BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Belajar dan Pembelajaran a. Pengertian Belajar Nana Sudjana (2013: 28) berpendapat bahwa, “belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah laku, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu”. Belajar tidak hanya memliki arti yang sempit menurut hamdani (2011: 20) belajar yaitu : Suatu proses yang dilakukan secara sadar untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu ini sendiri didalam interaksi dengan lingkungan yang terkait dengan lingkungannya yang terkait dengan aspek kognitif, psikomotorik dan afektif. Sedangkan pembelajaran menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 157) bahwa, “proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan peserta didik dalam belajar bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap”. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran bukan hanya sekedar transfer ilmu dari guru kepada peserta didik, melainkan suatu proses kegiatan belajar mengajar, yakni terjadi interaksi antara guru dengan peserta didik serta antara peserta didik dengan peserta didik. Pada sebuah sistem, unsur yang membentuk sistem itu saling memiliki keterkaitan untuk mencapai sebuah tujuan. b. Ciri-ciri dan Tujuan Belajar Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang lebih baik. Hal ini artinya, dalam 7 8 kegiatan belajar terdapat ciri-ciri di dalamnya. Aunurrahman (2012: 35) menyatakan, Beberapa ciri umum kegiatan belajar sebagai berikut: 1) Belajar menunjukkan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja. 2) Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungan. 3) Hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku. Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, seseorang dikatakan belajar apabila kegiatan belajar tersebut disadari atau disengaja, berinteraksi dengan lingkungannya dan terjadi perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam dirinya. Perubahan dari hasil belajar inilah yang merupakan tujuan dari kegiatan belajar. Dikutip dari Aunurrahman (2012: 47) menurut Gagne ada lima macam tujuan atau hasil belajar yaitu : 1) Keterampilan intelektual atau keterampilan prosedural yang mencakup belajar diskriminasi, konsep, prinsip dan pemecahan masalah yang kesemuanya diperoleh melalui materi yang disajikan oleh guru di sekolah. 2) Strategi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam memperhatikan, mengingat dan berpikir. 3) Informasi verbal, yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasiinformasi yang relevan. 4) Keterampilan motorik, yaitu kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot. 5) Sikap, yaitu suatu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku seseorang didasari oleh emosi, kepercayaankepercayaan serta faktor intelektual. Hal senada dikemukakan Bloom, Krathwol & Simpson yang dikutip Aunurrahman (2012: 48-49) bahwa, Tingkatan jenis perilaku belajar terdiri dari tiga ranah atau kawasan yaitu : 1) Kognitif terdiri enam jenis perilaku yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. 2) Ranah afektif terdiri lima perilaku yaitu: penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan pembentukan. 9 3) Ranah psikomotor, terdiri tujuh perilaku yaitu: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan dan kreativitas. Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, tujuan kegiatan belajar meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang lebih baik dari sebelumnya. Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Seseorang diakatakan telah belajar apabila terjadi perubahan yang lebih baik dari sebelumnya baik aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. c. Prinsip-prinsip Belajar Prinsip belajar dapat diartikan sebagai pandangan-pandangan mendasar dan dianggap penting yang dijadikan sebagai pegangan di dalam melaksanakan kegiatan belajar. Prinsip-prinsip belajar bermanfaat untuk memberikan arah tentang apa saja yang sebaiknya dilakukan oleh guru agar para peserta didik dapat berperan aktif di dalam proses pembelajaran. Mengingat beberapa hal yang dapat menjadikan kerangka dasar bagi penerapan prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran menurut Davies yang dikutip dari Aunurrahman (2012: 113) adalah sebagai berikut: 1) Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya 2) Setiap peserta didik belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk setiap kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar. 3) Seorang peserta didik belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement) 4) Penguasaan secara penuh dari setiap langkah pembelajaran, memungkinkan murid belajar secara lebih berarti. 5) Apabila peserta didik diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar dan mengingat lebih baik. 10 Beberapa prinsip belajar yang dapat dijadikan pegangan guru di dalam pelaksanaan proses pembelajaran dan diyakini memberikan pengaruh bagi pencapaian hasil belajar diantaranya adalah; (1) prinsip perhatian dan motivasi, (2) prinsip transfer dan retensi, (3) prinsip keaktifan, (4) prinsip keterlibatan langsung, (5) prinsip pengulangan, (6) prinsip tantangan, (7) prinsip balikan dan penguatan, (8) prinsip perbedaan individual. d. Pengertian Pembelajaran Pembelajaran menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 157) bahwa, “proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan Peserta Didik dalam belajar bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap”. Menurut (Wina Sanjaya, 2011: 9) menyatakan bahwa : Perencanaan pembelajaran adalah proses pengambilan keputusan hasil berpikir secara rasional tentang sasaran dan tujuan pembelajaran tertentu, serta rangkaian kegiatan yang harus dilaksanakan sebagai upaya pencapaian tujuan tersebut dengan memanfaatkan segala potensi dan sumber belajar yang ada. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran bukan sekedar transfer ilmu dari guru kepada peserta didiknya, melainkan suatu proses kegiatan belajar mengajar, yakni terjadi interaksi antara guru dengan peserta didik serta antara peserta didik dengan peserta didik. Pada sebuah sistem, unsur yang membentuk sistem itu saling memiliki keterkaitan untuk mencapai sebuah tujuan. e. Komponen Pembelajaran. Komponen-komponen dalam belajar dan mengajar menurut Nana Sudjana (2013:30) adalah sebagai berikut: 1) Tujuan proses pengajaran 2) Materi atau bahan pelajaran 11 3) Metode dan alat yang digunakan dalam proses pengajaran 4) Penilaian dalam proses pengajaran Tujuan pembelajaran merupakan hal yang paling penting dalam proses pengajaran sebagai indikator keberhasilan pembelajaran. Bahan pelajaran diharapkan dapat melengkapi dan mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Metode dan alat berfungsi sebagai jembatan atau media pelajaran terhadap tujuan yang ingin dicapai, sehingga harus efektif dan efisien. Sedangkan penilaian berperan untuk mengukur tercapai tidaknya tujuan pengajaran. Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2011: 9) bahwa komponen sistem pembelajaran adalah sebagai berikut: a. Peserta didik sebagai subjek dalam pembelajaran dijadikan pusat dari segala kegiatan. Artinya perencanaan dan desain pembelajaran disesuaikan dengan kondisi peserta didik yang bersangkutan, baik sesuai dengan kemampuan dasar, minat dan bakat, motivasi belajar, dan gaya belajar peserta didik itu sendiri. b. Tujuan adalah komponen terpenting dalam pembelajaran setelah komponen peserta didik sebagai subjek belajar. Tujuan merupakan persoalan tentang visi dan misi suatu lembaga pendidikan. c. Kondisi adalah berbagai pengalaman belajar yang dirancang agar peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Pengalaman belajar harus mendorong peserta didik aktif belajar baik secara fisik maupun nonfisik. d. Sumber belajar berkaitan dengan segala sesuatu yang memungkinkan peserta didik dapat memperoleh pengalaman belajar meliputi: lingkungan fisik seperti tempat belajar, bahan dan alat yang dapat digunakan, personal seperti guru, petugas perpustakaan dan ahli media, siapa saja yang berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung untuk keberhasilan dalam pengalaman belajar. e. Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Tugas utama guru dalam kegiatan ini adalah merancang instrumen yang dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran. 12 f. Hasil Belajar Belajar merupakan tindakan dan perilaku peserta didik yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh peserta didik sendiri. Peserta didik adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat peserta didik mempelajari sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Hasil belajar merupakan suatu cara menetapkan kuantitas dan kualitas hasil belajar. Hal ini dikarenakan tujuan pengajaran merupakan deskripsi tentang hasil belajar yang seharusnya dicapai oleh peserta didik, maka penilaian hasil belajar harus mengacu kepada isi rumusan tujuan pengajaran itu. Atas dasar itu dapat pula dinyatakan, penilaian hasil belajar merupakan suatu cara untuk mengidentifikasi tingkat pencapaian tujuan pengajaran oleh Peserta Didik. Menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 3) bahwa, “hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar”. Dikutip dari Aunurrahman (2012: 47), menurut Gagne ada lima macam hasil belajar berikut ini : 1) Keterampilan intelektual atau keterampilan prosedural yang mencakup belajar deskriminasi, konsep prinsip, dan pemecahan masalah yang kesemuanya diperoleh melalui materi yang disajikan guru disekolah. 