setiap peserta didik. Pemahaman terhadap apa yang dirasakan dan
direspon, dan apa yang diyakini dan diapresiasi merupakan satu hal
yang sangat penting dalam teori pemerolehan bahasa kedua atau
bahasa asing. Faktor pribadi yang lebih spesifik dalam tingkah laku
peserta didik yang sangat penting dalam penguasaan berbagai materi
pembelajaran, yang meliputi :
a) Self-esteem
Penghargaan yang diberikan seseorang kepada dirinya sendiri.
b) Inhibition
Sikap mempertahankan diri atau melindungi ego.
c) Kecemasan
Meliputi rasa frustasi, khawatir, tegang dan sebagainya.
d) Motivasi
dorongan untuk melakukan suatu kegiatan.
50
e) Risk-talking
Keberanian mengambil risiko.
f) Empati
Sifat yang berkaitan dengan pelibatan diri individu pada perasaan
orang lain.
b. Faktor-Faktor Karakteristik Peserta Didik
Didalam karakteristik peserta didik terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi, faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh dalam peserta
didik, antara lain :
1) Faktor Intern
a) Insting
Insting adalah suatu sifat yang dapat menumbuhkan perbuatan yang
menyampaikan pada tujuan dengan berfikir lebih dahulu ke arah
tujuan itu dan tidak didahului latihan perbuatan sedangkan naluri
merupakan bawaan asli sejak lahir.
b) Adat atau kebiasaan
Kebiasaan adalah perbuatan yang selalu di ulang-ulang sehingga
mudah untuk dikerjakan. Sehubungan kebiasaan merupakan
kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah
dikerjakan
maka
hendaknya
manusia
memaksa
diri
untuk
mengulang-ulang perbuatan baik sehingga menjadi kebiasaan dan
terbentuklah karakter yang baik.
c) Keturunan
Keturunan merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi
manusia. Sifat yang diturunkan oleh orang tua yaitu ada dua macam
yaitu sifat jasmaniyah dan sifat ruhaniyah.
2) Faktor Ekstern
a) Pendidikan
51
Pendidikan adalah usaha meningkatkan diri dalam segala aspeknya.
Pendidikan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
pembentukan karakter
b) Lingkungan
Lingkungan adalah Segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang
mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung
maupun tidak langsung.
Secara umum, semakin tinggi tahap perkembangan kognitif
seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berfikirnya.
Guru harus memahami tahap-tahap perkembangan kognitif, psikomotorik
dan afektif peserta didiknya. Salah satu strategi penting dalam
pembelajaran di sekolah adalah penguasaan terhadap karakter peserta
didik. Guru perlu mengetahui seluk beluk dan karakter peserta didik yang
beragam dalam satu kelas, bahkan dalam satu sekolah. Dengan memahami
karakter peserta didik akan memudahkan guru untuk mencapai tujuan
pendidikan disekolah secara umum dan tujuan pembelajaran khususnya.
Dengan kondisi peserta yang mendukung maka pembelajaran tentu dapat
dilakukan dengan lebih baik, sebaliknya pula dengan karakteristik yang
lemah maka dapat menjadi hambatan dalam proses belajar mengajar.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik peserta didik sekolah
menengah pertama (SMP) yaitu dalam tahap perkembangan masa
adolesen, peserta didik sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi
belum juga dapat diterima secara penuh kegolongan orang dewasa. Namun
perlu di tekankan bahwa fase adolesen merupakan fase perkembangan
yang yang tengah berada pada masa amat potensial, baik dari aspek
kognitif, emosi, maupun fisik. Dalam melaksanakan pembelajaran
disekolah peserta didik pada fase adolesen termasuk peserta didik yang
karakteristiknya kuat sehingga mampu menerima apa yang di ajarkan oleh
guru dan mampu mengikutinya.
52
B. Kerangka Berfikir
Pendidikan jasmani kesehatan dan olahraga adalah suatu proses
pembelajaran melalui aktifitas jasmani yang dilaksanakan untuk meningkatkan
kesegaran jasmani, keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat.
Artinya PJOK tidak hanya pada aspek jasmani semata tetapi juga aspek kognitif,
afektif dan juga psikomotor. Dalam melaksanakan pembelajaran PJOK seorang
guru harus aktif menciptakan suasana pembelajaran yang sebaik mungkin agar
motivasi belajar peserta didik dapat meningkat. Tujuan pembelajaran dapat
tercapai dengan baik dengan kemampuan seorang guru membangkitkan motivasi
peserta didik dalam belajar.