2) Strategi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam memperhatikan, mengingat dan berikir. 3) Informasi verbal, yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasiinformasi yang relevan. 4) Keterampilan motorik, yaitu keterampilan untuk melakukan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot. 5) Sikap, yaitu suatu kemampuan internal yang memperngaruhi tingkah laku seseorang didasari emosi, kepercayaankepercayaan, serta faktor intelektual. 13 Jadi, dalam pembelajaran bolavoli yang ingin dicapai dapat dikategorikan menjadi tiga bidang yakni bidang kognitif, bidang afektif dan bidang psikomotorik. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kunandar (2013: 61) “hasil belajar adalah kompetensi atau kemampuan tertentu baik kognitif, afektif maupun psikomotorik yang dicapai atau dikuasai peserta didik setelah mengikuti proses belajar mengajar”. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan pencapaian bentuk perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif dan psikomotorik dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu. 2. Mengajar a. Hakikat Mengajar Mengajar pada dasarnya merupakan suatu aktivitas atau perbuatan yang dilakukan oleh seorang guru. Dari kegiatan mengajar tersebut tentu ada peserta didik yang belajar. Mengajar merupakan suatu proses yang kompleks. Guru berperan tidak hanya sekedar menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi juga berusaha agar peserta didik mau belajar. Karena mengajar sebagai upaya yang disengaja, maka guru terlebih dahulu harus mempersiapakan bahan yang akan disajikan kepada peserta didik. Upaya yang dilakukan guru tersebut agar tujuan yang telah dirumuskan dapat dicapai. Menurut Chauhan yang dikutip Husdarta & Yudha M. Saputra (2010: 4) menyatakan, “Mengajar adalah upaya guru dalam memberikan rangsangan, bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada peserta didik agar terjadi proses belajar. Adapun arah yang akan dituju dalam proses belajar adalah tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan guru dan diketahui oleh peserta didik”. Menurut Husdarta & Yudha M. Saputra (2010: 3) menyatakan bahwa: 14 Mengajar merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Guru berperan tidak hanya sekedar menyampaikan informasi kepada peserta didik saja tetapi juga guru harus berusaha agar peserta didik mau belajar. Karena belajar sebagai upaya yang disengaja, maka guru terlebih dahulu harus mempersiapkan bahan yang akan disajikan kepada peserta didik. Berdasarkan pengertian mengajar yang dikemukakan dua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, mengajar merupakan suatu kegiatan yang kompleks yang di dalamnya terdapat beberapa komponen yang saling berkaitan yang bertujuan untuk mempengaruhi atau meningkatkan pengetahuan atau keterampilan peserta didik menjadi lebih baik. 3. Gaya Mengajar a. Hakikat Mengajar Gaya mengajar merupakan salah satu bagian yang memegang peran penting dalam kegaiatan belajar mengajar. Gaya mengajar muncul dari gagasan Muska Mosston. Menurut Muska Mosston yang dikutip Adang Suherman & Agus Mahendra (2001: 149) bahwa, “Guru dan peserta didik dapat saling tawar menawar dalam memperoleh kesempatan. Dalam memperoleh kesempatan dalam perihal perencanaan, pelaksanaannya. Dalam istilah lain disebutkan setting pre impact, impact set dan post impact”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, dalam gaya mengajar ada tiga hal yang menjadi pokok dalam pengajaran, yaitu setting pre impact, impact set dan post impact. Dalam gaya mengajar peserta didik dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan dalam kegiatan pembelajaran. Lebih Lanjut Adang Suherman & Agus Mahendra (2001: 150) menjelaskan ketiga hal pokok dalam mengajar sebagai berikut: I. Pre impact set, mencakup semua keputusan yang harus dibuat sebelum terjadinya tatap muka antara guru dengan peserta didik. Keputusan dalam setting ini mencakup tugas gerak yang harus dipelajari, waktu, pengorganisasian, alat, tempat 15 berlangsungnya gerak, kriteria keberhasilan serta prosedur dan materi penilaian. Keputusan ini menegaskan tentang maksud. II. Impact set, meliputi keputusan-keputusan yang berhubungan dengan pelaksanaan maksud di atas, atau hal-hal yang diputuskan pada tahap pra impact set. Keputusan dalam tahap ini menentukan aksi. III. Post impact set, memasukkan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan penilaian penampilan atau pelaksanaan tugas pada masa impact set serta kesesuaian antara maksud dan aksi. Pemberian koreksi dan umpan balik serta penilaian, termasuk pada setting ini. Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, dalam gaya mengajar, baik guru maupun peserta didik memiliki membuat keputusan dalam setiap setting pembelajaran. Menurut Husdarta & Yudha M. Saputra (2010: 36) bahwa, “Gaya mengajar merupakan interaksi yang dilakukan oleh guru dengan peserta didik dalam proses belajar mengajar agar materi yang disajikan dapat diserap oleh peserta didik”. Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, gaya mengajar pada dasarnya merupakan seperangkat keputusan yang diambil dalam pelaksanaan proses pengajaran. Baik guru maupun peserta didik memiliki kemungkinan untuk membuat keputusan dalam proses pengajaran. Perbedaan antara satu gaya dengan gaya lainnya ditentukan oleh besarnya pengalihan keputusan dari guru kepada peserta didiknya. Pada sisi lain dapat dilihat gaya mengajar yang semua keputusannya dibuat oleh guru, tetapi ada juga gaya mengajar peserta didik juga dapat mengambil keputusan. Kecenderungan yang terjadi dalam proses pengajaran adanya kesadaran bahwa pengajaran sebaiknya jangan terlalu didominasi oleh keputusan guru. Tetapi harus secara proporsional memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam membuat keputusan yang berkaitan pelaksanaannya. dengan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian 16 b. Macam-Macam Gaya Mengajar Gaya mengajar pada dasarnya bersifat kontinum terdiri dari 11 gaya, yang masing-masing gaya memiliki kelebihan sekaligus memiliki kelemahan. Rusli Lutan (2000: 30) menyatakan, Tidak ada satu gaya mengajar yang dianggap paling berhasil, sebab bergantung pada situasi. Gaya mengajar itu, sekali waktu lebih ditekankan pada guru sebagai pusat pengajaran dan sekali waktu berpusat pada anak. Jadi pembuatan keputusan itu bergerak dalam sebuah garis berkesinambungan. Komando Tugas │ Individual │ │ Pemecahan Eksplorasi Eksplorasi Masalah Terbatas Tidak Terbatas │ │ │ ◄►־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־־ Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, dalam kegiatan pembelajaran dapat menerapkan lebih dari satu gaya menurut kebutuhan dalam pembelajaran. Untuk memanfaatkan kelebihan dari setiap gaya mengajar guru harus mampu menggunakan gaya yang bervariasi dalam pembelajarannya. Artinya, ketika guru mengajar harus mengkombinasikan gaya mengajar yang berbeda-beda, untuk mencari kemungkinan terbaik serta mencari kesesuaian dengan gaya belajar peserta didik. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan dalam kegiatan pembelajaran hanya dapat diterapkan satu gaya mengajar saja. Oleh karena itu, setiap guru harus memahami dan menguasai macam-macam gaya mengajar. Menurut Ashworth & Mosston (2008: 76) gaya mengajar pendidikan jasmani sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) Gaya komando (The Command Style-A) Gaya latihan (The Practice Style-B) Gaya berbalasan (The Reciprocal Style-C) Gaya menilai diri sendiri (The Self Check Style-D) 17 5) Gaya inklusi (The Inclusion Style-E) 6) Gaya penemuan terpimpin (The Guided Discovery Style-F) 7) Gaya penemuan konvergen (The Convergent Discovery Style-G) 8) Gaya penemuan divergen (The Divergen Discovery Style-H) 9) Gaya yang dirancang peserta didik (The Learner-Designed Individual Program Style-I) 10) Gaya inisiatif (The Learner-Initiated Style-J) 11) Gaya mengajar diri sendiri (The Self-Teaching Style-K) 1. Gaya Komando (The Command Style-A) Gaya komando adalah mereproduksi respon atau kinerja aba-aba. Dalam anatomi gaya komando peran guru adalah untuk membuat semua keputusan, dan peran peserta didik adalah untuk mengikuti keputusankeputusan aba-aba. Ketika perilaku ini tercapai, tujuan-tujuan berikut dicapai dalam materi pelajaran dan perilaku. Peran tertentu (keputusan) dari guru dan peserta didik dalam gaya komando menghasilkan set tertentu hasil. Hasil dapat dibandingkan dengan menetapkan tujuan bahwa hubungan keputusan ini menghasilkan untuk menentukan tingkat kesesuaian (perjanjian) yang terjadi antara set dimaksudkan tujuan dan tindakan kelas yang sebenarnya. Ketika salah satu dari tujuan tersebut timbul, struktur keputusan gaya komando akan menyebabkan beberapa dari banyak contoh yang mewakili struktur keputusan gaya komando. Langkah-langkah menggunakan anatomi gaya komando sebagai pedoman pelaksanaan yaitu proses ini melibatkan keputusan pra-dampak, dampak, dan pasca-dampak. Tujuan dari pra-dampak mengatur keputusan adalah untuk merencanakan. Selama perencanaan set, semua keputusan dalam anatomi yang dibuat sesuai dengan perilaku belajar mengajar yang dipilih. Memutuskan perilaku belajar mengajar yang spesifik untuk memilih ditentukan dengan membuat keputusan-keputusan tentang tujuan untuk tugas dan perilaku. Perencanaan pada akhirnya akan menghasilkan rencana pelajaran. Dampak set adalah waktu pelaksanaan yang 18 sebenarnya. Tujuan dari dampak mengatur keputusan adalah untuk melibatkan peserta didik dalam partisipasi aktif dan melaksanakan dengan keputusan yang dibuat selama pra-dampak. Ini adalah waktu untuk menempatkan maksud ke dalam tindakan. Sangat penting dalam semua gaya, bahwa harapan akan diurutkan selama persalinan dalam episode. Peserta didik harus mengetahui ekspektasi kinerja tugas (peran/keputusan dari guru dan peserta didik). Oleh karena itu, guru bertanggung jawab untuk menetapkan adegan dengan menghadirkan harapan selama setiap episode. 2. Gaya Latihan (The Practice Style-B) Gaya latihan adalah berlatih secara individu dari tugas dengan umpan balik pribadi. Dalam anatomi gaya latihan peran guru adalah untuk membuat semua materi pelajaran dan keputusan logistik dan memberikan umpan balik kepada peserta didik. Peran peserta didik adalah untuk berlatih tugas membuat keputusan tertentu. Ketika perilaku ini tercapai, tujuan diuraikan di bawah ini dicapai dalam materi pelajaran dan perilaku. Gaya latihan membentuk realitas baru, menawarkan kondisi baru untuk belajar, dan mencapai satu set yang berbeda dari tujuan dari gaya komando. Hubungan gaya latihan terjadi karena keputusan tertentu bergeser dari guru kepada peserta didik. Pergeseran ini yang membuat keputusan tentang apa, kapan, menciptakan hubungan baru antara guru dan peserta didik, antara peserta didik dan tugas-tugas, dan di antara peserta didik sendiri. Dalam setiap bidang, gaya latihan adalah dominan perilakuorang secara individu berlatih tugas dan menerima umpan balik. Akibatnya, citra kelas perilaku ini tidak tunggal. Meskipun ada lebih banyak variasi dalam gambar ruang kelas gaya ini daripada kebanyakan gaya, distribusi keputusan untuk variasi ini merupakan anatomi gaya latihan. Untuk menentukan fokus perkembangan setiap peristiwa belajar- 19 mengajar perlu identifikasi keputusan tertentu yang dibuat oleh guru dan peserta didik. Deskripsi dari episode dalam gaya latihan harus mencerminkan esensi dari hubungan ini. Awalnya, guru akan menjelaskan kepada peserta didik konsep pergeseran keputusan untuk menghasilkan tujuan yang berbeda keputusan-keputusan dari gaya latihan. Penjelasan ini menetapkan harapan perilaku untuk episode berikutnya, guru berlanjut dengan materi pelajaran penjelasan atau demonstrasi dan harapan logistic. Urutan ketiga harapan ini berubah sesuai dengan tujuan dari episode. Setelah disampaikan, para peserta didik memulai dan saat guru mengamati peserta didik membuat keputusan. Peserta didik akan mengambil bahan mereka, dan dalam waktu yang cukup singkat, akan menetap ke dalam kinerja tugas. Guru mulai secara individual dan secara pribadi menghubungi setiap peserta didik. Cara di mana waktu digunakan menandai kontras besar antara realitas perilaku komando dan gaya latihan. Mengisyaratkan atau kinerja isyarat adalah esensi dari semua variasi perilaku komando. Peserta didik merespon ketika isyarat (keputusan waktu) untuk mencapai kinerja. Inti dari semua variasi perilaku latihanya adalah ketersediaan waktu yang dialokasikan untuk peserta didik membuat keputusan saat berlatih tugas. Fokus pembelajaran utama dalam gaya latihan adalah untuk mengembangkan kesadaran dalam membuat keputusan tentang waktu, dan juga menyadari pentingnya waktu dalam mengerjakan tugas untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Inti dari gambar kelas gaya ini adalah siklus tertentu hubungan antara guru dan peserta didik. Guru menyajikan harapan untuk tugas, perilaku atau keputusan, dan logistik. Peserta didik melakukan tugas dan membuat keputusan untuk jangka waktu. Kemudian guru mengamati kinerja dan menawarkan umpan balik. 20 3. Gaya Berbalasan (The Reciprokal Style-C) Gaya berbalasan adalah interaksi sosial, balasan, menerima dan memberikan umpan balik segera yang dipandu oleh kriteria tertentu yang diberikan oleh guru. Dalam anatomi gaya berbalasan, peran guru adalah untuk membuat semua materi pelajaran, kriteria, keputusan logistik dan memberikan umpan balik kepada pengamat. Peran peserta didik adalah untuk bekerja dalam hubungan kemitraan. Salah satu peserta ddiik adalah pelaku yang melakukan tugas, membuat keputusan dari gaya latihan, sedangkan peserta didik lainnya adalah pengamat yang menawarkan langsung dan terus-menerus umpan balik untuk pelakunya, menggunakan lembar kriteria yang dirancang oleh guru. Pada akhir latihan pertama, pelaku dan pengamat berganti peran. Pelaku 1 menjadi pengamat 2 dan pengamat 1 menjadi pelaku 2. Ketika perilaku ini tercapai, tujuan-tujuan berikut dicapai dalam materi pelajaran dan perilaku. Pelaksanaan gaya berbalasan untuk realitas baru dan peran membuat tuntutan sosial dan psikologis baru pada guru dan peserta didik yaitu penyesuaian yang cukup besar dan perubahan perilaku harus dilakukan. Ini adalah pertama kalinya dalam proses belajar mengajar yang guru sengaja menggeser keputusan umpan balik kepada peserta didik. Kekuatan umpan balik yang selalu milik guru kini bergeser ke peserta didik. Peserta didik oleh karena itu harus belajar untuk menggunakan kekuatan jawaban ketika mereka memberi dan menerima umpan balik dengan rekan-rekan. Kedua guru dan peserta didik perlu mengalami realitas baru ini dengan kepercayaan dan kenyamanan. Semua harus memahami nilai perilaku ini dalam pertumbuhan peserta didik. Bagian berikut menggabungkan deskripsi sebuah episode dengan langkah-langkah yang digunakan untuk implementasi. Langkah-langkah dan penjelasan yang diperlukan hanya selama dua atau tiga episode. 21 4. Gaya Menilai Diri Sendiri (The Self-Check Style-D) Gaya menilai diri sendiri yaitu peran guru untuk membuat semua materi, kriteria, dan keputusan logistik subjek. Peran peserta didik adalah untuk bekerja secara independen dan untuk memeriksa penampilan mereka sendiri terhadap kriteria yang disiapkan oleh guru. Ketika perilaku ini tercapai, tujuan-tujuan berikut dicapai dalam materi pelajaran dan perilaku. Pelaksanaan menilai diri sendiri yaitu setiap perilaku mendistribusikan keputusan berbeda yang membuat keputusan ketika menciptakan fokus pembelajaran baru. Setiap perilaku mengajak peserta didik untuk berpartisipasi dalam materi pelajaran dari perspektif yang berbeda. Akibatnya, berbagai perilaku belajar mengajar memperluas apakah peserta didik tahu tentang materi pelajaran. Dalam perilaku ini, guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan wawasan ke dalam konten dan menjadi lebih mandiri dengan menggeser kedua praktek sendiri dan membandingkan kontras kinerja yang melawan model. Perilaku ini bukan untuk pemula atau peserta didik yang tidak menunjukkan beberapa tingkat keberhasilan tugas dalam spesifik keterampilan motorik, aktivitas. Terlalu dini untuk meminta individu berpengalaman untuk membuat keputusan penilaian diri ketika mereka tidak memiliki kompetensi dasar dalam melakukan isi keterampilan. Bahkan ketika peserta didik yang akrab dengan tugas, sangat sulit untuk mengingat dimana semua bagian tubuh yang saat melakukan tugas-tugas fisik. Oleh karena itu, tugas yang dipilih dan bentuk yang kriteria dirancang keduanya penting untuk mencapai tujuan perilaku ini. Topik ini akan diperluas pada bagian memilih dan merancang tugas. 22 5. Gaya Inklusi (The Inclusion Style-E) Gaya Inklusi yaitu bahwa peserta didik dengan berbagai tingkat keterampilan berpartisipasi dalam tugas yang sama dengan memilih tingkat kesulitan di mana mereka dapat melakukan. Dalam anatomi gaya Inklusi, peran guru adalah untuk membuat semua keputusan materi pelajaran, termasuk tingkat mungkin dalam tugas, dan keputusan logistik. Peran peserta didik adalah untuk survei tingkat tersedia dalam tugas, pilih titik masuk, berlatih tugas, jika perlu melakukan penyesuaian ditingkat tugas, dan memeriksa kinerja terhadap kriteria. Ketika perilaku ini tercapai, tujuan-tujuan berikut dicapai dalam materi pelajaran dan perilaku. Pelaksanaan gaya inklusi pada suatu episode memberikan waktu peserta didik untuk memulai dan mengalami langkah awal keputusan. Sekarang peran guru adalah mengedarkan dan menawarkan setiap umpan balik individu peserta didik, seperti pada perilaku sebelumnya (SelfCheck). Menanggapi peran pengambilan keputusan, tidak dengan rincian kinerja tugas. Kontak awal dengan peserta didik secara individual mengundang percakapan atau kesempatan bagi guru untuk mendengarkan peserta didik. Guru dapat mengajukan pertanyaan umum, yaitu "keputusan apa yang anda buat tentang tugas? Bagaimana anda lakukan di tingkat yang anda pilih? Bagaimana anda melakukan dalam peran anda? "Jawabannya peserta didik akan memandu komentar berikutnya. Umpan balik guru adalah untuk mengakui keputusan tingkat peserta didik. Dalam praktek awal perilaku ini adalah penting bahwa guru menerima dan tidak menantang keputusan tingkat. Fokus pada menggunakan umpan balik netral, menghindari umpan balik nilai mengacu pada tingkat yang dipilih. Hal ini guru tidak berperan untuk memberitahu pelajar atau tingkat yang dipilih. Peran pelajar adalah untuk memilih tingkat yang tepat untuk dirinya. Ini mungkin sedikit sulit bagi guru untuk menahan diri dari 23 mengomentari tingkat yang dipilih, tapi kesabaran adalah wajib. Dan mungkin sulit untuk peserta didik untuk menahan diri. Tujuannya adalah untuk mengajar peserta didik untuk membuat keputusan yang tepat tentang tingkat mana dalam materi pelajaran yang paling mampu untuk melakukannya. Perilaku ini menekankan ukuran tidak hanya saluran perkembangan kognitif dan fisik, tetapi juga emosional. Perilaku ini terdiri dari emosi, konsep diri, dan tingkat komitmen dari peserta didik karena mereka berlatih tugas. Kesalahan dalam kinerja tidak diabaikan. Terlepas dari tingkat yang dipilih, meminta peserta didik untuk merujuk pada uraian tugas dan memeriksa kinerja sekali lagi. Baik menunggu untuk melihat atau kembali dalam beberapa menit dan memverifikasi apakah peserta didik diidentifikasi kesalahan. Jika tidak, mengklarifikasi kesalahan kinerja, kemudian beralih keberikutnya. 