Berhasil atau tidaknya pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor
diantaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar,
karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan
kecerdasan serta keterampilan peserta didik. Untuk mengatasi permasalahan di
atas dan guna mencapai tujuan pendidikan secara maksimal, peran guru sangat
penting dan diharapkan guru mampu menyampaikan semua mata pelajaran yang
tercantum dalam proses pembelajaran secara tepat dan sesuai dengan konsepkonsep mata pelajaran yang akan disampaikan.
Pemilihan model pembelajaran yang diberikan guru sangat penting agar
peserta didik dapat termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran. Dengan
melalui gaya pembelajaran penemuan divergen (Divergent Discovery Style)
dimana pembelajaran ini terpusat pada peserta didik, sehingga banyak Peserta
Didik yang aktif dalam proses berfikir, bersikap dan keterampilan untuk bekerja
sama dalam suatu dinamika agar suatu tujuan dapat tercapai. Peserta didik saling
membantu, saling mengoreksi, dan berusaha agar teman sekelompok dapat
menguasai materi ajar. Dalam materi ini peserta didik lebih banyak terlibat dalam
kegiatan berfikir secara logis untuk menemukan suatu pemecahan masalah dari
pertanyaan atau permasalahan yang diberikan guru. Kemudian peserta didik
berusaha mengklarifasikan solusi atau jawaban melalui kegiatan praktik. Selain
unsur kerja sama dalam kelompok, metode ini juga dapat melatih leadership
53
dengan mereka saling mengoreksi dan membantu teman satu timnya sehingga
diharapkan nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran PJOK yang meliputi
keterampilan neuromuscular, intelektual dan sosial dapat tercapai dengan baik.
Sehingga terjadi proses interaksi sosial dan saat nanti berhubungan dalam proses
sosialisasi dimasyarakat dapat berguna dan bermanfaat.
Penelitian ini memfokuskan pada upaya peningkatan keaktifan serta
kemampuan bermain bolavoli dalam permainan bolavoli melalui penggunaan
gaya pembelajaran divergen (Divergent Discovery Stye) pada peserta didik kelas
VIII-E SMP Negeri 1 Tirtomoyo. Melalui gaya pembelajaran ini diharapkan dapat
mengatasi permasalahan-permasalahan dalam pembelajaran PJOK permainan
bolavoli. Dimana pada dasarnya permainan bolavoli adalah permainan tim,
dimana terdapat kerja sama tim atau regu di dalamnya.
Berdasarkan kajian pustaka yang dikemukakan diatas sesuai dengan
permasalahan yang ada dalam pembelajaran bolavoli, secara sederhana dalam
penelitian ini dapat digambarkan kerangka berfikir sebagai berikut :
54
Kondisi Awal
Tindakan
Pembelajaran masih
terpusat pada guru.
Peserta didik kurang
dilibatkan dalam
proses berfikir.
Menerapkan gaya
penemuan divergen
(Divergent Discovery
Style) pada
pembelajaran bermain
bolavoli.
a. Peserta didik kurang
bersemangat,
kurang
aktif, kurang memiliki
pemahaman
setelah
proses pembelajaran.
b. Peserta didik bosan
untuk
mengikuti
pembelajaran.
c. Hasil belajar bermain
bolavoli masih rendah.
Siklus I
Observer bersama dengan
guru
menyusun
bentuk
metode atau gaya pengajaran
dengan menggunakan gaya
penemuan
divergen
(Divergent Discovery Style)
dengan tujuan meningkatkan
hasil
belajar
bermain
bolavoli.
Kondisi Akhir
Diharapkan dengan
penerapan gaya
penemuan divergent
(Divergent Discovery
Style) dapat
meningkatkan hasil
belajar bermain
bolavoli.
Siklus II
Observer bersama dengan
guru melaksanakan upaya
perbaikan dari siklus I,
untuk
meningkatkan
kemampuan
bermain
bolavoli
melalui gaya
penemuan
divergent
(Divergent Discovery Style).
Gambar 8 Alur kerangka Berfikir
55
C. Hipotesis Tindakan
Sesuai dengan kajian teori di atas dapat dirumuskan hipotesis tindakan
dalam penelitian ini “penerapan divergent discovery style dapat meningkatkan
hasil belajar bermain bolavoli pada peserta didik kelas VIII-E SMP Negeri 1
Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri Tahun Ajaran 2015/2016”.
Download