6. Gaya Penemuan Terpimpin (The Guided Discovery Style-F) Gaya penemuan terpimpin adalah desain logis dan berurutan dari pertanyaan yang mengarah seseorang untuk menemukan respon yang telah ditentukan. Dalam Anatomi penemuan terpimpin, peran guru adalah untuk membuat semua keputusan materi pelajaran, termasuk mendapatkan konsep untuk ditemukan dan desain berurutan dari pertanyaan untuk peserta didik. Peran peserta didik adalah untuk menemukan jawaban. Ini berarti bahwa peserta didik membuat keputusan tentang segmen dari materi pelajaran dalam topik yang dipilih oleh guru. Inti dari perilaku ini adalah hubungan guru dan peserta didik tertentu, yaitu di mana urutan guru dari pertanyaan membawa satu set yang sesuai tanggapan oleh peserta didik. Setiap pertanyaan yang diajukan oleh guru memunculkan respon yang benar tunggal ditemukan oleh peserta didik. Jika peserta didik sudah tahu konsep sasaran, tujuan dari perilaku ini dibatalkan dan tanya jawab pengalaman beralih ke variasi desain gaya latihan (review). 24 7. Gaya Penemuan Konvergen (The Convergent Discovery Style-G) Gaya penemuan konvergen adalah untuk menemukan jawaban benar yang telah ditentukan menggunakan konvergen proses. Dalam anatomi gaya penemuan konvergen, peran guru adalah untuk membuat keputusan materi pelajaran, termasuk konsep sasaran untuk ditemukan, dan untuk merancang pertanyaan tunggal disampaikan kepada peserta didik. Peran peserta didik adalah untuk terlibat dalam penalaran, pertanyaan, dan logika untuk berurutan membuat koneksi tentang konten untuk menemukan jawaban. Ketika perilaku ini tercapai, tujuan-tujuan berikut dicapai dalam hal pengertian pokok dan perilaku. Dalam perilaku sebelumnya dipandu dengan penemuan. Guru menyiapkan pertanyaan dan mengatur urutan yang menyebabkan respon. Penemuan konvergen, peserta didik menghasilkan pertanyaan dan mengatur urutan logis yang akhirnya mengarah pada penemuan respon. Meskipun peserta didik dapat menggunakan pendekatan yang berbeda untuk memecahkan masalah, mereka masing-masing akan berkumpul direspon yang sama menggunakan aturan logika dan penalaran. 8. Gaya Penemuan Divergen (The Divergent Discovery Style-H) Gaya Penemuan Divergen yaitu beberapa tanggapan terhadap pertanyaan atau situasi tunggal, dalam operasi kognitif tertentu. Dalam anatomi divergen, peran guru adalah untuk membuat keputusan tentang topik materi pelajaran, pertanyaan dan logistik khusus untuk disampaikan kepada peserta didik. Peran peserta didik adalah untuk menemukan beberapa desain/solusi/tanggapan untuk pertanyaan tertentu. Ketika perilaku ini tercapai, tujuan-tujuan berikut dicapai dalam materi pelajaran dan perilaku. Konsep penemuan gaya divergen untuk pertama kalinya peserta didik terlibat dalam menemukan dan memproduksi pilihan dalam materi pelajaran. Sampai saat ini, guru telah membuat keputusan tentang 25 tugas-tugas khusus dalam materi pokok. Peran peserta didik untuk meniru dan melakukan menemukan target tertentu. Pada gaya divergen di dalam batasan tertentu, peserta didik membuat keputusan tentang spesifik produksi atau konfigurasi subyek. Perilaku ini melibatkan peserta didik dalam produksi materi. Ini mengundang peserta didik untuk memperluas batas-batas mereka dari materi pelajaran. Gaya ini mengarah agar peserta didik mencari berbagai solusi yang akan digunakan untuk memecahkan masalah. 9. Gaya yang Dirancang Peserta didik (The Learner-Designed Individual Program Style-I) Gaya yang dirancang peserta didik adalah independensi masingmasing peserta didik untuk menemukan struktur yang menyelesaikan masalah. Dalam anatomi gaya yang dirancang peserta didik, peran guru adalah untuk membuat keputusan logistik subjek umum untuk peserta didik. Peran pelajar adalah untuk membuat keputusan tentang bagaimana untuk menyelidiki topik materi pelajaran umum. Dalam gaya ini, peserta didik mulai merancang pengalaman belajar mengajar episode yang mendukung harapan materi pelajaran masingmasing. Karena setiap peserta didik dalam pengalaman belajar mengajar masing-masing bertanggung jawab untuk merancang, mencontohkan, dan menghubungkan episode. Sebaliknya, perilaku ini merupakan pendekatan yang sangat disiplin dimaksudkan untuk membangkitkan dan mengembangkan kemampuan kognitif dan kreatif dari peserta didik secara individual. Hal ini adalah model untuk secara sistematis mengeksplorasi dan meneliti masalah untuk menemukan komponen-komponennya, hubungan antara komponen, dan tatanan mungkin atau urutan untuk komponen ini. Gaya yang dirancang peserta didik memungkinkan peserta didik untuk menemukan struktur masalah di tangan peserta didik yang 26 harus tahu beberapa fakta, dapat mengidentifikasi kategori, terlibat dalam analisis, dan kemudian membangun skema. Gaya ini membutuhkan integrasi dari semua keterampilan yang dipelajari disemua gaya sebelumnya. Perilaku ini paling produktif dengan peserta didik yang telah berhasil mengalami tanggung jawab keputusan perilaku sebelumnya. Hal ini bekerja dengan baik untuk peserta didik yang siap untuk penemuan gaya ini diperluas. Tanpa kembali dari gaya sebelumnya, peserta didik dapat menghadapi kesulitan dalam mengatur baik pertanyaan dan jawaban ke dalam struktur rasional dan bisa diterapkan gaya yang dirancang peserta didik untuk menyediakan peserta didik dengan kesempatan melatih semua keterampilan sebelumnya dan menemukan cara menghubungkan satu dengan yang lain. 10. Gaya Inisiatif (The Learner-Initiated Style-J) Gaya inisiatif adalah inisiasi pelajar dan tanggung jawab untuk merancang pengalaman belajar. Dalam anatomi gaya inisiatif, peran pelajar adalah secara independen melakukan perilaku ini dan membuat semua keputusan dalam pra-dampak, termasuk yang perilaku belajar mengajar akan digunakan dalam dampak, dan menciptakan keputusan kriteria untuk dampak. Tersedia guru memenuhi syarat dalam materi pelajaran, peran guru sekarang untuk menerima kesiapan peserta didik untuk membuat keputusan yang maksimal dalam pengalaman belajar, menjadi mendukung, dan untuk berpartisipasi sesuai dengan permintaan peserta didik. Ketika perilaku ini tercapai, tujuan-tujuan berikut dicapai dalam materi pelajaran dan perilaku. Tujuan utama dari perilaku ini menekankan menghormati kebutuhan peserta didik untuk menjadi mandiri. Gaya inisiatif ini hanya terjadi ketika seorang individu memulai permintaan untuk merancang perbedaannya sendiri. Inti dari gaya ini perilaku adalah niat pelajar, tidak hanya untuk memulai, tetapi juga untuk memikul tanggung jawab, dari pengalaman belajar. Guru dan peserta didik 27 telah melakukan perjalanan jauh sejak gaya komando. Dalam gaya inisiatif, kita telah mencapai titik dimana peserta didik secara individual siap untuk membuat keputusan maksimum selama episode belajar mengajar. Hal ini adalah pertama kalinya bahwa peserta didik memulai perilaku itu sendiri. Peserta didik mempersiapkan kesiapannya untuk pindah, menanyakan, mempersiapkan penutup, merancang program dan melakukan untuk pengembangan diri. Peserta didik datang ke guru dan menyatakan kesediaan untuk melakukan serangkaian episode dalam struktur keputusan ini. Kesiapan dan kemampuan untuk memulai menciptakan realitas yang berbeda untuk peserta didik dan guru. Dimana peserta didik bertanggung jawab maksimum untuk memulai dan melakukan episode belajar mengajar. Peserta didik mengungkapkan permintaan untuk mengidentifikasi dan mengembangkan rencana aksi, mengidentifikasi masalah dan pertanyaan, mencari informasi, membangun pengetahuan, dan mengatur kerangka untuk membuat semua keputusan dalam anatomi. Peran dampak dari guru yang cukup halus adalah menerima kenyataan bahwa peserta didik adalah pada kenyataannya siap untuk membuat semua keputusan dalam seri berikutnya episode. Kemudian guru, mengasumsikan peran seorang siaga dengan sumber daya panduan atau penasihat yang tersedia untuk peserta didik. Setelah peserta didik memulai gaya ini, peserta didik wajib untuk menggambarkan harapan. Pada titik tertentu, peserta didik khusus akan menunjukkan kapan dan bagaimana keterlibatan guru. Guru tidak memiliki kewajiban untuk memulai pertanyaan ketika ketidaksesuaian berkembang antara niat dan tindakan peserta didik. Guru dapat mengakui keberhasilan pelaksanaan peserta didik atau rencananya dan dapat bertanya tentang yang dirasakan atau perbedaan. 28 11. Gaya Mengajar Diri Sendiri (The Self-Teaching Style-K) Gaya mengajar diri sendiri adalah keuletan peserta didik dan keinginan untuk belajar. Dalam anatomi gaya mengajar diri sendiri, individu berpartisipasi dalam peran guru dan pesrta didik dan membuat semua keputusan diset pra-dampak, dampak, dan pasca-dampak. Ketika perilaku ini tercapai, tujuan bahwa individu telah didirikan pada materi pelajaran dan perilaku yang dicapai. Perilaku ini tidak memiliki satu set yang ditunjuk tepat sasaran, kemudian individu memilih tujuan. Logika internal spektrum mengarah ke realisasi bahwa itu adalah memang mungkin bagi seseorang peserta didik untuk membuat semua keputusan di anatomi untuk dia atau dirinya sendiri. Perilaku ini tidak dapat dimulai atau ditugaskan oleh guru di kelas, bahkan tidak ada di dalam kelas. 4. Pembelajaran Divergent Discovery Style a. Hakikat Gaya Mengajar Dalam pembelajaran pendidikan jasmani, terdapat ciri khas bagaimana peserta didik belajar mencapai tujuan pendidikan dengan melalui aktivitas jasmani. Namun, dalam praktiknya pembelajaran pendidikan jasmani saat ini belum sepenuhnya mencapai sasaran tujuan pembelajaran. Penerapan model, metode dan gaya pembelajaran oleh guru dimanfaatkan mampu mengatasi permasalahan tersebut. Gaya mengajar (teaching style) sering diartikan sebagai cara guru dalam memperlakukan dan melibatkan peserta didik dalam pembelajaran, yang bergerak dari gaya yang disebut komando hingga pembelajaran diri sendiri. Lebih lanjut dijelaskan Mosston, bahwa pemilihan gaya mengajar lebih berupa sebuah kontinum, dengan spektrum gayanya didasarkan pada jumlah pembuatan keputusan yang diberikan guru pada peserta didik. Kontinum yang berarti berkesinambungan dari satu titik ke titik lain, tanpa ada pemisahan yang jelas. Dengan demikian, gaya yang satu lebih 29 dibedakan dari gaya lainnya oleh besarnya pemberian kesempatan dari guru kepada peserta didik dalam hal mengambil keputusan. Pada ujung kontinum yang satu, guru membuat semua keputusan, sedang pada sisi yang lain, mayoritas pengambilan keputusan diserahkan kepada peserta didik. Hal tersebut semakin menyadarkan, bahwa proses pembelajaran PJOK mengandung banyak kondisi yang harus diperhitungkan, termasuk dalam hal keberagaman kondisi peserta didik, terutama gaya belajarnya. Oleh karena itu, sebenarnya amatlah mustahil jika guru hanya memanfaatkan satu gaya dalam seluruh fase suatu pelajaran. Strategi yang berbeda akan membedakan pula potensi yang akan diperoleh peserta didik. Menurut Waluyo (2013: 77) menuturkan bahwa, “Pemakaian istilah gaya mengajar (teaching style) sering ganti berganti dengan istilah strategi mengajar (teaching strategy) yang pengertiannya dianggap sama yakni, siasat untuk menggiatkan partisipasi peserta didik untuk melaksanakan tugas-tugas ajar”. Dalam memutuskan metode atau gaya pembelajaran yang akan diterapkan bukan hanya mempertimbangkan tentang bagaimana melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran. Guru dapat memilih gaya khusus didasarkan tujuan guru, apakah untuk proses kognitif, untuk mendorong interaksi sosial yang yang positif diantara peserta didik, atau untuk menggunakan ruang dan alat secara lebih efisien. Guru dapat memilih untuk merancang pembelajaran dengan format pengorganisasian yang berbeda. Dengan pemahaman dan penerapan gaya mengajar, diharapkan guru dapat berinteraksi dengan peserta didiknya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. b. Pengertian Divergent Discovery Style Divergent Discovery Style atau yang dalam bahasa Indonesia: Gaya Penemuan Divergen merupakan salah satu gaya mengajar yang 30 diperkenalkan oleh Muska Mosston. Muska Mosston adalah seorang Israel yang merupakan perintis, menemukan paradigma baru tentang mengajar dan pembelajaran dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Ashworth & Mosston (2008: 247) menyatakan bahwa: Karakteristik gaya penemuan divergen adalah untuk menemukan respon yang jamak (multiple) atau divergen terhadap pertanyaan atau situasi tunggal. Dalam anatomi gaya penemuan divergen, peran guru adalah membuat keputusan tentang topik dan pertanyaan dan logistik khusus untuk disampaikan kepada peserta didik. Peran peserta didik adalah untuk menemukan beberapa desain/solusi/tanggapan terhadap pertanyaan tertentu. Dikutip Setiawan, R.A.B. & Nopembri, S menurut Agus S. Suryobroto (2001: 69) menyatakan bahwa, Gaya Divergen merupakan suatu bentuk penyesuaian masalah dimana dalam gaya ini peserta didik memperoleh kesempatan untuk mengambil keputusan mengenai suatu tugas yang khusus di dalam pokok bahasan. Dalam gaya penemuan divergen peserta didik lebih banyak berperan dalam menemukan berbagai jawaban atau solusi dari setiap permasalahan. Seperti yang dikemukakkan Husdarta dan Saputra dalam Buku Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (2010: 36) bahwa, “Tujuan dari gaya ini (Divergen) adalah untuk melibatkan peserta didik dalam menemukan berbagai jawaban terhadap satu jenis pertanyaan”. Contoh dari penerapan gaya tersebut dalam pembelajaran PJOK, guru menyuruh peserta didik melempar bola ke temannya, sementara di depannya ada musuh yang menghalanginya. Bagaimana upaya peserta didik itu untuk melewati bola agar dapat dikuasai temannya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Divergent Discovery Style atau Gaya Penemuan Divergen adalah gaya mengajar yang lebih banyak memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menemukan jawaban atau solusi atas permasalahan atau pertanyaan yang dihadapi. Selanjutnya, guru sebagai fasilitator berperan memberikan 31 penguatan (reinforcement) atas jawaban dan respon yang diberikan peserta didik. c. Konsep Penerapan Divergent Discovery Style 1) Anatomi Divergent Discovery Style Tabel 1 Anatomi Divergent Discovery Style (Sumber: Mosston & Ashworth, 2008:249) Keterangan : (T) : Guru (L) : Peserta didik (Ld) : Peserta didik membuat keputusan (Lo) : Peserta didik menemukan solusi (TL) : Guru mengarahkan peserta didik (LT) : Peserta didik menemukan solusi dengan penguatan guru a) Pra Pertemuan (Pre-Impact) Guru membuat tiga keputusan utama: (1) Pokok bahasan umum. (2) Pokok bahasan khusus yang berpusat pada episode. (3) Menyusun masalah/situasi/pertanyaan khusus untuk memperoleh jawaban ganda dan pemecahan yang divergen. 32 b) Saat Pertemuan (Impact) (1) Peserta didik menentukan jawaban dari masalah. (2) Dalam perangkat selama pertemuan berlangsung ini, peserta didik mengambil keputusan-keputusan yang menyangkut hal-hal yang khusus dalam pokok bahasan, yang menanggapi masalah yang diajukan oleh guru. c) Pasca Pertemuan (Post-Impact) (1) Peserta didik menilai pemecahan yang telah ditemukan. (2) Pemeriksaan (verifikasi) mencakup membandingkan pemecahan dengan masalah yang dirumuskan oleh guru. 2) Penerapan Divergent Discovery Style Konsep dari pembelajaran yang menerapkan Divergent Discovery Style yakni, peserta didik diberikan suatu pertanyaan dan berfikir secara logis berdasarkan pengetahuannya. Gaya ini memungkinkan banyak jawaban yang berbeda atau divergen. Gaya ini disusun sedemikian rupa sehingga suatu masalah, pertanyaan atau situasi yang dihadapkan kepada peserta didik akan memerlukan pemecahan. Rangsangan-rangsangan yang diberikan akan membimbing peserta didik untuk mencari pemecahan atau jawaban secara individual. Sasaran gaya divergen adalah : a) Mendorong peserta didik untuk menemukan pemecahan ganda melalui pertimbangan-pertimbangan kognitif. b) Mengembangkan “wawasan” (insight) ke dalam struktur kegiatan dan menemukan variasi. c) Memungkinkan peserta didik untuk bebas dari guru dan melampaui jawaban-jawaban yang diharapkan. d) Mengembangkan kemampuan untuk menganalisis pemecahan-pemecahannya. memeriksa dan 33 Karena peserta didik lebih terbiasa dengan gaya konvergen atau respon yang benar, dari pada gaya divergen atau respon yang jamak. Maka dalam penerapan Divergent Discovery Style perlu diperhatikan beberapa hal berikut: a) Arti dan implikasi dari penemuan yang berbeda. b) Kenyataan bahwa tidak ada jawaban yang benar sedang dicari. c) Peran baru guru dan peserta didik: Keduanya harus menerima beberapa tanggapan yang ditimbulkan oleh pertanyaan yang diajukan (Mosston & Ashworth, 2008: 250). Berikut langkah penerapan gaya penemuan divergen dalam pembelajaran : a) Mula-mula mungkin perlu meyakinkan peserta didik, bahwa gagasan dan pemecahan mereka akan diterima. Seringkali peserta didik sudah terbiasa dengan mereka diberitahu tentang apa yang harus mereka lakukan dan tidak diperkenankan untuk menemukan sendiri jawabanjawaban yang benar. b) Pada waktu peserta didik bekerja mencari pemecahan, guru harus mengawasi kesempatan kepada dan menunggu peserta didik untuk untuk memberi menyusun jawaban-jawaban mereka : (1) Umpan balik harus dapat membimbing peserta didik kepada masalah untuk menemukan jawaban yang tepat. (2) Guru harus menahan diri untuk tidak memilihi jawaban-jawaban tertentu sebagai contoh. Sebab 34 itu akan mendorong penjiplakan dan bukan pemecahan masalah secara individual. 3) Implikasi Divergent Discovery Style Mosston & Ashworth (2008: 253-254) menyatakan implikasi dari penerapan metode divergen sebagai berikut : a) Guru bersedia untuk bergerak dengan peserta didik, sebagai langkah lain awal penemuan. b) Guru menerima kemungkinan desain baru dalam materi pelajaran. c) Guru bersedia mengambil resiko menghadapi tanggapan baru dan ide-ide tanpa menghakimi mereka (peserta didik). d) Guru menerima gagasan bahwa setiap operasi kognitif adalah keterampilan yang dapat dibudidayakan dengan praktek. e) Guru percaya bahwa peserta didik dapat meningkatkan kinerja mereka dengan mengaktifkan penemuan operasi kognitif. f) Guru berkenan untuk menyediakan peserta didik dengan waktu yang cukup untuk proses penemuan. g) Para peserta didik dapat mempelajari hubungan antara produksi kognitif (pengetahuan) dan kinerja fisik (keterampilan). h) Peserta didik mampu menghasilkan ide-ide baru yang memperluas cakrawala atau pengetahuan dari materi pelajaran. i) Para peserta didik bersedia mengambil risiko tanggapan produksi divergen. j) Para peserta didik memahami bahwa masalah-masalah tertentu dan isu-isu memiliki lebih dari satu solusi atau sudut pandang. 35 k) Para peserta didik percaya guru tidak mempermalukan mereka selama menyampaikan idea tau pendapat. l) Para peserta didik belajar untuk mentolelir solusi dan ideide yang disampaikan oleh rekan-rekan. 5. Hakikat Bermain Bolavoli a. Pengertian Bolavoli Bolavoli merupakan olahraga permainan bola besar yang dimainkan dua tim berlawanan. Setiap regu memiliki enam orang pemain. Terdapat pula variasi permainan bola voli pantai yang masing-masing grup hanya memiliki dua orang pemain. Olahraga Bolavoli dinaungi FIVB (Federation Internationale de Volleyball) sebagai induk organisasi internasional, sedangkan di Indonesia di naungi oleh PBVSI (Persatuan Bola Voli Seluruh Indonesia. Menurut Munasifah (2009: 3) bahwa, “Bolavoli adalah permainan yang dilakukan oleh dua regu, yang masing-masing terdiri atas enam orang. Bola dimainkan di udara dengan melewati net, setiap regu hanya bisa memainkan bola tiga kali pukulan”. Menurut Dr. Alfred T. Halstead dari Springfield College yang dikutib oleh Sunardi (2011: 2) mengusulkan sebuah nama yaitu “Volley ball”, dengan suatu alasan bahwa prinsipnya permainan tersebut adalah memainkan bola dengan cara mem ”volley” yaitu memainkan bola kian kemari tanpa diperbolehkan menyentuh lantai. Bolavoli adalah permainan di atas lapangan persegi empat yang lebarnya 900 cm dan panjangnya 1800 cm, dibatasi dengan garis selebar 5 cm. Di tengah-tengahnya dipasang jaring/jala yang lebarnya 900 cm, terbentang kuat dan mendaki sampai pada ketinggian 240 cm dari bawah (untuk laki-laki), 230 cm untuk perempuan. Menurut Ahmadi (2007: 19) bahwa, “Permainan bolavoli merupakan suatu permainan yang kompleks yang tak mudah untuk 36 dilakukan oleh setiap orang. Diperlukan pengetahuan tentang teknik dasar dan teknik lanjutan untuk dapat bermain bolavali secara efektif. Teknik tersebut meliputi servis, pasing, smes dsb”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa permainan bolavoli adalah permainan olahraga bola besar yang dimainkan oleh dua tim dalam satu lapangan berbentuk persegi panjang dan kedua tim dipisahkan oleh sebuah net dengan tujuan memasukan bola ke daerah lapangan lawan dan dilanjutkan hingga satu tim gagal mengembalikan bola secara sempurna. Gambar 1 Lapangan bolavoli (Sumber: Ensiklopedi Olahraga, 2003 ) b. Fasilitas, Alat-alat dan Perlengkapan 1) Lapangan Dalam permainan yang sebenarnya, permainan bolavoli dilakukan pada sebuah lapangan empat persegi panjang. Ukuran standar lapangan bolavoli berukuran panjang garis samping 18 meter, lebar lapangan 9 meter, lebar garis serang 3 meter. Menurut Sunardi (2011: 45) menyatakan bahwa, “Lapangan permainan berbentuk persegi panjang dengan ukuran 18 x 9 meter, dikelilingi oleh daerah bebas dengan minimal disemu sisi 3 meter. Daerah bebas permainan adalah ruang diatas daerah permainan yang bebas dari 37 segala halangan. Daerah bebas permainan harus memiliki ketinggian minimal 7 meter dari permukaan lapangan”. 2) Net Menurut Sunardi (2011: 47) bahwa, “Tinggi net putra 2,43 meter dan utuk putri 2,24 meter dipasang teak lurus diatas garis tengah. Ketinggian net di ukur dari tengah lapangan permainan. Tinggi net (diatas kedua garis samping) harus tepat sama tinggi dan tidak boleh lebih tinggi dari 2 cm”. 3) Bola Sunardi (2011: 48) menyatakan bahwa, “standar bola dalam permainan bolavoli yakni (1) Bola harus bulat, terbuat dari kulit yang lentur atau terbuat dari kulit sintetis yang bagian dalamnya dari karet atau bahan yang sejenis; (2) Warna bola harus satu warna yang cerah atau kombinasi beberapa warna”. c. Teknik Dasar Bermain Bolavoli Menguasai teknik-teknik dasar bermain bolavoli adalah sesuatu yang wajib, baik dalam konteks permainan maupun pembelajaran hal ini bertujuan agar pada saat bermain bolavoli sesungguhnya dapat memainkan perananya dengan unsur gerak yang benar dan efektif. Teknik adalah suatu proses melahirkan dan pembuktian dalam praktik dengan sebaik mungkin untuk menyelesaikan tugas yang pasti dalam cabang bermain bolavoli. Menurut Munasifah (2009: 25) menyatakan bahwa, “dalam mencapai prestasi bolavoli, teknik ini erat hubungannya dengan kemampuan gerak, kondisi fisik, taktik, dan mental”. Mutohir, T.C., dkk (2012: 110) menyatakan bahwa, “Sebelum bermain persiapan harus dilakukan baik persiapan fisik, mental, teknik dan juga taktik”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa teknik dasar bermain bolavoli adalah pengembangan persiapan yang erat hubungannya 38 dengan kemampuan gerak, kondisi fisik, mental, teknik dan taktik yang harus benar-benar dikuasai terlebih dahulu guna dapat mengembangkan mutu prestasi bermain bolavoli. Servis (Servise) Smes (Smash) Teknik Dasar Bermain Bolavoli Pasing (Passing) Hadang (Block) Gambar 2 Teknik Dasar Bolavoli (Sumber: Mutohir, T.C., dkk 2012: 20) Adapun teknik-teknik dasar bermain bolavoli adalah : 1) Teknik Dasar Servis Keterampilan permainan bolavoli dalam melakukan servis merupakan salah satu keterampilan yang sangat penting karena awal permainan dimulai dengan kemampuan seorang pemain bolavoli untuk melakukan servis. Dengan servis yang baik akan membuat lawan sulit menerima bola, sehingga jika bola tidak dapat diterima dengan baik maka tim yang melakukan servis akan mendapatkan penambahan angka. Menurut Mutohir, T.C., dkk (2012: 20) menyatakan bahwa, “servis adalah pukulan bola yang dilakukan pemain dari garis belakang permainan sebagai awal permainan dimulai”. Seiring dengan berbagai perubahan pola dan strategi permainan maka pada saat ini servis sudah menjadi bagian dari serangan pada lawan. Apabila pihak lawan tidak bisa menerima servis 39 dengan baik dan tidak bisa mengembalikan bola tim tersebut maka point atau angka akan diperoleh oleh pihak yang melakukan servis. Atas dasar itulah maka teknik penguasaan servis yang baik sangat diperlukan oleh pemain bola voli. Menurut Sunardi & Deddy Whinata (2013: 15) menyatakan bahwa, “suatu upaya memasukan bola ke daerah lawan dengan cara memukul bola menggunakan satu tangan atau lengan oleh pemain baris belakang yang dilakukan di daerah serve”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa servis adalah pukulan bola yang dilakukan pemain dari garis belakang permainan sebagai awal permainan dimulai dengan cara memukul bola menggunakan satu tangan atau lengan oleh pemain dengan upaya memasukan bola ke daerah lawan. a. Servis Bawah Menurut Mutohir, T.C., dkk (2012: 21) menyatakan bahwa, “Servis bawah adalah memukul bola dari garis belakang lapangan permainan sampai bola melewati net sebagai tanda awal suatu permainan dimulai, dengan cara memukul (servis) bola”. Menurut Ahmadi (2007: 20) menyatakan bahwa: Posisi awal untuk melakukan servis tangan bawah adalah berdiri dengan posisi melangkah, dengan kaki depan yang berlawanan dengan tangan yang akan memukul bola. Tangan yang akan memukul bola harus lurus dan kencang, sikut jangan bengkok sampai bola terpukul. Sering dijumpai servis bawah paling sering dilakukan dalam permainan yang bermain tempo lambat, jarang ditemui servis bawah dalam berbagai pertandingan yang ketat. Untuk pemula servis bawah paling sering dilakukan karena teknik servis bawah paling mudah 40 dilakukan. Dari paparan tersebut maka dapat diambil suatu ringkasan gerakan melalui servis bawah dengan gambar, lihat gambar 3. Gambar 3 Rangkaian teknik melakukan servis bawah (Sumber: http://umarwahyu.blogspot.com/2010/12/bola-voli-1.html) b. Servis Atas Menurut Mutohir, T.C., dkk (2012: 23) menyatakan bahwa, “Servis atas atau sering disebut dengan float service paling sering digunakan dalam berbagai pertandingan bolavoli, selain servis jenis ini tajam dan keras dan penempatan bola cukup akurat yang menyebabkan lawan sulit mengembalikan bola”. Sedangkan menurut Ahmadi (2007: 21) bahwa, “Servis mengambang adalah bola sulit diterima oleh pemain lawan karena bola tidak bergerak dalam satu lintasan turun dan kecepatan bola tidak teratur”. Pemain yang pemula cenderung mengalami kesulitan melakukan servis atas dibandingkan dengan cara servis bawah. Servis atas lebih mengutamakan tenaga sekaligus melihat posisi celah lawan agar sulit mengembalikan servis. Dari paparan tersebut maka dapat diambil suatu ringkasan gerakan melalui servis atas dengan gambar, lihat gambar 4. 41 Gambar 4 Rangkaian teknik melakukan servis atas (Sumber: http://umarwahyu.blogspot.com/2010/12/bola-voli-1.html) 2) Teknik Dasar Pasing Pasing salah satu keterampilan gerak dasar yang sangat dibutuhkan dalam permainan bolavoli. Dengan melakukan pasing yang baik dalam suatu permainan maka strategi bertahan dan menyerang yang diharapkan dapat dipraktikkan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu diperlukan suatu praktik melakukan pasing bawah dengan model dan pola aktivitas yang tepat dan terukur. Namun, membuat model atau pola tentang keterampilan dasar tidaklah cukup harus ada kontrol terhadap aplikasi suatu model atau pola. Dengan desain model pelatihan yang sudah direncanakan , kemudian praktik, dievaluasi dan dikontrol perubahan dari aplikasi model tersebut tentu hasilnya akan diketahui dengan lebih tepat dan terarah. Salah satu model latihan tersebut bisa fokus pada latihan melakukan pasing khususnya pasing bawah dan pasing atas. Menurut Mutohir, T.C., dkk (2012: 30) menyatakan bahwa, “pasing adalah teknik memantulkan bola dengan menggunakan tangan, sehingga bola bisa terpantul dan bisa diberikan pada pemain berikutnya”. Menurut Sunardi & Deddy Whinata (2013: 24) menyatakan bahwa, “pasing adalah mengoperkan bola kepada teman sendiri dalam satu regu 42 dengan suatu teknik tertentu, sebagai langkah awal untuk menyusun pola serangan kepada regu lawan”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pasing adalah salah satu keterampilan gerak dasar mengoper bola kepada teman sendiri dalam satu regu untuk menyusun pola serangan kepada regu lawan. a) Pasing Bawah Menurut Toho Cholik, dkk (2012: 30) menyatakan bahwa, “Pasing dilakukan oleh pemain untuk menerima bola servis dari lawan atau smes yang dilakukan oleh lawan. Pasing bawah menjadi salah satu keterampilan dalam permainan bola voli yang memiliki peran penting untuk bertahan dari serangan lawan, sekaligus sebagai langkah awal untuk membangun serangan kepada lawan”. Sedangkan menurut Ahmadi (2007: 22) menyatakan bahwa, “Pasing adalah upaya seorang pemain dengan menggunakan suatu teknik tertentu untuk mengoperkan bola yang dimainkannya kepada teman seregunya untuk dimainkan di lapangan sendiri. Dalam permainan bolavoli, pasing dapat dilakukan dengan cara pasing bawah dan pasing atas”. Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, pasing yang harus diperhatikan adalah keseimbangan, kekuatan kedua lengan, konsentrasi, dan pandangan mata fokus pada bola yang datang kemudian langsung diberikan kepada lawan. Gambar 5 Rangkaian teknik melakukan pasing bawah (Sumber: Sunardi & Deddy Whinata Kardiyanto 2013:17) 43 b) Pasing Atas Pasing merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh pemain untuk menerima bola pasing dari pemain lain dalam satu tim yang merupakan hasil pasing servis atau smes dari pihak lawan. Menurut Mutohir, T.C., dkk (2012: 33) menyatakan bahwa, “Pasing atas dilakukan setelah menerima bola yang dipasing oleh pemain lain dalam satu tim”. Sedangkan menurut Sunardi & Deddy Whinata (2013: 32) bahwa, “Pasing atas adalah operan yang dilakukan pada saat bola setinggi bahu atau lebih tinggi”. Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, pasing merupakan cara mengumpan, menerima bola kepada teman kemudian langsung diberikan kepada lawan. Gambar 6 Rangkaian teknik melakukan pasing atas (Sumber: www.tutorialolahraga.com ) 3) Teknik Dasar Smes Menurut Sunardi & Deddy Whinata (2013: 39) menyatakan bahwa, “Pukulan bola yang keras/pelan sebagai bagian dari sebuah serangan dalam permainan dengan tujuan untuk mematikan lawan dan mendapatkan point. Spike merupakan pukulan yang utama dalam menyerang”. 44 Sedangkan menurut Ahmadi (2007: 31) menyatakan bahwa, “Smash adalah pukulan bola yang keras dari atas ke bawah, jalannya bola menuklik”. Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, smes adalah sebuah serangan terhadap lawan dalam suatu permainan dengan pukulan bola yang keras untuk mendapatkan point dalam usaha penyerangan mencapai kemenangan. Gambar 7 Rangkaian teknik melakukan smes (Sumber : www.Anggapurta.com) 6. Pembelajaran Bolavoli di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dalam Penerapan Divergent Discovery Style Pembelajaran PJOK di sekolah terdapat materi permainan bolavoli sebagai sub materi PJOK. Hal tersebut termuat dalam silabus baik tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA). Dalam silabus SMP Negeri 1 Tirtomoyo yang menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) juga terdapat pembelajaran permainan bola besar yang salah satunya materi bermain bolavoli. Teknik dasar bermain bolavoli merupakan faktor yang mendasar yang harus dikuasai peserta didik terutama peserta didik SMP. Dengan menguasai teknik dasar bermain bolavoli, diharapkan peserta didik dapat memiliki keterampilan bermain bolavoli yang baik. Dalam proses pembelajaran seorang guru juga dapat memodifikasi pembelajaran teknik 45 dasar melalui aktivitas bermain, sehingga peserta didik tidak merasa bosan. Proses pembelajaran pendidikan jasmani yang dilakukan dengan model, metode, dan gaya mengajar yang sesuai, akan menjadikan pembelajaran tersebut lebih efektif dan efisien. Pendidikan jasmani yang hanya dilaksanakan 2 jam pelajaran perminggu diperkirakan belum memenuhi tujuan pendidikan jasmani seperti halnya pembelajaran bolavoli yang dilaksanakan 2-3 pertemuan setiap semesternya sehingga kurang untuk meningkatkan keterampilan suatu cabang olahraga, sehingga diperlukan waktu khusus untuk dapat meningkatkan keterampilan dasarnya. Peserta didik yang mengikuti pembelajaran bolavoli memiliki kemampuan yang berbeda-beda, karena tidak semua peserta didik SMP mengetahui dan mempraktekan teknik dasar bolavoli dengan baik dan benar. Untuk mengetahui kemampuan yang berbeda-beda tersebut perlu disesuaikan dengan karakteristik peserta didik SMP yang masih menyukai aktifitas bermain. 7. Kelebihan dan Kekurangan Gaya Mengajar Penemuan Divergen Gaya mengajar divergen yaitu guru menyusun serangkaian pertanyaan-pertanyaan, selanjutnya pertanyaan tersebut disampaikan oleh guru dalam bentuk pertanyaan verbal dan pertanyaan tersebut mempunyai jawaban yang beragam dalam bentuk aktivitas gerak yang sama. Dalam hal ini peserta didik melakukan berbagai macam variasi bermain bolavoli setelah guru memberikan pertanyaan yang mengacu pada materi teknik dasar bolavoli untuk menuju peningkatan kemampuan bermain bolavoli pada peserta didik kelas VIII-E SMP Negeri 1 Tirtomoyo tahun ajaran 2015/2016. Menurut (Mosston, 2008: 247) disebutkan bahwa gaya mengajar divergen merupakan suatu bentuk pemecahan masalah. Dalam gaya ini peserta didik memperoleh kesempatan untuk mengambil keputusan 46 mengenai suatu tugas yang khusus di dalam pokok bahasan. Gaya ini memungkinkan jawaban-jawaban yang beraneka ragam atau divergen (jamak). Ini berbeda dengan gaya Penemuan Terpimpin, yang pertanyaanpertanyaannya hanya disusun untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang konvergen (sama). Menurut Nasution, S (2008: 113) yang dikutip dalam jurnal Imron Fatkhul menjelaskan peserta didik yang belajar dengan metode divergen ini lebih mengutamakan pengalaman yang konkrit (Concrete Experience) dan refleksi observasi (Reflection Observer). Kekuatan peserta didik dalam pembelajaran ini terletak pada kemampuan imajinasi mereka. Peserta didik memandang sesuatu dari berbagai segi dan menjalin berbagai hubungan menjadi suatu keseluruhan yang utuh. Dengan metode divergen peserta didik menjadi pelaku (diverger) karena melahirkan ide-ide baru dan terampil dalam berfikir sehingga akan muncul tindakan-tindakan dalam bentuk aktivitas bermain yang tidak membosankan. Berdasarkan gaya mengajar yang dikemukakan dua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, gaya mengajar divergen merupakan suatu bentuk pemecahan masalah dengan jawaban-jawaban yang beraneka ragam karena peserta didik melahirkan ide-ide baru dan terampil dalam berfikir. Dalam pembelajaran PJOK menggunakan gaya mengajar divergen (divergent discovery style) yaitu dapat meningkatkan hasil belajar bermain bolavoli pada peserta didik kelas VIII-E SMP Negeri 1 Tirtomoyo tahun ajaran 2015/2016. Secara umum kemampuan kreativitas lebih baik jika dibandingkan dengan kelompok yang menggunakan gaya mengajar konvergen atau berpusat pada guru. Penemuan divergen pada kemampuan peserta didik dalam kelompok belajar divergen ini lebih baik dari kelompok belajar konvergen karena penemuan divergen mempunyai peran baik dalam hal pencapaian ranah kognitif. Sedangkan penguasaan terhadap kemampuan bermain bolavoli yang merupakan aspek psikomotor 47 cenderung lebih rendah dibandingkan gaya mengajar konvergen. Hal tersebut dikarenakan oleh aktivitas belajar peserta didik kelompok ini bervariasi sehingga kontrol terhadap tercapainya penguasaan kemampuan bermain cenderung lebih sulit. Akan tetapi dengan adanya motivasi belajar yang tinggi maka peserta didik akan lebih bersemangat mengikuti pembelajaran sehingga hasil belajar akan lebih baik dan meningkat. 8. Karakteristik Peserta Didik a. Pengertian Karakteristik Peserta Didik Peserta didik adalah manusia dengan segala fitrahnya, mereka mempunyai perasaan dan pikiran serta keinginan atau aspirasi. peserta didik mempunyai kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, dan kebutuhan untuk mengaktualisasi dirinya menjadi dirinya sendiri sesuai dengan potensinya. Dalam tahap perkembangannya, peserta didik SMP berada pada tahap periode perkembangan operasional formal (umur 11-18 tahun) atau disebut juga dengan masa adolesen. Pada masa ini juga disebut masa peralihan, dimana peserta didik sudah dapat mengetahui dirinya sendiri dan bertanggung jawab dengan sekitarnya. Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berfikir abstrak dan logis. Adapun Sifat-sifat masa adolesen antara lain; 1) Menunjukkan timbulnya sikap positif dalam menerima kedadaan sekitarnya. 2) Menunjukkan adanya ketenangan dan keseimbangan dalam kehidupanya baik di lingkungan masyarakat, keluarga atau disekolah. 3) Mulai senang menunjukkan sikap menghargai terhadap orang lain (orang tua, guru dst) 4) Menunjukkan sifat kebersamaan antar sesama, dalam hal ini sifat egois dalam diri Peserta Didik sudah mulai tidak ada. 5) Mampu berfikir dengan fleksibel dan kompleks. 48 Sebagai upaya memahami mekanisme perkembangan intelektual, Piaget menggambarkan fungsi intelektual kedalam tiga persfektif, diantaranyaproses mendasar bagaimana terjadinya perkembangan kognitif, yang kedua cara bagaimana pembentukan, yang terakhir tahap-tahap perkembangan intelektual. Berikut ini disajikan perkembangan yang sangat erat kaitanya dengan pembelajaran, yaitu perkembangan aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif. 1) Perkembangan Aspek Kognitif Periode yang dimulai pada usia 12 tahun, yaitu sama dengan usia anak SMP (Sekolah Menengah Pertama). Pada usia ini, yang berkembang pada peserta didik adalah kemampuan berfikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu secara bermakna tanpa memerlukan objek yang kongkrit atau bahkan objek yang visual. Peserta didik telah memahami hal-hal yang bersifat imajinatif. Implikasinya dalam pembelajaran, bahwa belajar akan bermakna sesuai dengan minat dan bakat peserta didik. Pembelajaran akan berhasil dengan didorong guru mampu menyesuaikan tingkat kesulitan dan variasi input dengan harapan serta karakteristik peserta didik sehingga motivasi belajar mereka berada pada tingkat maksimal. 2) Perkembangan Aspek Psikomotorik Aspek psikomotor merupakan salah satu aspek yang penting untuk diketahui oleh guru. Perkembangan aspek psikomotor juga melalui beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut antara lain : a) Tahap kognitif Tahap ini ditandai dengan adanya geraka-gerakan yang kaku dan lambat. Ini terjadi karena peserta didik masih dalam taraf belajar untuk mengendalikan gerakan-gerakannya, harus berpikir sebelum melakukan suatu gerakan. b) Tahap assosiatif 49 Pada tahap ini, seorang peserta didik membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk memikirkan tentang gerakan-gerakannya. Peserta didik mulai dapat mengasosiasikan gerakan yang sedang dipelajarinya dengan gerakan yang sudah dikenal. Tahap ini masih dalam tahap pertengahan dalam perkembangan psikomotor. c) Tahap otonomi Pada tahap ini seorang peserta didik telah mencapai tingkat otonomi yang tinggi. Proses belajarnya sudah hampir lengkap meskipun peserta didik tetap dapat memperbaiki gerakan-gerakan yang dipelajarinya. Tahap ini disebut tahap otonomi karena peserta didik sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur untuk melakukan gerakan-gerakan. 3) Perkembangan Aspek Afektif Keberhasilan proses pembelajaran juga ditentukan oleh pemahaman tentang perkembangan aspek afektif peserta didik. Ranah afektif tersebut mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Pemahaman terhadap apa yang dirasakan dan direspon, dan apa yang diyakini dan diapresiasi merupakan satu hal yang sangat penting dalam teori pemerolehan bahasa kedua atau bahasa asing. Faktor pribadi yang lebih spesifik dalam tingkah laku peserta didik yang sangat penting dalam penguasaan berbagai materi pembelajaran, yang meliputi : a) Self-esteem Penghargaan yang diberikan seseorang kepada dirinya sendiri. b) Inhibition Sikap mempertahankan diri atau melindungi ego. c) Kecemasan Meliputi rasa frustasi, khawatir, tegang dan sebagainya. d) Motivasi dorongan untuk melakukan suatu kegiatan. 50 e) Risk-talking Keberanian mengambil risiko. f) Empati Sifat yang berkaitan dengan pelibatan diri individu pada perasaan orang lain. b. Faktor-Faktor Karakteristik Peserta Didik Didalam karakteristik peserta didik terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi, faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh dalam peserta didik, antara lain : 1) Faktor Intern a) Insting Insting adalah suatu sifat yang dapat menumbuhkan perbuatan yang menyampaikan pada tujuan dengan berfikir lebih dahulu ke arah tujuan itu dan tidak didahului latihan perbuatan sedangkan naluri merupakan bawaan asli sejak lahir. b) Adat atau kebiasaan Kebiasaan adalah perbuatan yang selalu di ulang-ulang sehingga mudah untuk dikerjakan. Sehubungan kebiasaan merupakan kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah dikerjakan maka hendaknya manusia memaksa diri untuk mengulang-ulang perbuatan baik sehingga menjadi kebiasaan dan terbentuklah karakter yang baik. c) Keturunan Keturunan merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi manusia. Sifat yang diturunkan oleh orang tua yaitu ada dua macam yaitu sifat jasmaniyah dan sifat ruhaniyah. 2) Faktor Ekstern a) Pendidikan 51 Pendidikan adalah usaha meningkatkan diri dalam segala aspeknya. Pendidikan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan karakter b) Lingkungan Lingkungan adalah Segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Secara umum, semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berfikirnya. Guru harus memahami tahap-tahap perkembangan kognitif, psikomotorik dan afektif peserta didiknya. Salah satu strategi penting dalam pembelajaran di sekolah adalah penguasaan terhadap karakter peserta didik. Guru perlu mengetahui seluk beluk dan karakter peserta didik yang beragam dalam satu kelas, bahkan dalam satu sekolah. Dengan memahami karakter peserta didik akan memudahkan guru untuk mencapai tujuan pendidikan disekolah secara umum dan tujuan pembelajaran khususnya. Dengan kondisi peserta yang mendukung maka pembelajaran tentu dapat dilakukan dengan lebih baik, sebaliknya pula dengan karakteristik yang lemah maka dapat menjadi hambatan dalam proses belajar mengajar. Dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik peserta didik sekolah menengah pertama (SMP) yaitu dalam tahap perkembangan masa adolesen, peserta didik sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh kegolongan orang dewasa. Namun perlu di tekankan bahwa fase adolesen merupakan fase perkembangan yang yang tengah berada pada masa amat potensial, baik dari aspek kognitif, emosi, maupun fisik. Dalam melaksanakan pembelajaran disekolah peserta didik pada fase adolesen termasuk peserta didik yang karakteristiknya kuat sehingga mampu menerima apa yang di ajarkan oleh guru dan mampu mengikutinya. 52 B. Kerangka Berfikir Pendidikan jasmani kesehatan dan olahraga adalah suatu proses pembelajaran melalui aktifitas jasmani yang dilaksanakan untuk meningkatkan kesegaran jasmani, keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat. Artinya PJOK tidak hanya pada aspek jasmani semata tetapi juga aspek kognitif, afektif dan juga psikomotor. Dalam melaksanakan pembelajaran PJOK seorang guru harus aktif menciptakan suasana pembelajaran yang sebaik mungkin agar motivasi belajar peserta didik dapat meningkat. Tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik dengan kemampuan seorang guru membangkitkan motivasi peserta didik dalam belajar. Berhasil atau tidaknya pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta keterampilan peserta didik. Untuk mengatasi permasalahan di atas dan guna mencapai tujuan pendidikan secara maksimal, peran guru sangat penting dan diharapkan guru mampu menyampaikan semua mata pelajaran yang tercantum dalam proses pembelajaran secara tepat dan sesuai dengan konsepkonsep mata pelajaran yang akan disampaikan. Pemilihan model pembelajaran yang diberikan guru sangat penting agar peserta didik dapat termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran. Dengan melalui gaya pembelajaran penemuan divergen (Divergent Discovery Style) dimana pembelajaran ini terpusat pada peserta didik, sehingga banyak Peserta Didik yang aktif dalam proses berfikir, bersikap dan keterampilan untuk bekerja sama dalam suatu dinamika agar suatu tujuan dapat tercapai. Peserta didik saling membantu, saling mengoreksi, dan berusaha agar teman sekelompok dapat menguasai materi ajar. Dalam materi ini peserta didik lebih banyak terlibat dalam kegiatan berfikir secara logis untuk menemukan suatu pemecahan masalah dari pertanyaan atau permasalahan yang diberikan guru. Kemudian peserta didik berusaha mengklarifasikan solusi atau jawaban melalui kegiatan praktik. Selain unsur kerja sama dalam kelompok, metode ini juga dapat melatih leadership 53 dengan mereka saling mengoreksi dan membantu teman satu timnya sehingga diharapkan nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran PJOK yang meliputi keterampilan neuromuscular, intelektual dan sosial dapat tercapai dengan baik. Sehingga terjadi proses interaksi sosial dan saat nanti berhubungan dalam proses sosialisasi dimasyarakat dapat berguna dan bermanfaat. Penelitian ini memfokuskan pada upaya peningkatan keaktifan serta kemampuan bermain bolavoli dalam permainan bolavoli melalui penggunaan gaya pembelajaran divergen (Divergent Discovery Stye) pada peserta didik kelas VIII-E SMP Negeri 1 Tirtomoyo. Melalui gaya pembelajaran ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan-permasalahan dalam pembelajaran PJOK permainan bolavoli. Dimana pada dasarnya permainan bolavoli adalah permainan tim, dimana terdapat kerja sama tim atau regu di dalamnya. Berdasarkan kajian pustaka yang dikemukakan diatas sesuai dengan permasalahan yang ada dalam pembelajaran bolavoli, secara sederhana dalam penelitian ini dapat digambarkan kerangka berfikir sebagai berikut : 54 Kondisi Awal Tindakan Pembelajaran masih terpusat pada guru. Peserta didik kurang dilibatkan dalam proses berfikir. Menerapkan gaya penemuan divergen (Divergent Discovery Style) pada pembelajaran bermain bolavoli. a. Peserta didik kurang bersemangat, kurang aktif, kurang memiliki pemahaman setelah proses pembelajaran. b. Peserta didik bosan untuk mengikuti pembelajaran. c. Hasil belajar bermain bolavoli masih rendah. Siklus I Observer bersama dengan guru menyusun bentuk metode atau gaya pengajaran dengan menggunakan gaya penemuan divergen (Divergent Discovery Style) dengan tujuan meningkatkan hasil belajar bermain bolavoli. Kondisi Akhir Diharapkan dengan penerapan gaya penemuan divergent (Divergent Discovery Style) dapat meningkatkan hasil belajar bermain bolavoli. Siklus II Observer bersama dengan guru melaksanakan upaya perbaikan dari siklus I, untuk meningkatkan kemampuan bermain bolavoli melalui gaya penemuan divergent (Divergent Discovery Style). Gambar 8 Alur kerangka Berfikir 55 C. Hipotesis Tindakan Sesuai dengan kajian teori di atas dapat dirumuskan hipotesis tindakan dalam penelitian ini “penerapan divergent discovery style dapat meningkatkan hasil belajar bermain bolavoli pada peserta didik kelas VIII-E SMP Negeri 1 Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri Tahun Ajaran 2015/2016”.